pariwisata berbasis kearifan lokal dan … filelocal government has put more efforts to develop this...

19
139 PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN KELEMBAGAAN KOLABORATIF DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN EKONOMI DAERAH DI PROVINSI JAMBI LOKAL WISDOM BASED TOURISM AND COLLABORATIVE INSTITUTION TO STRENGTEN REGIONAL ECONOMIC ADVANTAGE IN JAMBI PROVINCE NOVITA ERLINDA, ARNI DIANA Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jambi Jl. R.M. Nur Atmadibrata No. 1 A Telanaipura Jambi Email : [email protected] ABSTRACT Tourism sector has become one of main driving forces of economic development both at national and regional levels during the last decades. At local level, tourism has undoubtedly given significant economic multiplier to local economy. Nevertheless, ignoring local wisdoms and collaborative management instrument in tourism sector are often end up with more conflicts which result in not optimal management of tourism. Jambi province has plenty of tourism potentials, and recently the local government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic development. Yet, the development of such a tourism industry is constrained by many factors such as low support from community, insufficient infrastructure, lack of promotion, and lack of interaction among supporting institutions. This study aims to identify and to map key variables and actors that deliver optimal tourism industry based local wisdom and collaborative institution. The study was carried out in nine cities and regencies in Jambi Province. The primary and secondary data were analyzed using Prospective Analysis by means of MICMAC and MACTOR methods. Based on MICMAC analysis, some variables such as incomes (both government and people), job absorption, conflict, environmental impacts, as well as access and amenities are key variables that deliver optimal local wisdom-based tourism. In terms of actors, based on MACTOR analysis, there were weak linkages among actors which suggest the need for strong collaboration among stakeholders to manage local-based tourism to support regional economic advantage in Jambi Province. Lesson learned from this study could be used to improve better management of tourism sector both at regional as well as at local levels. Keywords : tourism village, collaborative institution, MICMAC, MACTOR ABSTRAK Sektor pariwisata telah menjelma menjadi sektor yang menjanjikan baik pada level nasional maupun lokal dalam beberapa dekade terakhir ini. Pariwisata juga memberikan efek penggandaan terhadap pergerakan ekonomi lokal. Namun pengembangan pariwisata yang tidak berbasis keunggulan lokal dan tidak dikelola secara kolaboratif, seringkali berakhir pada konflik dan tidak terkelola secara optimal. Provinsi Jambi yang memiliki potensi sebagai daerah tujuan wisata, telah menggiatkan sektor pawisata sebagai salah satu sektor dalam menggerakkan ekonomi lokal. Pada sisi lain pengembangan pariwisata masih terkendala dengan permasalahan yang ditemui di lapangan, diantaranya keterdukungan masyarakat lokal rendah, nomenklatur OPD bidang pariwisata yang statis, infrastruktur dan penganggaran yang belum memadai, lemahnya promosi pariwisata, dan lemahnya interaksi antar sektor penunjang pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk : Memetakan variabel kunci pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal dan memetakan hubungan antar aktor pengelolaan pariwisata kolaboratif. Lokus penelitian dilakukan pada sembilan kabubaten/kota di Provinsi Jambi. Data primer dan sekunder pada penelitian ini akan dianalisis dengan pendekatan metode prospective analysis, yang mengkombinasikan penggunaan tools MICMAC dan MACTOR Analysis. Hasil analisis MICMAC menunjukkan bahwa terdapat sembilan variabel kunci yang menentukan

Upload: hoangcong

Post on 04-May-2019

227 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

139

PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN KELEMBAGAAN

KOLABORATIF DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN EKONOMI DAERAH DI

PROVINSI JAMBI

LOKAL WISDOM BASED TOURISM AND COLLABORATIVE INSTITUTION TO

STRENGTEN REGIONAL ECONOMIC ADVANTAGE IN JAMBI PROVINCE

NOVITA ERLINDA, ARNI DIANA

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jambi

Jl. R.M. Nur Atmadibrata No. 1 A Telanaipura Jambi

Email : [email protected]

ABSTRACT

Tourism sector has become one of main driving forces of economic development both at national and

regional levels during the last decades. At local level, tourism has undoubtedly given significant

economic multiplier to local economy. Nevertheless, ignoring local wisdoms and collaborative

management instrument in tourism sector are often end up with more conflicts which result in not

optimal management of tourism. Jambi province has plenty of tourism potentials, and recently the

local government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic

development. Yet, the development of such a tourism industry is constrained by many factors such as

low support from community, insufficient infrastructure, lack of promotion, and lack of interaction

among supporting institutions. This study aims to identify and to map key variables and actors that

deliver optimal tourism industry based local wisdom and collaborative institution. The study was

carried out in nine cities and regencies in Jambi Province. The primary and secondary data were

analyzed using Prospective Analysis by means of MICMAC and MACTOR methods. Based on

MICMAC analysis, some variables such as incomes (both government and people), job absorption,

conflict, environmental impacts, as well as access and amenities are key variables that deliver optimal

local wisdom-based tourism. In terms of actors, based on MACTOR analysis, there were weak

linkages among actors which suggest the need for strong collaboration among stakeholders to manage

local-based tourism to support regional economic advantage in Jambi Province. Lesson learned from

this study could be used to improve better management of tourism sector both at regional as well as at

local levels.

