pekerja sosial industri (2)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pekerjaan sosial adalah profesi pertolongan kamanusiaan yang tujuan
utamanya adalah membantu keberfungsian sosial individu, keluarga dan
masyarakat dalam melaksanakan peran-peran sosialnya. Para pekerja sosial
memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai pertolongan
profesional yang diperoleh melalui pendidikan (perguruan tinggi). Secara
konvensional, pekerjaan sosial biasanya dipandang sebagai profesi yang
menangani permasalahan kesejahteraan sosial baik pada setting lembaga
maupun masyarakat. Dalam setting lembaga, pekerja sosial biasanya bekerja
pada institusi-institusi pelayanan sosial, seperti lembaga rehabilitasi sosial,
pengasuhan anak, perawatan orang tua, penanganan korban narkoba dll.
Dalam setting masyarakat, pekerja sosial menangani permasalahan sosial
yang berkaitan dengan pembangunan lokal (pedesaan dan perkotaan),
pengentasan kemiskinan atau perancangan proyek-proyek pengembangan
masyarakat (community development).
Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks,
sasaran, bidang garapan dan intervensi profesi pekerjaan sosial juga semakin
luas. Globalisasi dan industrialisasi membuka kesempatan bagi pekerjaan
sosial untuk terlibat dalam bidang yang relatif baru, yakni dunia industri.
Seperti halnya pekerja sosial medik (medical social worker) yang bekerja di
rumah sakit, para pekerja sosial industri (industrial social worker) ini bekerja
di perusahaan-perusahaan, baik negeri maupun swasta, untuk menangani
kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja, relasi buruh dan majikan,
atau perekrutan dan pengembangan pegawai.
Di Indonesia, dunia bisnis dan industri merupakan sektor yang masih
jarang melibatkan pekerjaan sosial. Namun demikian, di negara-negara maju
seperti AS, Inggris, Australia dan New Zealand, pemberian pelayanan sosial
dalam perusahaan telah meningkat secara dramatis selama tiga dekade
1
belakangan ini. Pekerjaan sosial industri atau pekerjaan sosial di perusahaan
(occupational social work) merupakan profesi yang sangat penting dalam
pemberian pelayanan sosial, baik yang bersifat pencegahan, penyembuhan
maupun pengembangan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pekerjaan sosial di bidang industri?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pekerjaan sosial di
bidang industri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bidang Garapan Pekerja sosial
Guna mengenal lebih jauh fungsi dan peranan pekerjaan sosial, di bawah
ini disajikan beberapa contoh bidang garapan atau setting utama yang sering
kali menjadi tempat berkiprah para pekerja sosial yaitu antara lain:
a. Keluarga dan pelayanan anak: penguatan keluarga, konseling keluarga,
pemeliharaan anak, dan adopsi, perawatan harian, pencagahan penelantaran,
dan kekerasan dalam rumah tangga.
b. Kesehatan dan rehabilitasi: pendampingan pasien di rumah sakit,
pengembangan kesehatan masyarakat, kesehatan mental. Rehabilitasi
vokational, rehabilitasi pecandu obat dan alkohol, pendampingan ODHA,
harm reduction programmer.
c. Pengembangan masyarakat: perencanaan sosial, pengorganisasian
masyarakat, revitalisasi ketetanggaan, perawatan lingkungan hidup,
kehutanan sosial, penguatan modal sosial, penguatan ekonomi kecil.
d. Jaminan sosial: skema asuransi sosial, bantuan sosial, social fund, JKSM,
jaringan pengaman sosial.
e. Pelayanan kedaruratan: pengorganisasian bantuan: manajemen krisis,
informasi dan rujukan, integrasi pengungsi, pengembangan peringatan dini
masyarakat.
f. Pekerjaan sosial sekolah: konseling penyesuaian sekolah, manajemen
perilaku pelajar, manajemen tunjangan biaya pendidikan. Pengorganisasian
makan siang murid, peningkatan partisipasi keluarga dan masyarakat dalam
pendidikan.
g. Pekerjaan sosial industri: program bantuan pegawai, penanganan stress, dan
burnout, penempatan dan relokasi kerja, perencanaan pensiun, tanggung
jawab sosial perusahaan (corporate social responbility).
3
2.2 Pekerjaan Sosial Industri
Pekerjaan sosial industri dapat didefinisikan sebagai lapangan praktik
pekerjaan sosial yang secara khusus menangani kebutuhan-kebutuhan
kemanusiaan dan sosial di dunia kerja melalui berbagai intervensi dan
penerapan metoda pertolongan yang bertujuan untuk memelihara adaptasi
optimal antara individu dan lingkungannya, terutama lingkungan kerja. Dalam
konteks ini, pekerja sosial dapat menangani barbagai kebutuhan individu dan
keluarga, relasi dalam perusahaan, serta relasi yang lebih luas antara tempat
kerja dan masyarakat (NASW, 1987) atau yang lebih dikenal dengan istilah
tanggung jawab perusahaan (corporate social responbility)(suharto, 2006b).
Pekerjaan sosial industri menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai pekerjaan sosial dalam pemberian pelayanan , program, dan
kebijakan bagi para pegawai dan keluarganya, manajemen perusahaan,
serikat-serikat buruh dan bahkan masyarakat yang berada di sekitar
perusahaan. Inti pekerjaan sosial industri meliputi kebijakan, perencanaan, dan
pelayanan sosial pada persinggungan antara pekerja sosial dan dunia kerja.
(Suharto 2006b). Kegiatan pekerjaan sosial industri antara lain adalah
program bantuan (bagi pegawai), promosi keshatan , manajemen perawatan
kesehatan, tindakan alternatif affirmatif (pembelaan), penitipan anak,
perawatan lanjut usia, pengembangan sumber daya manusia (SDM),
pengembangan organisasi, pelatihan, dan pengembangan karir, konseling bagi
penganggur atau yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tanggung
jawab sosial perusahaan (corporate social responbility), tunjangan-tunjangan
pegawai, keamanan dan keselamatan kerja, pengembangan jabatan,
perencanaan sebelum dan sesudah pensiun serta bantuan pemindahan kerja.
