pak keman. oh em jie

21
1. Peraturan tentang pengelolaan sampah medis dan sampah non-medis di Rumah Sakit tertuang dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 1204/MENKES/SK/X/2004 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT. Berikut adalah sedikit ulasan tentang pengelolaan sampah medis dan sampah non-medis yang tertuang dalam KepMenKesh tersebut: B. Persyaratan 1. Limbah Medis Padat a. Minimasi Limbah 1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber. 2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun. 3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. 4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang. b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang 1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah.

Upload: ayu-wanda-saraswati

Post on 06-Feb-2016

249 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

SOAL KEMAN SMT 4

TRANSCRIPT

Page 1: pak keman. oh em jie

1. Peraturan tentang pengelolaan sampah medis dan sampah non-medis di

Rumah Sakit tertuang dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 1204/MENKES/SK/X/2004

TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

RUMAH SAKIT.

Berikut adalah sedikit ulasan tentang pengelolaan sampah medis dan

sampah non-medis yang tertuang dalam KepMenKesh tersebut:

B. Persyaratan

1. Limbah Medis Padat

a. Minimasi Limbah

1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari

sumber.

2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan

kimia yang berbahaya dan beracun.

3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan

farmasi.

4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai

dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui

sertifikasi dari pihak yang berwenang.

b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang

1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang

menghasilkan limbah.

2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah

yang tidak dimanfaatkan kembali.

3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa

memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti

bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak

berkepentingan tidak dapat membukanya.

4) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan

kembali.

5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui

proses sterilisasi sesuai Tabel I.10. Untuk menguji efektifitas sterilisasi

Page 2: pak keman. oh em jie

panas harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi

kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.

6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan

kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai

(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali

setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada Tabel I.10

7) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan

penggunaan wadah dan label seperti Tabel I.11

8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk

pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.

9) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan

diberi label bertuliskan ” Limbah Sitotoksis.

c. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Media Padat di

Lingkungan Rumah Sakit

1) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah

menggunakan troli khusus yang tertutup.

2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada

musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.

d. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit

1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengmas pada tempat yang kuat.

2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan

khusus.

e. Pengolahan dan Pemusnahan

1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke

tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.

2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat

disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat

yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan

pembakaran menggunakan insinerator.

2. Limbah Medis Non Padat

a. Pemilahan dan Pewadahan

Page 3: pak keman. oh em jie

1) Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah medis

padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam.

2) Tempat Pewadahan

a. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik

warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang

”domestik” warna putih

b. Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah pada melebih 2 (dua) ekor

per-block grill, perlu dilakukan pengendalian padat.

b. Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan

1) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari

20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan

pengendalian.

2) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan

binatang pengganggu yang lain minimal 1 (satu) bulan sekali.

c. Pengolahan dan Pemusnahan

Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan

sesuai persyaratan kesehatan.

3. Limbah Cair

Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau

lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep 58/MenLH/12/1995

atau peraturan daerah setempat.

4. Limbah Gas

Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat

dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor Kep-13/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak

Bergerak.

2. Limbah Padat Non-Medis

a. Pemilahan Limbah Padat Non-Medis

1) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah yang dapat

dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali

Page 4: pak keman. oh em jie

2) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah basah dan

limbah kering.

b. Tempat Pewadahan Limbah padat Non-Medis

1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan

mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian dalamnya,

misalnya fiberglass.

2) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori

tangan.

3) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan

kebutuhan.

4) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau

apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut

supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang

pengganggu.

c. Pengangkutan

Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke tempat

penampungan sementara menggunakan troli tertutup.

d. Tempat Penampungan Limbah Padat Non-Medis Sementara

1) Tersedia tempat penampungan limbah padat non-medis sementara

dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang

tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak merupakan

sumber bau, dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk

cairan lindi.

2) Tempat penampungan sementara limbah padat harus kedap air, bertutup

dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang tidak diisi serta mudah

dibersihkan.

