pemanfaatan karbon aktif biji asam tamarindus indica l ... fungsi –oh mengalami pergeseran menjadi...

4
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4 1 AbstrakPenggunaan karbon aktif dari biji asam (Tamarindus Indica L.) sebagai adsorben untuk menurunkan logam berat dari larutan kromium(VI) telah dipelajari. Biji asam diaktivasi menggunakan asam sulfat (98%). Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi optimum pada penyerapan logam kromium. Sebagai parameter dalam penelitian ini adalah waktu kontak, konsentrasi awal kromium, dan dosis adsorben. Waktu kontak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15, 30, 60, 90, dan 120 menit. Konsentrasi awal kromium yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30, 50, 100, 200, 250, 300, 500, 700 sampai 1000 mg/L. Dosis adsorben yang digunakan 10, 20 dan 30 g/L. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa serapan maksimum terjadi pada waktu kontak 60 menit. Daya serap terbesar sebanyak 11,15 mg/g pada konsentrasi kromium 500 mg/L. Penggunaan dosis adsorben 30 g/L mampu menurunkan kadar limbah 95,71%. Adsorben karbon aktif dari biji asam juga digunakan untuk menurunkan kadar kromium dalam limbah tanning penyamakan kulit dan menghasilkan % kromium yang terserap sebesar 21,71%. Kata KunciAdsorpsi, Kromium(VI), Biji Asam, Metode Batch I. PENDAHULUAN Kromium merupakan salah satu zat kimia berbahaya yang muncul pada tingkat oksidasi yang berbeda di alam. Kromium terdapat dalam bentuk trivalen (Cr 3+ ) dan bentuk hexavalen (Cr 6+ ) [1]. Air buangan limbah industri umumnya mengandung kromium. Salah satunya adalah limbah industri penyamakan kulit. Senyawa kromium(VI) dalam limbah cair industri penyamakan kulit umumnya terdapat dalam bentuk kromat (CrO 4 2- ) [2]. Keberadaan kromium(VI) dengan kadar tinggi dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, maka pihak industri harus mengolah limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan metode untuk mengurangi kadar kromium(VI). Adsopsi menggunakan karbon aktif merupakan metode efektif untuk mengatasi limbah industri yang mengandung kromium(VI) [3]. Biaya karbon aktif komersial sangat mahal sehingga diperlukan alternatif adsorben yang lebih murah untuk penanganan kromium(VI) [4]. Bahan alam, limbah industri maupun limbah pertanian banyak yang dapat dijadikan adsorben dengan biaya yang lebih murah. Salah satu biosorben yang dapat digunakan dalam penanganan limbah kromium antara lain biji dari tanaman asam (Tamarindus indica L.). Tanaman ini mudah tumbuh di berbagai jenis tanah dan biasa tumbuh di daerah tropikal [3]. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang banyak ditumbuhi tanaman asam. Namun sebagian besar pemanfaatan biji asam sampai saat ini belum optimal. Tanaman asam buahnya banyak digunakan sebagai bahan masakan di seluruh dunia sementara biji asam yang menjadi limbah dapat dijadikan salah satu alternatif adsorben untuk mengurangi kadar kromium [3]. Oleh karena itu, pada penelitian ini adsorben disiapkan dari biji asam yang digunakan untuk mengurangi kadar dari larutan kromium(VI). Biji asam yang digunakan untuk proses adsorpsi dalam studi ini diaktivasi dengan asam sulfat 98%. Adsorpsi ion kromium(VI) dalam studi ini menggunakan biji asam pada berbagai kondisi waktu agitasi, konsentrasi kromium(VI) dan dosis adsorben. Konsentrasi ion kromium dianalisa menggunakan metoda Spektroskopi Serapan Atom (SSA) sedangkan untuk mengidentifikasi kemungkinan gugus fungsi yang terlibat dalam pengikatan kromium dengan karbon aktif biji asam, dilakukan studi menggunakan Spektrometer Inframerah Transformasi Fourier (FTIR). II. URAIAN PENELITIAN 2.1 Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah biji asam, etanol 70%, aqua DM, K 2 Cr 2 O 7 digunakan untuk larutan kerja kromium dan HNO 3 65 %. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitis, mortar penggiling, pengayak dengan ukuran 30 mesh, dan kertas saring Whattman No. 42. Instrumen spektroskopi serapan atom (SSA) digunakan untuk analisis hasil adsorpsi dan untuk karekterisasi adsorben digunakan FTIR. 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Studi Adsorpsi Kromium dengan metode batch. Biji asam dicuci dengan air, dikeringkan pada suhu 60°C selama 24 jam. Setelah itu digiling dan diayak dengan ukuran 30 mesh. Selanjutnya diaktivasi dengan asam sulfat 98% dan diikuti dengan pemanasan suhu 76 °C selama 24 jam. Hasilnya berupa karbon, kemudian dicuci menggunakan akua demineralisasi sampai bebas asam dan dioven lagi suhu 100°C selama 5 jam. Adsorben yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi dengan FTIR. Larutan stok kromium 1000 mg/L dibuat dari padatan K 2 Cr 2 O 7 yang dilarutkan dengan akuades. Kemudian larutan stok tersebut diencerkan untuk menjadi beberapa Pemanfaatan Karbon Aktif Biji Asam (Tamarindus Indica L.) untuk Penurunan Kadar Cr(VI) Menggunakan Metode Batch Sulistiowati, Dra. Ita Ulfin M.Si. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 [email protected]

