laporan dosis respon obat dan indeks terapi baru
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DOSIS RESPON OBAT
DAN INDEKS TERAPI
Hari Praktikum: Kamis pagi / 07.00-10.00
Disusun oleh:
Furqan Ridha 260110080081 ( teori )
Hesti Amalia 260110080080 ( Tujuan, prinsip, teori )
Valdis Reinaldo 260110080081 ( teori )
Rizky Desvianto 260110080083 ( teori )
RR. Audhea 260110080084 ( Data pengamatan, perhitungan)
Lina Adeliana 260110080085 ( Editor, print, jilid )
Dodi Munandar 260110080086 ( Pembahasan I )
Risa Dewi K 260110080087 ( Pembahasan II
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2011
DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memperoleh gambaran bagaimana rancangan eksperimen untuk memperoleh DE50
dan DL50
2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi – implikasinya.
II. PRINSIP
1. Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat yang
diberikan juga meningkat
2. Semakin besar indeks terapi obat semakin besar efek terapeutiknya.
III. TEORI
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,
mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi
tertentu, misalnya membuat seseorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka
selama pembedahan. (Ganiswara et. .al, 2007).
Dalam farmakologi terfokus pada dua subdisiplin, yaitu farmakodinamik dan
farmakokinetik. farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau
efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi
(A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). Farmakodinamik menyangkut
pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau makhluk, secara keseluruhan erat
berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan patologi. Obat farmakodinamik bekerja
meningkatkan atau menghambat fungsi suatu organ (Ganiswara et. al., 2007).
Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat
tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat bekerja melalui
penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara mengubah aktivitas
biokimia dan biofisika makromolekul, hal ini dikenal dengan istilah reseptor
(Katzung, 1989).
Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata, yang cocok
untuk sebagian besar pasien. Untuk pasien lainnya, dosis biasa ini terlalu besar
sehingga menimbulkan efek toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif
(Ganiswara et. al., 2007).
Kebanyakan obat diubah di hati dalam hati, kadang-kadang dalam ginjal dan
lain-lain. Kalau fungsi hati tidak baik maka obat yang biasanya diubah dalam hati
tidak mengalami peubahan atau hanya sebagian yang diubah. Hal tesebut
menyebabkan efek obat berlangsung lebih lama dan obat menjadi lebih toxic.
(Lamidi, 1995).
Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding
langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon
menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon
lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan
efek obat digambarkan dengan kurva hiperbolik.
Gambar potensi dan efektifitas (Widjojo et. al., 2009)
Keterangan :
Dosis kecil → efek besar = potensi besar dan sebaliknya
Obat berpotensi besar → kurve semakin miring dan sebaliknya
Obat berefektifitas besar → kurve semakin tinggi dan sebaliknya (Widjojo et. al.,
2009)
Konsentrasi dan Respon Obat
Gambar hubungan antara konsentrasi obat dan respon obat (Widjojo et. al., 2009)
Gambar profil kinetik satu dosis (Widjojo et. al., 2009)
Gambar profil kinetik berbagai dosis (Widjojo et. al., 2009)
Perbedaan formulasi dengan kop (kadar obat)
Formulasi F1 ,F2 ,F3 berbeda satu sama lain
Availabilitas Farmasi F1 > F2 > F3 ;Availabilitas sistemik dapat sama (Widjojo et.
al., 2009)
Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding
langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon
menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon
lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan
efek oabat digambarkan dengan kurva hiperbolik menurut persamaan sebagi berikut:
E= Emax +[D ]
KD+[ D ],K D=
K2
K1 = konstanta disosiasi kompleks obat reseptor
Jika K D = [D], maka : E = Emax+[ D ][ D ]+[ D ]
= 12
Emax
di mana E adalah efek yang diamati pada konsentrasi C, Emaks adalah respons
maksimal yang dapat dihasilkan oleh obat. EC50 adalah konsentrasi obat yang
menghasilkan 50% efek maksimal.
Gambar korelasi potensi dan efektifitas (Widjojo et. al., 2009)
Hubungan antara konsentrasi dan efek obat (panel A) atau obat yang terikat
reseptor (panel B). Konsentrasi obat yang efeknya separuh maksimum disebut EC50
dan konsentrasi obat yang okupansi reseptornya separuh maksimum disebut KD.
