pedoman penulisan artikel k - 2-trik: tunas-tunas riset ... · volume v nomor 4, november 2015...

59
Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito Sunarto Subagyo Tutiek Herlina Sekretariat: Winarni Nunik Astutik Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telp. 085235004462, 081335718040 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama. Persyaratan artikel adalah sebagai berikut: 1. Diketik pada ukuran HVS A4 bermargin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm, dalam satu kolom, menggunakan huruf Arial 9, maksimum 10 halaman. 2. Naskah berupa softcopy dikirim melalui e-mail: [email protected] . Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm. 5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah. 7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan . 8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. 9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard. Redaksi Vol. V No. 4 Halaman 173 229 November 2015 ISSN: 2089-4686

Upload: others

Post on 30-Jul-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN

Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN

Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan

Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN

Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito

Sunarto Subagyo

Tutiek Herlina

Sekretariat: Winarni

Nunik Astutik

Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo

RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo

Telp. 085235004462, 081335718040 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com

Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan

Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan

hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama.

Persyaratan artikel adalah sebagai berikut:

1. Diketik pada ukuran HVS A4 bermargin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm, dalam satu kolom, menggunakan huruf Arial 9, maksimum 10 halaman.

2. Naskah berupa softcopy dikirim melalui e-mail: [email protected] .

Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut:

1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah.

2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis.

3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci.

4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm.

5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan.

6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan .

8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm.

9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard.

Redaksi

Vol. V No. 4 Halaman 173 – 229 November 2015 ISSN: 2089-4686

Page 2: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

ii 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

EDITORIAL

Selamat berjumpa kembali dengan 2-TRIK Volume V Nomor 4 bulan November 2015. Pada penerbitan ini kami menyajikan delapan artikel hasil penelitian dalam bidang kebidanan dan kesehatan masyarakat. Kami menyampaikan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah mempercayakan publikasi dalam jurnal ini dan semoga karya-karya yang telah terpublikasikan pada nomor ini dapat berkontribusi bagi kemajuan IPTEK kesehatan di tanah air kita.

Anda dapat mengunduh isi jurnal ini melalui www.2trik.webs.com atau dalam bentuk ringkas dapat dilihat di portal PDII LIPI. Selamat bersua kembali pada bulan November 2015 yang akan datang. Terimakasih.

Redaksi

DAFTAR JUDUL

1 PENGARUH TEKNIK PANT-BLOW BREATHING AND PUSHING DENGAN KEJADIAN RUPTURE PERINEUM Dodoh Khodijah, Kandace Sianipar, Tiamin Simbolon

173-179

2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN BIDAN DALAM MERUJUK IBU HAMIL KE POLI GIGI DI PUSKESMAS ISO Elyana Retno Ningrum

180-184

3 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TUBERCULOSIS Selfi F. Laimeheriwa, Ivy Violan Lawalata

185-194

4 UPAYA PENINGKATAN CAPAIAN PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR PERILAKU IBU HAMIL Indiati Sumedi, Thinni Nurul Rochmah, Windu Purnomo

195-200

5 SYNDROM PREMENOPAUSE DENGAN PERLAKUAN SENAM LANSIA Yuniasih Purwaningrum, Syiska Atik Maryanti, Sutrisno

201-206

6 PREDIKSI PENYEBAB TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI SEBAGAI PENYEBAB KOMPLIKASI PERSALINAN Hj. K. Kasiati, Ayesha Hendriana Ngestiningrum, Hery Sumasto

207-214

7 STUDI KUALITATIF FAKTOR PENENTU KEGAGALAN ASI EKSKLUSIF Maria Retno Ambarwati, Nurwening Tyas Wisnu, Klanting Kasiati, Rahayu Sumaningsih

215-222

8 IDENTIFIKASI SURVEI JENTIK AEDES AEGYPTI, CULEX DAN AEDES ALBOPICTUS PADA LINGKUNGAN NON – TPA DI DALAM DAN LUAR RUMAH Rustam Aji

223-229

Page 3: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

173 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PENGARUH TEKNIK PANT-BLOW BREATHING AND PUSHING DENGAN

KEJADIAN RUPTURE PERINEUM

Dodoh Khodijah (Prodi Kebidanan Pematangsiantar

Poltekkes Kemenkes Medan) Kandace Sianipar

(Prodi Kebidanan Pematangsiantar Poltekkes Kemenkes Medan)

Tiamin Simbolon (Prodi Kebidanan Pematangsiantar

Poltekkes Kemenkes Medan)

ABSTRAK

Pendahuluan: Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan, kesalahan pada tekhnik mengejan bisa berdampak terjadinya rupture perineum. Saat ini yang dilakukan bidan pada saat memimpin meneran adalah ketika kontraksi uterus muncul ibu dianjurkan menarik nafas panjang, menahan nafas dan mendorongnya sehingga mempercepat kala II. Teknik pant blow breathing and pushing berperan penting dalam pencegahan rupture perineum.Tujuan penelitian ini adalah Diperoleh informasi mengenai pengaruh pimpinan persalinan teknik pant-blow breathing and pushing dengan rupture perineum pada ibu bersalin di Bidan Praktek Mandiri di Wilayah Pematangsiantar. Metode: Rancangan penelitian adalah kuasi eksperimen dengan sampel ibu bersalin di Bidan Praktek Swasta di Wilayah Pematangsiantar. Data dikumpulkan dengan melakukan tindakan langsung terhadap responden, lalu dianalisis menggunakan uji Chi Square dan binomial regresi. Hasil: Terdapat pengaruh yang bermakna antar teknik pant-blow breathing and pushing dengan pencegahan rupture perineum. (OR=2,6; 95% CI=1,30-5,45). Berat badan lahir, paritas dan lama kala II mempunyai pengaruh bermakna dengan pencegahan rupture perineum (p= 0,01), sedangkan umur tidak berpengaruh. Kesimpulan: Teknik pant-blow breathing and pushing, berat badan lahir, paritas dan lama kala II berpengaruh terhadap pencegahan rupture perineum. Kata Kunci: Pant-blow breathing and pushing, rupture perineum

PENDAHULUAN Latar Belakang

Robekan perineum terjadi pada hampir

semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya, kesalahan pada tekhnik mengejan juga bisa berdampak terjadinya robekan perineum yaitu bila ibu bersalin mengejan sambil mengangkat bokong, selain itu membuat proses mengejan tidak maksimal, juga bisa memperparah robekan perineum (daerah antara vagina dan anus) yang biasanya tidak dalam akan tetapi bisa timbul perdarahan banyak (Cunningham, dkk.,2006). Luka biasanya ringan tetapi kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya (Martohoesodo, 2007).

Di Amerika 26 juta ibu bersalin dengan 40% diantaranya mengalami rupture perineum (Heimburger, 2009). Sementara di Asia rupture perineum juga merupakan

masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian rupture perineum di dunia terjadi di Asia termasuk negara Indonesia (Campion, 2009). Rupture perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal, faktor janin, dan faktor penolong. Faktor maternal meliputi perineum yang rapuh dan oedema, primigravida, kesempitan pintu bawah panggul, kelenturan jalan lahir, mengejan terlalu kuat, dan partus presipitatus. Faktor janin meliputi janin besar, presentasi, dan anomali kongenital seperti hidrosefalus. Faktor penolong meliputi cara memimpin mengejan, cara berkomunikasi dengan ibu, ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi

kepala, episiotomi dan posisi meneran (Mochtar, 2002, Siswosudarmo & Emilia, 2008).

Berkaitan dengan pimpinan meneran; studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti mendapatkan data bahwa penolong persalinan saat memimpin meneran : ibu menahan nafas sehingga mempercepat kala II, tidak menggunakan teknik Pant-Blow Breathing and Pushing. Di Puskesmas Cilandak selama 6 bulan dari Juli-Desember 2012 dari 274 kasus persalinan normal rata-rata kala II berlangsung selama 12.05 menit sedangkan menurut JNPK-KR/POGI dan JHPIGO (2008) lama kala II pada primipara 120 menit dan pada multipara 60 menit. Pimpinan persalinan seperti ini dapat mempercepat kala II namun dapat menyebabkan elastisitas otot dasar panggul termasuk perineum tidak bekerja secara optimal dan menimbulkan rupturee perineum.

Page 4: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

174 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Berbeda dengan luka akibat episiotomi yang rata, luka robekan jalan lahir spontan biasanya tidak teratur sehingga penjahitannya lebih sulit atau perlu dilakukan lebih hati–hati (Depkes, 1994). Robekan perineum, disinyalir bisa mengakibatkan

gangguan fungsi dasar otot panggul, sehingga menurunkan kualitas hidup ibu setelah melahirkan, seperti inkontinensia urin dan alvi karena ada beberapa saraf atau bahkan otot yang “tergunting” (Boyle, 2008).

Robekan perineum hampir terjadi pada setiap persalinan pervaginam. Adanya 12% kejadian robekan perineum ini dapat menimbulkan infeksi (Wiknjosastro, 2008). Studi pendahuluan yang dilakukan di tiga rumah bersalin yang ada di wilayah Kota Pematang Siantar pada bulan Juni-Agustus 2014 ditemukan 48,7% (54 orang) dari 109 ibu bersalin yang mengalami rupture perineum. Perumusan Masalah

Tingginya rupture perineum (48,7%) di

rumah bersalin di wilayah Pematangsiantar pada bulan Juni-Agustus 2014. Pertanyaan penelitiannya adalah: Apakah ada pengaruh antara pimpinan persalinan teknik pant-blow breathing and pushing dengan kejadian rupture perineum pada ibu bersalin di BPM

wilayah Kota Pematangsiantar? Tujuan Penelitian

Diperoleh informasi mengenai pengaruh

pimpinan persalinan teknik pant-blow breathing and pushing dengan rupture perineum pada ibu bersalin di BPM Wilayah

Kota Pematang Siantar. METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

observasional dengan rancangan Quasi Eksperimen dan pendekatan kuantitatif.

Pada penelitian ini variabel dependen yaitu rupture perineum dan variabel independennya yaitu pimpinan persalinan teknik Pant-Blow Breathing and Pushing. Hipotesis

Ada pengaruh Teknik Pant-Blow

Breathing and Pushing dengan terjadinya rupture perineum pada ibu bersalin di BPM Wilayah Kota Pematang Siantar.

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah

semua ibu bersalin yang bersalin di BPM wilayah Kota Pematang Siantar. Subjek dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin kala II yang bersalin di BPM wilayah Kota Pematang Siantar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumalh sampel sebesar 132 orang.

Analisis data

Data dianalisa dengan program Stata 16. Analisis data kuantitatif bivariabel dengan menggunakan uji Chi Square dan multivariable menggunakan binomial regresi. HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Rupture Perineum

Berdasarkan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing

Pant-Blow

Breathing and Pushing

Rupture Perineum

Tidak Grade 1 Grade 2 Grade 3

n % n % N % n %

Ya 33 55,0 14 23,3 11 18,3 2 3,3 Tidak 22 31,4 15 21,4 28 40,0 5 7,1

55 41,3 29 22,3 39 30,0 7 5,4

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kejadian

rupture perineum grade 1 sebanyak 22,3%, grade 2 sebanyak 30,0% dan grade 3 sebesar 5,4%, sedangkan 41,3% responden tidak mengalami rupture.

Tabel 2. Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Responden dengan Teknik

Pant-Blow Breathing and Pushing dengan Kejadian Rupture Perineum (n=130)

Rupture Perineum

Variabel Tidak Ya 2 P RR 95% CI

n % n %

Pant-Blow Breathing and Pushing

Ya 33 55,0 27 45,0 7,35 0,01 1,6 1,11-2,30 Tidak 22 31,4 48 68,6

Berat Badan Lahir

< 3271 36 52,2 33 47,8 5,86 0,01 1,6 1,06-2,45 ≥ 3271 19 31,2 42 68,8

Paritas Primigravida 9 21,9 32 78,0 12,1 0,01 0,68 0,54-0,86 Multigravida 44 50,6 43 49,4 Grande 2 100 0 0

Usia

<20 tahun 4 44,4 5 55,6 1,52 0,57 1,00 0,91-1107 20-35 tahun 42 40,0 63 60,0 >35 tahun 9 56,3 7 43,7

Lama Kala II

< 9 menit 36 56,3 28 43,7 10,0 0,01 0,57 0,40-0,80 ≥ 9 menit 19 28,8 47 71,2

Page 5: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

175 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Pimpinan meneran dengan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing sebanyak 55% tidak menyebabkan kejadian rupture perineum, dan responden yang kala duanya tidak dipimpin dengan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing perineum yang tidak mengalami rupture sebesar (31,4%). Pimpinan meneran dengan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing memberikan peluang 1,6 kali untuk tidak terjadi rupture perineum dibandingkan dengan teknik meneran yang biasa digunakan oleh tenaga penolong untuk memimpin kala II. Hasil uji statistik menunjukkan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing berpengaruh terhadap terjadinya rupture perineum.

Tabel 3. Analisis Binomial Regresi Pengaruh Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing

dengan Rupture Perineum dengan Mengontrol Variabel Luar

Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing

Model 1

RR (95% CI)

Ya

Tidak

2,6 (1.30-5,45)

0,01

R2

N 0,041 130

Model ini dibangun untuk melihat

pengaruh Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing) dengan rupture perineum. Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik dan praktis antara Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing dengan rupture perineum. Menggunakan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing dalam memimpin kala II mempunyai kemungkinan 2,6 kali bagi responden untuk tidak terjadinya rupture perineum. Model ini memberi konstribusi sebesar 4% terhadap terjadinya rupture perineum.

PEMBAHASAN Rupture Perineum

Rupture perineum adalah robeknya perineum pada saat janin lahir. robekan ini sifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan regangan pada saat janin melewati jalan lahir. Penyebab terjadinya rupture perineum menurut Goldberg et al

(2003) adalah bayi besar, kenaikan berat badan ibu yang tinggi selama hamil, sosial ekonomi tinggi, umur terlalu tua dan terlalu muda, etnik (Caucasian dan Asia) serta melahirkan pervaginam yang pertama kali.

Di UK 85% ibu bersalin mengalami trauma perineum dari berbagai tingkatan.

Sebanyak 3% ibu bersalin mendapatkan robekan perineum grade 3 dan grade 4 setelah melahirkan bayi pertama, dan sebanyak 0,8 % terjadi pada multipara. Hasil penelitian univariabel menunjukkan bahwa dari 130 ibu bersalin yang menjadi responden penelitian di BPM wilayah Pematang Siantar menunjukkan kejadian rupture perineum sebanyak (57,7%), responden yang tidak mengalami rupture perineum (42,3%). Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Waluyo (2012) yang meneliti hubungan anemia dengan kejadian rupture perineum di puskesmas Cilandak, Jakarta Selatan pada tahun 2012 yaitu sebesar 78,8%, namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Suwarni (2011) kejadian rupture perineum sebesar 55,80%.

Data di atas dapat diketahui bahwa masih tingginya kejadian rupture perineum

pada ibu bersalin di BPM wilayah Pematang Siantar tersebut. Angka ini sangat tinggi bila dibandingkan hasil penelitian Smith (2013) di Inggris Timur yang menyatakan bahwa kejadian rupture perineum sekitar 12%.

Kejadian rupture perineum bisa dihindari dengan cara sebagai berikut : (1) pijat perineum dapat meningkatkan elastisitas dari perineum. (2) posisi bersalin menungging sebelum kepala crowning. (3) melakukan kompres hangat pada vagina pada saat crowning dapat menurunkan kejadian rupture perineum yang lebih besar, dan dapat mengurangi rasa sakit setelah melahirkan dan inkontinesia urin. (4) melahirkan kepala bayi secara perlahan-lahan (Beckmann & Garrett 2007).

Rupture perineum merupakan penyebab kedua perdarahan pos partum pada persalinan pervaginam dan 40% perdarahan postpartum menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Persalinan dengan rupture perineum disinyalir bisa mengakibatkan gangguan fungsi dasar otot panggul, sehingga menurunkan kualitas hidup ibu setelah melahirkan seperti mengalami inkontinensia urin dan alvi. Masalah nyeri perineum pascanatal, tidak hanya pada nyeri itu sendiri, tetapi juga mengenai efeknya pada hubungan seksual yaitu terjadi dispareunia. Pada persalinan normal umumnya Bidan tidak melakukan tindakan episiotomi. Berbeda dengan luka episiotomi, luka pada rupturee perineum bentuknya tidak rata sehingga dalam penyembuhan jaringan penyatuan tiap lapisan jaringan tidak tepat pertautannya.

Apabila terdapat penyembuhan luka yang baik tetapi dengan bentuk penyatuan

Page 6: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

176 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

jaringan yang bertaut tidak seperti semula akibat dari tatalaksana penjahitan yang tidak ditangani dengan baik, maka dapat mengganggu ketidaknyamanan ibu dalam hal hubungan seksual, yaitu rasa sakit saat aktifitas hubungan seksual (dispareunia).Hal ini tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi hubungan dengan pasangan (Rosemary, 2003).

Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing dengan Kejadian Rupture Perineum

Pengaturan nafas saat meneran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya rupture perineum. Pada Penelitian ini inciden rupture perineum pada

ibu bersalin dengan menggunakan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing lebih rendah dibandingkan dengan memimpin meneran tidak menggunakan teknik ini. Keutuhan perineum pada ibu bersalin yang dipimpin dengan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing mempunyai perbedaan sebesar 24%, yaitu 55,0% : 31,4% ibu bersalin dengan rupture perineum utuh pada

pimpinan kala II dengan menggunakan Teknik Pant-Blow Breathing and Pushing dengan yang tidak dipimpin dengan teknik ini.

Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh yang bermakna baik secara statistik maupun praktis antara teknik Pant-Blow Breathing and Pushing dengan terjadinya tuptur perineum (p=0,01 dan CI 95%= 1,30-5,45). Analisis multivariabel menunjukkan bahwa ibu bersalin yang dipimpin meneran dengan teknik Pant-Blow Breathing and Pushing

mempunyai peluang 2,6 kali untuk tidak terjadinya rupture perineum dibandingkan dengan ibu bersalin yang tidak dipimpin oleh teknik ini. Teknik ini berkontribusi sebesar 4% pengaruhnya terhadap keutuhan perineum. Hasil meta analisis tentang perbedaan lama kala II dengan teknik meneran secara spontan dan valsava adalah sebagai berikut: Bloom (2006) melaporkan perbandingan memimpin kala II dengan teknik spontan dan valvasa sebanyak 59,1 : 41,5 menit, dan Lam (2006) perbandingannya 38,1 : 19,1, serta Thomson (1993) dengan perbandingan 121,4 : 58 menit.

Pengaturan nafas dengan teknik ini pada kala II selain dapat mengurangi rupture perineum tetapi juga sebagai persediaan oksigen bagi ibu dan janin, pada saat uterus berkontraksi oksigen dalam otot akan lebih efektif dan efisien mengurangi rasa nyeri, dapat merelaksasikan fisik dan mengurangi ketegangan otot, meningkatkan relaksasi emosional dan mengurangi kecemasan, serta mengalihkan konsentrasi ibu fokus

pada pernafasan bukan pada kontraksinya (Simkin et.al, 2006). Hasil analisis

univariabel dapat dilihat bahwa sebanyak 55% ibu yang dipimpin dengan teknik Pant-Blow Breathing and Pushing tidak mengalami rupture perineum. Hal ini didukung oleh Simkin et.al,(2006) yang menyatakan teknik mendorong yang berkepanjangan sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan tekanan darah ibu menjadi rendah, gawat janin, meningkatkan tindakan episiotomi.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada beberapa penolong persalinan didapatkan bahwa teknik yang mereka lakukan adalah sebagai berikut: Ibu bersalin diminta mengambil nafas dalam-dalam pada awal kontraksi, kemudian menahan nafasnya lalu mendorong yang panjang dan keras yang diselaraskan dengan kontraksinya. Berdasarkan penulusuran ilmiah bahwa teknik di atas disebut teknik valsava. Efek negatif dari teknik ini dapat meningkatkan denyut jantung janin dan proses oksigenisasi, hal ini disebabkan karena pada saat meneran epiglotis ibu menutup yang memberi efek hemodinamika ibu dan meningkatkan tekanan intra torak dan menurunkan aliran darah vena ke jantung, penurunan curah jantung, penurunan tekanan arteri maternal, penurunan perfusi darah plasenta, penurunan suplai oksigen ke janin yang digambarkan dalam pH dan Po2 darah dalam arteri umbilkasi rendah. Selain itu teknik valsava ini dapat meningkatkan tekanan intrauterin sebesar 62% yang berpengaruh secara signifikan terhadap daya dorong uterus, lama kala II, dan terjadinya rupture perineum serta

inkontinensia urine yang disebabkan oleh kerusakan dinding depan vagina yang berpengaruh terhadap sokongan kandung kemih. Pada bulan September tahun 2007 di British Royal College of Obstetricians and Gynaecologists menyebutkan bahwa efek buruk yang ditemukan pada teknik valsava adalah terjadi peningkatan operasi caesar, lama kala II, rupture perineum, rupture

vagina dan anal, perdarahan post partum > 1000 ml, penurunan fungsi kandung kemih, kelelahan ibu. Apgar skor < 7 setelah 5 menit, pH arteri < 7,2, kebutuhan intubasi, masuk perawatan NICU, morbiditas neonatal dan kematian perinatal yang tidak ada hubungannya dengan kelainan kongenital mayor.

Menurut Cooke (2010) menyatakan tidak terdapat bukti yang membenarkan penggunaan teknik valsava untuk mempercepat kala II, bahkan dengan melatih mendorong dapat melemahkan otot dasar panggul (Prins et al, 2011). Suatu penelitian

Page 7: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

177 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

(Yildirim dan Beji, 2008) melaporkan bahwa kala II secara signifikan lebih lama pada kelompok dengan pimpinan teknik valsava, namun pada kelompok mendorong spontan mereka lebih puas pada teknik meneran. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ibu bersalin perlu diajarkan bagaimana dan kapan untuk meneran (Bloom et al, 2005). Bidan sebaiknya mendorong ibu bersalin untuk mengikuti keinginan dari tubuhnya sendiri daripada mencari arahan dari penolong (NICE, 2007) dan bidan harus menyadari bahasa tubuh ibu bersalin secara fisiologis ketika akan memimpin meneran.

Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Rupture Perineum

Berat badan lahir merupakan faktor penyebab untuk terjadinya rupture perineum. Semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan meningkatkan resiko terjadinya rupture perineum. Pada penelitian ini ditemukan seluruh bayi yang dilahirkan mempunyai berat badan lahir yang normal yaitu 2500-4000 gram, untuk itu peneliti membagi kategori berat badan bayi baru lahir berdasarkan cut of point dengan rata-rata yaitu 3271 gram. Berat badan bayi normal menunjukkan asupan asupan gizi ibu selama hamil tercukupi, hal ini akan berpengaruh baik terhadap kondisi ibu secara umum, dan secara khusus vaskularisasi dan metabolisme jaringan di sekitar perineum akan baik sehingga akan mengurangi risiko terjadinya rupture perineum.

Dapat dilihat bahwa kejadian rupture perineum sebesar 68,8% terjadi saat melahirkan bayi dengan berat ≥ 3271 gram dan pada berat < 3271 gram kejadian rupture perineum lebih rendah yaitu sebesar 47,8%. Anggraeni dan Reskiyatin (2010) di Polindes Mojokerto menemukan sebesar 41% rupture perineum disebabkan oleh BBL

> 4000 gram dan Suwarni (2011) yang menemukan angka kejadian yang lebih rendah yaitu sebesar 19,57% ibu bersalin mengalami rupture perineum pada persalinan dengan BBL > 3500 gram (p= 0,04). Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh baik secara statistik maupun parktis BBL dengan kejadian rupture perineum (p=0,01). Anggraeni dan

Reskiyatin (2010) menemukan hal yang sama. Menurut Smith (2013) menyatakan setiap 100 gram kenaikan berat badan bayi yang dilahirkan berhubungan dengan 10% dalam meningkatkan risiko rupture perineum. Berbeda dengan penemuan Tri (2010) yang menyatakan tidak terdapat hubungan BBL dengan kejadian rupture perineum.

Hasil analisis menunjukkan bahwa BBL

3271 gram mempunyai peluang 1,6 kali untuk tidak terjadinya rupture perineum dibandingkan dengan BBL > 3271 gram. BBL ini berkontribusi sebesar 4% pengaruhnya terhadap keutuhan perineum.

Hubungan Paritas dengan Kejadian Rupture Perineum

Paritas merupakan salah satu faktor terjadinya rupture perineum. Tabel 5.3

menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian rupture perineum (p=0,01). Bila dilihat dari tabel silang dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu bersalin primipara mengalami rupture perineum (78,0%). dibandingkan ibu bersalin multipara (49,0%), pada grande multipara rupture perineum tidak terjadi. Keutuhan perineum mempunyai peluang 2,6

kaliterjadi pada multigravida dibandingkan dengan primipara, hasil analisis menunjukkan paritas mempunyai pengaruh yang bermakna secara praktis terhadap terjadinya rupture perineum (p=0,01 dan CI 95% 1,41-1,91). Penemuan yang sama dinyatakan oleh Hartini (2010) yang menyebutkan bahwa kejadian rupture perineum lebih besar terjadi pada kelompok primipara sebesar 88,9% dibandingkan kelompok multipara 43,3% (P= ≤ 0,05). Hasil penelitian ini didukung oleh Smith (2013) yang menyatakan dalam penelitian prospektifnya ditemukan hanya sebesar 9,6% nullipara dan 31,2% multipara memiliki perineum utuh setelah persalinan tunggal

secara pervaginam. Proporsi ini lebih tinggi terjadi di RS daripada di komunitas. Penelitian serupa diuangkapkan oleh Dwi (2010) yang mengungkapkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian rupture perineum (p= 0,03).

Di UK prosentase rupture perineum pada primipara sebesar 9,6% dan 31,2% terjadi pada multipara. Hal ini dikaitkan dengan kasus yang melibatkan penggunaan forcep yang meningkatkan 3,5 kali risiko dibandingkan persalinan spontan. Prosentase kejadian ini berbeda tergantung dari tempat asal ibu bersalin. Kejadian rupture perineum pada primipara paling rendah terjadi di rumah sakit yaitu sebesar 8,6%, di masyarakat 17,4% dan persalinan di rumah sebesar 14,3%. ini lebih tinggi terjadi pada persalinan dikomunitas daripada persalinan di rumah sakit. Kejadian rupture perineum pada multipara lebih tinggi daripada pada primipara, prosentase rupture perineum di rumah sakit, di masyarakat dan persalinan di rumah berturut-turut sebesar 28,5%, 39,5% dan 56,5%, hal ini dikaitkan

Page 8: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

178 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

dengan adanya komplikasi obstetri yang menyertai kehamilan pada multipara (Smith, 2013).

Lebih lanjut Smith (2013) menyatakan bahwa multiparitas dikaitkan dengan pengurangan separuh risiko trauma perineum spontan. Pada persalinan akan terjadi penekanan pada jalan lahir lunak oleh kepala janin. Dengan perineum yang masih utuh pada primi akan mudah terjadi robekan perineum (Mochtar, 1998). Jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh janin akan lebih sulit dan lama selama proses persalinan, hal ini dikaitkan dengan keelastisitasan jalan lahir ibu. Pada primipara otot-otot jalan lahir cenderung masih kaku sehingga sulit dilalui oleh janin, hal ini lah yang mengakibatkan pada primipara berpotensi mengalami rupture perineum. Untuk mencegahnya lakukan pijat perineum karena dapat mengurangi risiko terjadinya robekan (Burns, 2009). Riset menunjukkan adanya kenaikan 9 % pada keutuhan perineum untuk

kelompok ibu hamil yang belum pernah mengalami kelahiran normal sebelumnya yang melakukan pijat perineum (24% dari 411 sampel) dibandingkan dengan kelompok ibu hamil yang tidak melakukan pijat perineum (15% dari 417 sampel) (Labreque, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa pemijatan perineum untuk ibu hamil dengan kelahiran

pertama dapat menurunkan risiko terjadinya trauma perineum secara signifikan. Namun, dalam penelitian ini pijat perineum tidak diambil sebagai variabel karena di tempat penelitian ini belum melaksanakan intervensi pijat perineum pada ibu hamil.