Keywords : tourism village, collaborative institution, MICMAC, MACTOR

ABSTRAK

Sektor pariwisata telah menjelma menjadi sektor yang menjanjikan baik pada level nasional maupun

lokal dalam beberapa dekade terakhir ini. Pariwisata juga memberikan efek penggandaan terhadap

pergerakan ekonomi lokal. Namun pengembangan pariwisata yang tidak berbasis keunggulan lokal

dan tidak dikelola secara kolaboratif, seringkali berakhir pada konflik dan tidak terkelola secara

optimal. Provinsi Jambi yang memiliki potensi sebagai daerah tujuan wisata, telah menggiatkan sektor

pawisata sebagai salah satu sektor dalam menggerakkan ekonomi lokal. Pada sisi lain pengembangan

pariwisata masih terkendala dengan permasalahan yang ditemui di lapangan, diantaranya

keterdukungan masyarakat lokal rendah, nomenklatur OPD bidang pariwisata yang statis, infrastruktur

dan penganggaran yang belum memadai, lemahnya promosi pariwisata, dan lemahnya interaksi antar

sektor penunjang pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk : Memetakan variabel kunci

pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal dan memetakan hubungan antar aktor pengelolaan

pariwisata kolaboratif. Lokus penelitian dilakukan pada sembilan kabubaten/kota di Provinsi Jambi.

Data primer dan sekunder pada penelitian ini akan dianalisis dengan pendekatan metode prospective

analysis, yang mengkombinasikan penggunaan tools MICMAC dan MACTOR Analysis. Hasil

analisis MICMAC menunjukkan bahwa terdapat sembilan variabel kunci yang menentukan

Page 2: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

140

keberhasilan pengembangan pariwisata berbasis kearifan lokal yang dikemas dalam bentuk desa

wisata di Provinsi Jambi, diantaranya pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, penyerapan tenaga

kerja, konflik sosial, dampak lingkungan, atraksi, akses, amenietis, dan ancillary. MACTOR analisis

menunjukkan bahwa hubungan antar aktor memiliki interaksi langsung yang lemah. Sehingga

dibutuhkan suatu kelembagaan yang kolaboratif yang berbentuk Institusi Multipihak dalam

pengelolaan pariwisata, agar memberikan keluaran berupa keunggulan ekonomi daerah.

Kata Kunci : desa wisata, Kelembagaan kolaboratif, MICMAC, MACTOR

PENDAHULUAN Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam pembangunan ekonomi.

Mengiatnya sektor pariwisata pada suatu wilayah dapat memberikan multiplier effect (efek

penggandaan) pada sektor-sektor lainnya. United Nation World Tourism Organization (UNWTO

Tourism Highlight 201) menjelaskan bahwa kontribusi sektor wisata terhadap GDP dunia sebesar 9%,

dan 11 lapangan kerja tercipta oleh sektor pariwisata. Disamping itu, pariwisata juga berkontribusi

terhadap nilai ekspor dunia sebesar US$ 1,4 Triliun atau setara dengan 5% ekspor yang terjadi di

dunia. Pada level nasional Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 29 tahun 2015 tentang Rencana

Strategis Kementerian Pariwisata tahun 2015-2019, telah menyusun rencana strategis dalam

pengelolaan pariwisata di Indonesia. Serta banyaknya aturan turunan lainnya dalam meningkatkan

pengembangan pariwisata di Indonesia.

Provinsi Jambi sebagai salah satu daerah destinasi wisata di Indonesia, bergerak dalam

melakukan pembenahan dan pengembangan daerah destinasi pariwisata guna meningkatkan daya

saing daerah dan meningkatkan ekonomi masyarakat penyangga daerah pariwisata. Provinsi Jambi

melalui kegiatan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan telah mengalami berbagai kemajuan dalam

pengembangan beberapa desa wisata favorit, yakni Desa Lempur di Kabupaten Kerinci dan Desa

Maro Sebo di Kabupaten Muaro Jambi (Liputan 6, 2015). Bahkan Desa Wisata Lempur di Kabupaten

Kerinci Provinsi Jambi, didaftarkan pada “world legacy award” yaitu penghargaan internasional

dalam bidang pariwisata kategori engaging communities (Antara Jambi, 2016). Selain itu, Kawasan

Percandian Muara Jambi pada tahun 2011 telah ditetapkan sebagai kawasan wisata sejarah terpadu

oleh Presiden RI. Selanjutnya, Kota Sungai Penuh mendapat penghargaan dari Kementerian Pariwisata

RI untuk tujuan wisata “Bukit Khayangan” dalam kategori dataran tinggi terfavorit di Indonesia pada

ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) 2017, serta Mesjid Agung Pondok Tinggi yang menjadikan

Kota Sungai Penuh sebagai salah satu anggota “jaringan kota bersejarah” di Indonesia.