(Ganiswara et. al., 2007).
Hubungan dosis dan respons bertingkat
1.Efikasi (efficacy). Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat.
Efikasi tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan efisiensi
reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja seluler
2.Potensi. Potensi yang disebut juga kosentrasi dosis efektif, adalah suatu ukuran
berapa bannyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin
rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respon yang diberikan, makin poten obat
tersebut.Potensi paling sering dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50%
dari respon maksimal (ED50). Obat dengan ED50 yang rendah lebih poten daripada
obat dengan ED50 yang lebih besar.
3.Slope kurva dosis-respons. Slope kurva dosis-respons bervariasi sari suatu obat ke
obat lainnya. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis
yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar (Katzung, 1989).
Suatu kurva dari tiga obat yang berbeda yang menunjukkan potensi
farmakologis yang berbeda dan efikasi maksimal yang berbeda. (Aulia, 2009).
Obat A lebih poten dibanding obat B, tetapi keduanya memiliki efikasi yang
yang sama, sedangkan obat C memperlihatkan potensi dan efikasi yang lebih rendah
daripada obat A dan B. (Katzung, 1989).
Gambar hubungan dosis dan efek (Widjojo et. al., 2009)
Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu (ED50) disebut juga
dosis terapi median. Dosis letal median adalah dosis yang menimbulkan kematian
pada 50% individu , sedangkan TD50 adalah dosis toksik 50%.(Ganiswara et. al.,
2007).
Penentuan DL50 merupakan tahap awal untuk mengetahui keamanan bahan
yang akan digunakan manusia dengan menentukan besarnya dosis yang menyebabkan
kematian 50% pada hewan uji setelah pemberian dosis tunggal. DL50 bahan obat
mutlak harus ditentukan karena nilai ini digunakan dalam penilaian rasio manfaat
(khasiat) dan daya racun yang dinyatakan sebagai indeks terapi obat (DL50/ DE50).
Makin besar indeks terapi, makin aman obat tersebut jika digunakan (Ganiswara et.
al., 2007).
Ada berbagai metode perhitungan DL50 yang umum digunakan antara lain
metode Miller-Tainter, metode Reed-Muench, dan metode Kärber. Dalam metode
Miller-Tainter digunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma-probit yang
memiliki skala logaritmik sebagai absis dan skala probit (skala ini tidak linier)
sebagai ordinat. Pada kertas ini dibuat grafik antara persen mortalitas terhadap
logaritma dosis. Metode Reed-Muench didasarkan pada nilai kumulatif jumlah hewan
yang hidup dan jumlah hewan yang mati. Diasumsikan bahwa hewan yang mati
dengan dosis tertentu akan mati dengan dosis yang lebih besar, dan hewan yang hidup
akan hidup dengan dosis yang lebih kecil. Metode Kärber prinsipnya menggunakan
rataan interval jumlah kematian dalam masing-masing kelompok hewan dan selisih
dosis pada interval yang sama (Soemardji et. al., 2009).
Indeks terapeutik
Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan
toksisitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif dan diinginkan
secara klinik dalam suatu populasi individu(Katzung, 1989).
Indeks terapeutik = dosis toksik/dosis efektif(Katzung, 1989).
Indeks terapeutik bisa juga dituliskan sebagai berikut:
Indeks terapeutik = TD50ED50
atau LD 50ED50
(Ganiswara et. al., 2007).
Gambar indeks terapi (IT) (Widjojo et. al., 2009)
Jadi indeks terapeutik merupakan suatu ukuran keamanan obat, karena nilai
yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas/lebar diantara dosis-
dosis yang efektif dan dosis-dosis yang toksik (Katzung, 1989).
Indeks terapeutik ditentukan dengan mengukur frekuensi respons yang
diinginkan dan respons toksik pada berbagai dosis obat.Pada gambar berikut
diperlihatkan indeks terapeutik yang berbeda dari dua jenis obat (Katzung, 1989).