Upload: tranthuy

Post on 03-Jul-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

1

Abstrak— Penggunaan karbon aktif dari biji asam

(Tamarindus Indica L.) sebagai adsorben untuk menurunkan

logam berat dari larutan kromium(VI) telah dipelajari. Biji asam

diaktivasi menggunakan asam sulfat (98%). Penelitian ini

dilakukan untuk menentukan kondisi optimum pada penyerapan

logam kromium. Sebagai parameter dalam penelitian ini adalah

waktu kontak, konsentrasi awal kromium, dan dosis adsorben.

Waktu kontak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15,

30, 60, 90, dan 120 menit. Konsentrasi awal kromium yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 30, 50, 100, 200, 250, 300,

500, 700 sampai 1000 mg/L. Dosis adsorben yang digunakan 10,

20 dan 30 g/L. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

serapan maksimum terjadi pada waktu kontak 60 menit. Daya

serap terbesar sebanyak 11,15 mg/g pada konsentrasi kromium

500 mg/L. Penggunaan dosis adsorben 30 g/L mampu

menurunkan kadar limbah 95,71%. Adsorben karbon aktif dari

biji asam juga digunakan untuk menurunkan kadar kromium

dalam limbah tanning penyamakan kulit dan menghasilkan %

kromium yang terserap sebesar 21,71%.

Kata Kunci— Adsorpsi, Kromium(VI), Biji Asam, Metode Batch

I. PENDAHULUAN

Kromium merupakan salah satu zat kimia berbahaya yang

muncul pada tingkat oksidasi yang berbeda di alam. Kromium

terdapat dalam bentuk trivalen (Cr3+) dan bentuk hexavalen (Cr

6+) [1]. Air buangan limbah industri umumnya

mengandung kromium. Salah satunya adalah limbah industri

penyamakan kulit. Senyawa kromium(VI) dalam limbah cair

industri penyamakan kulit umumnya terdapat dalam bentuk

kromat (CrO42-) [2]. Keberadaan kromium(VI) dengan kadar

tinggi dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, maka

pihak industri harus mengolah limbah terlebih dahulu sebelum

dibuang ke lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan metode

untuk mengurangi kadar kromium(VI). Adsopsi menggunakan

karbon aktif merupakan metode efektif untuk mengatasi

limbah industri yang mengandung kromium(VI) [3]. Biaya karbon aktif komersial sangat mahal sehingga diperlukan

alternatif adsorben yang lebih murah untuk penanganan

kromium(VI) [4]. Bahan alam, limbah industri maupun

limbah pertanian banyak yang dapat dijadikan adsorben dengan biaya yang lebih murah. Salah satu biosorben yang

dapat digunakan dalam penanganan limbah kromium antara

lain biji dari tanaman asam (Tamarindus indica L.). Tanaman

ini mudah tumbuh di berbagai jenis tanah dan biasa tumbuh di

daerah tropikal [3].

