pbl blok 15

13
Efek Samping Obat yang Mengakibatkan Steven Johnson Syndrome Cindy Cicilia 102012403 / D5 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Tubuh manusia mudah terinfeksi suatu penyakit terutama kulit karena selalu terpapar dengan lingkungan luar. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui penyakit-penyakit yang bisa mengenai kulit manusia seperti terpapar bahan iritan, alergi terhadap sesuatu ataupun komplikasi dari suatu penyakit lain. Dengan berbagai macam penyakit yang mudah mengenai tubuh maka kita membutuhkan obat untuk dapat mengurangi dan menyembuhkan berbagai keluhan penyakit yang dialami. Obat sendiri adalah senyawa atau produk yang digunakan untuk mengubah keadaan fisiologik atau patologik dengan tujuan mendatangkan keuntungan bagi pasien untuk diagnosis, terapi, maupun profilaksis. Tetapi hamper semua obat mempunyai reaksi lain yang kurang menguntungkan bagi tubuh yaitu efek samping obat. Efek samping obat dapat mengenai banyak organ seperti paru, ginjal, hati dan sumsum tulang tetapi reaksi kulit merupakan manifestasi tersering. Pembahasan Anamnesis

Upload: oktaviana-linda-angela-merichi

Post on 15-Apr-2016

14 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: pbl blok 15

Efek Samping Obat yang Mengakibatkan Steven Johnson Syndrome

Cindy Cicilia

102012403 / D5

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Tubuh manusia mudah terinfeksi suatu penyakit terutama kulit karena selalu terpapar

dengan lingkungan luar. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui penyakit-penyakit

yang bisa mengenai kulit manusia seperti terpapar bahan iritan, alergi terhadap sesuatu

ataupun komplikasi dari suatu penyakit lain. Dengan berbagai macam penyakit yang mudah

mengenai tubuh maka kita membutuhkan obat untuk dapat mengurangi dan menyembuhkan

berbagai keluhan penyakit yang dialami. Obat sendiri adalah senyawa atau produk yang

digunakan untuk mengubah keadaan fisiologik atau patologik dengan tujuan mendatangkan

keuntungan bagi pasien untuk diagnosis, terapi, maupun profilaksis. Tetapi hamper semua

obat mempunyai reaksi lain yang kurang menguntungkan bagi tubuh yaitu efek samping obat.

Efek samping obat dapat mengenai banyak organ seperti paru, ginjal, hati dan sumsum tulang

tetapi reaksi kulit merupakan manifestasi tersering.

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu langkah penting untuk mengetahui apakah keluhan

utama pasien karena dengan anamnesis kita dapat mengetahui penyakit apa yang diderita

oleh pasien. Pertama yang perlu ditanyakan ialah identitas dari pasien (nama, alamat,

umur, pekerjaan) lalu keluhan utama dari pasien yang menyebabkan pasien datang

kedokter untuk berobat. Setelah mengetahui keluhan utama pasien, dokter juga perlu

mengetahui tentang riwayat penyakit sekarangnya secara mendalam seperti melepuhnya

awalnya kecil lalu meluas? Ada factor pemberat lain? Apakah ada keluhan lain seperti

demam? Mengganggu aktifitas sehari-hari? mempunyai alergi terhadap obat tertentu?

Atau alergi terhadap sesuatu?

Page 2: pbl blok 15

Begitu juga dengan riwayat penyakit dahulu dari pasien apakah dulu pasien pernah

mengalami sakit yang serupa, atau memiliki riwayat penyakit diabetes, hipertensi, dll.

Perlu juga ditanyakan riwayat penyakit keluarga nya apakah ada keluarga yang

mengalami hal serupa. Dan juga riwayat social nya berupa makanannya yang dimakan

sehari-hari, kebiasaan mengganti pakaian atau mandi, merokok, dll.

Pada skenario ini dari anamnesis pasien mengalami alergi obat sehingga membuat

kulit pasien melepuh pada kedua lengan, badan atas, bokong dan juga pada kedua paha.

