pbl sasbel 1

Upload: pmputri

Post on 08-Mar-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl sasbel 1

TRANSCRIPT

LI 1. Memahami dan menjelaskan saluran pernapasan atas LO 1.1 Memahami dan menjelaskan makroskopis (Anatomi) saluran pernapasan atas. Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O2) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Sistem Respirasi 1. Saluran Nafas Bagian Atas, pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan. 2. Saluran Nafas Bagian Bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli. 3. Alveoli, terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO24. Sirkulasi Paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru. 5. Paru, terdiri atas : a. Saluran Nafas Bagian Bawah b. Alveoli c. Sirkulasi Paru 6. Rongga Pleura, terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis 7. Rongga dan Dinding Dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : Dihangatkan Disaring Dilembabkan Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. b. Nasofaring (terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius) c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah) d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan) (Daniel S.W, 2008; Raden Inmar, 2009) Hidung Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidung ada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring. Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh : a. Cartilago septi naso b. Os vomer c. Lamina perpendicularis os ethmoidalis Merupakan organ berongga yang terdiri atas tulang, tulang rawan hyalin otot bercorak dan jaringan ikat Fungsi : Menyalurkan udara Menyaring udara dari benda asing Menghangatkan udara pernafasan Melembabkan udara pernafasan Alat pembau Cavum nasi dipisahkan oleh septum nasi, yang berhubungan dengan nasofaring melalui choana (nares posterior) Memiliki bagian terlebar yang disebut dengan vestibulum nasi

Fossa Nasalis Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan os palatinum. Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Kalau yang anterior, di cavum nasi di sisi lateral ada concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mukusa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Kalau pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga.

Ada 3 buah concha nasalis, yaitu : a. Concha nasalis superior b. Concha nasalis inferior c. Concha nasalis media

Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior. Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior.

Fungsi chonca : Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus paranasalis : a. Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melalui meatus superior b. Sinus frontalis ke meatus media c. Sinus maxillaris ke meatus media d. Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media.

Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Persarafan hidung Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung : 1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus opthalmicus 2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion sfenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion pterygopalatinum.

Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman : pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pda mucusa atas depan cavum nasi.

Vaskularisasi hidung Berasal dari cabang a. Opthalmica dan a. Maxillaris interna 1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis, arteri septalis anterior 2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior, lateralis dan septal, arteri palatinus majus 3. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga pembuluh tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis pada anak.

NASOFARING LARING Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang1. Berbentuk tulang adalah os hyoid 2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1 buah. Pada arytenoid bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme.

Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas.

Os hyoid Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid.

Cartilago thyroidTerletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut prominess laryngis atau lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan inferior.

Cartilago arytenoid Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus.

Epiglotis Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke laring.

Cartilago cricoid Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral.

Otot-otot laring : 1. Otot extrinsik laring a. M.cricothyroid b. M. thyroepigloticus 2. Otot intrinsik laring a. M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat 3. gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan 4. meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety 5. muscle of larynx. a. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup 6. rima glottdis a. M. arytenoid transversus dan obliqb. M.vocalis c. M. aryepiglotica d. M. thyroarytenoid Dalam cavum laryngis terdapat : Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.

LO 1.2 Memahami dan menjelaskan mikroskopis (histology) saluran pernapasan atas.

Rongga hidung Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh. Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria menghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi

Epitel olfaktori, khas pada konka superior Sinus paranasalis Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung. Faring Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng. Terdiri dari : Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet) Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk) Laringofaring (epitel bervariasi) Laring Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin): Thyroid Cricoid Arytenoid Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis): Epiglottis Cuneiform Corniculata Ujung arytenoid

Epitel eiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori.

Epiglottis Memiliki permukaan lingual dan laringeal Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

Trakea Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

Epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

LI 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pernapasan LO 2.1 Memahami dan menjelaskan fungsi pernapasan.

Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu: 1. Pernapasan luar (eksternal) Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan. 2. Pernapasan dalam (internal) Akan terjadi penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

Fungsi pernapasan Mengeluarkan air dan panas dari tubuh Proses pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 dalam paru Meningkatkan aliran balik vena Mengeluarkan dan memodifikasikan prostaglandin LO 2.2 Memahami dan menjelaskan Mekanisme pernafasan.

A. Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior vestibulum nasi cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju nares posterior (choanae) masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus laryngis) daerah larynx trakea.masuk ke bronchus primer bronchus sekunder bronchiolus segmentalis (tersier) bronchiolus terminalis melalui bronchiolus respiratorius masuk ke organ paru ductus alveolaris alveoli. Pada saat di alveoli terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis) lalu keluar paru dan O2 masuk kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra ventrikel sinistra dipompakan melalui aorta ascendens masuk sirkulasi sistemik oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui respirasi internal, selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.

B. Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinya

Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot otot ,inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi 6 mmHg.jaringan paru semakin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru, selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal, namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi, kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi. C. Mekanisme / proses batuk dan bersin Batuk diawali dengan inspirasi dalam dan diikuti oleh ekspirasi kuat melawan glotis yang tertutup,hal ini meningkatkan tekanan intrapleura mencapai 100 mmHg / lebih,glotis terbuka secara tiba-tiba mengakibatkan ledakan aliran udara ke luar dengan kecepatan mencapai 965 km(600 mil)/ jam.bersin merupakan hal yang serupa dengan glotis yang terus terbuka ,kedua reflex ini membantu pengeluaran iritan dan menjaga saluran udara tetap bersin.

LI 3. Memahami dan menjelaskan rhinitis alergi.

LO 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi rhinitis alergi. Rhinitis merupakan reaksi yang terjadi mata, hidung, tenggorokan saat allergen merangsang pelepasan histamin. Histamin menyebabkan inflamasi dan pengeluaran cairan di saluran hidung, kelopak mata, dan sinus. Pada rhinitis alergi, jika alergi pada pollen, maka sistem imun akan beranggapan bahwa pollen adalah alergen. Sistem imun akna mengeluarkan IgE. Antibodi pergi ke sel menghasilkan zat kimia yang menghasilkan reaksi alergi dengan gejala. Sedangkan pada thinitis non alergi, biasanya karena pollutan, irritan, merokok dan efek samping pengobatan, temperatur. Salah satu contoh rhinitis non alergi adalah rhinitis vasomotor dan rhinitis medikamentosa. LO 3.2 Memahami dan menjelaskan etiologi rhinitis alergi. Rhinitis alergi disebabkan alergen dari luar seperti pollen, tungau debu, binayang pengerat, kecoa, jamur(misalnya Alternaria, Cladosporium, Aspergillus, Penicillium), binatang peliharaan , rumput, pohon(misalnya chedar, elm, oak, olive, maple, dan birch). Jika orangtua memiliki alergi serupa, maka berkemungkinan memiliki alergi juga secara genetik.

LO 3.3 Memahami dan menjelaskan klasifikasi rhinitis alergi. Rhinitis alergi terbagi menjadi 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya: 1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Hanya terdapat di negara dengan 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik yaitu pollen dan spora jamur. 2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Penyebab yang paling sering adalah alergi inhalan. Alergen ini adalah alergen dalam rumah dan alergen di luar rumah. Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi WHO Inisiative ARIA (Allergic Rhinitis and Its impact on Asthma) 2001 berdasarkan sifat berlangsungya : 1. Intermiten, bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu 2. Persisten/menetap, bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu. Tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi terbagi menjadi : a. Ringan, jika tidak ada gangguan tidur, bersantai, aktivitas harian, belajar, bekerja b. Sedang-berat jika ada satu atau lebih gangguan di atas LO 3.4 Memahami dan menjelaskan epidemiologi rhinitis alergi. Studi scandavian telah menunjukkan tingkat prevalensi 15% pada pria dan wanita 14 %. Tiap negara akan berbeda karena lingkungan geografi yang berbeda. Rhinitis alergi tidak mengacam nyawa kecuali jika disertai asma yang parah dan anafilaksis. Dari rhinitis alergi bisa juga terdapat komplikasi di antaranya otitis media, disfungsi tuba eustachius, sinusitis akut dan sinusitis kronik. Telah terbukti bahwa rhinitis alergi yang tidak terkontrol yang berhubungan dengan asma bisa memperparah inflamasi. Ini bisa menyebabkan morbiditas bahkan kematian.

Ras Rhinitis alergi bisa terjadi pada ras manapun Jenis kelamin Pada masa kanak-kanak, laki-laki lebih mudah terkena rhinitis alergi dibandingkan anak perempuan. Tapi saat dewasa, prevalensinya hampir sama.

Usia Rhinitis alergi bisa terjadi pada usia berapapun. 80% kasus, rhintis alergi meningkat saat usia 20 tahun.

