laporan dosis respon obat dan indeks terapi baru

38
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI Hari Praktikum: Kamis pagi / 07.00-10.00 Disusun oleh: Furqan Ridha 260110080081 ( teori ) Hesti Amalia 260110080080 ( Tujuan, prinsip, teori ) Valdis Reinaldo 260110080081 ( teori ) Rizky Desvianto 260110080083 ( teori ) RR. Audhea 260110080084 ( Data pengamatan, perhitungan) Lina Adeliana 260110080085 ( Editor, print, jilid ) Dodi Munandar 260110080086 ( Pembahasan I ) Risa Dewi K 260110080087 ( Pembahasan II

Upload: rizkidwirahmana

Post on 27-Nov-2015

2.994 views

Category:

Documents


256 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DOSIS RESPON OBAT

DAN INDEKS TERAPI

Hari Praktikum: Kamis pagi / 07.00-10.00

Disusun oleh:

Furqan Ridha 260110080081 ( teori )

Hesti Amalia 260110080080 ( Tujuan, prinsip, teori )

Valdis Reinaldo 260110080081 ( teori )

Rizky Desvianto 260110080083 ( teori )

RR. Audhea 260110080084 ( Data pengamatan, perhitungan)

Lina Adeliana 260110080085 ( Editor, print, jilid )

Dodi Munandar 260110080086 ( Pembahasan I )

Risa Dewi K 260110080087 ( Pembahasan II

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2011

Page 2: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Memperoleh gambaran bagaimana rancangan eksperimen untuk memperoleh DE50

dan DL50

2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi – implikasinya.

II. PRINSIP

1. Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat yang

diberikan juga meningkat

2. Semakin besar indeks terapi obat semakin besar efek terapeutiknya.

III. TEORI

Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,

mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi

tertentu, misalnya membuat seseorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka

selama pembedahan. (Ganiswara et. .al, 2007).

Dalam farmakologi terfokus pada dua subdisiplin, yaitu farmakodinamik dan

farmakokinetik. farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau

efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi

(A), distribusi (D), metabolism (M), dan ekskresi (E). Farmakodinamik menyangkut

pengaruh obat terhadap sel hidup, organ atau makhluk, secara keseluruhan erat

Page 3: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

berhubungan dengan fisiologi, biokimia, dan patologi. Obat farmakodinamik bekerja

meningkatkan atau menghambat fungsi suatu organ (Ganiswara et. al., 2007).

Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat

tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat bekerja melalui

penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara mengubah aktivitas

biokimia dan biofisika makromolekul, hal ini dikenal dengan istilah reseptor

(Katzung, 1989).

Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata, yang cocok

untuk sebagian besar pasien. Untuk pasien lainnya, dosis biasa ini terlalu besar

sehingga menimbulkan efek toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif

(Ganiswara et. al., 2007).

Kebanyakan obat diubah di hati dalam hati, kadang-kadang dalam ginjal dan

lain-lain. Kalau fungsi hati tidak baik maka obat yang biasanya diubah dalam hati

tidak mengalami peubahan atau hanya sebagian yang diubah. Hal tesebut

menyebabkan efek obat berlangsung lebih lama dan obat menjadi lebih toxic.

(Lamidi, 1995).

Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding

langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon

menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon

lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan

efek obat digambarkan dengan kurva hiperbolik.

Page 4: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Gambar potensi dan efektifitas (Widjojo et. al., 2009)

Keterangan :

Dosis kecil → efek besar = potensi besar dan sebaliknya

Obat berpotensi besar → kurve semakin miring dan sebaliknya

Obat berefektifitas besar → kurve semakin tinggi dan sebaliknya (Widjojo et. al.,

2009)

Konsentrasi dan Respon Obat

Gambar hubungan antara konsentrasi obat dan respon obat (Widjojo et. al., 2009)

Page 5: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Gambar profil kinetik satu dosis (Widjojo et. al., 2009)

Gambar profil kinetik berbagai dosis (Widjojo et. al., 2009)

Perbedaan formulasi dengan kop (kadar obat)

Formulasi F1 ,F2 ,F3 berbeda satu sama lain

Availabilitas Farmasi F1 > F2 > F3 ;Availabilitas sistemik dapat sama (Widjojo et.

al., 2009)

Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding

langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon

menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon

lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan

efek oabat digambarkan dengan kurva hiperbolik menurut persamaan sebagi berikut:

Page 6: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

E= Emax +[D ]

KD+[ D ],K D=

K2

K1 = konstanta disosiasi kompleks obat reseptor

Jika K D = [D], maka : E = Emax+[ D ][ D ]+[ D ]

= 12

Emax

di mana E adalah efek yang diamati pada konsentrasi C, Emaks adalah respons

maksimal yang dapat dihasilkan oleh obat. EC50 adalah konsentrasi obat yang

menghasilkan 50% efek maksimal.