3) Terletak pada lokasi yang muah dijangkau kendaraan pengangkut

limbah padat.

4) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.

e. Pengolahan Limbah Padat

Upaya untuk mengurangi volume, mengubah bentuk atau memusnahkan

limbah apdat dilakukan pada sumbernya. Limbah yang masih dapat

Page 5: pak keman. oh em jie

dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali untuk limbah padat

organik dapat diolah menajdi pupuk.

f. Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir

Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang

dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda), atau badan lain sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku.

2. GHS adalah sistem pengklasifikasian keselamatan bahan kimia yang

dikeluarkan oleh United Nation. Sampai saat ini UN telah melakukan 3 kali

revisi terhadap sistem GHS yang dikeluarkan,sistem GHS yang dikeluarkan

dikenal dengan Purple Book. UN mecoba untuk menyamakan klasifikasi

bahan kimia diseluruh dunia. Karena selama ini masing-masing negara

memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh,suatu bahan kimia

dikategorikan bersifat high toxic disuatu negara akan tetapi dinegara lain

bisa jadi bersifat low toxic,atau suatu produk dikategorikan bersifat

flammable disuatu negara dan tidak bersifat flammable dinegara lain.

Dampaknya adalah,negara-negara yang mengklasifikasikan produk tersebut

sebagai high toxic atau flammable akan membuat berbagai peraturan untuk

mengontrol produk tersebut,sementara negara yang mengkategorikan

produk tersebut low toxic / tidak flammable akan membiarkan penjualan

secara bebas tanpa kontrol. Hal ini juga akan menyulitkan negara

pengimpor atau pengekspor bahan kimia karena berbedanya klasifikasi

bahan kimia antara negara pengekspor dan pengimpor. Perbedaan ini juga

berdampak pada MSDS dan sistem pelabelan bahan kimia tersebut yang

nantinya akan menyulitkan negara pengimpor karena mereka harus

merevisi MSDS dan melakukan pelabelan ulang sesuai dengan klasifikasi

yang mereka miliki. Berdasarkan hal ini UN menguarkan sistem GHS

untuk memudahkan dunia industri dalam melakukan perdagangan bahan

kimia dan juga untuk melindungi lingkungan dan manusia dari dampak

penggunaan bahan kimia. Didalam purple book disebut bahwa tujuan dari

GHS adalah sebagai berikut:

Page 6: pak keman. oh em jie

Untuk lebih meningkatkan perlindungan terhadap kesehatan manusia dan

lingkungan dengan menyediakan sistem yang lebih komprehensif secara

internasional untuk mengkomunikasikan bahaya bahan kimia.

Menyediakan framwork untuk negara-negara yang belum memiliki sistem

klasifikasi dan label bahan kimia.

Mengurangi kebutuhan akan pengujian dan evaluasi bahan kimia.

Memfasilitasi perdagangan internasional bahan kimia dimana bahaya

bahan kimia tersebut sudah dikaji dan diidentifikasi dengan basis

internasional.

Didalam purple book dinyatakan bahwa ada dua elemen ruang lingkup

GHS,yaitu:

Kriteria yang harmonis untuk klasifikasi bahan kimia tunggal dan

campuran sesuai dengan bahaya kesehatan,lingkungan dan fisik bahan

kimia tersebut.

Elemen komunikasi bahaya yang harmonis,termasuk persyaratan untuk

label dan safety data sheet.

Ada beberapa jenis produk kimia yang tidak termasuk dalam ruang lingkup

ini,yaitu farmasi,additif untuk bahan makanan,kosmetik,dan residu pestisida

didalam bahan makanan.

Bagaimana mengaplikasikan GHS?

Untuk mengaplikasikan GHS di Indonesia tentu saja mengacu pada peraturan

menteri perindustrian nomor 87/M-IND/PER/9/2009. Disana sudah ditetapkan

format LDKB atau MSDS dan persyaratan untuk label. Namun untuk klasifikasi

bahan kimia mengacu pada purple book revisi 2,hal ini disebutkan dalam

keputusan dirjen industri Agro dan Kimia kementerian perindustrian no

21/IAK/PER/4/2010 tentang petunjuk teknis penerapan sistem harmonisasi global

klasifikasi dan pelabelan bahan kimia. Namun dalam petunjuk ini tidak

disebutkan tentang teknis building blok yang harus diadopsi,ini berarti Indonesia

mengadopsi 100% building blok yang ditetapkan pada purple book revisi 2.

Page 7: pak keman. oh em jie

Berdasarkan peraturan menteri perindustrian tersebut diatas,sistem GHS untuk

kimia tunggal sudah mulai berlaku sejak bulan Maret 2010 sementara untuk bahan

kimia campuran masih bersifat sukarela dalam penerapannya,dan mulai berlaku

efektif untuk bahan kimia campuran pada awal tahun 2014.

Untuk mengklasifikasikan bahan kimia sesuai dengan klasifikasi GHS diperlukan

training dan keahlian khusus. Meskipun didalam purple book sudah dijelaskan

secara rinci bagaimana cara melakukan klasifikasi setiap bahaya bahan kimia

tersebut,namun diperlukan keahlian dan pengetahuan yang baik tentang bahan

kimia dan bahayanya dalam melakukan klasifikasi tersebut agar tidak terjadi

kekeliruan. Menurut peraturan menteri perindustrian tentang GHS,semua bahan

kimia harus diklasifikasikan berdasarkan kriteria bahaya GHS yang terdiri dari

bahaya fisik,bahaya terhadap kesehatan dan bahaya terhadap lingkungan akuatik.

Bahaya fisik misalnya eksplosive,gas mudah menyala,cairan pengoksidasi,korosif

pada logam,dan lain-lain. Bahaya terhadap kesehatan misalnya toksisitas

akut,korosi/iritasi kulit,karsinogenisitas,dan lain-lain.

Dan setiap bahan kimia tersebut juga harus diberi label sesuai dengan GHS yang

ditetapkan,dimana label tersebut harus mengandung unsur penanda

produk,piktogram bahaya,kata sinyal,pernyataan bahaya,identifikasi produsen dan

pernyataan kehati-hatian. Label tersebut juga harus mudah terbaca,jelas

terlihat,tidak mudah rusak,tidak mudah lepas dari kemasannya dan tidak mudah

luntur karena pengaruh sinar,udara atau lainnya. Piktogram yang digunakan juga

harus sesuai dengan peraturan GHS yang terdapat pada lampiran I dari peraturan

menteri tentang GHS.

Bahan kimia juga harus dilengkapi dengan MSDS (LDKB),didalam peraturan

menteri tentang GHS bahwa MSDS dan Label wajib berbahasa Indonesia.

Informasi yang terkandung didalam GHS adalah informasi bahaya fisik,bahaya

terhadap kesehatan dan bahaya terhadap lingkungan akuatik yang sudah

diklasifikasikan sesuai dengan kriteria bahaya GHS,dan informasi lainnya sesuai

dengan format yang sudah ditetapkan. Format MSDS/LDKB sesuai dengan

peraturan menteri tentang GHS (lampiran II) terdiri dari 16 section,yaitu:

Page 8: pak keman. oh em jie

1. Identifikasi senyawa (Tunggal atau Campuran)

2. Identifikasi bahaya

3. Komposisi/Informasi tentang bahanpenyusun senyawa tunggal

4. Tindakan pertolongan pertama

5. Tindakan pemadaman kebakaran

6. Tindakan penanggulangan jika terjadi kebocoran

7. Penanganan dan penyimpanan

8. Kontrol paparan/perlindungan diri

9. Sifat fisika dan kimia

10. Stabilitas dan Reaktifitas

11. Informasi Toksikologi

12. Informasi Ekologi

13. Pertimbangan pembuangan / pemusnahan

14. Informasi transportasi

15. Informasi yang berkaitan dengan regulasi

16. Informasi lain termasuk informasi yang diperlukan dalam pembuatan dan

revisi SDS.

3. Dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR: 1204/MENKES/SK/X/2004 TENTANG

PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT.

Beikut adalah uraiannya:

Limbah Radioaktif

a) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan

dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi

pelaksana, dan tenaga yang terlatih.

b) Setiap rumah sakit yang menggunkan sumber radioaktif yang terbuka

untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga

khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.

c) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif

yang aman dan melakukan pencatatan.

d) Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring dosis

dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan menjamin pelacakan

Page 9: pak keman. oh em jie

limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu

diperbarui datanya setiap waktu

- Cair : berair dan organik,

- Tidak homogen ((seperti mengandung lumpur atau padatan yang

melayang),

- Padat : mudah terbakar/ tidak mudah terbakar (bila ada) dan dapat

dipadatkan/tidak mudah dipadatkan (bila ada)

- Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup yang dihabiskan,

- Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung bahan berbahaya

(patogen, infeksius, beracun).

f) Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam

kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus :

- Secara jelas diidentifikasi,

- Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan

- Sesuai dengan kandungan limbah,

- Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman,

- Kuat dan saniter.

g) Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah :

- Nomor identifikasi,

- Radionuklida,

- Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan tanggal pengukuran,

- Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat lain),

- Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran,

- Orang yang bertanggung jawab.

h) Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan kantong plastik

transparan yang dapat ditutup dengan isolasi plastik

i) Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 27 Tahun 2002)

dan kemudian diserahkab kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut

atau dikembalikan

kepada negara distributor. Semua jenis limbah medi termasuk limbah

radioaktif tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah

Page 10: pak keman. oh em jie

domestik (landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih ahulu sampai

memenuh persyaratan.

e) Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan

ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian, penyimpanan, dan

pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah :

- Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived), (misalnya umur

paruh < 100 hari), cocok untuk penyimpanan pelapukan,

- Aktifitas dan kandungan radionuklida,

- Bentuk fisika dan kimia,

4. Dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR: 1204/MENKES/SK/X/2004 TENTANG

PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT.

Juga dijelaskan tentang pengelolaan limbah farmasi, berikut ulasannya:

a) Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator

pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary

landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah

besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary

kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.

b) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada

distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan

dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas

1.000° C.

5. Limbah darah termasuk limbah klinik. Maka pengelolaannya mengikuti

prosedur pengelolaan limbah di RS, yaitu

Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai

cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce)

dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur

ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi, 2000).

Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan

kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :

Page 11: pak keman. oh em jie

a.Pemisahan Limbah

-  Limbah harus dipisahkan dari sumbernya

-  Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas

-  Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang

menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau

dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).

b. Penyimpanan Limbah

Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya

dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal

sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli

dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna

dibangsal dan unit-unit lain.

c. Penanganan Limbah

-  Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian.

Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas

-  Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga  jika dibawa

mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat  tertentu untuk

dikumpulkan

-  Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan 

warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai

-  Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan

hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.

d. Pengangkutan limbah

Page 12: pak keman. oh em jie

Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode

warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor,

limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan

khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan

yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan

dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada  kebocoran kantung

limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

e. Pembuangan limbah

Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang

ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar

(insenerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam

limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai

membusuk.

(Bambang Heruhadi, 2000).

Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri,

insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-

1500 ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60%

panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit

dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi

limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator

modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain

kemampuannya menampung limbah klinik maupun limbah bukan klinik,

termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai lagi.

Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan

kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi

sebagai berikut :

a.Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter

b.Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi  75 cm

Page 13: pak keman. oh em jie

c.Tambahkan lapisan kapur

d. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan

samapai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah

e. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah

6. Kadar klorin sebagai desinfektan yaitu 0,5% selama 10 menit.s

Page 14: pak keman. oh em jie

DAFTAR PUSTAKA

http://bit.ly/MgJ9AB

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/692/5/BK2008-A3.pdf

http://healthsafetyprotection.com/sekilas-tentang-global-harmonize-system-ghs/

http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/10/19/pengelolaan-limbah-medis-rumah-sakit/