Hubungan Usia Ibu dengan Kejadian Rupture Perineum

Hasil analisis bivariabel menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami rupture perineum pada kelompok usia reproduksi sehat (60,0%) tidak berbeda jauh dengan kelompok usia <20 tahun dan usia > 35 tahun (55,6%, 43,7%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dengan kejadian rupture perineum pada ibu bersalin. Dalam hasil penelitian ini diperoleh nilai OR = 1,00 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara usia risiko tinggi dengan usia risiko rendah yang berisiko menyebabkan rupture perineum dan

CI 95% (0,91-1,10) yang menunjukkan secara praktis tidak ada pengaruh usia dengan kejadian rupture perineum kemungkinan disebabkan jumlah sampel dalam penelitian rentangnya luas yaitu melewati angka 1, dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar. Hastuti

(2010) dan Pakpahan (2007) menyatakan ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian rupture perineum pada ibu bersalin dengan nilai (p = 0,002). Ditemukan pada ibu bersalin usia ≤ 30 tahun mengalami rupture perineum sebesar 72,5% dan ibu bersalin usia >35 tahun mengalami rupture perineum sebesar 50,77%.

Hubungan Lama Kala II dengan Kejadian Rupture Perineum

Ibu bersalin dapat menunjukkan tanda-tanda yang menunjukkan transisi dari kala I fase aktif ke kala II seperti: perubahan ekspresi wajah terengah-engah dan dorongan yang kuat untuk mengejan. Lama kala II normal adalah nulipara melahirkan berlangsung selama 2 jam, dan untuk multipara prosesnya berlangsung selama 1 jam (Agus, 2007). Pada penelitian ini rentang waktu lamanya persalinan mulai 5 menit sampai dengan 75 menit, sehingga ditemukan cut of point pada menit ke-9. Pada analisis univariabel ditemukan hampit tidak ada perbedaan persentase lama kala II < 9 menit dengan ≥ 9 menit (49,2 : 50,8 menit). Setelah dilakukan analisis bivariabel terlihat bahwa sebanyak 71,2% kejadian rupture perineum terjadi pada lama kala II ≥ 9 menit, sedangkan kejadian rupture perineum pada lama kala II < 9 menit sebanyak 43,7%. Terdapat hubungan bermakna baik secara statistik maupuan praktis kala II dengan kejadian rupture perineum (p= 0,001). Keutuhan perineum pada lama kala II ≥ 9 menit berpeluang 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan lama kala II < 9 menit dengan nilai (OR= 0,57) dan (CI 95% 1,20-5,32).

Lama persalinan berpengaruh terhadap kejadian rupture perineum, pada kasus

partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak dipimpin dengan baik, serta hypertonic uterine contraction menyebabkan persalinan selesai dalam waktu sangat singkat akan menyebabkan kenaikan kasus rupture perineum (bloom, 2006). Partus sudah selesai kurang dari 3 jam, sifat his normal dan tonus otot diluar his juga bisa menyebabkan rupture perineum karena walaupun his normal namun tahanan yang rendah pada bagian lunak jalan lahir maka akan terjadi rupture perineum. Kala II yang

lebih lama berhubungan dengan peningkatan 40% untuk terjadinya rupture perineum (Smith, 2013).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar ibu bersalin di BPM wilayah Kota Pematang

Page 9: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

179 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Siantar yang dipimpin dengan teknik pant-blow breathing and pushing tidak mengalami rupture perineum. Terdapat pengaruh yang bermakna antara teknik pant-blow breathing and pushing, BBL, paritas dan lama kala II dengan terjadinya rupture perineum.

Variabel ini memberi pengaruh terhadap rupture perineum sebesar 4%.

Selanjutnya disarankan agar Institusi pendidikan dan dinas kesehatan bekerjasama dalam melatih penolong persalinan dengan menggunakan teknik teknik pant-blow breathing and pushing DAFTAR PUSTAKA

Aasheim V, Nilsen ABV, Lukasse M &

Reinar, L.M. (2011) Perineal Techniques the Second stage of Labour for reducing Perineal Trauma. The Cochrane Collaboration.

Boyle,M. (2008). Kedaruratan dalam Persalinan. Jakarta : EGC.

Burns, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Caughey. Women’s Reproductive Health (Jurnal Elektronik).

Cunningham, F,G. (2006). Obstetri William Edisi 21 Volume 1. Jakarta : EGC.

JNPK-KR. (2008). Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi.

Lemos, A., dean, E., Andrade, A.D. (2011) The Valsava Maneuver duration During Labor Expulsive Stage: Repercussions on the Maternal and Neonatal Birth Condition. Rev Bras Fisioter 15 (1) 66-72.

Liewellyn, D. (2001). Dasar-Dasar Obtetri dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates.

Mander, R. (2003). Nyeri Persalinan. Jakarta : Salemba Medika.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.

Manuaba, I.A.C. (2010). Buku ajar patologi obstetric. EGC. Jakarta

Manuaba, I.B.G (2010). Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta

Mochtar, R. (2002). Sinopsis Obstetri Jilid II. Jakarta : EGC.

Nakai, A. (2010) Incidence And Risk Factors For Severe Perineal Laceration After Vaginal Delivery In Japanese Patients.

Oxorn, H. & William R. F. (2010). Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi

Persalinan. Jakarta : Andi Yayasan Essential Medica.

Prins, M., Boxem, J., Lucas, C & Hutton, E. (2011) Effect of Spontaneus Pushing Versus Valsava Pushing in the Second stage of labour on Mather and Fetus: a

Systematic Review of Randomised Trials. RCOG

Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. (2012) Perineal Care. Queensland Government.

Saifuddin, A.B. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Jakarta: YBPSP. Sampselle, C.M., Miller, J.M., Luecha, Y.,

Fischer K., & Rosten, L. (2005) Provider Support of spontaneous Pushing During the Second Stage of Labor. JOGNN

Simkin, J., Whalley, J & Keppler A (2006) Pregnancy, Childbirth and the Newborn. Meadowbrook Press.

Smith, L.A., Price, N., Simonite V., & Burns, E.E. (2013) Incidence of and Risk Factors for Perineal Trauma: A Prospective Observational Study. BMC Pregnancy & Childbirth

Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1 Edisi 4. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro,H. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.

Page 10: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

180 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN BIDAN DALAM MERUJUK

IBU HAMIL KE POLI GIGI DI PUSKESMAS ISO

Elyana Retno Ningrum (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Berdasarkan buku Panduan Ante Natal Care (ANC) tahun 2007, salah satu pemeriksaan kebidanan yang dilakukan pada saat kunjungan pertama ibu hamil adalah pemeriksaan gigi dan mulut. Di Kota Surabaya terdapat sebanyak 23 Puskesmas yang telah mendapatkan sertikat ISO 9001. Pada Puskesmas yang telah memiliki sertifikat ISO ini mempunyai suatu instruksi kerja rujukan ibu hamil ke poli gigi pada kunjungan pertama. Bila instruksi kerja ini dijalankan dengan baik sesuai dengan alur yang dibuat, maka jumlah kunjungan ibu hamil yang berkunjung ke poli KIA dan poli gigi tidak berbeda jauh. Namun pada kenyataannya terdapat perbedaan jumlah kunjungan ibu hamil dari poli KIA ke poli gigi yang cukup besar. Bidan yang tidak merujuk ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan ke poli gigi menyebabkan angka kunjungan ibu hamil ke poli gigi rendah. Dibutuhkan kepatuhan bidan untuk merujuk ibu hamil ke poli gigi sehingga angka kunjungan ibu hamil ke poli gigi meningkat. Berdasarkan teori kepatuhan Milgram, ada beberapa faktor situasional yang dapat mempengaruhi seseorang untuk patuh terhadap suatu peraturan. Faktor situasional tersebut antara lain status lokasi, tanggungjawab personal, dukungan sesama rekan, legitimasi pemimpin, kehadiran pemimpin dan status pemimpin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat faktor situasional yang mempengaruhi kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi di Puskesmas ISO wilayah utara kota Surabaya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, checklist dan wawancara. Analisa data menggunakan regresi linier. Hasil: Analisis menunjukkan ada pengaruh antara legitimasi pemimpin dan kehadiran pemimpin terhadap kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi. Kata Kunci: Teori Milgram, kepatuhan, faktor situasional

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Kota Surabaya terdapat sebanyak 23 Puskesmas yang telah mendapatkan sertikat ISO 9001. Pada Puskesmas yang telah memiliki sertifikat ISO ini mempunyai suatu pedoman kerja untuk menjalankan suatu program, termasuk salah satu diantaranya adalah prosedur kerja pelayanan program ANC dan instruksi kerja rujukan poli KIA ke poli gigi.

Menurut buku Panduan ANC tahun 2007, salah satu pemeriksaan kebidanan yang dilakukan pada saat kunjungan pertama ibu hamil adalah pemeriksaan gigi dan mulut. Pada kunjungan K1 ibu hamil ke Puskesmas dilakukan serangkaian pemeriksaan ANC. Rangkaian pemeriksaan ini dilakukan mulai dari poli KIA, poli gigi, poli gizi, laboratorium dan pemeriksaan dokter. Rangkaian pemeriksaan ANC ini disesuaikan dengan Pedoman Kerja Puskesmas dan instruksi kerja yang ada di Puskesmas ISO. Bila instruksi kerja rujukan ibu hamil poli KIA ke poli gigi dijalankan dengan baik sesuai dengan alur yang dibuat, maka jumlah ibu hamil yang berkunjung ke poli KIA dan poli gigi tidak berbeda jauh. Namun pada kenyataannya terdapat perbedaan kunjungan ibu hamil dari poli KIA ke poli gigi yang cukup besar. Contohnya seperti yang terjadi di Puskesmas wilayah utara Surabaya yaitu Puskesmas Kenjeran yang telah bersertifikasi ISO, dimana jumlah kunjungan ibu hamil K1 dari poli KIA ke poli gigi adalah nol di tahun 2014, yang artinya tidak ada ibu hamil yang dirujuk ke poli gigi untuk memeriksakan giginya.

Dilakukan survey awal pada seluruh Puskesmas ISO yang berada di wilayah utara Surabaya yaitu Puskesmas Sidotopo Wetan, Puskesmas Tanah Kalikedinding, Puskesmas Dupak, Puskesmas Krembangan Selatan, guna melihat angka kunjungan ibu hamil ke poli KIA dan poli gigi di tahun 2014. Survey ini mengambil data dari Laporan Tribulan (LB3) poli KIA dan poli gigi.

Tabel 1. Hasil survey awal di 4 Puskesmas ISO di wilayah utara Surabaya

Puskesmas Tahun Kunjungan K1

ke KIA Kunjungan K1

ke poli gigi

1.Sidotopo Wetan 2014 448 195

2. Tanah Kalikedinding 2014 316 344

3.Dupak 2014 388 75

4.Krembangan Selatan 2014 241 16

Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan jumlah kunjungan ibu hamil ke poli KIA dan poli gigi yang cukup besar di Puskesmas

Page 11: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

181 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ISO lain yang berada di wilayah utara. Perbedaan jumlah kunjungan ibu hamil di poli KIA dan poli gigi dapat mencapai 313 di Puskesmas Dupak yang artinya sebanyak 313 ibu hamil tidak dirujuk ke poli gigi dari total 388 ibu hamil yang berkunjung ke poli KIA. Sedangkan pada Puskesmas Tanah Kalikedinding jumlah kunjungan ibu hamil ke poli Gigi lebih banyak sekitar 28 kunjungan, hal ini bisa disebabkan adanya ibu hamil yang melakukan beberapa kali kunjungan untuk melakukan perawatan pada giginya. Sehingga dapat disimpulkan 4 Puskesmas dari 5 Puskesmas ISO yang ada di wilayah utara Surabaya terdapat perbedaan jumlah kunjungan ibu hamil ke poli KIA dan poli Gigi yang cukup besar. Terjadinya perbedaan jumlah kunjungan yang cukup besar ini, bisa disebabkan oleh banyak kemungkinan, salah satunya bidan lalai dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi.

Dibutuhkan kepatuhan bidan untuk menjalankan instruksi kerja rujukan ibu hamil dari poli KIA ke poli gigi agar angka kunjungan ibu hamil ke poli gigi meningkat. Menurut Milgram dalam Cherry. K.A (2008), ada beberapa faktor situasional yang dapat menjelaskan kepatuhan yang tinggi sebagai berikut: 1. Status Lokasi

Status lokasi dimana sebuah organisasi tersebut berada dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan individu. Bila perintah untuk mematuhi suatu aturan diberikan pada lokasi yang prestisius maka

diharapkan kepatuhan akan tinggi. 2. Tanggung jawab Personal

Ketika terjadi peningkatan tanggungjawab pribadi, seseorang akan cenderung kurang patuh. Orang yang memiliki komitmen yang kuat akan cenderung bersikap patuh dibandingkan dengan orang yang memiliki komitmen rendah. Berhubungan dengan teori agency Millgram yang menyatakan bahwa kepatuhan dapat diciptakan melalui seseorang yang memiliki status sebagai agent, dimana tanggung jawab seseorang dilepas dan diberikan kepada seseorang selaku pemberi perintah.

3. Dukungan sesama rekan Pada hasil penelitian Milgram selanjutnya, mengindikasikan kehadiran kelompok yang menolak perlakuan dalam eksperimen. Seseorang yang berada dalam suatu kelompok akan cenderung berperilaku sama dengan rekannya, kelompoknya atau lingkungan sosialnya. Ketidakpatuhan akan terjadi apabila ada seorang rekan yang menolak untuk patuh.

4. Legitimasi Figur Otoritas Adalah sejauh mana keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh seorang

pemimpin bisa diterima dan diakui oleh masyarakat. Seorang pemimpin yang keabsahannya atau legitimasinya telah diakui oleh anggota organisasinya, dapat meningkatkan kepatuhan pada anggota organisasinya. Hal ini dapat mempengaruhi kepatuhan anggota organisasi terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pemimpin untuk dapat dijalankan.

5. Kehadiran Figur Otoritas Apabila seorang figur otoritas atau seorang pemimpin hadir secara fisik, melakukan pengawasan langsung, memberi instruksi langsung, maka kepatuhan akan meningkat. Namun apabila seorang pemimpin tidak secara langsung melakukan pengawasan dan memberi instruksi maka kepatuhan akan cenderung menurun.

6. Status Figur Otoritas. Status adalah kedudukan seseorang dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya. Status sosial adalah kedudukan sosial seseorang dalam kelompok masyarakat. Semakin tinggi status seseorang dalam suatu masyarakat, maka pada saat memberi perintah akan dipatuhi. Simbol status adalah penggunaan simbol atau lambang untuk menunjukkan kedudukan seseorang terkait statusnya dalam masyarakat.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian cross sectional ini peneliti mencari pengaruh

antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran sesaat. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berupa faktor situasional yang meliputi status lokasi, tanggungjawab personal, dukungan sesama rekan, legitimasi pemimpin, kehadiran pemimpin dan status pemimpin. Variabel terikat (dependen) yaitu kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, checklist dan wawancara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat faktor situasional yang mempengaruhi kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi di Puskesmas ISO wilayah utara kota Surabaya.

Penelitian dilakukan di 5 Puskesmas ISO di wilayah utara Surabaya pada bulan Juni 2015 sampai dengan bulan September 2015. Sampel dari penelitian ini adalah bidan yang bekerja di 5 Puskesmas ISO wilayah

Page 12: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

182 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

utara Surabaya sebanyak 27 bidan. Kriteria inklusi yang digunakan meliputi bidan yang melakukan pemeriksaan ANC, bekerja minimal 3 tahun di Puskesmas ISO, tidak sedang sakit, cuti dan tugas belajar pada saat dilakukan penelitian dan bersedia menjadi responden.

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat, analisis bivariat, dan multivariat. Analisis univariate digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing faktor situasional yang diteliti, pada tahap ini setiap variabel independen dan dependen dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif.

Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis Chi-Square digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel (faktor situasional). Tingkat kepercayaan digunakan 95% atau α=0,05.

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel independen mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah regresi linier. Regresi linier digunakan karena variabel kepatuhan yang digunakan dalam uji pengaruh menggunakan skala rasio (nilai kepatuhan) walaupun dalam penyajian data frekwensi disajikan dengan 3 kategori yaitu kategori rendah, sedang, tinggi. Penelitian cross sectional ini interpretasi yang dapat dilakukan adalah dengan melihat dari nilai odd ratio (exp β) pada variabel kepatuhan. HASIL PENELITIAN Kepatuhan dan Faktor Situasional yang Mempengaruhi Kepatuhan Bidan Untuk Merujuk ke Poli Gigi

Analisis univariat menggambarkan distribusi frekwensi pada variabel indepen-den yaitu faktor situasional yang berupa status lokasi, tanggungjawab personal, dukungan sesama rekan, legitimasi pemimpin, kehadiran pemimpin dan status pemimpin. Serta distribusi frekwensi pada variabel dependen yaitu tingkat kepatuhan. Secara keseluruhan 27 orang responden (100%) termasuk patuh dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi, dengan tingkat kepatuhan paling banyak berada pada level sedang sebanyak 21 responden (77,8%). Faktor situasional yang berupa status lokasi dan tanggungjawab personal terbanyak berada pada level baik. Sedangkan faktor situasional yang berupa dukungan sesama rekan, legitimasi pemimpin, kehadiran

pemimpin dan status pemimpin terbanyak pada level sedang. Tabel 2. Gambaran kepatuhan bidan dalam

merujuk ibu hamil ke poli gigi dan faktor situasional yang mempengaruhi

Variabel Frekuensi %

a.Status Lokasi Sedang 12 44,4

Baik 15 55,6

b.Tanggung-jawab personal Sedang 7 25,9

Baik 20 75,1

c.Dukungan Sesama Rekan Rendah 1 3,7

Sedang 14 51,9

Tinggi 12 44,4

d.Legitimasi Pemimpin Rendah 4 14,8

Sedang 12 44,4

Tinggi 11 40,7

e.Kehadiran Pemimpin Rendah 9 33,3

Sedang 10 37

Tinggi 8 29,6

f.Status Pemimpin Tidak baik 1 3,7

Sedang 17 63

Baik 9 33,3

g.Tingkat Kepatuhan Rendah 1 3,7

Sedang 21 77,8

Tinggi 5 18,5

Tabel 3. Hubungan antara faktor situasional terhadap tingkat kepatuhan bidan merujuk ke

poli gigi

Faktor Kategori

Kepatuhan

X2 Spearman Correlation

Nilai p

Ren

dah

Sed

ang

Tin

ggi

a.Status Lokasi

Sedang 0 11 1 2,546 0,469 0,509

Baik 1 10 4

b.Tanggung jawab personal

Sedang 0 7 0 2,700 0,,293 0,318

Baik 1 14 5

c.Dukungan sesama rekan

Rendah 0 1 0

Sedang 0 11 3 1,598 0,627 0,636

Tinggi 1 9 2

d.Legitimasi Pemimpin

Rendah 0 4 0

Sedang 0 12 0 11.221 0,040 0.047

Tinggi 1 5 5

e.Kehadi-ran Pemimpin

Rendah 1 7 1

Sedang 0 10 0 9.829 0,027 0,027

Tinggi 0 4 4

f.Status Pemimpin

Tidak baik 0 1 0

Sedang 0 14 3 2.511 0,917 0,883

Baik 1 6 2

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dikemukakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor situasional yang berupa status lokasi, tanggungjawab personal, dukungan sesama rekan dan status pemimpin terhadap kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi. Sedangkan untuk faktor situasional yang berupa legitimasi pemimpin dan kehadiran pemimpin terdapat hubungan yang

Page 13: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

183 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

bermakna terhadap kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi dimana masing-masing faktor mempunyai nilai p < α = 0,05. Legitimasi pemimpin (C = 0,040) dan kehadiran pemimpin (C = 0,027) nilai hubungannya dalam kategori sedang.

Tabel 4. Hasil uji regresi linier

Variabel

Koefisien Nonstandar

Koefisien Standart β

Nilai p R² Anova

B SE

Constant 1,626 0,543 0,117 0,007 0,492 0,022

Legitimasi Pemimpin

0,466 0,151 0,728 0,542

Kehadiran Pemimpin

0,258 0,105 0,458 0,517

Berdasarkan tabel 4 diatas, hasil uji

regresi linier menunjukkan nilai R² sebesar 0,492 yang artinya sebesar 49,2% variabel legitimasi pemimpin dan kehadiran pemimpin mempengaruhi kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi. PEMBAHASAN

Pelayanan Antenatal atau yang lebih dikenal sebagai ANC merupakan pelayanan yang diberikan untuk ibu sebelum melahirkan. Pelayanan ANC ini pada dasarnya bertujuan untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu dan janinnya, menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi sedini mungkin faktor penyulit atau komplikasi yang dapat mengancam jiwa dan mempersiapkan persalinan yang aman, serta memberikan pendidikan pada ibu hamil (Depkes RI,2007).

Pemeriksaan kehamilan segera dilakukan setelah seorang wanita merasa dirinya hamil. Menurut buku Panduan ANC tahun 2007, salah satu pemeriksaan kebidanan yang dilakukan pada saat kunjungan pertama ibu hamil adalah pemeriksaan gigi dan mulut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adakah tampak bibir pucat, kering pecah-pecah, lidah berwarna pucat, adakah stomatitis, gingivitis, adakah gigi yang tanggal, berlubang, karies gigi. Selain dilihat, juga dilakukan penciuman adanya bau mulut yang menyengat. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencegah kerusakan gigi lebih lanjut pada ibu hamil.

Pada kunjungan K1 ibu hamil ke Puskesmas dilakukan serangkaian pemeriksaan ANC. Rangkaian pemeriksaan ini dilakukan mulai dari poli KIA, poli gigi, poli gizi, laboratorium dan pemeriksaan dokter. Rangkaian pemeriksaan ANC ini disesuaikan dengan Pedoman Kerja Puskesmas dan pedoman ANC yang ada di Puskesmas.

Di Kota Surabaya terdapat sebanyak 23 Puskesmas yang telah mendapatkan sertikat ISO 9001. Pada Puskesmas yang telah memiliki sertifikat ISO ini mempunyai suatu pedoman kerja untuk menjalankan suatu program, termasuk salah satu diantaranya adalah prosedur kerja pelayanan program ANC dan instruksi kerja rujukan ibu hamil ke poli gigi. Bila instruksi kerja rujukan ibu hamil poli KIA ke poli gigi dijalankan dengan baik sesuai dengan alur yang dibuat, maka jumlah ibu hamil yang berkunjung ke poli KIA dan poli gigi tidak berbeda jauh. Namun pada kenyataannya terdapat perbedaan kunjungan ibu hamil dari poli KIA ke poli gigi yang cukup besar.

Terjadinya perbedaan jumlah kunjungan yang cukup besar ini, bisa disebabkan oleh banyak kemungkinan, salah satunya bidan lalai dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi. Dibutuhkan kepatuhan bidan untuk menjalankan instruksi kerja rujukan ibu hamil dari poli KIA ke poli gigi agar angka kunjungan ibu hamil ke poli gigi meningkat.

Menurut Milgram dalam Cherry. K.A (2008), ada beberapa faktor situasional yang dapat menjelaskan kepatuhan yang tinggi yaitu status lokasi, tanggungjawab personal, dukungan sesama rekan, legitimasi pemimpin, kehadiran pemimpin dan status pemimpin.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua faktor situasional tersebut berpengaruh pada kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi, yang berpengaruh hanya dua faktor yaitu legitimasi pemimpin dan kehadiran pemimpin. Kedua faktor situasional ini mempengaruhi kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi sebesar 49,2%.

Legitimasi figur otoritas atau pemimpin adalah sejauh mana keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh seorang pemimpin bisa diterima dan diakui oleh masyarakat. Seorang pemimpin yang keabsahannya atau legitimasinya telah diakui oleh anggota organisasinya, dapat meningkatkan kepatuh-an pada anggota organisasinya. Hal ini dapat mempengaruhi kepatuhan anggota organisasi terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pemimpin untuk dapat dijalankan. Puskesmas merupakan suatu organisasi yang bergerak dibidang kesehatan dibawah naungan Dinas Kesehatan. Seorang kepala Puskesmas ditunjuk untuk memimpin suatu Puskesmas secara sah, diharapkan dapat dipatuhi oleh para staff di Puskesmas. Semua aturan yang ditetapkan oleh kepala Puskesmas di harapkan dapat dipatuhi oleh para staf Puskesmas. Termasuk aturan, pedoman

Page 14: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

184 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

kerja dan instruksi kerja yang ditetapkan di Puskesmas yang telah bersertifikasi ISO dapat dipatuhi oleh para staff nya.

Kehadiran figure otoritas adalah apabila seorang figur otoritas atau seorang pemimpin hadir secara fisik, melakukan pengawasan langsung, memberi instruksi langsung, maka kepatuhan akan meningkat. Namun apabila seorang pemimpin tidak secara langsung melakukan pengawasan dan memberi instruksi maka kepatuhan akan cenderung menurun. Pada penelitian Milgram menurut McLeod (2007), ketidakhadiran figur otoritas, akan membuat partisipan lebih mudah untuk tidak mematuhi perintah yang diberikan. Bahkan ketika perintah diberikan oleh eksperimenter melalui telepon dari ruangan lain, dapat membuat kepatuhan menurun hingga 20,5%. Banyak partisipan yang berusaha untuk curang bahkan tidak mengerjakan perintah yang diberikan oleh eksperimenter. Jadi kehadiran dari figur otoritas atau pemimpin jelas sangat mem-pengaruhi kepatuhan. Kehadiran pemimpin atau kepala Puskesmas diharapkan tidak hanya sebagai pemimpin saja, tetapi diharapkan dapat bekerjasama dan memberikan solusi dari berbagai masalah penanganan pasien. Kepala Puskesmas juga diharapkan mampu menjamin keamanan dan keselamatan para staff Puskesmas dalam bekerja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 faktor situasional menurut Milgram yang berpengaruh terhadap kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi. Faktor situasional tersebut antara lain status lokasi, tanggungjawab personal, dukungan sesama rekan, legitimasi pemimpin, kehadiran pemim-pin dan status pemimpin. Namun dalam penelitian ini hanya 2 faktor situasional yang berpengaruh terhadap kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi, yaitu legitimasi pemimpin dan kehadiran pemimpin. Kedua faktor situasional ini mempengaruhi kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi sebesar 49,2%.

Saran

Pada Puskesmas yang telah bersertifikasi ISO diharapkan kepatuhan bidan dalam merujuk ibu hamil ke poli gigi dapat ditingkatkan. Dengan begitu angka kunjungan ibu hamil ke poli gigi dapat

meningkat, sehingga target kunjungan ibu hamil ke poli gigi dapat tercapai. Selain itu metode pencatatan ibu hamil yang telah berkunjung ke poli gigi dapat ditingkatkan lebih baik lagi dengan cara memisahkan penulisan rujukan K1 dengan ibu hamil yang memang memeriksakan giginya. Sehingga tidak akan terjadi perbedaan jumlah kunjungan ibu hamil ke KIA dan ke poli gigi dalam jumlah yang sangat besar. DAFTAR PUSTAKA

Cherry, K. A. 2008. The Milgram obedience experiment. Retrieved from http://psychology.about.com/od/socialinfluence/fl/What-Is-Obedience.htm

Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar ,2007, Pedoman Pelayanan Antenatal, Departemen Kesehatan R.I.; Jakarta.