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang banyak

ditumbuhi tanaman asam. Namun sebagian besar pemanfaatan biji asam sampai saat ini belum optimal. Tanaman asam

buahnya banyak digunakan sebagai bahan masakan di seluruh

dunia sementara biji asam yang menjadi limbah dapat

dijadikan salah satu alternatif adsorben untuk mengurangi

kadar kromium [3]. Oleh karena itu, pada penelitian ini

adsorben disiapkan dari biji asam yang digunakan untuk

mengurangi kadar dari larutan kromium(VI). Biji asam yang

digunakan untuk proses adsorpsi dalam studi ini diaktivasi

dengan asam sulfat 98%. Adsorpsi ion kromium(VI) dalam

studi ini menggunakan biji asam pada berbagai kondisi waktu

agitasi, konsentrasi kromium(VI) dan dosis adsorben.

Konsentrasi ion kromium dianalisa menggunakan metoda Spektroskopi Serapan Atom (SSA) sedangkan untuk

mengidentifikasi kemungkinan gugus fungsi yang terlibat

dalam pengikatan kromium dengan karbon aktif biji asam,

dilakukan studi menggunakan Spektrometer Inframerah

Transformasi Fourier (FTIR).

II. URAIAN PENELITIAN

2.1 Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah biji

asam, etanol 70%, aqua DM, K2Cr2O7 digunakan untuk

larutan kerja kromium dan HNO3 65 %. Peralatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitis, mortar

penggiling, pengayak dengan ukuran 30 mesh, dan kertas

saring Whattman No. 42. Instrumen spektroskopi serapan

atom (SSA) digunakan untuk analisis hasil adsorpsi dan

untuk karekterisasi adsorben digunakan FTIR.

2.2 Prosedur Kerja

2.2.1 Studi Adsorpsi Kromium dengan metode batch.

Biji asam dicuci dengan air, dikeringkan pada suhu 60°C

selama 24 jam. Setelah itu digiling dan diayak dengan ukuran

30 mesh. Selanjutnya diaktivasi dengan asam sulfat 98% dan

diikuti dengan pemanasan suhu 76 °C selama 24 jam.

Hasilnya berupa karbon, kemudian dicuci menggunakan akua

demineralisasi sampai bebas asam dan dioven lagi suhu 100°C

selama 5 jam. Adsorben yang dihasilkan kemudian

dikarakterisasi dengan FTIR.

Larutan stok kromium 1000 mg/L dibuat dari padatan K2Cr2O7 yang dilarutkan dengan akuades. Kemudian

larutan stok tersebut diencerkan untuk menjadi beberapa

Pemanfaatan Karbon Aktif Biji Asam

(Tamarindus Indica L.) untuk Penurunan Kadar

Cr(VI) Menggunakan Metode Batch Sulistiowati, Dra. Ita Ulfin M.Si.

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 [email protected]

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

2

konsentrasi yang akan digunakan sebagai adsorbat pada

percobaan adsorpsi. Secara umum proses adsorpsi dengan metode batch

dilakukan sebagai berikut: sejumlah adsorben dimasukkan ke dalam beaker gelas yang berisi larutan kromium sebagai

adsorbat. Kemudian campuran distirer selama waktu tertentu,

lalu disaring dengan kertas saring Whattman. Filtrat yang

diperoleh dianalisa kandungan kromium yang tidak terserap

dengan AAS pada λ= 357,9nm .

Pada penelitian ini dilakukan variasi waktu kontak yaitu

15, 30, 60, 90, dan 120 menit dengan konsentrasi larutan

kromium sebagai adsorbat 10 mg/L dan adsorben yang

ditambahkan sebesar 20 g/L. Sedangkan variasi konsentrasi

kromium dilakukan pada konsentrasi 30, 50, 100, 200, 250,

300, 500, 700 sampai 1000 mg/L. dengan adsorben yang ditambahkan sebesar 20 g/L dan campuran distirer pada waktu

kontak optimum yang ditelah diperoleh sebelumnya.

Disamping itu juga dilakukan variasi dosis adsorben yaitu 10,

20 dan 30 g/L.

2.2.2 Adsorpsi Logam Kromium pada Limbah tanning

Penyamakan Kulit oleh karbon aktif biji asam

Limbah cair tanning didestruksi dengan asam nitrat hingga

jernih, kemudian ditentukan kadar kromiumnya dengan AAS.