Gambar korelasi potensi dan efektifitas (Widjojo et. al., 2009)

Hubungan antara konsentrasi dan efek obat (panel A) atau obat yang terikat

reseptor (panel B). Konsentrasi obat yang efeknya separuh maksimum disebut EC50

dan konsentrasi obat yang okupansi reseptornya separuh maksimum disebut KD.

(Ganiswara et. al., 2007).

Hubungan dosis dan respons bertingkat

1.Efikasi (efficacy). Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat.

Efikasi tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan efisiensi

reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja seluler

Page 7: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

2.Potensi. Potensi yang disebut juga kosentrasi dosis efektif, adalah suatu ukuran

berapa bannyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin

rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respon yang diberikan, makin poten obat

tersebut.Potensi paling sering dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50%

dari respon maksimal (ED50). Obat dengan ED50 yang rendah lebih poten daripada

obat dengan ED50 yang lebih besar.

3.Slope kurva dosis-respons. Slope kurva dosis-respons bervariasi sari suatu obat ke

obat lainnya. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis

yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar (Katzung, 1989).

Suatu kurva dari tiga obat yang berbeda yang menunjukkan potensi

farmakologis yang berbeda dan efikasi maksimal yang berbeda. (Aulia, 2009).

Obat A lebih poten dibanding obat B, tetapi keduanya memiliki efikasi yang

yang sama, sedangkan obat C memperlihatkan potensi dan efikasi yang lebih rendah

daripada obat A dan B. (Katzung, 1989).

Gambar hubungan dosis dan efek (Widjojo et. al., 2009)

Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu (ED50) disebut juga

dosis terapi median. Dosis letal median adalah dosis yang menimbulkan kematian

Page 8: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

pada 50% individu , sedangkan TD50 adalah dosis toksik 50%.(Ganiswara et. al.,

2007).

Penentuan DL50 merupakan tahap awal untuk mengetahui keamanan bahan

yang akan digunakan manusia dengan menentukan besarnya dosis yang menyebabkan

kematian 50% pada hewan uji setelah pemberian dosis tunggal. DL50 bahan obat

mutlak harus ditentukan karena nilai ini digunakan dalam penilaian rasio manfaat

(khasiat) dan daya racun yang dinyatakan sebagai indeks terapi obat (DL50/ DE50).

Makin besar indeks terapi, makin aman obat tersebut jika digunakan (Ganiswara et.

al., 2007).

Ada berbagai metode perhitungan DL50 yang umum digunakan antara lain

metode Miller-Tainter, metode Reed-Muench, dan metode Kärber. Dalam metode

Miller-Tainter digunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma-probit yang

memiliki skala logaritmik sebagai absis dan skala probit (skala ini tidak linier)

sebagai ordinat. Pada kertas ini dibuat grafik antara persen mortalitas terhadap

logaritma dosis. Metode Reed-Muench didasarkan pada nilai kumulatif jumlah hewan

yang hidup dan jumlah hewan yang mati. Diasumsikan bahwa hewan yang mati

dengan dosis tertentu akan mati dengan dosis yang lebih besar, dan hewan yang hidup

akan hidup dengan dosis yang lebih kecil. Metode Kärber prinsipnya menggunakan

rataan interval jumlah kematian dalam masing-masing kelompok hewan dan selisih

dosis pada interval yang sama (Soemardji et. al., 2009).

Indeks terapeutik

Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan

toksisitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif dan diinginkan

secara klinik dalam suatu populasi individu(Katzung, 1989).

Indeks terapeutik = dosis toksik/dosis efektif(Katzung, 1989).

Page 9: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Indeks terapeutik bisa juga dituliskan sebagai berikut:

Indeks terapeutik = TD50ED50

atau LD 50ED50

(Ganiswara et. al., 2007).

Gambar indeks terapi (IT) (Widjojo et. al., 2009)

Jadi indeks terapeutik merupakan suatu ukuran keamanan obat, karena nilai

yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas/lebar diantara dosis-

dosis yang efektif dan dosis-dosis yang toksik (Katzung, 1989).