Obat bisa menimbulkan beberapa efek samping terutama pada orang yang alergi

sehingga perlu diketahui dengan baik.

Pemeriksaan Fisik

Selain anamnesis untuk menegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan fisik

maupun penunjang. Hal utama dari pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tanda-tanda

vitalnya yang meliputi tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan dan suhu badan. Lalu

kita lakukan pemeriksaan status lokalisnya pada scenario kulit di kedua lengan, badan

atas, bokong dan kedua paha melepuh.

Selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang perlu dilakukan seperti skin test.

Pada test ini obat diberikan dalam jumlah sedikit dan aman pada pasien untuk menilai

adanya reaksi alergi atau tidak yang dinamakan dengan tes provokasi. Namun sekarang

ini lebih sering dilakukan pengeliminasian obat karena pada tes provokasi dapat memicu

timbunya kembali reaksi alergi pada paisen. Sedangkan pada pengeliminasian obat yaitu

dengan cara mengeliminasi satu persatu obat yang mungkin sedang dikonsumsi oleh

pasien. Cara ini lebih aman dibandingkan dengan tes provokasi.

Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus ini tidak terdapat pemeriksaan yang

khas. Bila tedapat leukositosis, ini menunjukan kemungkinan penyebabnya adalah

infeksi. Bila diduga penyebabnya adalah infeksi, perlu dilakukan kultur darah untuk

menentukan jenis kumannya. Bila ditemukan eosinofilia, kemungkinan penyebabnya

dalah alergi obat. Disamping itu, juga ditemukan adanya peningkatan enzim

transaminase serum, albuminuria dan gangguan elektrolit serta adanya gambaran

gangguan fungsi organ tubuh yang terkena.1

Page 3: pbl blok 15

Diagnosis

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis kerja yang akan dipilih adalah

sindrom steven johnson. Sedangkan diagnosis banding yang dipilih adalah exantema

fikstum multipel dan juga nekrotik epidermal toksik. Pada penyakit exantema fikstum

multipel memilik persamaan dengan steven johnson syndrome yaitu adanya kelainan

dengan ditemukannya eritem, vesikel maupun bula. Sedangkan perbedaannya ialah pada

exantema fisktum selalu timbul ditempat yang sama dan tidak mengenai seluruh tubuh.

Dan bila menyembuh, akan meninggalkan hiperpigmentasi yang menetap.

Kemudian perbedaan secara umum yang dapat digunakan untuk membedakan

steven Johnson syndrome dengan nekrosis epidermal toksik (NET) adalah diantaranya

SJS terjadi pada pasien anak sampai dengan yang dewasa sedangkan pada NET

umumnya pada orang dewasa. Kemudian keadaan umum pasien SJS biasanya mulai dari

ringan sampai berat namun pada NET keadaan umunya cenderung berat. Pada SJS juga

kesadaran pasien kompos mentis dan pada NET kesadaran pasien menurun. Prognosis

lebih baik pada SJS sedangkan pada NET biasanya buruk.

Steven Johnson Syndrome merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang mengenai

kulit, selaput lendir di orifisium (muara/lubang) dan mata dengan keadaan umum yang

bervariasi dari ringan sampai berat. Adapun kelainan dapat berupa :

Eritema (kemerahan pada kulit karena pelebaran pembuluh darah), vesikel/bula (gelembung pada kulit yang berisi cairan) dan dapat disertai dengan purpura (bercak-bercak perdarahan pada kulit/selaput lendir). SJS memiliki bentuk eritema multiforme fatal (kemerahan yang banyak/menyeluruh)

Gambaran khas pada SJS adalah sel inflamasi dermal yang infiltrat dan nekrosis yang tebal pada pada epidermis.

