patofis, gejala klinis, diagnosa

19
1.2 MORBUS HANSEN 1.2.4 PATOGENESIS Patogenesis yang menyebabkan kerusakan jaringan disebabkan oleh empat prinsip yang menyebabkan kerusakan jaringan. (1) 1.2.1 Derajat ekspresi CMI (cell mediated immunity) Lepromatous leprosi terjadi karena kegagalan CMI spesifik melawan M. leprae yang mengakibatkan multifikasi bakteri, penyebaran dan akumulasi bakteri dari antigen serta menyerang jaringan lunak. Ketidakaktifan dari lymphocite dan macrofage menandakan bahwa kerusakan jaringan saraf perifer lambat dan memiliki onset yang gradual. Sedangkan pada tuberkuloid leprosy, CMI berekspresi dengan kuat, sehingga infeksi terbatas pada sebagian bagian kulit dan persarafan perifer. Infiltrasi limfosit yang cepat menyebabkan kerusakan saraf. Antara kedua bentuk tipe terletak bentuk batas penyakit, yang mencerminkan keseimbangan antara CMI dan bakteri. 1.2.2 Tingkat luasnya infeksi dan multifikasi bakteri. Pada lepromatous leprosi, penyebaran secara hematogen telah terjadi. Basil menyebar mulai dari lokasi superfisial, termasuk mata, mukosa saluran pernafasan

Upload: kinanthiparamita

Post on 03-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Penjelasan

TRANSCRIPT

Page 1: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

1.2 MORBUS HANSEN

1.2.4 PATOGENESIS

Patogenesis yang menyebabkan kerusakan jaringan disebabkan oleh empat prinsip yang

menyebabkan kerusakan jaringan.(1)

1.2.1 Derajat ekspresi CMI (cell mediated immunity) Lepromatous leprosi terjadi karena

kegagalan CMI spesifik melawan M. leprae yang mengakibatkan multifikasi bakteri,

penyebaran dan akumulasi bakteri dari antigen serta menyerang jaringan lunak.

Ketidakaktifan dari lymphocite dan macrofage menandakan bahwa kerusakan jaringan

saraf perifer lambat dan memiliki onset yang gradual. Sedangkan pada tuberkuloid

leprosy, CMI berekspresi dengan kuat, sehingga infeksi terbatas pada sebagian bagian

kulit dan persarafan perifer. Infiltrasi limfosit yang cepat menyebabkan kerusakan

saraf. Antara kedua bentuk tipe terletak bentuk batas penyakit, yang mencerminkan

keseimbangan antara CMI dan bakteri.

1.2.2 Tingkat luasnya infeksi dan multifikasi bakteri. Pada lepromatous leprosi,

penyebaran secara hematogen telah terjadi. Basil menyebar mulai dari lokasi

superfisial, termasuk mata, mukosa saluran pernafasan bagian atas, testis, otot- otot

halus, tulang pada tangan, kaki dan wajah, dan juga persarafan perifer dan kulit. Pada

tuberkuloid leprosy, multifikasi basil terbatas penyebarannya pada wilayah yang tidak

luas dan basil tidak dapat dengan mudah ditemukan.

1.2.3 Kerusakan jaringan yang diakibatkan proses imunologis : reaksi kusta Pada pasien

dengan tipe borderline (BT,BB,BL) imunologis pasien tidak stabil dan beresiko

terjadinya respon reaksi imunomediasi. Pada reaksi type 1 terjadi penundaan reaksi

hipersensitifitas yang disebabkan oleh meningkatnya paparan dari antigen M. leprae

pada kulit dan jaringan persarafan. Pada reaksi type 2, erithema nodusum leprosum

Page 2: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

tejadi karena adanya imun komplek deposisi dan sering terjadi pada pasien type BL

dan LL yang memproduksi antibodi dan memiliki antigen yang kuat.

1.2.4 Kerusakan persarafan dan komplikasinya. Kerusakan persarafan terjadi pada lesi

kulit, serabut saraf sensorik dan otonom yang mensuplai dermal serta subkutan

mengalami kerusakan. Kerusakan pada persarafan ini akan mengakibatkan kehilangan

sensasi sensorik dan hilangnya ekskresi keringat pada area lesi. Ujung saraf perifer

rentan karena letak mereka di superfisial ataupun pada fibro-osseus tunnel. Karena hal

ini, peningkatan diameter dari persarafan akan mengakibatkan peningkatan tekanan

intra neural. Akibatnya akan terjadi kompresi neural yang mengakibatkan iskemik.

