pembahasan praktikum dosis respon obat dan indeks terapi

10
PEMBAHASAN Dalam praktikum ini digunakan injeksi Fenobarbital yang diberikan pada hewan percobaan (mencit) untuk mengetahui onset dan durasi obat dengan dosis yang bertingkat. Fenobarbital adalah senyawa hipnotik yang digunakan sebagai antikonvulsan, anti epilepsi dan hipnotik / sedatif. Tetapi karena yang akan dilihat adalah onset dan durasinya maka efek yang lebih diutamakan adalah efek hipnotik sedativenya.Dosis yang disuntikkan pada mencit harusdisesuaikan dengan berat badan masing – masing mencit. Pada praktikum kali ini, praktikan menggunakan kontrol pembanding yaitu zat pengganti obat yang disuntikan kepada hewan uji yaitu NaCl fisiologis. Respon yang akan diamati pada hewan uji adalah “righting refkex”-nya. Righting reflex adalah reaksi tubuh pada hewan uji untuk kembali ke posisi semula sehingga kuku dan kakinya menempel ke tanah setelah sebelumnya di posisikan pada posisi terlentang. Hal tersebut diuji dengan cara mengangkat ekor mencit dan meletakkannya pada posisi terbalik kemudian dilihat apakah hewan uji masih punya kemampuan righting reflex apa tidak. Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturat yang efektif dalam mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis. Mekanisme kerjanya menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor GABA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap GABA yang diberikan secara iontoforetik. Efek

Upload: metazk

Post on 24-Nov-2015

626 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

pembahasan praktikum dosis respon obat dan indeks terapi

TRANSCRIPT

PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini digunakan injeksi Fenobarbital yang diberikan pada hewan percobaan (mencit) untuk mengetahui onset dan durasi obat dengan dosis yang bertingkat. Fenobarbital adalah senyawa hipnotik yang digunakan sebagai antikonvulsan, anti epilepsi dan hipnotik / sedatif. Tetapi karena yang akan dilihat adalah onset dan durasinya maka efek yang lebih diutamakan adalah efek hipnotik sedativenya.Dosis yang disuntikkan pada mencit harusdisesuaikan dengan berat badan masing masing mencit. Pada praktikum kali ini, praktikan menggunakan kontrol pembanding yaitu zat pengganti obat yang disuntikan kepada hewan uji yaitu NaCl fisiologis. Respon yang akan diamati pada hewan uji adalah righting refkex-nya. Righting reflex adalah reaksi tubuh pada hewan uji untuk kembali ke posisi semula sehingga kuku dan kakinya menempel ke tanah setelah sebelumnya di posisikan pada posisi terlentang. Hal tersebut diuji dengan cara mengangkat ekor mencit dan meletakkannya pada posisi terbalik kemudian dilihat apakah hewan uji masih punya kemampuan righting reflex apa tidak.Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturat yang efektif dalam mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis. Mekanisme kerjanya menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor GABA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap GABA yang diberikan secara iontoforetik. Efek ini telah teramati pada konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik. Analisis saluran tunggal pada out patch bagian luar yang diisolasi dari neuron spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan arus yang diperantarai reseptor GABA dengan meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai reseptor GABA tanpa merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik, fenobarbital juga membatasi perangsangan berulang terus menerus; ini mendasari beberapa efek kejang fenobarbital pada konsentrasi yang lebih tinggi yang tercapai selama terapi status epileptikus.

Pada percobaan kali ini praktikan menggunakan hewan mencit sebagai hewan uji. Hewan tersebut digunakan sebagai percobaan untuk praktikum farmakologi organ ini karena struktur dan system organ yang ada di dalam tubuhnya mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia, mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Selain itu mencit lebih mudah ditangani dibandingkan dengan hewan-hewan uji lainnya seperti tikus dan kelinci. Sehingga hewan tersebut biasanya digunakan untuk uj praklinis sebelum nantinya akan dilakukan uji klinis yang dilakukan langsung terhadap manusia.

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya.

Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan mencit menjangkau/mencengkram alas kasar (penutup kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.Jika cara penanganan mencit tidak sesuai, biasanya mencit akan merasa stress dan ketakutan sehingga akan buang air besar dan buang air kecil.

Dalam praktikum kali ini, hal yang pertama kali dilakukan adalah mencit dibagi menjadi 6 kelompok dimana masing-masing kelompok terdir dari 3 ekor. Sehingga percobaan setiap dosis dilakukan secara triplo. Kemudian mencit di setiap kelompok diberi nomor agar mudah untuk dikenal. Setelah itu obat (fenobarbital) diberikan secara intraperitonial kepada seriap mencit. Tujuan pemberian obat dilakukan melalui jalur intraperitonial adalah karena efek kerja fenobarbital lebih cepat dan efek durasi lebih baik dari beberapa rute yang lainnya walaupun pada rute pemberian ini tidak mudah untuk mengaplikasikannya karena ada risiko terkena organ tubuh disekitar abdomen. Oleh karena itu, intraperitonial hanya diaplikasikan pada mencit saja, tidak pada manusia karena terlalu berbahaya.

Kelompok yang diberikan dosis bertingkat hanya kelompok satu sampai kelompok lima. Kelompok enam digunakan sebagai kontrol pembanding yaitu zat yang dimasukkan kedalam hewan uji adalah NaCl fisiologis. Penggunaan Nacl fisiologis ini adalah untuk melihat respon terhadap hewan uji apa bila dia diberikan larutan seperti cairan tubuh maka respon apa yang diberikan oleh hewan uji. Tapi karena dalam NaCl fisiologis ini tidak mengadung senyawa yang bersifat sedativ maka hewan uji tidak akan tidur dan akan menunjukan respon righting reflex yang positif.

Hewan uji diamati dan dicatat jumlah hewan uji yang kehilangan righting reflex pada setiap kelompok dan angka dinyatakan dalam presentasi dan dicatat pula hewan yang mengalami kematian pada setiap kelompok. Pada kelompok 1 yaitu dengan dosis 50 mg/kgBB diperoleh data 66,67% hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex sampai pada menit ke 60. Hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 1 (10,7 gram; 0,2675 mL) dan mencit 3 (13,5 gram; 0,3375 mL). Sedangkan yang mengalami kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 2 (8,7 gram; 0,2175). Padahal seharusnya 100% hewan uji tidak mengalami hilangnya righting reflex sampai menit ke 60. Hal ini bisa disebabkan karena mencit nomor 2 sedang sakit atau sudah dipakai praktikan lain untuk percobaan lain. Hal ini ditandai dengan mencit yang tidak agresif yang dimana pada saat penimbangan mencit tidak bergerak (lemas). Jadi pada kelompok ini dilakukan pengujian duplo dimana mencit nomor 2 dikelompok ini tidak dimasukkan kedalam data pengamatan dan presentasi hewan uji yang masih bisa melakukan righting reflex yaitu 100%.

