pbl mdul 1 klp 5a
TRANSCRIPT
Makassar, 13 April 2012
Laporan tutorial
MODUL I
BERAT BADAN MENURUN
SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLIK
OLEH :
Kelompok VA
Dokter Pembimbing: dr. A. Yusriani Mangarengi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2011
Fitri Indah 110 210 0069 Nur Afifah Thamrin 110 210 0138 Cok ErlyMerlin 110 210 0152
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil tutorial kelompok 5A ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dan tak lupa kami kirimkan salam dan salawat kepada nabi junjungan kita yakni
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh
kebodohan ke alam yang penuh kecerdasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah banyak membantu selama
proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada
setiap pihak jika ada kesalaahan baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga laporan hasil tutorial ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang
telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan
setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai
sistem Endokrin dan Metabolik.
Makassar, 05 April 2012
Penyusun
Kelompok VA
PENDAHULUAN
Modul I
Skenario 1
Seorang laki-laki umur 53 tahun, datang ke seorang dokter dengan berat badan
menurun yang dialami sejak 7 bulan terakhir. Ia juga mengeluh akhir-akhir ini
selalu merasa lemas, lelah, dan selalu mengantuk. Setahun yang lalu ia diagnosis
menderita hipertensi pada saat menjalani pemeriksaan rutin untuk persiapan
operasi batu kandung empedu.
Kalimat kunci :
Laki-laki umur 53 tahun
Berat badan menurun sejak 7 bulan terakhir
Akhir-akhir ini selalu merasa lemas, lelah, dan mengantuk
Setahun yang lalu diagnosis hipertensi saat menjalani pemeriksaan rutin
untuk persiapan operasi batu kandung empedu.
Kata Sulit :
Hipertensi : Keadaan dimana tekanan darah seseorang diatas dari normal.
Pertanyaan :
1. Jelaskan organ endokrin yang berhubungan dengan skenario diatas
2. Hormon-hormon apa saja yang berhubungan dengan skenario diatas!
3. Jelaskan patomekanisme dari gejala-gejala pada skenario!
4. Apa differensial diagnosis dari skenario diatas? (etiologi, epidemologi,
gejala klinis, langkah-langkah diagnosis,dan penetalaksanaannya )
5. Pencegahan secara umum!
PEMBAHASAN
1. A. Organ Endokrin Tiroid
Anatomi
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada
akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum,
yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami migrasi ke bawah
yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai
duktus tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada
umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa
keadaan masih menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang jalan
tersebut, yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian,
kegagalan menutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid
yang letaknya abnormal yang disebut persistensi duktus tiroglosus. Persistensi
tiroglosus dapat berupa kista duktus tiroglosus, tiroid lingual atau tiroid servikal.
Sedangkan desensus yang terlalu jauh akan menghasilkan tiroid substernal. Sisa
ujung kaudal duktus tiroglosus ditemukan pada lobus piramidalis yang menempel
di ismus tiroid. Branchial pouch keempatpun ikut membentuk bagian kelenjar
tiroid, dan merupakan asal mula sel-sel parafolikular atau sel C, yang
memproduksi kalsitonin.
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan
menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang
merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilahyang digunakan di klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid
atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-4
cm, lebar 1,5-2 cm, dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh
berat badan dan masukan yodium. Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-
20 gram. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A. Tiroidea superior
berasal dari A. Carotis komunis atau A. Carotis externa, A. Tiroidea inferior dari
A. Subclavia, dan A. Tiroidima berasal dari A. Brachiosephalic salah satu cabang
arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler
limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang
menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral, dan inferior.
Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit. Dalam
keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop
terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar
paratiroid menempel di belakang lobus superior tiorid dan sepasang lagi di lobus
medius, sedangkan nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea
dibelakang tiroid.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat
berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brachiosephalic dan
sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini
penting untuk menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.
Histologi
Dengan mikroskop terlihat kelenjar tiroid terdiri atas folikel dalam
berbagai ukuran antara 50-500 mm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel
tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya
menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok-kelompok
sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat darah dari
end artery. Folikel mengandung bahan yang jika diwarnai dengan hematoksilin-
eosin berwarna merah muda yang disebut koloid dan dikelilingi selapis epitel
koloid. Ternyata tiap folikel merupakan kumpulan klon sel tersendiri. Sel ini
berbentuk kolumnar apabila dirangsang oleh TSH dan pipih apabila dalam
keadaan tidak terangsang/istirahat. Sel folikel mensintesis tiroglobulin (Tg) yang
disekresikan ke dalam lumen folikel. Tg adalah glikoprotein berukuran 660kDa,
dibuat di retikulum endoplasmik, dan mengalami glikosilasi secara sempurna di
aparat golgi. Protein lain yang amat penting disini ialah tiroperoksidase (TPO).
Enzim ini berukuran dengan 103kDa yang 44%-nya berhomologi dengan
mieloperoksidase. Baik TPO maupun Tg bersifat antigenik seperti halnya pada
penyakit tiroid autoimun, sehingga dapat digunakan sebagai penanda penyakit.
Biosintesis hormon T4 dan T3 terjadi di dalam tiroglobulin pada batas antara
apeks sel koloid. Di sana terlihat tonjol-tonjol mikrovili folikel ke lumen dan
tonjol ini terlibat juga dalam proses endositosis tiroglobulin. Hormon utama yaitu
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) tersimpan dalam koloid sebagai bagian dari
molekul tiroglobulin. Hormon ini hanya akan dibebaskan apabila ikatan dengan
tiroglobulin ini dipecah oleh enzim khusus.
Mengingat yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon
tiroid, maka harus selalu tersedia yodium yang cukup dan berkesinambungan.
Yodium dalam makanan berasal dari makanan laut, susu, daging, telur, air minum,
garam beryodium dan sebagainya. Faktor kandungan yodium dalam lahan
setempat sangat penting, khususnya bagi daerah terpencil di mana penduduknya
hanya khusus makan makanan yang berasal dari produksi setempat yang lahannya
mempunyai kandungan yodium rendah.
Yodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan 1/3 hingga
½ ditangkap kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Ditaksir 95%
yodium tubuh tersimpan dalam kelenjar tiroid, sisanya dalam sirkulasi (0,04-
0,57%) dan jaringan. Dalam keadaan keseimbangan (homeostasis) masukan
yodium sehari dapat diperkirakan dengan mengukur jumlah yodium yang
dikeluarkan dalam air kemihper hari.
Hormon kalsitonin, yang juga dihasilkan oleh kelenjar tiroid berasal dari
sel parafolikular (sel C). Hormon ini berperan aktif dalam metabolisme kalsium
dan tidak berperan sama sekali dalam metabolisme yodium. Mengingat asal
hormon ini, kalsitonin seringkali digunakan sebagai penanda untuk mendeteksi
adanya carcinoma medullare thyroid.
Biokimia
Hormon tiroid sangat istimewa karena mengandung 59 – 65 % elemen
yodium. Hormon T4 dan T3 berasal dari yodinasi cincin fenol residu tirosin yang
ada di triglobulin. Awalnya terbentuk mono- dan diiodotirosin, yang kemudian
mengalami proses penggandengan (coupling) menjadi T3 dan T4.
Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam
beberapa tahap, sebagian besar di stimulir oleh TSH, yaitu :
1. Tahap trapping
2. Tahap oksidasi
3. Tahap coupling
4. Tahap penimbunanan atau storage
5. Tahap deiyodinasi
6. Tahap proteolisis
7. Tahap pengeluaran hormone dari kelenjar tiroid
Yodida (I-) bersama dengan Na+ diserap oleh transporter yang terletak di
membrane plasma basal sel folikel. Protein transporter ini disebut sodium iodide
symporter (NIS), berada di membran basal, dan kegiatannya tergantung adanya
energi. Membutuhkan 02 yang di dapat dari ATP. Proses ini distimulir oleh TSH
sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel 100-500X lebih
tinggi disbanding kadar ekstrasel. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya
yodium dan aktivitas tiroid. Beberapa bahan seperti tiosianat (SCN-) dan
perkolarat (ClO-4) justru menghambat proses ini. Beberapa ion lain dapat
menghambat pompa yodida ini dengan urutan kekuatan sebagai berikut : TCO4,
SeCN3NO2, Br. Baik TcO4 maupun preklorat secara klinis dapat digunakan dalam
memblok uptake yodida dengan cara inhibisis kompettitif pada pompa yodium.
Meskipun kalah kuat, tetapi nitrit (NO3) dan Br juga dapat menghambat, asal
kadarnya cukup timggi. Berdasarkan hal ini maka ‘perchlorate discharge test’
dilakukan untuk mendiagnosis adanya defek proses yodinasi yang bersifat
congenital. Pretechenetat juga mampu lewat pompa yang sama, dan dalam klinik
Pretechenetat radioaktif dapat digunakan umtuk memindai kelenjar tiroid.
Triglobulin satu glikoprotein 660kDa disintesis di reticulum endoplasmic
tiroid dan glikosilasinya diselesaikan di apparatus golgi. Hanya molekul Tg
tertentu (folded molecul ) mencapai membrane apikal, dimana peristiwa
selanjutnya terjadi. Adapun protein kunci lain yang berperan dalam
Tiroperoksidase (TPO). Proses ini di apeks melibtakan iodide, Tg, TPO dan
hydrogen peroksida (H202). Produksi H2O2 membutuhkan kalsium \, NADPH
dan NADPH oksidase. Yodida di oksidasi oleh H2O2 dan TPO yang selanjutnya
menempel pada residu tirosil yang ada dalam rantai peptide Tg, membentuk 3-
monoidotirosin (MIT) atau 3,5-diidotirosin (DIT). Kemudian, dua molekul DIT
(masih berada dan merupakan Tg) menggabung menjadi T4 dengan cara
mengganbungkn grup diiodfenil DIT, donor, dengan DIT akseptor dengan
perantaraan diphenyl ether link. Dengan cara yang sama dibentuk T3 dan donor
MIT dengan reseptor DIT.
Sesudah pembentukan hormone selesai, Tg disimpan dalam ekstrasel
yaitu di lumen folikel tiroid. Umumnya sepertiga yodium disimpan sebagai T3
dan T4 dan sisanya dalam MIT dan DIT. Bahan koloid yang ada dalam lumen
sebagian besar terdiri dari Tg. Koloid merupakan tempat untuk menyimpan
hormone maupun yodium, yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan.
Pengeluaran hormon dimulai dengan terbentuknys vesikel endositotik di
ujung vili.(atas pengaruh TSH berubah menjadi tetes koloid) dan digesti Tg oleh
enzim endosom dan lisosom. Enzim proteolitik utama adalah endopeptidase
katepsin C, B dan L dan beberapa eksopeptidase. Hasil akhirnya ialah dilepaskan
T4 dan T3 (yodotironin) bebas ke sirkulasi, sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT
(yodotirosin) tidak dikeluarkan tetapi mengalami deiodonasi oleh yodotirosin
deyodinase, dan iodinnya masuk kembali kesimpanan yodium intratiroid sebagai
upaya untuk konvervasi yodium.