Infiltra sel mononuclear disekitar pembuluh darah dermis superfisisal Edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis popular, degenarasi

hidropik lapisan basialis sampai terbentuk vesikel subepidermal

Etiologi

Page 4: pbl blok 15

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Tapi banyak faktor

etiologi yang dikaitkan dengan SJS tetapi yang merupakan etiologi utamanya ialah alergi

obat yang diberikan secara sistemik. Hal lain yang juga bisa menyebabkan SJS ini yaitu

infeksi maupun keganasan. Faktor genetik juga diduga bisa menyebabkan SJS. Yang

paling sering terjadi adalah akibat alergi obat dan juga keganasan pada orang dewasa.

Pada pediatri lebih sering oleh akibat infeksi. Selain itu penyakit akibat virus juga dapat

menyebabkan SJS seperti :

AIDS

Coxsackie viral infections

Influenza

Hepatitis

Mumps

Epstein-Barr virus dan enterovirus (pada anak)

Obat antibiotik juga merupakan penyebab utama dari SJS, selain itu obat analgetik,

batuk dan juga antipiretik, NSAID,dll juga dapat menyebabkan SJS. Obat tersering yang

menyebabkan SJS adalah penicilin dan sulfa. Antikonvulsan juga bisa menyebabkan SJS

seperti adalah pheniton, carbamazepin, oxcabarzepine.2

Pada kasus yang sering terjadi SJS akibat dari pemberian obat sulfa. Obat sulfa

merupaka obat dengan spektrum luas banyak digunakan terhadap banyak penyakit oleh

baik kuman gram-positif dan gram-negatif. Efek samping yang terpenting ialah

kerusakan parah pada sel-sel darah yang berupa agranulositosis dan anemia hemolitik,

efek samping lainnya ialah Steven Johnson Syndrome meskipun agak jarang terjadi.3

Epidemiologi

Steven Johnson Syndrome biasa disebut juga sebagai penyakit eritema multiforme

mayor. Insidensi penyakit ini sebenarnya sangat jarang, tercatat hanya sekitar 2-3% per

juta populasi di Negara Eropa dan Amerika. Lebih sering diderita oleh manusia di usia

dewasa dibandingkan anak-anak. Di amerika serikat dan negara-negara barat lainnya

obat NSAID dan sulfonamid paling sering dikaitkan dengan terjadinya kasus SJS.

Berbeda dengan obat yang paling sering terlibat dalam negara-negara Barat, allopurinol

merupakan obat yang paling umum yang menjadi agen penyebab terjadinya SJS di

negara-negara Asia Tenggara, termasuk Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong.

Page 5: pbl blok 15

Sindrom Stevens-Johnson telah ditemukan di seluruh dunia dalam semua ras.

Prevalensi terjadinya SJS pada perempuan diperkirakan sekitar 33-62%. Pada penelitian

tahap besar, rata-rata usia pasien yang menderita sindrom Stevens-Johnson adalah 25

tahun. Dalam penelitian yang lebih kecil, rata-rata usia pasien yang menderita sindrom

Stevens-Johnson dilaporkan sebagai 47 tahun. Namun, juga dilaporkan ada kasus yang

terjadi pada anak berumur 3 bulan.

Patofisiologi

Patogenesis penyakit ini belum diketahui secara jelas. Diduga terjadinya kelainan

ini diperankan oleh reaksi alergi tipe III dan tipe IV.

Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang

membentuk mikro-presipitasi sehingga aktivasi sistem komplemen. Akibat

adanya akumulasi sel neutrofil yang melepaskan lizozim dan menyebabkan

kerusakan jaringan pada organ target. Yang berperan adalah IgM dan IgG.

Reaksi tipe IV terjadi akibat sel limfosit T yang telah terkontak ulang

dengan antigen tertentu yang sama, tidak ada peranan antibody.

Reaksi hipersensitivitas yang lambat juga diduga terlibat dalam patofisiologi

terjadinya SJS. Pasien yang immunocompromised (terutama mereka yang terinfeksi

HIV, asetilator lambat dan pasien dengan tumor otak yang menjalani radioterapi dengan

antiepileptics secara bersamaan memiliki resiko yang sangat tinggi).