Indeks terapeutik ditentukan dengan mengukur frekuensi respons yang

diinginkan dan respons toksik pada berbagai dosis obat.Pada gambar berikut

diperlihatkan indeks terapeutik yang berbeda dari dua jenis obat (Katzung, 1989).

Warafarin, suatu obat dengan indeks terapeutik yang kecil. Pada saat dosis

warfarin ditingkatkan , terjadi suatu respon toksik, yaitu kadar anti koagulan yang

tinggi yang menyebabkan perdarahan. Variasi respon penderita mudah terjadi dengan

obat yang mempunyai indeks terapeutik yang sempit, karena konsentrasi efektif

hamper sama dengan konsentrasi toksik(Aulia, 2009).

Suatu obat dengan indeks terapeutik yang besar. Penisilin aman diberikan dalam

dosis tinggi jauh melebihi dosis minimal yang dibutuhkan untuk mendapatkan respon

yang diinginkan(Katzung, 1989).

Page 10: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan

efek toksik pada seorang pasienpun, oleh karena itu, (Ganiswara et. al.,

2007).Pemberian Obat :

Sistemik : memasukkan obat kedalam sirkulasi darah

- suntikan : IM, IV, IC, SC , IA, IT

- oral : telan,isap,buccal,sublingual

- endus dan inhalasi

- “anus” (supositoria)

Transdermal : nitrogliserin (Nitodisc),tempel di kulit

Topikal : obat bekerja lokal tanpa masuk kedalam

sirkulasi sistemik : kulit, mata, telinga,

vagina, lambung, “anus” dll.

Variable : bioavailabilitas obat dan kondisi pasien (Widjojo et. al., 2009).

OBAT HIPNOTIK-SEDATIF

Kelompok obat ini bekerja mendepresi SSP, yg menimbulkan rasa ngantuk

(sedasi), tertidur (hipnosis), dan depresi pernapasan dan kardiovaskuler.

Kerja obat ini relatif tidak selektif & kekuatan efeknya bergantung pd dosis.

Efek sedasi terjadi oleh semua obat hipnotik- sedatif, biasanya diikuti dg

penurunan fungsi psikomotorik.

Efek hipnosis mempercepat timbulnya tidur dan memperlama waktu tidur.

Mekanisme Kerja

- Benzodiazepin berikatan pada lokasi yang berbeda dengan barbiturat

- Kurva dosis-efek benzodiazepin lebih landai : barbiturat → barbiturat mulai

ditinggalkan

Page 11: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Efek Samping

- Hipersomnia

- Depresi napas

- Alergi

- Withdrawal syndrome

- Rebound anxiety & rebound REM → short acting > intermediate acting

- Hangover (day time sleepiness) → long acting

- Menembus sawar janin → efek (+) pada janin

Obat sedatif – hipnotik golongan barbiturat:

- Long acting (6 jam) : fenobarbital

- Short acting (3 jam) : amobarbital, pentobarbital

dan sekobarbital.

Obat sedatif – hipnotik golongan benzodiazepin :

- Long acting : flurazepam

- Intermediate acting : temazepam, lorazepam

- Short acting : triazolam, estazolam (Bakhriansyah, 2009)

DIAZEPAM

Gambar Diazepam ( Long, 2011 ).

Page 12: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Diazepam adalah benzodiazepin dengan sifat depresan SSP dan lereng dosis-

respon agak datar dibandingkan obat sedatif-hipnotik. Pada hewan laboratorium,

menghasilkan, dalam berbagai dosis, penjinakan, disinhibitory, obat penenang,

antikonvulsan, relaksan otot, ataxic dan efek hypnosis ( Long, 2011 ).

Diazepam relatif tanpa efek otonom dan tidak signifikan mengurangi aktivitas

lokomotor dengan dosis rendah, atau tekan amphetamine-eksitasi diinduksi. Dalam

dosis tinggi, obat metabolisme mengaktifkan enzim dalam hati. Diazepam juga

memiliki kewajiban ketergantungan dan dapat menghasilkan gejala penarikan diri,

tetapi memiliki margin yang luas keselamatan terhadap keracunan ( Long, 2011 ).