Jika mengamati minat kunjungan wisata ke kabupaten/kota di Provinsi Jambi dari tahun 2010

sampai 2016 terus meningkat, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.

Sebagaimana data kunjungan wisatawan di Provinsi Jambi dari tahun 2010 sampai 2017 (Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, 2017), wisatawan yang berkunjung sejumlah 2.162.155

orang yang terdiri dari wisatawan nusantara sebanyak 2.156.777 dan wisatawan manca negara

sejumlah 5.378. Hal ini tentu saja menjadi pertimbangan bagi Provinsi Jambi untuk menghadirkan

inovasi dalam mengembangkan suatu desa wisata yang menghadirkan kearifan lokal.

Potensi dan keunikan kearifan lokal (local wisdom) Provinsi Jambi juga berpeluang untuk

dikemas menjadi suatu produk pariwisata yang berdaya saing. Hal ini didukung oleh dua desa wisata

yang telah eksis di Provinsi Jambi, yang memiliki keunikan tersendiri. Disisi lain terdapat delapan

embrio desa wisata yang sedang berproses menjadi desa wisata dan tersebar di Kabupaten Kerinci,

Muaro Jambi, Merangin, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat. Selain itu

telah terbentuk beberapa Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) di Provinsi Jambi, tentunya sangat

mendukung tumbuhnya paket-paket wisata berbasis kemasyarakatan. Menurut data Dinas Pariwisata

Provinsi Jambi (2016) telah terdapat 21 POKDARWIS di Provinsi Jambi yang tersebar di seluruh

kabupaten/kota. Begitu juga dengan berkembangnya homestay di wilayah destinasi wisata, hingga

tahun 2016 telah terdata sebanyak 28 homestay yang keberadaannya tersebar di desa wisata di Provinsi

Jambi. Potensi-potensi ini tentunya akan memberikan stimulus untuk memulai pengelolaan pariwisata

berbasis kearifan lokal.

Page 3: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

141

Selain Provinsi Jambi memiliki potensi yang besar dalam pengembangan destinasi wisata di

Indonesia, tentu tidak terlepas dari kekurangan atau permasalahan yang dihadapi saat ini maupun

kedepan. Pengembangan sektor pariwisata seyogyanya dapat meningkatkan ekonomi masyarat, dan

membangun keunggulan daerah. Belum optimalnya ekspose atau interaksi dari kearifan lokal yang

dimiliki oleh Provinsi Jambi, menjadi salah satu tantangan dalam mengembangkan desa wisata

berbasis kearifan lokal. Permasalahan lain yang menyebabkan belum optimalnya pengembangan

pariwisata di Provinsi Jambi yaitu pengelolaan pariwisata dilakukan secara parsial, bukan secara

terintegrasi dan dikelola oleh kelembagaan yang kolaboratif. Sebagaimana diamahkan oleh Undang-

undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, menjelaskan bahwa kepariwisataan merupakan

keseluruh kegiatan yang terkait dengan pariwisata yang bersifat multidimensi dan multidisiplin yang

muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan

masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha. Atas latar

belakang inilah timbulnya ide untuk mengkaji pengembangkan desa wisata berbasis kearifan lokal dan

dikelola secara kolaboratif. Penuh harapan agar penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif

strategi dalam pengembangan pariwisata di Provinsi Jambi yang sesuai dengan keinginan masyarakat,

stakeholders, menjaga kelestarian alam, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan membangun

keunggulan daerah.

TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata secara entimologi berasal dari bahasa sansekerta yang berarti perjalanan atau

bepergian. Pengertian tentang wisata sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik

Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau

sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela bersifat sementara. Sedangkan menurut

Undang-Undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah

kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi

tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik

wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.

Pariwisata berkaitan erat dengan produk yang dihasilkan maupun produk yang terhubung

dengan kegiatan pariwisata tersebut yang biasa disebut produk pariwisata. Produk pariwisata

merupakan rangkaian komponen, mulai dari informasi tentang produk bersangkutan, infrastruktur,

fasilitas, izin sampai segala sesuatu yang memungkinkan terwujudnya kegiatan pariwisata (Mira P

Gunawan, 1990). Pariwisata juga menggabungkan berbagai macam produk, seperti transportasi,

akomodasi, catering, sumber daya alam, hiburan, dan berbagai jenis fasilitas dan jasa lainnya seperti

bank, pertokoan serta biro perjalanan.