Gejala Klinis

Kelainan ini dapat diderita oleh anak-anak dan orang dewasa. Keadaan umum

bervariasi mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kesadaran juga bervariasi mulai

dari yang compos mentis sampai koma. Timbulnya penyakit ini akut dengan gejala

prodormal berupa demam tinggi, malaise dan nyeri.4

Gambar 1. Steven Johnson Syndrome.

Page 6: pbl blok 15

Pada sindrom ini terdapat trias kelainan, yaitu:

kelainan kulit, berupa eritem, papel, vesikel dan bula. Vesikel dan bula ini

kemudian pecah sehingga menimbulkan erosi, erosi ini dapat setempat dan

meluas. Selain itu juga dapat ditemukan purpura, biasanya prognosis

penyakit menjadi buruk. Pada kasus berat ditemukan secara generalisata.

kelainan selaput lendir di orifisium. Kelainan selaput lendir yang paling

sering yaitu sebesar 100 % ditemukan di mukosa mulut. Kemudian disusul

oleh kelainan di orifisium genital eksterna yaitu sebesar 50%. Sedangkan

pada lubang hidung dan anus sebnayak 8% dan 4 %.

Lesi awal berupa vesikel di mukosa bibir, lidah yang kemudian pecah dan

menjadi erosi, eksoriasi, eksudasi, ulserasi dan membentuk

pseudomembran, krusta hemoragik yang berwarna kehitaman yang tebal

serta timbul hipersaliva. Akibat kelainan ini, pasien mengalami kesulitan

menelan. Kelainan ini juga mengenai laring dan saluran pernafasan bagian

atas dengan gejala gangguan pernafasan serta esofagus. Kelainan pada

hidung berupa rhinitis disertai dengan epistaksis dan pembentukan krusta.

Gambar 2. Konjuntivitis Kataralis.

Kelainan pada selaput mata dan mata, 80 % kasus SJS ditemukan kelainan

selaput lendir mata. Kelainan ini paling sering ditemukan adalah

konjunctivitis kataralis. Disamping itu juga dapat terjadi konjungtivitas

pururlen. Kelainan dapat mengenai kornea yang menimbulkan erosi,

perforasi, ulkus, kekeruhan dan mengakibatkan terjadinya kebutaan.

Page 7: pbl blok 15

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan spesifik sindrom Stevens-Johnson, karena itu kebanyakan

pasien diobati sesuai gejala. Pada prinsipnya, pengobatan gejala pasien dengan sindrom

Stevens-Johnson tidak berbeda dari pengobatan pasien dengan luka bakar yang luas.

Tetapi tindakan paling pertama adalah menghentikan pemakaian obat yang dicurigai.

Dokter harus menyadari bahwa pasien SJS mengalami kehilangan cairan yang

banyak dan harus diperlakukan seperti halnya pasien dengan luka bakar termal. Pasien

harus ditangani dengan perhatian khusus pada jalan nafas dan stabilitas hemodinamik,

status cairan, luka, dan kontrol nyeri. Perawatan di UGD harus diarahkan untuk

penggantian cairan tubuh yang hilang dan koreksi elektrolit. Pengobatan terutama

suportif dan simptomatik.

Anestesi topikal berguna dalam mengurangi rasa sakit dan memungkinkan pasien

untuk menerima cairan. Lesi kulit diperlakukan sebagai luka bakar. Area kulit yang

hilang harus ditutupi dengan kompres salin atau larutan Burow.