Metabolisme studi pada hewan dan manusia mengindikasikan bahwa

diazepam oral cepat diserap dari saluran pencernaan. Puncak darah dicapai dalam

waktu 1-2 jam setelah pemberian. Setengah hidup-akut adalah 6-8 jam dengan

penurunan lebih lambat setelah itu, mungkin karena penyimpanan jaringan ( Long,

2011 ).

Pada manusia, kadar sebanding diazepam diperoleh dalam darah ibu dan tali

menunjukkan transfer plasenta obat. Diazepam mungkin muncul dalam air susu ibu

manusia. Dengan bentuk parenteral, kadar puncak dicapai dalam waktu 15 menit

setelah pemberian iv dan besarnya sama dengan setelah pemberian oral. Setengah

hidup-masing-masing adalah sekitar 2-3 jam. Distribusi dan nasib tritium-diazepam

berlabel pada manusia telah mengindikasikan bahwa obat memiliki serapan yang

cepat dan luas oleh jaringan. Meskipun radioaktivitas dalam darah muncul untuk

mewakili terutama obat utuh, diazepam terbukti bisa dikeluarkan secara eksklusif

dalam bentuk metabolitnya ( Long, 2011 ).

RUTE & DOSIS PEMBERIAN

- Antiansietas, Antikonvulsan.

1. PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat

sekali sehari.

Page 13: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

2. PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.

3. IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu.

- Pra-kardioversi

IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.

- Pra-endoskopi

1. IV (Dewasa) : sampai 20 mg.

2. IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.

- Status Epileptikus

1. IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg,

program pengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM

biasanya digunakan bila rute IV tidak tersedia).

2. IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang

tiap 2-4 jam.

3. IM, IV (Anak-anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai

maksimum 5 mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.

4. Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).

5. Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.

6. Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg.

- Relaksasi Otot Skelet

1. PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat

satu kali sehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien

yang sangat lemah.

2. IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat

diulang dalam 2-4 jam.

- Putus Alkohol

1. PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5

mg 3-4 kali sehari.

2. IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai

keperluan (Aisyah, 2009)

Page 14: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

OVER DOSIS

Keracunan benzodiazepin dapat menyebabkan lemahnya kesadaran secara

cepat. Koma yang mendalam atau manifestasi lain depresi berat pada fungsi batang

otak yang terganggu, pada keadaan ini pasien seperti tidur dan dapat sadar sesaat

dengan rangsangan yang cepat. Pada keadaan ini biasanya disertai sedikit atau tanpa

depresi pernapasan, curah dan irama jantung tetap normal pada saat anoxia atau

hipertensi berat. Toleransi benzodiazepin terjadi dengan cepat, keadaan sering

kembali pada saat konsentrasi obat dalam darah tinggi kemudian dapat diikuti dengan

terjadinya koma. Pada overdosis akut selama pemulihannya dapat terjadi ansietas dan

insomnia, yang dapat berkembang menjadi withdrawal syndrome (gangguan mental

akibat penghentian penggunaan zat psikoaktif), dapat pula diikuti dengan kejang yang

hebat, ini dapat terjadi pada pasien yang sebelumnya menjadi pemakai kronik

(Aisyah, 2009).

IV. BAHAN, ALAT DAN HEWAN PERCOBAAN

Hewan Percobaan : Mencit jantan, bobot rata-rata 24,75 g

Bahan Obat : Diazepam

Alat : Alat suntik 1 mL, timbangan hewan

Page 15: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

V. PROSEDUR

1. Mencit dibagi 4 kelompok yang memiliki variasi berat badan.

2. Setiap mencit pada setiap kelompok diberi tanda supaya mudah dikenali.

3. Obat (diazepam) diberikan secara interperitonial kepada setiap mencit dan

setiap kelompok diberikan dosis yang meningkat. Dosis yang diberikan adalah:

Kelompok Dosis (mg/kg BB)

I 10

II 20

III 40

IV Disuntik NaCl fisiologis

4. Amati dan catat jumlah mencit yang kehilangan “righting reflex” pada setiap

kelompok dan nyatakan angka ini dalam presentase serta catat pula mencit yang

mati pada setiap kelompok tersebut.