Setelah itu dilakukan pengenceran hingga diperoleh

konsentrasi yang sama dengan konsentrasi kromium pada

percobaan sebelumnya. Adsorpsi kromium dilakukan dengan

adsorben yang ditambahkan sebesar 20 g/L dan distrirer pada

waktu optimum yang telah diperoleh. Kemudian campuran

disaring dan ditentukan kadar kromium yang tidak terserap

dengan AAS.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Preparasi Adsorben

Biji asam dicuci dengan air beberapa kali, untuk

menghilangkan partikel seperti pasir, debu dan daging buah

asam yang masih menempel, kemudian dijemur di bawah

panas matahari sampai kering[5], kemudian di oven lalu

digiling sampai halus agar mudah digunakan dan bertujuan

untuk memperluas bidang kontak adsorben sehingga penyerapan berjalan optimal [6]. Serbuk biji asam kemudian

diayak menggunakan ayakan 30 mesh untuk mendapatkan

ukuran partikel yang seragam.

Serbuk biji asam yang telah berukuran 30 mesh direndam

dengan etanol 70% kemudian direndam lagi menggunakan

akua demineralisasi, Perendaman dilakukan untuk

menghilangkan partikel polar [7]. Setelah proses perendaman

biji asam disaring dan ditambah asam sulfat 98%. sehingga

menghasilkan karbon, kemudian dicuci menggunakan akua

demineralisasi sampai bebas asam dan dioven. Penambahan

asam sulfat ini sesuai dengan metode penelitian yang dilakukan rujukan [3]. Sedangkan menurut rujukan [8]

adsorpsi Cr(VI) akan lebih efektif dengan diaktivasi

menggunakan asam.

Pada penelitian ini, digunakan asam sulfat sebagai aktivator

karena asam sulfat mempunyai sifat higroskopis yang dapat

menyerap kandungan air yang terdapat pada biji asam. Selain

itu, tujuan aktivasi untuk melepaskan pengotor yang menutupi

permukaan adsorben, sehingga adsorben mempunyai area

yang lebih luas, serta situs aktifnya juga mengalami

peningkatan dan dimungkinkan juga akan memunculkan situs

aktif yang baru sehingga dapat meningkatkan kemampuan

adsorpsinya [9].

Berdasarkan penelitian rujukan [3], dalam jurnalnya tentang

adsorpsi kromium (VI) menggunakan biji asam yang

diaktivasi asam sulfat, menyebutkan bahwa adsorben yang

telah diaktivasi umumnya menghasilkan oksida asam (acidic

oxide) pada permukaan adsorben.

Analisis spektra FTIR dilakukan untuk menganalisa gugus

fungsi yang penting dalam berperan menyerap ion logam

kromium. Spektra biji asam yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar1 Spektra FT-IR (a) sampel serbuk asam, (b) karbon

aktif biji asam

Pada Gambar 1 (a) menunjukkan gugus fungsi biji asam

yang merupakan kompleks alami dari biji asam. Biji asam

(Tamarind indica L.) mengandung polisakarida serta

lemak,tanin, protein, dan asam amino dalam jumlah kecil. [3].

Pita serapan yang lebar (broad) dan kuat pada 3410.15 cm-1

menunjukkan adanya gugus –OH. Pita serapan pada range

2924.09 cm-1 menunjukkan stretching vibrasi regang –CH.

Sementara itu, muncul pita serapan pada 1635.64 cm-1 dari –

C=O stretching dari group amida. Pita serapan pada 1442.75

cm-1 menunjukkan adanya -CH3. Pita serapan pada 1056.99

cm-1 menunjukkan vibrasi regang C-O.

Gambar 1(b) menunjukkan gugus fungsi serbuk biji asam

mendapat perlakuan perendaman dengan etanol-air dan

dijadikan karbon aktif. Pita serapan pada 2924,09 cm-1 yang

berhubungan dengan gugus fungsi vibrasi regang -CH tetap

muncul pada range yang sama. hal ini dimungkinkan gugus -

CH tetap ada meskipun serbuk biji asam yang telah direndam

etanol-air dan dijadikan karbon aktif. Namun ada pula

spektrum IR dari sampel yang menunjukkan adanya

perubahan pita serapan. Pita serapan pada 1056,99 cm-1 yang

berhubungan dengan gugus fungsi vibrasi regang C-O

bergeser ke spektrum yang lebih rendah yakni 1033,85 cm-1.