Sedangkan untuk pengobatan medika mentosa pengobatan dapat dilakukan dengan

pemberian kotikosteroid, pemberian pengobatan dengan kortikosteroid merupakan

tindakan life saving. Jenis kortikosteroid yang biasa digunakan adalah dexametason

dengan dosis 20-30 mg/hari secara intravena. Dosis ini diberikan sampai tidak muncul

lesi baru. Penurunan dosis dilakukan secara cepat yaitu 5 mg/hari. Setelah dosis

mencapai 5 mg/hari, maka pengobatan dilanjutkan dengan pemberian prednisolone 20

mg/hari secara oral. Setelah itu dosis prednisolon diturunkan secara bertahap lalu

dihentikan.5

Kemudian juga bisa dengan pemebrian antibiotika, tujuan pemberian antibiotika

ialah mencegah terjadinya infeksi sekunder seperti bronkopneumonia. Ini dapat terjadi

karena imunitas pasien yang menurun. Antibiotika yang digunakan ialah antibiotika yang

jarng menimbulkan alergi, berspektrum luas dan bakterisisdal, sperti gentamisin 2 x60

mg/hari, secara i.m atau i.v. sefotaxim 3 x 1 gr/hari secara i.v, dibagi dalam 3-4 kali

pemberian. Pemberian AB dihentikan bila dosis dexametason telah mencapai 5 mg/hari

dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

Infus dengan cairan dextrosa 5%, NaCl 0,9 % dan ringer laktat dengan

perbandingan 1:1. Tujuan pemberian infus adalah mengatur dan mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit dan juga pemberian nutrisi dan obat. Selanjutnya

ialah pengobatan topikal. Pasien dimandikan dengan larutan permanganas kalikus

1 :10.000. lesi pada bibir dioleskan dengan kanalog in orabase.

Page 8: pbl blok 15

Konsultasi dokter spesialis seperti THT, mata, penyakit dalam, gigi mulut, dll. Bisa

juga dengan memberikan KCL 3 x 500 mg/hari secara oral guna mencegah terjadinya

hipokalemia. Perlu juga dilakukan diet tinggi protein dan rendah garam dan bila perlu

dilakukan transfusi darah.5

Selain itu lebih baik untuk mencegah SJS dengan cara mengetahui apakah pasien

mempunyai riwayat alergi obat, bila ada jangan diberikan. Lalu memberi obat hanya

kalau ada indikasinya saja.4

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi akibat dari SJS ini adalah bronkopneumonia

yang dapat mengakibatkan kematian dan ditemukan sebanyak 16 %. Komlplikasi lain

yang dapat timbul adalah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan syok,

kekeruhan kornea dan kebutaan.5

P rognosis

Lesi individu biasanya akan sembuh dalam waktu 1-2 minggu, kecuali terjadi

infeksi sekunder. Kebanyakan pasien sembuh tanpa gejala sisa. Kematian ditentukan

terutama oleh tingkat peluruhan kulit. Ketika luas permukaan tubuh (BSA) yang melepuh

kurang dari 10%, tingkat kematian adalah sekitar 1-5%. Namun, ketika lebih dari 30%

BSA , angka kematian adalah antara 25% dan 35%, dan mungkin setinggi 50%.

Bila pengobatan dilakukan cepat dan tepat, biasanya prognosis cukup memuaskan.

Prognosis buruk bila keadaan umum pasien buruk dan terdapat purpura dan

bronkopneumonia.4

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan gejala-gejala serta pemeriksaan fisik dari pasien, pasien

tersebut mengalami Steven Johnson Syndrome. Penyakit ini dikarenakan alergi terhadap

obat tertentu dan harus dilakukan terapi dengan cepat dan tepat agar mendapatkan hasil

yang baik selain itu pemakaian obat yang menyebabkan alergi harus dihentikan. Hipotesis

diterima.

Daftar Pustaka

Page 9: pbl blok 15

1. Noegrohowati T. Alergi obat pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2002.h.19-28.

2. Hällgren J, Tengvall-Linder M, Persson M, Wahlgren CF. Stevens-Johnson syndrome

associated with ciprofloxacin: a review of adverse cutaneous events reported in Sweden

as associated with this drug. J Am Acad Dermatol. Nov 2003;49(5 Suppl):S267-9.

3. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga; 2005.h.81

4. Aru W, Setiyohadi B, et al. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing;

2009.h.387-9.

5. Djuanda A (editor), et al. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI,

2013.h.163-5.