Warafarin, suatu obat dengan indeks terapeutik yang kecil. Pada saat dosis
warfarin ditingkatkan , terjadi suatu respon toksik, yaitu kadar anti koagulan yang
tinggi yang menyebabkan perdarahan. Variasi respon penderita mudah terjadi dengan
obat yang mempunyai indeks terapeutik yang sempit, karena konsentrasi efektif
hamper sama dengan konsentrasi toksik(Aulia, 2009).
Suatu obat dengan indeks terapeutik yang besar. Penisilin aman diberikan dalam
dosis tinggi jauh melebihi dosis minimal yang dibutuhkan untuk mendapatkan respon
yang diinginkan(Katzung, 1989).
Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan
efek toksik pada seorang pasienpun, oleh karena itu, (Ganiswara et. al.,
2007).Pemberian Obat :
Sistemik : memasukkan obat kedalam sirkulasi darah
- suntikan : IM, IV, IC, SC , IA, IT
- oral : telan,isap,buccal,sublingual
- endus dan inhalasi
- “anus” (supositoria)
Transdermal : nitrogliserin (Nitodisc),tempel di kulit
Topikal : obat bekerja lokal tanpa masuk kedalam
sirkulasi sistemik : kulit, mata, telinga,
vagina, lambung, “anus” dll.
Variable : bioavailabilitas obat dan kondisi pasien (Widjojo et. al., 2009).
OBAT HIPNOTIK-SEDATIF
Kelompok obat ini bekerja mendepresi SSP, yg menimbulkan rasa ngantuk
(sedasi), tertidur (hipnosis), dan depresi pernapasan dan kardiovaskuler.
Kerja obat ini relatif tidak selektif & kekuatan efeknya bergantung pd dosis.
Efek sedasi terjadi oleh semua obat hipnotik- sedatif, biasanya diikuti dg
penurunan fungsi psikomotorik.
Efek hipnosis mempercepat timbulnya tidur dan memperlama waktu tidur.
Mekanisme Kerja
- Benzodiazepin berikatan pada lokasi yang berbeda dengan barbiturat
- Kurva dosis-efek benzodiazepin lebih landai : barbiturat → barbiturat mulai
ditinggalkan
Efek Samping
- Hipersomnia
- Depresi napas
- Alergi
- Withdrawal syndrome
- Rebound anxiety & rebound REM → short acting > intermediate acting
- Hangover (day time sleepiness) → long acting
- Menembus sawar janin → efek (+) pada janin
Obat sedatif – hipnotik golongan barbiturat:
- Long acting (6 jam) : fenobarbital
- Short acting (3 jam) : amobarbital, pentobarbital
dan sekobarbital.
Obat sedatif – hipnotik golongan benzodiazepin :
- Long acting : flurazepam
- Intermediate acting : temazepam, lorazepam
- Short acting : triazolam, estazolam (Bakhriansyah, 2009)
DIAZEPAM
Gambar Diazepam ( Long, 2011 ).
Diazepam adalah benzodiazepin dengan sifat depresan SSP dan lereng dosis-
respon agak datar dibandingkan obat sedatif-hipnotik. Pada hewan laboratorium,
menghasilkan, dalam berbagai dosis, penjinakan, disinhibitory, obat penenang,
antikonvulsan, relaksan otot, ataxic dan efek hypnosis ( Long, 2011 ).
Diazepam relatif tanpa efek otonom dan tidak signifikan mengurangi aktivitas
lokomotor dengan dosis rendah, atau tekan amphetamine-eksitasi diinduksi. Dalam
dosis tinggi, obat metabolisme mengaktifkan enzim dalam hati. Diazepam juga
memiliki kewajiban ketergantungan dan dapat menghasilkan gejala penarikan diri,
tetapi memiliki margin yang luas keselamatan terhadap keracunan ( Long, 2011 ).
Metabolisme studi pada hewan dan manusia mengindikasikan bahwa
diazepam oral cepat diserap dari saluran pencernaan. Puncak darah dicapai dalam
waktu 1-2 jam setelah pemberian. Setengah hidup-akut adalah 6-8 jam dengan
penurunan lebih lambat setelah itu, mungkin karena penyimpanan jaringan ( Long,
2011 ).