Page 16: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

VI. DATA PENGAMATAN

No Dosis obat Berat mencit

Jumlah obat

yang

diberikan

Waktu

15' 30' 45' 60'

1 10 mg 11,2 gr 0,28 ml - - - +

2 20 mg 16,4 gr 0,41 ml - + + +

3 40 mg 19,4 gr 0,48 ml - + + +

4

NaCl

0,9% 16,7 gr 0,42 ml - - - -

5 10 mg 16,4 gr 0,41 ml - + + +

6 20 mg 23,5gr 0,5875 gr - - - +

7 40 mg 17,4 gr 0,435 gr - - - +

8

NaCl

0,9% 20,3 gr 0,5075 gr - - - -

9 10 mg 24 gr 0,6 ml - - - -

10 20 mg 17,4 gr 0,435 ml - - - +

11 40 mg 17,6 gr 0,44 ml - - - +

12

NaCl

0,9% 25 gr 0,626 ml - - - -

13 10 mg 21,9 gr 0,55 ml - - - -

14 20 mg 20,3 gr 0,5075 ml - - - +

15 40 mg 15,4 gr 0,385 ml - - + +

16

NaCl

0,9% 20,9 gr 0,52 ml - - - -

Page 17: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Efektifitas Obat

Dosis (mg/20g) Log dosis Efektivitas

40 1.602059991 43.75%

20 1.301029996 37.5%

10 1 25%

NaCl fisiologis 0 0%

Kurva Log-Probit

0 0.5 1 1.5 2 2.50%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

log dosis

% e

fekti

vita

s

Page 18: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

VII. PERHITUNGAN

Jumlah obat yang diberikan (ml) = berat badan men cit x0,5 ml

20

1) Jumlah obat yang diberikan = 11,2 x0,5 ml

20

= 0,28 ml

2) Jumlah obat yang diberikan = 16,4 x0,5 ml

20

= 0,41 ml

3) Jumlah obat yang diberikan = 19,4 x0,5 ml

20

= 0,48 ml

4) Jumlah obat yang diberikan = 16,7 x0,5 ml

20

= 0,42 ml

5) Jumlah obat yang diberikan = 16,4 x0,5 ml

20

= 0,41 ml

6) Jumlah obat yang diberikan = 23,5 x 0,5 ml

20

= 0,5875 ml

7) Jumlah obat yang diberikan = 17,4 x0,5 ml

20

= 0,435 ml

8) Jumlah obat yang diberikan = 20,3 x 0,5 ml

20

Page 19: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

= 0,5075 ml

9) Jumlah obat yang diberikan = 24 x0,5 ml

20

= 0,6 ml

10) Jumlah obat yang diberikan = 17,4 x0,5 ml

20

= 0,435 ml

11) Jumlah obat yang diberikan = 17,6 x0,5 ml

20

= 0,44 ml

12) Jumlah obat yang diberikan = 25 x 0,5 ml

20

= 0,626 ml

13) Jumlah obat yang diberikan = 21,9 x 0,5 ml

20

= 0,55 ml

14) Jumlah obat yang diberikan = 20,3 x 0,5 ml

20

= 0,5075 ml

15) Jumlah obat yang diberikan = 15,4 x0,5 ml

20

= 0,385 ml

16) Jumlah obat yang diberikan = 20,9 x 0,5 ml

20

= 0,52 ml

Page 20: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

VIII. PEMBAHASAN

Dosis adalah takaran yang diperlukan untuk mencapai efek terapeutik yang

cepat dan tepat. Dosis yang terlalu tinggi atau terlalu sering diberikan dapat

menimbulkan efek toksik, sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat menghasilkan

efek yang diinginkan (efek terapeutik). Untuk itulah maka dalam pemberian obat

diperlukan perhitungan dosis yang tepat. Dosis obat yang harus diberikan pada pasien

untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak faktor, antara lain :

usia, bobot badan, kelamin, besarnya permukaan badan, beratnya penyakit dan

keadaan pasien.

Indeks terapi merupakan perbandingan LD50 dan ED50. LD50 adalah dosis

yang menyebabkan 50% hewan percobaan mati sedangkan ED50 adalah dosis yang

memberikan efek pada 50% hewan percobaan. Perhitungan indeks terapi

dimaksudkan untuk memperkirakan keamanan obat. Semakin besar indeks terapi,

semakin aman penggunaan obat tersebut karena rentang antara LD50 dan ED50 cukup

jauh. Jika indeks terapi kecil, maka rentang antara LD50 dan ED50 dekat sehingga dosis

yang diberikan harus tepat, bila berlebih dapat menyebabkan toksisitas bahkan

kematian.