Lebih lanjut Mira P Gunawan (1990) menyatakan bahwa produk pariwisata atau yang dapat

dikatakan sebagai tujuan wisata tidak dapat tercipta dengan sendirinya, melainkan suatu perpaduan

dari berbagai sektor. Dalam praktiknya, terdapat tiga komponen dasar pembentuk produk pariwisata

dan tujuan wisata, yaitu daya tarik wisata (attraction), Amenitas dan Aksesibilitas (3A). Komponen

produk wisata terdiri dari komponen-komponen : (1) Atraksi, yaitu daya tarik (attraction) yang

merupakan keunggulan yang dimiliki suatu daerah yang dapat digunakan untuk menjual daerah

tersebut sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang melakukan kegiatan wisata; (2) Amenitas,

merupakan kenyamanan yang didukung oleh berbagai kelengkapan sarana dan prasarana pendukung

kegiatan pariwisata. Ketersediaan sarana dan prasarana maupun fasilitas penunjang kegiatan

pariwisata dapat berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pariwisata di suatu daerah; (3)

Aksesibilitas, merupakan jaringan dan sarana prasarana penghubung yang menghubungkan suatu

kawasan wisata dengan wilayah lain yang merupakan pintu masuk bagi para wisatawan untuk

mengunjungi tempat wisata.

Menurut pendapat Middleton (2004), ada tiga unsur yang membentuk produk industri

pariwisata, yakni : (1) obyek dan daya tarik wisata, adalah segala sesuatu yang unik pada daerah-

daerah tertentu yang menjadi daya tarik orang-orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut; (2)

fasilitas, adalah segala sesuatu yang diperlukan pada tempat tujuan wisata mencakup sarana pokok,

sarana pelengkap dan sarana penunjang kepariwisataan, serta; (3) aksesibilitas, adalah keterjangkauan

yang menghubungkan negara asal wisatawan (tourist generating countries) dengan daerah tujuan

Page 4: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

142

wisata (tourist destination area) serta keterjangkauan di tempat tujuan ke obyek-obyek pariwisata

(local transportation).

Sebagaimana terurai diatas bahwa obyek wisata dapat berupa wisata alam seperti gunung,

danau, sungai, pantai, laut, atau berupa obyek bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan

sejarah, dan lain-lain. Menurut UU RI No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Daya Tarik Wisata

adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman

kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan

wisatawan.

Pada penelitian ini pengelolaan pariwisata melalui pendekatan kearifan lokal. Kearifan setempat

(local wisdom) menurut tata kebahasaan, dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat

bijaksana, penuh kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga masyarakatnya. Menurut

Ridwan (2007), kearifan lokal merupakan usaha manusia dengan menggunakan akal budinya untuk

bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Lebih

lanjut Ridwan (2007) menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan pengetahuan yang muncul dari

periode panjang yang berevolusi bersama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang

sudah dialami berama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat

menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif

masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai.

Kearifan lokal dalam konsep antropologi dikenal pula sebagai pengetahuan setempat

(indigenous or local knowledge), yang disebut pula dengan kecerdasan setempat (local genius), yang

menjadi dasar identitas kebudayaan atau cultural identity (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata

Republik Indonesia, 2011). Kearifan lokal dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai

kebijaksanaan setempat (local wisdom) atau pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecerdasan

setempat (local genious).

Karakteristik kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dari masyarakat hukum adat dijelaskan

oleh Asaad (2011) diantaranya : 1. Adanya keterkaitan dengan budaya atau masyarakat tertentu; 2.

Jangka waktu penciptaan dan pengembangan yang cukup lama, biasanya melalui tradisi lisan; 3.

Bersifat dinamis (dynamic) dan senantiasa berubah seiring waktu dan perubahan kondisi alam; 4.

Terdapat dalam bentuk yang terulis/terkodifikasi maupun tidak tertulis/tidakterkodifikasi seperti

bentuk tutur kata, mitos dan bentuk lainnya (folklore); 5. Disampaikan secara turun temurun dari

generasi ke generasi (intergeneration) Bersifat lokal dan seringkali diungkapkan dalam bahasa

setempat; 6. Diciptakan melalui proses yang unik dan kreatif.

Pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal ini kemudian membutuhkan suatu pengelolaan

oleh Kelembagaan yang kolaboratif. Kelembagaan (institution) merupakan suatu aturan main (rule of

the game) dalam organisasi yang berperan penting dalam mengatur penggunaan atau alokasi

sumberdaya secara efisien, merata dan berkelanjutan (Rustiadi et. al., 2009). Lebih lanjut Rustiadi et.

al (2009) mencirikan tiga komponen utama yang mencirikan kelembagaan, yaitu: (1) batas yuridiksi,

(2) property right, (3) aturan representasi. Batas yurudiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup

dalam suatu kelembagaan. Property right mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang

diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antara anggota

masyarakat dalam kepentingannya terhadap sumberdaya. Sedangkan aturan representasi menentukan

siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan

sumberdaya yang dimaksud.