Pada manusia, kadar sebanding diazepam diperoleh dalam darah ibu dan tali
menunjukkan transfer plasenta obat. Diazepam mungkin muncul dalam air susu ibu
manusia. Dengan bentuk parenteral, kadar puncak dicapai dalam waktu 15 menit
setelah pemberian iv dan besarnya sama dengan setelah pemberian oral. Setengah
hidup-masing-masing adalah sekitar 2-3 jam. Distribusi dan nasib tritium-diazepam
berlabel pada manusia telah mengindikasikan bahwa obat memiliki serapan yang
cepat dan luas oleh jaringan. Meskipun radioaktivitas dalam darah muncul untuk
mewakili terutama obat utuh, diazepam terbukti bisa dikeluarkan secara eksklusif
dalam bentuk metabolitnya ( Long, 2011 ).
RUTE & DOSIS PEMBERIAN
- Antiansietas, Antikonvulsan.
1. PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat
sekali sehari.
2. PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.
3. IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu.
- Pra-kardioversi
IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.
- Pra-endoskopi
1. IV (Dewasa) : sampai 20 mg.
2. IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.
- Status Epileptikus
1. IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg,
program pengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM
biasanya digunakan bila rute IV tidak tersedia).
2. IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang
tiap 2-4 jam.
3. IM, IV (Anak-anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai
maksimum 5 mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.
4. Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).
5. Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.
6. Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg.
- Relaksasi Otot Skelet
1. PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat
satu kali sehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien
yang sangat lemah.
2. IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat
diulang dalam 2-4 jam.
- Putus Alkohol
1. PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5
mg 3-4 kali sehari.
2. IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai
keperluan (Aisyah, 2009)
OVER DOSIS
Keracunan benzodiazepin dapat menyebabkan lemahnya kesadaran secara
cepat. Koma yang mendalam atau manifestasi lain depresi berat pada fungsi batang
otak yang terganggu, pada keadaan ini pasien seperti tidur dan dapat sadar sesaat
dengan rangsangan yang cepat. Pada keadaan ini biasanya disertai sedikit atau tanpa
depresi pernapasan, curah dan irama jantung tetap normal pada saat anoxia atau
hipertensi berat. Toleransi benzodiazepin terjadi dengan cepat, keadaan sering
kembali pada saat konsentrasi obat dalam darah tinggi kemudian dapat diikuti dengan
terjadinya koma. Pada overdosis akut selama pemulihannya dapat terjadi ansietas dan
insomnia, yang dapat berkembang menjadi withdrawal syndrome (gangguan mental
akibat penghentian penggunaan zat psikoaktif), dapat pula diikuti dengan kejang yang
hebat, ini dapat terjadi pada pasien yang sebelumnya menjadi pemakai kronik
(Aisyah, 2009).
IV. BAHAN, ALAT DAN HEWAN PERCOBAAN
Hewan Percobaan : Mencit jantan, bobot rata-rata 24,75 g
Bahan Obat : Diazepam
Alat : Alat suntik 1 mL, timbangan hewan
V. PROSEDUR
1. Mencit dibagi 4 kelompok yang memiliki variasi berat badan.
2. Setiap mencit pada setiap kelompok diberi tanda supaya mudah dikenali.
3. Obat (diazepam) diberikan secara interperitonial kepada setiap mencit dan
setiap kelompok diberikan dosis yang meningkat. Dosis yang diberikan adalah:
Kelompok Dosis (mg/kg BB)
I 10
II 20
III 40
IV Disuntik NaCl fisiologis
4. Amati dan catat jumlah mencit yang kehilangan “righting reflex” pada setiap
kelompok dan nyatakan angka ini dalam presentase serta catat pula mencit yang
mati pada setiap kelompok tersebut.
