jawaban kk 5a
TRANSCRIPT
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARIA
oleh
Sofiatul Ma`fuahNIM 122310101042
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARIA
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VAYang diampu oleh Ns. Rondhianto, S. Kep, M. Kep.
MAKALAH
oleh
Sofiatul Ma’fuahNIM 122310101042
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Soal
1. Jelaskan Anatomi fisiologi sistem perkemihan dewasa
2. Bagaimana peran ginjal dalam pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit?
3. Bagaimana peran ginjal dalam pengaturan tekanan darah?
4. Bagaimana peran ginjal dalam pengaturan asam basa dalam tubuh?
5. Buatlah konsep map peran dan fungsi ginjal
Jawaban
1. Anatomi fisiologi sistem perkemihan dewasa
Sistem perkemihan (urinaria) terdiri dari beberapa organ yang memproduksi
urine dan mengeluarannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem
utama untuk mempertahankan homeostasis (kekonstanan lingkungan internal).
Sistem urinaria terdiri dari:
a. Ginjal (2 buah), berfungsi memproduksi urine
b. Ureter (2 buah), berfungsi membawa urine ke sebuah kandung kemih
untuk penampungan sementara
c. Kandung kemih/ Bladder, berfungsi sebagai tempat penampungan
sementara urin yang akan dikeluarkan
d. Uretra, berfungsi mengalirkan urine keluar tubuh melalui orifisium uretra
eksterna
1.1 Anatomi Makroskopik Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang (bean shaped),
terletak retroperitoneal, di belakang cavum abdomen. Masing – masing ginjal
mempunyai panjang ± 10 -12 cm (antara vertebra TH 12 – L3), penampang 5 – 6
cm, berat ± 150 gram. Ginjal kanan 1 – 2 cm lebih rendah daripada ginjal kiri
karena adanya hati. Di sebelah atas-belakang ujung atas ginjal (upper pole)
terdapat diafragma yang akan terdorong kebawah pada saat inspirasi ginjal
(Tjokroprawiro Askandar,et al. 2007). Secara umum ginjal kiri lebih besar dari
ginjal kanan dan pada ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam guncangan (Guyton dan Hall, 2007).
Saat diafragma berkontraksi (pada waktu respirasi), kedua ginjal turun ke
arah vertikal sejauh 2,5 cm. Ginjal dilapisi oleh beberapa selubung sebagai
berikut:
a. Capsula fibrosa, melapisi dan melekat dengan erat pada permukaan luar
ginjal
b. Capsula adiposa, melapisi capsula fibrosa.
c. Fascia renalis, merupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak di luar
capsula adiposa serta melapisi ginjal dan glandula suprarenalis. Di lateral,
fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia transversalis.
d. Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan sering
didapatkan dalam jumlah besar. Corpus adiposum pararenale membentuk
sebagian lemak retroperitoneal.
Selain itu, pada ginjal terdapat cortex renalis di bagian luar yang berwarna
coklat gelap dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih
terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal
berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe,
ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang
diproduksi ginjal. Bagian ini terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores
yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid
tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus
dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak
duktus pengumpul (Price,1995).
1.2 Anatomi Mikroskopik Ginjal
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Pada manusia,
pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Setiap nefron terdiri
dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus. Tubulus terdiri atas tiga
bagian utama yaitu Tubulus Proksimalis, Loop of Henle (lengkungan
Henle) dan Tubulus Distalis. Beberapa tubulus distalis akan bergabung
membentuk tubulus kolektivus.
Adapun penjelasan dari tiap bagian ginjal secara terperinci adalah sebagai berikut:
1. Glomerulus
Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler yang saling beranastomosis
yang berasal dari arteriole afferent dan bersatu menuju ke arteiole efferent.
Diameter arteriol aferen lebih besar dibanding diameter arteriol eferen dan
akibatnya glomerulus menjadi sebuah sistem yang bertekanan relatif tinggi,
membantu pembentukan cairan jaringan dalam jalinan kapiler. Arteriole
efferent kemudian memecah diri menjadi beberapa kapiler peri tubuler yang
mengelilingi tubulus. Berdasarkan ultra struktur dari endotel, dapat
dibedakan 3 jenis kapiler : kontinu, fenestrata, diskontinu. Cairan yang
difiltrasi melalui Glomerularis Filtrat Glomeruli. Membrana yang dilalui
yaitu Membrana Glomerularis.