Konsep pekerjaan sosial industri lebih luas dari konsep tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR) maupun masyarakat (community development).
Pekerjaan sosial industri mencangkup pelayanan sosial yang bersifat internal
dan eksternal, pekerjaan sosial industri melibatkan program-program bantuan
bagi pegawai, seperti pelayanan konseling. Terapi kelompok, dan
pengembangan sumber daya manusia. Secara eksternal, pekerjaan sosial
4
industri, berwujud dalam berbagai bentuk program CSR termasuk di dalamnya
strategi dan program pengembangan masyarakat, pengembangan kebijakan
sosial, dan advokasi sosial.
Hubungan antara PSI, CSR, dan ComDev
2.3 Sejarah dan Perkembangan Pekerjaan Sosial Industri
Pekerjaan sosial terlahir dalam konteks pertumbuhan masyarakat industri.
Pekerjaan sosial industri pertama kali muncul tahun 1800-an. Para pekerja
sosial mulai terlibat di berbagai perusahaan Inggris, Jerman, dan Amerika
Serikat sekitar tahun 1890, sedangkan di Perancis tahun 1920. Pada masa itu,
beberapa perusahaan di sana menyewa apa yang disebut ” sekretaris
kesejahteraan”,”pekerja kesejahteraan industri” , atau ”sekretaris sosial”. Di
Jerman, pekerja sosial atau sosiater industri ini dikenal dengan nama arbeiter
sozial, sedangkan di Perancis dinamakan consul de familie atau conseillers du
travail (Suharto, 2006ab).
Pekerja sosial memiliki peranan penting dalam pemberian pelayann sosial,
baik yang bersifat pencegahan, penyembuhan maupun pengembangan dalam
sebuah perusahaan. Tugas utamanya adalah menangani masalah kesejahteraan,
kesehatan, keselamatan kerja, relaxi buruh dan majikan, serta perencanaan dan
pengorganisasian program-program pengembangan masyarakat bagi
5
Pelayanan sosial eksternal Tanggung jawab sosial perusahaan, pengembangan masyarakat. Pengembangan kebijakan sosial, advokasi sosial
PSI
Pelayanan sosial internalTerapi individu, terapi kelompok, pengembangan sumber daya manusia
komunitas yang ada di sekitar perusahaan (Suharto, 1997;2006b). Karena
tugas utamanya menangani permasalahan sosial yang terkait dengan
perusahaan, sosiawan industri ini dikenal pula dengan nama pekerja sosial
kepegawaian atau occupational social worker (Strausser, 1989).
Menurut Freud, fokus pekerjaan sosial harus menyentuh dunia kerja,
karena ia memberi tempat aman bagi seseorang dalam realitas sebuah
komunitas manusia (human community). Pada tahun 1975, seorang pioneer
pekerjaan sosial, Bertha Reynolds memberi komentar atas pendapat Freud
yang dikemukakan pada tahun 1930 itu. Menurut Reynolds, ” tempat kerja
yang merupakan sebuah persimpangan kehidupan (the crossroads of life)
sering kali diabaikan sebagai sebuah komunitas manusia”.
Pernyataan Reynolds tidak lagi berlaku dewasa ini. Sekarang ini kita telah
menyaksikan peningkatan yang luar biasa dalam hal perhatian dan kehadiran
profesi pekerjaan sosial di dunia kerja. Semenjak tahun 1970-an, pekerja
sosial telah menemukan bahwa tempat kerja bukanlah untuk bekerja saja,
tetapi merupakan sebuah tempat yang penting dan unik di mana para
pegawainya perlu diberi informasi mengenai pelayanan-pelayanan yang tidak
selalu terkait dengan pekerjaan. Tempat kerja juga merupakan tempat dimana
diagnosis aktual mengenai kebutuhan dan pelayanan sosial tertentu dapat
diberikan. (Suharto, 2006b).
Banyak pelayanan sosial di tempat kerja yang dapat diberikan pekerjaan
sosial industri berkisar pada domain-domain fungsi-fungsi pekerjaan sosial
tradisional seperti konseling bagi para pegawai. Dengan semakin canggihnya
pendidiksn pekerjaan sosial dalam bidang industri, ekonomi, perencanaan, dan
analisis kebijakan, asesmen keorganisasian, penelitian, pengembangan
masyarakat, membuat pekerjaan sosial berkiprah dalam bidang industri yang
bersifat non-tradisional, seperti pengembangan SDM dan organisasi, tanggung
jawab sosial, dan filantropis perusahaan. Dengan demikian seperangkat
pengetahuan pekerjaan sosial yang begitu luas yang berpadu dengan
kebutuhan kompleks tempat kerja serta semakin meningkatnya individu yang
6
bekerja di dunia bisnis yang memilih pekerjaan sosial sebagai ”karir kedua”
telah meningkatkan peran pekerja sosial industri di dunia kerja.
Industri merupakan salah satu bidang garapan profesi pekerjaan sosial
yang paling muda. Namun, akar sejarah pekerjaan sosial industri di AS
beranjak pada akhir abad ke-18 dan semakin dikenal pada awal abad ke-19
saat di mana istilah ”kapitalisme kesejahteraan” (welfare capitakism) semakin
populer dan saat ”sekretaris sosial” (social secretaries) dipekerjakan di
perusahaan. Kapitalisme kesejahteraan merujuk pada berbagai tunjangan dan
pelayanan sosial yang disediakan secara sukarela oleh majikan dalam upaya
mensosialisasikan, menjaga, dan mengontrol tenaga kerja kasar yang sangat
dibutuhkan pada masa revolusi industri (Suharto, 2006b).
