pemeriksaan dan terapi hiper

5
Terapi iodium radioaktif (RAI) untuk hipertiroid Terapi iodium radioaktif merupakan terapi untuk penderita hipertiroid yang paling sering diberikan. Walaupun kerjanya kurang cepat bila dibandingkan dengan Obat Anti-tiroid (OAT) atau operasi pengangkatan kelenjar tiroid (tiroidektomi), namun terapi iodium radioaktif sangat efektif dan aman serta tidak memerlukan rawat inap. Mengenai paparan radiasi yang terjadi setelah pemberian terapi, telah dibuatkan regulasinya oleh BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir). Regulasi ini merupakan panduan bagi dokter dan pasien dalam memberikan terapi iodium radioaktif untuk menjaga keamanan radiasi dari keluarga dan lingkungan pasien. Terapi iodium radioaktif diberikan melalui oral (diminum) dalam bentuk kapsul atau cairan. Iodium akan segera diserap dengan cepat dan ditangkap oleh kelenjar tiroid. Tidak ada jaringan atau organ lainnya yang dapat menangkap iodium radioaktif, sehingga efek samping dari terapi ini sangat sedikit. Terapi iodium radioaktif ini akan mengakibatkan respon peradangan di kelenjar tiroid dan menyebabkan penghancuran kelenjar tiroid selama beberapa minggu sampai bulan. Secara umum, dosis pemberian iodium radioaktif adalah 75-200 uCi/gram kelenjar tiroid dan berbanding terbalik dengan persentase nilai tangkap tiroid. Dosis ini dapat menghindari terjadinya hipotiroid. Lithium diberikan selama beberapa minggu setelah pemberian terapi iodium radioaktif dengan tujuan untuk memperpanjang retensi dari iodium radioaktif dan meningkatkan efektivitas dari terapi. Namun, hasil penelitian mengenai lithium ini masih kontroversi, terutama mengenai efek samping dari pemberian lithium. Di Amerika Serikat, hipotiroid dianggap sebagai tujuan dari terapi iodium radioaktif. Tidak terdapat bukti adanya keganasan tiroid pada penderita hipertiroid yang diberikan terapi iodium radioaktif. Juga tidak ada bukti mengenai peningkatan angka kematian pada penderita kanker lain (termasuk leukemia) yang diberikan terapi iodium radioaktif untuk hipertiroid. Data mengenai penderita hipertiroid pada anak dan remaja masih

Upload: aulia-mursyida

Post on 19-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Dan Terapi Hiper

Terapi iodium radioaktif (RAI) untuk hipertiroid

Terapi iodium radioaktif merupakan terapi untuk penderita hipertiroid yang paling sering diberikan. Walaupun kerjanya kurang cepat bila dibandingkan dengan Obat Anti-tiroid (OAT) atau operasi pengangkatan kelenjar tiroid (tiroidektomi), namun terapi iodium radioaktif sangat efektif dan aman serta tidak memerlukan rawat inap. Mengenai paparan radiasi yang terjadi setelah pemberian terapi, telah dibuatkan regulasinya oleh BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir). Regulasi ini merupakan panduan bagi dokter dan pasien dalam memberikan terapi iodium radioaktif untuk menjaga keamanan radiasi dari keluarga dan lingkungan pasien.Terapi iodium radioaktif diberikan melalui oral (diminum) dalam bentuk kapsul atau cairan. Iodium akan segera diserap dengan cepat dan ditangkap oleh kelenjar tiroid. Tidak ada jaringan atau organ lainnya yang dapat menangkap iodium radioaktif, sehingga efek samping dari terapi ini sangat sedikit. Terapi iodium radioaktif ini akan mengakibatkan respon peradangan di kelenjar tiroid dan menyebabkan penghancuran kelenjar tiroid selama beberapa minggu sampai bulan.

Secara umum, dosis pemberian iodium radioaktif adalah 75-200 uCi/gram kelenjar tiroid dan berbanding terbalik dengan persentase nilai tangkap tiroid. Dosis ini dapat menghindari terjadinya hipotiroid. Lithium diberikan selama beberapa minggu setelah pemberian terapi iodium radioaktif dengan tujuan untuk memperpanjang retensi dari iodium radioaktif dan meningkatkan efektivitas dari terapi. Namun, hasil penelitian mengenai lithium ini masih kontroversi, terutama mengenai efek samping dari pemberian lithium.Di Amerika Serikat, hipotiroid dianggap sebagai tujuan dari terapi iodium radioaktif. Tidak terdapat bukti adanya keganasan tiroid pada penderita hipertiroid yang diberikan terapi iodium radioaktif. Juga tidak ada bukti mengenai peningkatan angka kematian pada penderita kanker lain (termasuk leukemia) yang diberikan terapi iodium radioaktif untuk hipertiroid.Data mengenai penderita hipertiroid pada anak dan remaja masih sedikit. Sehingga disarankan untuk memberikan OAT jangka panjang pada penderita hipertiroid anak dan remaja.

Iodium radioaktif tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau menyusui, karena iodium radioaktif dapat melewati plasenta dan dikeluarkan melalui kelenjar susu, sehingga dapat merusak kelenjar tiroid pada janin atau bayi dan mengakibatkan hipotiroid. Periksakan adanya kehamilan sebelum terapi iodium radioaktif diberikan dan disarankan kepada penderita untuk tidak hamil selama 3-6 bulan kemudian setelah pemberian terapi iodium radioaktif dan setelah hormon tiroid kembali normal.Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya kelainan janin ataupun keguguran pada wanita yang sebelumnya pernah diberikan terapi iodium radioaktif.Terapi iodium radioaktif sebaiknya tidak diberikan pada penderita hipertiroid dengan keluhan pada mata (oftalmopati), karena diketahui bahwa iodium radioaktif dapat memperburuk keluhannya. Risiko terjadinya perburukan pada oftalmopati ini meningkat pada penderita yang merokok, namun oftalmopati ini dapat diatasi dengan pemberian steroid (prednison 0.4 mg/kg selama 1 bulan dengan penghentian secara bertahap) setelah iodium radioaktif diberikan.

(Translate from: Hyperthyroidism Author: Author: Stephanie L Lee, MD, PhD Stephanie L Lee, MD, PhD Chief Editor: Chief Editor: George T Griffing, MD; medscape)

Page 2: Pemeriksaan Dan Terapi Hiper

Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada hipertiroid

Alat skrining yang paling baik untuk menilai fungsi tiroid adalah kadar TSH di dalam darah. Kadar TSH darah biasanya rendah atau bahkan tidak terdeteksi pada penderita hipertiroid (<0.05 µIU/ml). Pemeriksaan antibodi yang paling spesifik untuk penyakit tiroiditis autoimun adalah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk pemeriksaan antibodi anti-TPO. Hipertiroid pada penderita lanjut usia sering ditemukan kelainan irama jantung. Elektrokardiografi (EKG) disarankan bila dicurigai ada kelainan jantung.

Pengukuran kadar TSH dan hormon tiroid darah.Walaupun pengukuran kadar TSH darah merupakan alat skrining yang paling baik dalam menilai fungsi tiroid, namun tingkat keparahan dari hipertiroid kurang dapat dinilai berdasarkan pemeriksaan ini; kadar hormon tiroid darah juga perlu diukur. Hormon tiroid bersirkulasi di dalam darah dalam bentuk T3 dan T4, dengan 99% terikat dengan protein. Walaupun demikian hanya hormon tiroid yang tidak berikatan dengan protein yang aktif secara biologis. Pada penderita hipertiroid ditemukan hanya 5% kadar T3 yang tinggi, sehingga pengukuran T4 bebas dan T3 darah perlu dilakukan pada penderita yang dicurigai terdapat hipertiroid dengan kadar TSH yang rendah.Hipertiroid subklinis adalah kondisi kadar TSH rendah dengan kadar hormon tiroid dalam batas normal.

Pemeriksaan antibodi anti-TPO, TSI, dan anti-Tg.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemeriksaan antibodi yang paling spesifik untuk penyakit tiroiditis autoimun adalah pemeriksaan ELISA untuk antibodi anti-TPO. Kadar antibodi tersebut biasanya meningkat secara bermakna pada hampir seluruh penderita hipertiroid, penyakit Graves', kecuali pada penyakit Plummer dan adenoma toksik. Namun, pada orang sehat yang tidak menderita penyakit tiroid juga dapat ditemukan antibodi anti-TPO yang positif, sehingga pemeriksaan ini kurang baik untuk dilakukan sebagai alat skrining.Kadar TSI yang tinggi juga dapat membantu mengakkan diagnosa penyakit Graves'. Hasil antibodi anti-Tg yang positif tidak dapat memprediksi terjadinya penyakit tiroid, sehingga pemeriksaan ini tidak disarankan untuk rutin dilakukan pada penderita hipertiroid.

Sidik tiroid/ScintigraphySelain pemeriksaan klinis dan hasil laboratorium, sidik tiroid juga perlu dilakukan pada penderita hipertiroid untuk mengatahui nilai tangkap tiroid terhadap iodium. Nilai tangkap ini akan meningkat pada penderita penyakit Graves' dan penyakit Plummer. I-123 dan Technetium-99m (Tc-99m) dapat digunakan untuk pemeriksaan sidik tiroid ini, yang akan memberikan informasi selain mengenai bentuk anatomi dari kelenjar tiroid (pembesaran difus atau nodular) tapi juga dapat membantu dalam mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya kemungkinan suatu hipertiroid berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodium.Penyakit Graves' biasanya disertai dengan pembesaran kedua lobi tiroid dengan peningkatan nilai tangkap. Adenoma toksik akan memberikan gambaran nodule "panas" tunggal dengan fungsi yang menurun pada jaringan tiroid di sekitarnya. Penyakit Plummer memberikan gambaran pembesaran kelenjar tiroid dengan beberapa nodul dan penangkapan radiofarmaka yang bervariasi. Tiroiditis subakut biasanya memberikan gambaran penangkapan radiofarmaka yang sangat rendah. (lihat gambar).

Page 3: Pemeriksaan Dan Terapi Hiper

Bila ditemukan nodul tiroid pada pemeriksaan fisik penderita hipertiroid, maka perlu dilakukan sidik tiroid untuk mengkonfirmasi apakah nodul tersebut hiperfungsi atau tidak. Bila ditemukan nodul "dingin", maka perlu dilakukan biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya suatu keganasan.

Sumber: mobile medscape.