Proses katalisasi yodinasi triglobulin ini terjadi secara maksimal pada
triglobulin yang belum diyodinasi sama sekali dan mengurang pada yang telah
diyodinasi. Proses yodinasi ini dipengaruhi berbagai obat : tiourea, propel-
tiourasil (PTO), metiltiourasil (MTU), yang semuanya mengandung grup N C SH.
Dengan demikian obat ini amat berguna untuk menghambat pekerjaan kelenjar
yang hiperaktif da digunakan di klinik.
Kelnjar tiroid manusia mempunyai kemampuan untuk menyerap serta
mengkonsentrasikan yodida dari sirkulasi. Kemampuan ini dipunyai juga oleh sel-
sel kelenjar ludah, mukosa lambung, kelenjar susu, meskupun tidak satupun
mempunyai kapasitas untuk mengubahnya menjadi hormon tiroid. Demikian pula
NIS di sel payudara. Sifat ini sekarang sedang diteliti bagaiamana meningkatkan
ekspresi NIS sehingga yodium tadi aktif dapat masuk ke sel kanker payudara
dalam rangka pengobatannya.
Cara keluarnya hormon tiroid dari tempat penyimpanannya di sel belum
diketahui secara sempurna, tetapi jelas dipengaruhi TSH. Hormon ini melewati
membrane basal, fenestra sel kapiler, kemudian ditangkap oleh pembawanya
dalam sistem sirkulasi. Produksi sehari T4 kira-kira 80 – 100 mg sedangkan T3
26-39 mg. akhir-akhir ini dibuktikan bahwa 30-40 % T3 endogen berasal dari
konversi ekstratiroid T4 menjadi T3.
Transportasi Hormon
Baik T3 maupun T4 diikat oleh protein pengikat dalam serum (binding
protein). Hanya 0.35 % T4 total dam 0, 25 % T3 total berada dalam keadaan
bebas. Ikatan T3 denga protein tersebut kurang kuat dibandingkan dengan T4,
tetapi karena efek hormonnya lebih kuat dan turnovernya lebih cepat, maka T3 ini
sangat penting. Ikatan hormon terhadap protein ini makin melemah berturut turut
TBG, TBPA, serum albumin. Dalam keadaan normal, kadar yodotironin total
menggambarkan kadar hormin bebas, namum pada keadaan tertentu jumlah
protein binding dapat berubah. Meninggi pada neonates. Penggunaan estrogen
termasuk kontrasepsi oral, penyakit kronik dan akut, naiknya sintesis di hati
karena pemakaian kortikosteroid, dan menurun pada penyakit ginjal danbhati
kronik, penggunaan androgen dan steroid anabolic, sindrom nefrotik, dan dalam
keadaan sakit berat. Penggunaan obat tertentu misalnya salsilat, hidantoin, dan
obat anti inflamasi seperti fenklofenak menyebabkan kadar hormone total
menurun karena obat tersebut mengikat protein secara kompetitif, akibatnya kadar
hormone bebas mengikat.
Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam, sebagian
T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses meonodeyodinasi menjadi T3.
Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan (konversi) ini ialah
jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk
juga rT3 yang secara metabolik tidak aktif. Agaknya deyodinasi T4 menjadi rT3
digunakan untuk metabolism di tingkat seluler. Karena hormon aktif ialah T3
bukan T4 maka harus terjadi konversi menjadi T3 dahulu supaya mampu berfungsi
dengan baik. Dengan adanya deiodinases, hormone aktif dapat dipergunakan
guna mendukung kebutuhan manusia. Dikenal 3 macam deyodinase utama : DI,
DII, dan DIII masing-masing dengan fungsi khusus. Deyodinasi tipe 1 : konversi
T4 a T3 di perifer dan tidak berubah pada waktu hamil. Deyodinasi tipe II
mengubah T4 a T3 secara lokal (di plasenta, otak serta susunan saraf pusat, dan
mekanisme ini penting untuk mempertahankan T3 lokal. Deyodinasi tipe III :
mengubah T4 menjadi rT3 dan T3a T2, khusunya di plasenta dan dimaskud
mengurangi masuknya hormone berlebihan dari ibu ke fetus.
Keadaan dimana T3 dan T4 berkurang terjadi pada : kehidupan fetakl,
restriksim kalori, penyakit hati, penyakit sistemik berat, defesiensi selenium dan
perngaruh berbagai obat (propiltiourasil, glukokortikoid, propanol, amiodrin,
beberapa bahan kontras seperti asam yupanoat, natrium ipodas.
Fisiologi
MEKANISME KERJA HORMON TIROID DI TINGKAT SEL
Panel A. Fase inaktif : ikatan TR dimer pada TRE bersama co-reseptor
menghambat transkripsi gen. Panel B. fase aktif hormon bebas masuk ke sel
dengan sistim transfer khusus. Di sel terjadi konversi T4A T3 oleh 5-deyodinasi
dan T3 bergerak ke arah inti dan berikatan dengan TR LBD dari monomer TR.
Ikatan ini menyebabkan lepasnya TR homodimer dan heterodimerisasi dengan
RXR pada TRE dan dilepasnya co-reseptor. Sebaliknya terjadi ikatan dengan co-
aktivator. Dengan adanya kompleks TR koaktifator ini terjadi transkripsi gen yang
menyebabkan sisntesis protein khas sel tersebut.
EFEK METABOLIK HORMON TIROID
Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua
proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau
hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain
seperti tersebut di bawah ini:
1. Termoregulasi (jelas pada miksidema atau koma miksidema dengan
temperatur sub-optimal) dan kalorigenik.
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi
dalam dosis besar bersifat katabolik.
3. Metabolisme karbohidrat bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis dan degradasi insulin meningkat.
4. Metabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,
sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia, kulit
kekuningan.
6. Lain-lain: gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi
diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi Fe dan hipertiroidisme.
EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID
Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya
menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi
otak dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena
reseptor beta adrenergik yang bertambah tetapi ada juga efek yang nongenomik
misalnya menignkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzim
tipe-2 5’-deyodinasi di hipofisis.
Pertumbuhan fetus. Sebelum mi 11 tiroid fetus belum bekerja, juga TSHnya.
Dalam keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid bebas yang masuk
fetus amat sedikit karena di inaktivasi di plasenta. Meski amat sedikit krusial,
tidak adanya hormon yang cukup menyebabkan lahirnya bayi kreatin (retardasi
mental dan cebol).
Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas. Kedua
peristiwa di atas dirangsang oleh T3, lewat Na+K+ATPase di semua jaringan
kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid
menurunkan kadar superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida
meningkat.
Efek kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-β dan
menghambat miosin hc-β, akibatnya kontraksi otot miokard menguat. b).
Transkripsi Ca2+ATPase di retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus diastolik.
c). Mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergik, sehingga akhirnya
hormon tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara klinis terlihat sebagai
naiknya curah jantung dan takikardia.
Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik beta miokard, otot
skelet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya reseptor
adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada
hipertiroidisme dan sebaliknya pada hipotiroidisme.
Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidisme menyebabkan
eritropoiesis dan produksi eritropoetin meningkat. Volume darah tetap namun red
cell turn over meningkat.
Efek gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat, kadang ada
diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung melambat. Hal ini
dapat menyebabkan bertambah kurusnya seseorang.
Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resorbsi tulang lebih terpengaruh
dari pada pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan osteopenia.
Dalam keadaan berat maupun menghasilkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria, dan
penanda hidroksiprolin dan cross-link piridium.
Efek neuromuskular. Turn-over yang meningkat juga menyebabkan miopati
disamping hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi serta
relaksasi otot meningkat (hiperrefleksia).
Efek endokrin. Sekali lagi, hormon tiroid meningkatkan metabolic turn-over
banyak hormon serta bahan farmakologik. Contoh: waktu parah kortisol adalah
100 menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada hipertiroidisme
dan 150 menit pada hipotiroidisme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidisme
dapat menutupi (masking) atau memudahkan unmasking kelainan adrenal.
PENGATURAN FAAL KELANJAR TIROID
Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid, yaitu oleh: a. autoregulasi, b. TSH, c. TRH.
Autoregulasi
Seperti yang disebutkan diatas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pad
pemberian yodium banyak dan akut, dikenal sebagai efek wolff-chaikoff. Efek ini
bersifat self limiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme escape ini, dapat gagal
dan terjadi hipotiroidisme.
TSH
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Banyak homologi
dengan LH dan FSH ketiganya terdiri dari subunit α- dan β dan ketiganya
mempunyai subunit α- yang sama, namun berbeda subunit β-. Efek pada tiroid
akan terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH di membrane folikel. Sinyal
selanjutnya terjadi lewat protein G dari sini lah terjadi perangsangan protein
kinase A oleh CAMP untuk ekskresi gen yang penting untuk fungsi tiroid seperti
pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPO, serta factor trankripsi TTF1,
TTF2, dan PAX8. Efek klinisnya terlihat sebagai pertumbuhan morfologi sel,
naiknya produksi hormon, dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya, (mekanisme umpan
balik) sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivasi dan keluarnya TSH. Beberapa
obat bersifat menghambat sekresi TSH: somatostatin, glukokortikoid, dopamine,
algonis dopamine (misalnya bromokriptin), juga berbagai penyakit kronik dan
akut.
Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati dan
dirangsang oleh imunoglonulin, antibody-anti-TSH (TSAb=Tiroid Stimulating
Antibody, TSI=Tiroid Stimulating Imonuglobulin) yang secara fungsional tidak
dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSh endogen. Rentetan peristiwa selanjutnya
juga tidak dapat dibedakan dengan rangsangan akibat TSH endogen.
TRH (Thyrotrophin Releasing Hormon)
Hormone ini 1 tripeptida, dapat disintesis neuron yang corpusnya berada
di nucleus paraventrikularis hypothalamus (PVN). TRH ini melewati median
eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan lewat system hipotalamohipofseal
ke sel tirotrop hipofisis akibatnya TSH meningkat. Meskipun tidak ikut
menstimulasi keluarnya growth hormone dan ACTH, tetapi TRH menstimulasi
keluarnya prolaktin, kadang FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya
kelenjar tiroid mengalami hyperplasia dan hiperfungsi.
Sekresi hormone hipotalamus dihambat oleh hormone tiroid (mekanisme
umpan balik), TSH, dopamine, hormone kortex adrenal, dan somatostatin, serta
stress dan sakit berat.
Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banyak member
informasi klinis. Sebagai contoh naiknya TSH serum sering menggambarkan
produksi hormone tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang memadai, sebaliknya
respon yang rata TSH terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi
kronik ditingkat TSH karena kebanyakan hormone dan sering merupakan tanda
dini sebagai hipertiroidisme ringan atau subklinis
B. Pankreas
Anatomi
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dantebal
sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dariatas
sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh duasaluran
ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecilcaudanya
yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.