Pemicu lain yang menyebabkan lahirnya pekerjaan sosial industri di AS
yaitu berkaitan dengan upaya para majikan untuk mangatasi masalah yang
diakibatkan oleh meningkatnya wanita yang memasuki dunia kerja setelah
perang sipil. Menurut Brandes, permulaan pekerjaan sosial medis berakar pada
suatu bentuk seksisme (sexism) akibat tumbuhnya bisnis dan majikan
mengalami peningkatan pegawai wanita. Para majikan menghadapi kesulitan
manangani masalah pegawai wanita yang ”ganjil” karena pada saat itu,
fenomena pekerja wanita masih sangat sedikit. Sebagai solusinya yaitu dengan
menyewa seorang spesialis. Spesialis yang pertama yaitu ibu Anggie Dunn
yang disewa pada tahun 1875 sebagai sekretaris sosial pada perusahaan H.J.
Heinz di Pittsburg ( Suharto, 2006b).
Dunn mungkin satu-satunya sekretaris kesejahteraan hingga tahun 1900
ketika banyak perusahaan mulai menyewa spesialis seperti dirinya. Pada tahun
1919, Biro Statistik Buruh melakukan survei terhadap 431perusahaan besar di
As dan menemukan bahwa 141 perusahaan mempekerjakan sekretaris
perusahaan secara full time, dan 154 perusahaan mempekerjakan sekretaris
perusahaan secara kontrak dari luar perusahaan. Tahun 1926, sebesar 80% dari
1500 perusahaan besar di AS memiliki beberapa jenis program kesejahteraan
(people, 1981). Meskipun belum tahun 1920 sebagian besar tahun lulusan
sekolah tinggi pekerjaan sosial New York ( New York School of Social Work)
7
bekerja pada settimng industri daripada setting lainnya, pekerja sosial yang
terlatih secara profesional masih sedikit jmlahnya. Sebagian besar sekretaris
kesejahteraan adalah wanita yang berpendidikan sebagai guru atau perawat.
Salah seorang perawat, ibu Marrion T. Brockway disewa sebagai ”ibu
kerumahtanggaan/ perawat tatalaksana” pada Perusahaan Asuransi Jiwa
Metropolitan.
Pada pengumuman mengenai penunjukan dia tanggal 3 September 1919,
fiske, presiden perusahaan itu menjelaskan tugas-tugas ibu Brockway sebagai
berikut (Strausser, 1989;4):
Tugas ibu kerumahtanggaan akan dilakukan sesuai dengan
sebutannya. Semua pegawai wanita dipersilakan berkonsultasi mengenai
kesehatan kepegawaian, relasi dengan rekan kerja, atasan atau anggota
keluarga, dan urusan-urusan dan masalah-masalah pribadi,jika ada. Ibu
Brockway akan melihat kondisi-kondisi pelayanan sosial di kantor dan
memberi nasihat berkenan dengan masalah-masalah di dalam dan luar
perusahaan, penduduk sekitar perusahaan, serta dewan perusahaan ya g
tinggal jauh dari para tetangga. Ide utama menunjuk seorang ibu
kerumahtanggaan adalah para jurutulis wanita dapat memperoleh
layanannya, meskipun ibu Brockway dapat pula memeberi nasihat pada
jurutulis pria. Usia dewasa, pengalaman luas, kecerdasan, dan
kapasitasnya bersimpati, membuat ibu brockway cocok bagi pegawai
wanita maupun pria. Dan semua juru tulis kita menjadi senang
berkonsultasi dengan dia.
Dalam garis besar Carter mengelompokkan peranan sekretaris
kesejahteraan ke dalam empat bidang tugas yang mencangkup (Suharto,
2005;2006b):
1. Kesejahteraan fisik: kesehatan, keamanan, sanitasi, dan perumahan
pegawai.
2. kesejahteraan budaya: rekreasi, perpustakaan, pendidikan, dan
akulturasi dasar mengenai dunia kerja dan budaya Amerika.
8
3. Kesejahteraan personal: pelayanan casework (konseling perseorangan)
bagi para pegawai dan keluarganya.
4. kesejahteraan ekonomi: administrasi pinjaman dan pensiun dan bahkan
perekrutan, pemecatan, dan penetapan gaji karyawan.
Karena kombinasi berbagai kekuatan, seperti ketidakpuasan karyawan,
perubahan ekonomi, peningkatan pelayanan sosial yang disediakan pekerja
sosial masyarakat, dan pergeseran ideologi (Strausser dan Phillips,1988),
kehadiran pekerjaan sosial industri menghilang dari setting industri pada tahun
1920-an dan baru muncul kembali setelah perang dunia II. Saat itu pekerjaan
sosial industri, tidak hanya memberikan pelayanan sosial untuk membantu
orang beradaptasi secara personal terhadap dampak perang., tetapi juga
pelayanan sosial yang memungkinkan mereka untuk lebih produktif pada saat
produksi.
Pekerjaan sosial bertugas sebagai pemberi pelayanan sosial langsung
dalam setting serikat buruh (Kyle.1994 dan Ronalds 1963) di pemerintah
militer dan federal dan kantor militer (Stanlley,1944) serta sejumlah
perusahaan swasta seperti Macy’s di New York (Evans, 1940), RCA Victor di
Indianapolis (Coyle,1944) , J.Lhudson Departement Store dan perusahaan
asuransi jiwa Metopolitan (Palevsky, 1945). Perkembangan Pekerjaan sosial
modern dimulai sejak tahun 1960-an pada saat pembentukan dua program
terpisah yang bertujuan menangani kebutuhan kesehatan mental karyawan.