Page 21: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga dinamakan jarak

keamanan (safety margin). Luas terapi berguna pula sebagai indikasi untuk keamanan

obat. Obat dengan luas terapi kecil mudah menimbulkan keracunan bila dosis

normalnya dilampaui.

Percobaan dosis respon obat dan indeks terapi ini bertujuan untuk

memperoleh (LD50) dan (ED50) serta memahami konsep indeks terapi pada hewan

percobaan, yaitu mencit dengan berat sekitar 20 g. Sementara obat yang diujikan

indeks terapinya adalah diazepam. Selain obat, digunakan juga NaCl fisiologis

sebagai kontrol negatif.

Penyuntikan dilakukan secara intraperitonial. Cara pemberian secara

intraperitonial yaitu mencit disuntik di bagian abdomen bawah sebelah garis

midsagital dengan posisi abdomen lebih tinggi daripada kepala, dan kemiringan

jarum suntik 10°. Pemberian secara intraperitonial dimaksudkan agar absorbsi pada

lambung, usus dan proses bioinaktivasi dapat dihindarkan, sehingga didapatkan kadar

obat yang utuh dalam darah karena sifatnya yang sistemik.

Mencit dengan berat sekitar 20 g disiapkan sebanyak 16 ekor. Empat ekor

mencit untuk masing- masing variasi dosis serta sebagai kontrol negatif. Berat badan

20 g digunakan untuk mempermudah konversi dosis. Setelah pemberian obat

’righting reflex’ masing- masing mencit dicatat pada waktu yang telah ditentukan.

Righting reflex atau disebut juga static reflex adalah bermacam gerakan refleks untuk

mengembalikan posisi normal badan dari keadaan yang dipaksakan atau melawan

tenaga yang membuat badan bergerak ke arah yang tidak normal.

Diazepam merupakan obat penenang golongan benzodiazepin yaitu jenis

obat-obatan yang memberikan efek tidur dengan cara memberikan rasa tenang kepada

orang yang mengkonsumsinya. Obat ini dibuat dalam tiga variasi dosis yaitu 5 mg, 10

mg, dan 20 mg untuk mengetahui konsentrasi obat yang dapat memberikan efek pada

hewan percobaan.

Page 22: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Benzodiazepin pada dosis terapi terutama bekerja dengan jalan pengikatan

pada reseptor benzodiazepin spesifik di permukaan membran neuron, terutama di

kulit otak dan lebih sedikit di otak kecil dan sistem limbis. Efeknya ialah potensiasi

penghambatan neurotransmisi oleh GABA (gamma-amino-butyric acid) di sinaps

semua saraf otak dan blokade dari pelepasan muatan listrik. GABA adalah salah satu

neurotransmitter-inhibisi otak.

Dengan adanya interaksi benzodiazepin-reseptor, afinitas GABA terhadap

reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan bertambah. Dengan

diaktifkannya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka dan dengan demikian

ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Hal ini akan

menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya kemampuan sel

untuk dirangsang akan berkurang.

Dosis yang diberikan kepada setiap kelompok meningkat. Pada kelompok I

diberikan diazepam dengan dosis 10 mg/kg BB. Pada kelompok II diberikan

diazepam dengan dosis 20 mg/kg BB. Pada kelompok III diberikan diazepam dengan

dosis 40 mg/kg BB. Dan pada kelompok IV diberikan NaCl fisiologis.

Pertama, mencit ditandai ekornya masing-masing terlebih dahulu agar mudah

dalam membedakannya. Kemudian mencit-mencit tersebut ditimbang pada neraca

Ohauss yang telah dikalibrasi. Setelah mendapatkan berat badan mencit, maka jumlah

dosis yang akan diberikan dapat diketahui.

Jumlah obat yang diberikan disesuaikan dengan berat mencit. Rumus yang

digunakan untuk menghitung volume obat yang diberikan ke mencit yaitu:

Berat mencit rata- rata = 20 gram

Dosis = mg/kg BB

= X mg

Page 23: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

20/1000 mg

X = 10 x 20/1000

= 0.2mg

Artinya bahwa dalam satu kali suntikan 1ml mengandung fenobarbital

sebanyak 0.2 mg. Setelah didapatkan jumlah dosis yang akan disuntikkan, maka

keempat mencit yang telah diketahui berat badannya disuntik secara intraperitonial.

Diperlukan adanya suatu perlakuan khusus pada mencit sebelum penyuntikkan

supaya mencit-mencit tersebut terkondisikan, sehingga tingkat keamanan, ketepatan,

dan keakuratan penyuntikkan dosis dapat teratasi.