VI. DATA PENGAMATAN
No Dosis obat Berat mencit
Jumlah obat
yang
diberikan
Waktu
15' 30' 45' 60'
1 10 mg 11,2 gr 0,28 ml - - - +
2 20 mg 16,4 gr 0,41 ml - + + +
3 40 mg 19,4 gr 0,48 ml - + + +
4
NaCl
0,9% 16,7 gr 0,42 ml - - - -
5 10 mg 16,4 gr 0,41 ml - + + +
6 20 mg 23,5gr 0,5875 gr - - - +
7 40 mg 17,4 gr 0,435 gr - - - +
8
NaCl
0,9% 20,3 gr 0,5075 gr - - - -
9 10 mg 24 gr 0,6 ml - - - -
10 20 mg 17,4 gr 0,435 ml - - - +
11 40 mg 17,6 gr 0,44 ml - - - +
12
NaCl
0,9% 25 gr 0,626 ml - - - -
13 10 mg 21,9 gr 0,55 ml - - - -
14 20 mg 20,3 gr 0,5075 ml - - - +
15 40 mg 15,4 gr 0,385 ml - - + +
16
NaCl
0,9% 20,9 gr 0,52 ml - - - -
Efektifitas Obat
Dosis (mg/20g) Log dosis Efektivitas
40 1.602059991 43.75%
20 1.301029996 37.5%
10 1 25%
NaCl fisiologis 0 0%
Kurva Log-Probit
0 0.5 1 1.5 2 2.50%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
log dosis
% e
fekti
vita
s
VII. PERHITUNGAN
Jumlah obat yang diberikan (ml) = berat badan men cit x0,5 ml
20
1) Jumlah obat yang diberikan = 11,2 x0,5 ml
20
= 0,28 ml
2) Jumlah obat yang diberikan = 16,4 x0,5 ml
20
= 0,41 ml
3) Jumlah obat yang diberikan = 19,4 x0,5 ml
20
= 0,48 ml
4) Jumlah obat yang diberikan = 16,7 x0,5 ml
20
= 0,42 ml
5) Jumlah obat yang diberikan = 16,4 x0,5 ml
20
= 0,41 ml
6) Jumlah obat yang diberikan = 23,5 x 0,5 ml
20
= 0,5875 ml
7) Jumlah obat yang diberikan = 17,4 x0,5 ml
20
= 0,435 ml
8) Jumlah obat yang diberikan = 20,3 x 0,5 ml
20
= 0,5075 ml
9) Jumlah obat yang diberikan = 24 x0,5 ml
20
= 0,6 ml
10) Jumlah obat yang diberikan = 17,4 x0,5 ml
20
= 0,435 ml
11) Jumlah obat yang diberikan = 17,6 x0,5 ml
20
= 0,44 ml
12) Jumlah obat yang diberikan = 25 x 0,5 ml
20
= 0,626 ml
13) Jumlah obat yang diberikan = 21,9 x 0,5 ml
20
= 0,55 ml
14) Jumlah obat yang diberikan = 20,3 x 0,5 ml
20
= 0,5075 ml
15) Jumlah obat yang diberikan = 15,4 x0,5 ml
20
= 0,385 ml
16) Jumlah obat yang diberikan = 20,9 x 0,5 ml
20
= 0,52 ml
VIII. PEMBAHASAN
Dosis adalah takaran yang diperlukan untuk mencapai efek terapeutik yang
cepat dan tepat. Dosis yang terlalu tinggi atau terlalu sering diberikan dapat
menimbulkan efek toksik, sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat menghasilkan
efek yang diinginkan (efek terapeutik). Untuk itulah maka dalam pemberian obat
diperlukan perhitungan dosis yang tepat. Dosis obat yang harus diberikan pada pasien
untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak faktor, antara lain :
usia, bobot badan, kelamin, besarnya permukaan badan, beratnya penyakit dan
keadaan pasien.
Indeks terapi merupakan perbandingan LD50 dan ED50. LD50 adalah dosis
yang menyebabkan 50% hewan percobaan mati sedangkan ED50 adalah dosis yang
memberikan efek pada 50% hewan percobaan. Perhitungan indeks terapi
dimaksudkan untuk memperkirakan keamanan obat. Semakin besar indeks terapi,
semakin aman penggunaan obat tersebut karena rentang antara LD50 dan ED50 cukup
jauh. Jika indeks terapi kecil, maka rentang antara LD50 dan ED50 dekat sehingga dosis
yang diberikan harus tepat, bila berlebih dapat menyebabkan toksisitas bahkan
kematian.
Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga dinamakan jarak
keamanan (safety margin). Luas terapi berguna pula sebagai indikasi untuk keamanan
obat. Obat dengan luas terapi kecil mudah menimbulkan keracunan bila dosis
normalnya dilampaui.