Program yang dibentuk oleh perusahaan Polaroid di Boston dan perusahaan
pakaian Amerika Amalgamasi di kota New York itu dikendalikan oleh para
pekerja sosial profesional dan mampu mencatat kesuksesan (Kurzman,1988).
Perkembangan pekerjaan sosial industri ini juga didorong dengan
munculnya Pusat Kesejahteraan Sosial Industri (the Industrial Social Welfare
Center) yang dibentuk tahun 1969 di sekolah pekerjaan sosial Columbia
University di bawah arahan Hyman J. Weiner dan didanai oleh pelayanan
sosial dan rehabilitasi, departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan, dan
Kesejahteraan AS. Lembaga ini memiliki 3 tujuan yaitu:
9
a. Membangun bank pengetahuan dan informasi berkaitan dengan pemberian
pelayanan sosial terhadap populasi para pegawai.
b. Menyediakan bantuan teknis dan pelayanan konsultasi terhadap serikat
buruh, perusahaan bisnis, dan lembaga-lembaga sosial.
c. Memberi kontribusi pada pendidikan pekerja sosial dan profesi
pertolongan lainnya (CUSSW dalam Suharto, 2006). Lembaga tersebut
sangat berhasil dalam mencapai tujuan ini.
Pada pertengahan tahun 1970-an, perkembangan pekerjaan sosial industri
yang tadinya terjadi secara terkotak-kotak (terserak) mulai mengkerucut
melalui gerakan yang terorganisir (Masi dalam Suharto 2006b). Kemajuan
ini merupakan hasil dari beberapa sebab, antara lain:
1. Menurunkan afiliasi para pekerja sosial profesional dengan sektor publik
(semula sebagian besar pekerja sosial di lembaga pemerintah);
2. Semakin banyaknya pekerja sosial yang membuka praktek mandiri
(privat);
3. Perubahan angkatan kerja karena masuknya kaum wanita, minoritas, dan
orang dengan kecacatan (ODK) ke dunia industri;
4. Disahkan sebagai peraturan dengan perundang-undang yang terkait
dengan pekerjaan, seperti the Hughes Act, the Vocational Rehabilitation
Act, The OCCUPATIONAL Safety and health Act, the Employee
Retirement Income Security ACT, the Age Discrimination in
Employment Act, dan Title VII of the Civil Rights Act;
5. Meningkatnya kesadaran sosial mengenai dampak tempat kerja terhadap
kesehatan mental dan kecanduan alcohol di kalangan pegawai.
Selain lima kondisi di atas, semakin populernya pekerjaan sosial industri
juga dipicu oleh profesionalisme pada program-program penanggulangan
alkoholisme di tempat kerja, evolusi program-program bantuan bagi pegawai
(Employee Asistance Programs/EAPs), serta dibentuknya program-program
pelatihan di sejumlah sekolah pekerjaan sosial di seluruh AS dan Kanada
yang ke;ak meningkatkan kesempatan kerja dan tersedianya pekerja sosial
yang terlatih untuk posisi-posisi baru.
10
Jumlah pekerja sosial industri saat ini belum diketahui secara pasti.
Namun, Asosiasi National Pekerja Sosial (National Association of Social
Workers) AS menghimpun daftar alamat surat sekitar 2.200 individu sebagai
bagian dari survey nasional pekerjaan sosial industri yang dilaksanakan
lembaga ini tahun 1985. Pada tahun 1987, tercatat ada 614 pekerja sosial
berlisensi yang menjadi anggota the Association of Labor-Management
Administrators and consultans on Alcoholism (ALMACA), sebuah organisasi
profesional utama yang mewakili para pekerja sosial yang bekerja di
program-program bantuan (EAPs) bagi pegawai. Seperti dinyatakan oleh
Googins (1987;37) : ”para pekerja sosial memegang posisi-posisi pimpinan
dan menjadi kelompok profesional terdepan di asosiasi-asosiasi dunia kerja,
seperti ALMACA, EASNA (Employee Assistance Society of North America)
dan IASISW (International Association of Industrial Social Workers).
Pekerja sosial industri dewasa ini bekerja di sektor swasta, baik untuk
organisasi laba maupun nir-laba, di lembaga-lembaga pemerintah tingkat
federal, negara bagian, dan lokal, di organisasi militer, dan serikat-serikat
buruh. Survei national yang dilakukan di 39 sekolah pekerjaan sosial yang
menyelenggarakan pelatihan-pelatihan pekerjaan sosial industri
mengidentifikasikan bahwa 30% dari pekerja sosial industri bekerja di
organisasi-organisasi swasta, 23% di kontraktor-kontraktor yang
menyediakan pelayanan sosial bagi perusahaan-perusahaan besar, 17% di
lembaga-lembaga pemerintah negara bagian dan lokal, 15% di serikat buruh
dan 15% di lembaga pemerintahan federal (Maiden dan Hardcastle, 1985).
Pekerja sosial industri mampu memberikan beragam pelayanan sosial di
berbagai macam setting. Namun, sebagian besar setting pekerjaan sosial
industri adalah di bidang-bidang yang berkaitan dengan program-program
bantuan pegawai (EAPs).
2.4 Masalah yang Ditangani Pekerja Sosial Industri
Berawal dari Abad ke-14 di Inggris, masyarakat industri sangat
ditentukan oleh sistem pabrik. Pada jaman merkantilisme ini, pada awalnya
11
laki-laki dan wanita bekerja di ladang atau pada perusahaan-perusahaan
keluarga (informal) (Johnson, 1984; Kartono, 1994). Seiring dengan
perkembangan industrialisasi, pabrik-pabrik mulai menarik para pekerja
untuk meninggalkan rumah-rumah dan desa-desa mereka. Hal ini
memisahkan orang dewasa yang sebagian besar waktunya bekerja di pabrik
dengan anak-anak yang ditinggalkan di rumah bersama keluarga besar atau
tanpa pengawasan sama sekali. Pemisahan ini menjadi awal bagi dinamika
keluarga dan masyarakat termasuk bagi munclunya permasalahan sosial yang
diakibatkannya. Retaknya relasi sosial antara pekerja dan keluarganya,
kurangnya kesempatan anak-anak dalam meniru model peranan orang tua,
dan munculnya alinasi atau keterasingan pekerja dalam kehidupan
masyarakatnya adalah beberapa contoh masalah sosial yang timbul akibat
industrialisasi.