Milgram, S. 1963. Behavioral study of obedience. Journal of Abnormal and Social Psychology, 67, 371-378, http://academic.evergreen.edu/curricular/social_dilemmas/fall/Readings/Week_06/milgram.pdf, diakses 23/11/2014.

Milgram, S. 1974. Obedience to Authority: An Experimental View. New York: Harper and Row, http://www.harpercollins.com/9780061765216/obedience-to-authority, diakses pada 23/11/2014

Milgram, S. 1984, Dynamics of Obidience, http://faculty.washington.edu/jdb/345/345%20Articles/Milgram.pdf diakses 23/11/2014

McLeod, S. A. . 2007. Milgram Ex periment. Retrieved from http://www.simplypsychology.org/milgram.htm

Page 15: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

185 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TUBERCULOSIS

Selfi F. Laimeheriwa

(Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen

Indonesia Maluku Ambon) Ivy Violan Lawalata

(Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen

Indonesia Maluku Ambon)

ABSTRAK Pendahuluan: Tuberculosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara berkembang salah satunya Indonesia.Tahun (2010) Indonesia berada pada ranking kelima dengan beban TB tertinggi di dunia.Tingginya masalah TB dikarenakan pengobatan penyakit ini yang membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk mencapai kesembuhan.Tipe pengobatan seperti ini yang menyebabkan pasien tidak patuh dalam menjalani pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara umur, pekerjaan, pengetahuan, pengawas menelan obat, dan peran petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat pasien tuberculosis pada puskesmas di Pulau Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Metode: Desain penelitian yang digunakan Cross Sectional Study. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan regresi logistik. Hasil: Variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan minum obat pasien Tuberculosis (TB) paru adalah pengetahuan (p=0,000), pengawas menelan obat (PMO) (p=0,000) dan peran petugas kesehatan (p=0,001). Variabel yang tidak memiliki pengaruh adalah umur (p=0,757) dan pekerjaan (p=0,216), sedangkan analisis multivariat variabel yang berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat adalah Pengetahuan (B=20,762) dan pengawas minum obat (PMO) (B=20,539). Saran penelitian ini bagi petugas kesehatan memberikan penyuluhan kesehatan yang berkesinambungan dalam rangka peningkatan pengetahuan pasien TB, melakukan pelatihan bagi PMO, bagi pesien TB paru agar teratur dalam minum obat serta mengikuti semua anjuran petugas kesehatan. Kata kunci: Kepatuhan minum obat, Tuberculosis paru

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tuberculosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia.Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menjadi masalah kesehatan serta ancaman serius yang dialami oleh beberapa negara di dunia, terutama di negara-negara berkembang salah satunya adalah Indonesia, karena Tuberculosis merupakan penyakit yang penyebarannya sangat mudah yang penularannya hanya melalui droplet yang disebarkan lewat udara oleh penderita TB dengan BTA + (Bakteri Tahan Asam) (Amelda dkk, 2012).

Hingga saat ini kasus Tuberculosis di dunia masih tinggi dan Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan kedua di dunia setelah AIDS sebagai penyebab kematian. Sekali batuk Satu orang penderita dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak serta memiliki potensi menularkan 10 hingga 15 orang dalam waktu 1 tahun. Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan.Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009).

WHO (2012) dalam Julifar (2013), menyatakan kebanyakan kasus berada di Asia tenggara, Afrika dan Pasifik Barat (masing-masing sebanyak 35%, 30%, dan 20%) (). Pada tahun 2009, terdapat 9,4 juta kasus TB setara dengan 137 kasus per 100.000 populasi, dimana jumlah tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya, seiring penurunan pendapatan per kapita. Kebanyakan kasus pada tahun 2009 menyerang Asia (55%), dan Afrika (30%), sebagian kecil menyerang Mediterania Timur (7%), Eropa (4%), dan beberapa bagian Amerika (3%). Lima negara dengan insidensi kasus terbanyak tahun 2009 yaitu India (1.6–2.4 juta), China (1.1–1.5 juta), Afrika Selatan (0.4–0.59 juta), Nigeria (0.37–0.55 juta) dan Indonesia (0.35–0.52 juta). India sendiri menduduki peringkat pertama (21%) untuk kasus TB di seluruh dunia, bila digabungkan dengan China menjadi 35% kasus (Kasim, 2012 dalam Amelda 2012).

Page 16: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

186 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Global Report TB, WHO (2009) menemukan bahwa di Indonesia pada tahun 2007 prevalensi semua tipe TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 semua kasus TB, insidensi kasus TB BTA positiff sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 semua tipe TB, insidensi kasus TB BTA positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus baru TB BTA positif. Sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang per hari (Amelda dkk, 2012).

Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun (2010) Indonesia sekarang berada pada ranking kelima dengan beban TB tertinggi di dunia.Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesar 660,000 dan estimasi insiden berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.Jumlah kematian akibat TB di perkirakan 61,000 kematian per tahunnya (Kemenkes RI, 2012). Lima negara dengan jumlah insiden kasus terbesar pada tahun 2010 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Data seluruh kasus TB tahun 2010 sebanyak 294731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TB BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB Extra Paru, 3.709 adalah kasus TB Kambuh, dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh (retreatment, excl relaps) (WHO Global Tuberculosis Control, 2010).

Masih tingginya masalah TB dikarenakan pengobatan penyakit ini yang membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk mencapai kesembuhan.Pengobatan Tuberculosis di berikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif 2 bulan pengobatan dan tahap lanjutan 4 – 6 bulan berikutnya.Tipe pengobatan jangka panjang inilah yang menyebabkan pasien tidak patuh dalam menjalani pengobatan.Perilaku yang tidak patuh dalam pengobatan TB membuat bakteri TB menjadi resisten pada tubuh.Ketidakpatuhan penderita TB dalam minum obat menyebabkan angka kesembuhan penderita rendah, angka kematian tinggi dan kekambuhan meningkat serta yang lebih fatal adalah terjadinya resisten kuman terhadap beberapa obat anti tuberculosis atau multi drug resisten,

sehingga penyakit TB sangat sulit disembuhkan (Budiman dkk, 2010).

Melihat hal tersebut maka dikeluarkan strategi baru untuk menerapkan panduan obat efektif dan konsep DOTS (Directly Observed Treatment Shourtcourse) ialah digunakannya obat jangka pendek yang ampuh membunuh kuman tuberculosis paru dan diwajibkan mempunyai pengawas Menelan Obat (PMO) dan adanya jaminan

ketersediaan obat. DOTS (Directly Observed Treatment Shourtcourse) ialah

suatu strategi penanggulangan penyakit tuberculosis paru dengan melakukan tindakan pengawasan pemakaian obat jangka pendek kepada penderita penyakit tuberculosis paru yang didiagnosa dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik, dengan memastikan mereka minum obat sampai selesai dan memantau kemajuan pengobatannya sampai sembuh berdasarkan kategori tertentu yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2007 dalam Handayani, 2011).

Menurut Kemenkes (2012), kasus Tuberkulosis paling banyak ditemukan di daerah Indonesia bagian Timur seperti Nusa Tenggara Timur, Papua dan Maluku. Maluku berada pada posisi ketiga dengan jumlah kasus TB sebanyak 2.434 kasus BTA Positif, sedangkan NTT dan Papua masing – masing menyumbang kasus BTA Positif sebanyak 4.170 dan 2.601. Sedangkan kabupaten Maluku Tenggara berada pada peringkat keempat kasus TB terbanyak setelah Kabupaten Maluku Tengah 717 kasus, Kota Ambon 463 kasus, Seram Bagian Barat 211 kasus dan Maluku Tenggara 192 kasus (Dinkes Provinsi Maluku, 2013).

Berdasarkan Data Profil Kesehatan Indonesia 2011, total kasus BTA positf sebanyak 194.780 Period Prevalence sebanyak 0,725%, 2,782% adalah Period Prevalence Suspect, 82,2% adalah Case Detection Rate dan Success Ratesebesar 86,7%. Tahun 2012 Kasus BTA positif di Jawa Barat Kasus BTA positif sebanyak 34.301 dengan Case Detection Rate sebesar 75,2% dan Success Ratesebesar 91,4%. Jawa Timur Kasus BTA positif sebanyak 26.062 dengan Case Detection Rate sebesar 64,7% dan Success Ratesebesar 89,7%.

Jawa Tengah sebanyak 20.294 dengan Case Detection Rate sebesar 56,9% dan Success Ratesebesar 76,8%, di Sumatra Utara Kasus BTA positif 15.167 dengan Case Detection Rate sebesar 39,1% dan Success Ratesebesar 80,9% dan Maluku Kasus BTA positif sebanyak 2.434 dengan Case Detection Rate sebesar 84,2 % dan Success Ratesebesar 89,8 % (Kemenkes,

2012). Berdasarkan data P2B2 Dinas Provinsi

Maluku jumlah kasus TB tahun 2011 sebanyak 1.390 kasus BTA Positif, 25 kasus kambuh, 10 kasus default, dan 20 kasus lainya. Tahun 2012 sebanyak 2.504 kasus BTA positif, 31 kasus kambuh, 17 kasus default, 5 kasus gagal, dan 22 kasus lainnya. Tahun 2013 sebanyak 2.206 kasus BTA

Page 17: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

187 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

positif, 44 kasus kambuh, 21 kasus default, 5 kasus gagal, dan 22 kasus lainnya.

Data TB Kota Tual pada tahun 2011 kasus TB dengan BTA positif sebanyak 76 kasus, dan terdapat 3 kasus kambuh.Tahun 2012 kasus BTA positif sebanyak 105 kasus, 4 kasus defaut, dan 2 kasus gagal. Sedangkan pada tahun 2013 kasus TB BTA positif sebanyak 91 kasus, 2 kasus kambuh, 3 kasus default. Berdasarkan data yangdi peroleh dari P2M TB di Kabupeten Maluku tenggara, jumlah kasus TB BTA Positif tahun 2011 sebanyak 249 kasus, 227 kasus sembuh dan 2 kasus kambuh, Tahun 2012 sebanyak 266 kasus, 239 kasus sembuh dan 1 kasus kambuh. Tahun 2013 sebanyak 192 kasus, 179 kasus sembuh dan 1 kasus kambuh.Sedangkan tahun 2014 data kasus dari bulan Januari –September jumlah kasus TB sebanyak 144 kasus.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat Pasien TB pada Puskesmas di Pulau Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2014.

METODOLOGI PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan rancangan Cross Sectional Study yang bertujuan untuk

menganalisis hubungan variabel dependen dengan variabel independen pada suatu periode yang sama atau pada suatu waktu yang sama

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Puskesmas di Pulau Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara pada bulan November 2014. Yang terdiri dari Tujuh Puskesmas yaitu; Puskesmas Watdek, Ohoijang, Debut, Ibra, Danar, Rumat dan Ohoira

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB Paru yang terdaftar dalam TB 01 (Kartu Pengobatan Pasien TB) pada Puskesmas di Pulau Kei-kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014 sebanyak 40 kasus. Sampel dalam penelitian ini adalah Penderita TB Paru yang masih melakukan pengobatan tahap awal maupun tahap lanjutan yaitu penderita TB Paru pada bulan Juli sampai oktober sebanyak 40 kasus. Penelitian ini

menggunakan teknik Exhaustiv Sampling yang berarti menyeluruh.

HASIL PENELITIAN

Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendiskripsikan karakteristik responden dan masing-masing variabel penelitian yang dapat dijelaskan dalam bentuk tabel dan narasi. Variabel-variabel tersebut meliputi distribusi sampel berdasarkan Puskesmas, kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, pengawas menelan obat, peran petugas kesehatan, dan kepatuhan.

Distribusi responden TB yang masih dalam pengobatan, Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil, dapat terlihat pada tabel 1 dan gambar 1 sebagai berikut:

Tabel 1 Distribusi Responden yang masih Dalam Pengobatan Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku

Tenggara Tahun 2014

No Nama Puskesmas n %

1 2 3 4 5 6 7

Puskesmas Watdek Puskesmas Ohoijang Puskesmas Debut Puskesmas Ibra Puskesmas Rumat Puskesmas Danar Puskesmas Ohoira

9 3 8 1

10 5 4

22,5 7,5 20 2,5 25

12,5 10

Total 40 100

Sumber : Data Sekunder masing-masing Puskesmas, 2014 (Juni-November)

Gambar 1 Distribusi Responden TB yang masih dalam Pengobatan Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku

Tenggara Tahun 2014

Page 18: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

188 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 1 menunjukan bahwa jumlah responden TB terbanyak pada Puskesmas Rumat yaitu 10 orang yang masih dalam pengobatan, sedangkan jumlah responden TB terkecil pada Puskesmas Ibra dengan 1 orang yang masih menjalani pengobatan.

Gambar 1 menunjukan bahwa jumlah responden yang masih dalam pengobatan terbanyak pada Puskesmas Rumat dengan persentase 25%, sedangkan jumlah responden yang masih dalam pengobatan pada Puskesmas Ibra dengan persentase terkecil yaitu 2,5%.

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Responden di Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil

Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014.

No Jenis Kelamin N %

1 2

Laki – laki Perempuan

24 16

60 40

Total 40 100

Tabel 2 menunjukan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 24 orang (60%), sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan lebih sedikit yaitu 16 orang (40%).

Selanjutnya tabel distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi Umur Responden Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil

Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Kelompok Umur N %

1 2

15-49 tahun ≥ 50 tahun

24 16

60 40

Total 40 100

Tabel 3 terlihat bahwa lebih banyak responden dengan kelompok umur 15-49 tahun yaitu 24 orang (60%), bila dibandingkan dengan kelompok umur ≥50 tahun sebanyak 16 orang (40%).

Distribusi responden berdasarkan Pendidikan Terakhir dapat dilihat pada tabel 4 dan Gambar 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Distribusi Pendidikan Terakhir Responden Pada Puskesmas di Kepulauan

Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Pendidikan Terakhir N %

1 2 3

SD SMA

D3/Sarjana

1 33 6

2,5 82,5 15

Total 40 100

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa sebagian besar responden mempunyai pendidikan terakhir SMA yaitu 33 orang (82,5%), dan hanya sebagian kecil responden yang mempunyai pendidikan terakhir SD yaitu 1 orang (2,5%).

Gambar 2. Distribusi Pendidikan Terakhir Responden pada Puskesmas di Kepulauan

Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

Gambar 2 terlihat bahwa responden dengan pendidikan terakhir SMA lebih banyak dengan persentase 82,5%, sedangkan dengan responden TB pendidikan terakhir SMP mempunyai persentase lebih kecil yaitu 0 orang (0%).

Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.2 sebagai berikut:

Tabel 5 Distribusi Pekerjaan Responden Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Jenis Pekerjaan n %

1 2 3 4 5 6

Tidak Bekerja PNS/TNI/Polri Wiraswasta Buruh/Tani/Nelayan Pelajar Ibu Rumah tangga

4 13 3 8 5 7

10 32.5 7.5 20

12,5 17,5

Total 40 100

Tabel 5 menunjukan bahwa responden

yang bekerja sebagai PNS/TNI/Polri lebih banyak yaitu 13 orang (32,5%), sedangkan responden yang bekerja sebagai wiraswasta lebih sedikit yaitu 3 orang (7,5%).

Gambar 3 menunjukan bahwa responden yang bekerja sebagai PNS/TNI/Polri lebih banyak yaitu 13 orang (32,5%), sedangkan responden yang bekerja sebagai wiraswasta lebih sedikit yaitu 3 orang (7,5%).

Page 19: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

189 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Gambar 3. Distribusi Pekerjaan Responden Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

Selanjutnya distribusi responden berdasarkan kategori pekerjaan dapat terlihat pada tabel 4.6 sebagai berikut :

Tabel 6. Distribusi Pekerjaan Responden pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Kategori Pekerjaan n %

1 2

Bekerja Tidak Bekerja

16 24

40 60

Total 40 100

Tabel 6 terlihat bahwa jumlah responden yang tidak bekerja lebih banyak yaitu 24 orang (60%), bila di bandingkan dengan responden yang tidak bekerja yaitu 16 orang (40%).

Distribusi responden berdasarkan pengetahuan responden tentang penyakit TB disajikan pada tabel 7 sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Penyakit TB Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku

Tenggara Tahun 2014

No Pengetahuan n %

1 2

Baik Cukup

29 11

72,5 27,5

Total 40 100

Pada Tabel 7 terlihat bahwa responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang penyaki TB lebih banyak yaitu 29 orang (72,5%), sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan cukup tentang penyakit TB lebih sedikit yaitu 11 orang (27,5%).

Distribusi pendapat responden berdasarkan peran pengawas menelan obat (PMO) dapat disajikan pada tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8 terlihat bahwa pendapat responden TB tentang Pengawas Menelan Obat (PMO) yang berperan aktif sebanyak 28 orang (70%), sedangkan responden yang

mempunyai Pengawas menelan Obat (PMO) pasif sebanyak 12 orang (30%).

Tabel 8. Distribusi Pendapat Responden Berdasarkan Pengawas Menelan Obat

(PMO) Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun

2014

No PMO n %

1 2

Aktif Pasif

28 12

70 30

Total 40 100

Distribusi pendapat responden tentang peran petugas kesehatan dapat disajikan pada tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9 Distribusi Pendapat Responden Berdasarkan Peran Petugas Kesehatan Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Peran Petugas

Kesehatan n %

1 2

Aktif Pasif

37 3

92.5 7.5

Total 40 100

Tabel 9 terlihat bahwa pendapat

responden yang menyatakan petugas kesehatan yang berperan aktif dalam mengontrol pasien TB sebanyak 37 orang (92,5%), dan petugas kesehatan yang pasif dalam mengontrol pasien TB sebanyak 3 orang (7,5%).

Distribusi pendapat responden tentang kepatuhan minum obat dapat disajikan pada tabel 10 sebagai berikut:

Tabel 10. Distribusi Kepatuhan Minum Obat oleh Responden Pada Puskesmas di

Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Kepatuhan n %

1 2

Patuh Tidak Patuh

31 9

77.5 22.5

Total 40 100

Tabel 10 menunjukan bahwa responden yang patuh minum obat lebih banyak 31 orang (92,5%), bila dibandingkan dengan pasien TB yang tidak patuh minum obat yaitu 9 orang (22,5%). Analisis Bivariat

Analisis bivariat dengan menggunakan Chi Square Test bertujuan untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel independen dengan dependen penelitian. Analisis dilakukan untuk melihat besarnya nilai p dari masing-masing variabel

Page 20: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

190 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

independen bila dihubungan dengan variabel dependen. Adapun variabel dependennya meliputi : umur, pekerjaan, pengetahuan, pengawas menelan obat, dan peran petugas kesehatan. Sedangkan variabel dependennya adalah kepatuhan minum obat pasien TB. Hasil analisis disajikan dalam tabel-tabel berikut (Lampiran 5 dan 6) :

Hubungan Umur dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB

Penilaian umur responden TB pada

penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu dewasa muda jika umur pada saat pengobatan mencapai 15-49 tahun dan orang tua jika umur pada saat pengobatan mencapai > 50 tahun. Hubungan umur dengan kepatuhan dapat disajikan pada tabel 11 sebagai berikut :

Tabel 11 Hubungan Antara Umur Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Pada

Puskesmas Di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Kelompok

Umur

Kepatuhan Total

p value X2

phi Patuh Tidak Patuh

n % N % n %

1 15-49 tahun 19 79,2 5 20,8 24 100 p = 1,000 X2 = 0,0096

Phi = 0,049 2 ≥ 50 tahun 12 75 4 25 16 100

Jumlah 31 77,5 9 22,5 40 100

Tabel 11 menunjukan bahwa pada kelompok umur 15-49 tahun ditemukan 19 orang (79,2%) yang patuh minum obat dan 5 orang (20,8%) yang tidak patuh minum dari 24 responden, sedangkan pada kelompok umur ≥ 50 tahun responden ditemukan 12 orang (75%) yang patuh minum obat dan 4 orang (25%) yang tidak patuh minum obat dari 16 responden.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai X

2=0,0096 dan nilai p=1,000. Karena

nilai p lebih besar dari nilai α (p = 1,000>nilai α = 0,05. ), maka Ho diterima yang artinya tidak ada hubungan antara umur dengan kepatuhan minum obat pasien TB.

Dengan didapatkannya nilai phi sebesar 0,049, maka hubungan antara variabel umur dengan kepatuhan minum obat termasuk kategori lemah.

Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Minum Obat

Penilaian tingkat pengetahuan responden TB dilakukan melalui beberapa pertanyaan dalam kuesioner meliputi pengertian penyakit TB, penyebab, tanda dan gejala, manfaat pemeriksaan dahak/photo rontagen, upaya pencegahan dan pengobatan kemudian penilaian pengetahuan dibagi dalam 2 ketegori yaitu

pengetahuan baik dan kurang. Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan minum obat dapat terlihat pada tabel 12 sebagai berikut:

Tabel 12. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Pada Puskesmas Di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Pengetahuan

Kepatuhan Total

p value X2

phi Patuh Tidak Patuh

n % n % n %

1 Baik 27 93,1 2 6,9 29 100 p=0,001 X2 =14,724

Phi 0,607 2 Kurang Baik 4 36,4 7 63,6 11 100

Jumlah 31 77,5 9 22,5 40 100

Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa responden pada kategori pengetahuan baik yang patuh minum obat sebanyak 27 orang (93,1%) dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 2 orang (6,9%) dari 29 responden, sedangkan responden pada kategori pengetahuan cukup yang patuh minum obat sebanyak 4 orang (36,4%) dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 7 orang (63,6%) dari 11 responden.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai X

2 =14,724 dan nilaip=0,001, karena

p=0,001 < nilai α=0,05, maka hipotesis Ho ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat pasien TB. Dengan didapatkannya nilai phi sebesar 0,607, maka hubungan antara variabel pengetahuan dengan kepatuhan minum obat termasuk hubungan kuat.

Hubungan Pekerjaan dengan Kepatuhan Minum Obat

Penilaian pekerjaan dalam penelitian ini di kategorikan menjadi dua yaitu bekerja dan tidak bekerja.Penilaian dilakukan berdasrkan pengakuan dari responden tentang pekerjaannya.Kategori Bekerja jika responden menyatakan mempunyai pekerjaan dan tidak bekerja jika responden tidak mempunyai pekerjaan maupun pekerjaan tidak tetap. Hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat dapat disajikan pada tabel 13 sebagai berikut:

Tabel 13 Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Pada Puskesmas Di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2014

No Pekerjaan

Kepatuhan Total

p value X2 Phi

Patuh Tidak Patuh

n % n % n %

1 Bekerja 14 87,5 2 12,5 16 100 p = 0,272 X2 =1,529

Phi = 0,196 2 Tidak bekerja 17 70,8 7 29,2 24 100

Jumlah 31 77,5 9 22,5 40 100

Page 21: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

191 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa responden yang bekerja dan patuh minum obat dan sebanyak 14 orang (87,5%) dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 2 orang (12,5%) dari 16 responden, sedangkan responden yang tidak bekerja dan patuh minum obat sebanyak 17 orang (70,8), dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 7 orang (29,2%) dari 24 responden.

Berdasarkan hasil uji statistik tenyata Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan minum obat pasien TB, hal ini karena hasil uji statistik diperoleh nilai p> α (p= 0,272 > α= 0,05) dan nilai X

2 =1,529.

Dengan didapatkannya nilai phi sebesar 0,196, maka hubungan antara variabel pengetahuan dengan kepatuhan minum obat termasuk kategori hubungan yang lemah.

Hubungan Pengawas Menelan Obat dengan Kepatuhan Minum Obat

Penilain PMO dalam penelitian ini

terbagi dalam dua kategori yaitu PMO aktif jika responden mempunyai PMO dan melaksanakan 1-3 tugasnya sebagai PMO dan pasif jika tidak mempunyai PMO dan tidak melaksanakan tugasnya sebagai PMO. Hubungan PMO dengan kepatuhan minum obat, terlihat pada tabel 13 sebagai berikut;

Tabel 14 Hubungan Antara Pengawas Menelan Obat (PMO) Dengan Kepatuhan

Minum Obat Pasien TB Pada Puskesmas Di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku

Tenggara Tahun 2014

No PMO

Kepatuhan Total

p value X2 Phi

Patuh Tidak Patuh

n % n % n %

1 Aktif 26 92,9 2 7,1 28 100 p = 0,001 X2 =12,623

Phi =0,562 2 Pasif 5 41,7 7 58,3 12 100

Jumlah 31 77,5 9 22,5 40 100

Berdasarkan Tabel 14 di atas terlihat

bahwa pendapat responden yang PMOnya aktif dan patuh minum obat sebanyak 26 orang (92,9%) dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 2 orang (7,1%) dari 28 responden, sedangkan responden yang PMOnya pasif dan patuh minum obat sebanyak 5 orang (41,7%) dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 7 orang (58,3%) dari 18 responden.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan diperoleh nilai X

2=12,623 dan nilai p=0,001,

karena nilai p< α, maka Hoditolak artinya ada hubungan antara Pengawas menelan

obat dengan kepatuhan minum obat pasien TB.

Dengan didapatkannya nilai phi sebesar 0,562, maka hubungan antara variabel pengetahuan dengan kepatuhan minum obat termasuk kategori hubungan kuat. Hubungan Peran Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Minum Obat

Penilaian peran petugas kesehatan

dikategorikan menjadi dua yaitu peran petugas aktif dan peran petugas pasif. Hubungan peran petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat dapat terlihat pada tabel 15 sebagai berikut ;

Tabel 15 Hubungan Antara Peran Petugas Kesehatan Dengan Kepatuhan Minum Obat

Pasien TB Di Pada Puskesmas di Kepulauan Kei-Kecil Kabupaten Maluku Tenggara

Tahun 2014

No Peran

Petugas Kesehatan

Kepatuhan Total

p value X2

Phi Patuh Tidak Patuh

n % n % N %

1 Aktif 31 83,3 6 16,2 37 100 p = 0,009 X2 =11,171

Phi =0,528 2 Pasif 0 0 3 100 3 100

Jumlah 31 77,5 9 22,5 40 100

Tabel 15 diatas menunjukan bahwa petugas kesehan yang berperan aktif dan responden yang patuh minum obat sebanyak 31 orang (83,3%) dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 6 orang (16,2%) dari 37 responden, sedangkan petugas kesehatan yang perannya pasif dan responden yang patuh minum obat sebanyak 0 orang (0%) dan yang tidak patuh minum obat sebanyak 3 orang (100%) dari 3 responden.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai X

2=11,171 dan nilai p= 0,009, karena

nilai p < α, maka Hoditolak artinya ada hubungan antara Peran petugas kesehatan dengan kepatuhan minum obat pasien TB.

Dengan didapatkannya nilai phi

sebesar 0,562, maka hubungan antara variabel pengetahuan dengan kepatuhan minum obat termasuk kategori hubungan kuat. Analisis Multivariat

Analisis multivariat yang dilakukan

bertujuan untuk melihat dan mengetahui variabel mana yang paling berhubungan diantara variabel-variabel independen dengan kepatuhan minum obat pasien TB. Seluruh variabel independen yang

Page 22: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

192 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

memenuhi kriteria dimasukan dalam suatu model uji multivariat secara bersama-sama. Adapun kriteria variabel independen yang akan diikutsertakan dalam uji multivariat adalah variabel yang memiliki nilai p< 0,25 atau variabel tersebut mempunyai kemaknaan secara biologis.Analisis bivariat melalui uji Chi Square telah menghasil beberapa variabel indenpenden yang mempunyai p<0,25. Variabel yang

berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat meliputi Pengetahuan, Pengawas Menelan Obat (PMO), dan Peran Petugas Kesehatan. Tabel 16 Hasil analisis variabel independen dengan variabel dependen menggunakan uji

Regresi Logistik.

Variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Pengetahuan 20.762 8059.819 .000 1 .998 1039370780.538

Pengawas Menelan

Obat (PMO) 20.539 8059.819 .000 1 .998 831496624.430

Peran Petugas

Kesehatan 1.357 24565.267 .000 1 1.000 3.886

Constant -64.113 28254.811 .000 1 .998 .000

Berdasarkan tabel 16 dapat

disimpulkan bahwa : variabel pengetahuan, pengawas minum obat (PMO) dan peran petugas kesehatan tidak mempunyai hubungan yang signifikasn dengan kepatuhan minum obat pasien TB, akan tetapi variabel pengetahuan dan PMO mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan minum obat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sesuai hasil analisis dan pembahasan dalam menjawab tujuan dan hipotesis penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut : 1. Umur tidak berhubungan dengan

kepatuhan minum obat pasien TB dimana nilai p=1,000 lebih besar nilai α=0,05 dan

terdapat kekuatan hubungan yang lemah. 2. Terdapat hubungan antara pengetahuan

dengan kepatuhan minum obat pasien TB, dimana nilai p=0,001 lebih kecil nilai α=0,05 dan terdapat kekuatan hubungan yang kuat.

3. Pekerjaan tidak berhubungan dengan kepatuhan minum obat pasien TB, dibuktikan dengan nilai p=0,272 lebih

besar nilai α=0,05 dan terdapat kekuatan hubungan yang lemah.

4. Terdapat hubungan antara Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan kepatuhan minum obat pasien TB, dimana nilai

p=0,001 lebih kecil nilai α=0,05 dan terdapat kekuatan hubungan yang kuat.

5. Terdapat hubungan antara Peran petugas Kesehatan dengan kepatuhan minum obat pasien TB, dimana nilai p=0,009 lebih kecil nilai α=0,05 dan terdapat kekuatan hubungan yang kuat.

6. Pengetahuan dan Pengawas Menelan Obat (PMO) mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kepatuhan minum obat dibuktikan dengan nilai koefisien (B) untuk pengetahuan (20,762) dan nilai koefisien (B) untuk pengawas menelan obat (20,539)

Saran

1. Bagi Masyarakat a. Perlu ditingkatkannya pengetahuan

tentang penyakit TB dengan cara bertanya pada petugas kesehatan jika diberikan penyuluhan pada saat perta kali berobat.

b. Semua penderita TB haruslah mempunyai Pengawas Menelan Obat (PMO) agar dapat mengawasi penderita pada saat minum obat.

c. Peneliti mengharapkan penderita TB selalu teratur dalam minum obat serta mengikuti semua anjuran petugas kesehatan dan tidak putus dalam pengobatan.

d. Perlu meningkatkan kesadaran pada penderita untuk lebih meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan, agar pengobatannya berjalan dengan baik

2. Bagi Dinas Kesehatan a. Meningkatkan kerjasama lintas sektor

antara puskesmas dengan masyarakat untuk penemuan penderita TB dan pemberantasan penyakit TB.

b. Memberikan penyuluhan kesehatan yang berkesinambungan dalam rangka peningkatan pengetahuan pasien TB, melakukan pelatihan bagi PMO, juga memberikan sebuah apresiasi kepada pasien yang patuh dalam pengobatannya serta perlu adanya kunjungan rumah dari petugas pemegang program di Puskesmas untuk lebih meningkatkan kepatuhan minum obat pasien.

3. Bagi peneliti selanjutnya Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat faktor lain yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat serta dapat dilakukan pemberantasan penyakit TB.

DAFTAR PUSTAKA

Amelda, ridwan, ida., 2012. Hubungan Antara Pekerjaan, PMO, Pelayanan Kesehatan, Dukungan Keluarga Dan

Page 23: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

193 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Diskriminasi Dengan Perilaku Berobat Pasien TB Paru.

Anfal, 2006.Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberhasilan Program TB Paru Melalui Strategi Dots Di Wilayah Kerja Puskesmas Caile Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba Tahun 2007. Skripsi Pada FKM UNHAS Makasar: Tidak diterbitkan.

Ariani, Isnada., 2010. Hubungan Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan dalam Program Pengobatan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Teladan Medan.

Azwar., 2014. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Tanggerang: BINARUPA AKSARA Publisher.

Budiman, Mauliku, Anggraeni., 2010. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru Pada Fase Intensif Di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi.

Dahlan.S., 2013.Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan (Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS).Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI 2007 dalam Meery Handhayani., 2011.Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Poliklinik Paru RSUP. DR. M. Djamil Padang.

Dewi.,2013. Hubungan Karakteristik PMO Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Di Puskesmas Kampar Kabupaten Kampar Tahun 2013.

Dinkes Provinsi Maluku., 2013. Laporan Triwulan Penemuan Pasien TB. Ambon

Ditjen PP dan PL., 2012. . Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis KO-Infeksi TB-HIV. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Erawatyningsih, Purwanta, Subekti., 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidak Patuhan Berobat Pada Penderita Tuberkulosis Paru. Vol 5.

Handhayani., 2011. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Poliklinik Paru RSUP. DR. M. Djamil Padang.

Hapsari., 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Keteraturan Berobat Pasien Tb Paru Strategi Dots Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Skripsi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta: Diterbitkan.

Imelda., 2009. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan Dan Pengawas Menelan Obat Terhadap

Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan.Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasSumatera Utara Medan: Diterbitkan.

Julifar., 2012. Factors Associated With Adherence Treatment Of Tuberculosis Sufferer. (Study In The Public Health’s Center Kembaran II, Banyumas Residence).

Kartini dalam Perdana., 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Puskesmas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Skirpsi pada Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Pembanguna Nasional Veteran Jakarta: Diterbitkan.

Kelly, Bennet, Murray, Kerry., 2009. Pengenalan, Pencegahan, dan Penyembuhan Penyakit-Penyakit yang Disebabkan Oleh Bakteri dan Virus. Yogyakarta: PALMALL.

Kemenkes RI., 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI., 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kurnia., 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi Ibu Balita Dalam Di Posyandu Kelurahan Sukasari Kecamatan Tangerang Kota Tangerang.Skripsi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatllah Jakarta.Diterbitkan.

Made, Satyawan., 2013. Hubungan Persepsi Dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB Dengan Kepatuhan Pengobatan Di Kecamatan Buleleng. Vol 1, 14-23.

Made, Satyawan., 2013. Hubungan Persepsi Dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB Dengan Kepatuhan Pengobatan Di Kecamatan Buleleng. Vol 2, 1-8.

Meiiliana, 2008 dalam Perdana., 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Puskesmas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Skirpsi pada Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Pembanguna Nasional Veteran Jakarta: Diterbitkan.

Murti.B., 2010.Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan.Edisi 2. Yogyakarta: UGM Pers

Niko, 2011.Hubungan Perilaku Dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan Kejadian TB Paru Di Kota Solok Tahun 2011.Skripsi

Page 24: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

194 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Noor, 2002 dalam Afnal 2006., Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberhasilan Program Tb Paru Melalui Strategi Dots Di Wilayah Kerja Puskesmas Caile Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba Tahun 2007. Skripsi Pada FKM UNHAS Makasar: Tidak diterbitkan.

Noor., 2008. Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo., 2007. Kesehatan Masyarakat (Ilmu dan seni).Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novita., 2011. Promosi Kesehatan dalam Pelayanan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Paramani., 2013. Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Skripsi pada Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo: Diterbitkan.

Perdana., 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Puskesmas Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Skirpsi pada Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Pembanguna Nasional Veteran Jakarta: Diterbitkan.

Permatasari, 2005 dalam Imelda., 2009. Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan Dan Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan.

Purwanta, 2005 dalam Hapsari., 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Keteraturan Berobat Pasien Tb Paru Strategi Dots Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Skripsi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta: Diterbitkan.

Riyanto., 2013. Kapita Selekta Kuesioner (Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan). Jakarta: Salemba Medika.

Safri., 2013). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru Berdasarkan Health Belief Model Di Wilayah Kerja Puskesmas Umbulsari, Kabupaten Jember.

WHO, 2003 dalam Ditjen PP dan PL., 2012.Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis KO-Infeksi TB-HIV. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Widoyono., 2008. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya). Jakarta: Erlangga Medical Series.

WHO, 2009 dalam Ditjen PP dan PL., 2011.Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

WHO Global Tuberculosis Control., 2010. Global Tuberculosis Control A SHORT UPDATE TO THE 2009 REPORT. Switzerland: WHO.

WHO 2012 dalam Julifar., 2013. Factors Associated With Adherence Treatment Of Tuberculosis Sufferer. (Study In The Public Health’s Center Kembaran Ii, Banyumas Residence).

Zulkoni., 2011. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan masyarakat dan Teknik Lingkungan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Page 25: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

195 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

UPAYA PENINGKATAN CAPAIAN PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN

BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR PERILAKU IBU HAMIL

Indiati Sumedi

(Puskesmas Kebonsari, Surabaya) Thinni Nurul Rochmah

(Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya)

Windu Purnomo (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya)

ABSTRACT

Introduction: Maternal Mortality Rate (MMR) is a public health problem that can not be resolved until today in Indonesia. One of the causes of maternal death is less intake of iron in women, especially pregnant women caused anemia which will increase the bleeding risk and giving birth to babies with low weight birth. An Hb examination achievement in Puskesmas Kebonsari 2013-2014 is still low, 20% from 100% target for K1. The purpose of this research was develop recommendations to improve the achievement of Hb level examinations in pregnant women based on a factor analysis of the pregnant behavior women at Puskesmas Kedungsari. Method: This research was conducted in December 2014 until October 2015 using a cross sectional study design. The research location was in Puskesmas Kebonsari Surabaya. Samples were pregnant women who are in the working area of Puskesmas Kebonsari with 70 respondents. The instrument used in this study kueisioner which first tested the validity and reliability of the questionnaire. Results: In the number of pregnant women who have a high perceived still lacking, Cues to Action in pregnant women was still less category, existence between the perceived influence on the pregnant behavior, and the existence of influence between cues to action against the pregnant behavior. The recommendation given is to improve counseling and education to pregnant women and the public about the examination Hb especially regarding the benefits and consequences will be accepted if they do not perform inspection of Hb, as well as the examination procedure.

Keywords: Inspection of Hb, pregnant women, threat, cues to action

PENDAHULUAN Latar Belakang

Angka Kematian Ibu merupakan masalah Kesehatan masyarakat yang belum dapat diselesaikan hingga saat ini di Indonesia. Target penurunan AKI pada RPJMN 2010-2014 yaitu 118/100.000 KH pada tahun 2014 dan target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu 102/100.000 KH pada tahun 2015. Saat Ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia telah berhasil diturunkan dari 307/100.000 KH pada tahun 2002 menjadi 228/100.000 KH pada tahun 2007, namun perlu upaya keras untuk mencapai target RPJMN dan MDGs (SDKI, 2007).

Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu secara langsung adalah faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre eklamsia/ eklamsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti EMPAT TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak kelahiran)dan TIGA TERLAMBAT (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan kegawatdaruratan) (SDKI, 2002). Faktor lain yang berturut serta adalah faktor kekurangan gizi pada ibu hamil. Kurang asupan zat besi pada perempuan khususnya ibu hamil dapat menyebabkan anemia yang akan menambah resiko perdarahan dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, prevalensi anemia pada ibu hamil sekitar 40,1% (SKRT, 2001).

Kadar Hb sangat penting untuk diketahui sebagai salah satu indikator terjadinya Anemia pada ibu hamil. Tujuan pemeriksaan hb pada saat hamil diantaranya untuk mengetahui kadar sel darah merah pada ibu hamil. Pada umur kehamilan 32 minggu keatas, ibu hamil mengalami pengenceran darah atau yang dikenal dengan hemodulusi. Kadar Hb yang harus dipenuhi pada wanita hamil sebesar 17 mg. (Depkes RI, 2000)

Data Laboratorium Puskesmas Kebonsari tahun 2014 menunjukkan bahwa pencapaian pemeriksaan kadar Hb ibu hamil belum memenuhi target. Capaian pemeriksaan Hb dari jumlah K1 di wilayah kerja Puskesmas kebonsari tahun 2013-2014 rata-rata hanya sebesar 20% dengan tarhet sebersar 100%. Rendahnya capaian pemeriksaan Hb pada K1 di Puskesmas

Page 26: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

196 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Kebonsari menjadi masalah yang harus diselesaikan, sehingga tujuan penelitian ini adalah menyusun rekomendasi untuk meningkatkan capaian pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil berdasarkan analisis faktor perilaku ibu hamil di Puskesmas Kedungsari Surabaya.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian obsservasional analitik dengan rancang bangun penelitian cross sectional yaitu variabel penelitian diukur dalam satu waktu tertentu sehingga diperoleh gambaran keadaan pada waktu tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Oktober 2015. Tempat penelitian berada di wilayah Kerja Puskesmas Kebonsari, yaitu Kecamatan Jambangan Surabaya.

Populasi penelitian adalah ibu hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari yaitu sebanyak 879 orang. Sampel penelitian adalah ibu hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari. Besar sampel minimal sebesar 14 responden yang diperoleh menggunakan rumus Simple Random sampling. Dengan jumlah variabel yang akan diteliti sebanyak 10 variabel dan masing-masing variabel membutuhkan 7 sampel, maka besar sampel yang akan diteliti sebanyak 70 responden.

Variabel penelitian dibagi menjadi dua yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari faktor ancaman, faktor harapan, dukungan keluarga dan pengalaman dari orang lain, aksesibilitas, informasi, dan motivasi. Variabel Tergantung penelitian ini adalah perilaku ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kadar Hb.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kueisioner yang terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas kuesioner. Teknik analisis data menggunakan uji regresi linier untuk dapat mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Isu strategis ditetapkan berdasarkan hukup Pareto yaitu dengan standar dinilai baik apabila mencapai 80% atau lebih dari total responden, dan dinilai kurang baik (bermasalah) bila tidak mencapai 80%, maka dikategorikan kurang baik (80% gangguan berasal dari 20% masalah yang ada).

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Mayoritas Responden berusia 20-30 tahun yaitu sebanyak 62,9%. Terdapat

34,3% responden berusia 31-40 tahun, dan 1,4% berusia < 20 tahun dan > 40 tahun. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir, tamatan SLTA paling banyak yaitu sebesar 61,4%. Terdapat 21,4% responden yang tamatan SLTP, 10,0% tamatan S1, 4,3% tamatan SD, dan !,4% tamatan D3 dan S3. Karakteristik responden berdasarkan jumlah kelahiran didapatkan mayoritas responden merupakan ibu hamil dengan kehamilan ke 2 yaitu sebesar 44,3%. Terdapat 22,9% merupakan kehamilan ke 3, 27,1% merupakan kehamilan pertama, dan 2,9% merupakan kehamilan ke 4 dan ke 5.

Threat (Ancaman)

Threat/ Ancaman adalah segala

sesuatu yang dirasakan oleh ibu hamil terhadap kerentanan dan keparahan akan penyakit anemia pada ibu hamil bila tidak memeriksakan kadar Hb. Hasil distribusi Threat yang terdiri dari kerentanan dan keparahan yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Threat (Ancaman) yang dirasakan

oleh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari tahun 2015.

Variabel

Tingkat Threat/Ancaman

Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Kerentanan 11 15,7 51 72,9 8 11,4 70 100

Keparahan 3 4,3 42 60 25 35,7 70 100

Threat/Ancaman 1 1,4 61 87,1 8 11,4 70 100

Tabel 1 menunjukkan informasi bahwa

tingkat ancaman tinggi lebih banyak terjadi pada variabel keparahan yaitu sebanyak 35,7%. Mayoritas responden berdasarkan variabel keparahan memiliki tingkat ancaman yang sedang yaitu sebesar 60%. Sedangkan untuk variabel kerentanan pada tingkat ancaman tinggi hanya sebesar 11,4%. Variabel kerentanan mayoritas berada pada tingkat ancaman sedang yaitu sebesar 72,9%. Secara keseluruhan Threat/ Ancaman berada pada tingkat sedang yaitu sebesar 87,1%. 11,4% Threat/ Ancaman

berada pada tingkat tinggi, dan hanya 1,4% Threat/ Ancaman berada pada tingkat rendah. Perceived (Harapan)

Perceived/ Harapan adalah segala sesuatu yang diharapkan oleh ibu hamil terhadap manfaat, hambatan, dan bahaya yang akan dialami oleh ibu hamil bila tidak memeriksakan kadar Hb. Berikut adalah hasil distribusi Perceived yang

terdiri darimanfaat, hambatan dan bahaya:

Page 27: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

197 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 2. Perceived (Harapan) yang dirasakan oleh ibu hamil di wilayah kerja

Puskesmas Kebonsari tahun 2015

Variabel

Tingkat Percived/Harapan

Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Manfaat 2 2,9 20 28,6 48 68,6 70 100

Hambatan 1 1,4 39 55,7 30 42,9 70 100

Bahaya 2 2,9 39 55,7 29 41,4 70 100

Perceived/ Harapan

0 0 20 28,6 50 71,4 70 100

Berdasarkan tabel 2 diperoleh informasi bahwa variabel manfaat memiliki tingkat harapan yang tinggi (68,6%). Terdapat 28,6% variabel manfaat berada pada tingkat Perceived/Harapan sedang. Sedangkan untuk variabel hambatan dan bahaya memiliki tingkat harapan yang sedang yaitu sebanyak 55,7%. Pada variabel hambatan memiliki tingkat keseluruhan Perceived/ Harapan berada pada tingkat tinggi, sedangkan pada variabel bahaya memiliki Perceived/ Harapan berada pada tingkat tinggi. Secara keseluruhan Perceived/ Harapan berada pada tingkat tinggi yaitu sebesar 71,4%. Tidak ada Perceived/ Harapan berada pada tingkat rendah dan hanya 28,6% Perceived/ Harapan berada pada tingkat sedang.

Cues to Action

Cues to action adalah isyarat untuk bertindak atau segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perilaku ibu hamil untuk memutuskan memeriksakan kadar Hb. Berikut adalah distribusi Cues to action yang terdiri dari Dukungan keluarga, pengalaman dari orang lain dan aksesibilitas:

Berdasarkan tabel 3 di atas diperoleh informasi bahwaCues to Actiontinggi paling banyak terdapat pada variabel dukungan keluarga yaitu sebanyak 34,3%. Kemudian yang kedua adalahvariabel aksesibilitas yaitu sebanyak 28,6%. Sedangkan yang terakhir adalah variabel pengalaman orang lain yaitu sebesar12,9%. Secara keseluruhanCues to Action berada pada tingkat sedang yaitu sebesar 62,9%.

Tabel 3. Cues to action yang dirasakan oleh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari tahun 2015

Variabel

Tingkat Cues to Action

Rendah Sedang Tinggi Total

n % n % n % n %

Dukungan Keluarga 1 1,4 45 64,3 24 34,3 70 100

Pengalaman orang lain 24 34,3 37 52,9 9 12,9 70 100

Aksesibiltas 2 2,9 48 68,6 20 28,6 70 100

Cues to Action 1 1,4 44 62,9 25 35,7 70 100

Perilaku Ibu Hamil dalam pemeriksaan kadar Hb

Perilaku ibu hamil terhadap

pemeriksaan kadar Hb adalah tindakan yang yang diambil oleh ibu hamil untuk memeriksakan kadar Hb atau tidak memeriksakan kadar Hb. Hasil survey menunjukkan bahwa responden yang memeriksakan kadar Hb sebanyak 52 ibu hamil atau sebesar 74,3% dari seluruh jumlah responden. Sedangkan responden yang tidak memeriksakan kadar Hb sebanyak 18 ibu hamil atau sebesar 25,7% dari seluruh jumlah responden. Pengaruh Threat terhadap Perilaku Ibu Hamil

Pengaruh Threat terhadap Perilaku ibu Hamil dapat dilihat pada tabel 4. Pengaruh Cues to Action terhadap Perilaku Ibu Hamil dapat di lihat pada tabel 5.13 di bawah ini. Tabel 4. Pengaruh Threat terhadap Perilaku Ibu Hamil di wilayah Puskesmas Kebonsari

tahu 2015

Threat

Perilaku

Total Tidak Periksa kadar Hb

Periksa Kadar Hb

n % n % n %

Rendah 1 100 0 0 1 100

Sedang 14 23 47 77 61 100

Tinggi 3 37,5 5 62,5 8 100

Total 18 25,7 52 74,3 70 100

Tabel 4, menunjukkan informasi bahwa perilaku tidak memeriksa kadar Hb terbanyak yaitu 100% dengan Threat rendah. Semakin rendah Threat, akan diikuti

oleh perilaku tidak periksa kadar Hb.Setelah dilakukanuji Regresi logistik didapatkan ρ = 0,808, yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara threat

terhadap perilaku ibu hamil dalam memeriksakan Hb di bPuskesmas Kedungsari.

Pengaruh Perceived terhadap Perilaku Ibu Hamil

Pengaruh Perceived terhadap perilaku

Ibu Hamil dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Perceived terhadap Perilaku Ibu Hamil di wilayah Puskesmas

Kebonsari tahun 2015

Perceived

Perilaku

Total Tidak Periksa kadar Hb

Periksa Kadar Hb

n % n % n %

Rendah 0 0 0 0 0 100

Sedang 9 45 11 77 20 100

Tinggi 9 8 41 62,5 50 100

Total 18 25,7 52 74,3 70 100

Page 28: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

198 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Berdasarkan tabel 5. di atas, diperoleh informasi bahwa perilaku memeriksa kadar Hb terbanyak yaitu 77% dengan Perceived sedang. Semakin tinggi Perceived, akan diikuti oleh perilaku untuk periksa kadar Hb. Setelah dilakukan uji Regresi logistik didapatkan ρ = 0,005 dan β = 10,789, yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Perceived dan perilaku ibu hamil dalam memeriksakan Kadar Hb di Puskesmas Kebonsari. Perceived yang dirasakan oleh responden 10,789 kali menyebabkan perubahan perilaku untuk periksa kadar Hb di Puskesmas Kebonsari surabaya. Pengaruh Cues to action terhadap Perilaku Ibu Hamil

Pengaruh Cues to Action terhadap Perilaku Ibu Hamil dapat di lihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Pengaruh Cues to Action terhadap Perilaku Ibu Hamil di wilayah Puskesmas

Kebonsari tahun 2015

Cues to Action

Perilaku

Total Tidak

Periksa kadar Hb

Periksa Kadar Hb

n % n % n %

Rendah 1 100 0 0 1 100

Sedang 14 31,8 30 68,2 44 100

Tinggi 3 12 22 88 25 100

Total 18 25,7 52 74,3 70 100

Tabel 6 menunjukkan informasi bahwa perilaku tidak memeriksa kadar Hb terbanyak yaitu 100% dengan Cues to Action rendah. Semakin tinggi Cues to Action, akan diikuti oleh perilaku untuk periksa kadar Hb. Setelah dilakukan uji Regresi logistik didapatkan ρ = 0,005 dan β = 12,847, yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Cues to Action terhadap perilaku. Cues to Action yang dirasakan oleh responden 12,847 kali menyebabkan perubahan perilaku untuk periksa kadar Hb di Puskesmas Kebonsari Kota surabaya Isu Strategis, Penyebab masalah, dan Telaah Peneliti

Isu strategis berdasarkan hasil

penelitian yang pertama adalah rendahnya jumlah ibu hamil yang memiliki tingkat Perceived tinggi. Semakin rendah Perceived semakin besar potensi untuk tidak periksa Kadar Hb, Isu pertama muncul karena pemahaman dan kesadaranibu hamil masih

kurang tentang manfaatdan pentingnya mengetahui kadar Hb pada waktu hamil. Telaah peneliti mengenai isu ini adalah penyuluhan dan sosialisasi kepada para ibu hamil tentang pentingnya memeriksakan kadar Hb pada waktu hamil disertai penjelasan mengenai manfaat dan akibat yang akan diterima ibu hamil bila tidak memeriksakan kadar Hb. Informasi dapat diperoleh dari penyebaran informasi melalui brosur dan leaflet tentang pemeriksaan kadar Hb.

Isu strategis yang kedua adalah rendahnya jumlah ibu hamil yang memiliki tingkat Cues to Action tinggi. Semakin rendah Cues to Action semakin besar potensi untuk tidak periksa kadar Hb, Penyebab Masalah isu yang kedua adalah tentang dukungan keluarga dan orang terdekat serta lingkungan disekitar ibu hamil yang kurang untuk memeriksakan kadar Hb. Telaah peneliti dalam permasalahan yang terjadi adalah penyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan kadar Hb pada waktu hamil kepada ibu hamil, keluarga dan orang terdekat dari ibu hamil juga kepada kader posyandu. Rekomendasi

Rekomendasi yang diberikan

berdasarkan hasil dan analisis penelitian serta isu strategis yang didapatkan adalah1) Menyusun suatu perencanaan program KIA terkait dengan pemeriksaan kadar Hb dengan menentukan tujuan, sasaran, rencana kegiatan yang dilakukan, dan menyusun anggaran yang diperlukan serta melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap tujuan program tersebut, 2) Peningkatan penyuluhan tentang manfaat pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil serta akibat yang akan diterima bila tidak memeriksakankadar Hbyang diberikan oleh bidan ataupun kader posyandu, baik kepada ibu hamil ataupun masyarakat dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Penyuluhan ditingkatkan di dalam gedung Puskesmas maupun diluar gedung Puskesmas, 3) Peningkatan kepedulian Bidan untuk memotivasi ibu hamil agar mau dilakukan pemeriksaan Kadar Hb dengan menjelaskan prosedur pemeriksaan serta memberikan edukasi kepada ibu hamil tentang bahaya bila tidak memeriksakan kadar Hb, dan 4) Meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat dengan mencetak brosur, leaflet dan membagikan kepada masyarakat. Misalnya pada saat penyuluhan di Posyandu.

Page 29: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

199 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PEMBAHASAN

Sesuai dengan aturan dari Kemenkes RI

tahun 2012 ditegaskan bahwa untuk mengurangi tingkat kematian Ibu dan Bayi, salah satu bentuk pemeriksaan antenatal yang berkualitas dan sesuai standar adalah pemeriksaan Kadar Hb pada Ibu Hamil. Namun kenyataannya ibu hamil yang memeriksakan kadar Hb di wilayah kerja Puskesmas Kebonsari sangat rendah yakni sebesar 20%. Untuk memahami faktor yang mempengaruhi perilaku ibu hamil dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan teori Health Believe Model (HBM) menurut Becker tahun1974 (dalam Notoatmojo, 2014)

Threat merupakan persepsi ancaman tentang kerentanan diri dan keparahan terhadap suatu penyakit. Persepsi atau keyakinan terhadap peningkatan kerentanan atau risiko dihubungkan dengan perilaku sehat dan penurunan kerentanan pada perilaku tidak sehat. Menurut Rosenstock, jika persepsi kerentanan terhadap penyakit tinggi maka perilaku sehat yang dilakukan seseorang juga tinggi. Begitu juga jika persepsi keparahan individu tinggi maka ia akan berperilaku sehat. (Rosenstock,1974).Threat yang dirasakan ibu hamil pada penelitian ini termasuk kategori sedang, hal ini terlihat dari 87,1% dari ibu hamil masuk kategori sedang. Hal yang menyebabkan threat cenderung rendah antara lain kurangnya pemahaman masyarakat terutama ibu hamil akan pentingnya pemeriksaan kadar Hb pada saat hamil.

