pbl blok 22_depresi et causa dm tipe 2_theresia_102012165

31
Tinjauan Pustaka Depresi dan Ulkus Pedis et Causa Diabetes Mellitus Tipe II Theresia 102012165 / F9 16 Januari 2015 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email : [email protected] Pendahuluan Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-empat penyakit di dunia. Sekitar 20% pada wanita dan 12% pada pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi. 1 Data diabetes mellitus berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus setelah India, China dan Amerika Serikat. Tercatat pada tahun 2006, jumlah penyandang diabetes di Indonesia mencapai 14 juta orang, dan baru 50% penderita yang sadar mengidap diabetes, sekitar 30% diantaranya melakukan pengobatan secara teratur. Depresi dan Ulkus Pedis et Causa Diabete Melitus Tipe II Page 1

Upload: theresia-sugiarto

Post on 30-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

22

TRANSCRIPT

Tinjauan Pustaka

Depresi dan Ulkus Pedis et Causa Diabetes Mellitus Tipe IITheresia102012165 / F916 Januari 2015Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email : [email protected]

Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-empat penyakit di dunia. Sekitar 20% pada wanita dan 12% pada pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi.1Data diabetes mellitus berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus setelah India, China dan Amerika Serikat. Tercatat pada tahun 2006, jumlah penyandang diabetes di Indonesia mencapai 14 juta orang, dan baru 50% penderita yang sadar mengidap diabetes, sekitar 30% diantaranya melakukan pengobatan secara teratur. Beberapa waktu yang lalu International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa tahun 2003 terdapat 194 juta orang terkena diabetes tipe 2. Namun pada tahun 2030 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 366 juta orang.2

Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak menikah dan bercerai atau berpisah. Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan psikososial dari MDD.Diabetes mellitus (DM) mengacu pada sekelompok kelainan metabolik dengan gejala hiperglikemia. Terdapat beberapa jenis DM dan disebabkan oleh interaksi antara faktor genetic dan lingkungan. Berdasarkan etiologi yang menyebabkan DM, faktor yang ikut berperan dalam terjadinya hiperglikemia adalah berkurangnya sekresi insulin, pengurangan kemampuan menggunakan glukosa, dan peningkatan produksi glukosa. Kelainan metabolik yang menyertai DM dapat menyebabkan perubahan patofisiologik sekunder pada berbagai sistem organ.Melalui tinjauan pustaka saya mencoba untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi dan sekilas mengenai diabetes mellitus tipe 2 yang apabila tidak ditangani dengan baik dan tanpa adanya perhatian dari pasien dan keluarganya dapat meyebabkan ulkus pedis seperti pada pasien dalam skenario tersebut. Semoga bermanfaat.Skenario 13

Seorang wanita usia 66 tahun dikonsukan ke bagian Psikiatri karena mengamuk saat dirawat di RS. Pasien tersebut dirawat karena mengalami peningkatan GDS disertai luka pada kaki yang sudah berbau. Pasien mengalami DM tipe 2 sejak 25 tahun yang lalu, pasien selalu menjaga diet pola makan dan control teratur, namun akhir-akhir ini pasien bosan menjalani semua perawatan dan ingin menyusul suaminya saja yang sudah wafat. Beberapa bulan terakhir, pasien makan dengan porsi tinggi karbohidrat dan minum-minuman manis, tidak berolahraga, lebih banyak tidur dan tidak mau melakukan kegiatan harian.

Anamnesis

Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami pasien. Jenis anamnesis yang dapat dilakukan adalah autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya.2Identitas Pasien

Menanyakan kepada pasien seperti nama lengkap pasien, umur pasien ,tanggal lahir, jenis kelamin, agama, alamat, umur, pendidikan dan pekerjaan, suku bangsa.2Dalam skenario hanya didapatkan seorang wanita berusia 66 tahun.Keluhan utama :

Keluhan ini merupakan keluhan yang diungkapkan pasien. Lamanya keluhan telah berlangsung harus dicatat.3 Pada skenario 13, keluhan utama pasien adalah mengamuk pada saat dirawat di RS.

Riwayat Psikiatri

Riwayat psikiatri idealnya harus didapatkan baik dari pasien maupun dari sumber informasi yang lebih terperinci. 3Alasan untuk merujuk

Bagaimana dan mengapa pasien dirujuk perlu dinyatakan dengan ringkas. 3Riwayat Penyakit Sekarang

Perkembangan gejala perlu dikemukakan secara kronologis bersama dengan faktor pencetusnya. Gangguan penyerta yang harus diberitahukan. Contohnya, untuk gangguan episode depresif, perlu dikemukakan gejala biologis dan kognitif. Pengaruh kondisi pasien terhadap fungsi social juga perlu dicatat. 3Riwayat Keluarga

Pasien perlu ditanyakan perincian mengenai orangtua dan saudarany, termask umur mereka pada saat ini atau umur saat meninggal, pekerjaan, kondisi kesehatan dan hubungannya dengan pasien. Saat perpisahan orangtua atau perceraian perlu disebutkan bila memang terjadi. 3Riwayat Psikiatri Keluarga

Setiap riwayat gangguan psikiatri dan neurologis (seperti epilepsy) dalam keluarga perlu diperinci, termasuk sifat gangguan dan terapinya. Pasien perlu ditanyakan tentang adanya riwayat bunuh diri dalam keluarga. 3Riwayat Pribadi3Masa Kanak-kanak

Riwayat ini mencakup perincian tentang:

Tanggal lahir

Tempat lahir

Kelainan sebelum atau saat dilahirkan, dan apakah kelahiran premature?

Tahapan perkembangan dini

Kesehatan masa kanak-kanak, termasuk riwayat masalah gugup

Stress emosional masa kecil, termasuk perpisahan (misalnya karena kematian) kerabat dekat seperti saudara kandung atau orangtua.

Pendidikan3Hal ni mencakup perincian tentang:

Umur mulai bersekolah

Jenis sekolah yang diikuti

Hubungan dengan teman sebaya dan guru

Adanya riwayat membolos atau masalah lain atau kesulitan di sekolah

Kemampuan yang telah dicapai

Usia selesai sekolah

Pendidikan terakhir

Riwayat Pekerjaan

Ringkas riwayat pekerjaan, berikan perincian mengenai kenaikan dan penurunan pangkat. Alasan sering dipecat (misalnya masalah minum alcohol) perlu diteliti. Kesulitan lain dalam bekerja harus dipaparkan. 3Riwayat Psikoseksual

Untuk wanita, tanyakan haid pertama, adanya kelainan menstruasi, riwayat kehamilan dan umur saat menopause terjadi. Orientasi seksual (heteroseksual atau homoseksual) juga harus ditanyakan. Adanya riwayat kekerasan seksual atau fisik perlu diperinci, juga riwayat seksual dan perkawinan (termasuk riwayat perselingkuhan) dan adanya gangguan seksual. 3Riwayat Penyakit Dahulu

Ini merupakan riwayat kronologik dari penyait yang dialami dulu, termasuk sifat gangguan dan cedera fisik, tempat perawatan, dan jenis pengobatan yang diberikan. Terapi obat dan efek sampingnya, harus juga ditanyakan, juga hipersensitivitas terhadap obat. 3Riwayat Psikiatri Dahulu

Riwayat ini mencakup perincian mengenai: 3 Sifat penyakit

Lama sakit

Rumah sakit dan bagian rawat jalan yang dikunjungi

Pengobatan yang diterima

Pengobatan psikotropik yang diberikan, serta adanya efek samping

Penggunaan Zat Psikoaktif

Tembakau

Bila pasien merokok, jenis dan jumlah produk yang mengandung nikotin dan riwayat merokok sebelumnya. 3Penyalahgunaan Obat Terlarang

Dapatkan perincian mengenai penyalahgunaan obat saat ini dan dahulu, termasuk jumlah yang dikonsumsi, cara penggunaan serta akibatnya. 3Riwayat Hukum

Jelaskan secara terperinci adanya riwayat kenakalan dan pelanggaran pidana, termasuk riwayat hukuman yang pernah dijatuhkan (misalnya denda dan vonis penjara). 3Kepribadian Pramorbid

Kepribadian pasien terdiri dari ciri khas dan sikap yang menetap sepanjang hidupnya, termasuk cara berpikir (kognisi), perasaan (afektivitas), dan berperilaku (pengendalian impuls dan cara berhubungan dengan orang lain serta mengatasi situasi interpersonal_. Bila kepribadian pasien berubah setelah timbulnya gangguan psikiatrik, perincian kepribadian sebelum gangguan ini harus diperoleh baik dari pasien maupun sumber informasi lainnya. Hal ini dirangkum sebagai berikut: 3 Sikap terhadap orang lain dalam hubungan social, keluarga dan seksual

Sikap terhadap diri sendiri dan karakter

Kepercayaan dan standar moral dan agama

Mood yang dominan

Kegiatan waktu senggang dan minat

Kehidupan khayalan lamunan dan mimpi buruk

Pola reaksi terhadap stress, termasuk mekanisme pertahanan

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik lengkap harus dilaksaakan secara rutin pada saat pasien psikiatri didaftarkan untuk rawat inap. Pemeriksaan klinis sering kali tidak punya cukup waktu untuk memeriksa fisik secara lengkap saat melakukan pemeriksaan psikiatri. Pada keadaan demikian, pengecekan tekanan darah, fundus okuli, leher dan lain-lain mungkin saja dilakukan. 3Tingkat Kesadaran

Pasien yang mengantuk atau somnolen dapat dibangunkan dengan rangsangan ringan, dan akan mampu berbicara dengan jelas walaupun hanya sekejap sebelum tertidur kembali. Pasien stupor berespons terhadap nyeri, suatu nyaring dan mungkin menggumamkan satu persatu suku kata yang singkat, disertai aktivitas motoric spontan. Anda harus ingat bahwa istilah stupor yang digunakan disini adalah yang berdasarkan kaidah neurologis. Seperti yag disebutkan sebelumnya dalam psikiatri, stupor bearti pasien yang tampak sangat sadar (sering dengan mata terbuka yang dapat mengikuti objek) tetapi bersikap diam (mutis), tidak bergerak, dan tampak tidak bereaksi terhadap sekitar; hal ini terlihat pada katatonik, depresif dan stupor manik. Pasien semikoma akan menarik anggota tubuhnya dari sumber nyeri tetapi tanpa aktivitas motoric spontan. Tidak ada respons yang terlihat pada koma yang dalam; tidak ada respons terhadap nyeri yang dalam, juga tidak ada gerakan spontan. Refleks tendon, pupil dan kornea biasanya hilang. 3Gangguan kesadaran yang dijumpai dalam praktik psikiatri meliputi kesadaran berkabut, delirium dan fuga. 3Dalam keadaan berkabut, pasien merasa mengantuk dan tidak bereaksi sama sekali terhadap rangsang apapun. Terdapat gangguan perhatian, konsentrasi, memori, orientasi, dan daya pikir. Pasien yang menderita delirium biasanya tampak bingung, mengalami disorientasi dan gelisah. Mungkin terdapat jenis takut dan halusinasi. Jenisnya meliputi: 3 Status oneroid keadaan mirip mimpi pada pasien yang tidak sedang tertidur.

Twilight state - status oneroid yang panjang suatu gangguan kesadaran, disertai halusinasi.

Torpor pasien mengantuk dan mudah tertidur.

Status fuga adalah keadaan hilangnya konsentrasi terhadap keadaan sekitar, disertai hilangnya memori. 3Setiap perubahan tingkat kesadaran, termasuk variasi diurnal, perlu ditanyakan pada staff perawatan atau para pengasuh lainnya. 3Pemeriksaan Status Mental

Penampilan

Wajah depresif biasanya berupa mata yang cenderung turun, tepi mulut turun dan sering adanya alur vertical antara alis mata. Kontak mata pasien dengan pewawancara biasanya buruk. Mungkin berlangsung terlihat terjadinya penurunan berat badan, pasien tampak mengurus dan mungkin mengalami dehidrasi. Tanda tidak langsung penurunan berat badan adalah baju yang tampak terlalu besar. Tanda perawatan diri yang buruk dan pengabaian umum dapat terlihat dari penampilan pasien yang tidak rapi, hygiene personal yang buruk dan pakaian yang kotor. 3Perilaku

Retardasi psikomotor biasanya terjadi. 3Bicara

Bicara lambat, dengan penundaan lama sebelum menjawab pertanyaan. 3Mood

Mood biasanya rendah dan sedih, dengan perasaan tanpa harapan; masa depan tampak suram. Ansietas, iritabilitas, dan agitasi juga dapat terjadi. Pasien dapat mengeluh kehabisan energy dan dorongan, dan ketidakmampuan merasakan kenikmatan. Pasien kehilangan minat melakukan aktivitas normal dan hobi-hobinya. 3Pikiran

Pasien berpikiran pesimis mengenai masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Misalnya, kesalahan kecil di masa lalu, seperti membawa pensil kantor ke rumah beberapa tahun lalu, dapat dibesar-besarkan dan digunakan sebagai tanda-tanda bahwa pasien jahat dan tidak pantas dengan status hidupnya saat ini. Pasien dapat menderita waham kemiskinan atau peyakit. Pikiran bunuh diri dapat terjadi dan sebaiknya dipastikan. Pikiran melakukan pembunuhan juga dapat terjadi. Misalnya, ibu yang mengalami depresi menggangap masa depan anaknya sama-sama suram dan berencana membunuhnya sebelum memutuskan bunuh diri. Demikian pula, laki-laki tua yang mengalami depresi dapat memaksa istrinya untuk melakukan suatu perjanjian bunuh diri. 3Persepsi

Pada episode depresif berat, halusinasi pendengaran sesuai mood dapat terjadi. Biasanya berupa orang kedua dan berisi penghinaan. Misalnya, pasien yang mengalami depresi dapat mendengar kalimat seperti Kamu adalah setan, manusia penuh dosa; Kamu akan mati. 3Kognisi

Konsentrasi yang buruk dapat menyebabkan pasien berpikir (secara salah) bahwa memorinya terganggu. Pada pasien lansia, gejala depresi mungkin sangat mirip dengan gejala demensia; keadaan ini dikenal sebagai pseudodemensia. 3Pemeriksaan Penunjang

Uji Darah

Alasan penting untuk melakukan uji laboratorium ialah untu memeriksa adanya gangguan organic, seperti endokrinopati dan gangguan penggunaan zat psikoatif, yang mungkin menyebabkan gejala psikiatri. Tujuan kedua ialah memeriksa komplikasi fisik akibat gangguan psikiatri. Contohnya, penelantaran diri (seperti pada skizofrenia dan gangguan afektif bipolar) dan gangguan makan dapat menyebabkan anemia gangguan elektrolit dan defisiensi vitamin. Perilaku psikotik juga dapat menyebabkan gangguan metabolic, misalnya akibat meminum air secara kompulsif. Tujuan ketiga dari uji ini ialah untuk menemukan gangguan metabolic, seperti gangguan hepar, yang dapat memengaruhi farmakoterapi. 3Uji darah serologis, biokimia, endokrin dan hematologi yang baru dilakukan termasuk: 3 Pemeriksaan darah lengkap

Urea dan elektrolit

Uji fungsi tiroid dan hati

Kadar vitamin B12 dan asam folat

Serology sifilis

Uji Urine

Skrinning obat terlarang dalam urine perlu dilaksanakan untuk memeriksa penyalahgunaan zat psikoaktif yang samar. Seperti pada uji darah, pemeriksaan penunjang lini kedua pada urine, misalnya kadar porfirin urine, dilaksanakan hanya bila diindikasikan melalui anamnesis atau pemeriksaan fisik. 3Pencitraan Saraf (neuroimaging)

Pencitraan saraf yang terstrutur merupakan pemeriksaan penunjang lini kedua yang berguna bila terdapat kecurigaan gangguan otak organic. Dengan demikian MRI atau X-ray CT perlu dilakukan bila diduga terdapat keganasan otak atau atrofi korteks pada demensia. MRI juga bermanfaat sebagai pemeriksaan lini kedua bila diduga sclerosis multiple. Namun pemeriksaan-pemeriksaan ini biasa tidak dilakukan secara rutin sebagai pemeriksaan penunjang lini kedua, hanya pada saat diperlukan saja. 3Differential Diagnosis

Tentament SuicideIstilah upaya bunuh diri telah didefinisikan oleh Kreitman sebagai berikut: 3Setiap tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang pasien yang menyerupai tindakan bunuh diri, tetapi tidak menyebabkan hasil yang fatal. Tindakan tersebut dipicu sendiri dan disengaja; pasien mencederai dirinya sendiri atau minum suatu zat dalam jumlah yang melebihi dosis terapeutik (jika ada) atau melebihi tigkat konsumsi biasanya, dan yang diyakininya aktif secara farmakologis.

Oleh karena itu, jika pasien secara sengaja minum empat tablet aspirin 300 mg sekaligus dengan keyakinan bahwa itu adalah dosis letal, tindakan tersebut akan digolongkan sebagai upaya bunuh diri, meskipun dosis tersebut biasanya tidak letal. 3Upaya bunuh diri lebih sering pada perempuan, berusia kurang dari 45 tahun (terutama antara 15 dan 25 tahun), golongan social rendah dan tidak bekerja; juga lebih sering pada mereka yang bercerai atau membujang, dan istri-istri berusia remaja. 3Peristiwa hidup (misalnya putus hubungan) lebih sering terjadi dalam 6 bulan sebelum tindakan upaya bunuh diri dibandingkan dengan populasi umum. 3Sebagian besar kasus upaya bunuh diri disertai suatu gangguan psikiatrik, seperti depresi, distimia, ketergantungan alcohol dan gangguan kepribadian. 3Kesungguhan bunuh diri yang tinggi digambarkan melalui tindakan mencelakai diri sendiri jika tindakan tersebut direncanakan dan disiapkan, tindakan pencegahan dilakukan untuk menghindari ketahuan, tidak mencari bantuan setelahnya dan menggunakan metode yang berbahaya (misalnya menggantung diri, memaparkan pada sengatan listrik, menembak, melompat, atau menenggelamkan diri). 3Working DiagnosisDepresi

Depresi adalah semua jenis depresi yang non psikotik. Jadi termasuk disini depresi neurotic, depresi reaktif dan berbagai jenis depresi lainnya. Jenis depresi ini merupakan yang terbanyak didaptkan pada populasi penduduk. Diperkirakan 150 dari 1000 orang menderita gangguan ini, dan 15 20 orang memerlukan pengobatan karena telah terganggu fungsi sosialnya.4Keluhan utama penderita depresi terutama:

Sakit kepala

Susah tidur

Sukar berkonsentrasi

Berdebar-debar

Perut perih

Hipokondriasis

Pada penderita depresi diperkirakan ada beberapa faktor sebagai penyebab terjadinya depresi. Pada umumnya orang menganggap bahwa adanya kesulitan hubungan interpersonal edukasional, finansial, existensial, dan faktor material sangat mempengaruhi terjadinya gangguan depresi jenis ini. 4Akan tetapi dalam penelitian jelas faktor kepribadian atau personality sangat mempengaruhi jalannya penyakit ini, karena itu sering dikatakan bahwa gangguan penyakit ini dinamakan pula depresi neurotic. Beberapa orang menganggap bahwa faktor psikososial dan psikoedukatif sebagai penyebab terjadinya depresi jenis ini, karena itu mereka menamakan depresi reaktif. 4Diabetes Type 2

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakau bahan darah utuh, vena, maupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. 5

PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala kjas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM dapat melalui cara berikut: 51. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Atau, gejala klasik DM + glukosa plasma > 126 mg/dL (7 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Pemerikaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) > 25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut: 1) aktivitas fisik kurang, 2) riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree relative), 3) masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native American, Asian American, Pasific Islander), 4) Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4000 gram atau riwayat diaberes melitus gestasional (DMG), 5) Hipertensi, 6) Kolesterol HDL 250 mg/dL, 7) wanita dengan sindrom polikistik ovarium, 8) riwayat toleransi glukosa terganggu atau gula darah puasa terganggu, 9) keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis nigrikans, dan 10) riwayat penyakit kardiovaskular. 5

Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risisko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penunjang ulang dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis masing-masing pasien. 5

Pada pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya tidak dianjurkan karena disamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check-up) adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. 5

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT), dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT, dan 1/3 lainnya akan kembali normal. Adanya TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan primer dan sekunder dapat segera diterapkan. 5

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.5Ulkus PedisKaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes ini berakhir dengan kecacatan dan kematian.2Terjadinya masalah kaki diawali adaya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan lain pada pembuluh darah. Neuropati yang terjadi baik sensorik maupun motoric akan menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Ulkus yang terjadi ini kemudian diklasifikasi yang erat kaitannya dengan pengelolaan kaki diabetes itu sendiri, yaitu: 2 Stage 1: normal foot

Stage 2: high risk foot

Stage 3: ulcerated foot

Stage 4: infected foot

Stage 5: necrotic foot

Stage 6: unsalvable foot

Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun oleh dokter umum/keluarga. 2Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialitik. 2Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah, utamanya dokter ahli bedah vascular/ahli bedah plastic dan rekontruksi. 2Etiopatogenesis

Etiologi episode depresif dibahas pada bagian gangguan bipolar. Alasan peningkatan prevalensi episode depresif pada perempuan dibandingkan dengan laki laki tidak diketahui, tetapi kemungkinan kemungkinan berikut telah diusulkan : 3a. Perempuan mungkin lebih sering mengaku depresi

b. Depresi dapat tidak terdiagnosis pada laki laki, yang mungkin lebih sering mengonsumsi alcohol berlebihan karena depresi sehingga terdiagnosis menderita gangguan pemakaian zat psikoaktif.

c. Perempuan dapar mengalami stress yang lebih berat, seperti akibat kelahiran anak dan efek efek hormonal (menarke, sindrom premenstrual dan menopause).

Epidemiologi

Rasio jenis kelamin tidak setara, episode depresif lebih menyerang perempuan. Insidensi episode depresif adalah antara 80 sampai 200 kasus baru per 100.000 populasi setiap tahun pada perempuan. Prevalensi titik di negara negara Barat adalah antara 1,8 dan 3,2% untuk laki laki, dan antara 2,0 dan 9,3% untuk perempuan. Orevalensi titik gejala gejala depresif lebih tinggi, sampai 20%. Risiko seumur hidup pada populasi umum di negara negara Barat adalah 5-12% pada laki laki dan 9-26% pada perempuan. 3

Usia awitan rata rata sekitar usia akhir 30 tahunan, tetapi dapat mulai terjadi pada usia berapapun dari masa kanak kanak dan seterusnya. Gangguan ini memounyai insidensi lebih tinggi pada mereka yang tidak menikah, termasuk mereka yang bercerai atau berpisah. 3Episode depresif juga lebih sering ditemukan pada perempuan kelas pekerja daripada perempuan dari golongan menengah. Gangguan ini juga lebih sering terjadi pada perempuan yang : 3a. Mempunyai tiga atau lebih anak yang berusia kurang dari 14 tahun yang perlu dijaga

b. Tidak bekerja di luar rumah

c. Tidak memiliki teman untuk membicarakan, misalnya, kurangnya keintiman

d. Kehilang ibu sebelum usia 11 tahun, karena kematian atau berpisahGejala Klinis