Selanjutnya kelembagaan kolaboratif berarti pengelolaan sumber daya yang bersinergi secara

bersama, dimana antar aktor berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama dan meraih profit secara

bersama. Konsep kolaborasi mulai berkembang dari konsep kolaborasi pengelolaan konservasi hutan

dan lingkungan. Misalnya sebagaimana kasus pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), yang

menyatakan bahwa “Skema pembayaran publik seringkali memerlukan negosiasi hulu-hilir yang

intensif untuk menentukan jumlah yang harus dibayarkan oleh pemilik lahan pribadi dan/atau oleh

pengelola sumberdaya publik. Pembayaran yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk membiayai

kegiatan pengelolaan seperti pembelian hak konservasi atau pengembangan lahan, atau untuk

membayar pemilik lahan atau pengelola sumberdaya untuk mengubah perilaku pengelolaan lahan”

(Conservation Finance Alliance, 2003).

Page 5: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

143

Tujuan akhir dari pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal dan Kelembagaan kolaboratif

untuk membangun keunggulan ekonomi daerah . Keunggulan ekonomi daerah mengacu pada teori

keunggulan daya saing (competitive advantage) yang dikemukakan oleh Poter (1990). Pada konteks

ini, pengembangan pariwisata berbasis kearifan lokal harus dibangun melalui pendekatan inovasi pada

pengelolaan pariwisata. Atas dasar pemikiran ini, jika ingin mengembangkan desa wisata yang dapat

membangun keunggulan ekonomi daerah, inovasi adalah suatu hal yang mutlak dilakukan untuk

mengemas kearifan lokal suatu daerah yang berdaya saing dalam suatu miniature yang diujudkan pada

suatu desa wisata.

METODOLOGI PENELITIAN

Penentuan lokasi penelitian diprioritaskan pada Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)

di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Kerinci, Sungai Penuh, Merangin dan Muaro Jambi (Dinas

Pariwisata Provinsi Jambi, 2017). Selain wilayah KSPN, juga disandingkan dengan kabupaten/kota

yang berpotensi dalam pengembangan wisata berbasis kearifan lokal. Selain kriteria sebagai KSPN,

lokus penelitian juga menambahkan tiga pelengkap pola yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat,

Kabupaten Sarolangun, dan Kota Jambi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer

didapat dari menyampaikan kuesioner, wawancara pakar, dan Focus Group Discution (FGD).

Kuesioner disebarkan pada 60 pengunjung wisata dan usaha pendukung wisata. Sedangkan wawancara

pakar dilakukan pada 12 stakeholders terkait pariwisata di sembilan kabupaten/kota yang menjadi

lokus. Pemilihan responden atau sampel tersebut ditentukan dengan purposive sampling.

Metode Analisi Data Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan pendekatan Prospective analysis.

Metode prospective analysis, yang mengkombinasikan penggunaan tools MICMAC dan MACTOR

Analysis. MICMAC digunakan untuk melakukan analisis pemetaan variabel dan penentuan variabel

utama, sedangkan MACTOR untuk melakukan analisis kekuatan antara tujuan dan faktor. Pada

penelitian ini Prospective analysis mengacu pada pemikiran Ahmed et al,. (2009), Godet (1989,

2006), dan Fauzi (2017), dengan menggunakan tool MICMAC Analysis. MICMAC singkatan dari

bahasa Perancis yang kemudian dipopulerkan dalam bahasa Ingris yaitu Matrix of Cross Impact

Multiplications Applied to a Classification. MICMAC merupakan sebuah tool yang dirancang untuk

melakukan Analisis struktural yang mempunyai kelebihan spesifik dalam menentukan variabel kunci

pada suatu sistem. MICMAC didasarkan pada Matrik Boolean, dimana hubungan langsung dan tidak

langsung antara variabel diolah berdasarkan iterasi berulang-ulang antar variabel. Matrik Boolean

tersebut tertera seperti berikut ini.

2

A B C baris

0 1 0 1

1 0 1 2

1 0 0 1

kolom 2 1 1

A

M B

C

(1)

Mantrik di atas menguraikan jika ada hubungan dari A ke B, maka ditulis dengan elemen matrik

1. Pada tahap ini terlihat juga elemen diagonal dari matrik adalah nol, yang berarti bahwa pengaruh

variabel terhadap dirinya sendiri tidak diperhitungkan. Matrik ini disebut MDI (Matrix Direct

Influence). Dengan mempertimbangkan pengaruh tidak langsung maka akan dihasilkan matrik MDII

(Matrix Direct and Indirect Influence) dengan cara mengkuadratkan matrik MDI yakni.

2

A B C baris

1 0 1 2

1 1 0 2

0 1 0 1

kolom 2 2 1

A

M B

C

(2)

Page 6: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

144

Dari hasil di atas nampak bahwa ketika Matrik Boolean dikuadratkan,maka terjadi perubahan

julah baris dan kolom. Hasil matrik di atas menunjukkan bahwa elemen diagonal yag semula nol

kemudian berubah sama dengan 1 pada (A,A) dan (B,B). Nilai 1 pada elemen (A,A) misalnya bisa

diartikan bahwa ada dua putaran pengaruh dengan panjang 2 point dari A ke A . Melalui iterasi

berulang-ulang, maka terlihat bahwa semua elemen matrik akan terisi (tidak ada nol) seperti pada M5.

