patofisiologi kejang
TRANSCRIPT
7/16/2019 patofisiologi kejang
http://slidepdf.com/reader/full/patofisiologi-kejang-563389bad724a 1/2
Andre Hendrajaya
Sumber :
Mardjono, M dan Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar : EEG dan kejang
simtomatik/epileptik : 439. Dian Rakyat : Jakarta
Patofisiologi terjadinya kejang :
- Tertumpuknya zat nuerotransmitter asetilkolin
Asetilkolin merupakan zat yang merendahkan potensial membran post sinaptik,
diproduksi oleh neuron kolinergik. Contoh kasusnya yakni: jejas otak, dan tumor otak.
- Lepasan muatan secara primer nuklei intralaminer talami “centercephalic”
Nuklei talamus melepaskan muatan listrik kemudian terjadi input ke korteks serebri.
Jika tidak terdapat input maka terjadi koma, jika dari intralaminar lepas muatan listrik
berlebih ke korteks (talamokortikal ) maka terjadi kejang otot seluruh tubuh (konvulsi
umum) dan hal ini menghalangi neuron pembina kesadaran (hilang kesadaran).
contohnya pada grand mal epilepsi.
- Substansia retikularis di bagian rostral mesensefalon dapat melakukan blokade pada
inti-inti intralaminar tamlik sehingga terjadi kehilangan kesadaran, tanpa kejang otot
skeletal. Contohnya pada : petit mal.
- Eksitasi kortikal ke intralaminar, kemudian eksitasi dari inti intralaminar talamik ke
kortikal. Terjadi misalny pada epilepsi fokal simtomatik yang dilanjutkan tonik klonik
seluruh otot skeletal.
- Kelainan struktur dendrit sekitar inti intralaminar talamik menimbulkan pelepasan
muatan listrik, atau blokade sejenak seperti pada petit mal
- Febrile convulsion yakni kejang anak /bayi yg mendapat demam. Ada yang mendapat
kejang dengan variasi temperatur yang berbeda. Demam menyebabkan nuklei
intralaminer lebih peka untuk diaktifkan atau keadaan ambang muatan listrik neuron
kortikal direndahkan sehingga terjadi kejang. Febrile convulsion tidak digolongkan
epilepsi.
- Kurangnya zat inhibitor seperti GABA (gamma amino butiric acid). GABA berfungsi
untuk memfasilitasi terjadinya influks klorida ke dalam intrasel. Jika terjadi gangguan
pada jumlah GABA maka kondisi potensial aksi presinaptik menjadi lebih positif
sehingga memudahkan terjadinya eksitasi.