Kerusakan pada persarafan perifer akan memberikan tanda-tanda hilangnya rasa

sensoris berdasarkan dermatom dan hilangnya fungsi motorik yang dipersarafi oleh

persarafan yang rusak tersebut. Bukti fisiologis keterlibatan saraf otonom pusat dan

perifer juga telah dilaporkan.

Kerusakan persarafan menyebabkan timbulnya anastesia, kelemahan otot dan kontraktur

serta disfungsi autonomik. Hal ini akan memudahkan terjadinya trauma, terbentur, luka,

terbakar, terpotong, yang akhirnya akan menjadi nekrosis jaringan karena trauma yang terjadi

terus-menerus yang akan menjadi ulserasi, secondary selulitis, dan osteomielitis serta

hilangnya jaringan lunak pada akhirnya akan berakhir pada kecacatan.1

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas seluler, dengan demikian

makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan

bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan. Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem

imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya

setelah kuman di fagosit, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak

aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia langhans. Bila infeksi ini tidak segera

Page 3: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

di atasi akan terjadi rekasi berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf

dan jaringan sekitarnya.4

Sel schawn merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae, di samping itu sel

Schwann berfungsi sebagai demielinasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi

bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan

beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan yang

progesif.4

1.2.5 Manifestasi klinis

Lesi awal dan gejala yang muncul

Gejala prodromal sangat jarang dan penyakit ini diidentifikasi hingga munculnya

suatu erupsi pada kulit. Manifestasi klinis pertama pada 90% pasien adalah mati rasa, dan

mungkin terjadi beberapa tahun sebelum lesi pada kulit dan tanda-tanda lainnya di temukan.

Awalnya akan terjadi perubahan sensitifitas sensorik terhadap suhu dan raba ringan, paling

sering terjadi di tangan dan kaki. Kehilangan kemampuan membedakan panas dan dingin

terjadi lebih awal dari pada sensibilitas terhadap benda tajam. Gejala tanda-tanda kerusakan

pada saraf dan intensitasnya tergantung pada jenis kusta yang dialami.3

Pasien sering datang dengan gejala gangguan pada saraf: yaitu kelemahan atau anestesi

karena lesi yang menyerang saraf perifer, atau melepuh, terbakar atau ulkus di tangan dan

kaki yang mengalami anestesi. Pada pasien dengan tipe borderline mungkin tampak reaksi

dengan nyeri saraf, tiba-tiba palsy, beberapa lesi baru pada kulit, nyeri pada mata, atau

demam sistemik.1

Lesi yang pertama kali muncul biasanya adalah berkurangnya sensasi sensorik pada

kulit, atau lesi kulit terlihat. Lesi yang awal kali muncul, berdasarkan survei, merupakan

kusta indeterminate, yang paling sering ditemukan pada wajah, permukaan ekstremitas,

Page 4: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

pantat atau badan. Pada daerah Kulit kepala, ketiak, lipatan paha dan kulit daerah pinggang

cenderung aman dari lesi. Lesi indeterminate terdiri dari satu atau lebih dengan sedikit

hipopigmentasi atau makula eritematosa, dengan diameter beberapa sentimeter, dengan batas

yang tidak tegas. Pertumbuhan rambut dan fungsi saraf tidak terganggu. Biopsi dapat

menunjukkan infiltrasi perineurovascular, dan bila dilakukan pemeriksaan yang

berkelanjutan akan ditemukan sedikit BTA.1 atau bahkan tidak didapatkan BTA.3

Tuberkuloid Leprosy (TT)

Lesi tuberkuloid yang tunggal atau sedikit jumlahnya (lima atau kurang) dan distribusi

yang asimetris. Lesi dapat hipopigmentasi atau eritematosa, dan biasanya kering, bersisik,

dan rambut yang rontok. Lesi khas kusta tuberkuloid besar, disertai plaque eritematosa

dengan batas jelas dengan bagian tepi yang meninggi dan didapatkan central healing.