Berdekatan dengan glomerulus, sel-sel otot polos dalam tunika media
arteriol aferen bersifat epitelod. Intinya bulat dan sitoplasmanya
mengandung granula, walaupun granula itu tak tampak dengan pulasan rutin
hematoksilin dan eosin. Sel-sel ini adalah sel Juksta-glomerular (JG). Dalam
arteriol aferen, lamina elastika interna tidak ada, sehingga sel JG berdekatan
dengan endotel, jadi berdekatan dengan darah dalam lumen. Sel-sel itu juga
berhubungan erat dengan makula densa, suatu bagian khusus tubulus
kontortus distal yang terdapat di antara arteriol aferen dan eferen. Makula
densa tidak mempunyai lamina basal. Berhubungan dengan sel yang
bergranul, terdapat beberapa sel warna pucat yang disebut sel Lacis atau sel
mesangial ekstraglomerular. Fungsinya tidak diketahui, akan tetapi mungkin
menghasilkan eritropoietin (EPO), hormon yang merangsang eritropoiesis di
dalam sumsum tulang.
Sel JG menghasilkan enzim yang disebut renin. Dalam darah, renin
mempengaruhi angiotensinogen (suatu protein plasma) untuk menghasilkan
angiotensin I. Bentuk ini tidak aktif, akan tetapi diubah menjadi angiotensin
II oleh sekresi suatu enzim konversi yang terdapat dalam paru (angiotensin
converting enzyme/ACE). Angiotensin II berperan terhadap korteks adrenal
dan menyebabkan pelepasan aldosteron yang pada gilirannya
mempengaruhi tubulus renal (terutama tubulus distal) untuk menambah
reabsorpsi natrium dan klorida; jadi air yang menambah volume plasma.
Angiotensin II juga merupakan suatu vasokonstriktor yang kuat.
2. Kapsul Bowman
Kapsul Bowman, pelebaran nefron yang dibatasi epitel, diinvaginasi
oleh jumbai kapiler glomerulus sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir
yang berdinding ganda. Terdapat rongga berupa celah yang sempit, rongga
kapsula, di antara lapisan luar atau parietal (epitel kapsula) dan lapisan
dalam atau viseral (epitel glomerulus) yang melekat erat pada jumbai
kapiler. Korpuskel ginjal mempunyai polus vaskular, tempat arteriol aferen
dan eferen masuk dan keluar glomerulus dan tempat lapisan kapsula
membalik untuk melapisi pembuluh darah sebagai lapisan viseral.
Korpuskel ginjal juga mempunyai polus urinarius pada sisi sebelahnya,
tempat rongga kapsula berhubungan dengan lumen tubulus kontortus
proximal dan tempat epitel parietal (gepel) melanjutkan diri pada epitel
kuboid atau silindris rendah tubulus kontortus proximal.
Lapisan parietal kapsul Bowman tersusun dari epitel selapis gepeng
dengan inti agak menonjol ke rongga kapsula. Pada polus urinari, sel-sel
gepeng ini bertambah tinggi melebihi 4-5 sel untuk berhubungan dengan
epitel silindris rendah yang melapisi dinding tubulus kontortus proximal.
Lapisan viseral epitel melekat erat pada kapiler glomerulus dengan inti sel-
sel epitel ini pada sisi kapsula lamina basal, akan tetapi tidak membentuk
lembaran yang utuh dan sel-selnya telah mengalami perubahan. Sel ini
disebut podosit dan pada dasarnya berbentuk bintang, dengan badan selnya
yang hampir tidak pernah melekat pada lamina basal kapiler glomerulus,
akan tetapi terpisah sejauh 1-2 μm.
3. Tubulus
a. Tubulus Kontortus Proximal
Tubulus kontortus proximal, mulai dari polus urinarius korpuskel ginjal,
panjangya hampir 14 mm dengan diameter luar 50-60 μm. Tubulus ini
berakhir sebagai saluran yang lurus dan berjalan menuju berkas medular
yang paling dekat tempat tubulus melanjutkan diri dengan ansa Henle.