Percobaan dosis respon obat dan indeks terapi ini bertujuan untuk
memperoleh (LD50) dan (ED50) serta memahami konsep indeks terapi pada hewan
percobaan, yaitu mencit dengan berat sekitar 20 g. Sementara obat yang diujikan
indeks terapinya adalah diazepam. Selain obat, digunakan juga NaCl fisiologis
sebagai kontrol negatif.
Penyuntikan dilakukan secara intraperitonial. Cara pemberian secara
intraperitonial yaitu mencit disuntik di bagian abdomen bawah sebelah garis
midsagital dengan posisi abdomen lebih tinggi daripada kepala, dan kemiringan
jarum suntik 10°. Pemberian secara intraperitonial dimaksudkan agar absorbsi pada
lambung, usus dan proses bioinaktivasi dapat dihindarkan, sehingga didapatkan kadar
obat yang utuh dalam darah karena sifatnya yang sistemik.
Mencit dengan berat sekitar 20 g disiapkan sebanyak 16 ekor. Empat ekor
mencit untuk masing- masing variasi dosis serta sebagai kontrol negatif. Berat badan
20 g digunakan untuk mempermudah konversi dosis. Setelah pemberian obat
’righting reflex’ masing- masing mencit dicatat pada waktu yang telah ditentukan.
Righting reflex atau disebut juga static reflex adalah bermacam gerakan refleks untuk
mengembalikan posisi normal badan dari keadaan yang dipaksakan atau melawan
tenaga yang membuat badan bergerak ke arah yang tidak normal.
Diazepam merupakan obat penenang golongan benzodiazepin yaitu jenis
obat-obatan yang memberikan efek tidur dengan cara memberikan rasa tenang kepada
orang yang mengkonsumsinya. Obat ini dibuat dalam tiga variasi dosis yaitu 5 mg, 10
mg, dan 20 mg untuk mengetahui konsentrasi obat yang dapat memberikan efek pada
hewan percobaan.
Benzodiazepin pada dosis terapi terutama bekerja dengan jalan pengikatan
pada reseptor benzodiazepin spesifik di permukaan membran neuron, terutama di
kulit otak dan lebih sedikit di otak kecil dan sistem limbis. Efeknya ialah potensiasi
penghambatan neurotransmisi oleh GABA (gamma-amino-butyric acid) di sinaps
semua saraf otak dan blokade dari pelepasan muatan listrik. GABA adalah salah satu
neurotransmitter-inhibisi otak.
Dengan adanya interaksi benzodiazepin-reseptor, afinitas GABA terhadap
reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan bertambah. Dengan
diaktifkannya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka dan dengan demikian
ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Hal ini akan
menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya kemampuan sel
untuk dirangsang akan berkurang.
Dosis yang diberikan kepada setiap kelompok meningkat. Pada kelompok I
diberikan diazepam dengan dosis 10 mg/kg BB. Pada kelompok II diberikan
diazepam dengan dosis 20 mg/kg BB. Pada kelompok III diberikan diazepam dengan
dosis 40 mg/kg BB. Dan pada kelompok IV diberikan NaCl fisiologis.
Pertama, mencit ditandai ekornya masing-masing terlebih dahulu agar mudah
dalam membedakannya. Kemudian mencit-mencit tersebut ditimbang pada neraca
Ohauss yang telah dikalibrasi. Setelah mendapatkan berat badan mencit, maka jumlah
dosis yang akan diberikan dapat diketahui.
Jumlah obat yang diberikan disesuaikan dengan berat mencit. Rumus yang
digunakan untuk menghitung volume obat yang diberikan ke mencit yaitu:
Berat mencit rata- rata = 20 gram
Dosis = mg/kg BB
= X mg
20/1000 mg
X = 10 x 20/1000
= 0.2mg
Artinya bahwa dalam satu kali suntikan 1ml mengandung fenobarbital
sebanyak 0.2 mg. Setelah didapatkan jumlah dosis yang akan disuntikkan, maka
keempat mencit yang telah diketahui berat badannya disuntik secara intraperitonial.
Diperlukan adanya suatu perlakuan khusus pada mencit sebelum penyuntikkan
supaya mencit-mencit tersebut terkondisikan, sehingga tingkat keamanan, ketepatan,
dan keakuratan penyuntikkan dosis dapat teratasi.