Perceived merupakan persepsi terhadap

keuntungan, hambatan dan bahaya yang akan diterima bila individu meninggalkan perilaku sehat (Rosenstock, 1974). Menurut Rosenstock, individu yang sadar akan keuntungan deteksi dini penyakit akan terus melakukan perilaku sehat. Begitu juga dengan hambatan dan bahaya, jika persepsi hambatan dan bahaya terhadap perilaku sehat tinggi maka periaku sehat tidak akan dilakukan. Perceived yang dirasakan ibu hamil pada penelitian ini termasuk kategori tinggi (71,4%).

Pada penelitian ini perceived yang tinggi tetap menghasilkan perilaku untuk periksa kadar Hb rendah. Hal ini dapat terjadi karena tidak didukung pemahaman yang baik mengenai manfaat dan prosedur pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil. Dalam rangka untuk perilaku baru yang akan diadopsi, seseorang perlu untuk percaya manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada konsekuensi melanjutkan perilaku lama (Jones and Bartlett Publishers, 2011).

Dengan meningkatkan pemahaman ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kadar Hb, diharapkan cakupan pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil dapat meningkat.

Cues to Action merupakan berbagai macam faktor yang akan merubah seseorang untuk berperilaku sehat. (Graham, 2002). Cues to Action adalah peristiwa-peristiwa, orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah perilaku mereka (Weinrich et al, 1998). Cues to Actionyang dirasakan pada penelitian ini berada pada kategori sedang (62,9%). Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman dari masyarakat yang ada disekitar ibu hamil, baik keluarga, tetangga ataupun kader kesehatan. Pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil dapat ditingkatkan melalui penyuluhan ataupun pembagian leaflet/brosur. Dengan adanya peningkatan pemahaman ini diharapkan juga dapat meningkatkan cakupan pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah jumlah ibu hamil yang memiliki perceived tinggi masih kurang, Cues to Action pada ibu hamil masih kategori kurang, Adanya pengaruh antara perceived terhadap perilaku ibu hamil, Adanya pengaruh antara cues to action terhadap perilaku ibu hamil, Rekomendasi dalam penelitian ini adalah meningkatkan penyuluhan dan edukasi kepada ibu hamil dan masyarakat tentang pemeriksaan kadar Hb terutama mengenai manfaat, dan akibat yang akan diterima bila tidak melakukan pemeriksaan kadar Hb, serta prosedur pemeriksaannya. Pemberian leaflet mengenai pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil, keluarganya dan masyarakat pada saat penyuluhan di Posyandu. Meningkatkan kepedulian Bidan untuk memotivasi ibu hamil agar mau dilakukan pemeriksaan kadarHb. Saran

Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian, disarankan pada dinas kesehatan kota Surabaya untuk dapat menggunakan hasil penelitian sebagai masukan untuk upaya peningkatan capaian pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil di Kota Surabaya. Diharapkan puskesmas dapat meningkatkan penyuluhan dan edukasi pada ibu hamil dan masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil.

Page 30: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

200 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Diharapkan Puskesmas lebih meningkatkan kegiatan kunjungan Posyandu serta mengadakan pendekatan pada ibu hamil. Diharap masyarakat dapat mendukung upaya peningkatan capaian pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil ini dengan turut serta dalam kegiatan penyuluhan dan kegiatan program KIA, munjadi kader kesehatan, dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Diharapkan peneliti lain bisa melanjutkan kekurangan dalam penelitian ini sehingga dapat tersusun rekomendasi yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA

Graham, M.E. 2002. Health beliefs and self breast examination in black women. Journal of Cultural Diversity, 9 (2), 49-54.

Kemenkes RI. (2012). Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Ed 2, Jakarta

Notoatmodjo S, 2014. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

SDKI. 2007. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

SDKI. 2002. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

SKRT. 2001. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Jakarta: Depkes RI

Rosenstock I., 1974. Historitical Origins of the health belief model, Health Education Monographs, 2 (4): 328-335

Depkes RI. 2000. Gerakan Partisipatif Penyelamat Ibu Hamil, Menyusui, dan bayi. Jakarta: Depkes RI.

Weinrich, S., Hodlford, D., Boyd, M., Creanga, D., Cover, K., Johnson, A., Frank-Stromborg, M., & Weinrich, M. 1998. Prostate cancer education in African American churches. Public Health Nursing, 15 (3), 188-195.

Page 31: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

201 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

SYNDROM PREMENOPAUSE DENGAN PERLAKUAN SENAM LANSIA

Yuniasih Purwaningrum

(Prodi D III Kebidanan Jember, Poltekkes Kemenkes Malang)

Syiska Atik Maryanti (Prodi D III Kebidanan Jember, Poltekkes Kemenkes Malang)

Sutrisno (Prodi D III Kebidanan Jember, Poltekkes Kemenkes Malang)

ABSTRAK Pendahuluan: Syndrom premenopause merupakan gejala dialami oleh wanita sebelum memasuki masa menopause. Sedangkan senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia. Terdapat banyak wanita lansia yang belum bisa menerima syndrom premenopause. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh syndrom premenopause dengan perlakuan senam lansia. Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah wanita lansia anggota senam lansia di Kelurahan Tegal Boto 40 wanita lansia sehingga sampelnya 36 wanita lansia dengan sampling simple random sampling. Dengan menggunakan uji Lambda dengan menggunakan SPSS. Hasil: Didapatkan hasil variabel dependent 0,781 berarti ˃ 0,05 (α) yang berarti Ho diterima. Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh Syndrom Premenopause dengan perlakuan Senam Lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupten Jember Tahun 2015. Disarankan pada wanita lansia untuk tetap selalu rutin mengikuti senam lansia dan menjaga pola makan, serta suami memberikan dukungan dan dorongan kepada wanita lansia untuk selalu mengikuti senam lansia secara rutin.

Kata Kunci: Syndrom premenopause, Senam Lansia

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Premenopause adalah peristiwa kehidupan yang normal dan bukan merupakan suatu penyakit. Premenopause merupakan fase alamiah yang akan di alami oleh setiap wanita yang biasanya terjadi di usia 45-49 tahun (Kasdu, 2002:35). Terjadinya menopause bila siklus menstruasi seorang wanita telah berhenti secara permanen selama satu bulan. Kondisi ini merupakan suatu akhir proses biologis yang menandai berakhirnya masa subur seorang wanita (Liewellyn, 2002). Di dalam masyarakat, sindrom menopause yang sering terjadi adalah rasa cemas, takut, cepat marah, ingatan menurun, sulit konsentrasi, gugup, merasa tidak berguna, mudah tersinggung, stres bahkan depresi (Anonim, 2008).

Beberapa hal yang harus diperhatikan agar tetap sehat di usia lanjut yaitu dengan memperhatikan faktor gizi dan olahraga. Para wanita usia lanjut tersebut juga rentan terhadap penyakit misalnya osteoporosis, penyakit jantung koroner, kanker, darah tinggi (Kasdu, 2002:40,74).

Syndrom premenopause dialami oleh banyak wanita hampir di seluruh dunia, sekitar 70-80% wanita Eropa, 60% di Amerika, 57% di Malaysia, 18% di Cina dan 10% di Jepang dan Indonesia . Hasil survey awal dari 10 wanita menopause disalah satu tempat di Jawa Timur menunjukkan 40% wanita menopause tidak bisa menerima sindrom menopause (Cicih cit BKKBN, 2000).

Turunnya kematian 30 % akan menghasilkan perubahan terhadap umur, 10% masyarakat dapat menambah jumlah penduduk usia tua, termasuk peningkatan jumlah penduduk usia sangat tua (cicih cit BKKBN, 2000). Menurut Kasdu (2002 : 32), wanita usia 45-49 tahun akan mengalami syndrom premenopause yang meliputi hot flushes (semburan panas dari dada hingga wajah), night sweat (keringat di malam hari), vagina kering, penurunan daya ingat, susah tidur, depresi, mudah lelah, penurunan libido, rasa sakit jika berhubungan seks.

Dampak dari syndrom premenopause itu sendiri merupakan hal yang ditakuti bagi para wanita lanjut usia dengan ciri-ciri sulit tidur, gelisah tanpa alasan, sering tersinggung, mudah marah, serta keharmonisan dalam rumah tangga juga sering menjadi ancaman bagi wanita lanjut usia (Kasdu. 2002:7).

Page 32: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

202 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Upaya-upaya yang bisa dilakukan wanita di masa premenopause untuk mengurangi berbagai keluhan yang sedang dialaminya, Terapi Sulih Hormon (TSH), olahraga, nutrisi yang cukup, gaya hidup sehat, pemeriksaan kesehatan secara berkala, menganjurkan para wanita menopause untuk mengikuti posyandu lansia, seminar dan ceramah tentang menopause (Kasdu. 2002: 85). Semua senam dan aktifitas olahraga ringan sangat bermanfaat untuk menghambat proses degenerative atau penuaan. Senam ini sangat dianjurkan untuk mereka yang memasuki usia pralansia 45-49 tahun dan usia lansia 65 tahun ke atas.

Senam lansia disamping memiliki manfaat terhadap peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur. Dengan mengikuti senam lansia efek minimalnya adalah lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar (Kasdu, 2002:55).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember tahun 2015, terdapat kurang lebih 55 orang lansia yang mengikuti senam lansia setiap minggu. Terdapat sekitar 40 orang yang mengatakan bisa menerima adanya sindrom menopause dan 15 orang yang mengatakan tidak bisa menerima adanya sindrom menopause yang terjadi pada wanita usia lanjut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode metode analitik observasional yaitu melakukan pengamatan pengaruh senam lansia terhadap sindrom menopause, dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran observasi data variabel dependen dan variabel independen hanya satu kali pada saat itu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sindrom menopause dengan perlakuan senam lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember.

Populasi dalam penelitian semua wanita lansia yang menjadi anggota senam lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember Tahun 2015 yang berjumlah 40 orang.

Sampel dalam penelitian ini sesuai dengan kriteria sebanyak 36 ibu lansia dengan menggunakan teknik Simple

Random Sampling yaitu dengan sistem lotre.

Metode pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner dan klembar observasi. Analisa data di analisis dengan analisis univariat tabel distribusi frekuensi (prensentase). Untuk membuktikan kebenaran hipotesis penelitian analisis yang di gunakan adalah uji LAMBDA dengan bantuan SPSS.

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini, proses pengambilan data berlangsung pada bulan Mei sampai dengan Nopember 2015 di Kelurahan Tegal Boto wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember secara Simple Rondom Sampling.

Di wilayah Kelurahan Tegal Boto terdapat 36 lansia yg mengikuti senam lansia. Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk data umum dan data khusus. Data umum berupa karakteristik responden yang meliputi karakteristik umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, riwayat KB, paritas dan syndrom premenopause. Sedangkan data khusus berupa karakteristik senam lansia, syndrom premenopause dan pengaruh senam lansia terhadap syndrom premenopause.

Tabel 1. Distribusi umur wanita lansia yang menjadi responden di Kelurahan Tegal Boto

Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember tahun 2015

Umur Ibu Jumlah Persen

45-46 tahun 47-48 tahun 49-50 tahun 51-52 tahun

8 15 10 3

22,24 41,67 27,79

8,3

Total 36 100

Tabel 1. diatas menunjukkan bahwa dari 36 responden didapat paling banyak berusia antara 47-48 tahun sebanyak 41,67%.

Tabel 2. Distribusi tingkat pendidikan formal wanita lansia yang menjadi responden di

Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupeten Jember

Tahun 2015

Pendidikan Ibu Jumlah Persen

SD SMP SMA Perguruan Tinggi

3 13 19 1

8,33 36,11 52,77 2,79

Total 36 100

Tabel 2 diatas menggambarkan tentang tingkat pendidikan formal ibu responden.

Page 33: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

203 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Dari 36 responden didapat paling banyak pendidikan terakhirnya adalah SMA sebanyak 52,77%.

Tabel 3 Distribusi pekerjaan wanita lansia yang menjadi responden di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari

Tahun 2015

Pekerjaan Jumlah Persen

IRT Wiraswasta PNS

28 6 2

77,78 16,67 5,55

Total 36 100

Berdasarkan tabel 3 di atas, sebagian besar pekerjaan wanita lansia responden adalah ibu rumah tangga sebanyak 77,78%.

Tabel 4 Distribusi KB wanita lansia yang menjadi responden di Kelurahan Tegal Boto

Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupeten Jember Tahun 2015

KB Jumlah Persen

Pil IUD Implan Suntik 1 bulanan Suntik 3 bulanan

5 6 2 8

15

13,88 16,67 5,56

22,22 41,67

Total 36 100

Berdasarkan tabel 4 di atas, dari 36 responden sebagian besar alat kontrasepsi yang pernah digunakan oleh wanita lansia adalah KB suntik 3 bulanan sebanyak 41,67%.

Tabel 5 Distribusi paritas wanita lansia yang menjadi responden di Kelurahan Tegal Boto

Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupten Jember Tahun 2015

Paritas Jumlah Persen

Primipara Multipara

6 30

16,67 83,33

Total 36 100

Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa dari 36 responden didapat paling banyak wanita lansia multipara yang menjadi responden sebanyak 83,33%.

Tabel 6 Distribusi syndrom premenopause yang dirasakan oleh responden di Kelurahan

Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember Tahun 2015

Syndrom Premenopause Jumlah Persen

Mudah tersinggung Sakit kepala

Mudah marah Pelupa

Kurang percaya diri Hot flushes

26 20 26 20 24 19

72,22 55,56 72,22 55,56 66,67 52,78

Tabel 6 diatas menunjukkan dari 36 responden,menunjukkan paling banyak wanita lansia yang mengalami mudah tersinggung dan marah sebesar 72,22%.

Tabel 7 Karakteristik senam lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja

Puskesmas Sumbersari Kabupeten Jember Tahun 2015

Senansia Jumlah Persen

Rutin Tidak Rutin

24 12

66,67 33,33

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 7 di atas diketahui

yang mengikuti senam lansia secara rutin sebanyak 66,67% dan yang tidak rutin mengikuti senam lansia sebanyak 33,33%.

Tabel 8 Katakteristik syndrom premenopause di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari

Tahun 2015

Syndrom Premenopause Jumlah Persen

Ringan Sedang Berat

12 11 13

33,33 30,56 36,11

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 8 di atas diketahui dari 36 responden yang mengalami syndrom premenopause ringan sebanyak 33,33%,mengalami syndrom premenopause sedang sebanyak 30,56%,dan yang mengalami syndrom premenopause berat sebanyak 36,11%.

Tabel 9 Tabel silang tentang Syndrom Premenopause dengan perlakuan Senam Lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupten

Jember Tahun 2015

Syndeoma premenopause

Total Ringan Sedang Berat

Senam lansia

Rutin senam 7 5 6 18

Tidak rutin senam 5 6 7 18

Total 12 11 13 36

Data di uji Lambda dengan

menggunakan SPSS. didapatkan hasil variabel dependent 0,781 berarti ˃ 0,05 (α) yang berarti Ho diterima yang artinya tidak terdapat pengaruh Syndrom Premenopause dengan perlakuan Senam Lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupten Jember Tahun 2015.

Page 34: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

204 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 10. Hasil uji Labda dengan bantuan program SPSS

Value

Asymp. Std.

Errora Approx

. Tb Approx.

Sig.

Lambda Symmetric .073 .166 .430 .667

Senam lansia Dependent

.111 .257 .409 .682

Syndroma premenopause

Dependent

.043 .153 .278 .781

Goodman and

Kruskal tau

Senam lansia Dependent

.014 .039

.784c

Syndroma premenopause

Dependent

.007 .020

.784c

PEMBAHASAN Senam Lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari

Berdasarkan tabel 8 di atas didapatkan

data dari 36 wanita lansia yang mengikuti senam lansia di kelurahan Tegal Boto wilayah kerja Puskesmas Sumbersari, terdapat 66,67% wanita lansia yang rutin mengikuti senam lansia dan 33,33% wanita lansia yang tidak rutin mengikuti senam lansia.

Senam lansia merupakan serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia. Senam lansia baik dilakukan oleh wanita lansia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat seorang wanita lansia untuk mengikuti senam lansia,yaitu diantaranya dukungan oleh keluarga, keinginan sendiri, informasi tentang senam lansia dan faktor masyarakat juga berperan penting (Depkes RI, 2000:56). Seperti diketahui ada beberapa manfaat senam lansia yaitu memperlancar proses degenerasi karena perubahan, mempermudah untuk menyesuaikan kesehatan jasmani dalam kehidupan (adaptasi), berfungsi melindungi yang artinya sebagai cadangan dalam fungsinya (Nugroho, 1999).

Minat seorang wanita lansia sangat berbeda-beda antara satu tempat ke tempat yang lain. Senam lansia sangat baik dilakukan secara rutin oleh wanita lansia. Dengan dukungan dan motivasi oleh keluarga sangatlah berperan penting bagi wanita lansia, serta kerja sama yang baik antara tenaga kesehatan dan masyarakat. Dalam penelitian ini wanita lansia yang mengikuti senam lansia secara rutin sebanyak 66,67% mengatakan alasannya,

yaitu karena mereka merasa dari syndrom-syndrom premenopause yang mereka rasakan berkurang, mereka juga mendapat dukungan dari keluarga serta jarak rumah ketempat diadakannya senam lansia sangatlah dekat. Sedangkan wanita lansia yang tidak rutin mengikuti senam lansia sebanyak 33,33% mengatakan alasannya yaitu karena mereka merasa waktunya hanya terbuang sia-sia, meraka merasakan didak ada pengaruhnya terhadap syndrom premenopause, serta tidak adanya dukungan dari keluarga.

Syndrom Premenopause di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari

Berdasarkan tabel 9 di atas didapatkan

data dari 36 wanita lansia yang mengalam syndrom premenopause ringan sebanyak 33,33%, wanita lansia yang mengalami syndrom premenopause sedang sebanyak 30,56%, dan wanita lansia yang mengalami syndrom premenopause berat sebanyak 36,11%.

Syndrom premenopause merupakan hal yang ditakuti bagi para wanita lanjut usia dengan ciri-ciri hot flushes, mudah tersinggung, sakit kepala, mudah marah, pelupa, dan kurang percaya diri (Kasdu. 2002:7). Bahkan syndrom premenopause bisa menjadikan keharmonisan rumah tangga berkurang (Kasdu. 2002:10). Syndrom premenopause terjadi pada wanita pralansia maupun lansia. Syndrom premenopause merupakan awal dari wanita itu akan beralih ke masa menopause. Tidak ada seseorang yang bisa pasti menentukan kapan akan mengalami menopause. Syndrom premenopause mempunyai faktor-faktor yang mempercepat seorang wanita memasuki masa menopause yaitu, menarch (saat pertama kali wanita mendapatkan haid), kondisi kejiwaan, pekerjaan, jumlah anak (paritas), penggunaan alat kontrasepsi, merokok, ketinggian tempat tinggal (Kasdu, 2002:17-19).

Untuk mengetahui apakah wanita itu sudah di masa premenopause atau menopause dengan mengetahui syndrom-syndrom premenopause terlebih dahulu. Wanita lansia harus mengetahui bagaimana pola kehidupannya dan status gizi harus dijaga. Karena ketika wanita mengalami syndrom premenopause akan mengalami ketidakseimbangan hormon-hormon dalam tubuh. Pada wanita lansia yang mengalami syndrom premenopause ringan sebanyak 33,33% dan sebagian besar merasakan semburan panas (hot flushes).Wanita lansia yang mengalami syndrom premenopause

Page 35: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

205 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

sedang sebanyak 30,56%, dan seluruhnya mengalami perasaan mudah tersinggung. Wanita lansia yang mengalami syndrom premenopause berat sebanyak 36,11%, dan seluruhnya mengalami mudah tersinggung, mudah marah, pelupa, dan kurang percaya diri. Pengaruh Syndrom Premenopause dengan perlakuan Senam Lansia Di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari

Data di uji Lambda dengan menggunakan SPSS . didapatkan hasil variabel dependent syndrome premenopause 0,781 berarti ˃ 0,05 (α) yang berarti Ho diterima yang artinya tidak terdapat pengaruh Syndrom Premenopause dengan perlakuan Senam Lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupten Jember Tahun 2015 atau dengan kata lain tidak terdapat pengaruh senam lansia terhadap syndrom premenopause.

Setiap wanita akan mengalami masa peralihan alamiah, dari masa subur ke masa sebelum menopause yang disebut masa premenopause. Dimana didalam masa ini terdapat syndrom premenopause. Syndrom premenopause merupakan syndrom yang sulit diterima oleh wanita lansia dan bisa menjadi ancaman pagi keharmonisan rumah tangga (Prawirohardjo.S, 2005: 87 ). Faktor yang menjadi penanganan syndrom premenopause adalah pola makanan, lingkungan, terapi , dan senam lansia itu sendiri. Senam lansia hanya salah satu faktor untuk menangani syndrom premenopause.Memang di daerah penelitian ini terdapat kegiatan senam lansia secara rutin akan tetapi anggotanya tidak semuanya rutin mengikuti kegiatan tersebut dengan berbagai alasan kegiatan lainnya. Dimana pesertanya sebagian besar adalah wanita yang umurnya antara umur 35 sampai 52 tahun dan pelaksanaan senam lansia itu sendiri dilakukan setiap hari minggu atau empat kali dalam satu bulan. Sebagian wanita lansia terpengaruh oleh adanya sindroma premenopause sehingga menjadi tidak rutin mengikuti senam, tetapi sebagian wanita lansia lainnya mengatakan tidak terpengaruh sehingga tetap senam lansia meskipun mengalami syndrom premenopause. Dari pernyataan ini menjadikan wanita lansia sebagian tidak mengikuti senam lansia secara rutin. Senam lansia sangatlah penting untuk menekan syndrom premenopause. Karena dengan senam lansia dapat menetralkan

depresi/kecemasan karena dengan senam, akan terproduksi endrophin, dopamin dan serotonin sehingga akan mempengaruhi suasana hati dan dapat mengatur aktivitas tidur seseorang (Proverawati, 2010). Menurut peneliti syndrome premenopause yang sering di alami adalah Gangguan psikis (mudah tersinggung, mudah marah,mudah lelah, dan tegang ) dengan senam lansia yang rilexs dan senang maka syndrome premenopause dapat berkurang.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian tentang jumlah wanita lansia yang mengikuti senam lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember tahun 2015, terdapat 36 responden terdiri dari wanita lansia yang rutin mengikuti mengikuti senam lansia sebesar 66,67% dan wanita lansia yang tidak rutin mengikuti senam lansia sebanyak 33,33%.

2. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh senam lansia terhadap syndrom premenopause di Kelurahan Tegal Boto wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Tahun 2015, dari 36 responden terdapat 33,33 % responden yang mengalami syndrom premenopause ringan, 30,56 % responden mengalami syndrom premenopause sedang, serta 36,11 % responden yang mengalami syndrom premenopause berat.

3. Berdasarkan analisis uji hipotesis dengan Lambda tentang hasil variabel dependent 0,781 berarti ˃ 0,05 (α) yang berarti Ho diterima yang artinya tidak terdapat pengaruh Syndrom Premenopause dengan perlakuan Senam Lansia di Kelurahan Tegal Boto Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupten Jember Tahun 2015

Saran

1. Bagi Peneliti, dapat dijadikan sebagai suatu gambaran bagi peneliti selanjutnya dan dikembangkan lebih mendalam mengingat keterbatasan dalam penelitian ini.

2. Bagi Tenaga Kesehatan, khususnya bidan sebaiknya mampu memberikan infomasi kepada wanita lansia pentingnya senam lansia terhadap syndrom premenopause.

3. Bagi Responden, wanita lansia diharapkan untuk selalu mengikuti senam

Page 36: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

206 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Lansia secara rutin sebanyak 4 kali sebulan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). Premenopause.

http://indonesiannursing.com, 4 Februari 2009

Arikunto,S. (2002) . Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta

Cicih Cit BKKBN. (2000). Wanita Menopause. http://AsianBrain.com, 2 Maret 2010

Darmajo. (1999). Tentang-Senam-Lansia. http://tutorialkuliah.com Mei 2009

Departemen Kesehatan RI.(2000). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta, Depkes RI

Diputra. P (2007). Fakta dan Tips Menghadapi Menopause. http://cihuy22.wordpress.com, 27 Juni 2009

Kasdu, Dini.(2002).Kiat Sehat dan Bahagia di Masa Menopause.Jakarta : Puspa Swara

Kebidanan, Edisi 3. Jakarta, EGC, Hal; 161-173

Liewellyn. (2002).Proses Fisiologis Premenopause. http://www.lizaherbal.com. 1 Januari 2000

Mangoenprasodjo. (2004).Tahap-Tahap Menopause.http://indonesiannursing.com. 25 juni 2003

Menuh (2000). Senam Lansia dan Sindrom Menopause.http://indonesiannursing.com. 2 Maret 2010

Notoatmodjo. (2005).Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta:PT Rineka Cipta

Nugroho. (1999).Tentang Senam Lansia.http://tutorialkuliah.wordpress.com. Mei 2009

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika

Polim,A. (2010).Latihan Fisik Wanita Menopause.http://indonesiannursing.com. 19 Januari 2011

Powel. (2000).Senam Lansia.http://addy 1571.files.wordpress.com. 21 Februari 2010

Prawirohardjo Sarwono. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta : Salamba Raya

Proverawati, 2010, Menopause Dan Sindroma Premenopause, Nuha Medika Yogyakarta

Sugiono. (2009). Statistik Non Parametris. Bandung : CV Alfabeta

Suyanto. (2009). Statistik Analitik. http://indonesiannursing.com. Januari 2010

Yatim. (2001). Rata-Rata Usia Premenopause. http://www.lizaherbal.com

Page 37: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

207 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PREDIKSI PENYEBAB TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI SEBAGAI

PENYEBAB KOMPLIKASI PERSALINAN

Hj. K. Kasiati (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Ayesha Hendriana Ngestiningrum

(Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Hery Sumasto (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRACT

Introduction: KPD is rupture of membranes before there are signs of labor, the condition can increase perinatal morbidity and mortality. Factors that could cause KPD: maternal age, parity, gestational age, Gemelli, CPD, abnormalities of the fetus's position and others. The aim of research to predict the incidence of KPD by analyzing the factors of age, parity, gestational age, Gemelli, CPD, and abnormalities of the fetus's position with KPD incident at Hospital Dr. Harjono Ponorogo. Method: Type of ex post facto study with retrospective study design. Populations of all maternal as much as 257. The entire population is taken as a sample. Independent variables were age, parity, gestational age, Gemelli, CPD, abnormal location of the fetus, while the dependent variable is the KPD. Collecting data using secondary data for 2 months. Results: Results of this study are as follows: Genesis KPD at Hospital Dr. Harjono Ponorogo of 42.4% of all births, maternal age at risk of experiencing KPD 45.3%, mother with parity KPD risk by 68.9%, with a birth mother who experienced preterm gestational age of 15.2 KPD %, with Gemelli maternity mother who had KPD as much as 73.3%, with a birth mother who suffered KPD CPD as much as 63.2%, with the birth mother aberration fetuses KPD much as 75.6%. Conclussion: The factors that can be used as a prediction which led KPD at Hospital Dr. Harjono Ponorogo is maternal age, parity, gestational age, Gemelli, the CPD, the location of fetal abnormality. Suggested for health workers to improve the monitoring of pregnant women with risk KPD including an ultrasound, so that events can be pressed KPD.

Keywords: Age, Parity, Age Pregnancy, Pregnancy Twins (Gemelli), CPD, Location of Fetal Abnormalities

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut kejadian ketuban pecah dini (Manuaba, 2010: 281). KPD merupakan masalah penting dalam obstetrik karena berkaitan dengan penyulit kelahiran, terjadinya prematuritas dan infeksi sampai sepsis, sehingga dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi (Saifuddin, 2009: 218).

Faktor yang menyebabkan KPD antara lain kondisi sosial ekonomi, infeksi serta penyakit lainnya. Kondisi sosial ekonomi yang rendah berhubungan dengan kualitas perawatan antenatal yang rendah, penyakit menular seksual oleh Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorrhea (Sualman, 2009). Karena sebagian besar kasus etiologi KPD tidak diketahui, maka tindakan preventif tidak dapat dilakukan. Sehingga upaya treatmen yang dilakukan hanya untuk menekan terjadinya infeksi (Manuaba, 2009: 119). Menurut Saifuddin (2009: 218), ketuban pecah dini disebabkan oleh berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.

Berdasarkan data WHO, kejadian KPD 15-40 % merupakan angka kejadian cukup tinggi. Menurut Manuaba (2010: 281), kejadian KPD mendekati 10 % dari semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadiannya sekitar 4%, sedangkan pada kehamilan aterm insidensinya 6-19%. Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Dr. Harjono Ponorogo, kejadian KPD pada bulan Agustus sampai Nopember 2015 sebanyak 262 (25%) dari 1042 persalinan. Angka kejadian ini menurut WHO, merupakan kejadian yang cukup tinggi dan kejadian di RSUD Dr. Harjono lebih tinggi dari kejadian KPD rata-rata dari semua persalinan (15-40%) (Manuaba 2010: 281). Pada studi pendahuluan ditemukan faktor penyebab ketuban pecah dini adalah kehamilan letak sungsang (11,8%), kehamilan preterm (8,8%), kehamilan ganda (1,9%), kehamilan letak oblik (1,5%), CPD (1,5 %), dan kehamilan letak lintang (0,4 %).

Sehubungan banyaknya faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini, maka masalah dibatasi pada faktor usia, paritas, usia kehamilan, kehamilan ganda, sefalopelvik disproportion (CPD), kelainan

Page 38: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

208 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

letak janin. Rumusan masalahnya adalah “Faktor-faktor apa sajakah yang dapat diprediksi untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini pada pasien di RSU dr Harjono Ponorogo?”. Tujuan penelitian

Melakukan prediksi faktor penyebab

kejadian ketuban pecah dini di RSUD Dr. Harjono Ponorogo.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian ex

post facto, dengan rancangan retrospektif. Populasi penelitian adalah semua ibu bersalin di RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Kemudian ditelusuri mulai dari efek apakah terjadi KPD atau tidak. Setelah itu, apabila ibu bersalin terjadi KPD maka ditelusuri apakah terdapat factor risiko atau tidak. Demikan pula dengan ibu bersalin tidak KPD ditelusuri apakah ada factor risiko atau tidak.

Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2015 dengan memanfaatkan data bulan Oktober 2015 sampai Nopember 2015 di ruang bersalin RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010: 173). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin pada Bulan Oktober 2015 sampai Nopember 2015 sebanyak 257 ibu bersalin. Sampel penelitian adalah keseluruhan dari populasi (total populasi). Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, paritas, usia kehamilan, kehamilan ganda, disproporsi sefalopelvik, dan kelainan letak janin. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian ketuban pecah dini (KPD).

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dari buku register persalinan yang terdapat di ruang bersalin RSUD Dr. Harjono Ponorogo. Semua ibu bersalin mulai 1 Oktober 2015 sampai 31 Nopember 2015 diberi nomor urut 1 sampai dengan 257. Kemudian data dicatat ke dalam lembar pengumpulan data dalam bentuk kode.

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Notoatmodjo, 2005: 152). Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah lembar pengumpulan data HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian tentang analisis penyebab terjadinya ketuban pecah dini di

RSUD Dr. Harjono Ponorogo yang dilakukan pada Bulan Mei-Juni 2015.

Berdasarkan data yang diperoleh dari 257 ibu bersalin didapatkan ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini sebanyak 109 (42,4%) dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 148 (57,6%).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Ibu

Bersalin dengan Kejadian KPD di RSUD Dr. Harjono Ponorogo

Usia Ibu Bersalin

Kejadian KPD

Total % KPD Tidak KPD

f % F %

Usia beresiko Usia tidak beresiko

39 70

45,3 40,9

47 101

54,7 59,1

86 171

100 100

Total 109 42,4 148 57,6 257 100

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Paritas Ibu Bersalin dengan Kejadian KPD di RSUD Dr.

Harjono Ponorogo

Paritas Ibu Bersalin

Kejadian KPD

Total % KPD Tidak KPD

f % F %

Paritas beresiko Paritas tidak beresiko

94 15

53,1 18,8

83 65

46,9 81,3

177 80

100 100

Total 109 42,4 148 57,6 257 100

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Usia Kehamilan Ibu Bersalin dengan Kejadian KPD di RSUD Dr. Harjono Ponorogo

Usia Kehamilan

Kejadian KPD

Total % KPD Tidak KPD

f % f %

Preterm Aterm

Post-term

22 75 12

56,4 40,5 36,4

17 110 21

43,6 59,5 63,6

39 185 33

100 100 100

Total 109 42,4 148 57,6 257 100

Ibu bersalin dengan gemelli sebanyak 15 orang, yang mengalami KPD sebanyak 11 (73,3%) tidak KPD sebanyak 4 (26,7%). Ibu bersalin tidak gemelli sebanyak 242, yang mengalami KPD sebanyak 98 (40,5%), tidak KPD sebanyak 144 (59,5%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kehamilan Ganda (Gemelli) dengan Kejadian KPD di

RSUD Dr. Harjono Ponorogo tanggal 1 Januari 2015- 31 Maret 2015

Kehamilan Ganda

Kejadian KPD

Total % KPD Tidak KPD

f % F %

Gemelli Tidak Gemelli

11 98

73,3 40,5

4 144

26,7 59,5

15 242

100 100

Total 109 42,4 148 57,6 257 100

Page 39: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

209 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Ibu bersalin dengan CPD sebanyak 19 orang, yang mengalami KPD sebanyak 12 (63,2%) dan yang tidak mengalami KPD sebanyak 7 (36,8%). Ibu bersalin tidak CPD sebanyak 238, yang mengalami KPD sebanyak 97 (40,8%), tidak mengalami KPD sebanyak 141 (59,2%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi antara CPD

dengan Kejadian KPD di RSUD Dr. Harjono Ponorogo

CPD

Kejadian KPD

Total % KPD Tidak KPD

f % f %

CPD Tidak CPD

12 97

63,2 40,8

7 141

36,8 59,2

19 238

100 100

Total 109 42,4 148 57,6 257 100

Ibu bersalin dengan kelainan letak janin

sebanyak 41 orang, yang mengalami KPD sebanyak 31 (75,6%) tidak KPD sebanyak 10 (24,4%). Ibu bersalin dengan tidak ada kelainan letak janin sebanyak 216, yang mengalami KPD sebanyak 78 (36,1%), tidak KPD sebanyak 138 (63,9%). Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kelainan Letak

Janin dengan Kejadian KPD di RSUD Dr. Harjono Ponorogo

Kelainan letak janin

Kejadian KPD

Total % KPD Tidak KPD

f % f %

Ada Tidak ada

31 78

75,6 36,1

10 138

24,4 63,9

41 216

100 100

Total 109 42,4 148 57,6 257 100

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, dari 257

ibu bersalin didapatkan ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini sebanyak 109 (42,4%). Hasil penelitian ini menunjukkan angka kejadian yang lebih besar dari teori yang disampaikan oleh Manuaba (2010: 281) yang menyebutkan bahwa kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan. Tingginya kejadian KPD di RSUD Dr. Harjono Ponorogo tersebut kemungkinan karena RSUD Dr Harjono Ponorogo merupakan tempat rujukan yang menerima pasien-pasien persalinan dengan komplikasi atau penyulit, sehingga angka kejadian KPD lebih tinggi. KPD disebabkan oleh banyaknya faktor penyebab KPD seperti usia, paritas, usia kehamilan, kehamilan ganda, CPD, dan kelainan letak (Manuaba, 2009: 221). Selain itu tingginya kejadian KPD ini disebabkan oleh faktor yang tidak

diteliti dalam penelitian ini seperti riwayat hubungan seksual, riwayat KPD sebelumnya (Morgan, 2001: 391). Kejadian KPD juga disebabkan oleh serviks inkompeten, infeksi genetalia dan meningkatnya enzim proteolitik (Manuaba, 2009: 221). Untuk itu sebagai tenaga kesehatan perlu untuk meningkatkan pelayanan ANC, dan pelayanan yang lebih intensif kepada ibu yang berisiko terjadinya KPD.

Hasil penelitian menunjukkan, ibu bersalin yang termasuk usia berisiko sebesar 33,5%. Ibu bersalin dengan usia berisiko yang mengalami KPD sebesar 45,3%. Menurut teori Morgan (2001: 391) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya KPD adalah usia ibu. Hal yang sama juga dilakukan penelitian oleh Juwita (2007), menunjukkan hasil bahwa usia ibu merupakan faktor yang mempengaruhi KPD. Walaupun usia ibu bukan merupakan faktor tunggal penyebab terjadinya KPD.

Usia yang dipandang memiliki risiko saat melahirkan adalah di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun. Sedangkan antara 20-35 tahun dari segi usia risiko melahirkannya nol. Usia dibawah 20 tahun, risiko kehamilannya karena alat-alat atau organ reproduksinya belum siap untuk menerima kehamilan dan melahirkan. Sedangkan wanita dewasa berusia lebih dari 35 tahun, mulai mengalami proses penuaan, terjadi regresi atau kemunduran dimana alat reproduksi tidak bagus layaknya normal, sehingga sangat berpengaruh pada penerimaan kehamilan dan proses melahirkan (Emon, 2007). Menurut Seno (2008), usia ibu ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda karena alat reproduksi belum siap untuk hamil sehingga mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi abnormal dan dengan keadaan uterus yang kurang matur sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi yang berpengaruh pada proses embriogenesis sehingga selaput ketuban lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.

Oleh karena itu, sebaiknya tidak hamil pada usia di bawah 20 tahun. Sebaiknya mengetahui usia yang baik untuk hamil, dan dapat memprogram kehamilan dengan baik dengan memperhatikan bahwa kehamilan akan berisiko pada usia ibu terlalu muda (<20 tahun), usia ibu terlalu tua (>35 tahun), jarak kehamilan terlalu dekat (<2 tahun), jumlah anak terlalu banyak (>4 anak). Bila ibu dengan usia berisiko sudah hamil

Page 40: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

210 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

sebaiknya rutin dalam melakukan ANC lebih berhati-hati dalam merawat kehamilan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan paritas berisiko sebesar 68,9%. Paritas yang berisiko adalah paritas ibu bersalin 1 atau > 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan paritas berisiko, sebesar 53,1% mengalami KPD.

Paritas adalah kelahiran satu atau lebih bayi dengan berat >500 gram, hidup atau mati. (Benson, 2008: 124). Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Meski bukan faktor tunggal penyebab ketuban pecah dini namun faktor ini juga diyakini berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah dini. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya, dan secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan (Cunningham, 2006: 609)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan paritas tidak berisikopun, mengalami KPD sebanyak 18,8%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor penyebab KPD yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti serviks inkompeten, kelainan bawaan dari selaput ketuban, faktor keturunan, infeksi, riwayat coitus, dan riwayat KPD. Hal ini didukung oleh teori Manuaba (2010: 221), bahwa penyebab KPD adalah serviks inkompeten, infeksi genetalia, meningkatnya enzim proteolitik. Selain itu menurut Morgan (2001: 391), riwayat hubungan seksual, riwayat KPD sebelumnya juga menyebabkan KPD. Dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Tahir (2012), yaitu riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali, risiko KPD pada ibu yang pekerjaannya berisiko tinggi adalah 3,6 kali lebih besar dibanding dengan ibu berisiko rendah pada pekerjaannya.

Oleh karena itu, ibu bersalin dengan paritas > 3 diharapkan mendukung program pemerintah untuk KB, agar dapat menekan laju pertumbuhan penduduk dan terhindar dari komplikasi kehamilan ataupun

persalinan karena paritas berisiko. Selain itu perlu peningkatan deteksi dini terhadap ibu dengan resiko tinggi atau komplikasi kebidanan baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penganan dan pengamatannya secara terus menerus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan usia kehamilan preterm sebesar 15,2%. Hasil penelitian ini menunjukkan angka yang lebih besar dari teori yang disampaikan oleh Wiknjosastro (2009: 668), bahwa angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6-10%. Semakin tinggi angka persalinan preterm maka semakin besar pula angka morbiditas dan mortalitas bayi. Pada usia aterm didapatkan ibu yang mengalami KPD sebesar 72%, kejadian ini lebih tinggi dari teori Manuaba (2010: 281), yaitu insidensi KPD pada kehamilan aterm sebesar 6-19% dari semua persalinan. Sedangkan pada ibu bersalin dengan usia kehamilan post-term, pada hasil penelitian sebesar 12,8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Wiknjosastro (2009:685), bahwa kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10%. Kehamilan post-term berpengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin.

Hasil penelitian, menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan usia kehamilan preterm, sebesar 56,4% mengalami KPD, usia kehamilan aterm yang mengalami KPD sebesar 40,5% dan usia kehamilan post-term yang mengalami KPD sebesar 36,4%. Sesuai dengan pendapat Varney (2008: 788) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor penyebab KPD adalah usia kehamilan. Selain faktor usia terdapat faktor lain yang lebih kuat dalam menyebabkan KPD atau terdapat lain yang menyertai. Menurut Wiknjosastro (2009: 670), bahwa infeksi korioamnion merupakan salah satu sebab terjadinya ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Kemungkinan diawali dengan aktivasi fosfolipase A2 yang melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan. Dengan demikian, janin memainkan peran yang sinergik dalam mengawali proses persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan membran lewat pengaruh langsung dari protease. Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora

Page 41: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

211 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

normal vagina predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies mobilinkus atau mikoplasma hominis. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan ketuban pecah dini, persalinan preterm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan gemelli sebesar 5,8%. Faktor resiko ketuban pecah dini pada kembar dua 50% dan kembar tiga 90%. Hasil penelitian menunjukkan ibu bersalin dengan gemelli yang mengalami KPD sebesar 73,3%. Menurut Manuaba (2010: 221), kehamilan ganda merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD. Faktor resiko ketuban pecah dini pada kembar dua 50%. Jadi hasil penelitian ini membuktikan bahwa ibu dengan kehamilan kembar (gemelli) menyebabkan KPD lebih dari 50%. Hal ini dibuktikan pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Tahir (2012) tentang faktor determinan ketuban pecah dini, yang menunjukkan hasil bahwa kehamilan kembar merupakan faktor risiko terhadap KPD, dimana risiko KPD pada ibu dengan kehamilan kembar 3,0 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil kembar.

Menurut Saifuddin (2009: 312), kehamilan kembar adalah suatu kehamilan yang lebih dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebihan, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil, sedangkan di bagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ibu bersalin yang tidak gemellipun mengalami KPD sebesar 40,5%. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor penyebab KPD lain yang menyertai. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumadi (2012), bahwa terdapat hubungan yang bermakna faktor risiko paritas dan infeksi dengan kejadian KPD. Faktor risiko KPD pada ibu dengan infeksi 15,659 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu tanpa infeksi.

Oleh karena itu, ibu hamil gemelli disarankan untuk periksa ANC rutin karena tidak hanya berisiko terjadi KPD, namun juga berisiko terhadap kelainan letak yang menambah risiko terjadinya KPD serta berisiko terjadi persalinan preterm. Selain itu penanganan dalam kehamilan seperti perawatan prenatal baik untuk mengenal

kehamilan kembar dan mencegah komplikasi yang timbul.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan CPD sebesar 7,4%. Sefalopelvik disproportion (CPD) adalah disproporsi antara ukuran janin dan ukuran pelvis yaitu ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervaginam. Komplikasi yang terjadi pada CPD yaitu sering dijumpai ketuban pecah dini (Varney, 2008: 797).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan CPD, 63,2% diantaranya mengalami KPD. Tetapi CPD berisiko menyebabkan KPD 2,49 kali lebih besar dibandingkan tidak CPD (OR=2,49 CI: 0,94-6,55). Menurut Hacker (2001: 20), bahwa CPD merupakan salah satu penyebab yang memudahkan KPD pada ibu hamil. Selain itu ketidaksesuaian ini kemungkinan dikarenakan pengambilan data yang tidak di matching, maka menimbulkan hasil yang bertentangan dengan seharusnya. Menurut Hacker (2001: 20), ketuban pecah pada kondisi kepala janin belum masuk panggul mengikuti aliran air ketuban, tali pusat akan terjepit antara kepala dan dinding panggul, keadaan ini sangat berbahaya bagi janin. Hal ini terjadi pada janin besar atau janin yang mengalami ketidaksesuaian dengan jalan lahir, oleh karena kepala terlalu besar tidak dapat memasuki panggul atau karena bahu yang tidak dapat memasuki pintu panggul. Kesukaran ini mengakibatkan terjadinya ketuban pecah dini pada saat persalinan karena tidak adanya bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP). Tidak adanya faktor risiko pada penelitian ini dikarenakan adanya faktor risiko lain yang lebih kuat, atau faktor perancu yang tidak dikontrol.

Adapun Ibu dengan CPD tetapi tidak terjadi KPD, hal ini dimungkinkan karena CPD dapat disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya. Panggul sempit bisa terjadi di bagian pintu atas panggul, panggul tengah dan pintu bawah panggul. Bila CPD dikarenakan panggul sempit bagian panggul tengah atau pintu bawah panggul, maka kepala dapat masuk PAP sehingga ada bagian terendah yang menutupi PAP yang mengakibatkan KPD tidak terjadi (Varney, 2008: 796).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan tidak CPD juga mengalami KPD sebesar 40,8%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor lain yang menyertai, seperti infeksi, serviks

Page 42: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

212 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

inkompeten, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya dan riwayat hubungan seksual.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan kelainan letak janin sebesar 16%. Menurut Benson (2008 : 215) bahwa kelainan presentasi dan sikap (letak) janin merupakan komplikasi kira-kira 5% dari seluruh persalinan. Kelainan letak janin ini dapat menimbulkan komplikasi pada ibu maupun bayi. Salah satunya, kelainan letak janin dapat mengakibatkan infeksi dikarenakan KPD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin dengan kelainan letak janin yang mengalami KPD sebanyak 75,6%. Kelainan letak janin dalam penelitian ini meliputi letak sungsang, letak lintang atau letak oblik. menurut Manuaba (2009: 221), bahwa faktor penyebab KPD adalah kehamilan letak lintang, sungsang. Menurut Maria (2007), malpresentasi janin atau kelainan letak janin dapat membuat ketuban bagian yang terendah langsung menerima tekanan intrauteri yang dominant, sehingga pada saat kontraksi di bagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.

Letak sungsang merupakan keadaan dimana bokong menempati serviks uteri, dengan keadaan ini pergerakan janin terjadi di bagian terendah karena kaki janin yang menempati daerah serviks uteri sedangkan kepala janin akan mendesak fundus uteri yang dapat menekan diafragma. Hal tersebut akan menyebabkan meningkatkan tekanan intrauterine, dengan tekanan yang berlebihan ini vaskularisasi tidak berlangsung dengan lancar yang dapat mengakibatkan selaput ketuban kekurangan jaringan ikat. Sehingga menyebabkan selaput ketuban tidak kuat atau lemah dan bila terjadi sedikit pembukaan serviks saja maka selaput ketuban akan mudah pecah (Wiknjosastro, 2006: 680).

Hasil penelitian juga menunjukkan hasil bahwa pada ibu bersalin yang tidak ada kelainan letak janin pun mengalami KPD sebanyak 36,1 %. Hal ini disebabkan karena adanya faktor predisposisi lain yang disebabkan oleh inkompetensia serviks, faktor infeksi (Manuaba, 2009: 221), dan juga disebabkan oleh aktivitas seksual, dan riwayat KPD sebelumnya (Morgan, 2001: 391).

Oleh karena itu, ibu perlu melakukan pemeriksaan antenatal dan USG untuk mengetahui adanya kelainan letak janin. Bila ditemukan risiko tinggi terjadinya KPD, maka pemeriksaan kehamilan harus lebih sering dan intensif. Selain itu, hendaknya petugas kesehatan lebih banyak memberi konseling

dan pendidikan kesehatan serta konseling tanda-tanda KPD. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis penyebab terjadinya ketuban pecah dini di RSUD Dr. Harjono Ponorogo pada 257 subyek penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kejadian KPD di RSUD Dr. Harjono

Ponorogo sebesar 42,4% dari semua persalinan.

2. Ibu bersalin dengan usia berisiko yang mengalami KPD sebesar 45,3%..

3. Ibu dengan paritas berisiko mengalami KPD sebesar 68,9%.

4. Ibu bersalin dengan usia kehamilan preterm yang mengalami KPD sebesar 15,2%..

5. Ibu bersalin dengan gemelli yang mengalami KPD sebanyak 73,3%.

6. Ibu bersalin dengan CPD yang mengalami KPD sebanyak 63,2%.

7. Ibu bersalin dengan kelainan letak janin yang mengalami KPD sebanyak 75,6%..

Rekomendasi

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Sebagai masukan bagi tenaga

pelayanan kesehatan di RSUD Dr. Harjono Ponorogo dapat memberikan pelayanan yang lebih intensif pada ibu yang terdeteksi berisiko untuk terjadinya KPD. Sehingga dapat menurunkan angka kejadian KPD dan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal serta infeksi ibu. Selain itu diharapkan dapat lebih meningkatkan pelayanan kepada ibu bersalin terutama kepada kejadian persalinan dengan KPD dengan pertolongan yang cepat serta mengantisipasi terjadinya KPD tersebut dengan cara menganjurkan ibu hamil rutin melakukan ANC. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menambah kepustakaan di Poltekkes Kemenkes Surabaya dalam melakukan penelitian. Serta hasil penelitian ini dapat digunakan untuk rujukan pembelajaran materi mengenai penyebab KPD sehingga kejadian KPD dapat dicegah. 2. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan

referensi atau rujukan untuk penelitian berikutnya. Serta diharapkan dimasa yang

Page 43: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

213 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

akan datang dapat diadakan penelitian lanjut dengan sampel yang lebih besar, variabel yang lebih banyak tentang faktor risiko terjadinya KPD, dengan metode yang berbeda sebagai bahan pembandingnya. DAFTAR PUSTAKA

Anita. 2001. Letak Janin Sungsang. http://nostalgia.tabloidnova. com/articles.asp?id=6261 (Diakses tanggal 15 April 2015).

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi 2010.Yogyakarta : Rineka Cipta.

Asyi, Shanan. 2012. Mencegah Bayi Lahir

Prematur. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/12/01/mencegah-bayi-lahir-prematur-507542.html (Diakses tanggal 10 Maret 2015).

Benson, Ralph C. 2008. Buku Saku Obstetri

dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian

Kesehatan dengan contoh Bid Imu Kes Gigi. Jakarta: EGC.

Cunningham, Mac. Donald, Grant. 2006. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC.

Fraser, M. Diane. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC.

Hacker, E. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipocrates.

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis data. Jakarta: Salemba Medika

Kasdu, Dini. 2005. Solusi Problem Persalinan. Jakarta: Puspa Swara.

Juwita AR. 2007. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Bersalin Tiyanti Maospati Jawa Barat Tahun 2007.

Manuaba, Ida Ayu Candranita. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC.

Manuaba, Ida Ayu Candranita. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri, Ginekologi, Dan KB. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.. Jakarta: Media Aesculapius.

Maria. 2007. Ketuban Pecah Dini. http:// Ketuban%20/KPD/ketuban %20pecah%20dini%20(KPD)%20_%20%20oke.Html. (diakses tanggal 12 Maret 2015).

Meiliya, E., dan E. Wahyuningsih. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam.1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: EGC.

Morgan, Geri, dan Hamilton, Carole. 2001. Obsteri dan Ginekologi Panduan Praktis. Jakrta: EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.

Nopianti, Murni. 2012. Hubungan Letak Sungsang dengan Kejadian KPD di Ruang CI Kebidanan RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Oxorn, Harry, dan William, R.Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: YEM.

Piet. 2009. Vitamin C Mencegah Ketuban Pecah Dini. http://mymind-piet.blogspot.com/2009/03/vitamin-c-mencegah-ketuban-pecah-dini.html. (diakses tanggal 9 April 2015).

Pratiwi, Mega. 2012. Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Persalinan Preterm. Skripsi, Program Studi Kebidanan Magetan Politeknik Kesehatan Surabaya, Magetan.

Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Seno, Adjie. 2008. Introduksi Kesehatan Reproduksi Wanita. http://kuliahbidan.com/2008/07/12/introduksi-kesehatan-reproduksi-wanita/ (Diakses tanggal 12April 2015)

Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: EGC.

Sinclair, constance. 2010. Buku saku kebidanan. Jakarta: EGC.

Sualman, Kamisah. 2009. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehailan Preterm. http://www.medicastore.com/ Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini oleh dr.Kamisah Sualman, Fakultas Kedokteran Universitas Riau. (diakses 7 April 2015).

Subakti, Yazid. 2009. Panduan pintar kehamilan untuk muslimah. Jakarta: Qultumedia.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Tahir, Suriani. 2012. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Skripsi.

Page 44: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

214 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makasar.

Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Page 45: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

215 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

STUDI KUALITATIF FAKTOR PENENTU KEGAGALAN ASI EKSKLUSIF

Maria Retno Ambarwati

(Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya)

Nurwening Tyas Wisnu (Jurusan Kebidanan,

Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya) Klanting Kasiati

(Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya)

Rahayu Sumaningsih (Jurusan Kebidanan,

Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Di Kabupaten Magetan, Puskesmas Panekan pencapaiannya rendah jika dibandingkan wilayah lainnya di wilayah Kabupaten Magetan, pencapaian keberhasilan ASI Eksklusif di Puskesmas Panekan adalah 14,99% dari target 80% (Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menyusun faktor penentu kegagalan ASI Eksklusif di Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Pengambilan subjek menggunakan metode purposive sampling, digunakan dalam penelitian ini adalah 10 subyek penelitian dengan rincian 2 subyek melahirkan di polindes, 2 di poned, 2 di BPM, 2 di BKIA, 2 di Rumah Sakit. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara tidak berstruktur dengan teknik in depth interview, yaitu suatu teknik wawancara yang berusaha mengetahui lebih mendalam. Alat yang digunakan catatan, alat perekam suara sehingga. Analisis data dengan analisa kualitatif dan dalam penyajiannya berdasarkan dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian bisa disusun faktor-faktor yang menghambat pemberian ASI secara Eksklusif yaitu adanya praktek pemberian susu formula, praktek pemberian bubur, masalah kesehatan pada ibu dan bayi, promosi susu formula, kebiasaan yang keliru, motivasi tentang pemberian ASI Eksklusif, pengetahuan tentang ASI ekskluisf, penyuluhan tentang ASI Eksklusif, peranan keluarga dan peranan tenaga kesehatan. Kata kunci: ASI Eksklusif, Faktor Penentu Kegagalan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah gizi (Depkes RI, 2007). Menurut Kristiyanasari (2011) ASI diberikan pada bayi sampai usia 2 tahun, dan diberikan secara ekslusif dalam 6 bulan pertama. Di beberapa daerah masih ditemukan angka pencapaian ASI eksklusif yang rendah. Di Kabupaten Magetan pencapaian ASI Eksklusif tahun 2012 masih belum memenuhi target 80%. Di Kabupaten Magetan, Puskesmas Panekan berperingkat rendah jika dibandingkan wilayah lainnya di wilayah Kabupaten Magetan, pencapaian keberhasilan ASI Eksklusif di Puskesmas Panekan adalah 14,99% dari target 80 % (Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan, 2013).