Pada pangkalnya terdapat bagian sempit yang disebut ‘leher’ (neck), tempat
terjadinya peralihan yang mendadak dari epitel gepeng (parietal) kapsul
Bowman ke epitel selapis silindris rendah tubulus proximal. Sel-sel tubulus
proximal bersifat eosinofilik dengan batas sikat (brush border) dan garis-
garis basal (basal striations) dan lumen biasanya nyata lebar. Batas sel tak
jelas karena sistem interdigitasi yang rumit dan membran plasma lateral sel-
sel yang bersisian.
b. Ansa Henle
Segmen tipis. Peralihan dari pars descendens yang tebal (tubulus proximal
pars rekta) ke segmen tipis biasanya mendadak, berselang beberapa sel
dengan perubahan epitel kuboid dan torak rendah ke gepeng. Diameter luar
segmen tipis hanya 12-15 μm, dengan diameter lumen relatif besar,
sedangkan tinggi epitel hanya 1-2 μm.
Segmen tebal. Peralihan segmen tipis ke segmen tebal tiba-tiba, dengan sel-
sel yang bertambah tinggi dari gepeng sampai kuboid. Pada nefron panjang,
perubahan terjadi di pars ascendens. Pada nefron pendek, perubahan
biasanya terdapat pada pars descendens sehingga segmen tebal membentuk
ansa. Melihat strukturnya, segmen tebal mirip tubulus kontortus distal pars
kontorta, akan tetapi tinggi epitel lebih pendek dan inti cenderung menonjol
ke lumen. Pars rekta tubulus distal berjalan dari medula ke korteks, menuju
korpuskel renal asal dan menempati tempat bersisian dengan arteriol aferen
dan eferen sebagai makula densa, dengan demikian membentuk bagian akhir
ansa Henle.
c. Tubulus Kontortus Distal
Di daerah makula densa, nefron melanjutkan diri sebagai tubulus kontortus
distal yang menempuh perjalanan yang pendek berkelok-kelok di korteks
dan berakhir dekat sebuah berkas medula dengan melanjutkan diri ke dalam
duktus koligens. Tubulus kontortus distal lebih pendek dari tubulus
kontortus proximal sehingga pada sediaan tampak dalam jumlah yang lebih
kecil, diameter lebih kecil dan sel-selnya kuboid lebih kecil dan tidak
mempunyai brush border. Biasanya 6-8 inti tampak dalam potongan
melintang. Umumnya sel kurang mengambil warna bila dibandingkan
dengan sel-sel tubulus kontortus proximal. Di dalam sitoplasma bagian
basal terdapat interdigitasi tonjolan-tonjolan sel lateral yang rumit mirip
dengan yang tampak pada tubulus proximal. Hal ini memberikan gambaran
bergaris pada bagian basal sel dan merupakan mekanisme pompa natrium
yang aktif dari cairan tubular. Setiap tubulus kontortus distal dihubungkan
oleh saluran penghubung pendek ke duktus koligens yang kecil.
d. Duktus Koligen
Duktus koligen atau duktus eksretorius bukan merupakan bagian dari
nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens
melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat
dalam berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen
berjalan dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula yang lebih
ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang
besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris
(Bellini) dengan diameter 100-200 μm atau lebih. Muara ke permukaan
papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak
seperti sebuah tapisan (area cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya,
mulai dari kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di
duktus papilaris utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan
umumnya sel tampak pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen
menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air
yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).
1.3 Vaskularisasi Ginjal
Arteria renalis berasal dari aorta abdominalis setinggi vertebra lumbalis II.
Masing-masing arteria renalis biasanya bercabang menjadi arteriae
segmentales yang masuk ke dalam hilum renalis, empat di depan dan satu
di belakang pelvis renalis. Arteiae ini mendarahi segmen-segmen atau area
renalis yang berbeda. Arteriae lobares berasal dari arteria segmentalis,
masing-masing satu buah untuk satu pyramid renalis. Sebelum masuk
substansia renalis, setiap arteria lobaris mempercabangkan dua atau tiga
arteriae interlobares. Arteriae interlobares berjalan menuju cortex di
anatara pyramides renales. Pada perbatasan cortex dan medula renalis,
arteriae interlobares bercabang menjadi arteriae arcuatae yang
melengkung di atas basis pyramides renales. Arteriae arcuatae
mempercabangkan sejumlah arteriae interlobulares yang berjalan ke atas
di dalam cortex. Arteriol aferen glomerulus, yang masuk ke kapsul
Bowman, merupakan cabang arteriae interlobulares.
