pbb-p2

14
1. Fiona Kirana 2. Lindri Suhartati 3. Luh Chandra Dewi 4. Maria Flora Pekey 5. Muh. Fadhil Achyari 6. Nita Chartland S 7. Muh. Saifuddin Tanjung 8. Muh. Syarif Lubis 9. Nabilah Amalia 10. Nasarudin Ali Kamarullah 11. Raja Arie Anastia Puti PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Kelompok 2

Upload: faturokhman-eka-nugraha

Post on 08-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jklsdf

TRANSCRIPT

Page 1: PBB-P2

1. Fiona Kirana

2. Lindri Suhartati

3. Luh Chandra Dewi

4. Maria Flora Pekey

5. Muh. Fadhil Achyari

6. Nita Chartland S

7. Muh. Saifuddin Tanjung

8. Muh. Syarif Lubis

9. Nabilah Amalia

10. Nasarudin Ali Kamarullah

11. Raja Arie Anastia Puti

PAJAK BUMI DAN

BANGUNAN

Kelompok 2

Page 2: PBB-P2

Menurut Marihot (2010: 553) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah “Pajak atas Bumi dan atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Bumi menunjuk pada permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan dan digunakan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.”

PENGERTIAN

Page 3: PBB-P2

Objek Pajak adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

• Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah : jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; jalan tol;kolam renang;pagar mewah;tempat olah raga;galangan kapal, dermaga;taman mewah;tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas,  pipa minyak; dan menara.

• Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak adalah objek pajak yang :

• digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan digunakan oleh Badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

OBJEK PAJAK

Page 4: PBB-P2

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah  orang pribadi atau Badan yang secara nyata

mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau

memperoleh manfaat atas Bangunan.

SUBJEK  PAJAK

Page 5: PBB-P2

Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata

mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau

memperoleh manfaat Bangunan.

WAJIB PAJAK

Page 6: PBB-P2

1. Adanya peraturan pajak atas tanah yang tumpah tindih.

2. Amanat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)

3. Manfaat Bumi dan Bangunan

LANDASAN PEMIKIRAN YANG MELATAR BELAKANGI LAHIRNYA UNDANG-UNDANG

PBB (PAJAK BUMI DAN BANGUNAN)

Page 7: PBB-P2

PENYELENGGARAAN PBB P2 DI DAERAH

Pendaerahan PBB P2 menurut beberapa penggagasnya, diharapkan akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaannya. Hal ini dinilai akan dapat terwujud bila pengelolaan PBB P2 diserahkan kepada masing-masing pemegang otonomi. Pada gilirannya diharapkan akan membawa iklim demokrasi yang lebih baik karena berakar langsung pada kondisi konkrit di daerah yang bersangkutan.

Page 8: PBB-P2

Sebenarnya jika dilihat dari proses pemungutannya sejak dulu pemerintah daerah telah terlibat aktif terutama dalam hal penyampaian SPPT PBB P2 kepada wajib pajak dan pelaksanaan penagihan yang dilakukan secara bersama-sama dengan dibentuknya tim intensifikasi penagihan PBB P2. Namun demikian peran daerah tersebut sebenarnya tidak bisa dikatakan secara otomatis bahwa daerah mampuh mengelolah pajak ini dengan baik seperti yang selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat. Masih perlu banyak hal yang harus dipertimbangkan, seperti masalah teknis administratif, SDM, struktur organisasi, teknologi informasi dan hal-hal lainnya. Demikian juga masalah bagaimana menjaga kesinambungan penerimaan negara (fiscal sustainability) dan beban pajak masyarakat. Untuk itu perlu perhatian dan persiapan serius bagi pemda yang nantinya akan mengelola PBB P2. Masyarakat sangat berharap jangan sampai upaya pendaerahan PBB P2 itu justru menjadi tidak produktif dan akan semakin menambah beban masyarakat dan pemda itu sendiri.

Page 9: PBB-P2

Jika ditinjau dari sisi pengalihan penerimaan sebenarnya tidak semua daerah akan menikmati pertumbuhan PAD dari PBB P2. Dari hasil analisa perhitungan perubahan penerimaan PBB P2 akibat dari berlakunya UU 28 tahun 2009, hanya akan dinikmati oleh kota-kota besar saja yang dalam waktu dekat akan mengalami penambahan penerimaan dari proses devolusi ini. Menurut UU PBB, pemerintah Kabupaten/Kota akan menerima penerimaan PBB P2 sebesar 64,8% ditambah : 

1. Bagi rata penerimaan (6,5% dibagi seluruh jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia).

2. Insentif bagi pemda Kabupaten/Kota yang capaian realisasi penerimaannya 100% (3,5% dibagi menurut proporsi capaian penerimaan).