Dari hasil percobaan, pada kadar obat 10 mg, 20 mg dan 40 mg, efek obat
sudah terlihat pada mencit. Namun, pada dosis 10 mg jumlah mencit yang efek
obatnya terlihat lebih sedikit jika dibandingkan dengan pemberian dosis 20 mg dan
40 mg. Dalam percobaan ini, tidak ada mencit yang mengalami kematian. Hal ini
dapat disebabkan dosis obat yang terlalu kecil. Mencit tetap aktif bergerak seperti
biasa. Pada waktu 1 jam setelah pemberian diazepam secara intraperitonial, mencit
terlihat diam dan seperti tertidur, namun ketika diberi perlakuan (dipegang), ia
kembali bergerak seperti biasa.
Efek terapi dari pemberian obat dengan dosis 10 mg pada 4 mencit
menunjukkan perbedaan. Mencit dengan bobot 11,2 gram efek obat terlihat pada
menit ke 60. Sedangkan mencit dengan bobot 16,4 gram efek obat terlihat pada menit
ke 30. Mencit dengan bobot 21,4 gram dan 24 gram tidak kehilangan ” righting
reflex”. Hal ini menunjukkan bahwa bobot mencit berpengaruh terhadap waktu kerja
obat.
Pada pemberian obat dengan kadar 20 mg, mencit juga menunjukkan efek
diazepam yang mulai bekerja. Mencit pertama kehilangan “righting reflex”nya pada
menit ke 30. Waktu dihitung sejak semua obat yang diberikan secara intraperitonial
masuk ke dalam tubuh. Pada mencit kedua, “righting reflex” hilang setelah menit ke
60. Hal yang sama terjadi pada mencit ke 3 dan ke 4.
Mencit pertama pada dosis 40 mg, hilangnya “righting reflex” terlihat pada
menit ke 30. Pada mencit kedua, “righting reflex” hilang setelah menit ke 60.
Hilangnya ” righting reflex” pada mencit ke 3 terlihat setelah menit ke 60 dan mencit
ke 4 pada menit ke 45.
Kemudian setelah data mengenai jumlah mencit yang memberikan efek
didapat, data yang dinyatakan dengan angka tersebut dinyatakan dalam persentase
dan dimasukkan kedalam grafik dosis respon. Grafik dosis-respon digambarkan,
dengan cara pada kertas grafik log pada ordinat persentase hewan yang memberikan
efek (hilang righting reflex atau kematian) pada dosis yang digunakan. Grafik dosis-
respon digambarkan menurut pemikiran paling representative untuk fenomena yang
diamati dengan memperhatikan sebesar titik-titik pengamatan. Hubungan terapi suatu
obat dengan kurva dosis respon terdiri dari dua :
1. Kurva dosis yang terjal
Dengan dosis kecil menyebabkan respon obat yang cepat ( efektifitas obat
besar) tetapi toksissitasnya besar.
Rentang efek teurapeutiknya besar atau luas.
2. Kurva dosis respon datar atau landai.
Dosis yang diperlukan relative lebih besar untuk mendapatkan respon yang
lebih cepat (efektifitas berkurang) tetapi toksissitasnya kecil.
Rentang efek teurapeutiknya kecil atau sempit.
Obat yang ideal menimbulkan efek terapi pada semua penderita tanpa
menimbulkan efek toksik pada seorang penderita pun. Oleh karena itu,
Indeks terapi =
TD1ED99 dan untuk obat ideal :
TD1ED99
≥1.
Karena tidak ada mencit yang mengalami kematian, maka dosis letal tidak
ditemukan pada percobaan ini sehingga index terapi tidak dapat ditentukan.
Pada umumnya intensitas efek obat akan meningkat jika diberi dosis yang
meningkat. Dari hasil percobaan terlihat bahwa semakin tinggi dosis obat yang
diberikan, efek yang ditimbulkan obat semakin meningkat. Pada dosis 10 mg terdapat
2 mencit yang memperlihatkan efek obat. Dan pada dosis 20 mg dan 40 mg terdapat 4
mencit yang memperlihatkan efek obat. Waktu efek diazepam lebih cepat pada dosis
20 mg dibandingkan dengan dosis 40 mg.
