patofisiologi pneumotoraks
TRANSCRIPT
Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik, iatrogenik.
Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan pneumotoraks
iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostic ataupun terapeutik. (1)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural
ditemukan pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-
assisted thoracoscopic surgery dan torakotomi. (1). Kasus pneumotoraks spontan
primer sering dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari pembentukan
bula subpleural(1,2), namun pada sebuah penelitian dengan komputasi tomografi (CT-
scan) menunjukkan bahwa 89% kasus dengan bula subpleural adalah perokok
berbanding dengan 81% kasus adalah bukan perokok. (1)
Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori
menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang
kemudian diikuti oleh serbukan netrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan–antioksidan serta
menginduksi terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan
meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial
paru menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum
akan meningkat dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi
pneumotoraks. (1)
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara akibat
rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan
tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah
kecil dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini adalah
timbulnya sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2. (3)
Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam patogenesis
terjadinya pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks spontan
primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan,
homosisteinuria, serta sindrom Birt-Hogg-Dube. (2)
Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/ penyakit paru yang sudah ada
sebelumnya (1,2). Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar
yang melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke
interstitial menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara
akan berpindah melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan
menimbulkan pneumotoraks. (1). Beberapa penyebab terjadinya pneumotoraks
spontan sekunder adalah:
Penyakit saluran napas
o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
Penyakit infeksi paru
o Pneumocystic carinii pneumonia
o Necrotizing pneumonia (infeksi oleh kuman anaerobik, bakteri gram negatif
atau staphylokok)
Penyakit paru interstitial
o Sarkoidosis
o Fibrosis paru idiopatik
o Granulomatosis sel langerhans
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
Penyakit jaringan penyambung
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
o Polimiositis dan dermatomiosis
o Sleroderma
o Sindrom Marfan
o Sindrom Ethers-Danlos
Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
Endometriosis toraksis (1)
Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun non-
penetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Bila terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes karena tidak ada lagi
tarikan ke luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak
diikuti dengan pengembangan paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang
sama sekali. Tekanan pleura yang normalnya negatif akan meningkat hingga
menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian yang mengalami pneumotoraks. (2,4)
Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis atau bedah. Salah
satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic needle
aspiration), torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif
(positive pressure mechanical ventilation). Angka kejadian kasus pneumotoraks
meningkat apabila dilakukan oleh klinisi yang tidak berpengalaman. (2)
Pneumotoraks ventil (tension pneumothorax) terjadi akibat cedera pada parenkim paru
atau bronkus yang berperan sebagai katup searah. Katup ini mengakibatkan udara
bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara
tersebut. Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada perawatan intensif yang dapat
menyebabkan terperangkapnya udara ventilator (ventilasi mekanik tekanan positif) di
rongga pleura tanpa adanya aliran udara balik. (2,4)
Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura sehingga
menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral. Hal ini
menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung turun
karena venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan
pertukaran udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral.
Hipoksia dan turunnya curah jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang
akan berakibat fatal jika tidak ditangani secara tepat. (2,4)
1. Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous pneumothorax. N Eng J Med 2000; 342: 868-74
2. Bascom R. Pneumothorax. 2006. Available from:
http://www.emedicine.com/med/fulltopic/topic1855.htm#section%7EIntroduction
3. Chang AK. Pneumothorax, Iatrogenic, Spontaneous and Pneumomediastinum. 2007.
Available from: http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC469.HTM
4. Boowan JG. Pneumotoraks, Tension and traumatic. 2006. Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC470.HTM
5. Arief N, Syahruddin E. Pneumotoraks. 2008
A. Definisi
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2003).
Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk
ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorax dapat menyebabkan cardiorespiratory
distress dan cardiac arrest.
Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif,
2000)
B. Etiologi
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding
dada. Dapat berupa pneumothorak yang tertutup dan terbuka atau
menegang(”Tension Pneumothorak”). Kurang lebih 75% trauma tusuk
pneumothorak disertai hemotorak.
Pneumothoraks menyebabkan paru kollaps,baik sebagian maupun keseluruhan
yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejala sesak nafas
progressif sampai sianosis gejala syok.
C. Klasifikasi
Pneumothoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yag berumur sekitar 40
tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumothorax sering dijumpai pada
musim penyakit batuk.
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan
penyebabnya:
1. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi
jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga
disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang
disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-
kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat
keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan
komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun,
asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan).
2. Pneumotoraks traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka
tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).
Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu
(misalnya torakosentesis).
3. Pneumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru
mengalami kolaps.
Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung
secara efektif sehingga terjadi syok.
D. Patofisiologi Pneumothoraks
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara pleura
parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit
cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan
negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri
dari 2 tahap : fase inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase inspirasi tekanan intrapleura
: -9 s/d -12 cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: -3 s/d -6
cmH2O.
Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada cavum
pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga
akan mengganggu pada proses respirasi.
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya :
Pneumotorak spontan
Oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi, keganasan), neonatal
Pneumotorak yang di dapat
Oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma
Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis
Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock
Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya dengan hubungan luar menjadi
:
Open pneumotorak
Closed pneumotorak
Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar patofisiologi yang
hampir sama.
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension
pneumotorak, dan open pneumotorak
Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura
visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini pecah, maka
akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intralveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak
spontan, paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga
tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi
cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi
mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan
mediastinal flutter.
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna.
Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock
dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura
dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed
pneumotorak.
Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karenaelastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana
proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi
menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru
dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup, terjadilah penekanan
vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya
dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.
Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkunga
luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit
(sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis). Bilamana
terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk ke
dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan
intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang
menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke
mediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter.
Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi
cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara
terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup.
Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh
karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak
Alveoli disangga oleh kapilere yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek,
apabial alveoli tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat maka udara
masuk dengan mudah menuju kejaringan peribronkovaskuler gerakan nafas yang
kuat, infeksi dan obstruksi endrobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi
yang memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli
dapat mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskuler robekan pleura kearah yang
berlawanan dengan tilus akan menimbulkan pneumothoraks, sedangkan robekan
yang mengarah ke tilus dapat menimbulkan pneumomediastinum dari mediastinum
udara mencari jalan menuju ke atas, ke arah leher. Diantara organ – organ
medistinum terdapat jairngan ikat yang longgar sehingga mudah ditembus oleh
udara . Dari leher udar menyebar merata di bawah kulit leher dan dada yang
akhirnya menimbulkan emfisema sub kutis. Emfisema sub kutis dapat meluas ke
arah perut hingga mencapai skretum.
E . Tanda Dan Gejala
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam
rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis).
Gejalanya bisa berupa:
Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk
- Sesak nafas
- Dada terasa sempit
- Mudah lelah
- Denyut jantung yang cepat
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi)
F. Pemeriksaan diagnosa
Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya penurunan suara
pernafasan pada sisi yang terkena.
Trakea (saluran udara besar yang melewati bagian depan leher) bisa terdorong ke
salah satu sisi karena terjadinya pengempisan paru-paru.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1. Rontgen dada ( adanya udara diluar paru-paru)
2. Gas Darah Arteri.
ASSESSMENT
Pengkajian selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
- Kaji dan pertahankan jalan nafas
- Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
- Gunaka alat bantu jalan nafas, jika perlu
- Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anastesi untuk dilakukan intubasi jika
tidak mampu mempertahankan jalan nafas.
Breathing
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi >
92%
Berikan oksigen dengan aliran tinggin melalui non re-breath mask
Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
Periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
Kaji respiratory rate
Periksa sistem pernafasan
Cari tanda deviasi trachea,deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak
Circulation
ü Kaji heart rate dan rhytem
ü Catat tekanan darah
ü Lakukan pemeriksaan EKG
ü Lakukan pemasangan IV akses
ü Lakukan pemerikasaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit.
Disability
a. lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU
b. penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan
membutuhkan pertolongan di ICU
Exposure
a. pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan
pemeriksaan fisik lainnya
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks
antara lain dengan melakukan :
Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura
menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada
pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil
tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang
tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke luar.
Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura
dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi
negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan berubah menjadi negatif
karena udara yang keluar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ven il.
1) Dapat memakai infus set
2) Jarum abbocath
3) Pipa WSD ( Water Sealed Drainage )
Pipa khusus ( thoraks kateter ) steril, dimasukan kerongga pleura dengan perantara
thoakar atau dengan bantuan klem penjepit ( pean ). Pemasukan pipa
plastik( thoraks kateter ) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis aksila
belakang. Swelain itu data pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula tengah.
Selanjutnya ujung sela plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa
plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang berada dibotol sebaiknya berada 2 cm
dibawahpermukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar
melalui tekanan tersebut.
Penghisapan terus – menerus ( continous suction ).
Penghisapan dilakukan terus – menerus apabial tekanan intra pleura tetap positif,
penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10 – 20 cm H2O
dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera teryjadi perlekatan antara
pleura viseralis dan pleura parentalis.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah negative
lagi, drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka drain
dicabut.
3. Tindakan bedah
Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang
menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari
paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali.
Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat
fistel.
Pengobatan tambahan :
v Apabila terdapat proses lai diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya ;
- Terhadap proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis.
- Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi
laksan ringan ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak dapat
perlu mengejan terlalu keras.
v Istirahat total
- Penderita dilarang melakukan kerja keras ( mengangkat barang
berat ), batuk, bersin terlalu keras, mengejan.
H . Pencegahan Pneumothoraks
Pada penderita PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik-baiknya, terutama bila
penderita batuk, pemberian bronkodilator anti tusif ringan sering sering dilakukan
dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan keras-keras. Juga penderita tidak boleh
mengangkat benda-benda berat atau mengejan terlalu kuat.
Penderita TB paru, harus diobati dengan baik sampai tuntas. Lebih baik lagi bila
penderita TB masih dalam tahap lesi minimal, sehingga penyembuhan dapat
sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti.
Rehabilitasi
Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan
secara baik untuk penyakit dasar.
Untuk sementara waktu ( dalam beberapa minggu ), penderita dilarang mengejan,
mengangkat barang berat, batuk atau bersin yang terlalu keras.
Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah laksan ringan.
Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk atau
sesak nafas.
I. Pengobatan Pneumothoraks
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura, sehingga paru-
paru bisa kembali mengembang.
Pada pneumotoraks yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena
tidak menyebabkan masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara
akan diserap.
Penyerapan total dari pneumotoraks yang besar memerlukan waktu sekitar 2-4
minggu.
Jika pneumotoraksnya sangat besar sehingga menggangu pernafasan, maka
dilakukan pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga yang memungkinkan
pengeluaran udara dari rongga pleura. Selang dipasang selama beberapa hari agar
paru-paru bisa kembali mengembang. Untuk menjamin perawatan selang tersebut,
sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit.