pbl 5 blok 30
DESCRIPTION
PBL blok 30 skenario 5TRANSCRIPT
Euthanasia atas Permintaan Pasien dalam
Praktik Kedokteran
Gian Oktavianto
102010216
Kelompok A7
E-mail: [email protected]
Pendahuluan
Setiap makhluk hidup termasuk manusia akan mengalami siklus kehidupan yang
dimulai sejak proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia, dan diakhiri dengan
kematian, dengan berbagai permasalahannya. Euthanasia merupakan salah satu
permasalahan yang berkaitan dengan proses kematian seseorang yang masih menjadi
permasalahan global yang kompleks. Belum banyak negara-negara di dunia yang
menyetujui tindakan euthanasia ini, termasuk Indonesia. Sejauh ini Indonesia memang
masih belum mengatur secara spesifik mengenai euthanasia. Euthanasia masih dianggap
sama dengan perbuatan pidana menghilangkan nyawa seseorang.
Aspek Hukum
Persetujuan Tindakan Medis1
Peraturan Menteri Kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik
Pasal 1
a. Persetujuan tindakan medic/ inform consent adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
b. Tindakan medic adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa
diagnostic atau terapeutik.
c. TIndakana invasive adalah tindakan medic yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 1
d. Dokter adalah dokter umum/ dokter spesialis dan dokter gigi/ dokter gigi
spesialis yang bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik, atau praktek
perorangan/ bersama.
Pasal 2
1) Semua tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medic yang bersangkutan
serta resiko yang dapat ditimbulkannya.
4) Cara penyampaian da nisi informasi harus disesuaikan dengan tingkat
pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.
Pasal 3
1) Setiap tindakan medic yang mengandung resiko tinggi harus dengan persetujuan
tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persrtujuan.
2) Tindakan medic yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata-nyata
atau secara diam-diam.
Pasal 4
1) Informasi tentang tindakan medic harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta.
2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan
pasien atau pasien menolak memberikan informasi.
3) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan
didampingi oleh seorang perawat/ paramedic lainnya sebagai saksi.
Pasal 5
1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan
medic yang akan dilakukan, baik diagnostic maupun terapeutik.
2) Informasi diberikan secara lisan.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 2
3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai
bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
Pasal 6
1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive lainnya, informasi
harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri.
2) Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat
(1), informasi harus diberikan oleh dokter lain atau perawat, dengan
pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertnaggung jawab.
3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasive
lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan
pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
Pasal 7
1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi.
2) Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
3) Setelah perluasan operasi ssebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan, dokter
harus memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya.
Pasal 8
1) Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan
sehat mental.
2) Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21
tahun (duapuluh satu) atau telah menikah.
Pasal 9
1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cura tele) persetujuan
diberikan oleh wali/ curator.
2) Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh
orang tua/ wali/ curator.
Pasal 10
Bagi pasien dibawah umur 21 (duapuluh satu) tahun dan tidak mempunyai orang
tua/ wali dan atau orang tua/ wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh
kerluarga terdekat atau induk semang (guardian).
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 3
Pasal 11
Dalam hal pasien tidak sadar/ pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga
terdekat dan secara medic berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang
memerlukan tindakan medic segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan
persetujuan siapapun.
Pasal 12
1) Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan
tindakan medis.
2) Pemberian persetujuan tindakan medic yang dilaksanakan di rumah sakit/ klinik,
maka rumah sakit/ klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.
Pasal 13
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medic tanpa adanya persetujuan dari
pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa
pencabutan surat izin prakteknya.
Pasal 14
Dalam hal tindakan medis yang harus dilakukan sesuai dengan program
pemerintah dimana tindakan medic tersebut untuk kepentingan masyarakat
banyak, maka persetujuan tindakan medic tidak diperlukan.
Pasal 15
Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam Peraturan menteri ini
ditetapkan oleh Direktur Jendral Pelayanan Medik.
SK PB IDI no. 319/PB/4/88 mengenai Pernyataan Dokter Indonesia tentang Informed
Consent.
Manusia dewasa & sehat rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang
hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan
medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walau untuk kepentingan
pasien itu sendiri.
Kejahatan Terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia1
Pasal 338 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 4
Euthanasia dan Bunuh Diri1
Pasal 344 KUHP
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
Pasal 345 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun kalau orang itu jadi bunuh
diri.
Praktek Dokter1
Pasal 531 KUHP
Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi
maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya, tanpa
selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam jika
kemudia orang itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau
denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Pasal 53 UU Kesehatan
1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati pasien.
3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan
medic terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan
yang bersangkutan.
4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54 UU Kesehatan
1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 5
3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja MDTK
ditetapkan dengan Keppres.