Pita serapan 1249.87 cm-1 yang berhubungan dengan vibrasi

regang C-N bergeser ke spektrum yang lebih rendah pula

yakni 1172,72 cm-1. Menurut rujukan [5] pergeseran spektrum

yang lebih rendah mengindikasikan adanya kemungkinan

penurunan gugus fungsi. Bahkan pada pita serapan 1442.75

cm-1 yang berhubungan dengan adanya gugus -CH3, pita

serapan ini tidak ditemukan, ada kemungkinan gugus ini

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

3

hilang setelah biji asam dijadikan karbon aktif.

Namun,terdapat pula peningkatan gugus fungsional setelah

biji asam mendapat perlakuan perendaman dan dijadikan

karbon aktif.

Pita serapan pada 3410,15 cm-1 yang berhubungan dengan

gugus fungsi –OH mengalami pergeseran menjadi 3425, 58

cm-1 hal ini mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan

jumlah gugus -OH. Adanya tambahan pita serapan pada

1705,07 cm-1 dimungkinkan adanya pertambahan gugus –

C=O. Adanya pertambahan gugus –OH dan gugus –C=O

diharapkan mampu mengoptimalkan kemampuan adsorben

dalam penyerapan kromium.

3.2 Analisa optimasi waktu kontak penyerapan larutan

kromium oleh karbon aktif biji asam

Proses adsorpsi untuk menentukan waktu setimbang dengan

metode batch menggunakan proses pengadukan. Lama

pengadukan dapat mempengaruhi proses adsorpsi karena

dapat menyebabkan naiknya kecepatan reaksi dengan

menurunnya ketebalan lapisan pelarut yang mengelilingi

adsorbat [10]. Variasi lama pengadukan yang dilakukan

terhadap larutan kromium diperlukan untuk menentukan

waktu kontak yang tepat agar penempelan molekul adsorbat

dapat berlangsung optimum. Waktu kontak merupakan waktu

yang dibutuhkan karbon aktif biji asam untuk menyerap

kromium. Hasil optimasi waktu kontak larutan oleh karbon

aktif biji asam disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Data serapan kromium (VI) pada berbagai

variasi waktu kontak

Waktu (menit) % kromium terserap

15 75,69

30 84,22

60 88,42

90 88,44

120 88,53

Hubungan antara waktu kontak dengan persentase Cr(VI)

yang terserap dari larutan uji ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik hubungan waktu kontak dengan % kromium

terserap. Kondisi proses: jumlah adsorben 20 g/L dan

konsentrasi awal 10 mg/L

Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu

kontak maka % Cr terserap semakin besar. Dari Gambar 1 di

atas dapat dilihat bahwa kecepatan naiknya % Cr yang

terserap paling besar adalah pada awal penyerapan yaitu pada

menit ke-15 dengan % Cr yang terserap sebanyak 75,69 %

hingga menit ke-60 sebanyak 88,42 %. Sedangkan pada menit

ke-90 dan 120 penyerapan cenderung konstan. Penyerapan

optimum terjadi pada menit ke-60 dengan % Cr yang terserap

sebanyak 88,42 % dengan daya serap terhadap Cr rata-rata

sebesar 0,44 mg/g berat karbon aktif biji asam. Hal ini terjadi

karena pada awal penyerapan, permukaan adsorben masih

belum terlalu banyak berikatan dengan Cr sehingga proses

penyerapan berlangsung kurang efektif. Pada menit ke-60

hingga 120 penyerapan logam Cr dalam larutan cenderung

konstan yaitu rata-rata 88 %. Pada keadaan ini, kapasitas

adsorpsi permukaan karbon aktif biji asam telah jenuh dan

telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi Cr dalam

adsorben dengan lingkungannya sehingga penyerapan pada

waktu kontak diatas 60 menit menjadi konstan atau hampir

sama. Jika permukaan tertutup oleh lapisan molekuler, maka

kapasitas adsorpsi menjadi konstan [11]. Sedangkan pemilihan

adsorben dengan biji asam dengan diaktivasi didasarkan pada

penelitian rujukan [3] yang menggunakan asam sulfat

menghasilkan % Cr terserap sebanyak 81%.

