pegangan

Upload: stefenandrean

Post on 06-Mar-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

share all you can share :)

TRANSCRIPT

PEGANGAN

PEGANGANSTEFEN ANDREANInsomnia akibat gangguan jiwa lain (Aksis I Atau Aksis II)Insomnia yang terjadi selama sedikitnya 1 bulan dan jelas disebabkan oleh gejala perilaku dan psikologis gangguan jiwa yang dikenal baik secara klinis, menurut kriteria diagnostik dsm-iv-tr insomnia akibat gangguan jiwa lain digolongkan sebagai berikut:2Keluhan yang dominan adalah sulit untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, untuk sedikitnya 1 bulan yang disertai kelelahan disiang hari atau gangguan fungsi di siang hariGangguan tidur (gejala sisa di siang hari)menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau henidaya fungsi penting lainInsomnia dianggap terkait dengan gangguan aksis i atau ii lain (contoh gangguan depresi berat, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan penyesuaian dengan ansietas) tetapi cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis khususGangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (contoh narkolepsi, gangguan itidur terkait pernapasan, parasomnia)Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis secara langsung suatu zat (contoh: penyalahgunaan zat, atau obat) atau keadaan medis umum.

Hipersomnia akibat gangguan jiwa lain (aksis I atau aksis II)Adapun kriteria diagnostik menurut DSM-IV-TR tentang hipersomnia akibat gangguanjiwa lain adalah:2Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk yang berlebihan setidaknya 1 bulan seperti adanya episode tidur lama atau episode tidur siang yang terjadi hampir setiap hari Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lainHipersomnia dianggap terkait dengan gangguan aksis i atau ii lain (contoh gangguan depresi berat, gangguan distimik) tetapi cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis tersendiriGangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (contoh narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia) atau kurang tidurGangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis secara langsung suatu zat (contoh: penyalahgunaan zat, atau obat) atau keadaan medis umum.Penatalaksanaan Parasomnia Pengobatan parasomnia NREM pada orang dewasa dapat meminimalkan faktor pencetus seperti film menakutkan, kafein, alkohol atau makan larut malam dan adanya bukti jadwal tidur-bangun yang stabil. Selain itu dapat juga menjaga pasien terhadap bahaya, seperti mengunci jendela atau pintu sehingga tidak lari lewat pintu atau tidur di lantai, dan keamanan teman yang tidur disebelahnya atau anak-anak yang berada di dekatnya juga perlu diperhatian. Clonazepam dengan dosis 3 mg per malam telah dilaporkan memiliki efektiftifitas yang memadai. Selain clonazepam, dapat juga digunakan paroxetine dan imipramine. Pemberian hydroxytryptamine selama 3 minggu pada anak-anak dapat memberikan bukti keberhasilan setelah 6 bulan.4Pada beberapa kasus, alpha-1 adrenergik bloker seperti prazosin menunjukkan efek menguntungkan dalam mengurangi mimpi buruk yang berhubungan dengan gangguan stres pasca-trauma. Gangguan mimpi buruk telah dilaporkan dapat dipicu atau diperburuk oleh banyak terapi obat, termasuk cholinesterase inhibitor, beta-blocker.4Pengobatan gangguan tidur REM, clonazepam 1-4 mg menunjukkan efek yang baik dalam mengurangi jumlah episode tidur REM, namun harus hati-hati pada pasien dengan demensia, gangguan gaya berjalan atau keseimbangan. Obat yang dapat memperburuk RBD (REM Sleep Behavior Disorder) atau memprovokasi gejala termasuk SSRI, venlafaxine, mirtazapine, bisoprolol, dan tramadol.4Kriteria Diagnostik Insomnia Primer menurut DSM-IV-TRA.Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan.B.Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.C.Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia.D.Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium).E.Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

PENATALAKSANAAN INSOMNIA PRIMERMeskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat mencegah insomnia, tetapi dapat memberikan perbaikan secara bertahap. Obat-obat tersebut seharusnya kita gunakan terutama untuk merawat transient dan insomnia jangka pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk dinilai dan kebanyakan pasien menjadi tergantung pada pengobatan ini. Benzodiazepin merupakan obat pilihan pertama untuk alasan kenyamanan dan manfaatnya. Benzodiazepin sebagai obat tidur meliputi estazolam, 1-2 mg malam hari; flurazepan, 15-30 mg malam hari; quazepam, 7,5 15 mg malam hari; temazepam, 15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 0,25 mg malam hari. Non benzodiazepin alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg malam hari; dan zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini menimbukan sedikit efek ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk menyebabkan somnolen seharian.Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000 mg), hipnotik-sedatif golongan non barbiturat akan meningkat potensinya bila dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg) dan doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone (50-20 mg) sering digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang menderita insomnia primer.

PENATALAKSANAAN INSOMNIA SEKUNDERLangkah pertama untuk mengatasi insomnia sekunder terhadap gangguan medik atau psikiatrik adalah mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. Cara farmakologik dan nonfarmakologik diperlukan untuk terapi gangguan tidur baik primer maupun sekunderPendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuatSangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronikUntuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan mentalUntuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek

Konseling dan psikoterapiPsikoterapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.Sleep hygiene terdiri dari:Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaanHindari tidur pada siang hari/sambilanJangan mengkonsumsi kafein pada malam hariJangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestanLakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidurHindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosongSegera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)Hindari rasa cemas atau frustasiBuat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak

Pendekatan farmakologiDalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari reticular activating system (aras) diotak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat anti depres. Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakain obat jangka panjang dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang (nrem) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya.Walaupun obat hipnotik tidak ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action) dengan membatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal.Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara perlahan-lahan untuk menghindarkan terapi withdrawal.Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action) dengan membatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal. Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara berlahan-lahan untuk menghindarkan withdraw terapi.

Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, prekursor protein seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan. Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan durasi pemberian harus singkat. Benzodiazepin dapat direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit yang mendasari. Penggunaan benzodiazepin harus hati-hati pada pasien penyakit paru obstruktif kronik, obesitas, gangguan jantung dengan hipoventilasi. Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur. Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik sering ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hati-hati dan dosisnya serendah mungkin. Antidepresan yang bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan bersamaan dengan benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk gangguan gerakan terkait tidur (rls). Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan noradrenergic and specific serotonin antidepressant (nassa). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang, dan meningkatkan dalamnya tidur. Latensi rem, total waktu tidur, kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur.Tidak dianjurkan menggunakan imipramin, desipramin, dan monoamin oksidase inhibitor pada lansia karena dapat menstimulasi insomnia. Lithium dapat menganggu kontinuitas tidur akibat efek samping poliuria. Khloralhidrat dan barbiturat jarang digunakan karena cenderung menekan pernafasan. Antihistamin dan difenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi delirium.Melatonin merupakan hormon yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia berperan mengatur siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan tidur primer. Ia juga memperbaiki tidur pada penderita depresi mayor. Melatonin juga dapat memperbaiki tidur, tanpa efek samping, pada lansia dengan insomnia. Melatonin dapat ditambahkan ke dalam makanan.

Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurut DSM-IV-TRA.Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari.B.Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.C.Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia dan tidak terjadi semata-mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur yang tidak adekuat.D.Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain.E.Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.GANGGUAN MIMPI BURUK (MIMPI CEMAS)Gangguan mimpi buruk adalah suatu kegelisahan atau ketakutan yang amat sangat pada waktu malam, dan mimpi semacam ini akan selalu diingat oleh pasien sebagai sesuatu yang sangat mencekam. Keadaan ini terjadi pada 5% manusia dari seluruh penduduk dan akan berlangsung menjadi kronis.Mimpi buruk cenderung terjadi selama REM tidur. Hal ini dapat terjadi setiap waktu selama malam hari tetapi lebih sering terjadi pada setengah jam kedua dari satu periode tidur, dimana siklus REM meningkat dalam frekuensi dan lamanya. Pada anak-anak, mimpi buruk sering dihubungkan terhadap fase perkembangan spesifik dan terjadi pada masa usia sebelum sekolah dan awal sekolah. Pada kelompok usia tersebut, anak-anak mungkin tidak mampu untuk membedakan kenyataan dari mimpi yang dialami. Mimpi buruk juga sering dihubungkan dengan penyakit demam dan delirium, terutama pada usia lanjut dan pada orang-orang yang menderita penyakit kronis. Gejala putus obat, seperti benzodiazepin, akan juga menyebabkan mimpi buruk. Peningkatan REM tidur setelah gejala putus obat barbiturat atau alkohol sering dihubungkan dengan meningkatnya intensitas bermimpi dan mimpi buruk. Saat ini, penggunaan inhibitor serotonin (seperti : citalopram, fluoxatine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline) dan gejala putus obat dapat dihubungkan dengan mimpi buruk.Diagnosis banding utama untuk gangguan mimpi buruk adalah penyakit psikiatri mayor yang mempunyai kecenderungan untuk mimpi buruk (misalnya mayor depression), efek pengobatan, dan putus obat atau alkohol.

BADA MIMPI BURUK DAN TEROR TIDURPada teror tidur yang utama adalah daya ingat pasien tentang mimpi tadi. Ketika mengalami mimpi buruk, penderita sadar dan bisa berorientasi dengan sekitarnya. Mimpi buruk terjadi pada separuh akhir tidur. Penderita mampu mengingat dan menggambarkan kembali mimpinya secara detail dan nyata.Jika mimpi buruk terjadi pada akhir tidur, teror tidur terjadi di sepertiga awal tidur. Episode teror ini berulang-ulang, dimana penderita bangun dan berteriak ketakutan, mengalami kecemasan hebat dan hiperaktif. Namun, penderita kurang bisa mengingat kejadian yang telah dialami. Penderita juga mengalami disorientasi.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Mimpi Buruk menurut DSM-IV-TRA.Terbangun berulang kali dari periode tidur utama atau tidur sejenak dengan ingatan yang terinci tentang mimpi yang panjang dan sangat menakutkan, biasanya berupa ancaman akan kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri. Terjaga biasanya terjadi pada separuh bagian kedua periode tidur.B.Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang dengan segera berorientasi dan sadar (berbeda dengan konfusi dan disorientasi yang terlihat pada gangguan teror tidur dan beberapa bentuk epilepsi.C.Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang bermakna secara khas atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.D.Mimpi buruk tidak terjadi semata-mata selam perjalanan gangguan mental lain (misalnya, delirium, gangguan stres pascatraumatik) dan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Teror Tidur menurut DSM-IV-TRA.Episode rekuren terjaga tiba-tiba dari tidur, biasanya terjadi selama sepertiga bagian pertama episode tidur utama dan dimulai dengan teriakan panik.B.Rasa takut yang kuat dan tanda rangsangan otonomik, seperti takikardia, nafas cepat, dan berkeringat, selama tiap episode.C.Relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk menenangkan penderita tersebut selama episode.D.Tidak ada mimpi yang diingat dan terdapat amnesia untuk episode.E.Episode menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.F.Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.