1.4 Persarafan Ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini
berfungsi untu k mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf
ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal
(Price,1995). Serabut plexus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan
melalui plexus renalis masuk ke medulla spinalis melalui nervi thoracici X,
XI, dan XII.
1.5 Fisiologi Ginjal
Secara umum, fugsi ginjal adalah sebagai berikut:
1. Menyaring dan menyerap sisa-sisa metabolisme di dalam tubuh (dibuang
dalam bentuk Urine).
2. Mengatur kadar garam.
3. Mengatur zat terlarut dalam darah (seperti vitamin yang larut dalam darah)
4. Mengatur jumlah air dalam darah.
5. Mengatur keseimbangan asam dan basa dalam tubuh (agar tidak terjadi
kelainan dalam darah)
6. Memproses vitamin D agar dapat digunakan oleh tubuh.
7. Memproduksi hormon eritropoitein.
Selain itu ginjal mengeluarkan tiga hormon yang penting:
1. eritropoietin, atau EPO, yang merangsang sumsum tulang untuk membuat
sel darah merah
2. renin, yang mengatur tekanan darah
3. kalsitriol, bentuk aktif vitamin D, yang membantu menahan zat kalsium
untuk tulang, dan untuk keseimbangan kimia yang normal dalam tubuh.
1.6 Cara Kerja Ginjal
a. Filtrasi (Penyaringan)
Proses ini terjadi di kapsul bowman dan glomerulus. Awalnya, darah
masuk ke glomerulus. Setelah darah masuk, secara tidak langsung tekanan
darah dalam ginjal ini menjadi lebih tinggi yang menyebabkan air serta
komponen-komponen yang tidak terlarut dalam darah ini akan melewati
endotelium kapiler, glomerulus, membran dasar dan melewati lempeng
filtrasi. Maka filtrat ini akan masuk ke dalam kapsul bowman yang
selanjutnya hasil dari filtrasi ini disebut sebagai urine primer. Namun
dalam proses filtrasi ini masih banyak zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
b. Re-Absorpsi (Penyerapan Kembali)
Pada proses ini, tempat yang paling berperan adalah tubula. Proses ini
terjadi karena pada urine primer masih banyak zat yang diperlukan oleh
tubuh, seperti Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO3-, HbO4
2-, dan sebagian urea.
Proses re-absorpsi ini dimulai ketika urine primer mengalir menuju
tubulus proksimal dan lenkung Henle. Pada tubulus proksimal ini terjadi
reabsorpsi glukosa dan ion Na+ serta reabsorpsi air dan ion Cl- secara pasif
di tubulus distal. Setelah proses reabsorpsi ini selesai, maka
terjadilah urine sekunder yang mengandung garam, air, urea dan pigmen
empedu yang memberikan warna serta bau dari urine itu sendiri.
c. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi di tubulus pengumpul. Proses ini dimulai dengan
mengalirnya urine sekunder menuju tubulus pengumpul. Pada tubulus
pengumpul ini terjadi penyerapan Na+ ,Cl- dan urea. Seteleh penyerapan ini
berhasil, maka urine sesungguhnya terbentuk.
Urine yang sesungguhnya ini kemudian dipindahkan dari tubulus
pengumpul menuju pelvis renalis yang selanjutnya akan dialirkan ke ureter
menuju tempat penyimpanan urine sementara, yaitu vesika urinaria.
Pada urine yang sesungguhnya tidak terdapat glukosa ataupun protein.
Maka apabila pada urine ini terdapat glukosa ataupun protein, maka ginjal
orang tersebut memiliki kelainan.
2. Peran ginjal dalam pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
Elektrolit dan cairan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
menjaga keseimbangan. Secara kimiawi, elektrolit adalah unsur – unsur yang
berperan sebagai ion dalam larutan dan memiliki kapasitas untuk konduksi listrik.
Keseimbangan elektrolit merupakan suatu hal yang penting agar sel dan organ
dapat berfungsi secara normal. Elektrolit terdiri atas kation dan anion. Dalam
tubuh, terdapat beberapa kation yang penting yaitu, natrium, kalium, kalsium dan
magnesium. Sedangkan anion yang penting adalah klorida, bikarbonat, dan fosfat.
Pengaturan air dari tubuh diatur oleh ginjal dan otak. Hipotalamus mengatur
konsentrasi garam di dalam darah, merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan
hormon antidiuretika (ADH), Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan.
Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam
dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan
kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Saat tubuh kekurangan cairan,
maka aliran darah ke ginjal akan berkurang dan ginjal mengeluarkan enzim
rennin. Enzim ini yang akan mengubah angiostensinogen menjadi bentuk aktif
angiostensin. Pada kelenjar adrenal, enzim ini akan menstimulus produksi
aldosteron. Sedangkan, dalam situasi ini akan terjadi rangsangan pada kelenjar
pituitary sebagai efek dari naiknya garam tubuh. Hal ini menyebabkan pelepasan
hormone antidiuritik (ADH). Aldosteron dan ADH nantinya akan membantu
ginjal untuk menahan natrium natrium dan air. Dengan demikian pengeluaran air
dari tubuh dapat diminimalkan. Adapun peran ginjal dalam mengatur
keseimbangan elektrolit adalah sebaga berikut:
a. Keseimbangan Natrium (Na)
Natrium adalah kation ekstraselular utama dan kadarnya dikendalikan
dengan ketat. Ion natrium dan klorida difiltrasi secara bebas di
glomerulus, sehingga konsentrasi ion-ion ini dalam filtrat sama dengan
konsentrasinya dalam darah (1135-145mmol/L untuk natrium). Asupan
diet harian natrium klorida biasanya 2-10g, namun volume filtrat harian
sekitar 200 L mengandung sekitar 2kg natrium klorida. Ginjal kemudian
mereabsorbsi sejumlah besar garam di tubulus proksimal dan ansa henle.
Sebagian kecil yang tersisa direabsorbsi dengan pengaturan yang ketat di
tubulus distal dan duktus kolektivus untuk mempertahankan
keseimbangan garam yang akurat. Sekitar 5% asupan garam hilang
melalui keringat dan feses (O’callaghan, Chris, 2009).
Membran basolateral sel tubulus mengandung Na+/K+ peritubulus.
Dari sini, ion Natrium masuk kedalam darah dengan bebas untuk
melengkapi proses reabsorbsi. Pemompaan natrium keluar sel yang
berlamgsung terus menerus dan pengeluarannya dari darah membentuk
suatu gradien Na+ antara filtrat tubulus dan sitoplasma sel. Gradien ini
memungkinkan Na+ dari filtrat memasuki sel secara pasif dari membran
apikal, asalkan memiliki kanal atau transporter yang sesuai (O’callaghan,
Chris, 2009).
Sebanyak 65% dari natrium yang difiltrasi akan direabsorbsi,
namun pada tautan sel (Cell junction)terdapat sedikit kebocoran sehingga
membatasi gradien konsentrasi yang dicapai antara filtrat dan plasma
peritubulus. Di akhir tubulus proksimal, lahu transpor lebih lambat,
namun taut erat(Tight junction) memungkinkan terbentuknya gradien
yang lebih besar (O’callaghan, Chris, 2009).
Pada awal tubulus, gradien natrium menyebabkan terjadinya
kontraspor natrium dengan bikarbonat ,asam amino, glukosa dan molekul
organik lainnya. Penukar Na+/H+ (NHE3ˉ) menggunakan gradien natrium
untuk mendorong reabsorpsi natrium dari filtrat dan sekresi H+ ke dalam
filtrat. Karena karbonat anhidrase terdapat pada sitoplasma sel dan lumen
tubulus maka sekresi H+ ekuivalen dengan reabsorpsi bikarbonat
(HCO3ˉ). Sekresi H+ apikal diimbangi dengan pengeluaraan bikarbonat
dengan natrium dari basolateral. Ketika ion natrium yang bermuatan
positif meninggalkan lumen dengan molekul organik yang netral, lumen
menjadi bermuatan negatif. Keadaan ini mendorong ion klorida yang
bermuatan negatif meninggalkan lumen melalui rute paraselular diantara
sel (O’callaghan, Chris, 2009).
Saat filtrat mencapai tubulus proksimal, sebagian besar molekul organik
dan bikarbonat telah dikeluarkan dan ion natrium direabsorpsi terutama
bersama ion klorida. Penukar Na+ / H+ bekerja paralel dengan penukar
anion (AE1) klorida/basa dan karena basa n- terutama bikarbonat, format,
atau oksalat didaur ulang di membran apikal maka efek keseluruhanya
adalah reabsorpsi natrium klorida. Ion klorida meninggalkan sel sendiri
atau ditukar ion lain yang bermuatan negatif atau secara kontranspor
dengan kalium (O’callaghan, Chris, 2009).
b. Keseimbangan Kalium
Kalium adalah kation intraselular utama. Konsentrasi kalium di
dalam sel adalah sekitar 150 mmol/L dibandingkan dengan 4 mmol/L di
cairan ekstraselular. Gradien K+ di kedua sisi membran sel sangat
menentukan potensial listrik membran tersebut. Karena potensial listrik
ini mempengaruhi eksitabilitas listrik pada jaringan seperti saraf dan otot
ternmasuk otot jantung maka kadar kalium harus dikontrol ketat dalam
batas yang aman (O’callaghan, Chris, 2009).
Asupan harian kalium dalam diet adalah sekitar 40-120 mmol
namun ginjal memfiltrasi sekitar 800 mmol setiap hari. Untuk
mempertahankan keseimbangan kalium , ginjal menngekskresi hanya 5-
15% kalium yang difiltrasi. Kalium seperti halnya natrium difiltrasi secara
bebas di glomerulus namun mengalami proses yang sangat berbeda di
tubulus. Ion natrium direabsorpsi di sepanjang nefron dan setiap natrium
yang diekskresi adalah yang tidak direabsorpsi. Sebaliknya hampir semua
kalium yang difiltrasi mengalami reabsorpsi. Sebelum filtrat sampai di
tubulus kolektivus, Kalium yang akan diekskresi kemudian di sekresi ke
duktus kolektivus (O’callaghan, Chris, 2009).
Hanya 2% dan total kalium tubuh terdapat diluar sel dicairan ekstraselular
dan untuk mempertahankan konsentrasi kalium intraselular yang tepat,
semua sel menggunakan mekanisme pump-leak. Mekanisme ini meliputi
pompa Na+/K+ ATPase yang melakukan transpor aktif kalium kedalam
sel, diimbangi oleh berbagai kanal lain, yang memungkinkan kalium
bocor keluar sel. Kalium intraselular dapat dikontrol dengan mengubah
aktivitas pompa atau mengubah jumlah atau permeabilitas kanal kalium.
Pada sel tubulus, membran sel dibagi menjadi bagian apikal dan
basolateral, masing-masing memiliki populasi pompa dan kanal yang
berbeda. Hal ini memungkinkan system pump-leak untuk transport
kalium disepanjang epitel di tubulus. Seperti halnya pengaturan natrium,
gaya penggerak utama pada perpindahan kalium adalah Na+/K+ ATPase.
(O’callaghan, Chris, 2009).
c. Keseimbangan Kalsium
Konsentrasi kalsium plasma total adalah sekitar 2,5 mmol/L,
dengan 45% terikat protein, 5% membentuk kompleks dengan ion-ion lain
dan 50% berupa ion Ca2+ bebas. Di glomerulus kalsium yang tidak terikat
dengan protein difiltrasi secara bebas dan terjadi reabsropsi kalsium
disepanjang nefron. Dari kalsium yang difiltrasi, 70% direabsropsi di
tubulus proksimal dan 20 % direabsorpsi di ansa Henle segmen ascenden
tebal. Reabsorpsi ini terutama bersifat pasif dan paraselular serta didorong
oleh reabsorpsi natrium. Sebnyak 5-10 % kalsium yang difiltrasi akan
direabsorpsi di tubulus distal dan hanya sedikit reabsorpsi yang terjadi di
tubulus kolektivus
d. Keseimbangan Magnesium
Keseimbangan Mg melibatkan ginjal, usus halus, dan tulang. Hampir 80 %
magnesium difiltrasi diglomerulus, dan direasorpsi disepanjang nefron.
Mg direabsorpsi 15 % pada tubulus proximal. Di glomerulus magnesium
yang tidak terikat protein difiltrasi secara bebas dan direabsorpsi di
sepanjang nefron. Hanya 30 % yang direabsorpsi ditubulus proksimal.
Mayoritas magnesium, 65%, direabsorpsi di segmen ascendens tebal
melalui pergerakan paraselular pasif yang didorong oleh potensial
transepitel. Sedangkan 5% direabsorpsi ditubulus distal.
3. Peran ginjal dalam pengaturan tekanan darah?
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
1. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam
dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekana darah ke normal.
2. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam
dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke
normal.
3. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim
yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang
selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Tekanan darah
akan menjadi tinggi karena melalui proses terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme. ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. renin akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin
I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama .
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh, sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara mereabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembalidengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Jadi natrium dan klorida merupakn ion utama cairan ekstraselluler.
Kandungan Na yang tinggi menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi. Sebaliknya kalium merupakan ion utama di dalam
cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium.
Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di
dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian
ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.
Renin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh ginjal sebagai
rspons terhadap penurunan tekanan darah atau penurunan konsentrasi
natrium plasma. Sel-sel yang membentuk dan mengeluarkan renin, dan
mengontrol pelepasannya, adalah sekelompok sel nefron yang disebut
aparatus jukstaglomerulus. Kelompok sel ini mencakup sel-sel otot polos
mensintesis renin dan berfungsi sebagai baroreseptor untuk memantau
tekanan darah. Sel-sel makula densa adaalah bagian dari pars ascendens
nefron. Sel-sel ini memantau konsentrasi natrium plasma. Sel-sel makula
densa dan sel-sel arteri aferen terletak berdekatan satu sama lain dititik
dimana pars tubulus distalis hampir menyentuh glomerulus.
Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan
pelapasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel oto polos
mengurangi pelepasan renin. Apabila kadar natrium plasma berkurang,
maka sel-sel makula densa memberikan sinyal kepada sel-sel otot polos
untuk menurunkan pelapasan renin.
Setelah dikeluarkan, renin beredar dalam darah dan bekerja dengan
mengkatalis penguraian protein kecil, yaitu angiotensinogen, menjadi
angitensin I suatu protein yang teridir dari 10 asam amino. Angiotensin
dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya di dalma darah tinggi. Dengna
demikian, pelepasan renin adalah langkah penentu kecepatan reaksi.
Perubahan angiotensin menjadi angiotensin I berlangsung di seluruh
plasma, tetapi terutama di kapiler-kapiler paru. Angiotensin I secara cepat
bereaksi dengna enzim lain yang sudah ada di dalam darah. ACE
menguraikan angitensin I menjadi angiotensin II sebuah peptida 8 asam
amino.
Apabila terjadi penurunan tekanan darah, maka sel-sel JG
melepaskan renin, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan
angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan kontriksi arteriol-arteriol di
seluruh tubuh, termasuk arteriol aferen dan eferen. Hal ini menyebabkan
peningkatan resisitensi perifer total dan pemulihan tekanan darah ke
tingkat normal. Aliran darah ginjal berkurang, yang menyebabkan
produksi urin menurun. Hal ini pula ikut membantu meningkatkan volume
plasma dan tekanan darah. Hal yang sebaliknya akan terjadi apabila
tekanan darah meningkat. Apabila tekanan darah meningkat, ,maka
pengeluaran renin berkurang dan kada angiotensin II turun. Hal ini
menyebabkan dilatasi arteriol-arteriol sistemik, penurunan resistensi
perifer total, dan penurunan tekanan darah kembali ke tingkat normal.
Penurunan angiotensin II menyebabkan arteriol aferen dan eferen melemas
sehingga terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan pengeluaran urin yang
berfungsi untuk menurunkan tekanan darah.
4. Peran ginjal dalam pengaturan asam basa dalam tubuh
Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan mengekskresikan urin yang
asam atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam
cairan ekstrasel, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari
cairan ekstrasel. Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal
adalah sebagai berikut. Sejumlah besar HCO₃ˉ difiltrasi secara terus menerus ke
dalam tubulus, dan bila HCO₃ˉ ini diekskresikan kedalam urin, keadaan ini
menghilangkan basa dari darah. Sejumlah besar H⁺ juga disekresikan kedalam
lumen tubulus oleh sel epitel tubulus sehingga menghilangkan asam dari darah.
Bila lebih banyak H⁺ yang disekresikan daripada HCO₃ ̄ yang difiltrasi, akan
terjadi kehilangan asam dari cairan ekstrasel. Sebaliknya apabila lebih banyak
HCO₃ˉ yang difiltrasi daripada H⁺ yang disekresikan, akan terjadi kehilangan
basa (O’callaghan, Chris, 2009).
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam non-volatil,
terutama dari ydrogenm protein. Asam-asam ini disebut non-volatil karena asam
tersebut bukan H₂CO₃, karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru
(O’callaghan, Chris, 2009). Mekanisme primer untuk mengeluarkan asam ini dari
tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga harus mencegah kehilangan
bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang secara kuantitatif lebih penting daripada
ekskresi asam non-volatil. Setiap hari ginjal memfiltrasi sekitar 4320
miliekuivalen bikarbonat (180 L/hari x 24 mEq/L), dan dalam kondisi normal
hampr semuanya direabsorpsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem
dapar utama cairan ekstrasel. Reabsorpsi bikarbonat dan ekskresi H+, dicapai
melalui proses sekresi H+ oleh tubulus. Karena HCO₃ˉ harus bereaksi dengan
satu H+ yang disekresikan untuk membentuk H₂CO₃ sebelum dapat direabsorpsi,
4320 miliekuivalen H+ harus disekresikan setiap hari hanya untuk mereabsorpsi
bikarbonat yang difiltrasi. Kemudian penambahan 80 miliekuivalen H+ harus
disekresikan untuk menghilangkan asam non ydrogen yang diproduksi oleh tubuh
setiap hari, sehingga total 4400 miliekuivalen H+ disekresikan kedalam cairan
tubulus setiap harinya (O’callaghan, Chris, 2009).
Bila terdapat pengurangan konsentrasi H+ cairan ekstrasel (alkalosis), ginjal
gagal mereabsorpsi semua bokarbonat yang difiltrasi, sehingga meningkatkan
ekskresi bikarbonat. Karena HCO₃ˉ normalnya mendapat ydrogen dalam cairan
ekstrasel, kehilangan bikarbonat ini sama saja dengan penambahan satu H+
kedalam cairan ekstrasel. Oleh karena itu, pada Pengaturan Natrium di Sepanjang
Nefron alkalosis, pengeluaran HCO₃ˉ akan meningkatkan konsentrasi H+ cairan
ekstrasel kembali menuju normal. Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan
bikarbonat kedalam urin tetapi mereabsorpsi semua bikarbonat yang difiltrasi
dan menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali kedalam cairan
ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi H+ cairan ekstrasel kembali menuju
normal (O’callaghan, Chris, 2009). Jadi, ginjal mengatur konsentrasi H cairan
ekstrasel melalui tiga mekanisme :
1. Sekresi ion H+
2. Reabsorpsi HCO₃ yang difiltrasi ̄3. Produksi HCO₃ baru
PERAN DAN FUNGSI GINJAL
Peran dan Fungsi
Ekskresi
Sekresi
Metabolik
Ekskresi bahan metabolik
Cairan Ekstrasel (keseimbangan elektrolit)
Keseimbangan asam
basa
Kurang
Lebih
Renin
Aliran darah ke ginjal
Angiostensinogen angiostensin
aldosteron
Stimulus pituitari
ADH
sebaliknya
Asam
Basa Filtrasi HCO3-
Sekresi H+
Ekskresi per urin
Seimbang
Renin
Eritroprotein
Angiostensin I ACE Angiostensin II
ADH
aldosteron
Reabsorbsi Nacl
TD
Sel darah merah
Dihydrocholacalciferol Deposisi kalsium tulang
Sintesis glukosaPengaturan homeostasis: air,
elektrolit, pH, kelenjar endokrin, aktivasi vit D
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11th ed. Jakarta: EGC.
O’callaghan, Chris et al. 2009. At a Glance Sistem Ginjal 2nd ed. Jakarta: Erlangga.
Price S., Wilson L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.