Predileksi tersering adalah wajah, tungkai, atau tubuh. Sedangkan bagian yang tidak

didapatkan lesi pada kulit kepala, ketiak, selangkangan, dan perineum.3

Lesi pada kulit yang tampak berupa plak yang mencolok (berbeda warna dengan kulit

sekitarnya), eritematosa, copper coloured atau ungu, tampak peninggian pada tepi lesi dan

hipopigmentasi pada tengah lesi. Eritema mungkin tidak tampak pada pasien dengan kulit

yang lebih gelap. Gangguan sensorik sulit di temukan pada wajah dikarenakan banyaknya

suplai dari ujung saraf sensorik. Jika pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan

menggunakan jari, di bagian luar, maka akan teraba saraf yang menebal di sekitarnya,

misalnya nervus ulnaris menebal jika terdapat lesi di lengan. Umumnya didapatkan

efloresensi makula pada lesi, erythematous di kulit yang cerah dan hipopigmentasi (tidak

pernah depigmentasi) di kulit gelap.1

Borderline Tuberkuloid (BT)

Page 5: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

Lesi ini menyerupai tipe TT kecuali bahwa lesi lebih kecil dan jumlah lesi yang lebih

banyak. Terdapat satelitlesi disekitar makula yang besar dan plaques.3 gambaran

hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya

gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya

ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal. Terdapat lebih sedikit rambut rontok.4

Mid borderline (BB)

Dalam kusta borderline, lesi kulit banyak (tapi masih dapat dihitung) dan merah, plak

berbentuk tidak teratur. Lesi satelit kecil dapat mengelilingi plak lebih besar. Tepi lesi susah

digolongkan sehingga lebih condong di tipe tuberkuloid. nerves mungkin menebal dan nyeri,

anestesi hanya sedang pada lesi.3

Merupakan tipe yang paling tidak stabil dari semua tipe dalam spektrum penyakit kusta.

Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai. Lesi dapat berupa lesi

yang infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi

yang melebihi BT dan cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk,

ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out yang merupakan cirri khas tipe ini.

Pemeriksaan bakteriologis ditemukan sejumlah bakteri, reaksi lepromin biasanya negatif, lesi

merah dan bentuk ireguler, lesi satelit kecil mungkin tampak, mungkin terdapat regional

adenopathy.8

Borderline lepromatous leprosy

Dalam kusta tipe borderline lepromatosa, lesi simetris, banyak (terlalu banyak untuk

dihitung), dan mungkin termasuk makula, papula, plak, dan nodul. Kemudian saraf mulai

terkena, nervus yang membesar, nyeri, atau keduanya, dan biasanya simetris. Hilangnya

sensasi dan berkeringat lebih lesi individual adalah normal. Pasien biasanya tidak

Page 6: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

menunjukkan gambaran fullblown kusta lepromatosa, seperti madarosis (hilangnya rambut

alis), keratitis, ulserasi hidung, dan leonine facies.3

Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan

dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya.

Walaupun masih kecil, papul dan nodul lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir

simetris dan beberapa nodus tampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah

sering tampak normal dengan pinggir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched out.

Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya

keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul dibandigkan dengan tipe LL. Penebalan

saraf dapat teraba pada tempat predileksi.4

Lepromatous leprosy

Lesi kusta lepromatous berupa makula yang menyebar dan simetris tersebar ke seluruh

tubuh. Makula tuberkuloid bentuknya besar dan sedikit jumlahnya, sedangkan makula

lepromatosa berbentuk kecil dan banyak. Makula lepromatosa yang tidak jelas, menunjukkan

tidak ada perubahan dalam tekstur kulit, dan samar dengan kulit di sekitarnya. Ada sedikit

anastesi atau mungkin tidak ditemukannya anastesi pada lesi, tidak ada penebalan saraf, dan

tidak didapatkan gangguan berkeringat. Hilangnya rambut secara lambat namun progesif

terjadi pada sepertiga bagian luar alis, kemudian bulu mata, dan akhirnya, tubuh, namun,

rambut kulit kepala biasanya tidak terkena.3

Infiltrasi lepromatosa dapat dibagi menjadi diffuse, plak, dan nodular (Gambar 2.8). Jenis

diffuse ditandai dengan perkembangan infiltrasi diffuse di wajah, terutama dahi, madarosis,

dan kulit yang mengkilap dan seperti lilin, kadang-kadang digambarkan seperti tampilan yang

dipernis (varnished).3

Page 7: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

Infiltrasi dapat bermanifestasi dengan perkembangan nodul yang disebut lepromas.