Mekanisasi dan otomatisasi melahirkan rutinitas pekerjaan dan membuat
tenaga manusia tampak semakin tidak penting. Para pekerja kerah biru
maupun kerah putih merasa tidak bermakna dan terancam karena kapan saja
dapat digantikan oleh saingannya, yakni mesin. Perubahan teknologi,
pergantian tenaga kerja (shift), dan pemutusan hubungan kerja yang semakin
menjadi fenomena sehari-hari, sering menimbulkan kecemasan bagi para
pekerja. Proses otomatisasi di AS menggantikan sekitar 2 juta pekerjaan
setiap tahunnya. Para pekerja yang yang merasa tidak berguna dan tidak
berdaya dalam pekerjaannya seringkali membawanya ke rumah dan
masyarakat. Johnson (1984:261) mengklasifikasikan akibat-akibat
industrialisasi yang bersifat negatif terhadap kesejahteraan manusia kedalam
5A, yaitu:
1. Alienation: perasaan keterasingan dari diri, keluarga dan kelompok sosial
yang dapat menimbulkan apatis, marah, dan kecemasan.
2. Alcoholism atau Addiction: ketergantungan terhadap alkohol, obat-obat
terlarang atau rokok yang dapat menurunkan produktifitas, merusak
kesehatan pisik dan psikis, dan kehidupan sosial seseorang.
12
3. Absenteeism: kemangkiran kerja atau perilaku membolos kerja
dikarenakan rendahnya motivasi pekerja, perasaan-perasaan malas, tidak
berguna, tidak merasa memiliki perusahaan, atau sakit pisik dan psikis
lainnya.
4. Accidents: kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh menurunnya
konsentrasi pekerja atau oleh lemahnya sistem keselamatan dan kesehatan
lingkungan kerja.
5. Abuse: bentuk-bentuk perlakuan salah terhadap anak-anak atau pasangan
dalam keluarga (istri/suami), seperti memukul dan menghardik secara
berlebihan yang ditimbulkan oleh frustrasi, kebosanan dan kelelahan di
tempat pekerjaannya.
Beberapa permasalahan sosial lainnya yang terkait dengan industrialisasi
adalah: diskriminasi di tempat kerja atau tindakan-tindakan tidak adil
terhadap wanita, kaum minoritas, imigran, remaja, pensiunan, dan para
penyandang cacat. Beberapa industri dan perusahaan juga kerap
menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat di sekitarnya, seperti
polusi (udara, air, suara) dan kerusakan-keusakan pisik dan psikis bagi para
pekerjanya. Para pekerja sosial industri dapat membantu dunia industri untuk
mengidentifikasi dan mengatasi berbagai biaya sosial (social costs) yang
ditimbulkan oleh perusahaan.
2.5 Tugas Pekerja Sosial Industri
Menurut Johnson (1984:263-264) ada 3 bidang tugas pekerja sosial yang
bekerja di perusahaan antara lain:
a. Kebijakan, perencanaan dan administrasi.
Bidang ini umumnya tidak melibatkan pelayanan sosial secara
langsung. Sebagai contoh, perumusan kebijakan untuk peningkatan karir,
pengadministrasian program - program tindakan afirmatif,
pengkoordinasian program-program jaminan sosial dan bantuan sosial bagi
13
para pekerja , atau perencanaan kegiatan-kegiatan sosial dalam departemen
perusahaan.
b. Praktik langsung dengan individu, keluarga, dan populasi khusus.
Tugas pekerja sosial dalam bidang ini meliputi intervensi krisis (crisis
intervention), assesmen (penggalian) masalah-masalah personal, dan
pelayanan rujukan, pemberian konseling bagi para pensiunan atau pekerja
yang menjelang pensiun.
c. Praktik yang mengkombinasikan pelayanan sosial langsung dan
perumusan kebijakan sosial bagi perusahaan.
Para pekerja sosial telah memberikan kontribusi penting dalam
memanusiakan dunia kerja. Mereka umumnya terlibat dalam konseling di
dalam maupun di luar perusahaan, pengorganisasian program-program
personal, konsultasi dengan manajemen dan serikat-serikat kerja mengenai
konsekuensi kebijakan-kebijakan perusahaan terhadap pekerja, serta bekerja
dengan bagian kesehatan dan kepegawaian untuk meningkatkan kondisi
lingkungan kerja dan kualitas tenaga kerja (Johnson,1994;Suharto,1997).
2.6 Lembaga Naungan Pekerja Sosial Industri
Lembaga naungan pekerja sosial industri, dalam melaksanakan
fungsinya dibawah naungan serikat pekerja, kelompok sejawat (sebuah
asosiasi individu di dalam perusahaan yang sama, namun tidak selalu menjadi
anggota serikat pekerja) dan di bawah manajemen organisasi swasta yang
bergerak di ketenakerjaan. Dalam beberapa kasus, pekerja sosial di bawah
naungan lembaga yang secara bersama-sama dikendalikan oleh pekerja dan
manajemen.
Dilihat dari sumber dana/ sponsor program ketenagakerjaan dan
pelayanan sosial dapat disponsori oleh organisasi dan perusahaan tunggal,
atau melalui konsorsium dengan beberapa organisasi menghimpun sumber-
sumber baik finansial dan SDM mereka dan secara bersama-sama
mengembangkan dan mensponsori sebuah program.