1. Bagian Pankreas
Pankreas dapat dibagi ke dalam:
a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian
cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan
vena mesenterica superior serta dinamakanProcessus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis,merupakan bagian pancreas yang mengecil
danmenghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum
pancreatisterletak di depan pangkal vena portae hepatis dan
tempatdipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis,berjalan ke atas dan kiri, menyilang garistengah. Pada
potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis,berjalan ke depan menuju ligamentumlienorenalis dan
mengadakan hubungan dengan hilum lienale
2. Hubungan
a. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan
mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.
b. Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae
hepatisdan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria
mesentericasuperior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis
sinistra, rensinister, dan hilum lienale.
3. Vaskularisasi
a. Arteriae
A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis)
A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior
cabangA.lienalis
b. Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta
4. Aliran limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi
kelenjar.Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe
coeliaci danmesenterica superiores.
5. Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca)
dan parasimpatis (vagus).
6. Ductus Pancreaticus
a. ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke
caput,menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara
ke parsdesendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan
ductuscholedochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang
muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
b. ductus Pancreaticus Minor (Santorini)
c. Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan
kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus
pancreaticus pada papilla duodeni minor.
d. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara
kedalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda).
Ampullaini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum,
yaitu papilladuodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara
ampulla. (Richard S.Snell, 2000)
Histologi
Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi
tersebut dilakukan oleh sel sel yang berbeda.
1. Bagian eksokrin
Pankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, dan
merupakan tubuloasinosa kompleks. As inus berbentuk tubular, dikelilingi
lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi
lumensempit. Tidak terdapat sel mioepitel.Diantara asini, terdapat jaringan ikat
halus mengandung pembuluh darah,pembuluh limfe,saraf dan saluran keluar.
2. Bagian Endokrin
Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di
seluruh pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel
pucatdengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76×175 mm dan
berdiameter 20sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih
banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas.(Derek Punsalam,
2009).Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin
disekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau.(Anonymous, 2009).Sel-sel ini
membentuk sekitar 1% dari total jaringan pankreas.(John Gibson,1981)
Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau.Masing-
masing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhansmengalir ke vena
hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada
sifat pewarnaan dan morfologinya.( Derek Punsalam, 2009)
Dengan pewarnaan khusus,sel-sel pulau langerhans terdiri dari empat macam:
a. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi
pulau,mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas
intikadang tidak teratur.
b. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan
selterbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak
di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung
kristaloidromboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar
dan banyak
c. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian
manasaja dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandunggelembung
sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogeny
d. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel
F berasal dari tonjolan pankreas ventral.(Anonymous, 2009)
Biokimia
Pankreas menghasilkan berbagai macam enzim dan hormon,pada dasarnya
enzim berfungsi untuk mencerna kimus yang masuk ke dalam deudenum dan
hormon berfungsi untuk menghasilkan bikarbonat untuk proteksi
deudenum.hormon yang dimaksud bukianlah yang dikenal secara umum seperti
insulin,glukagon,somatostatin dll.enzim yang dimaksud adalah;
a. alfa amilse berfungsi untuk mencerna disakarida yang sebelumnya telah
dikatabolisme di cavum oris
b. tripsin berfungsi untuk mengkatabolisme gugus asam amino aromatik.
c. kimo tripsin berfungsi untuk katabolisme gugus amino non aromatik.
d. elastase berfungsi untuk mengkatabolisme gugus aromatik dan non
aromatik.
e. karbonat anhidrase
f. lipase berfungsi untuk mengkatabolisme lipid
Pada dasarya pankreas memproduksi enzim dalam bentuk
inaktif(zimogen)yang akan aktif jika memperoleh rangsangan yang sesuai dan
hormon yang berfungsi untuk melindungi dinding mukosa deudenum adalah
pankreozim.
Fisiologi
1. Eksokrin
Getah pankreas mengandung enzim - e n z im untuk pencernaan ketiga jenis
makanan utama : protein, karbohidrat ,dan lemak. Ia juga mengandun
ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam
menetral kan kimus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase,
ribonuklease, deoksiribonuklease; tiga enzim pertama memecahkan keseluruhan
dan secara parsial protein yang di cernakan,sedangkan neklease memecahkan
kedua jenis asam nukleat:asam ribonukleat dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan unt uk karbohidrat adalah amilase pankreas,yang
menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa
untuk membentuk karbohidrat , sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan
lemak adalah lipase pankreas, yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol,
a sam lemak dan kolesterol esterase, yang menyebabkan hidrolisis ester-ester
kolesterol.
Enzim-enzim proteolitik waktu disintesis dalam sel-sel pankreas berada
dalam bentuk tidak aktif;tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksi peptidase,
yang semuanya secara enzim tidak aktif. Zat-zat ini hanya menjadi aktif setelah
mereka disekresi ke dalam saluran cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh suatu enzim
yang dinamakan enterokinase, yang disekresi oleh mukosa usus ketika kimus
mengadakan kontak dengan mukosa.tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh tripsin
yang telah dibentuk.kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi
kimotripsin,dan prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara yang sama.
Penting bagi enzim-enzim proteolitik getah pankreas tidak diaktifkan
sampai mereka disekresi ke dalam usus halus,karena tripsin dan enzim-enzim lain
akan mencernakan pankreas sendiri.sel-sel yang sama,yang mensekresi enzim-
enzim proteolitik ke dalam asinus pankreas serentak juga mensekresikan tripsin
inhibitor.zat ini disimpan didalam sitoplasma sel-sel kelenjar sekitar granula-
granula enzim,dan mencegahpengaktifan tripsin didalam sel sekretoris dan dalam
asisnus dan duktus pankreas.
Pankreas rusak berat atau bila saluran terhambat,sejumlah besar sekret
pankreas tertimbundalam daerah dalam daerah yang rusak dari pankreas.dalam
keadaan ini efek tripsin inhibitor kadang kadang kewalahan,dan dalam keadaan ini
sekret pankreas dengan cepat diaktifkan dan secara harfiah mencernakan seluruh
pankreas dalam beberapa jam,menimbulkan keadaan yang dinamakan pankreatitis
akut.hal ini sering menimbulkan kematian karena sering diikuti syok,dan bila
tidak mematikan dapat mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup.
Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus
kelenjar pankreas. Namun dua unsur getah pankreas lainnya, air dan ion
bikarbonat,terutama disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil yang
terletak didepan asinus khusus yang berasal dari duktulus. Bila pankreas
dirangsang untuk mengsekresi getah pankreas dalam jumlah besar ± yaitu air dan
ion bikarbonatdalam jumlah besar ± konsentrasi ion bikarbonat dapat meningkat
sampai 145mEq/liter.
Setiap hari pankreas menghasilkan 1200-1500 ml pancreatic juice,
cairan jernih yang tidak berwarna. Pancreatic juice paling banyak mengandung
air, beberapa garam, sodium bikarbonat, dan enzim-enzim. Sodium
bikarbonatmemberi sedikit pH alkalin (7,1-8,2) pada pancreatic juice sehingga
menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang
sesuai bagi enzim-enzim dalam usus halus.
Enzim-enzim dalam pancreatic juice termasuk enzim
pencernaankarbohidrat bernama pankreatik amilase; beberapa enzim pencernaan
proteindinamakan tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase; enzim pencernaan
lemak yangutama dalam tubuh orang dewasa dinamakan pankreatik lipase; enzim
pencernaanasam nukleat dinamakan ribonuklease dan deoksiribonuklease.
Seperti pepsin yang diproduksikan dalam perut dengan bentuk
inaktifnyaatau pepsinogen, begitu pula enzim pencernaan protein dari pankreas.
Hal inimencegah enzim-enzim dari sel-sel pencernaan pancreas
Enzim tripsin yang aktif disekresikan dalam bentuk inaktif
dinamakantripsinogen. Aktivasinya untuk tripsin diselesaikan dalam usus halus
oleh suatuenzim yang disekresikan oleh mukosa usus halus ketika bubur chyme ini tibadalam
kontak dengan mukosa. Enzim aktivasi dinamakan enterokinase.Kimotripsin
diaktivasi dalam usus halus oleh tripsin dari bentuk inaktifnya,kimotripsinogen.
Karboksipeptidase juga diaktivasi dalam usus halus oleh tripsin.Bentuk inaktifnya
dinamakan prokarboksipeptidase
2. Endokrin
Tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil
selepitelium yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau
kecil/kepulauan Langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah:
a. Insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam
aminoyang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil
dalamkomposisi asam amino molekul dari satu spesies ke spesies lain. Perbedaan
ini biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologi
suatuinsulin pada spesies heterolog tetapi cukup besar untuk menyebabkan
insulin bersifat antigenic
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian
dipindahkan ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula-
granula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel
melaluisuatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan membran granula berfusi dengan
membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui eksositosis.
Insulinkemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan endotel kapiler
yang berpori mencapai aliran darah
Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5
menit.Insulin berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi.
Insulindirusak dalam endosom yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim
utamayang berperan adalah insulin protease, suatu enzim di membran sel
yangmengalami internalisasi bersama insulin
Efek insulin pada berbagai jaringan:
1. Jaringan adipose
meningkatkan masuknya glukosa
meningkatkan sintesis asam lemak
meningkatkan sintesis gliserol fospat
meningkatkan pengendapan trigliserida
mengaktifkan lipoprotein lipase
menghambat lipase peka hormone
meningkatkan ambilan k+
2. Otot
meningkatkan masuknya glukosa
meningkatkan sintesis glikogen
meningkatkan ambilan asam amino
meningkatkan sintesis protein di ribosom
menurunkan katabolisme protein menurunkan pelepasan asam amino
glukoneogenik
meningkatkan ambilan keton
meningkatkan ambilan k+
3. Hati
menurunkan ketogenesis
meningkatkan sintesis protein
meningkatkan sintesis lemak
menurunkan pengeluaran glukosa akibat penuruna glukoneogenesis
dan peningkatan sintesis glukosa
Pada orang normal, pankreas mempunyai kemampuan
untuk menyesuaikan jumlah insulin yang dihasilkan dengan intake karbohidrat,
tetapi pada penderita diabetes fungsi pengaturan ini hilang sama sekali
b. Glukagon
Molekul glukagon adalah polipepida rantai lurus yang mengandung 29n
residu asam amino dan memiliki molekul 3485. Glukagon merupakan hasil
darisel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologis meningkatkan
kadar glukosa darah. Glukagon melakukan hal ini dengan mempercepat konversi
dariglikogen dalam hati dari nutrisi-nutrisi lain, seperti asam amino, gliserol,
danasam laktat, menjadi glukosa (glukoneogenesis). Kemudian hati
mengeluarkanglukosa ke dalam darah, dan kadar gula darah meningkat
Sekresi dari glukagon secara langsung dikontrol oleh kadar gula
darahmelalui sistem feed-back negative. Ketika kadar gula darah menurun sampai
di bawah normal, sensor-sensor kimia dalam sel-sel alfa dari pulau
Langerhansmerangsang sel-sel untuk mensekresikan glukagon. Ketika gula darah
meningkat,tidak lama lagi sel-sel akan dirangsang dan produksinya diperlambat
Jika untuk beberapa alasan perlengkapan regulasi diri gagal dan sel-selalfa
mensekresikan glukagon secara berkelanjutan, hiperglikemia (kadar guladarah
yang tinggi) bisa terjadi. Olahraga dan konsumsi makanan yangmengandung
protein bisa meningkatkan kadar asam amino darah jugamenyebabkan
peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon dihambat olehGHIH
(somatostatin).