Nodul awal yang tidak jelas dan paling sering terjadi di bagian acral : telinga (Gambar 2.9) ,

alis, hidung, dagu, siku, tangan, pantat, atau lutut. Kerusakan nervus juga terjadi pada

lepromatous kusta, namun berkembang dengan lambat. Seperti lesi kulit, kerusakan saraf

terjadi bilateral simetris, biasanya dalam bentuk stocking-glove. Ini sering salah didiagnosis

sebagai neuropati diabetes di AS.3

Gejala klinis awal berupa kulit (karena kerusakan nervus biasanya tanpa gejala), tetapi

terjadi tanpa disadari oleh pasien, yang sering mengeluhkan gejala klinis yang lain, di

antaranya hidung buntu dan epistaksis, dan edema kaki dan pergelangan kaki karena

peningkatan stasis kapiler dan permeabilitas. Tanda-tanda kulit terdiri dari makula, berdifusi

papula, infi ltration atau nodul, atau keempat-empatnya. Makula kecil, multiple, eritematosa

atau agak hipopigmentasi, dengan tepi kabur dan permukaan mengkilap. Papula dan nodul

biasanya memiliki warna yang sama dengan kulit normal, tetapi kadang-kadang eritematosa,

dengan distribusi bilateral simetris pada wajah, lengan, kaki dan pantat, mungkin terdapat di

mana saja selain di rambut kulit kepala, aksila, lipat paha dan perineum (daerah kulit dengan

suhu yang tinggi). Pada lesi tidak didapatkan gangguan pertumbuhan rambut dan sensasi.

Lesi mukosa mulut berupa papules pada bibir dan nodul pada palatum (mungkin terjaadi

perforasi), uvula, lidah dan gusi. Mukosa hidung tampak hiperemi atau ulserasi dan mudah

berdarah, epistaksis umum terjadi.1

Saraf sensoris yang terpanjang yang akan pertama kali terkena, menyebabkan mati rasa

dan anestesi pada permukaan dorsal tangan dan kaki, dan kemudian pada permukaan

ekstensor lengan dan kaki, dan akhirnya berakhir di tubuh. Infiltrasi saraf kornea

menyebabkan anestesi, yang menjadi predisposisi cedera, infeksi dan kebutaan jika terdapat

lagophthalmos karena terjadi kerusakan saraf wajah. Tangan dan kaki membengkak dan

dapat terjadi edema. Pada radiografi mungkin didapatkan osteoporosis di falang, kista

Page 8: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

osteolitik kecil dan fraktur kompresi. Jari-jari terlihat menjadi bengkok atau pendek. Kuku

menjadi tipis dan rapuh.1

Jika pasien tetap tidak diobati maka garis dahi menjadi lebih tebal dan mengental (facies

leonine), alis dan bulu mata menjadi menipis atau hilang (madarosis), lobus telinga menebal,

hidung menjadi cacat, dan dapat terjadi deformitas hidung karena perforasi pada septum, dan

kehilangan tulang hidung bagian depan.1 Pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer

mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot

tangan dan kaki.

Gambaran klinis ogan tubuh lain yang dapat diserang yaitu: mata berupa iritis,

iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan. Dan hidung: epistaksis, hidung pelana. Tulang

dan sendi: aborsi, mutilasi, arthritis. Lidah: Ulkus dan nodus. Larings: suara parau. Testis:

ginekomasti, epididimitis akut, orkhitis, atrofi. Kelenjar limfe : limfadenitis. Rambut:

alopesia, madarosis. Ginjal: glumerulonefritis, Amioloidoisis ginjal, pielonefritis, nefritis

interstitial.(8)

Kerusakan pada saraf

Dari ketiga fungsi fisiologis saraf, komponen sensorik adalah yang pertama dan yang

paling parah terkena dampaknya, tapi terkadang didapatkan lesi murni pada motorik.

Disfungsi otonom akan selalu muncul dengan kerusakan saraf yang parah. Dalam lesi kulit

ini terkait dengan hilangnya pertumbuhan rambut, dan kelenjar sebasea dan sekresi keringat,

dan minimnya pembentukan pigmen. Di tungkai akan menyebabkan statisnya kapiler,

sianosis dan kekeringan, yang menyebabkan rentan terhadap kulit yang pecah-pecah. Dua

penelitian kohort besar dengan pemeriksaan saraf sistematis menunjukkan bahwa saraf

tibialis posterior adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh ulnaris, median, poplitea

lateral dan wajah. Lesi pada nervus ulnaris dan nervus median biasanya rendah/sedikit, yang

Page 9: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

menyebabkan pengecilan otot tapi kelemahan fleksor tidak mendalam, dan anestesi dari dua

bagian tangan. Umumnya lesi pada saraf peroneal menyebabkan kesulitan dalam dorsofleksi

dan eversi kaki dan anestesi pada bagian luar kaki, sebuah kombinasi yang merupakan

predisposisi trauma dan ulserasi plantar. Kerusakan saraf tibialis posterior termasuk hal yang

serius karena menyebabkan kelumpuhan dan kontraktur otot-otot kecil kaki dan anestesi dari

telapak kaki.1

Kuman M.leprae sering menyerang saraf tepi yang terletak superfisial dengan suhu yang

relative dingin. Saraf tepi yang dapat terserang akan menunjukkan berbagai kelainan yaitu: N.