Diazepam adalah obat anti cemas dari golongan benzodiazepine. Diazepam
merupakan salah satu obat golongan hipnotik sedatif. Hipnotik atau obat tidur adalah
zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan untuk tidur
dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Bila obat ini diberikan dalam dosis lebih
rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif.
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat yang
relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan, yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,
menidurkan hingga yang berat, yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma,
dan mati bergantung kepada dosis. Hipnotik dapat dibagi dalam beberapa kelompok
yakni senyawa barbiturate dan benzodiazepine, obat lain (seperti meprobamat dan
opipramol), serta obat obsolet (seperti kloralhidrat).
Bila digunakan dalam dosis yang meningkat, suatu sedatif (misalnya
fenobarbital), akan menimbulkan efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan
total. Sedangkan pada dosis yang lebih besar lagi, dapat menimbulkan koma, depresi
pernapasan, dan kematian. Penggunaan diazepam sebagai hipnotik sedatif telah
menurun karena efeknya yang kurang spesifik terhadap sistem saraf pusat.
Diazepam bekerja dengan meningkatkan efek GABA (gamma aminobutyric
acid) di otak. GABA adalah neurotransmitter (suatu senyawa yang digunakan oleh sel
saraf untuk saling berkomunikasi) yang menghambat aktifitas di otak. Diyakini
bahwa aktifitas otak yang berlebihan dapat menyebabkan kecemasan dan gangguan
jiwa lainnya.
Dengan adanya interaksi benzodiazepin-reseptor, afinitas GABA terhadap
reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan bertambah. Dengan
diaktifkannya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka dan dengan demikian
ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Hal ini akan
menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya kemampuan sel
untuk dirangsang akan berkurang.
Efek samping diazepam yang paling sering adalah mengantuk, lelah, dan
ataksia (kehilangan keseimbangan). Walaupun jarang, diazepam dapat menyebabkan
reaksi paradoksikal, kejang otot, kurang tidur, dan mudah tersinggung. Bingung,
depresi, gangguan berbicara, dan penglihatan ganda juga merupakan efek yang jarang
dari diazepam.
Diazepam dapat menyebabkan ketergantungan, terutama jika digunakan
dalam dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama. Pada orang yang mempunyai
ketergantungan terhadap diazepam, penghentian diazepam secara tiba-tiba dapat
menimbulkan sakau (sulit tidur, sakit kepala, mual, muntah, rasa melayang,
berkeringat, cemas, atau lelah). Bahkan pada kasus yang lebih berat, dapat timbul
kejang.
IX. KESIMPULAN
Semua dosis obat diazepam yang diberikan termasuk obat ideal sehingga pada
dosis tersebut aman digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. 2009. Profil Diazepam. http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/01/05/profil-
diazepam/. (Diakses tanggal: 22 Maret 2011).
Aulia. 2009. Pengantar Farmakologi. At
http://4uliedz.wordpress.com/category/farmakologi/
Bakhriansyah. 2009. Obat sedatif – hipnotik. At
http://farmakologi.files.wordpress.com/2010/02/obat-sedatif-hifnotik-materi-obat-
neuromuskular.pdf
Ganiswara, S.G., R. Setiabudi, FD. Suyana, Purwantyastuti(Editor). 2007.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Bagian Farmakologi FK UI : Jakarta.
Katzung, B. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 3. EGC : Jakarta.
Lamidi, Sofyan. 1995. Farmakologi Umum I. EGC : Jakarta.
Long, Philip W. 2011.Diazepam. http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&langpair=en|id&u=http://www.mentalhealth.com/drug/p30-v01.html
( diakses pada tanggal 22 Maret 2011 ).
Soemardji, AA., E. Kumolosasi. 2009. Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 Oral
Ekstrak Air Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.) pada Mencit Swiss
Webster. At http://jms.fmipa.itb.ac.id/index.php/jms/article/viewFile/14/12
Widjojo P., B Surastri, N Wijayahadi. 2009. Farmakologi dan Terapeutik. At
http://eprints.undip.ac.id/7467/1/FARMAKOLOGI_&_TERAPEUTIK_1_FK_UN
DIP_SEM_IV.pdf