Di dalam ASI sudah terdapat sistem kekebalan tubuh (antibodi) yang dapat mencegah terjadinya infeksi. Apabila bayi diberi PASI sebelum waktunya kemungkinan akan mudah terserang penyakit infeksi karena tidak mendapatkan antibodi. Akhirnya berat badan bayi akan menurun. Apabila keadaan ini terus berlangsung bayi akan menjadi kurus dan mengganggu pertumbuhan (Prasetyono, 2012). Makanan yang seharusnya didapatkan oleh bayi usia 0-6 bulan adalah ASI eksklusif tanpa tambahan PASI, karena komposisi ASI sudah sesuai dengan kebutuhan bayi (Supariasa, 2002).

Mengingat pentingnya ASI bagi tumbuh kembang bayi, maka perlu untuk dilakukan penelitian tentang faktor apa saja yang berperan dalam pemberian ASI. Karena itu peneliti ingin mengevaluasi faktor penentu kegagalan pemberian ASI Eksklusif menggunakan Studi Kualitatif Di Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan. Dengan Studi Kualitatif peneliti mengharapkan akan menemukan faktor-faktor yang terjadi di dalam masyarakat Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan. Penelitian kualitatif diarahkan lebih dari sekedar memahami fenomena tetapi juga mengembangkan teori. Sehingga dengan demikian akan tersusun suatu model yang memang menggambarkan permasalahan yang ada dalam masyarakat sasaran.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan

permasalahan yang telah diuraikan, dapat

Page 46: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

216 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Apakah Faktor Penentu Kegagalan ASI Eksklusif di Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun Faktor Penentu Kegagalan ASI Eksklusif di Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan dengan tujuan khusus mengidentifikasi dan menguraikan praktik pemberian ASI Eksklusif, mengidentifikasi dan menguraikan faktor-faktor pendorong (predisposing factors), mengidentifikasi dan

menguraikan faktor-faktor pemungkin (enabling factors), serta mengidentifikasi dan menguraikan faktor-faktor penguat (reinforcing factors) dalam pemberian ASI

Eksklusif. Manfaat Penelitian

Dengan ditemukannya Faktor Penentu

Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif maka akan tersusun teori yang menjelaskan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mengatasi kegagalan pemberian ASI Eksklusif. Tentunya teori ini bisa dijadikan dasar untuk merencanakan intervensi yang lebih spesifik demi mensukseskan ASI Eksklusif. METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif fenomenologi. Dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Panekan. Populasi penelitian mencakup beberapa ibu pasca bersalin yang berdomisili dan melahirkan di wilayah kerja Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan pada kurun waktu Juli-Agustus 2014 sejumlah 105 ibu pasca salin. Pengambilan subjek menggunakan metode purposive sampling sejumlah10 subyek dengan rincian 2 subyek melahirkan di polindes, 2 di poned, 2 di BPM, 2 di BKIA, 2 di Rumah Sakit. Sedangkan informan crosscheck meliputi petugas kesehatan,dan keluarga (suami, ibu atau ibu mertua) dengan kriteria: 1. Berada di daerah penelitian, 2. Bersedia diwawancarai, 3. Mudah berkomunikasi. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung wawancara dengan teknik in depth interview. Proses

pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam dilaksanakan sedikitnya 1-2 kali untuk setiap subjek penelitian. Alat yang digunakan pedoman wawancara, catatan, alat perekam suara.

Analisis data secara kualitatif dan dalam penyajiannya berdasarkan dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Selanjutnya pelaporan disajikan gambaran secara deskriptif. Adapun validitas dan reliabilitas data dapat diukur dengan: 1. Metode triangulasi menggunakan crosscheck dari sumber, yaitu petugas kesehatan, dan keluarga (suami/orang tua/mertua), 2. Menyimpan catatan rinci dari wawancara dan observasi serta dengan mendokumentasikan atau mengumpulkannya dengan proses analisis secara mendetail.

Tahap Penelitian meliputi: 1. Tahap pra lapangan dimulai sejak awal bulan Januari 2014 selesai pada akhir Agustus 2014, 2. Tahap pekerjaan lapangan dimulai pada awal bulan September 2014 berakhir pada akhir bulan Nopember 2014, 3. Tahap analisis data menggunakan analisa kualitatif dan dalam penyajiannya bertitik tolak dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Data kualitatif diolah sesuai variabel yang tercakup dalam penelitian dengan metode induksi, selanjutnya pelaporan disajikan gambaran secara deskriptif. Peneliti perlu mengedepankan prinsip-prinsip etika penelitian, diantaranya adalah: Informed Consent, Anonimity, Confidentiallity. HASIL PENELITIAN Identifikasi Praktek Pemberian ASI Eksklusif

Dari hasil pengamatan terhadap 10 subyek menunjukkan mereka memberikan ASI ditambahi dengan makanan lain seperti bubur sun, susu formula, madu bahkan ada yang beberapa diberi sesendok kecil air putih. Dan dari seluruh responden tersebut melahirkan di Rumah sakit, Poned, Polindes, BPM dan BKIA. Sehingga perbedaan tempat melahirkan tidak mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. Praktek pemberian kolostrum

Seluruh subyek penelitian mengenali

kolostrum yang berwarna kekuningan dan sebagian subyek penelitian mengetahui bahwa kolostrum sangat baik untuk bayinya dan mengatakan untuk kekebalan. Seorang subyek penelitian membuang kolostrumnya dikarena kondisi bayinya yang dipuasakan sehubungan dengan kondisinya. Sebagain besar subyek penelitian memberikan susu formula kepada bayinya dengan bermacam-macam alasan. Secara garis besar diberi susu formula karena ASI belum keluar dengan lancar.

Page 47: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

217 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Beberapa strategi menurut WHO dalam Notoatmodjo (2003) untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut salah satunya adalah pemberian informasi. Dengan memberikan informasi-informasi akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini akan memakan waktu yang lama tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan). Dengan menanamkan informasi tentang kolostrum yang benar membuat ibu-ibu melahirkan mengenal kolostrum tersebut dan menyusukan pada bayinya. Hal ini karena menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku dibentuk oleh 3 faktor yang salah satunya adalah faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Praktek pemberian susu formula

Sebagain besar subyek penelitian

memberikan susu formula kepada bayinya dengan bermacam-macam alasan. Seorang subyek penelitian yang memberikan susu formula kepada bayinya, pemilihan susu formula dipengaruhi oleh iklan. Seorang subyek penelitian, menyetujui, ketika ditanya apakah susu formula yang diberikan ke bayinya itu pemberian dari tempat melahirkan dan bukan pilihannya. Dan beberapa subyek penelitian lainnya meneruskan susu formula yang diberikan oleh tempat melahirkan. Dan seorang subyek penelitian lainnya memilih susu formula sesuai dengan kondisi bayinya berdasarkan rekomendasi dari bulik.

Secara garis besar diberi susu formula karena ASI belum keluar dengan lancar. Menurut Kristiyanasari (2011), salah satu masalah dalam menyusui adalah Sindrom ASI kurang. Sebenarnya sindroma ini dapat diatasi jika ibu sudah dipersiapkan sebelumnya agar mampu memproduksi ASI segera. Ada beberapa langkah yang perlu dilaksanakan untuk membantu ibu agar berhasil menyusui menurut Suradi dan Tobing (2004) adalah: 1. Memberikan informasi yang benar mengenai ASI kepada siapa saja dan sedini mungkin agar terjadi lingkungan yang mendukung pemberian ASI, 2. Untuk ibu atau calon ibu perlu diinformasikan mengenai keunggulan ASI

sebagai makanan untuk bayi, kerugian memberikan susu formula, manfaat ASI untuk bayi, ibu dan keluarga. Juga cara menyusui yang baik dan benar dengan posisi yang benar dan kapan waktunya memberikan makanan pendamping ASI, 3. Bayi segera diberikan kepada bayi, karena rangsangan payudara dini akan mempercepat timbulnya refleks prolaktin dan mempercepat produkdi ASI, 4. Merawat bayi bersama ibunya, 5. Mengajarkan teknik menyusui yang benar, 6. Mengajarkan cara mengeluarkan ASI secara manual, 7. Tidak menjadwalkan pemberian ASI, 8. Tidak memberikan makanan prelaktal, 9. Tidak memberikan kempeng/dot kepada bayi, 9. Keluarga (suami, nenek, bibi, dan sebagainya) perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan keluarga agar ibu berhasil menyusui. Praktek pemberian bubur

Dari hasil wawancara ada 1 subyek

penelitian yang atas inisiatifnya sendiri sudah memberikan bubur kepada bayinya karena ibu berasumsi bahwa bayinya mungkin tidak kecukupan mendapatkan ASI sehingga kawatir ASI nya kurang. Pemberian bubur ini karena ibu tidak ingin memberikan susu formula kepada anaknya sehingga diganti dengan bubur. Hal ini dikarenakan berdasarkan pengalaman anak pertamanya setelah mendapatkan susu formula sama sekali tidak mau menyusu kepada ibunya. Ibu merasa ASI nya tidak mencukupi karena payudaranya yang bisa disusukan hanya satu sedangkan yang lainnya tidak bisa karena kelainan putting. Dari hasil wawancara lebih lanjut sebenarnya ibu tahu bahwa ASI harus diberikan sampai 6 bulan karena ibu pernah mengikuti pertemuan yang diadakan di balai desa. Di pertemuan tersebut ibu sudah mendapatkan anjuran untuk memberikan ASI kepada bayi sampai 6 bulan. Namun ibu merasa harus memberikan bubur pada bayinya karena kekawatirannya mengingat keadaan dirinya yang hanya bisa menyusui dari satu payudara saja. Sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan melakukan kegiatan dalam manajemen laktasi agar ibu mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.

Beberapa langkah menurut Suradi dan Tobing (2004) berikut mungkin bisa dilaksanakan agar ibu mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup adalah: 1. Untuk ibu atau calon ibu perlu diinformasikan mengenai keunggulan ASI sebagai makanan untuk bayi, kerugian memberikan susu formula, manfaat ASI untuk bayi, ibu dan

Page 48: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

218 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

keluarga. Juga cara menyusui yang baik dan benar dengan posisi yang benar dan kapan waktunya memberikan makanan pendamping ASI, 2. Bayi segera diberikan kepada bayi, karena rangsangan payudara dini akan mempercepat timbulnya refleks prolaktin dan mempercepat produksi ASI, 3. Mengajarkan teknik menyusui yang benar, 4. Mengajarkan cara mengeluarkan ASI secara manual, 5. Tidak menjadwalkan pemberian ASI, 6. Tidak memberikan makanan prelaktal, 7. Tidak memberikan kempeng/dot kepada bayi.

Faktor penghambat

Beberapa kebiasaan yang keliru yang

muncul dari hasil wawancara pada beberapa subyek penelitian ada budaya untuk memberikan madu pada bayi baik dioleskan di bibir maupun di lidah dengan beberapa alasan seperti biar bibirnya bisa memerah, atau karena lidah masih kasat dan membuat puting sakit. Faktor ini muncul karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengertian ASI Eksklusif sehingga menganggap bahwa tindakan itu diperbolehkan. Serta tidak mengertinya masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan dengan pemberian madu.

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Menurut Green, kesehatan individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor perilaku (behaviour cause) dan faktor diluar perilaku (non-behaviour causes). Perilaku dibentuk oleh 3 faktor antara lain: Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Faktor-faktor pendorong (renforcing factors), yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Jadi, perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Beberapa subyek penelitian memberikan susu formula kepada bayinya karena dipengaruhi oleh iklan, pemberian

dari tempat melahirkan dan bukan pilihannya, meneruskan susu formula yang diberikan oleh tempat melahirkan, memilih susu formula sesuai dengan kondisi bayinya berdasarkan rekomendasi dari saudara. Faktor penghambat ini bisa timbul karena kurangnya pengetahuan dari subyek penelitian yang didukung oleh perilaku tenaga kesehatan yang memberikan contoh yang salah. Karena menurut Green dalam Notoadmodjo (2003) sikap dan perilaku tenaga kesehatan merupakan faktor pendorong perilaku yang ada di masyarakat.

Seorang subyek penelitian mengalami masalah pada puting susunya. Subyek penelitian sudah berusaha untuk mengeluarkan putingnya namun tidak berhasil. Seorang subyek penelitian mengalami masalah kesehatan sehingga tidak bisa memberikan susu kepada bayinya. Seorang subyek penelitian mengalami masalah pada bayi. Sehingga pemberian kolostrum tidak bisa diberikan. Ibu merasa kuatir dengan produksi ASI nya sehingga menambahkan susu formula. Dan karena proses pemberian susunya menggunakan sonde, tentu saja perlu dibilas dengan air putih sehingga ada kemungkinan air putih juga masuk ke lambung. Kelainan bawaan merupakan salah satu masalah dalam menyusui sehingga merupakan faktor yang tidak dapat dicegah.

Seorang subyek penelitian mengalami masalah pada puting susunya. Subyek penelitian sudah berusaha untuk mengeluarkan putingnya namun tidak berhasil. Seorang subyek penelitian mengalami masalah kesehatan sehingga tidak bisa memberikan susu kepada bayinya. Sebenarnya masalah ini dapat dicegah jika pelaksanaan manajemen laktasi dilaksanakan dengan cermat dan sesuai dengan prosedur. Faktor-faktor pendorong (predisposing factors) dalam pemberian ASI Eksklusif Pengetahuan tentang ASI Eksklusif

Dari hasil wawancara dengan subyek penelitian, sebagian besar mengingat manfaat ASI untuk kekebalan tubuh, seorang subyek mengetahui fungsi ASI selain untuk daya tahan tubuh juga untuk kecerdasan dan pertumbuhan, serta sebagian lagi mengetahui kalau harus diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan. Dari hasil ini bisa diketahui bahwa pengetahuan yang dimiliki subyek penelitian tentang ASI Eksklusif terbatas. Pengetahuan adalah salah satu faktor pendorong dari perilaku sehingga penegtahuan yang terbatas ini mendorong perilaku pemberian ASI Eksklusif yang rendah. Menurut Erfandy Dalam Ramadhan

Page 49: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

219 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

(2009) salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah informasi. Sehingga informasi tentang ASI Eksklusif secara menyeluruh akan mampu meningkatkan pengatahuan dengan benar. Motivasi pemberian ASI Eksklusif

Dari hasil wawancara dengan subyek

penelitian meskipun hanya sebagian yang mengetahui kalau harus diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan, namun mereka berusaha untuk memberikan ASI nya meskipun tidak secara eksklusif. Untuk itu mereka yang memiliki keinginan untuk memberikan ASI nya sendiri meskipun tidak secara eksklusif lagi, berusaha untuk memperlancar ASI nya dengan mengkonsumsi makanan yang menurut mereka merangsang pembentukan ASI. Beberapa mengkonsumsi suplemen pelancar ASI seperti ekstrak daun katuk, sebagian lagi memperbanyak konsumsi sayur-sayuran, dan sebagian lagi berusaha untuk tidak menghindari makanan apapun.

Sudrajat (2008) menyampaikan bahwa teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti: rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) (kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Sehingga lima kebutuhan dasar ini menimbulkan motivasi dalam diri ibu untuk mengambil perilaku-perilaku untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang memperlancar kebutuhan ASI karena secara instingtif seorang ibu akan melindungi anaknya. Insting melindungi ini tentunya didukung oleh informasi yang didapatnya meskipun informasi tersebut kurang lengkap.

Dari hasil diskusi kelompok terfokus, penyuluhan yang kurang adekuat selama proses ANC kemungkinan membuat ibu menjadi kurang memahami tentang ASI Eksklusif. Dan hal ini kemungkinan menimbulkan kurangnya kemantapan ibu untuk hanya memberikan ASI nya secara eksklusif kepada bayinya. Sehingga ketika ada anjuran untuk menggunakan susu

formula, ibu bersedia begitu saja untuk mengikuti anjuran tersebut. Dari sini bisa disarankan untuk memberikan perawatan Antenatal yang adekuat selama kehamilan. Terutama dalam hal ini adalah penyuluhan tentang ASI Eksklusif, sesuai dengan langkah-langkah dalam manajemen laktasi.

Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) dalam pemberian ASI Eksklusif Penyuluhan ASI

Dari hasil wawancara dengan subyek

penelitian beberapa mendapatkan penyuluhan tentang ASI namun penyuluhan yang didapat tidak mereka kuasai dengan baik. Bahkan ada yang merasa tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang ASI karena ketika ditanya tentang ASI Eksklusif menjawab tidak tahu. Dari hasil diskusi kelompok terfokus, disadari bahwa hal tersebut di atas terjadi karena pemberian penyuluhan tentang ASI Ekslusif selama ANC masih kurang. Meskipun juga telah dilakukan penyuluhan tentang ASI Ekslusif pada periode postnatal, namun penyuluhan yang diakukan pada periode ini pun akan kurang maksimal untuk menumbuhkan kemantapan dalam diri ibu untuk memberikan ASI nya secara eksklusif. Seharusnya menurut hasil diskusi, penyuluhan yang adekuat yang dimulai pada periode antenatal yang selanjutnya diteruskan pada periode postnatal diharapkan mampu menumbuhkan kemantapan ibu memberikan ASI Eksklusif. Dengan demikian bisa dimaklumi bahwa informasi yang kurang mendalam tentang ASI Eksklusif ini membentuk perilaku yang tidak mendukung terhadap kesuksesan ASI Eksklusif seperti perilaku pemberian bubur dan perilaku pemberian susu formula.

Dari hasil wawancara dengan subyek penelitian yang mendapatkan penyuluhan tentang ASI, petugas kesehatan telah berusaha memberikan penyuluhan dengan menggunakan beberapa cara, menggunakan buku KIA, ketika periksa hamil ataupun melalui kelas ibu. Salah satu strategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut adalah pemberian informasi. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara-cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Hasil atau perubahan

Page 50: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

220 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

perilaku dengan cara ini akan memakan waktu yang lama tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan). Sehingga dengan menggunakan pemberian informasi yang benar selama periode antenatal tentang ASI Eksklusif yang dilanjutkan dengan pemberian informasi yang mantap selama periode postnatal diharapkan akan mampu merubah perilaku ke arah perilaku pemberian ASI Eksklusif. Karena menurut Green dalam Notoadmodjo (2003) pengetahuan adalah salah satu faktor predisposisi dari perilaku.

Fasilitas tempat melahirkan

Dari hasil wawancara dengan subyek penelitian didapatkan informasi bahwa fasilitas tempat melahirkan melaksanakan rawat gabung asalkan bayi yang dilahirkan memiliki AS bagus dan tidak memiliki masalah. Fasilitas ini sudah sesuai dengan langkah-langkah keberhasilan menyusui. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) dalam pemberian ASI Eksklusif Peranan Petugas Kesehatan

Bidan adalah petugas kesehatan yang

paling sering terlibat dengan seluruh subyek mulai dari periksa kehamilan sampai masa nifas. Seharusnya informasi tentang ASI Eksklusif didapatkan dari bidan yang berhubungan langsung dengan subyek penelitian. Demikian juga keberhasilan ASI Eksklusif banyak melibatkan bidan penolong persalinan. Namun dari data didapatkan bahwa justru pemberian susu formula dan cairan lain selain ASI beberapa dilakukan oleh bidan penolong persalinan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa tenaga kesehatan yang menjadi informan, mereka memberikan susu formula maupun cairan D5 dimaksudkan agar bayi tidak mengalami masalah seperti dehidrasi, sampai febris. Dan ada yang takut terjadi ikterus.

Selain itu informasi dari beberapa tenaga kesehatan, kadang mereka terpaksa memberikan susu formula karena desakan dari keluarga pasien yang resah melihat bayi terus menangis. Bahkan ada yang beranggapan bahwa bayinya tidak diberi minum. Sehingga untuk menghindari berita tidak menyenangkan, ataupun untuk menyikapi keluarga yang marah bidan akhirnya mengalah untuk memberikan susu formula. Sehingga dalam hal ini bidan belum melaksanakan fungsinya dengan baik dalam melaksanakan manajemen laktasi. Perlu

adanya perbaikan fungsi dari bidan dalam melaksanakan manajemen laktasi. Karena menurut Green dalam Notoadmodjo (2003) sikap dan perilaku tenaga kesehatan merupakan faktor pendorong perilaku yang ada di masyarakat. Peranan keluarga

Dari hasil wawancara dengan subyek

penelitian didapatkan bahwa keluarga banyak mendukung terhadap keputusan ibu memberikan ASI maupun tidak memberikan ASI, terutama sekali suami cenderung menyerahkan keputusan kepada istrinya dan mengikuti keputusan istrinya. Sedangkan nenek banyak memberikan pengaruh kepada ibu untuk mengambil keputusan. Seringkali keluarga terutama “mbah” yang malah mendesak tenaga kesehatan untuk memberikan susu formula kepada bayi. Informasi dari informan tenaga kesehatan, kadang ibu dan keluarga datang ke fasilitas kesehatan sudah membawa susu dan dot sendiri. Atau kalau tidak mereka memutuskan sendiri untuk memberi susu dot sendiri tanpa memberitahu kepada tenaga kesehatan yang bertugas.

Keluarga adalah unit terkecil yang paling dekat dengan subyek penelitian. Namun dari hasil wawancara, seringkali keluarga tidak dilibatkan secara langsung pada proses penyuluhan tentang ASI Eksklusif, sehingga keluarga yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup kurang mampu berfungsi secara optimal dalam mendukung kesuksesan ASI Eksklusif.. Menurut Suradi dan Tobing (2004) salah satu langkah yang perlu dilaksanakan untuk membantu ibu agar berhasil menyusui adalah keluarga (suami, nenek, bibi, dan sebagainya) perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan keluarga agar ibu berhasil menyusui.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Praktek pemberian kolostrum. Seluruh subyek penelitian mengenali kolostrum yang berwarna kekuningan dan seluruhnya ketika ditanya apakah kolostrum tersebut disusukan atau diberikan sebagian besar menyatakan kalau kolostrum tersebut disusukan. Sebagian subyek penelitian mengetahui bahwa kolostrum sangat baik untuk bayinya dan mengatakan untuk kekebalan.

2. Praktek pemberian susu formula. Sebagain besar subyek penelitian

Page 51: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

221 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

memberikan susu formula kepada bayinya dengan bermacam-macam alasan. Secara garis besar diberi susu formula karena ASI belum keluar dengan lancar.

3. Praktek pemberian bubur. Dari hasil wawancara ada 1 subyek penelitian yang sudah memberikan bubur kepada bayinya karena ibu berasumsi bahwa bayinya mungkin tidak kecukupan mendapatkan ASI yang disebabkan karena kelainan puting susu.

4. Faktor penghambat. Beberapa kebiasaan yang keliru yang muncul dari hasil wawancara pada beberapa subyek penelitian ada budaya untuk memberikan madu pada bayi dan yang memberikan air putih ke bayi.

5. Faktor-faktorpendorong (predisposing factors) dalam pemberian ASI Eksklusif a. Pengetahuan tentang ASI Eksklusif.

Dari hasil wawancara dengan subyek penelitian sebagian besar mengingat manfaat ASI untuk kekebalan tubuh, seorang subyek mengetahui fungsi ASI untuk kecerdasan dan sebagian lagi mengetahui kalau harus diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan.

b. Motivasi pemberian ASI Eksklusif. Dari hasil wawancara dengan subyek penelitian meskipun hanya sebagian yang mengetahui kalau harus diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan, namun mereka berusaha untuk memberikan ASI nya meskipun tidak secara eksklusif. Untuk itu mereka berusaha untuk mendapatkan ASI dengan mengkonsumsi makanan yang merangsang pembentukan ASI.

6. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) dalam pemberian ASI Eksklusif a. Penyuluhan ASI. Dari hasil

wawancara dengan subyek penelitian beberapa mendapatkan penyuluhan tentang ASI namun penyuluhan yang didapat tidak mereka kuasai dengan baik. Bahkan ada yang merasa tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang ASI karena ketika ditanya tentang ASI Eksklusif menjawab tidak tahu.

b. Fasilitas tempat melahirkan. Dari hasil wawancara dengan subyek penelitian didapatkan informasi bahwa fasilitas tempat melahirkan melaksanakan rawat gabung asalkan bayi yang dilahirkan memiliki AS bagus dan tidak memiliki masalah. Hanya 3 subyek penelitian yang tidak dilaksanakan rawat gabung.

7. Faktor-faktorpenguat (reinforcing factors) dalam pemberian ASI Eksklusif

a. Peranan Petugas Kesehatan. Bidan adalah petugas kesehatan yang paling sering terlibat dengan seluruh subyek mulai dari periksa kehamilan sampai masa nifas. Seharusnya informasi tentang ASI Eksklusif didapatkan dari bidan yang berhubungan langsung dengan subyek penelitian. Demikian juga keberhasilan ASI Eksklusif banyak melibatkan bidan penolong persalinan. Namun dari data didapatkan bahwa justru pemberian susu formula dan cairan lain selain ASI adalah dilakukan oleh bidan penolong persalinan. Sehingga dalam hal ini bidan belum melaksanakan fungsinya dengan baik dalam melaksnakan manajemen laktasi. Perlu adanya perbaikan fungsi dari bidan dalam melaksnakan manajemen laktasi

b. Peranan keluarga. Dari hasil wawancara dengan subyek penelitian didapatkan bahwa keluarga banyak mendukung terhadap keputusan ibu memberikan ASI maupun tidak memberikan ASI, terutama sekali suami cenderung menyerahkan keputusan kepada istrinya dan mengikuti keputusan istrinya. Sedangkan nenek banyak memberikan pengaruh kepada ibu untuk mengambil keputusan.

Saran

1. Bagi Puskesmas. Kepala Puskesmas agar bisa memberikan pengarahan kepada bidan koordinator dalam melaksanakan Manajemen Laktasi.