Dari hasil percobaan, pada kadar obat 10 mg, 20 mg dan 40 mg, efek obat

sudah terlihat pada mencit. Namun, pada dosis 10 mg jumlah mencit yang efek

obatnya terlihat lebih sedikit jika dibandingkan dengan pemberian dosis 20 mg dan

40 mg. Dalam percobaan ini, tidak ada mencit yang mengalami kematian. Hal ini

dapat disebabkan dosis obat yang terlalu kecil. Mencit tetap aktif bergerak seperti

biasa. Pada waktu 1 jam setelah pemberian diazepam secara intraperitonial, mencit

terlihat diam dan seperti tertidur, namun ketika diberi perlakuan (dipegang), ia

kembali bergerak seperti biasa.

Efek terapi dari pemberian obat dengan dosis 10 mg pada 4 mencit

menunjukkan perbedaan. Mencit dengan bobot 11,2 gram efek obat terlihat pada

menit ke 60. Sedangkan mencit dengan bobot 16,4 gram efek obat terlihat pada menit

ke 30. Mencit dengan bobot 21,4 gram dan 24 gram tidak kehilangan ” righting

reflex”. Hal ini menunjukkan bahwa bobot mencit berpengaruh terhadap waktu kerja

obat.

Pada pemberian obat dengan kadar 20 mg, mencit juga menunjukkan efek

diazepam yang mulai bekerja. Mencit pertama kehilangan “righting reflex”nya pada

Page 24: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

menit ke 30. Waktu dihitung sejak semua obat yang diberikan secara intraperitonial

masuk ke dalam tubuh. Pada mencit kedua, “righting reflex” hilang setelah menit ke

60. Hal yang sama terjadi pada mencit ke 3 dan ke 4.

Mencit pertama pada dosis 40 mg, hilangnya “righting reflex” terlihat pada

menit ke 30. Pada mencit kedua, “righting reflex” hilang setelah menit ke 60.

Hilangnya ” righting reflex” pada mencit ke 3 terlihat setelah menit ke 60 dan mencit

ke 4 pada menit ke 45.

Kemudian setelah data mengenai jumlah mencit yang memberikan efek

didapat, data yang dinyatakan dengan angka tersebut dinyatakan dalam persentase

dan dimasukkan kedalam grafik dosis respon. Grafik dosis-respon digambarkan,

dengan cara pada kertas grafik log pada ordinat persentase hewan yang memberikan

efek (hilang righting reflex atau kematian) pada dosis yang digunakan. Grafik dosis-

respon digambarkan menurut pemikiran paling representative untuk fenomena yang

diamati dengan memperhatikan sebesar titik-titik pengamatan. Hubungan terapi suatu

obat dengan kurva dosis respon terdiri dari dua :

1. Kurva dosis yang terjal

Dengan dosis kecil menyebabkan respon obat yang cepat ( efektifitas obat

besar) tetapi toksissitasnya besar.

Rentang efek teurapeutiknya besar atau luas.

2. Kurva dosis respon datar atau landai.

Dosis yang diperlukan relative lebih besar untuk mendapatkan respon yang

lebih cepat (efektifitas berkurang) tetapi toksissitasnya kecil.

Rentang efek teurapeutiknya kecil atau sempit.

Obat yang ideal menimbulkan efek terapi pada semua penderita tanpa

menimbulkan efek toksik pada seorang penderita pun. Oleh karena itu,

Page 25: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Indeks terapi =

TD1ED99 dan untuk obat ideal :

TD1ED99

≥1.

Karena tidak ada mencit yang mengalami kematian, maka dosis letal tidak

ditemukan pada percobaan ini sehingga index terapi tidak dapat ditentukan.

Pada umumnya intensitas efek obat akan meningkat jika diberi dosis yang

meningkat. Dari hasil percobaan terlihat bahwa semakin tinggi dosis obat yang

diberikan, efek yang ditimbulkan obat semakin meningkat. Pada dosis 10 mg terdapat

2 mencit yang memperlihatkan efek obat. Dan pada dosis 20 mg dan 40 mg terdapat 4

mencit yang memperlihatkan efek obat. Waktu efek diazepam lebih cepat pada dosis

20 mg dibandingkan dengan dosis 40 mg.