14
Dilihat dari keterikatan kerja, pekerja sosial industri sebagai internal
perusahaan atau sebagai eksternal perusahaan. Sebagai internal perusahaan,
pekerja sosial secara langsung dipekerjakan oleh perusahaan atau serikat
pekerja yang bersangkutan. Sebagai eksternal, yaitu pekerja sosial secara
mandiri dan profesional membantu masalah hubungan industrial. Pekerja
sosial semacam ini bisa dikatakan sebagai aktivis yang bergerak di bidang
hubungan industrial.
2.7 Tipologi Pelayanan Pekerjaan Sosial Industri
Satu cara untuk mengkonseptualisasika beragam pelayanan sosial yang
diberikan pekerja sosial beserta peranan dan keterampilan yang dijalankannya
adalah dengan membuat tipologi model setting Pekerja Sosal Industri
(Straussner, 1989 : 8-13), yaitu :
1. Model pelayanan sosial bagi pegawai (the employee service model);
2. Model pelayanan sosial bagi majikan atau organisasi perusahaan (the
employer-work organization);
3. Model pelayanan social bagi konsumen (the consumer service model);
4. Model tanggungjawab sosial perusahaan (the corporate social
responsibility model) atau model investasi sosial perusahaan (the corporate
social investment);
5. Model kebijakan publik di bidang kepegawaian (work related public
policy model).
Tipologi ini merupakan perluasan dari tiga bentuk pelayanan sosial PSI
yang dikembangkan di University of Pittsburg, yakni model pelayanan sosial
bagi pegawai, pelayanan konsumen, dan tanggungjawab sosial perusahaan.
Meskipun kelima model diatas memiliki komponen-komponen tersendiri,
dalam realitasnya seorang pekerja sosial dapat berkiprah di lebih dari satu
model dan menjalankan kombinasi peranan di dalamnya.
1. Model pelayanan sosial bagi pegawai (the employee service model)
Model ini meliputi perancangan dan pengimplementasian program-
program dan pelayanan-pelayanan sosial yang terutama ditujukan untuk
15
memenuhi kebutuhan para pegawai suatu perusahaan secara individual.
Selain bermanfaat bagi pegawai yang bersangkutan, model ini juga sangat
bermanfaat bagi perusahaan karena dapat meningkatkan kepuasan kerja,
produktivitas, dan kesetiaan pegawai terhadap perusahaannya. Berbagai
program dan pelayanan langsung, umumnya diarahkan untuk membantu
para pegawai dalam menghadapi gangguan fisik, mental, masalah keluarga
dan masalah sosial yang langsung maupun tidak langsung berkaitan
dengan peranannya sebagai pegawai.
Model pelayanan sosial bagi pegawai merupakan bentuk atau
tipe intervensi pekerjaan sosial yang paling umum dilakukan para pekerja
sosial di perusahaan. Peranan-peranan pekerjaan sosial dalam kaitannya
dengan model ini ialah
a. Konselor;
Sebagai konselor, pekerja sosial memberikan asesmen dan
konseling terhadap individu, keluarga atau kelompok. Pekerja Sosial
membantu mereka mengartikulasikan kebutuhan, mengidentifikasikan, dan
mengklarifikasikan masalah, memahami dinamika atau penyebab masalah,
menggali berbagai alternatif dan solusi, dan mengembangkan kemampuan
mereka secara lebih efektif dalam menghadapi permasalahan yang timbul.
Keahlian dasar yang diperlukan dalam peranan ini relatif sama dengan
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan pekerja sosial dibidang
lain, misalnya :
1). Asesmen biopsikososial atau keterampilan diagnostik;
2). Keterampilan wawancara;
3). Asesmen dan intervensi perseorangan untuk mengatasi berbagai reaksi
psikopatologis dan stress, seperti perilaku menyimpang akibat
penyalahgunaan obat atau alkohol atau perlakuan salah terhadap anak
atau aggota keluarga;
4). Keterampilan intervensi krisis, konseling, dan komunikasi;
5). Dinamika kelompok dan keluarga;
6). Pemahaman mengenai realitas-realitas ekonomi.
16
Yang membedakan konseling di dunia industri dengan setting
lainnya adalah bahwa konseling dalam konteks perusahaan memerlukan
pemahaman sistemik mengenai dunia kerja, pengetahuan mengenai
berbagai tugas manajemen dan kepegawaian, serta dampak dunia kerja
terhadap keberfungsian sosial para pegawainya.
b. Konfrontator Konstruktif
Ini merupakan peranan unik yang biasanya dilakukan untuk
membantu individu yang mengalami kecanduan obat atau alkohol. Para
pecandu obat atau alkohol seringkali menyangkal perbuatannya.
Karenanya, penerapan konseling secara biasa tidak akan mampu
memecahkan masalah tersebut secara efektif. Diperlukan pendekatan
konfrontatif yang secara khusus dikembangkan untuk menghadapi
kenyataan ini. Misalnya, pekerja sosial memanggil supervisor, perwakilan
serikat buruh, dan anggota keluarga pecandu tersebut untuk bersama-sama
menghadapi si pecandu sambuil membeberkan berbagai masalah yang
diakibatkannya secara komprehensif. Selanjutnya, pekerja sosial
memberikan rencana penyembuhan terhadap pegawai yang mengalami
kecanduan obat atau alkohol tersebut. Penguasaan yang mendalam
mengenai obat-obatan atau alkohol, serta dinamika keluarga, hukum dan
perundang-undangan, pengaruh lingkungan dan teman, sangat penting
dimiliki oleh pekerja sosial dalam menjalankan perannya sebagai
konfrontator.
c. Broker
Ketika menjalankan peranan broker, pekerja sosial
menghubungkan pegawai yang dibantunya dengan sumber-sumber yang
terdapat di dalam maupun di luar perusahaan. Sebagai contoh, dalam
membantu pegawai yang mengalami kecanduan alkohol, pekerja sosial
memberikan referal (rujukan) kepada lembaga rehabilitasi alkohol, kepada
bagian medis perusahaan atau kepada LSM atau kelompok
kemasyarakatan yang menangani permasalahan ini. Termasuk dalam
peranan broker ini adalah memberikan bimbingan lanjut (follow-up)
17
setelah memberikan rujukan. Beberapa keahlian yang perlu dimiliki guna
menjalankan peran ini meliputi :
1). Keterampilan melakukan rujukan;
2). Pemahaman mengenai penolakan atau resistensi individu dan
organisasi;
3). Pengetahuan mengenai sumber-sumber lembaga dan masyarakat;
4). Keterampilan dalam memberi rekomendasi dan pengembangan sumber;
5). Pengetahuan dalam membangun dan memanfaatkan jaringan.
d. Pembela
Sebagai pembela pekerja sosial membantu pegawai memperoleh
pelayanan dan sumber, yang karena sesuatu sebab, tidak bisa diperolehnya
sendiri. Dipinjam dari profesi di bidang hukum, peranan ini menuntut
tugas dan aktivitas yang sangat dinamis dan aktif. Atas nama pegawai
yang dibelanya, pekerja sosial memimpin pengumpulan data dan
menghadapi peraturan-peraturan perusahaan untuk memodifikasi posisi-
posisi yang ada atau mengubah kebijakan-kebijakan yang berlaku. Peranan
ini jarang dilakukan oleh pekerja sosial yang bekerja dibawah manajemen
sebuah perusahaan swasta, karena pekerja sosial akan menghadapi konflik
kepentingan dengan pihak perusahaan yang menggajinya. Pekerja sosial
yang bekerja dibawah serikat buruh atau menjadi konsultan eksternal
biasanya dapat menjalankan peran sebagai pembela.
e. Mediator
Tugas utama pekerja sosial dalam menjalankan peran ini adalah
menjembatani konflik antara dua atau lebih individu atau sistem serta
memberikan jalan keluar yang dapat memuaskan semua pihak berdasarkan
prinsip ‘sama-sama diuntungkan’ (win-win solution). Keahlian yang
diperlukan pekerja sosial meliputi asesmen mengenai hakekat dan
penyebab konflik, resolus konflik, pemilahan masalah dan solusi,
penetralan situasi, dan penggalian alternatif-alternatif pemecahan masalah.
f. Pendidik atau pelatih
18
Pekerja sosial memberikan informasi dan penjelasan-penjelasan
mengenai opini dan sikap-sikap tertentu yang diperlukan pegawai.
Termasuk dalam peranan ini adalah memberi pelatihan mengenai
manajemen stress, cara-cara berhenti merokok atau menunjukkan contoh-
contoh perilaku positif yang dapat ditiru oleh pegawai.
2. Model Pelayanan Sosial bagi Majikan atau organisasi perusahaan.
Dalam model ini yang menjadi klien pekerja sosial adalah pihak
perusahaan, bukan individu atau kelompok pegawai. Tujuan utamanya
adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam mengidentifikasi
dan mengembangkan kebijakan-kebijaka dan pelayanan-pelayanan yang
berhubungan dengan dunia kerja. Program dan pelayanan dalam konteks
ini, misalnya, menyangkut pendirian fasilitas penitipan anak, perawatan
kesehatan, pelayanan khusus bagi pegawai wanita atau kelompok
minoritas tertentu, pemberian analisis dan saran berkaitan dengan
pengembangan pelatihan bagi para pelanggan sebuah bank.
Sebagaimana model pertama, pekerja sosial yang menerapkan model
ini bisa bekerja sebagai konsultan eksternal yang disewa perusahaan atau
bisa pula menjadi bagian dari pegawai perusahaan yang bersangkutan.
Beberapa peranan dan keahlian yang diperlukan dalam model ini meliputi :
a. Konsultan
Pekerja sosial bekerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan
kemampuan pihak perusahaan dalam memahami berbagai aspek dinamika
organisasi dan kemanusiaan, serta meningkatkna kemampuan mereka
dalam mengatasi masalah.
b. Analis atau evaluator
Pekerja sosial mengumpulkan informasi dan mengevaluasi dinamika
organisasi, lingkungan, kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan dan
dampaknya terhadap perusahaan.
19
c. Pelatih
Pekerja sosial berfungsi sebagao seorang guru atau penyidik yang
membantu anggota-anggota organisas perusahaan agar sadar atau sensitif
terhadap permasalahan perusahaan. Termasuk dalam peranan ini juga
adalah pelatihan pengawasan bagi para penyelia (supervisor) dalam
memahami dan merespon pegawai yang bermasalah, atau agar peka
terhadap perilaku-perilaku pelecehan seksual yang mungkin terjadi di
perusahaan.
d. Pengembangan program
Dalam melakukan peranan ini, pekerja sosial mengidentifikasi dan
menerapkan program-program baru guna memenuhi kebutuha perusahaan.
3. Model Pelayanan Sosial bagi Konsumen
Model ini berfokus pada kebutuhan-kebutuha konsumen dari
perusahaan. Pelayanan ini biasanya diberikan sebagai bentuk ‘pembelaan’
atas hak-hak konsumen untuk menerima pelayanan perusahaan yang
berkualitas. Pelayanan juga bisa diberikan sebagai bentuk ‘terima kasih’
perusahaan kepada para pelanggannnya yang telah turut membesarkan
perusahaan. Beberapa peran yang sering dimainkan para pekerja sosial
dalam model ini adalah konselor, perencana dan pengembang program,
konsultan dan pembela.
4. Model Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau Model Investasi Sosial
Perusahaan.