Mood yang rendah.Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang buruk. 6Minat.Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada merupakan salah satu tanda penting pada depresi.Anhedonia juga memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah tangga. 6,7Tidur.Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur.Hal yang klasik adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi.Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi. 6Tenaga.Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit untuk memulai suatu pekerjaan.Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air. 6Rasa bersalah.Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi.Pasien depresi sering salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali. 6Konsentrasi.Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang sering dialami oleh pasien depresi.Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini. 6Nafsu makan/berat badan.Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri. 6Aktivitas psikomotor.Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi.Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam). 6,7Bunuh diri.Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri.Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri. 6Komplikasi

Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja. Pikiran bunuh diri dan usaha percobaan bunuh diri merupakan kasus yang sering menampilkan diri di UGD. Tema umum yang menyebabkan bunuh diri termasuk krisis yang membuat penderitaan yang amat sangat dan rasa putus asa dan tak berdaya, konflik antara hidup dan sress yang tak tertahankan, penyempitan dari pilihan jalan keluar yang dilihat pasien serta keinginan untuk melarikan diri dari hal itu. Pikiran bunuh diri terjadi pada orang yang rentan dalam reaksi terhadap beraneka stresor pada tiap umur dan terus merupakan gagasan untuk jangka waktu lama tanpa suatu usaha percobaan bunuh diri.8Penatalaksanaan

Episode depresif yang kurang berat dapat ditangani oleh dokter umum di masyarakat atau oleh ahli psikiatri sdi klinik rawat jalan. Namun, pasien yang mengalami episode berat harus dirawat di rumah sakit. Tindakan ini mungkin perlu diwajibkan jika terdapat gambaran berat yang mengancam nyawa, seperti adanya risiko bunuh diri atau asupan makanan dan buah buahan.3MedikamentosaFarmakoterapi

Pilihan utama penanganan adalah obat obat antidepresan. Sejak pertama kali digunakan pada tahun 1950-an dan 1960-an, antidepresan trisiklik, seperti imipramine dan amitriptyline, telah digunakan secara luas pada penanganan depresi. Beberapa antidepresan trisiklik dan terkait sedative, misalnya amiltriptyline, clomipramine, dothiepin (dosulepin) dan trazodone (yang tidak mempunyai struktur trisiklik). Obat obat ini dapat diberikan pada pasien pasien yang teragitasi atau menderita insomnia inisial. Pemberian antidepresan sebelum tidur mungkin bermanfaat. Pasien pasien yang sangat letargis dan apatis dapat diobati dengan antidepresan yang kurang sedative, seperti imipramine dan lofepramine. Pada pasien depresif berat yang tidak memberikan respon terhadap antidepresan trisiklik, monoamine oxidase inhibitor (MAOI) kadang kadang digunakan. 3

Antidepresan trisiklik menimbulkan banyak efek samping toksik, seperti aritmia, blok jantung, kejang, ileus paralitik dan diskrasia darah. Tentu saja, pada overdosis (yang mungkin lebih sering pada pasien depresif bunuh diri), obat obat ini dapat sangat berbahaya dan menyebabkan kematian. Sekelompok efek samping yang sering menimbulkan masalah bagi pasien sehingga mengurangi kepatuhannya adalah yang disebabkan oleh aksi antimuskarinik (antikolinergik) obat obat ini. Bebereapa efek ini sangat berbahaya pada pasien yang diobati di luar rumah sakit (tetap berada dalam masyarakat), misalnya pusing dan penglihatan kabur yang terjadi selama mengendarai kendaraan bermotor atau mengoperasikan mesin. 3

Sejak pertengahan tahun 1980-an dan seterusnya, antidepresan trisiklik dan yang terkait telah mulai digantikan oleh antagonis spesifik ambilan kembali serotonin (5-HT), penghambat ambilan kembali serotonin selektif (serotonin selective reuptake inhibitor/SSRI). Salah satunya akibat efek samping dan toksisitas tersebut. Saat ini tersedia banyak antidepresan yang lebih aman, seperti yang termasuk dalam golongan SNRI, NARI, RIMA dan NaSSA. 3Non-MedikamentosaTerapi Elektrokonvulsif (ECT)