Hal ini menunjukkan bahwa hubungan langsung dan tidak lagsung akan makin stabil manakala

dilakukan interaksi indirect influence (Godet 1994), sebagaimana matrik berikut.

3 4 5

1 1 0 1 1 1 2 1 1

1 1 1 ; 2 1 1 ; 2 2 1

1 0 1 1 1 0 1 1 1

M M M

(3)

Selanjutnya untuk memetakan hubungan antar aktor dalam pengelolaan pariwisata berbasis

kearifan lokal dengan kolaboratif, akan dianalis dengan menggunakan tool MACTOR. Cara kerja

MACTOR dilakukan melalui pengisian matrik posisi atau matrik 1MAO (Matrix Actor-Objective)

dan matrik 2MAO. Matrik selanjutnya yaitu matrik MID (Matrix Influence Direct) yang meng-

gambarkan variabel pengaruh (influence). Setelah mengisi matrik MID dan 1MAO, kemudian

MACTOR akan menghitung matrik 2MAO melalui program komputer. Sistem kerja MACTOR dapat

diuraikan dengan persamaan berikut :

,A B A B A C C BCMIDI MIDI min MID MID (4)

Kemudian untuk menentukan keseimbangan kekuatan hubungan antar actor, terlebih dahulu

menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung dari aktor. Jika AM diartikan sebagai pengaruh

total langsung dari aktor A terhadap yang lain, maka

, ,A A B A ABM MIDI MIDI (5)

dan kika kita definisikan AD total pengaruh langsung dan tidak langsung yang diterima A dari 144ctor

yang lain, sebagai berikut

, ,A B A A ABD MIDI MIDI (6)

Selanjutnya koefisien keseimbangan kekuatan hubungan dihitung dengan rumus

,A A A AA

A A AA

M MIDI Mr x

M M D

(7)

Langkah selanjutnya, MACTOR kemudian menghitung matrik 3MAO yakni matrik yang menjadi

dasar dan penting dalam pembahasan MACTOR, dengan formulasi sebagai berikut.

,,3 2A iA i AMAO MAO r (8)

Melalui matrik 3MAO dapat dihasilkan berbagai keistimewaan, antara lain koefisien mobilisasi yang

menunjukkan aktor yang berbeda terlibat dalam satu situasi sebagaimana dijelaskan rumus berikut.

Mob 3A MAO (9)

Persetujuan dan ketidaksetujuan atas suatu tujuan kemudian di overlay dengan menggunakan formula

berikut.

,3 3 0A A iaAg MAO MAO (10)

Page 7: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

145

,3 3 0A A iaDisAg MAO MAO (11)

Keistimewaan lain yang juga dapat diolah dari matrik 3MAO adalah matrik konvergensi

(3CAA) yang menggambarkan seberapa besar para 145ctor setuju terhadap suatu isu dan divergensi

(3DAA) yang menggambarkan sebaiknya atau ketidaksetujuan. Matrik konvergensi (persetujuan)

dihasilkan melalui formula :

, , , ,

13 3 3 3 3 0

2A i B i A i B ii

CAA MAO MAO MAO MAO (12)

Sedangkan matrik divergensi (ketidaksetujuan) ditulis dengan formula :

, , , ,

13 3 3 3 3 0

2A i B i A i B ii

DAA MAO MAO MAO MAO (13)

Selanjutnya hasil perhitungan konvergensi dan devergensi antar aktor tersebut menghasilkan

indikator akhir dari MACTOR yaitu koefisien ambivalen untuk setiap aktor yang dihitung dengan

rumus :

,

, ,

,

3 33 1

3 3i k

i k i kk

i

i kk

CAA DAAEQ

CAA DAA

(14)

PEMBAHASAN 1. Variabel kunci dalam pengembangan pariwisata berbasis kearifan lokal

Komponen penting dalam pengelolaan pariwisata adalah penentuan variabel yang menjadi

faktor kunci. Kemudian variabel-variabel dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni yang

menyangkut aspek insentif dan aspek regulasi. Aspek insentif menggambarkan sisi permintaan

(demand side, sementara aspek regulasi mengggambarkan sisi penawaran atau supply side. Aspek

regulasi berada dalam kewenangan pemerintah yang menggambarkan sisi penawaran, sementara

aspek inenstif menggambarkan variabel-variabel yang diinginkan oleh aktor yang mengelola

pariwisata.

Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan tool MICMAC yang dikembangkan oleh

Godet (1984) untuk memetakan variabel kunci pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal.

Pada penelitian ini variabel insentif dan regulasi digabung menjadi satu paket variabel sehingga

dapat menggambarkan interaksi kedua aspek variabel sekaligus.