Glukagon kehilangan aktivitas biologiknya apabila diperfusi melewati
hatiatau apabila diinkubasi dengan ekstrak hati, ginjal atau otot. Glukagon
jugadiinaktifkan oleh inkubasi dengan darah. Indikasinya ialah bahwa glukagon di
hancurkan oleh sistem enzim yang sama dengan sistem yang menghancurkan insulin
dan protein-protein lain.
GAMBAR 5.Regulasi Insulin dan Glukagon
c. Somatostatin
Somatostatin dijumpai disel D pulau langerhans pankreas. Somatostatin
menghambat sekresi insulin, glukagon, dan polipeptida pankreas dan
mungkin bekerja lokal di dalam pula u – pulau pankreas. Penderita tumor pankreas
somatostatin mengalami hiperglikemia dan gejala-g e jala diabetes lain yang
menghilang setelah tumor diangkat. Para pasien tersebut juga mengalami
dispepsia akibat lambatnya pengosongan lambung dan penurunan sekresi
a sam lambung, dan batu empedu, yang tercetus oleh penurunan kontraksi
kandungempedu
Sekresi somatostatin pankreas meningkatkan oleh beberapa rangsangan
yang juga merangsang sekresi insulin,yakni glukosa dan asam amino terutama
arginin dan leusin.sekresi juga ditingkatkan oleh cck.somatostatin dikeluarkan
dari pankreas dan saluran cerna ke dalam darah perifer.
d. Polipeptida pancreas
Polipeptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang
dibentuk oleh sel F pulau langerhans.Hormon ini berkaitan erat dengan
polipeptida YY(PYY),yang ditemukan di usus dan mungkin hormon
saluran cerna;dan neuropeptida Y,yang ditemukan di otak dan sistem
saraf otonom.
Sekresi polipeptida ini meningkat oleh makanan yang
mengandung protein, puasa, olahraga, dan hipoglikemia akut. Sekresinya
menurun olehsomatostatin dan glukosa intravena. Pemberian infus leusin, arginin,
dan alanintidak mempengaruhinya, sehingga efek stimulasi makanan berprotein
mungkindiperantarai secara tidak langsung. Pada manusia, polipeptida
pankreasmemperlambat penyerapan makanan, dan hormon ini mungkin
memperkecilfluktuasi dalam penyerapan. Namun, fungsi faal sebenarnya masih
belum di ketahui
2. A. Hormon Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang
dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan
pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai
kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai
dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, dengan
bantuan peptidase, proinsulin diuraikan lagi menjadi insulin dan peptida-C (C-
Peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersama-sama
melalui membran sel. Insulin berperan penting dalam berbagai proses biologis
dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat Hormon ini berfungsi
dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh terutama pada
otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan
dengan sejenis reseptor (insulinreceptor substrate) yang terdapat pada membran
sel. Ikatan antara insulindan reseptor akan menghasilkan semacam signal yang
berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa dalam sel otot dan
lemak,dengan mekanisme yang belum begitu jelas. Bebera hal diketahui,
diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glukosa transporter-4) pada
membran sel karena proses translokasi GLUT-4 dari dalm sel diaktivasi oleh
adanya transduksi signal. Regulasi glukosa tidak hanyaditentukan oleh
metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar. Untuk
mendapatkan metabolisme glukosa yang normal diperlukan mekanisme sekresi
insulin disertai aksi insulin yang berlangsung normal.
B. Hormon Tiroid
Kelenjar thyroid mensekresi dua jenis hormon, yaitu tiroksin(T4),
mencapai 90 % dari seluruh sekresi kelenjar thyroid dan tri-iodotironin (T3) di
sekresi dalam jumlah kecil. Jika TSH mengikat reseptor sel folikel, maka akan
mengakibatkan terjadinya sintesis dan sekresi tiroglobulin yang mengandung
asam amino tirosin, ke dalam lumen folikel. Iodium yang tertelan bersama
makanan dibawa aliran darah dalam bentuk ion iodida menuju kelenjar thyroid.
Sel-sel folikuler memisahkan iodida dari darah dan mengubahnya menjadi
molekul unsur iodium. Molekul iodium bereaksi dengan tirosin dalam tiroglobulin
untuk membentuk molekul monoiodotirosin dan diiodotirosin, dua molekul
diiodotirosin membentuk T4 sedangkan satu molekul monoiodotirosin dan satu
molekul diiodotirosin membentuk T3. Sejumlah besar T3 dan T4 disimpan dalam
bentuk tiroglobulin selama berminggu-minggu. Saat hormon thyroid akan dilepas
di bawah pengaruh TSH, enzim proteolitik memisahkan hormon dari tiroglobulin.
Hormon berdifusi dari lumenfolikel melalui sel-sel folikular dan masuk ke
sirkulasi darh. Sebagian besar hormon thyorid yang bersirkulasi bergabung
dengan protein plasma. Hormon thyroid meningkatkan laju metabolisme hampir
semua sel tubuh. Hormon ini menstimulasi konsumsi oksigen dan memperbesar
pengeluaran energi terutama dalam bentuk panas. Pertumbuhan dan maturasi
normal tulang gigi, jaringan ikat, dan jaringan saraf bergantung pada hormon-
hormon thyroid. Fungsi thyroid diatur oleh hormon perangsang thyroid (TSH)
hipofisis, di bawah kendali hormon pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui
sistem umpan balik hipofisis-hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju
sekresi TRH dan TSH adalah kadar hormon thyroid yang bersirkulasi dan laju
metabolik tubuh.
C. Hormon Kortisol
Mineralokortikoid disintesis dalam zona glomerolus. Aldosteron
merupakan mineralokortikoid terpenting mengatur keseimbangan air dan
elektrolit melalui pengendalian kadar natrium dan kalium dalam darah.Sekresi
aldosteron diatur oleh kadar natrium darah tetapi terutama oleh mekanisme renin-
angiotensin. Glukokortikoid disintesis dalam zonafasikulata. Hormon ini meliputi
kortikosteron, kortisol, dan kortison. Yang terpenting adalah kortisol.
Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak untuk
membentuk cadangan molekul yang siap di metabolisme. Hormon ini
meningkatkan sintesis glukosa dari sumber non karbohidrat (glukoneogenesis).
Simpanan glikogen di hati (glikogenesis) dan penningkatan kadar glukosa
darah.Hormon ini juga meningkatkan penguraian lemak dan protein serta
menghambat ambilan asam amino dan sintesis protein. Hormon ini juga
menstabilisasi membran lisosom untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
Glukokortikoid adalah melalui kerja ACTH dalam mekanisme umpan balik
negatif. Stimulus utama dari ACTH adalah semua jenis stres fisik atau emosional.
Stres misalnya trauma, infeksi,atau kerusakan jaringan akan memicu impuls saraf
ke hipotalamus.Hipotalamus kemudian mensekresi hormon pelepas kortikotropin
(CRH)yang melewati sistem portal hipotalamus-hipofisis menuju kelenjar
pituitari anterior, yang melepas ACTH. ACTH bersirkulasi dalam darah meuju
kelenjar adrenal dan mengeluarkan sekresi glukokortikoid.
Glukokortikoid mengakibatkan peningkatan persediaan asam
amino,lemak, dan glukosa dalam darah untuk membantu memperbaiki kerusakan
yang disebabkan karena stres dan menstabilkan membran lisosom untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut. Gonadokortikoid (steroidkelamin) disintesis
pada zona retikularis dalam jumlah yang relatif sedikit, steroid ini berfungsi
terutama sebagai prekursor untuk pengubahan testosteron dan esterogen oleh
jaringan lain.
D. Hormon Pertumbuhan
GH (growth hormon) atau hormon somatotropik (STH) adalahsejenis
hormon protein. Hormon ini mengendalikan seluruh sel tubuh yang mampu
memperbesar ukuran dan jumlah disertai efek utama pada pertumbuhan tulang
dan massa otot rangka. GH mempercepat laju sintesis protein pada seluruh sel
tubuh dengan cara meningkatkan pemasukan asam amino melalui membran sel.
GH juga menurunkan laju penggunaan karbohidrat oleh sel tubuh dengan
demikian menambah glukosa darah. GH menyebabkan peningkatan mobilisasi
lemak dan pemakaian lemak untuk energi. Selain itu, GH menyebabkan
hati(mungkin juga ginjal) memproduksi somatomedin, sekelompok faktor
pertumbuhan dependen-hipofisis yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang
dan kartilago.Pengaturan sekresi hormon pertumbuhan terjadi melalui sekresidua
hormon antagonis. 1. stimulus untuk pelepasan, hormon pelepas hormon
pertumbuhan (GHRH) dari hipotalamus dibawa melalui saluran portal
hipotalamus-hipofisis menuju hipofisis anterior tempatnya menstimulasi sintesis
dan pelepasan GH. Stimulus tambahan untuk pelepasan GH melalui stress,
malnutrisi, dan aktivitas yang merendahkan kadar gula darah seperti puasa dan
olahraga. 2. Inhibisi pelepasan, sekresi GHRH dihambat oleh peningkatan kadar
GH dalam darah melalui mekanisme umpan balik negatif. Somatostatin, hotmon
penghambathormon pertumbuhan (GHIH) dari hipotalamus dibawa menuju
hipofisis anterior melalui sistem portal. Hormon ini menghambat sintesis dan
pelepasan GH. Stimulus tambahan untuk inhibisi GH meliputi obesitas dan
peningkatan kadar asam lemak darah
E. Hormon Epinefrin
Secara keseluruhan efek hormone epineferin adalah untuk
mempersiapkan tubuh terhadap aktivitas fisik yang merespon
stres,kegembiraan, cedera, latihan dan penurunan kadar gula. Efek
epinefrinyang lain, yaitu meningkatkan frekuensi jantung, metabolisme,
dankomsumsi oksigen. Kadar gula darah meningkat melalui
stimulasiglikogenolisis pada hati dan simpanan glikogen otot. Pembuluh darah
pada kulit dan organ-organ viseral berkontriksi sementara pembululh diotot
rangka dan otot jantung berdilatasi
3. Berat Badan Menurun
a. Pengaruh Hormon Insulin
Hormon isulin berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel.Apabila ada
gangguan pada sekresi dan kerja insulin, misalnya hiposekresi dan resistensi
insulin, maka akan menimbulkan hambatandalam utilisasi glukosa serta
peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia). Hiposekresi insulin
disebabkan oleh rusaknya sel betapankreas sedangkan resistensi insulin
disebabkan tidak adanya atau tidak sensitifnya reseptor insulin yang berada di
permukaan sel. Hiposekresidan resistensi insulin menyebabkan glukosa tidak
masuk ke dalam selsehingga tidak dihasilkan energi. Akibatnya, terjadi
penguraian glikogendalam otot dan pemecahan protein sehingga menyebabkan
penurunan berat badan.
b. Pengaruh Hormon Tiroid
Hormon tiroid berperan dalam metabolisme yang terjadi dalam tubuh.