Fasialis (lagoptalmus, mulut, mencong), N. Trigeminus (anestesi kornea), N. auricularis

magnus, N. Radialis (drop wrist), N. Ulnaris (anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari V

dan sebagaian jari IV), N.Medianus (anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari I,II,III dan

sebagaian IV), kerusakan nervus ulnaris dan nervus medianus menyebabkan jari kiting (clow

toes) dan tangan cakar (claw hand), N. peroneus komunis (droop foot). N. tibialis posterior

(mati rasa telapak kaki dan jari kitting (Claw toes).4

Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesaran, konsistensi, dan nyeri

atau tidak. Hanya beberapa saraf superficial yang dapat dan perlu diperiksa, yaitu N. fasialis,

N. Aurikularis magnus, N. Radialis, N. Ulnaris, N. Medianus, N. poplitea lateralis, dan N.

tibialis posterior. Tampaknya mudah, tetapi memerlukan latihan dan kebiasaan untuk

memeriksanya. Bagi tipe ke arah lepromatosa kelainan saraf biasanya bilateral dan

menyeluruh, sedang bagi tipe tuberkuloid, kelainan sarafnya lebih terlokalisasi mengikuti

tempat lesinya.

Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam

deformitas primer dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh granuloma

yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di

Page 10: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah.

Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat kerusakan saraf, umumnya deformitas diakibatkan

keduanya, tetapi terutama karena kerusakan saraf.

Gejala-gejala kerusakan saraf:

N. ulnaris :

Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis

Clawing kelingking dan jari manis

Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial

N. medianus :

Anesthesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah

Tidak mampu aduksi ibu jari

Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah

Ibu jari kontraktur

Atrofi otot tenar dan kedau otot lumbrikalis lateral

N. radialis :

Anesthesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk

Tangan gantung (wrist drop)

Tidak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

N. poplitea laeralis :

Anesthesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis

Kaki gantung (foot drop)

Kelemahan otot peroneus

N. tibialis posterior

Anesthesia telapak kaki

Claw toes

Page 11: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

Paralisis otot intrinsic kaki dan kolaps arkus pedis

N. fasialis

Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus

Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan

kegagalan mengatupkan bibir

N. trigeminus

Anesthesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata

Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan

alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder

disebabkan oleh rusaknya N. fasialis yang dapat membuat paralisis N. orbikularis

palpebrarum sebagaian atau seleruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya,

menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendiri –sendiri atau bergabung

akhirnya dapat menyebabkan kebutaan. Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang

terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar palit, dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit

kering dan alopesia. Pada tipe lepromatosa dapat timbul ginekomastia akibat gangguan

keseimbangan hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus

testis.2

1.2.6 Diagnosa

Pemeriksaan histopatologi, gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah tuberkel dan

kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Tipe

lepromatosa terdpat kelim sunyi subepidermal ( subepidermal clear zone ) yaitu suatu daerah

langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Bisa dijumpai sel virchow

dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat campuran unsur – unsur tersebut. Sel

Page 12: Patofis, Gejala Klinis, Diagnosa

virchow adalah histiosit yang dijadikan M. leprae sebagai tempat berkembangbiak dan

sebagai alat pengangkut penyebarluasan.

Pemeriksaan serologik, didasarkan terbentuk antibodi pada tubuh seseorang yang

terinfeksi oleh M.leprae. Pemeriksaan serologik adalah MLPA (Mycobacterium Leprae

Particle Aglutination), uji ELISA dan ML dipstick, PCR.

Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak

untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M.

leprae. 0,1 ml lepromin dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal.

Kemudian dibaca setelah 48 jam/ 2hari (reaksi Fernandez) atau 3 – 4 minggu (reaksi

Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritemayang menunjukkan

kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae, yaitu respon imun tipe lambat ini seperti

mantoux test (PPD) pada tuberkolosis.2