Variabel yang di analisis pada penelitian ini merupakan formulasi hasil wawancara pakar dan

juga dikonfirmasi dengan hasil Focus Group Discussion dengan para stakeholder. Variabel yang

dirumuskan terdiri dari sembilan variabel yaitu pendapatan masyarakat, pendapatan daerah,

penyerapan tenaga kerja, konflik sosial, dampak lingkungan, atraksi, akses, amenietis, dan

ancillary. Sebelum variabel ini dianalisis, dilakukan uji stabilitas melalui MICMAC. Uji stabilitas

untuk menghasilkan hubungan variabel yang lebih stabil sehingga tidak berubah-ubah ketika terjadi

shock atau guncangan dari faktor eksternal. Variabel-variabel tersebut dinyatakan stabil 100%

setelah melalui iterasi sebanyak 3 kali sebagai mana terlihat pada hasil di bawah ini.

Iteration

1

2

3

Influence

93 %

100 %

100 %

Dependence

100 %

100 %

100 %

© LIPSO

R-EPITA-M

ICM

AC

Stability

Page 8: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

146

Hasil analisis MICMAC menggambarkan hubungan antara variabel melalui pemetaan dalam

kuadran Influence-Dependence (pengaruh dan ketergantungan) dan kekuatan hubungan antara

variabel itu sendiri. Gambar 1 di bawah ini menggambarkan pengaruh dan ketergantungan

langsung antar variabel yang terkait dengan insentif dan regulasi. Variabel akses (supply side) yang

berada pada kuadran 1 (kiri atas) adalah variabel yang memiliki pengaruh besar dan

ketergantungan yang kecil. Dengan demikian variabel akses merupakan entry point dalam

mengelola pariwisata berbasis kearifan lokal di Provinsi Jambi. Variabel lain yang juga menjadi

variabel entry adalah ancellary, atraksi, dampak lingkungan yang merupakan variabel regulasi.

Ketiga variabel ini merupakan variabel regulasi yang berperan penting sebagai entry point dalam

mengelola pariwisata berbasis kearifan lokal di Provinsi Jambi. Dampak Lingkungan menjadi

prasyarat dalam pengelolaan desa wisata berbasis kearifan lokal, demikian juga ancillary dan

atraksi sebagai syarat dalam penawaran pariwisata.

Gambar 1 Pengaruh dan ketergantungan antar variabel

Pada kuadran 2 (kanan atas) adalah kuadran yang menggambarkan “RELAY” variable,

dimana variabel ini dicirikan dengan pengaruh yang kuat dan juga ketergantungan yang kuat. Pada

kasus ini hanya terdapat satu variabel pada posisi kuadran 2 yaitu pendapatan daerah. Hal ini

berarti bahwa pendapatan daerah akan menjadi faktor penting dalam pengelolaan pariwisata

berbasis kearifan lokal, namun variabel ini juga akan sensitif terhadap pengaruh variabel lain

seperti keberadaan usaha terkait pariwisata, regulasi, infratsuktur dan berbagai faktor eksternal

lainnya. Keberadaan variabel yang berada pada posisi relay perlu dicermati secara seksama karena

sifat pengaruh dan ketergantungan yang sama-sama besar. Dengan demikian pemerintah daerah

perlu mencermati kearifan lokal yang dapat dikelola dalam mendukung sektor wisata dan diminati

oleh pasar dalam meningkatkan pendapatan daerah.

Pada kuadran 3 (kanan bawah) adalah varabel yang disebut sebagai variabel “output”, yang

dicirikan dengan pengaruh yang kecil namun ketergantungan yang besar. Termasuk dalam variabel

ini adalah pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dimaklumi

pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja merupakan variabel terdampak atau sangat

ditentukan oleh berbagai variabel lainnya.

Pada kuadran 4 (kiri bawah) adalah variabel yang disebut sebagai variabel “otonomous”

yang dicirikan dengan sifat pengaruh yang kecil dan ketergantungan yang juga kecil. Pada kasus

pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal terdapat satu variabel yang berada pada posisi

kuadran 4 yaitu amenietis. Amenietis menjadi variabel otonomous, dapat dipahami bahwa

akomodasi dan fasilitas memang sangat penting untuk menarik minat wisatawan, namun tidak

semua amenietis harus didekatkan dengan destinasi. Misalnya destinasi alam dan peninggalan

bersejarah, sebaiknya agak berjauhan dari amenietis yang bersifat komersial, seperti hotel, restoran

Page 9: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

147

dan rest area.Hal ini penting untuk menjadi perhatian, jangan sampai amenietis yang dibangun

tidak menunjang sesuai kebutuhan destinasi.

Interaksi antara variabel insentif dan variabel regulasi berdasarkan hasil analisis MICMAC

dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2 Interaksi antara variabel insentif dan regulasi pariwisata berbasis kearifan lokal

Sebagaimana terlihat pada Gambar 2 di atas, variabel yang memiliki interaksi paling kuat

(dengan tanda panah merah) adalah variabel pendapatan daerah, pendapatan masyarakat, akses,

amenietis, ancillary, penyerapan tenaga kerja dampak lingkungan, dan konflik sosial. Variabel

pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat, diantaranya memiliki arah panah yang masuk

berarti variabel ini banyak dipengaruhi daripada mempengaruhi (panah keluar). Variabel

pendapatan daerah dipengaruhi sangat kuat oleh atraksi, akses, dan penerapan tenaga kerja.