Kelebihan hormon tiroid menyebabkan peningkatan kecepatanmetabolisme
basal yang terjadi dalam tubuh. Apabila glukosa tidak mampu mencukupi
kebutuhan metabolisme tubuh, maka tubuhmenggunakan glikogen dan protein
sebagai bahan bakar penggantinya.Akibatnya, massa otot menurun dan berat
badan pun menurun.
c. Pengaruh Hormon Kortisol
Salah satu hormon yang mengatur regulasi berat badan adalah kortisol. Apabila
terjadi penurunan kortisol, akan berakibat pada menurunnya metabolisme
dalam tubuh. Penurunan kortisol ini sendiridapat disebabkan oleh destruksi
korteks adrenal. Penurunan metabolismedalam tubuh akan mengakibatkan
penurunan jumlah energi yangdiperoleh (ATP menurun). Penurunan produksi
ATP menyebabkan oto ttidak mendapatkan cukup energi untuk bekerja. Hal ini
memicuterjadinya pemecahan di dalam otot sendiri, sehingga massa otot
berkurang. Penurunan massa otot ini pada akhirnya akan menyebabkan
penurunan berat badan.
Lemas dan Lelah
Lemah dan lelah disebabkan oleh penurunan utilisasi glukosa oleh jaringan
(kekurangan energi) dan terjadi peningkatan metabolisme anaerob yang
menghasilkan energi lebih sedikit serta penumpukan asam laktat. Dapat pula
disebabkan oleh ketosis yang kemudian menyebabkan asidosis metabolik,
penurunan massa otot akibat penguraian protein, glikogen dan osmosis akibat
hiperglikemia
Selalu Mengantuk
Mengantuk disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen pada otak. Hal ini
disebabkan karena penurunan insulin yang menyebabkan tingginya kadar
glukosa dalam darah. Tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia)
akan mengakibatkan viskositas darah meningkat. Peningkatan viskositas darah
akan menyebabkan penurunan volume plasma.Penurunan volume plasma ini
juga berarti bahwa volume darah yang dipompa oleh jantung menurun. Hal ini
berdampak pada kurangnya transpor darah ke otak sehingga otak tidak
mendapatkan cukup oksigen. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya rasa
kantuk.
Hipertensi
Resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan
sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi
insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin juga
berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf
simpatis meningkatkan reabsorbsi natrium ginjal, mempengaruhi transport
kation dan mengakibat hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Sehingga
disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat
ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor. (IPD jilid 3 hal. 1865-
1868)
4. Differensial diagnosis
A. Diabetes Melitus Type 1
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin.
Terdapat 4 organ yang yang berperanan terhadap terjadinya DM yaitu :
1. Pankreas. Sel beta pankreas yang terdapat pada daerah pulau-pulau Langerhans
merupakan tempat produksi insulin. Bila terdapat defek terhadap sekresi insulin
pancreas, maka akan menyebabkan produksi insin berkurang dan terjadilah
hiperglikemia.
2. Otot dan jaringan lemak merupakan target kerja insulin. Bila terdapat defek pada
reseptor insulin pada otot dan jaringan lemak maka akan terjadi resistensi insulin.
Walaupun produksi insulin pankreas cukup, namun dengan adanya resistensi
insulin diperifer akan menyebabkan kerja dari insulin tersebut menjadi tidak
efektif.
3. Hati, merupakan organ yang memproduksi glukosa secara endogen melalui proses
glukoneogenesis. Peningkatan produksi glukosa hati akan menyebabkan
terjadinya hiperglikemia.
Terdapat dua tipe utama diabetes melitus :
1. Diabetes tipe I, yang juga disebut diabetes melitus tergantung insulin (IDDM)
disebabkan kurangnya insulin.
2. Diabates tipe II, yang juga disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin
(NIDDM) disebabkan oleh penurunannya sensitivitas jaringan target terhadap
efek metabolik insulin. Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini sering kali
disebut resistensi insulin.
DIABETES MELITUS TIPE I
Etiologi
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya
sekresi insulin.
Patogenesis
Kerusakan sel beta pankreas atau penyakit-penyakit yang menggangu
produksi insulin dapat menyebabkan timbulnya diabetes tipe I. Infeksi virus atau
kelainan autoimun dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas pada sebagian
besar diabetes tipe , meskipun faktor herediter juga berperan.
Epidemiologi
Onset diabetes melitus tipe I biasanya dimulai pada umur 14 tahun di
Amerika Serikat oleh sebab itu diabetes tipe I juga biasa disebut diabetes
juvenills. Dari semua penderita diabetes 5 sampai 10 % adalah diabetes tipe I.
Gambaran Klinik
Diabates tipe I dapat timbul tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau minggu.
1. Naiknya kadar glukosa darah
2. Peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energi dan untuk
pembentukan kolesterol di hati
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Dari gambaran diatas dapat di sebutkan gejala-gejala yang tampak seperti : -
Poliuri (banyak kencing),
- Polifagi (selalu lapar),
- Polidipsi (selalu haus),
- Gatal-gatal terutama pada daerah lipatan kulit,
- Perasaan lemas,
- Mengantuk dan
- Berat badan menurun
Langkah-langkah meneggakan diagnosis Diabetes
Diagnosis diabetes melitus adalah diagnosis laboratorium, oleh karena itu
perlu diketahui tata cara pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
DM.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Tes Saring :
- Gula Darah Puasa (GDP)
- Gula Darah Sewaktu (GDS)
- Tes Urin : Tes konvensional dan tes carik celup
Tujuan :
Untuk mendeteksi kasus DM sedini mungkin sehingga dapat dicegah
terjadinya komplikasi kronik
2. Tes Diagnostik
- Gula darah puasa (GDP)
- Gula darah sewaktu (GDS)
- Glukosa jam ke-2 TTGO
Tujuan :
Untuk memastikan diagnosis DM pada individu dengan keluhan klinis khas
DM atau mereka yang terjaring pada tes saring
3. Tes Monitoring Terapi
- GDP
- GD2PP
- A1c
4. Tes untuk mendeteksi Komplikasi
- Mikroalbuminuria
- Ureum, kretinin, asam urat
- Kolesterol total
- Kolesterol LDL
- Kolesterol HDL
- Trigliserida
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis DM dibagi atas :
GDS, GDP dan TTGO ( Test toleransi glukosa oral ).
1. Pemeriksaan GDS untuk diagnosis hanya dilakukan bila terdapat tanda
dan gejala klinik yang khas ( poliuria, polifagi, polidipsi, luka yang tidak
mau sembuh, tidak sadar atau pada keadaan darurat yang tidak
memungkinkan penderita berpuasa / stroke, infark miokard akut dll ).
2. Bila gejala tidak khas, maka dilakukan pemeriksaan :
a. Menurut American Diabetes Association (ADA) adalah GDP dan atau
b. Menurut WHO, dilakukan pemeriksaan pemeriksaan TTGO. Dimana
setelah diperiksa GDP, maka penderita diberi minum glukosa 75 gram
dalam 200 cc air putih (test pembebanan glukosa) dan diperiksa kadar
glukosa darah 2 jam kemudian.
Interpretasi hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Bila kadar GDS > 200 mg/dl disertai gejala klinis yang khas, maka
diagnosis DM ditegakkan.
2. GDP : bila didapatkan hasil :
A. < 100 mg/dl Normal.
B. 100 - 125 mg/dl Glukosa darah puasa terganggu ( GDPT )
C. ≥ 126 mg/dl Diabetes Melitus
3. TTGO : Interpretasi sama dengan diatas untuk GDP, sedangkan untuk
2 jam setelah pembebanan glukosa adalah :\
A. < 140 mg/dl Normal
B. 140 – 199 mg/dl Gangguan toleransi glukosa
C. ≥ 200 mg/dl Diabetes Melitus
Yang dimaksud puasa pada pemeriksaan ini adalah : penderita diminta
berpuasa selama 10-14 jam, kecuali air putih pada waktu malam hari sebelum
pengambilan contoh darah vena pada waktu pagi keesokan harinya.
NILAI RUJUKAN DAN INTERPRETASI TES DM
Nilai rujukan Tes Glukosa Darah:
Tes Sampel (mg/dL) (mmol/L)
GDS Plasma vena
Darah kapiler
< 110
< 90
< 6,1
< 5,0
GDP Plasma vena
Darah kapiler
< 100
< 90
< 5,6
< 5,0
GD2PP Plasma vena
Darah kapiler
< 140
< 120
< 7,8
< 6,7
Interpretasi Tes Glukosa Darah
TesSampel
Bukan DM Belum Pasti DM DM
(mg/dL) (mmol/
L)
(mg/dL) (mmol/
L)
(mg/dL) (mmol
/L)
GDS Plasma vena
Darah kapiler
< 110
< 90
< 6,1
< 5,0
110–199
90–199
6,1–11,0
5,0–11,0
> 200
> 200
> 11,1
> 11,1
GDP Plasma vena
Darah kapiler
< 110
< 90
< 6,1
< 5,0
110–125
90–109
6,1–7,0
5,0–6,1
> 126
> 110
> 7,0
> 6,1
GD2P
P
Plasma vena < 140 < 7,8 140–200 7,8–11,1 > 200 > 11,1
Darah kapiler < 120 < 6,7 120–200 6,7–11,1 > 200 > 11,1
Interpretasi TTGO (WHO):
Kriteri
a
GDP
0 jam 2 jam
(mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L)
GDPT > 110 serta < 126 6,1 > serta < 7,0 < 140 < 7,8
TGT < 126 < 7,0 > 140 serta <
200
7,8 >
serta <
11,1
DM > 126 > 7,0 > 200 > 11,1
Penatalaksanaan
1. Penyuluhan
Penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan pengetahuan
sebanyak mungkin pada penderita DM. Oleh karena penyakit DM merupaka
penyakit kronik yang berlangsung seumur hidup, maka sangat diperlukan
pengertian dan kerjasama antara dokter dengan penderita beserta keluarganya.
Pemberian pengetahuan yang memadai kepada penderita DM akan menimbulkan
motivasi penderita untuk turut bekerja sama dalam mengendalikan kadar glukosa
darahnya, dan senantiasa mau menolong dirinya sendiri dalam upaya pemburukan
penyakit dan pencegahan komplikasi.
2. Perencanaan makan
Strandar diet bagi penderita DM adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Komposisi gizi yang
dianjurkan adalah sebagai berikut :
Karbohidrat 45 – 65 %
Protein 10 – 15 %
Lemak 20 – 25 %
Jumlah kalori yang diberikan disesuaikan dengan status gizi dan aktifitas
penderita dan dimaksudkan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman.