3.3 Hasil Analisa Optimasi konsentrasi kromium (VI) pada

penyerapan Logam kromium dalam Larutan oleh

karbon aktif biji asam

Hasil optimasi konsentrasi adsorbat (larutan kromium) pada

penyerapan kromium dengan karbon aktif biji asam disajikan

pada Gambar 3

Gambar 3. Grafik hubungan antara dosis adsorben dengan

persentase kromium yang terserap. Kondisi proses : dosis

adsorben 20 g/L, dan konsentrasi kromium 500 mg/L

Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin besar

konsentrasi larutan kromium maka konsentrasi kromium yang

terserap semakin besar begitu juga dengan daya serap karbon

aktif biji asam. Dari grafik Gambar 3 di atas dapat dilihat

bahwa kecepatan naiknya konsentrasi kromium terserap dan

daya serap paling besar adalah pada awal penyerapan yaitu

pada 30 mg/L dengan konsentrasi kromium terserap 28,55

mg/L dan daya serapnya 1,43 mg/g hingga konsentrasi 500

mg/L kromium terserapnya sebanyak 223,10 mg/L dengan

daya serap 11,15 mg/g. Sedangkan pada konsentrasi yang

lebih tinggi penyerapan cenderung menurun hingga pada

konsentrasi 1000 mg/L. Pada penelitian ini, penyerapan

optimum terjadi pada konsentrasi 500 mg/L dengan

konsentrasi kromium terserap 223,10 mg/L dan daya serap

terhadap kromium rata-rata sebesar 11,15 mg/g berat karbon

aktif biji asam. Pada konsentrasi 700 mg/L hingga 1000 mg/L

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

4

konsentrasi kromium yang terserap cenderung menurun yaitu

205,35 mg/L dan 173,53 mg/L dengan daya serap karbon aktif

biji asam 10,27mg/g dan 8,68 mg/g. Pada keadaan ini,

kapasitas adsorpsi permukaan karbon aktif biji asam telah

jenuh yakni seluruh permukaan adsorben telah tertutup oleh

kromium sehingga penyerapan pada konsentrasi diatas 500

mg/L cenderung menurun.

3.4 Pengaruh Dosis Adsorben karbon aktif dari biji asam

pada penyerapan Logam kromium

Analisa mengenai pengaruh dosis adsorben karbon aktif

dari biji asam pada penyerapan kromium untuk mengetahui

hubungan pengaruh dosis adsorben dan % Cr(VI) terserap.

Sehingga dapat diketahui dosis yang tepat dari karbon aktif

biji asam yang digunakan untuk penyerapan logam kromium.

Hubungan antara dosis adsorben dengan persentase

kromium(VI) yang terserap dari larutan uji ditunjukkan pada

Gambar 4.

Gambar 4. grafik hubungan antara dosis adsorben dengan

persentase kromium yang terserap. Kondisi proses: waktu

kontak 60 menit, dan konsentrasi kromium 500 mg/L

Persentase kromium yang terserap masing-masing

57,183%; 67,18%; dan 95,773% dengan jumlah adsorben dari

0,25; 0,5 dan 0,75 gram. Semakin besar dosis karbon aktif biji

asam yang digunakan, maka persentase penyerapannya

terhadap ion logam kromium semakin besar. Bertambahnya

massa karbon aktif biji asam sebanding dengan bertambahnya

jumlah partikel dan luas permukaan karbon aktif biji asam

sehingga menyebabkan jumlah tempat mengikat ion logam

juga bertambah dan %Cr terserap juga meningkat [12].

Pada penelitian ini belum didapat dosis yang optimal untuk

penyerapan kromium sebab percobaan hanya dilakukan tiga

variabel yang datanya belum menghasilkan grafik yang linier.

Dosis adsorben 20 g/L juga diujikan pada limbah tanning

penyamakan kulit dengan kadar Cr pada limbah sebesar 500

mg/L. Persentase Cr yang terserap pada limbah tanning

sebesar 21,171 %. Persentase Cr yang terserap pada limbah

tanning lebih rendah dari pada larutan limbah sintetik dengan

jumlah dosis dan konsentrasi yang sama, hal ini dimungkinkan

karena adanya kompetitor dari logam lain yang ada dalam

limbah tanning penyamakan kulit. Rujukan [13]

menyebutkan bahwa limbah cair industri penyamakan kulit

mengandung amonium, sulfida, sulfat, klorida,minyak dan

lemak, kromium, logam lain (aluminium, zirconium, dan

kadmium) serta zat terlarut lainnya.