Diazepam adalah obat anti cemas dari golongan benzodiazepine. Diazepam

merupakan salah satu obat golongan hipnotik sedatif. Hipnotik atau obat tidur adalah

zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan untuk tidur

dan mempermudah atau menyebabkan tidur. Bila obat ini diberikan dalam dosis lebih

rendah untuk tujuan menenangkan, maka dinamakan sedatif.

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat yang

relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan, yaitu menyebabkan tenang atau kantuk,

menidurkan hingga yang berat, yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma,

dan mati bergantung kepada dosis. Hipnotik dapat dibagi dalam beberapa kelompok

yakni senyawa barbiturate dan benzodiazepine, obat lain (seperti meprobamat dan

opipramol), serta obat obsolet (seperti kloralhidrat).

Bila digunakan dalam dosis yang meningkat, suatu sedatif (misalnya

fenobarbital), akan menimbulkan efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan

total. Sedangkan pada dosis yang lebih besar lagi, dapat menimbulkan koma, depresi

pernapasan, dan kematian. Penggunaan diazepam sebagai hipnotik sedatif telah

menurun karena efeknya yang kurang spesifik terhadap sistem saraf pusat.

Page 26: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Diazepam bekerja dengan meningkatkan efek GABA (gamma aminobutyric

acid) di otak. GABA adalah neurotransmitter (suatu senyawa yang digunakan oleh sel

saraf untuk saling berkomunikasi) yang menghambat aktifitas di otak. Diyakini

bahwa aktifitas otak yang berlebihan dapat menyebabkan kecemasan dan gangguan

jiwa lainnya.

Dengan adanya interaksi benzodiazepin-reseptor, afinitas GABA terhadap

reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan bertambah. Dengan

diaktifkannya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka dan dengan demikian

ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Hal ini akan

menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya kemampuan sel

untuk dirangsang akan berkurang.

Efek samping diazepam yang paling sering adalah mengantuk, lelah, dan

ataksia (kehilangan keseimbangan). Walaupun jarang, diazepam dapat menyebabkan

reaksi paradoksikal, kejang otot, kurang tidur, dan mudah tersinggung. Bingung,

depresi, gangguan berbicara, dan penglihatan ganda juga merupakan efek yang jarang

dari diazepam.

Diazepam dapat menyebabkan ketergantungan, terutama jika digunakan

dalam dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama. Pada orang yang mempunyai

ketergantungan terhadap diazepam, penghentian diazepam secara tiba-tiba dapat

menimbulkan sakau (sulit tidur, sakit kepala, mual, muntah, rasa melayang,

berkeringat, cemas, atau lelah). Bahkan pada kasus yang lebih berat, dapat timbul

kejang.

IX. KESIMPULAN

Semua dosis obat diazepam yang diberikan termasuk obat ideal sehingga pada

dosis tersebut aman digunakan.

Page 27: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2009. Profil Diazepam. http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/01/05/profil-

diazepam/. (Diakses tanggal: 22 Maret 2011).

Aulia. 2009. Pengantar Farmakologi. At

http://4uliedz.wordpress.com/category/farmakologi/

Bakhriansyah. 2009. Obat sedatif – hipnotik. At

http://farmakologi.files.wordpress.com/2010/02/obat-sedatif-hifnotik-materi-obat-

neuromuskular.pdf

Ganiswara, S.G., R. Setiabudi, FD. Suyana, Purwantyastuti(Editor). 2007.

Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Bagian Farmakologi FK UI : Jakarta.

Katzung, B. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 3. EGC : Jakarta.

Lamidi, Sofyan. 1995. Farmakologi Umum I. EGC : Jakarta.

Long, Philip W. 2011.Diazepam. http://translate.google.co.id/translate?

hl=id&langpair=en|id&u=http://www.mentalhealth.com/drug/p30-v01.html

( diakses pada tanggal 22 Maret 2011 ).

Page 28: Laporan Dosis Respon Obat Dan Indeks Terapi Baru

Soemardji, AA., E. Kumolosasi. 2009. Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 Oral

Ekstrak Air Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.) pada Mencit Swiss

Webster. At http://jms.fmipa.itb.ac.id/index.php/jms/article/viewFile/14/12

Widjojo P., B Surastri, N Wijayahadi. 2009. Farmakologi dan Terapeutik. At

http://eprints.undip.ac.id/7467/1/FARMAKOLOGI_&_TERAPEUTIK_1_FK_UN

DIP_SEM_IV.pdf