3. Sebagian dari biaya pemungutan.

Tambahan dari ke tiga item di atas itu saja ditahun 2010 paling tidak akan mencapai 2,5-3 miliar setahun. Dengan berlakunya UU PDRD maka skema bagi hasil di atas menjadi tidak berlaku lagi. Pemda Kabupaten/Kota akan murni menerima seluruh penerimaan PBB P2 untuk setiap tanah dan atau bangunan yang hanya berada di lokasinya saja menjadi PAD tanpa perlu dibagi lagi ke daerah lain dan Propinsi. Dengan demikian terbuka peluang tambahan penerimaan dari PBB P2 sebesar 35,2%.

Page 10: PBB-P2

MEKANISME PENETAPAN PBB-P2

Untuk menyusun ketetapan PBB P2 ada 3 variabel inti yang perlu dipersiapkan baik oleh pemerintah daerah sendiri maupun bersama-sama dengan DPRD. Ketiga variabel tersebut antara lain :

1. Tarif pajak ditetapkan dengan Perda sebesar maksimal 0.3%

2. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) à NJOPTKP ditetapkan dengan Perda sebesar paling rendah 10 juta rupiah

3. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) à NJOP diatur melalui peraturan Bupati/ Walikota.

Perhitungan ketetapan PBB P2 dalam UU PDRD ini sedikit berbeda dibandingkan dengan UU PBB lalu. Perbedaan terlihat terutama pada penerapan tarif (maksimal 0.3%) dan NJOPTKP (minimal 10 juta rupiah). Tarif efektif yang dulu berlaku ada 2 yaitu 0.1% untuk objek pajak yang NJOP-nya lebih kecil dari 1 miliar rupiah dan 0.2% apabila NJOP-nya lebih besar atau sama dengan 1 miliar rupiah.

MEKANISME PENETAPAN DAN PEMUNGUTAN PBB P2

Page 11: PBB-P2

MEKANISME PEMUNGUTAN PBB

Tahap selanjutnya setelah pemda kabupaten/kota menghitung besaran PBB P2 yang nantinya akan tertuang dalam SPPT, langkah selanjutnya adalah melakukan proses penetapan SPPT.Setelah seluruh SPPT tercetak, tahap selanjutnya adalah melakukan distribusi SPPT ke seluruh wajib pajak melalui channel Kecamatan, Kelurahan dan RT/RW.

Proses selanjutnya adalah mengadministrasikan pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak. Saluran pembayaran PBB P2 selama ini dapat dilakukan melalui bank-bank tempat pembayaran yang ditunjuk atau dapat pula melalui sistem jaringan ATM dan internet banking.

Apabila jatuh tempo 6 bulan setelah SPPT diterima terlampaui dan wajib pajak belum melakukan pembayaran PBB P2, maka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota adalah melakukan proses penagihan aktif (law enforcement). Tentunya ada beberapa prosedur yang harus dilalui sebelum sampai pada proses penagihan secara aktif oleh fiskus.

Page 12: PBB-P2

MANFAAT PENGALIHAN PBB P2 MENJADI PAJAK DAERAH

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengalihan pengelolaan BPHTB dilaksanakan mulai 1 Januari 2011 dan pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke seluruh pemerintahan kabupaten/kota dimulai paling lambat 1 Januari 2014.

Dengan pengalihan ini, penerimaan PBB-P2 akan sepenuhnya masuk ke pemerintah kabupaten/kota sehingga diharapkan mempu meningkatkan jumlah pendapatan asli daerah. Pada saat PBB-P2 dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8 %. Setelah pengalihan ini, semua pendapatan dari sektor PBB-P2 akan masuk ke dalam kas pemerintah daerah.

Page 13: PBB-P2

• Faktor Penghambat Proses Peralihan PBB- P2 menjadi Pajak Daerah

1. Terbatasnya Sumber Daya Manusia baik Jumlah maupun Kompetensi yang Dibutuhkan

2. Koordinasi Antar-Instansi/Lembaga Pemerintah Kota menghadapi kendala kurang intensifnya koordinasi dan komunikasi baik koordinasi dan komunikasi di antara internal DPKD, dengan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terlibat dalam perencanaan persiapan pengalihan PBB P2.

• Faktor Pendukung Proses Peralihan PBB-P2 Menjadi Pajak Daerah

Tersedianya Dana atau Pembiayaan Pemerintah daerah dengan DPRD telah menyepakati tentang pentingnya untuk mengalokasikan dalam anggaran APBN.

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PROSES PERALIHAN PBB-P2 MENJADI

PAJAK DAERAH

Page 14: PBB-P2

SYUKRAN very Much….