Pada keadaan yang relative langka berikut ini, ECT dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama : 3a. Asupan cairan sangat rendah, yang menyebabkan oliguria

b. Stupor depresif

c. Bahaya bunuh diri risiko tinggi

d. Ketika diperlukan respons cepat, misalnya pada psikosis depresif puerperalis

Namun, ECT kebanyakan disiapkan untuk kasus kasus depresi resisten yang tidak memberikan respons terhadap farmakoterapi. 3Psychosurgery

Pada kasus yang sangat langka, bila semua pengobatan lain gagal, pilihan ekstrem psychosurgery dapat dipertimbangkan pada depresi yang membuat cacat kronik berat. 3Fototerapi

Untuk pasien pasien yang menderita SAD yang awitan depresinya saat musim gugur atau dingin, mungkin diperlukan penanganan dengan cahaya intensitas tinggi. 3Edukasi

Psikoterapi

Berbagai jenis psikoterapi tersedia bagi pasien depresif ringan atau sedang atau bagi pasien yang telah sembuh dari episode depresif berat. Terapi tersebut meliputi : terapi kognitif berupa pengajaran agar pasien dapat kognisi depresif personal, terapi kelompok, psikoterapi psikoanalisis, dan pada kasus masalah keluarga atau perkawinan, terapi keluarga dan terapi matrial. Semua terapi dapat digunakan bersama farmakoterapi.3Peningkatan aktivitas dan kontak sosial

Penting untuk tidak membiarkan pasien pasien depresif menarik diri dari aktivitas sosial dan kerja. Malahan, mereka harus desemangati secara bertahap untuk meningkatkan aktivitas aktivitas tersebut. Bertemu orang lain dan mengembangkan hubungan yang penuh percaya diri mempunyai proteksi dalam mencegah kekambuhan. Terapi okupasi akan berguna dan memungkinkan pasien depresif di rumah sakkit belajar menyesuaikan diri dengan keterampilan hidup memasak. 3Prognosis

Hasil episode depresif berbeda beda tetapi pada umumnya semakin lama follow-up semakin baik. Risiko kekambuhan berkurang jika obat antidepresan diteruskan selama 6 bulan setelah akhir episode depresif. Secara keseluruhan, terdapat angka bunuh diri sekitar 9%.3Kesimpulan

Depresi adalah keadaan dimana seseorang mendapatkan tekanan entah dari berbagai kegiatan atau kejadian kejadian yang terjadi pada orang tersebut. Jenis depresi pun ada banyak berada di kalangan masyarakat. Depresi pada kasus ini merupakan depresi yang didapat dari berbagai factor, yang paling membuatnya terpukul adalah karena ia sudah ditinggal suaminya dan ingin menyusulnya. Karena hal tersebut juga didukung dengan penyakit diabetes serta ulkus pada kakinya. Penanganan dalam kasus ini harus secara farmakoterapi dan yang paling penting adalah psikoterapi dan pendekatan pada lingkungan sekitarnya.Daftar Pustaka

1. Amir N. Depresi. Dalam: Aspek neurobiologi diagnosa dan tatalaksana. Jakarta: Balai penerbit, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.hal: 1-4.2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. 3. Puri BK, Laking PJ, Treasaden IH. Buku ajar psikiatri. Edisi ke 2. Jakarta : EGC; 2011.h.65-186.

4. Iskandar Y. Psikiatri biologic depresi dan anxietas diagnose dan terapi untuk praktek umum. Vol 8. Edisi 1. Yayasan Dharma Graha.h. 34.

5. Powers AC. Diabetes melitus. In: Harrisons Principle of Internal Medicine. 17 ed. USA: McGraw-Hill; 2008.p.2293.6. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck Institutes. 2000. p. 1-57.7. Maj M, Sartorius N. Depressive Disorder Second Edition. Evidence and experience in psychiatry. 2002. p. 8-12.8. Kaplan HI, Sadock BJ, Roan WM. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: EGC; 1998. h. 433-7.Depresi dan Ulkus Pedis et Causa Diabete Melitus Tipe IIPage 21