Aspek Medikolegal
Inform consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan
tidak akan dilakukan terhadap pasien. Dilihat dari aspek hukum, inform consent
bukanlah perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih kea rah persetujuan sepihak atas
layanan yang diberikan pihak lain.2
Inform consent memiliki tiga elemen, yaitu:2
1. Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena
sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi inform consent haruslah seorang
yang kompeten. Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat
keputusan (medis). Secara hukum, seseorang dianggap cakap atau kompeten
adalah apabila telah dewasa (usia telah mencapai 21 tahun atau pernah
menikah), sadar, dan berada dalam keadaan mental yang tidak dibawah
pengampuan.
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan
understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat
membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi
sedemikian rupa agar pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam
hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien dapat dilihat dari
tiga standar, yaitu:
Standar praktek profesi
Kewajiba memberikan informasi dan kriteria keadekuatan informasi
ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis.
Standar ini terlalu mengacu pada nilai-nilai yang ada di dalam komunitas
kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan
pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut.
Standar subyektif
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 6
Keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien
secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk
pasien tersebut membuat keputusa. Sebaliknya dengan standar
sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan atau hampir mustahil,
karena adalah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai
yang secara individual dianut oleh pasien.
Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi
kebutuhan pada umumnya orang awam.
3. Consent elements
Elemen ini juga terdiri dari dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak
adanya tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari
tekanan yang dilakukan tenaga medis. Banyak ahli masih berpendapat bahwa
melakukan persuasi yang tidak berlebihan masih dapat dibenarkan secara moral.
Consent dapat diberikan dengan cara:
a. Dinyatakan (expressed)
Dinyatakan secara lisan
Dinyatakan secara tertulis
Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti
dikemudia hari, umumnya pada tindakan invasive atau yang
berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna.
Permenkes tentang persetujuan tindakan medis
menyatakan bahwa semua jenis tindakan opertaif harus
memperoleh persetujuan tertulis.
b. Tidak dinyatakan (implied)
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent
jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari.
Pasien tidak menyatakan baik secara lisan maupun tertulis, namun
melakukan tingkah laku atau gerakan yang menunjukkan
jawabannya.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 7
Inform consent memliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan
sebelumnya, tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan
dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi yang telah disepakati hanya apabila gawat
darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Sejak disusun pertama kali hingga sekarang, norma-norma dalam kode etik
kedokteran Indonesia (KODEKI) telah mengalami banyak perubahan sebagai
konsekuensi dari dinamika etik itu sendiri yang selalu berupaya mengikuti etika
kedokteran internasional.2
Kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI) terdiri dari empat kewajiban, yaitu
kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sejawat, dan
kewajiban terhadap diri sendiri.2
Bunyi pasal-pasal KODEKI adalah:2
1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumopah
dokter.
Demi Allah, saya bersumpah bahwa :3
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan
terima kasih yang selayaknya;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral
tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;
Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya
dan karena keilmuan saya sebagai dokter;
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan
kedokteran;
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin
diperlakukan;
Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan
sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial;
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 8
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran
saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.
2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar yang tertinggi.
3. Dalam melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji
diri.
5. Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.
6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih saying (compassion) dan penghormatan
atas martabat manusia
b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien
dan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien.
c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya,
dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjada kepercayaan
pasien.
d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 9
8. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan
yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative), baik fisik
maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat
yang sebenar-benarnya.
9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan
bidang lainnya serta masyarakat harus saling menghormati.
10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu
melakukan sesuatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,
ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam
penyakit tersebut.
11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan
atau dalam masalah lainnya.
12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
13. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
14. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin
diperlakukan.
15. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
16. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik.
17. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/ kesehatan.
Aspek Bioetika
Etik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Etik harus
dibedakan dengan sains yang mempelajari moralitas, yaitu etik deskriptif. Etik deskriptif
mempelajari pengaturan empiris tentang moralitas atau menjelaskan pandangan moral
yang saat itu berlaku tentang isu-isu tertentu.2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 10
Etik terbagi dalam etik normative dan metaetik (etik analitik). Pada etik
normative, para filosof mencoba menegakkan apa yang benar secara moral dan mana
yang salah secara moral, dan kaitannya dengan tindakan manusia. Pada metaetik, para
filosof memperhatikan analisis kedua konsep moral diatas.2
Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normative di atas. Bioetik atau
biomedical ethics adalah etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau
penelitian di bidang biomedis.2
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya
suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.
Penilaian baik buruk atau benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan
teori etika yang cukup banyak. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut, yaitu
teori deontology dan teleology. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa teori deontology
mengajarkan bahwa baik buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatan itu
sendiri, sedangkan teleology mengajarkan untuk menilai baik buruk tindakan dengan
melihat hasilnya atau akibatnya.2
Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
putusan etik diperlukan empat kaidah dasar moral, yaitu:2
1. Prinsip otonomi
Prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien
(the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan
doktrin inform consent.
2. Prinsip beneficence
Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien.
Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan pasien saja,
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi
buruknya (mudharat).
3. Prinsip non-maleficence
Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”.
4. Prinsip justice
Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun
dalam mendistribusikan sumber daya.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 11
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman
dalam mengambil keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi
sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai dalam etika profesi
tercermin dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. 2
Euthanasia
Euthanasia adalah pengakhiran hidup seseorang yang sangat sakit dalam rangka
untuk membebaskan mereka dari penderitaan mereka. Seseorang yang menjalani
euthanasia biasanya memiliki kondisi (medis) yang tak tersembuhkan. Tapi ada kasus
lain di mana beberapa orang ingin hidupnya berakhir. Dalam banyak kasus, hal ini
dilakukan atas permintaan seseorang (pasien), tetapi ada kalanya mereka mungkin
terlalu sakit dan keputusan dibuat oleh saudara, tenaga medis atau, dalam beberapa
kasus, pengadilan. Istilah euthanasia berasal dari kata Yunani, euthanatos, yang artinya
mati dengan baik tanpa penderitaan. Euthanasia dapat dilakukan baik dengan
memberikan suntikan mematikan, atau tidak melakukan apa yang diperlukan untuk
menjaga seseorang hidup. Seringkali orang-orang menyebut euthanasia sebagai “mercy
killing”.4,5
Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu:4-7
1. Voluntary euthanasia
Euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri karena
penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit
yang diakibatkannya.
2. Non-voluntary euthanasia
Orang lain, bukan pasien, mengandaikan, bahwa euthanasia adalah pilihan yang
akan diambil oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar tersebut jika si
pasien dapat menyatakan permintaannya.
3. Involuntary euthanasia
Merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien tanpa persetujuannya.
Selain tiga bentuk euthanasia di atas, penggolongan euthanasia yang paling
praktis dan mudah dimengerti adalah:4-7
1. Euthanasia aktif
Tindakan secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Merupakan tindakan yang
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 12
dilarang, kecuali di negara yang telah membolehkannya lewat peraturan
perundangan.
2. Euthanasia pasif
Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan
bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, misalnya
menghentikan pemberian infus, makanan lewat sonde, alat bantu nafas, atau
menunda operasi.
3. Auto euthanasia
Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan
medis & dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri
hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan
tertulis tangan). Auto euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas
permintaan.
Kesimpulan
Jika dikaitkan kembali dengan hak asasi manusia (HAM), euthanasia tentu
melanggar HAM, yaitu hak untuk hidup. Meski tidak secara tegas diatur, euthanasia
tetap melanggar KUHP. Dari ketentuan pasal 344 KUHP, jelas bahwa yang diatur dalam
KUHP tersebut adalah euthanasia aktif dan sukarela (voluntary). Sehingga dalam
praktiknya di Indonesia, Pasal 344 KUHP ini sulit diterapkan untuk menyaring
perbuatan euthanasia sebagai tindak pidana, sebab euthanasia yang sering terjadi
adalah euthanasia pasif, sedangkan pengaturan yang ada melarang euthanasia aktif dan
sukarela. Pada sisi lain, walaupun KUHP tidak secara tegas menyebutkan
kata euthanasia, namun, berdasarkan ketentuan Pasal 344 KUHP seharusnya dokter
menolak melakukan tindakan untuk menghilangkan nyawa, sekalipun pasien ataupun
keluarga pasien menghendaki. Secara hukum, norma sosial, agama dan etika
dokter, euthanasia tidak diperbolehkan.6
Daftar Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 13
1. Staf pengajar bagian kedokteran forensic fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Cetakan ke-2.
Jakarta: Bagian kedokteran forensic fakultas kedokteran Universitas Indonesia,
1994. H 20-5, 37, 41.
2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswja TD. Bioetik dan hukum kedokteran, pengantar
bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Bagian kedokteran forensic
fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 2005. H 29-32, 49-51, 79-83.
3. Diunduh dari https://ropeg-kemenkes.or.id/documents/pp196026.pdf pada
Rabu, 8 Januari 2014.
4. Euthanasia and physician assisted suicide. Diunduh dari
http://www.bbc.co.uk/ethics/euthanasia pada Selasa, 7 Januari 2014.
5. Euthanasia and assisted suicides. Diunduh dari
http://www.nhs.uk/conditions/euthanasiaandassistedsuicide/Pages/Introducti
on.aspx pada Selasa, 7 Januari 2014.
6. Kusumasari D. Pengaturan euthanasia di Indonesia. Diunduh dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2235/pengaturan-euthanasia-di-
indonesia pada Rabu, 8 Januari 2014.
7. Euthanasia. http:// www.fk.uwks.ac.id/elib/arsip/departemen/.../ euthanasia
%20(13).pdf , 30 Desember 2008. Diunduh pada Rabu, 8 Januari 2014.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana – Januari 2014 14