IV. KESIMPULAN

Adsorpsi menggunakan karbon aktif dari biji asam telah

dilakukan data-data yang diperoleh sebagai berikut : waktu

optimum untuk penyerapan kromium (VI) adalah 60 menit

dengan % Cr terserap sebanyak 88,42%. Konsentrasi optimum

untuk penyerapan kromium dalam larutan adalah 500 mg/L

dengan daya serap sebesar 11,15 mg/g. Dosis adsorben

sebanyak 0,75 gram mampu menyerap kromium sebesar

95,77%. Persentase kromium yang dapat diserap pada limbah

tanning penyamakan kulit adalah sebesar 21,17%. Saran

untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian

menggunakan metode lain dalam penurunan kadar kromium

memanfaatkan metode kolom serta menguji pengaruh logam

lain terhadap penurunan kadar kromium dalam larutan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis S. mengucapkan terima kasih kepada Dra. Ita Ulfin,

MSi, atas bimbingannya sampai terselesainya penelitian ini.

Orang tua yang tiada henti mendukung dan mendoakan anak-

anaknya, Bapak Hamzah Fansuri, M. Si, Ph. D. selaku

koordinator TA serta semua pihak yang terlibat dalam

pembuatan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] P. K. Ghosh, “Hexavalent chromium [Cr(VI)] removal by acid modified

waste activated carbonsistallinitas”, Journal of Hazardous Materials,

Vol. 171, (2009) 116–122.

[2] Asmadi, Endro.S dan W.Oktiawan, “Pengurangan chrom (Cr) dalam

limbah cair industri kulit pada proses tannnery menggunakan senyawa

alkali Ca(OH)2, NaOH dan NaHCO3 (studi kasus PT.Trimulyo Kencana

Mas Semarang”, Vol.5, (2009) ISSN: 0216-4140.

[3] S. Gupta, dan B. V Babu, “Utilization of waste product (tamarind seeds)

for the removal of Cr(VI) from aqueous solutions: Equilibrium,

kinetics, and regeneration studies”. Journal of Environmental

Management, Vol. 90, (2009) 3013–3022.

[4] S. Gupta, dan B.V. Babu, “Adsorption of Cr(VI) using activated neem

leaves as an adsorbent: kinetic studies”, Adsorption, Vol.14, (2008) 85–

92.

[5] G. Tan, dan D. Xiao, “Adsorption of cadmium ion from aqueous

solution by ground wheat stems”, Hazardous Materials J., Vol.164,

(2009) 1359–1363.

[6] M. Ikhsan, “Penurunan kadar logam krom dalam limbah elektroplating

biomassa bulu ayam dengan diaktivasi natrium sulfida (Na2S) 0,1 N”,

Fakultas MIPA, Jurusan Kimia, ITS, Surabaya (2011).

[7] L. Widyaningrum, “Uji efek penurunan kadar glukosa darah ekstrak

etanol 70% daun seledri (Apium graveolens L.) pada kelinci jantan”

(2008), Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta

[8] J.S. Mattson dan H.B Mark, Activated Carbon. Marcel Dekker, New

York, (1971).

[9] I. A. G. Widihati, “Adsorpsi anion Cr(VI) oleh batu pasir teraktivasi

asam dan tersalut Fe2O3” Fakultas MIPA, Jurusan Kimia, Universitas

Udayana, Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia Vol. 2 (1), (2008) 25-30 ISSN

1907-985025

[10] S. Wahyuni, “Adsorpsi logam Zn(II) pada Zeolit A yang akan disintesis

dari abu dasar batubara P.T Ipmomi Paiton dengan metode batch”,

Fakultas MIPA, Jurusan Kimia, ITS, Surabaya (2009).

[11] A. Masduqi. dan Slamet A, Satuan Proses: Modul Ajar, Jurusan Teknik

Lingkungan, FTSP ITS, Surabaya ( 2000).

[12] Nurhasni, Hendrawati, N. Saniyyah, “Penyerapan Ion Logam Cd Dan Cr

Dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi”, (2010) Program Studi

Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

[13] M. Amanda,”Penetapan kadar kromium pada air reservoir secara

kolorimetri di PDAM Tirtanadi instalansi pengolahan air sunggal”,

Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan (2011).