Pada kelompok 2 yaitu dengan dosis 75 mg/kgBB diperoleh data 100% hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex sampai pada menit ke 60. Hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 1 (11,8 gram; 0,295mL), mencit 2 (13,1 gram; 0,3275mL) dan, mencit 3 (10,04 gram; 0,251mL). Hal ini menunjukan bahwa dengan dosis tersebut belum bisa membuat mencit tidur total sampai menit ke 60.Pada kelompok 3 yaitu dengan dosis 100 mg/kgBB diperoleh data 66,67% hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex sampai pada menit ke 60. Hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 2 (15 gram; 0,375mL) dan mencit 3 (15 gram; 0,375mL). Sedangkan hewan uji yang kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 1 (17,7gram;0,885mL). Pada mencit nomor 1 ini sudah kehilangan kemampuan righting reflex pada saat sebelum 45 menit. Kalau dilihat dari data pengamatan pada hewan uji kelompok 4 maka seharusnya belum ada hewan uji yang kehilangan kemampuan righting reflex. Hal ini bisa disebabkan karena hewan uji yang digunakan dalam keadaan yang sedikit letih atau bisa karena praktikan memberikan volume pemberian obat kepada hewan uji dengan volume yang lebih besar. Sehingga hewan uji akan menyerap lebih banyak obat sehingga proses kehilangan kemampuan righting reflex akan lebih cepat. Pada kelompok 4 yaitu dengan dosis 125 mg/kgBB diperoleh data 66,67% hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex sampai pada menit ke 60. Hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 1 (28gram; 0,7mL) dan mencit 3 (16,6gram;0,415mL). Sedangkan hewan uji yang kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 2 (10,7gram; 0,2675mL). Pada mencit nomor 2 ini sudah kehilangan kemampuan righting reflex pada saat sebelum 60 menit. Kalau dilihat dari data pengamatan pada hewan uji kelompok 5 maka wajar saja kalau ada beberapa hewan uji sudah kehilangan righting reflex karena pada hewan uji kelompok 5 semua hewan uji kehilangan kemampuan righting reflex.Pada kelompok 5 yaitu dengan dosis 150 mg/kgBB diperoleh data 0% hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex sampai pada menit ke 45. Hewan uji yang kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 1 (17gram; 0,425mL), mencit 2 (13gram; 0,325mL) dan, mencit 3 (16,6gram;0,415mL). Hal ini menunjukan maka dosis yang tepat untuk membuat hewan uji (mencit) untuk mengalami kehilangan kesadaran total dengan obat fenobarbital yaitu pada dosis 150 mg/kgBB.Pada kelompok 6 yaitu injeksi menggunakan NaCl fisiologis diperoleh data 66,67% hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex sampai pada menit ke 60. Hewan uji yang tidak kehilangan kemampuan righting reflex adalah mencit 1 (16,6gram; 0,415mL), dan mencit 3 (20gram; 0,5225mL). Sedangkan hewan uji kehilangan kemapuan righting reflex adalah mencit 2 (25,9gram; 0,6475mL). Padahal seharusnya sebagai kontrol pembanding tidak ada hewan uji yang kehilangan kemampuan righting reflex, hal ini disebabkan karena praktikan salah dalam melakukan penyuntikan dimana seharusnya penyuntikan dilakukan dengan 10O dengan arah ke kepala. Tetapi praktikan salah melakukannya dengan penyuntikan 10O dengan arah ke tangan. Hewan uji tersebut mati karena mungkin praktikan menyuntikan obat kedalam hati atau lambung. Jadi pada kelompok ini dilakukan pengujian duplo dimana mencit nomor 2 dikelompok ini tidak dimasukkan kedalam data pengamatan dan presentasi hewan uji yang masih bisa melakukan righting reflex yaitu 100%.Jadi apabila data dari data pengamatan dibuat grafik respon righting reflex dengan dosis berdasakan waktu maka hasilnya akan sebagai berikut :

Gambar 1. Grafik dosis respon pada menit ke 5

Gambar 2. Grafik dosis respon pada menit ke 10

Gambar 3. Grafik dosis respon pada menit ke 15

Gambar 1. Grafik dosis respon pada menit ke 30

Gambar 4. Grafik dosis respon pada menit ke 45

Gambar 5. Grafik dosis respon pada menit ke 60

Sehinnga apa bila keseluruhan grafik digabungkan makan akan seperti berikut :

Apabila dilihat dari dari grafik maka dapat disimpulkan bahwa dosis yang dapat memberikan efek (kehilangan kesadaran) pada hewan uji adalah pada 150 mg/kgBB. Pada praktikum kali ini terjadi beberapa kesalahan yang menyebabkan data hewan uji yang mengalami kesalahan tidak dimasukkan kedalam data pengamatan. Kesalaha-kesalahan tersebut adalah:

Menggunakan hewan uji yang tidak dalam keadaan prima sehingga membuat data pengamatan menjadi rancu (terjadi pada hewan uji kelompok 1 mencit 2 dan kelompok 5 mencit 1),

Ketidakmahiran praktikan dalam menginjeksikan obat kedalam hewan uji yang menyebabkan kematian pada hewan uji.