2. Bagi bidan koordinator. Diharapkan Bidan Koordinator memperhatikan dan mengontrol pelaksanaan manajemen laktasi, praktek pemberian kolostrum dan praktek pemberian susu formula, praktek pemberian bubur, faktor penghambat, faktor-faktorpendorong(predisposing factors) dalampemberian ASI Eksklusif meliputi Pengetahuan tentang ASI Eksklusif dan Motivasi pemberian ASI Eksklusif, faktor-faktorpemungkin (enabling factors) dalampemberian ASI Eksklusif meliputi penyuluhan ASI dan fasilitas tempat melahirkan, faktor-faktorpenguat (reinforcing factors) dalampemberian ASI Eksklusif meliputi Peranan Petugas Kesehatan dan Peranan keluarga

Page 52: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

222 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI.2005. Manajemen Laktasi : Buku Panduan Bagi Bidan Dan Petugas Kesehatan Di Puskesmas, Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Diretorat Gizi Masyarakat, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Stimulasi Dini, Intervensi dan Deteksi Tumbuh Kembang. Jakarta: Depkes RI

Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Magetan Tahun 2012. Magetan: Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan

Kristiyanasari, Weni. 2011. ASI, Menyusui Dan SADARI. Yogjakarta: Nuha Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Prasetyono, Dwi Sunar. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif. Jogjakarta: DIVA Press

Ramadhan. 2009. pengetahuan-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi.https://forbetterhealth.

wordpress.com/2009/04/19/pengetahuan-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi/. Diakses tanggal 9 Nopember 2014

Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Motivasi. www.//akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/02/06/teori-teori-motivasi (diakses tanggal 22 Nopember 2011)

Suradi, Rulina. Hesti Kristina P. Tobing. 2004. Bahan Bacaan: Manajemen Laktasi Edisi 2. Perkumpulan Perinatologi Indonesia.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC

Page 53: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

223 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

IDENTIFIKASI SURVEI JENTIK AEDES AEGYPTI, CULEX DAN AEDES

ALBOPICTUS PADA LINGKUNGAN NON – TPA DI DALAM DAN LUAR RUMAH

Rustam Aji

(Prodi Keperawatan Curup, Politeknik Kesehatan Kemenkes Bengkulu)

ABSTRAK

Pendahuluan: Larva yang mengandung Aedes aegypti dapat menyebabkan demam berdarah, Penyakit demam berdarah dengue dimasyarakat merupakan salah satu jenis penyakit menular akut yang menjadi masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat, karena penyakit demam berdarah dengue penyebarannya sangat

cepat menimbulkan kejadian luar biasa di masyarakat menyebabkan angka kesakitan dan kematian. Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai perbedaan keberadaan jentik Aedes aegypti berdasarkan karakteristik kontainer didaerah endemis DBD, menunjukkan hasil tidak ada perbedaan jentik berdasarkan letak, keberadaan penutup dan sumber air kontainer. Metode: Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi jentik Aedes aegypti, culex dan Aedes albopictus. Rancangan

penelitian menggunakan survei deskriptif dengan menggunakan metode observasional di Laboratorium Unit Parasitologi Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian dilakukan di lingkungan Non-TPA di dalam dan luar rumah Pada Kelurahan Batu Galing Kecamatan Curup Tengah dalam wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kabupaten Rejang Lebong penelitian dari bulan Januari 2015 sampai bulan Desember 2015. Hasil: Pada Identifikasi Jentik meliputi tempat bukan Tempat Penampungan Air di Dalam Rumah hasil identifikasi tertinggi ada 4 jentik Aedes aegypti dibelakang kulkas dan ada 4 jentik culex pada dispenser, serta jentik Aedes albopictus tidak ditemukan, bukan tempat penampungan air di luar rumah hasil identifikasi tertinggi ada 5 jentik Aedes aegypti pada kaleng bekas dan ada 9 jentik culex pada gelas plastik, serta ada 2 jentik Aedes albopictus ditemukan pada

tempat minum burung, Kata Kunci: Aedes aegypti, Culex, Aedes Albopictus,

Lingkungan Non-TPA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue dimasyarakat merupakan salah satu jenis penyakit menular akut yang menjadi masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat, karena penyakit demam berdarah dengue penyebarannya sangat

cepat menimbulkan kejadian luar biasa di masyarakat menyebabkan angka kesakitan dan kematian.

Organisasi kesehatan dunia meningkatnya kasus demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan utama, memperkirakan ada 50 sampai 100 juta penderita demam berdarah dengue setiap tahunnya (WHO, 2012).

Negara Indonesia terdiri dari 31 provinsi kasus demam berdarah dengue tahun 2008 tercatat 117.830 kasus dengan 953 kematian, tahun 2010 tercatat 156.086 kasus dengan 1.358 kematian, menempati urutan tertinggi di Asean, pada tahun 2011 kasus di Indonesia menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang, tahun 2012 tercatat 90.245 kasus dengan angka kematian mencapai 816 orang, pertengahan tahun 2013 tercatat 48.905 kasus, 376 kasus meninggal dunia (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Keberadaan jentik Aedes aegypti, culex dan Aedes albopictus bisa kita temui keberadaannya ditempat-tempat perindukan nyamuk yaitu pada tempat bukan penampungan air didalam dan luar rumah dengan jenis jentik yang berbeda.

Larva yang mengandung Aedes aegypti

dapat menyebabkan demam berdarah, Penyakit demam berdarah dengue dimasyarakat merupakan salah satu jenis penyakit menular akut yang menjadi masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat, karena penyakit demam berdarah dengue penyebarannya sangat cepat menimbulkan kejadian luar biasa di masyarakat menyebabkan angka kesakitan dan kematian.

Kasus demam berdarah dengue di empat kabupaten ada 157 kasus dalam 2011, terdiri dari Kabupaten Rejang Lebong 66 kasus, Bengkulu Selatan 2011 ada 51 kasus, Bengkulu Tengah 2011 ada 24 kasus, Kepahiang 2011 ada 16 kasus. (Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu,2012).

Penderita demam berdarah dengue di Puskesmas Perumnas Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong dari tahun 2006 sampai saat ini ada 324 kasus. (Laporan

Page 54: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

224 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong, 2014).

Usaha pemberantasan vektor maupun nyamuk telah dilakukan berupa pengasapan (fogging), pembagian bubuk abate oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang.

Peneliti mengambil lokasi penelitian di Puskesmas Perumnas Curup, karena jumlah kepadatan penduduk dalam satu kecamatan yang paling tinggi dari 14 kecamatan lainnya dalam wilayah Kabupaten Rejang Lebong, mencapai 34.709 jiwa dengan penyebaran kepadatan penduduk 10,149 per km

2.

(Laporan Tahunan Puskesmas Perumnas, 2014).

Survey pengambilan data kasus DBD dari Laporan Tahunan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong dari bulan januari sampai dengan bulan desember 2013 didapatkan data primer dari laporan, pada tahun 2013 di Puskesmas Perumnas Curup ada 28 kasus DBD (Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong, 2013) Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi kharakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, suku, lama tinggal, sumber informasi dengan Suspect Demam Berdarah Dengue.

2. Untuk mengidentifikasi jenis jentik pada Lingkungan Tempat Penampungan Air, Bukan Tempat Penampungan Air di dalam rumah dan diluar rumah, serta Tempat Alam Terbuka dengan Keberadaan Jentik Aedesaegypti.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian survei

deskriptif dengan menggunakan metode observasional (Suharsimi Arikunto,2002) pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Unit Parasitologi Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan januari 2015, dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah rumah yang berada di Kelurahan Batu Galing Kecamatan Curup Tengah dalam wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Hasil survei kemudian diteliti di laboratorium parasitologi dengan cara identifikasi jentik, yang diuraikan sebagai berikut: 1. Larva dikeluarkan dari dalam botol vial

dengan menggunakan pipet. 2. Larva direndam air panas

3. Kemudian Larva di masukkan dalam cairan formalin 20 %.

4. Larva diambil dengan pipet dari botol formalin

5. Kemudian larva diletakkan dalam kaca objek

6. Pada larva dilakukan maunting 7. Larva diidentifikasi di bawah mikroskop

cahaya dengan pembesaran 10 x menggunakan kunci larva Aedes.

HASIL PENELITIAN

Pengambilan jentik dirumah warga dilakukan pada tempat perindukan Non-TPA dalam dan luar rumah, dengan jumlah perindukan Non-TPA dalam rumah ada 6 rumah, 5 kontainer, ada 9 keberadaan jentik Aedes Aegypti dan Non-TPA luar rumah ada

8 rumah, 5 kontainer, ada 14 keberadaan jentik Aedes Aegypti .

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada jentik-jentik yang di teliti, ditemukan adanya keragaman jenis larva.

Pengambilan data menggunakan kuesioner, dengan mewawancarai responden untuk mengetahui karakteristik responden, identifikasi Jentik Aedes Aegypti lingkungan Non-TPA Dalam dan luar, yaitu pada anggota keluarga yang telah dewasa, serta mampu berkomunikasi dan berada dirumah saat pengisian kuesioner dan wawancara berlangsung.dilanjutkan investigasi jentik Survei jentik dilakukan secara acak pada 100 rumah ditiap rukun tetangga dalam wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kelurahan Batu Galing Kecamatan Curup Tengah. Mengacu pada metode yang digunakan. (Kemenkes RI, 2013. Variabel Penelitian

1. Variabel independen: identifikasi jentik, lingkungan bukan tempat penampungan air dalam dan luar rumah.

2. Variabel dependen: keberadaan jentik Aedes aegypti, culex dan Aedes albopictus.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian berjumlah 14 supect DBD, terdiri dari tempat perindukan Non-TPA dalam rumah ada 6 rumah, ada 5 kontainer, ada 9 keberadaan jentik Aedes Aegypti, dan tempat perindukan Non-TPA dalam rumah ada 8 rumah, ada 5 kontainer, ada 14 keberadaan jentik Aedes Aegypti . Karakteristik inkluisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 55: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

225 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

1. Responden yang pernah suspect DBD dan bersedia menjadi responden

2. Terdapat Jentik Aedes aegypti, culex dan Aedes albopictus, pada Non-TPA dalam dan luar rumah.

Cara Kerja dalam Penelitian

Pengambilan jentik dilakukan pada tempat penampungan air, bukan tempat penampungan air di dalam rumah dan di luar rumah serta tempat alam terbuka dengan bantuan senter, menggunakan tangguk kecil, toples bening, piring kaca putih, pipet penghisap jentik dan botol vial, cairan kimia formalin 10 %, plester, lebel sesuai botol dan masing-masing dari mana asal jentik diambil.Mengacu pada pedoman yang digunakan oleh Kemenkes RI, 2013.

HASIL PENELITIAN

Tabel.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kharakteristik umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, suku, lama tinggal dan sumber informasi

dengan penderita suspect demam berdarah dengue, di Kabupaten Rejang Lebong

No Karakteristik Frekuensi %

Umur

1 Dewasa Muda ( ≤ 34 tahun) 39 54.2

2 Dewasa Madya (≥ 35 tahun) 33 33

Jenis Kelamin

1 Laki-laki 28 38.9

2 Perempuan 44 61.1

Pendidikan

1 Rendah ≤ SMA 33 45.8

2 Tinggi ≥ SMA 39 54.2

Pekerjaan

1 Tidak Bekerja 25 34.7

2 Bekerja 47 65.3

Penghasilan

1 ≤ Rp 1.350.000.- 24 33.3

2 ≥ Rp 1.350.000.- 48 66.7

Suku

1 Rejang dan Lembak 21 29.2

2 Pendatang 51 70.8

Lamanya Tinggal

1 ≥ 5 tahun 57 79.2

2 ≤ 5tahun 15 20.8

Sumber Informasi

1 Elektronik 41 56.9

2 Non-Elektronik 31 43.1

Berdasarkan Tabel.1 Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Karakteristik Responden pada umur sebagian besar (54,2 %) berumur ≤ 34 tahun, jenis kelamin sebagian besar (61,1%) perempuan, pendidikan sebagian besar (54,2 %) ≥ SMA, pekerjaan sebagian besar (65,3 %) bekerja, penghasilan sebagian besar (66,7 %) ≥ Rp 1.350.000, suku sebagian besar (70.8 %) suku pendatang, lama tinggal hampir

seluruh responden (79.2%) ≥ 5 tahun, dan sumber informasi sebagian besar (56.9 %) melalui elektronik. Jadi semakin lama seseorang berdomisili di daerah rawan DBD, yang kurang peduli pada kegiatan 3 M (menguras, menutup dan menimbun), serta mengabaikan gerakan pemberantasan sarang nyamuk pada lingkungannya, akan beresiko terkena DBD.

Tabel.2 Data Hasil Identifikasi Jentik Pada

Non-TPA Dalam Rumah di Kabupaten Rejang Lebong

No

Kode rmh res-pon den

Tempat

Jum lah

Tem pat

Perincian Identifikasi Jentik

Jumlah Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Non-

TPA Dalam Rumah

Aedes ae

gypti Culex

Aedes albo

pictus

(+) (-)

1 2,35 A.Belakang Kulkas

2 4 3 0 4 3

2 8 B.Dispenser 1 0 4 0 0 4

3 23 C.Talang Air 1 1 1 0 1 1

4 12 D.Vas Bunga 1 3 1 0 3 1

5 21 E. Alas Pot 1 1 3 0 1 3

Jumlah 6 9 12 0 9 12

Total 21

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa

penemuan pada Non-TPA dalam rumah responden dengan identifikasi tertinggi ada 4 jentik Aedes aegypti ditemukan dibelakang kulkas dan ada 4 jentik culex ditemukan pada dispenser, serta jentik Aedes albopictus tidak ditemukan. Jadi identifikasi positif ada 9 jentik Aedes aegypti.

Tabel.3 Data Hasil Identifikasi Jentik Pada Non-TPA Luar Rumah di Kabupaten Rejang

Lebong

No

Kode Rmh

Respon

den

Tempat Pengambilan

Jentik

Jum lah

Tem pat

Perincian Identifikasi Jentik

Jumlah Keberad

aan Jentik Aedes aegypti di Non-

TPA Luar

Rumah

Aedes Ae

gypti Culex

Aedes albopictus

(+) (-)

1 16,30 F.Ban Bekas 2 4 4 0 4 4

2 29,37 G.Gelas Plastik 2 0 9 0 0 9

3 1 H.Tmpt mnm

Brng 1 1 3 2 1 5

4 1 I.Kaleng Bekas 1 5 1 0 5 1

5 12,14 J.Pot Taman 2 4 7 0 4 7

Jumlah jentik 8 14 24 2 14 26

Total jentik 40

Page 56: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

226 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Berdasarkan Tabel 3 di atas diketahui bahwa penemuan pada Non-TPA luar rumah responden dengan identifikasi tertinggi ada 5 jentik Aedes aegypti ditemukan pada kaleng bekas dan ada 9 jentik culex ditemukan pada gelas plastik, serta ada 2 jentik Aedes albopictus ditemukan pada tempat minum burung. Jadi secara keseluruhan identifikasi positif ada 14 jentik Aedes aegypti dari 40 jentik. PEMBAHASAN Penelitian Tahap I

Karakteristik Responden

A.1. Sependapat dengan teori (WHO ,2003) pada beberapa negara termasuk indonesia, dalam tiga sampai lima tahun terakhir dinyatakan telah berlanjut menjadi hiperendemi. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunculan kembali epidemi dengue, antara lain: pertumbuhan populasi manusia, urbanisasi yang tidak terencana dan terkendali, pengelolaan sampah padat, pengelolaan lingkungan dalam dan luar rumah dengan menguras, menutup dan menimbun serta pemberantasan sarang nyamuk belum dikelola secara baik dan benar, penyediaan air bersih yang tidak memadai,, peningkatan penyebaran vektor nyamuk, kurang efektifnya pengendalian nyamuk, peningkatan penyebaran virus dengue maupun memburuknya infrastruktur

di bidang kesehatan masyarakat. Kesimpulan peneliti pada karakteristik

tingkat umur sebagian besar (54.2%) berumur dewasa muda dibawah 34 tahun, usia anak yang masih duduk dibangku sekolah, menderita penyakit yang tertular dari teman sekolahnya yang kemungkinan dalam darahnya ada bibit penyakit demam berdarah dengue, dan usia dibawah 34 tahun beraktifitas masih sangat tinggi diluar rumah, sering mendapat gigitan nyamuk Aedes aegypti dari lingkungan sekolahannya, jenis kelamin (61.1%) berjenis kelamin perempuan, karena kegiatan sehari-hari kebanyakan perempuan banyak dirumah sering terkena gigitan nyamuk, pendidikan (54.2%) diatas SMA, tingkat pengetahuan seseorang dapat di pengaruhi pendidikannya sehingga dapat mengantisipasi diri dalam mencegah terkena gigitan nyamuk sehingga tidak menderita suspect DBD, pekerjaan (65.3 %) bekerja, aktifitas dan mobilitasnya masing tinggi potensial terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti dari tempat lain, penghasilan

(66.7%) diatas Rp 1.350.000.-, semakin baik penghasilan seseorang sehingga dapat

membeli kebutuhan pribadi seperti kelambu, obat nyamuk, kawat kasa nyamuk, untuk menghindari keluarga dari gigitan nyamuk, suku (70.8%) pendatang, kebanyakan suku pindahan dari daerah lain yang kemungkinan dari daerah rawan DBD, berkemungkinan besar kandungan darah dalam badannya membawa bibit penyakit terutama demam berdarah dengue, sumber informasi (56.9%) melalui elektronik, semakin canggihnya alat komunikasi, sehingga masyarakat mendapat tambahan mengenai cara mencegah demam berdarah dengue didapat melalui elektronik, disamping penyuluhan dari petugas kesehatan, lamanya tinggal (79.2%) menetap diatas 5 tahun, jadi semakin lama seseorang berdomisili di daerah rawan DBD, yang kurang peduli pada kegiatan 3 M (menguras, menutup dan menimbun), serta mengabaikan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk pada lingkungannya, akan beresiko terkena suspect DBD.

Data Hasil Penelitian Identifikasi Jentik

B.1. Data Hasil Identifikasi Jentik Pada Bukan Tempat Penampungan Air Di Dalam Rumah.

Sependapat dengan (Sigit, 2006) nyamuk Aedes aegypti lebih senang bertelur di permukaan-permukaan yang basah dari kontainer. Tidak pernah ditemukan bertelur di permukaan kering dan permukaan berlumpur.

Simpulan peneliti bahwa Hasil Identifikasi Jentik Pada Non-TPA Dalam Rumah , penemuan pada Non-TPA dalam rumah responden dengan identifikasi tertinggi ada 4 jentik Aedes aegypti

ditemukan ditandon belakang kulkas dan ada 4 jentik culex ditemukan pada dispenser, serta jentik Aedes albopictus tidak ditemukan. Genangan air dalam tandon belakang kulkas dan dispenser, bisa menjadi tempat nyamuk meletakkan telurnya, sampai menetas menjadi jentik dan berkembang menjadi nyamuk. Jadi identifikasi positif ada 9 jentik Aedes aegypti, nyamuk akan

meninggalkan telurnya pada genangan air bersih, walaupun genangan air hanya berdiameter 1 cm, telur bisa diletakkan oleh nyamuk dan melalui proses akan menjadi kepompong serta akan tumbuh menjadi jentik / larva, dan berkembang menjadi nyamuk. Untuk pencegahan supaya jentik tidak berkembang, maka tempat penampungan air tersebut harus rutin di kuras, dibersihkan dan selalu tertutup, supaya nyamuk tidak meletakkan telur di dalam tempat penampungan air tersebut.

Pendapat peneliti nyamuk akan meninggalkan telurnya pada genangan air

Page 57: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

227 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

bersih, walaupun genangan air hanya berdiameter 1 cm, telur bisa diletakkan oleh nyamuk dan melalui proses akan menjadi kepompong serta akan tumbuh menjadi jentik / larva, dan berkembang menjadi nyamuk. Untuk pencegahan supaya jentik tidak berkembang, maka tempat penampungan air tersebut harus rutin di kuras, dibersihkan dan selalu tertutup, supaya nyamuk tidak meletakkan telur di dalam tempat penampungan air tersebut.

B.2. Data Hasil Identifikasi Jentik Pada Bukan Tempat Penampungan Air Di Luar Rumah.

Sependapat dengan (Sigit, 2006) nyamuk Aedes aegypti lebih senang bertelur di permukaan-permukaan yang basah dari kontainer. Tidak pernah ditemukan bertelur di permukaan kering dan permukaan berlumpur.

Sejalan dengan pendapat (Hasyimi,2005) berdasarkan pola pemilihan habitat dan kebisaaan hidup nyamuk dewasa Aedes aegypti dapat berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan terisi air. Sementara Aedes albopictus dapat berkembang biak di habitat perkebunan terutama pada lubang pohon atau pangkal bambu yang sudah dipotong yang bisaanya jarang terpantau di lapangan. Kondisi itu dimungkinkan karena larva nyamuk tersebut dapat berembang biak dengan volume air minimum kira-kira 0,5 sentimeter setara atau setara dengan satu sendok teh.

Simpulan peneliti bahwa hasil identifikasi jentik pada Non-TPA Luar Rumah, penemuan pada Non-TPA luar rumah responden dengan identifikasi tertinggi ada 5 jentik Aedes aegypti ditemukan pada kaleng bekas dan ada 9 jentik culex ditemukan pada gelas plastik, serta ada 2 jentik Aedes albopictus ditemukan pada tempat minum burung. Genangan air dalam kaleng bekas, gelas plastik dan tempat minum burung bisa menjadi tempat nyamuk meletakkan telurnya, sampai menetas menjadi jentik dan berkembang menjadi nyamuk Jadi secara keseluruhan identifikasi positif ada 14 jentik Aedes aegypti dari 40 jentik. Pendapat peneliti nyamuk akan meninggalkan telurnya pada genangan air bersih, walaupun genangan air hanya berdiameter 1 cm, telur bisa diletakkan oleh nyamuk dan melalui proses akan menjadi kepompong serta akan tumbuh menjadi jentik / larva, dan berkembang menjadi nyamuk. Untuk pencegahan supaya jentik tidak berkembang, maka tempat penampungan air

tersebut harus rutin di kuras, dibersihkan dan selalu tertutup, supaya nyamuk tidak meletakkan telur di dalam tempat penampungan air tersebut.

Sependapat dengan (Sigit, 2006) nyamuk Aedes aegypti lebih senang bertelur

di permukaan-permukaan yang basah dari kontainer. Tidak pernah ditemukan bertelur di permukaan kering dan permukaan berlumpur.

Berdasarkan percobaan di laboratorium ternyata 29,9% telur dapat ditetaskan di permukaan air apabila disediakan permukaan kontainer yang tidak cocok, misalnya permukaan gelas. Suatu survai di Tanzania dan menemukan breeding place pada tempat-tempat sebagai berikut,belakang kulkas,ban-ban bekas,dispenser, bekas bagian-bagian (onderdil),tong-tong kayu, kulit-kulit kacang, tempayan-tempayan berisi air,lekukan-lekukan daun.bekas rumah-rumah siput.lubang-lubang pada pohon, potongan-potongan bambu. tempat-tempat genangan air lainnya, walau genangan air hanya 1 cm, bisa untuk tempat meletakkan telur nyamuk. Wongkoon (2007).

Pendapat peneliti nyamuk akan meninggalkan telurnya pada genangan air bersih, walaupun genangan air hanya berdiameter 1 cm, telur bisa diletakkan oleh nyamuk dan melalui proses akan menjadi kepompong serta akan tumbuh menjadi jentik / larva, dan berkembang menjadi nyamuk. Untuk pencegahan supaya jentik tidak berkembang, maka tempat penampungan air tersebut harus rutin di kuras, dibersihkan dan selalu tertutup, supaya nyamuk tidak meletakkan telur di dalam tempat penampungan air tersebut.

Hasil indeks jentik Aedes aegypti pada Non-TPA luar rumah pada gelas plastik tidak ditemukan (0%), lingkungan Non-TPA luar rumah masih aman dari kasus suspect DBD karena Angka Bebas jentik dibawah (95%).

Jadi perlu secara rutin membiasakan gerakan 3 M (menguras, menutup dan menimbun) ditambah menaburkan bubuk abate pada wadah atau bak tempat penampungan air, serta menggiatkan pada setiap rumah warga diadakan secara rutin seminggu sekali kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga dan lingkungan Non-TPA bebas dari jentik Aedes aegypti dengue , sehingga perkembangan kasus

suspect DBD dapat ditekan seminimal mungkin. Sumekar (2005).

Simpulan bahwa indeks larva pada lingkungan Non-TPA Luar Rumah, pada TPA luar rumah dengan hasil indeks jentik tertinggi pada House Indeks ditemukan ada

Page 58: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

228 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

5 positif Jentik Aedes aegypti pada kaleng bekas yaitu setengah dari responden (50 %) Daerah yang mempunyai HI lebih besar dari 20 % memiliki resiko penularan kasus demam berdarah dengue yang tinggi dan hasil indeks jentik tertinggi pada Continer Indeks ditemukan ada 14 positif Jentik Aedes aegypti terdiri dari 4 jentik pada ban bekas, 0 jentik pada gelas plastik, 1 jentik pada tempat minum burung, 5 jentik pada kaleng bekas, 4 jentik pada pot taman, sebagian kecil dari responden (20 %), kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga dengan keberadaan jentik vektor dengue didaerah rawan demam berdarah dengue, transmisi nyamuk Aedes aegypti.sehingga penyebaran nyamuk semakin cepat dan semakin mudah penularan penyakit demam berdarah dengue dan hasil indeks jentik tertinggi pada Brateau Indeks ditemukan ada 8 positif Jentik Aedes aegypti sebagian kecil dari responden (10,8%), terdiri dari 4 jentik pada ban bekas dan 4 jentik pada pot taman, kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga dengan keberadaan jentik vektor dengue didaerah rawan demam berdarah dengue, transmisi nyamuk Aedes aegypti.sehingga penyebaran nyamuk semakin cepat dan semakin mudah penularan penyakit demam berdarah dengue, density figure (11,7) pada tingkat kepadatan tinggi transmisi nyamuk Aedes aegypti.sehingga penyebaran nyamuk semakin cepat dan semakin mudah penularan penyakit demam berdarah dengue

dan hasil indeks jentik tertinggi pada tempat penampungan air luar rumah Angka Bebas jentik tidak ditemukan Jentik Aedes aegypti (0 %) pada gelas plastik, masih dalam kategori aman karena angka ABJ (0 %) dibawah ABJ 95 %, menurut (Departemen Kesehatan RI, 2000).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Identifikasi jentik adalah: 1. Bukan Tempat Penampungan Air di

Dalam Rumah

Hasil identifikasi tertinggi ada 4 jentik Aedes aegypti ditemukan dibelakang kulkas dan ada 4 jentik culex ditemukan pada dispenser, serta jentik Aedes albopictus tidak ditemukan. Jadi identifikasi positif ada 9 jentik Aedes aegypti.

2. Bukan Tempat Penampungan Air di Luar Rumah Hasil identifikasi tertinggi ada 5 jentik Aedes aegypti ditemukan pada kaleng bekas dan ada 9 jentik culex ditemukan pada gelas plastik, serta ada 2 jentik

Aedes albopictus ditemukan pada tempat minum burung. Jadi secara keseluruhan identifikasi positif ada 14 jentik Aedes aegypti dari 40 jentik.

Saran

Disarankan pada pihak Dinas

Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong melalui Puskesmas Perumnas secara terjadwal melakukan penyuluhan kesehatan, mengintensifkan dan mensosialisasikan program 3 M Plus dan pemberantasan sarang nyamuk, melalui jalur komunikasi dan informasi yang tepat, kepada warga Kelurahan Batu Galing Kecamatan Curup Tengah untuk selalu menjaga dan memperhatikan kondisi kontainer dan membiasakan PSN DBD, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai warna, jenis / bahan perindukan, lokasi tempat perindukan terhadap keberadaan jentik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi (2002) Manajemen Penelitian. Jakarta. Rhineka Cipta

Departemen Kesehatan RI, (2000), Upaya penyehatan lingkungan perumahan / tempat-tempat umum, dalam indikator Indonesia sehat 2010. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dir.Jen P & PL). Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu (2012) Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu . Kabid P2M. Bengkulu.

Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong (2014) Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong. Curup.

Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong (2013) Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong. Curup.

Hasyimi (2005) Kesenangan Bertelur Aedes sp. Cermin Dunia Kedokteran No. 92.

Kementerian RI (2013) Pengembangan Dispenser Anti Nyamuk Dalam Menurunkan Kepadatan Nyamuk Demam Berdarah. Dir. Jen. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dir.Jend. P & PL) Jakarta.

Puskesmas Perumnas,(2014) Laporan Tahunan Keadaan Penduduk Dalam Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas. Kabupaten Rejang Lebong

Sigit (2006) Penanganan dan Pemberantasan DBD. Yayasan Esentia Medica. Yogyakarta.

Sumekar (2005) Hubungan Kegiatan PSN, 3 M Plus dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Page 59: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K - 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET ... · Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan masuk, dan seluruh artik

Volume V Nomor 4, November 2015 ISSN: 2086-3098

229 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

WHO (2012) Best Practice For Dengue Prevention and Control. Geneva WHO & Departemen Kesehatan Jakarta. EGC.

WHO (2003) Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit DBD. Petunjuk Lengkap Terjemahan oleh Suroso, T. Dkk dari Prevention Control of Dengue Haemorrhagic. WHO dan Departemen Kesehatan

WHO (2001) Modul pedoman Penatalaksanaan Kasus DBD. Jakarta. EGC.

Wongkoon (2007) Hubungan Kontainer Bahan TPA buatan dari Alam dengan Keberadaan Jentik