Model ini pada dasarnya menunjuk pada perluasan peran perusahaan
yang tidak hanya mengurusi kesejahteraan pegawai dan kebutuhan
konsumen saja. Melainkan, turut pula peduli akan kehidupan masyarakat
yang tinggal di seputar perusahaan. Istilah tanggungjawab sosial
perusahaan sering dikritik sebagai teralu filantropis, yakni hanya
melibatkan program-program sosial jangka pendek dan pemberian uang
atau barang dari perusahaan bagi sekelompok warga masyarakat.
20
Belakangan ini muncul gagasan baru mengenai konsep corporate social
investment yang lebih bernuasa pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks
ini, pelayanan sosial dari perusahaan tidak dipandang semata-mata sebagai
sekedar melunasi tanggungjawab sosial perusahaan (yang sering
berkonotasi sebagai pemberian kompensasi untuk menghapus “dosa-dosa”
perusahaan) terhadap masyarakat lokal. Melainkan, sebagai bagian dari
rekayasa sosial dan strategi perusahaan yang rasional, terencana, dan
berorientasi pada pencapaian keuntungan sosial jangka panjang bagi kedua
belah pihak, pihak perusahaan dan pihak masyarakat.
Peranan pekerja sosial dalam model ini sangat bervariasi. Beberapa
jabatan yag dipegang oleh pekerja sosial meliputi, analis pengalokasian
kegiatan sosial, penasihat urusan perkotaan, direktur tanggungjawab
perusahaan, konsultan relasi kemasyarakatan, atau koordinator pelayanan
masyarakat. Sementara itu, tugas-tugas pekerja sosial umumnya
menyangkut mengidentifikasikan dan hubungan perusahaan dengan
pemuka-pemuka masyarakat, pengevaluasian permintaan-permintaan
sumbangan dari kelompok-kelompok kemasyarakatan dan organisasi-
organisasi amal, pelaksanaan asesmen kebutuhan masyarakat, dan
pengembangan program serta pelayanan-pelayanan sosial baru. Beberapa
peranan dan keterampila pekerjaan sosial dalam model ini juga meliputi
perencanaan dan analis kemasyarakatan, pengatur anggaran, pengembang
program, broker, pembela, dan negosiator.
5. Model kebijakan publik di bidang kepegawaian
Model ini mencakup formulasi, identifikasi, analisis, advokasi bagi
kebijakan, serta program dan pelayanan-pelayanan pemerintah yang
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dunia kerja. Pekerja
sosial memegang peranan cukup penting dalam model ini, yakni sebagai
perencana dan pengembang kebijakan, analis kebijakan, dan advokat
kebijakan. Sebagai perencana dan pengembang kebijakan, pekerja sosial
21
merancang kebijakan sosial yang dapat diajuka kepada pemerintah dan
DPR untuk disahkan dan ditindaklanjuti. Peran sebagai analis kebijakan
menunjuk pada tugas-tugas pekerja sosial untuk menelaah konsekuensi-
konsekuensi kebijakan sosial, baik yang akan maupun telah diterapkan
pemerintah. Sedangkan sebagai advokat kebijakan, pekerja sosial
menjalankan peran ‘mendesakkan’ kebijakan kepada pemangku
kepentingan (stakeholders) dan sasaran kebijakan (policy audience).
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pekerja sosial industri dapat di definisikan sebagai lapangan praktek
pekerja sosial secara khusus mengenai kebutuhan – kebutuhan kemanusiaan
dan sosial di dunia kerja melalui berbagai intervensi dan penerapan metode
pertolongan yang bertujuan untuk meningkatkan , mengembangkan, dan
memelihara adaptasi optimal antara individu dan lingkungan perusahaan,
tertutama lingkungan kerja. Pekerja sosial industri ini bekerja di perusahaaan
–perusahaan baik negeri maupun swasta, untuk menangani kesejahteraan
sosial pekerjanya, kesehatan, keselamatan kerja, relasi buruh dan majikan
atau perekrutan dan pengembangan pegawai dan keluarganya.
Pekerja sosial menggunakan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
pekerjaan sosial dalam pemberian pelayanan, program dan kebijakan bagi
para pegawai dan keluarganya, manajemen perusahaan, serikat pekerja, buruh
dan majikan dan bahkan masyarakat disekitar perusahaan. Pekerja sosial
industri memiliki peranan dalam pemberian pelayanan sosial di suatu
perusahaan yang berkenaan dengan problem pegawai dan keluarganya di
smaping itu juga memberikan pelayanan kepada masyarakat di sekitar
perusahaan.
Perusahaan memerlukan pekerja sosial industri karena semakin sering
terjadi penindasan di dalam susatu perusahaan yang disebabkan perusahaan
kadang semata-mata hanya mencari keuntungan tanpa memperhatikan nasib
karyawannya, dan perusahaan itu selalu menekan biaya melalui penghematan
disegi pengeluaran untuk kesejahteraan pegawainya. Di samping itu
pengelolaan manajemen di perusahaan berpihak kepada pihak perusahaan
sehingga timbul ketidak-puasan oleh buruh di perusahaan. Maka pekerja
sosial industri sangat diperlukan kehadirannya di sebuah perusahaan untuk
menjembatani berbagai permasalahan yang timbul dalam perusahaan.
23
3.2 Saran
Melihat pentingnya peran pekerjaan sosial di industri, oleh karena itu
seharusnya pemerintah membuat undang-undang atau peraturan yang
mewajibkan setiap perusahaan maupun industri untuk mempekerjakan
pekerja sosial.
24
DAFTAR PUSTAKA
Edi Suharto.2007.Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat
Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility).
Bandung : PT Refika Aditama.
www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/PSICSRComDev.pdf
http://www.bocahbancar.files.wordpress.com
%2F2009%2F01%2Fpekerjaan-sosial-industri.doc
Modul Pekerja Sosial Industri dari pak wawan heryawan.
25