LO 3.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologi rhinitis alergi. Kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan HLA II membentuk kompleks peptoda MHC II yang dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC akan melepas interleukin 1 yang mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi T helper 1 dan T helper 2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, IL 13. IL 4 dan IL 13 diikat reseptornya di permukaan limfosit B sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Ig E. Ig E di sirkulasi darah masuk ke jaringan dan diikat reseptor Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil sehingga kedua sel ini aktif. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, kedua rantai Ig E mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi mastosit dan basofil dengan terlepasnya mediator kimia terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan prostaglandin, leukostrin D4, leukotrin C4, bradikinin, PAF dan berbagai sitokin. Terjadilah reaksi alergi fase cepat. Histamin merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga rinore.

LO 3.6 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinik rhinitis alergi. Secara umumnya, gejala berupa bersin, hidung mampat, hidung meler, telinga, hidung, mata, tenggorokan yang gatal, tidak bisa mencium, batuk, lelah, pusing, lingkaran hitam di bawah mata, mata berair, sakit tenggorokan. Gejala yang tampak pada rhinitis alergi musiman adalah mata merah, gatal, lakrimasi. Gejala yang tampak pada rhinitis alergi perennial adalah urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perennial lebih ringan dibandingkan dengan yang musiman tapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan.

LO 3.7 Memahami dan menjelaskan diagnosis rhinitis alergi.

Ditegakkan berdasarkan : a. Anamnesis Gejala rhinitis alergi yang khas adalah bersin berulang. Bersin merupakan mekanisme fisiologi yang berfungsi membersihkan sendiri. Gejala lain adalah keluar ingus, hidung tersumbat, mata gatal, banyak keluar air mata. b. Pemeriksaan fisik Pada rinoskopi anterior terdapat mukosa, edema, basah, berwarna pucat atau livid dengan sekret encer banyak. Jika gejala persisten, mukosa inferior tanpak hipertrofi. Gejala lain pada anak yang spesifik yaitu ada bayangan gelap di bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Disebut juga allergic shiner. Karena gatal, dengan punggung tangan mengosok-gosok hidung. Disebut juga allergic salute. Keadaan menggosok hidung akan mengakibatkan garis melintang di dorsum nasi bagia sepertiga bawah yang disbut allergic crease. Dinding posterior faring tanpak granuler dan edema (cobblestone appearance). Dinding lateral faring menebal. Lidah seperti gambaran peta.

c. Pemeriksaan penunjang 1. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi bisa normal atau meningkat. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test). Pemeriksaan sitologi hidungwalaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Jika basofil >5 sel/lap mungkin karena alergi makanan. Jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. 2. In vivo Alergen penyebab bisa dicari dengan pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Keuntungan SET adalah selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Pada alergi makanan, uji kulit yang akhir ini banyak digunakan adalah intracutaneus provocative dilutional food test (IPDFT), tapi sebagai baku emas bisa dilakukan diet eleminasi dan Challenge test. Alergen ingestan akan lenyap dalam 5 hari secara tuntas. Pada challenge test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis mnu makanan dihilangkan, gejala juga menghilang.

Diagnosis banding Rinitis nonalergi rinitis infeksi common cold.

LO 3.8 Memahami dan menjelaskan tatalaksana rhinitis alergi.

1. Pengobatan yang paling baik adalah menghindari alergen. 2. Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H1 yang bekerja inhibitor kompetitif pada reseptor H1 sel target. Merupakan lini pertama yang sering dipakai pada rhinitos alergi. Antihistamin terbagi menjadi 2 : generasi 1 dan generasi 2. Generasi 1 bersifat lipofilik sehingga bisa menembus sawar darah ota dan plasenta. Contohnya adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin, yang bisa diberikan secara topikal adalah azelastin.

Antihistamin generasi 2 bersifat lipofobik sulit memembus sawar darah otak. Tidak punya efek kolinergik seperti pada generasi 1, non sedati dan antiadrenergik. Antihistamin secara oral diabsorpsi cepat untuk mengatasi gejala pada respon fase cepat seperti rinore, bersin, gatal tapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat. Antihistamin non sedatif terbagi menjadi 2 menurut keamanannya. Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin. Dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung dan kematian mendadak. Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin, levosetirisin. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin atau topikal. Pemakaian secara topikal hanya boleh beberapa hari karena bisa menyebabkan rhinistis medikamentosa.

Kortikosteroid (nasal corticosteroid spray) paling efektif untuk rhinitis alergi.

3. Tidakan operatif. Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan jika konka inferior hipertrofi berat dan tidak bisa dikecilkan dengan kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat. 4. Imunoterapi Tujuan : penurunan Ig E dan pembentukan IgG blockin antibody. Yang umum digunakan adalah intradermal dan sublingual.

Operatif Konkotomi parsial ( pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dgn kauterisasi menggunakan AgNO3 25% atau triklor asetat. Imunoterapi Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Bertujuan untuk membentuk IgG Blocking antibody dan penurunan IgE.

LO 3.9 Memahami dan menjelaskan pencegahan rhinitis alergi. Ada 3 tipe pencegahan yaitu primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Hal yang dapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalan maupun ingestan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan padat sehingga pemberian ASI lebih lama. Pencegahan sekunder adalah mencegah gejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa.Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi atau berlanjutnya penyakit. LO 3.10 Memahami dan menjelaskan komplikasi rhinitis alergi Komplikasi rinithis alergi yang sering adalah Polip Hidung Alergi hidung merupakan salah satu factor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung. Otitis Media Efusi yang sering residif terutama pada anak. Sinusitis Paranasal

LO 3.11 Memahami dan menjelaskan prognosis rhinitis alergi. Terjadi pada kebanyakan diusia muda 50%-70% dapat menyebabkan iritasi Pada umum nya baik apabila ditangani dengan cepat dan memburuk jika dibiarkan berlanjut.

LI 4. Memahami dan menjelaskan farmako rhinitis alergi. LO 4.1 Memahami dan menjelaskan antihistamin.

Suatu zat atau obat untuk menekan reaksi histamin sebagai faktor alergen bagi tubuh. Mekanisme Menahan aktifitas sel mast untuk tidak mengalami degranulasi Terdapat 2 blocker : AH1 dan AH2

Antihistamin 1 Farmakodinamik : Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan. Farmakokinetik : Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati. Penggolongan AH1 AH generasi 1 Contoh : Eetanolamin Etilenedamin Piperazin Alkilamin Derivat fenotiazin Keterangan : AH1 = - sedasi ringan-berat - antimietik dan komposisi obat flu - antimotion sickness

Indikasi AH1 berguna untuk penyakit : 1. Alergi 2. Mabuk perjalanan 3. Anastesi lokal 4. Untuk asma berbagai profilaksis

- Efek samping Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.

Antihistamin golongan 1 lini pertama - Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. - Bersifat lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan plasenta. - Kolinergik - Sedatif : Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin Topikal : Azelastin

Antagonis Reseptor H2 (AH2)

Contoh : simetidin dan ranitidin Farmakodinamik Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi asam lambung dihambat. Farmakokinetik 1. Bioavibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian intravena atau intramuskular. Ikatan absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin diberikan segera setelah makan. 2. Bioavibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati. Indikasi : efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum. Efek samping : pusing, mual, malaise, libido turun, disfungsi seksual.

LO 4.2 Memahami dan menjelaskan dekongestan.

Dekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis alergika atau rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut. Obat ini menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung. Obat golongan ini disebut obat adrenergik atau obat simptomimetik, karena obat ini merangsang saraf simpatis. Kerja obat ini digolongkan 7 jenis : 1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, misal : vasokontriksi mukosa hidung sehingga menghilangkan pembengkakan mukosa pada konka. 2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus dan bronkus, misal : bronkodilatasi. 3. Perangsangan jantung : peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi. 4. Perangsangan Sistem Saraf Pusat : perangsangan pernapasan dan aktivitas psikomotor. 5. Efek metabolik : peningkatan glikogenolisis dan lipolisis. 6. Efe endokrin : modulasi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis. 7. Efek prasipnatik : peningkatan pelepasan neurotransmiter.

Obat Dekongestan Oral 1. Efedrin Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2. Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama. Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang dapat diatasi dengan pemberian sedatif. Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jam Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jam Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam 2. Fenilpropanolamin Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung. Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP. Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan. Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam 3. Fenilefrin Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah. Obat Dekongestan Topikal Derivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin). Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.

LO 4.3 Memahami dan menjelaskan kortikosteroid. KORTIKOSTEROID INHALASI Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.

Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:

Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis.

MEKANISME AKSI Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.

INDIKASI Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala asma.

KONTRAINDIKASI Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.

EFEK SAMPING Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.

RESIKO KHUSUS Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi badan orang dewasa. Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.