3. Latihan Jasmani
Disarankan latihan jasmani secara teratur ( 3-4 kali seminggu ) selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah jogging,
bersepeda dan renang oleh karena jenis olah raga ini memenuhi kriteria CRIPE
(continous, rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat
mungkin latihan mencapai zona sasaran yaitu mencapai 75 – 85 % dari denyut
nadi maksimal (220 - umur ), namun harus disesuiakan dengan kemampuan dan
ada atau tidaknya penyakit penyerta.
Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolik, sebaiknya
dimulai dengan pengaturan makan disertai latihan jasmani yang cukup selama
beberapa waktu (4-8 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum
memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru diberikan obat
hipoglikemik oral atau insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolic, misalnya ketoasidosis, stress berat, kadar glukosa darah
yang sangat tinggi, berat badan yang menurun dengan cepat dll, maka insulin atau
obat berkhasiat hipoglikemik dapat segera diberikan pada kesempatan pertama.
4. Suntikan Insulin
Adapun jenis insulin yang biasa digunakan dalam terapi insulin, yang
disesuaikan dengan cara kerjanya. Lihat tabel berikut :
Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi DM terdiri dari Komplikasi akut dan komplikasi kronik.
a. Komplikasi akut terdiri dari :
1. Koma Ketoasidosis ( KAD ). Terjadi karena adanya kekurangan insulin
secara absolute (terutama pada penderita DM tipe 1). KAD biasanya
dipicu oleh stress berat seperti infeksi atau trauma. Secara klinis biasanya
ditandai dengan penurunan kesadaran, dehidrasi / syok, demam,
pernapasan Kussmaull dan ditemukannya benda-benda keton dalam urine
( Ketonuria/ketosis).
2. Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK). Pada keadaan ini sebenarnya
terdapat insulin dalam darah walaupun hanya mencukupi untuk kebutuhan
basal (biasanya ditemukan pada penderita DM tipe 2). Juga dipicu oleh
faktor stress yang meneybabkan kebutuhan insulin meningkat. Gejala dan
terapi pada prinsipnya sama dengan KAD, hanya tidak ditemukan ketosis
( oleh karena masih ada insulin) dan biasanya terdapat hiperosmoler,
sehingga cairan yang digunakan untuk mengatasi dehidrasi adalah larutan
hipotonik ( NaCl 0,45%).
JENIS INSULIN
Jenis insulin menurut cara kerja
Mulai KerjaKerja MaksimalLama Kerja(Jam) (Jam) (Jam)Actrapid 0,5 2,5 - 5 4 - 8
Humulin R 0,5 2,5 - 5 4 - 8Monotard 1 - 2 4 - 6 8 - 24Insulatard1 - 2 4 - 16 8 - 24Humulin N1 - 2 4 - 8 8 - 22
Kerja LamaUltratard 2 - 4 8 - 24 28
Lama KerjaNama InsulinKerja Singkat
Kerja Sedang
3. Hipoglikemik. Komplikasi ini dapat terjadi akibat kesalahan magement
dari dokter (Overtreatment ) atau kesalahan penderita ( minum OHO atau
suntikan insulin tapi penderita tidak makan). Kadar glukosa darah
biasanya < 50 mg/dl dan jarang ditemukan tanda-tanda dehidrasi.
Biasanya diawali dengan gejala-gejala peringatan : mengantuk, perasaan
lapar, gemetar dan tidak dapat berkonsentrasi. Bila keadaan berlanjut
maka akan timbul gejala neuroglopenia seperti gelisah dan mengamuk
dan pada akhirnya akan masuk koma.
Terapi utama adalah pemberian Dextrose 25 % intravena sebanyak 1 – 2
flacon ( 25-50 cc) dan dilanjutkan dengan infuse dextrose 5 – 10 % sampai kadar
glukosa darah stabil.
b. Komplikasi Kronik terdiri dari :
1. Komplikasi Mikro dan makrovaskuler meliputi : Penyakit Jantung
koroner, stroke, penyakit arteri oklusif perifer ( PAOD). Dasar terjadinya
komplikasi makrovaskuler adalah adanya percepatan proses aterosklerosis
dan disfungsi endotel.
2. Komplikasi Mikrovaskuler meliputi Retinopati dan Nefropati diabetic.
3. Neropati diabetik meliputi : neuropati perifer (kram-kram parastesi
tungkai /numbness) dan neupati otonom (gangguan irama jantung,
inkontenentia urin dan alvi serta gastropati diabetik).
4. Komplikasi campuran, biasanya merupakan gabungan antara komplikasi
neuropati dan vaskulopati seperti impotensi dan kaki diabetic (diabetic
foot ). Infeksi sering terjadi dan sulit sembuh pada penderita DM oleh
karena kadar glukosa darah yang tinggi merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan kuman dan juga adanya vasulopati dan neuropati.
B. Diabetes Melitus Type 2
Etiologi
Diabetes tipe 2 terjadi hanya pada orang dewasa, karena merekalah yang
umumnya mengalami obesitas. Apa kaitan obesitas dan diabetes? Penderita
diabetes tipe 2 mampu menghasilkan insulin, namun jumlah insulin ini tak
mecukupi karena ada komplikasi-komplikasi yang disebabkan oleh obesitas,
misalnya tingginya kadar lemak darah, baik kadar kolesterol maupun trigliserida.
Kondisi inilah yang dinamakan resistensi insulin.
Pankreas mampu memproduksi insulin, tapi sel tubuh tak bisa menyerap
gula darah yang dibutuhkan. Oleh karena itu, terjadilah poliuri (sering buang air
kecil dalam volume banyak), polidipsi (sering merasa haus), dan polifagi (makan
secara berlebihan).
Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di
seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi.
Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030,
angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia.
DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di
negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika,
sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan
“Western-style” yang tidak sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi
Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam
dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus
yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis.
Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria,
dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial
rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat
dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM
terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan
dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya
aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari
Patomekanisme
Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes mellitus dapat
dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut ini:
1. berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1200 mg/dl
2. sangat meningkatnya mobilisasi lemak dari daerah penyimpan lemak,
sehingga menyebabkan terjadinya metabolisme lemak abnormal diserrtai
dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah, yang
mengakibatkan timbulnya gejala aterosklerosis
3. berkurangnya protein dalam jaringan tubuh
Meningkatnya kadar glukosa dalam urin penderita diabetes. Bila jumlah
glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam filtrate glomerulus meningkat di atas
kadar kritis, suatu bagian kelebihan glukosa yang bermakna tidak dapat
direabsorbsi dan sebaliknya dikeluarkan ke dalam urin. Hal ini secara normal
dapat timbul bila konsentrasi glukosa darah meningkat di atas 180 mg/dl, suatu
kadar yang disebut sebagai “nilai ambang” darah untuk timbulnya glukosa dalam
urin. Bila kadar glukosa darah meningkat menjadi 300 sampai 500 mg/dl, kadar
yang umumnya dijumpai pada penderita diabetes berat yang tidak diobati, maka
dalam urin setiap hari akan dilepaskan sebanyak 100 gram atau lebih glukosa.
Efek dehidrasi akibat kenaikan kadar glukosa darah pada diabetes. Pada
penderita diabetes berat yang tidak diobati, kadar glukosa darahnya dapat
meningkat sampai setinggi 1200 mg/dl, yakni 12 kali dari normal. Namun satu-
satunya efek yang bermakna akibat peningkatan glukosa tersebut adalah dehidrasi
sel-sel jaringan. Hal ini terjadi sebagian karena glukosa tidak dapat dengan mudah
berdifusi melewati pori-pori membran sel, dan naiknya tekanan osmotik dalam
cairan ekstraselular menyebabkan timbulnya perpindahan osmotik air keluar dari
sel.
Selain efek dehidrasi selular langsung akibat glukosa yang berlebihan,
keluarnya glukosa ke dalam urin akan menimbulkan keadaan diuresis osmotik.
Diuresis osmotik adalah efek osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal yang
sangat mengurangi reabsorpsi cairan tubulus. Efek keseluruhan adalah kehilangan
cairan yang sangat besar dalam urin, sehingga menyebabkan dehidrasi cairan
ekstraselular, yang selanjutnya menimbulkan dehidrasi kompensatorik cairan
intraselular. Jadi salah satu gambaran diabetes yang penting adalah adanya
kecenderungan timbulnya dehidrasi ekstraselular dan dehidrasi intraselular, dan
keadaan ini dapat dihubungkan dengan timbulnya renjatan sirkulasi.
Asidosis dan koma pada diabetes. Bergesernya metabolisme karbohidrat
ke metabolisme lemak pada penderita diabetes telah dibicarakan. Bila sumber
energi tubuh seluruhnya bergantung pada lemak, maka kadar asam asetoasetat
asam keto dan asam β-hidroksibutirat dalam cairan tubuh mungkin akan
bertambah dari 1 mEq/liter menjadi 10 mEq/liter. Semua tambahan asam ini
cenderung menimbulkan asidosis.
Efek kedua, yang bahkan jauh lebih penting dalam menyebabkan asidosis
daripada efek yang langsung meningkatkan asam keto dalam darah, adalah
berkurangnya konsentrasi natrium yang disebabkan oleh hal berikut : asam keto
mempunyai nilai ambang yang rendah untuk diekskresikan oleh ginjal; oleh
karena itu, bila pada diabetes konsentrasi asam keto meningkat, maka setiap hari
dalam urin dapat dieksresikan 100 sampai 200 gram asam keto. Oleh karena asam
keto ini merupakan asam kuat, yang pHnya sebesar 4.0 atau kurang, maka asam
keto dalam jumlah kecil dapat dieksresikan dalam bentuk asam; ternyata asam
keto dieksresikan dalam ikatan dengan natrium yang dilepaskan dari cairan
ekstrselular. Akibatnya konsentrasi natrium dalam cairan ekstraselular biasanya
akan berkurang, dan natrium digantikan oleh bertambahnya jumlah ion hidrogen,
jadi semakin memperberat asidosis.
Seluruh reaksi yang biasanya terjadi pada keadaan asidosis metabolik akan
terjadi juga pada asidosis diabetikum ini. Gejala ini meliputi pernapasan cepat dan
dalam yang disebut “pernapasan Kussmaul”, yang menyebabkan ekspirasi karbon
dioksida berlebihan, dan sangat berkurangnya jumlah bikarbonat dalam cairan
ekstraselular. Walaupun efek yang eksrem ini hanya terjadi pada kebanyakan
kasus diabetes yang tidak terkontrol, keadaan ini dapat menyebabkan timbulnya
koma pH darah turun di bawah 7.0. seluruh perubahan elektrolit dalam darah
sebagai akibat dari keadaan asidosis diabetikum yang parah.
Hubungan antara gejala-gejala diabetes diabetes lain dengan fisiologi
patologis kurangnya insulin. Poliuria (pengeluaran urin secara berlebihan),
polidipsia (minum air secara berlebihan), polifagia (makan secara berlebihan),
berkurangnya berat badan, dan astenia (kurangnya energi) merupakan gejala
paling awal penyakit diabetes. Seperti yang telah dijelaskan, gejala poliuria
disebabkan oleh efek diuresis osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal.
Sebaliknya, gejala polidipsia disebabkan oleh keadaan dehidrasi akibat gejala
poliuria. Gagalnya metabolisme glukosa (dan protein) oleh tubuh menyebabkan
berkurangnya berat badan dan timbul kecenderungan terjadinya gejala polifagia.
Gejala astenia kelihatannya terutama disebabkan oleh hilangnya protein tubuh
tetapi juga oleh berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Manifestasi klinis
Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa:
Polifagia, poliuria, polidipsia, astenia
Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul
Kelainan ginekologis : keputihan
Kesemutan, rasa baal
Kelemahan tubuh
Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun
daerah lipatan kulit lain seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang
lama tidak mau sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka
lecet karena sepatu, tertusuk peniti dan sebagainya. Pada wanita, keputihan
merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien datang ke dokter
ahli kebidanan dan sesudah diperiksa lebih lanjut ternyata diabetes mellitus yang
menjadi latar belakang keluhan tersebut. Juga dalam al ini, jamur terutama
candida, merupakan sebab tersering timbulnya keluhan keputihan ini.
Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, merupakan
juga keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada
pasien laki-laki terkadang keluhan impotensi menyebabkan ia datang berobat ke
dokter. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat ke dokter
aialah keluhan mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi
akibat perubahan-perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin pula
keluhan kabur tersebut disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia
binokular akibat kelumpuhan sementara otot bola mata dapat pula merupakan
salah satu sebab pasien berobat ke dokter mata.
Pemeriksaan penunjang
1. Tes Laboratorium :
a. Tes Saring :
- GDP
- GDS
- Tes urin : Tes konvensional, Tes carik celup
b. Tes Diagnostik :
- GDP
- GDS
- Glukosa jam ke-2 TTGO
c. Tes Monitoring Terapi :
- GDP
- GD2PP
- A1c
d. Tes Untuk Mendeteksi Komplikasi :
- Mikroalbuminuria
- Ureum, kreatinin, asam urat
- Kolesterol total
- Kolesterol LDL
- Kolesterol HDL
- Trigliserida
Hubungan Diabates Melitus dengan Berat Badan Menurun, Lemas, Lelah,
dan Mengantuk
a. Hubungan DM tipe 2 dengan berat badan menurun dan lemas
Kadar insulin yang rendah atau resistensi insulin menyebabkan otot
kekurangan glukosa yang digunakan sebagai sumber energy sehingga otot
menggunakan cadangan energinya sendiri yaitu jaringan lemak dan protein.
Hal tersebut menyebabkan massa otot dan jaringan lemak berkurang karena
digunakan sebagai sumber energy sehingga massa tubuh berkurang atau berat
badan menurun. Selain itu, penggunaan jaringan lemak dan protein di otot
sebagai sumber energy menyebabkan jaringan otot kehilangan fungsi sehingga
penderita DM sering merasa lemah dan cepat lelah.
b. Hubungan DM tipe 2 dengan rasa lelah dan mudah mengantuk
Penderita DM menunjukkan gejala klinis seperti polifagi atau selalu lapar
sehingga penderita DM cenderung makan terus-menerus. Pada proses makan
atau mencerna makanan, aliran darah yang membawa oksigen bergerak
menuju organ pencernaan sehingga oksigen menjadi kekurangan oksigen
(masih dalam batas normal). Otak yang kekurangan oksigen memberikan
gejala mengantuk pada penderita DM. Selain itu, proses makan
mengakibatkan glukosa darah meningkat sehingga darah mengental. Hal ini
mengakibatkan darah yang membawa oksigen ke otak terhambat sehingga
mengantuk.
Polifagi menyebabkan glukosa darah meningkat sehigga darah mengental dan
menyebabkan pergerakan darah terhambat. Kemudian sirkulasi oksigen dalam
tubuh juga ikut terhambat. Jika proses ini didukung oleh resistensi
insulindefect, maka mekanisme katabolisme terhambat serta dalam tubuh
kurang terbentuk energi. Hal inilah yang menyebabkan penderita DM sering
merasa lemas dan lelah.
Penatalaksanaan
Penyakit Diabetes Melitus dapat ditangani denga cara non farmakoterapi
dan cara farmakoterapi. Cara non farmakoterapi terbagi menjadi dua yaitu dengan
olahraga dan diet rendah lemak rendah kalori. Sedangkan penanganan DM cara
farmakoterapi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Injeksi Insulin
b. Pemberian obat anti hiperglikemik oral
Ada 5 jenis obat anti hiperglikemik oral, yaitu:
Metformin adalah zat antihiperglikemik oral golongan biguanid untuk
penderita diabetes militus tanpa ketergantungan terhadap insulin.
Mekanisme kerja metformin yang tepat tidak jelas, walaupun demikian
metformin dapat memperbaiki sensitivitas hepatik dan periferal terhadap
insulin tanpa menstimulasi sekresi insulin serta menurunkan absorpsi
glukosa dari saluran lambung-usus. Metformin hanya mengurangi kadar
glukosa darah dalam keadaan hiperglikemia serta tidak menyebabkan
hipoglikemia bila diberikan sebagai obat tunggal. Metformin tidak
menyebabkan pertambahan berat badan bahkan cendrung dapat
menyebabkan kehilangan berat badan.
Tiazolidinedion
Saat ini terdapat 2 tiazolinedion di Indonesia yaitu rosiglitazon dan
pioglitazon. Obat golongan ini memperbaiki kadar glukosa darah dan
menurunkan hiperinsulinaemia (tingginya kadar insulin) dengan
meningkatkan kerja insulin (menurunkan resistensi insulin) pada
penyandang diabetes melitus tipe 2. Obat golongan ini juga menurunkan
kadar trigliserida da asam lemak bebas.
Rosiglitazone (Avandia). Dapat pula digunakan kombinasi dengan
metformin pada penyandang yang gagal mencapai target kontrol glukosa
darah dengan pengaturan makan dan olahraga. Pioglitazone (Actos), juga
diberikan untuk meningkatkan kerja (sensitivitas) insulin.
Obat-obat hipoglikemik per-oral. Golongan sulfonylurea seringkali dapat
menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe
II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid,
gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obatini menurunkan kadar gula
darh dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreasdan
meningkatkan efektivitasnya
Golongan Glinid
Meglitinide merupakan bagaian dari kelompok yan gmeningkatkan
produksi insulin (selain sulfonilurea). Maka dari itu ia membutuhkan sel
beta yang masih berfungsi baik. Repaglinid dan Nateglinid termasuk dalam
kelompok ini, mempunyai efek kerja cepat, lama kerja sebentar, dan
digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah setelah makan.
Repaglinid diserap secara cepat segera setelah dimakan, mencapai kadar
puncak di dalam darah dalam 1 jam.
Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti akarbose, menghambat
penyerepan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus
(enzim ini bertanggung jawab dalam pencernaan karbohidrat). Obat ini
terutama menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Efek
sampingnya yaitu kembung, buang angin dan diare. Supaya lebih efektif
obat ini harus dikonsumsi bersama dengan makanan. Obat ini tidak
mengakibatkan hipoglikemia, dan boleh diberikan baik pada penyandang
diabetes gemuk maupun tidak, serta dapat diberikan bersama dengan
sulfonilurea, metformin atau insulin.
Komplikasi
1. Komplikasi akut
a. Hiperglikemi
b. Diabetic ketoacidosis (DKA)
c. Hyperglycemic hyperosmolar state (HHS)
d. Hipoglikemi
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat terapi
insulin untuk DM tipe 1. Hipoglikemia juga menyerang pasien DM
tipe 2; kebanyakan kasus terjadi selama pengobatan dengan insulin.
2. Komplikasi kronik
a. Vaskuler
b. Mikrovaskuler
c. Penyakit mata
d. Retinopati (nonproliferatif/proliferatif)
e. Makular edema
f. Neuropati
g. Sensorik dan motorik (mono- dan polineuropati)
h. Autonomik
i. Nefropati
j. Makrovaskuler
k. Coronary artery disease
l. Peripheral artery disease
m. Cerebrovascular diseaseb.
n. Gastrointestinal (gastroparesis, diare)
o. Genitourinaria (uropati/disfungsi seksual)
p. Dermatologik
q. Infeksi
r. Katarak
s. Glukoma
C. Hipertiroidsme
HIPERTIROIDISME DAN TIROTOKSIKOSIS
Perlu dibedakan antara pengertian tiroksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinis sama, karena
efek ini disebabkan ikatan T3 denga reseptor T3-inti yang makin penuh. Rangsang
oleh TSH atau TSH like substance (TSI, TSAb), autonomi intrinsik kelenjar
menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik.
Sebaliknya pada destruksi kelenjar misalnya radang, inflamasi, radiasi akan terjadi
kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam
darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam
hal ini justru radiactive neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab
umumnya peristiwa ke dua ini, toksikosis tanpa hipertiroidisme, biasanya self-
limiting disease.
Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai
(sehingga diagnosis hendaknya mampu menerangkan) kelainan faalnya (status
tiroid), gambaran anatominya (difus, uni/multinodul dan sebagainya) dan
etiologinya (autoimun, tumor, radang).
Epidemiologi
Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroidi amat
bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di
RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr.
Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menumt umur di
RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 – 30 tahuii (41,73%), tetapi
menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 30–40 tahun. Jumlah penderita
penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960 diperkirakan 200 juta, 12 juta di
antaranya terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroidi yang didapat dari
beberapa klinik di Indonsia berkisar antara 44,44% — 48,93% dari seluruh
penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi
menderita Hipertiroid, biasanya sering pada usia di bawah 40 tahun.
Etiologi Tirotoksikosis
Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroidisme amat
penting, di samping pembagian berdasarkan etiologi, primer maupun sekunder.
Kira kira 70% tirotoksikosis karena penyakit graves, sisanya karena gondok
multinoduler toksik dan adenoma toksik. Etiologi lainnya baru dipikirkan setelah
sebab tiga di atas disingkirkan.
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme Primer Tirotoksikosis tanpa
Hipertiroidisme
Hipertiroidisme
Sekunder
Penyakit Graves
Gondok multinodular
Hormon tiroid berlebih
(tirotoksikosis faktisia)
TSH-secreting tumor
chGH secreting tumor
toksik
Adenoma toksik
Obat: yoidum lebih,
litium
Karsinoma tiroid yang
berfungsi
Struma ovarii
(ektopik) mutasi TSH-r,
Gsα
Tiroiditis subakut (viral
atau De Quervain)
Silent thyroiditis
Destruksi kelenjar:
amiodaron, I-131,
radiasi, adenoma, infark.
Tirotoksikosis gestasi
(trimester pertama)
Resistensi hormon tiroid
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan Pada Penyakit Graves
Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda
Umum
Gastrointestina
l
Muskular
Genitourinaria
Kulit
Tak tahan hawa panas,
hiperkinesis, capek, BB
turun, tumbuh cepat,
toleransi obat,
youthfullness.
Hiperdefekasi, lapar,
makan banyak, haus,
disfagia, muntah,
splenomegali.
Rasa lemah
Oligomenorea,
amenorea, libido turun,
infertil, ginekomasti.
Rambut rontok,
berkeringat, kulit basah,
silky hair dan onkilosis.
Psikis
dan
saraf
Jantung
Darah
dan
limfatik
Skelet
Labil, iritabel, tremor,
psikosis, nervositas,
paralisis periodik
dispneu.
Hipertensi, aritmia,
palpitasi, gagal jantung.
Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar.
Osteoporosis, epifisis
cepat menutup dan nyeri
tulang.
Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:
Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun,
ulkus kornea
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)
Dari daftar di atas tirotoksikosis didominasi oleh morbus graves, struma
multinoduler toksik (morbus Plummer) dan adenoma toksik (morbus Goetsch).
Sebab lain amat jarang ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari. Ciri Morbus
Graves adalah hipertiroidisme, optalmopati dan struma difus. Rokok ternyata
merupakan faktor risiko Graves pada wanita tetapi tidak pada pria.
Patofisiologi
Hipertiroidisme adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi
berlebihan dari hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Didapatkan pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil
meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer.
Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme
jaringan, proses oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein.
Hormon-hormon tiroid ini berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh
melalui mekanisme transport asam amino dan elektrolit dari cairan ekstraseluler
kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel dan peningkatan proses-
proses intraseluler.
Pada mamalia dewasa khasiat hormon tiroid terlihat antara lain :
1. Aktivitas lipolitik yang meningkat pada jaringan lemak, 2. Modulasi sekresi
gonadotropin, 3. Mempertahankan pertumbuhan proliferasi sel dan
maturasi, 4. Merangsang pompa natrium dan jalur glikolitik, yang
menghasilkan kalorigenesis dan fosforilasi oksidatif pada jaringan hati,
ginjal dan otot.
Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan,
sintesa protein dan lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan
terlihat dengan adanya palpitasi, takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak
keringat, nafsu makan yang meningkat, berat badan yang menurun. Kadang-
kadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat badan, payah
jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui
sebabnya. Patogenesis Hipertiroid masih belum jelas diketahui. Diduga
peningkatan kadar hormon tiroid ini disebabkan oleh suatu aktivator tiroid yang
bukan TSH yang menyebabkan kelenjar timid hiperaktif. Aktivator ini merupakan
antibodi terhadap reseptor TSH, sehingga disebut sebagai antibodi reseptor TSH.
Anti-bodi ini sering juga disebut sebagai thyroid stimulating immuno-globulin
(TSI) dan ternyata TSI ini ditemukan pada hampir semua penderita Hipertiroid.
Selain itu pada Hipertiroid sering pula ditemukan antibodi terhadap tiroglobulin
dan anti mikrosom. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua antibodi ini
mempunyai peranan dalam terjadinya kerusakan kelenjar tiroid. Antibodi
mikrosom ini bisa ditemukan hampir pada 60 -70% penderita Hipertiroid, bahkan
dengan pemeriksaan radioassay bisa ditemukan pada hampir semua penderita,
sedangkan antibodi tiroglobulin bisa ditemukan pada 50% penderita.
Terbentuknya autoantibodi tersebut diduga karena adanya efek dari kontrol
immunologik (immuno-regulation), defek ini dipengaruhi oleh faktor genetik
seperti HLA dan faktor lingkungan seperti infeksi atau stress. Pada toxic nodular
goiter peningkatan kadar hormon tiroid disebabkan oleh autonomisasi dari nodul
yang bersangkutan dengan fungsi yang berlebihan sedangkan bagian kelenjar
selebihnya fungsinya normal atau menurun.
Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua
sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyaknya hiperplasia
dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini
lebih meningkat berapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel
meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat. Perubahan pada kelenjar
tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Pada beberapa penderita
ditemukan adaya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan TSH yang
ada di dalam darah. Biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi imunoglobulin
yang berikatan dengan reseptor membran yang sama degan reseptor membran
yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi terus-menerus
dari sistem cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Diagnosis Tirotoksikosis
Diagnosis suatu penyakit hamper pasti diawali oleh kecurigaan klinis.
Untuk ini telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan
penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi.
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4 , TT3 (dalam
keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3) dan TSH, ekskresi yodium urin, kadar
triglobulin, uji I131 , sintrigrafi dan kadanng dibutuhkan pula FNA (fine needle
aspiration biopsy) antibody tiroid (ATPO-Ab, ATg-Ab), TSI, tidak semua
diperlukan.
Untuk fase awal diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid sehingga lamban pulih. Untuk memeriksa mata disamping klinis
digunakan alat eksoftalmometer Herthl. Karena hormone tiroid berpengaruh
terhadap semua sel atau organ maka tanda kliniknya ditemukan pada semua organ
kita.
Pada kelompok usia lanjut gejala dan tanda-tanda tidak sejelas pada usia
muda, malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain
dalam hal :
8. berat badan menurun mencolok (usia muda 20 % justru naik)
9. nafsu makan menurun, mual muntah dan sakit perut.
10. Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan
gejala awal dari occult hyperthyroidsme, takiaritmia
11. Lebih jarang dijumpai takikardi (40 %)
12. Eye signs tidak nyata atau tidak ada
13. Apatis
Tes-tes Fungsi Tiroid
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes-
tes fungsi tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan untuk mendiagnosis
penyakit tiroid :
1. Keadaan total tiroksin dan triodotironin serum kadar tiroksin dan
tiriodotironin serum diukur dengan radiologand assay. Pengukuran
termasuk hormone yang terikat dan bebas. Kadar normal tiroksin adalah 4-
11 µg/dl : untuk triodotironin kadarnya berkisar dari 80-160 ng/dl.
2. Tiroksin bebas mengukur kadar tiroksin dalam, sirkulasi yang secara
metabolic aktif.
3. Kadar TSH plasma
Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometri ; nilai
normal dengan assay generasi ke tiga, berkisar dari 0,02 hingga 5.0 µU/ml.
kadar TSH plasma sensitif dan dapat dipercaya sebagai indicator fungsi
tiroid. Terdapat kadar yang tinggi pada pasien pada hipotiroidisme primer,
yaitu pasien yang memiliki kadar tiroksin rendah akibat timbal balik
peningkatan pelepasan TSH hipofisis. Sebaliknya, kadar akan berada
dibawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi
tiroid (penyakit Graves, hiperfungsi nodul tiroid) atau psds psdirn yang
menerima dosis penekan tiroid eksogen.dengan adanya radioimunometri
yangsangat sensitif terhadap TSH, uji ini sendiri dapat digunakan pada
awal peniliaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid.
4. Tes ambilan iodium radioaktif
Tes ambilan iodium radioaktif (I123 [RAI]) digunakan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
Pasien menerima dosis RAI yang akan ditangkap oleh tiroid dan
dipekatkan setekah melewati 24 jam. Kemudian radiokativitas yang ada
dalam kelenjar tiroid tersebut dihitung. Normslnys, jumlah radioaktif yang
diambil berkisar dari 10 % hingga 35 % dari dosis pemberian. Pada
hipertiroidime nilainya tinggi dan akan rendah bila kelnjatr tiroid ditekan.
Tes-Tes Fungsi Tiroid
Tes Hipertiroidisme Hipotiroidisme
Ambilan RAI
Tiroksin serum
Tiroksin bebas
Serum TSH
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Menurun
Menurun
Menurun
Menurun
Meningkat
Pengobatan
Pengobatan tirotoksikosis dapat dikelompokkan dalam :
1. Tirostatistika (OAT – obat anti tiroid).
Terpenting adalah kelompok derivate tiomidazol (CBZ, karbimazol 5 mg :
MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU
propiltioung daparasil 50, 100 mg) menghambat proses organifikasi dam reaksi
autoimun, tetapi PTU masih ada efek tambahan yaitu menghambat konversi T4
dan T3 di perifer.
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini.
Pertama berdasarkan titrasi : mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan
klinis atau laboratoris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana
pasien masih dalam keadaan eutiroidisme. Kedua, disebut sebagai blok substitusi,
dalam metode ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan apabaila mencapai
keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga menjadi
eutiroidisme pulih kembali.
2. Tiroidektomi
Prinsip umum, operasi baru dikerjakan kalua keadaan pasien eutiroid,
klinis maupun biokimia. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes solusio lugol fortior
7-10 jam preoperatif, dengan maskud menginduksi involusi dan mengurangi
vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal duplex
mensisakan jaringan seujung ibu jari atau lobektomi total termasuk isthmus dan
tirodektomi subtotal lobus lain. Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah
terjadi remisi, hipotiroidisme atau residi. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan
baik membawa resiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi.
3. Yodium Radioaktif
Untuk menghindari krisi tiroidm lebih baik pasien disiapkan dengan OAT
menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir
pengobatan RAI. Dosis RAI berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid
tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai
hipotoroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Kekhawatiran
bahwa radiasi menyebabkan karsinoma. Leukimia, tidak terbukti. Meskipun
radioterapi berhasil, tugas kita belum selesai, sebab kita masih harus memantau
efek jangka panjangnya yaitu hipotiroidisme.
5.Pencegahan Secara umum !
a. Pengaturan Pola makan
Dengan mengatur pola makan kita maka proses metabolism yang terjadi
dalam tubuh juga berjalan dengan normal. Selain itu pengaturan jenis makan juga
penting karena proses metabolisme dalam tubuh jugah dipengaruhi oleh intake
makanan yang kita makan.
b. Exercise
Untuk menciptakan hidup sehat, bukan hanya intake makanan yang harus
diperhatikan, tapi juga dari segi olahraga. Olahraga dapat mengurangi factor-
faktor resiko untuk beberapa penyakit, misalnya Diabetes Melitus. Olahraga harus
dilakukan secara teratur dan benar agar manfaatnya dapat tercapai.
c. Puasa
Dalam dunia kedokteran puasa memiliki rahasia tersendiri. Puasa bukan
hanya sekedar ibadah, tapi juga dapat menyehatkan tubuh dan mencegah beberapa
penyakit. Dengan berpuasa, secara tidak langsung dapat mengatur pola makan,
dan membatasi makanan yang kita makan. Puasa dapat membantu mengurangi
factor resiko dari suatau penyakit.
Daftar Pustaka
1. Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
kelima. Jakarta Pusat: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Pulishing
2. Medicalsweb:gangguan hemostasis
3. Guyton, Arthur C., M.D. and Hall, John E., Ph.D. 1997. Buku Ajar
Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. http://wordpress.com/2009/12/24/hipertiroid/
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam hal. 1993-2008
6. Patofisiologi volume.2 hal.