Demikian juga variabel pendapatan masyarakat dipengaruhi sangat kuat oleh atraksi, akses,

penyerapan tenaga kerja, konplik sosial dan dampak lingkungan. Pada kasus ini ada beberapa

variabel yang saling mempengaruhi sangat kuat yaitu variabel pendapatan masyarakat dan konplik

sosial, serta pendapatan masyarakat dengan penyerapan tenaga kerja. Interaksi antar variable

tersebut akan sangat mempengaruhi dalam keberhasilan pengelolaan pariwisata berbasis kearifan

lokal dan meningkatkan daya saing daerah. Namun ada beberapa variabel lain interaksinya

cenderung lemah, misalnya pengaruh pendapatan daerah terhadap dampak lingkungan, dan dampak

lingkungan dengan atraksi. Gambaran kekuatan interkasi ini dapat digunakan oleh pengambil

kebijakan untuk menentukan arah kebijakan, agar tidak keliru memberikan fokus perhatian pada

variabel yang memiliki interkasi lemah dan sebaliknya.

Tabel 2 berikut ini menyajikan matrik hasil perhitungan hubungan pengaruh tidak langsung

antar variable. Semakin tinggi angka yang ditunjukkan pada matrik tersebut semakin tinggi

intensitas pengaruh tidak langsung variabel tersebut terhdap variabel lainnya. Sebagai contoh, skor

tertinggi didapat pada interaksi tidak langsung antara akses dan pendapatan masyarakat yakni

sebesar 7859 point yang berarti bahwa akses akan mempengaruhi secara tidak langsung kepada

peningkatan pendapatan masyarakat dengan intensitas tinggi sebesar 7859 point. Hal ini

menunjukkan bahwa dalam mengelola pariwisata berbasis kearifan lokal, secara tidak langsung

bahwa terbukanya akses berdampak besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan

pada akhirnya akan berimplikasinya pada peningkatan daya saing daerah.

Page 10: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

148

Tabel 1 Matrik hubungan pengaruh tidak langsung antar variabel

Pengaruh tidak langsung antara variabel dapat dipetakan sebagimana terlihat pada Gambar 3

di bawah ini. Secara umum dapat dijelaskan bahwa posisi variabel dalam setiap kuadran tidak

mengalami perubahan. Artinya bahwa variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh langsung dan

tidak langsung sekaligus dalam posisi pengaruh dan ketergantungan yang sama, yang berubah

adalah pergeseran derajat intensitas saja. Dari semua variabel konplik sosial (KS) yang mengalami

sedikit pergeseran derajat intensitasnya, sehingga bergeser dari outonomos variabel ke output

variabel.

Gambar 3 Pemetaan pengaruh tidak langsung antar variabel

Interaksi pengaruh tidak langsung tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini dimana

interaksi tidak langsung yang sangat kuat (warna merah) terjadi antara akses ke pendapatan

masayarakat, sementara sebagain variabel menunjukan interaksi tidak langsung yang relatif kuat

(warna biru). Hal ini patut difahami karena penikngkatan akses terhadap pariwisata secara tidak

langsung akan mempengaruhi pendapatan masyarakat.

1 : PM

2 : PD

3 : PT

K

4 : KS

5 : DL

6 : Atraksi

7 : Akses

8 : Am

enietis

9 : An

cillary

1 : PM

2 : PD

3 : PTK

4 : KS

5 : DL

6 : Atraksi

7 : Akses

8 : Amenietis

9 : Ancillary

3745 3044 3077 2692 1613 1967 1786 1791 1573

6680 5413 5721 5029 2958 3658 3197 3288 2870

4143 3263 3516 3124 1812 2243 2003 2033 1811

5487 4437 4727 4148 2447 3010 2617 2705 2375

6661 5372 5686 5028 2962 3653 3178 3276 2860

7034 5688 5993 5306 3149 3842 3334 3453 3015

7859 6330 6648 5866 3461 4246 3763 3844 3370

4404 3523 3754 3314 1942 2398 2114 2166 1907

7247 5856 6120 5342 3161 3891 3473 3520 3117

© LIP

SO

R-E

PITA

-MIC

MA

C

Page 11: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

149

Gambar 4 Interaksi tidak langsung antar variabel

Selain menghasilkan pemetaan variabel dalam posisi kuadran pengaruh dan ketergantungan

serta interaksi antar variabel, analisis MICMAC juga menghasilkan peringkat variabel berdasarkan

pengaruh dan ketergatungan. Gambar 5 di bawah ini menyajikan ranking berdasarkan pengaruh

(influence) langsung dan tidak langsung.

Gambar 5 Urutan variabel berdasaran pengaruh langsung dan tidak langsung

Sebagaimana terlihat pada Gambar 5 di atas, berdasarkan pengaruh langsung maka tiga

variabel utama yang memiliki peringkat tertinggi adalah akses, atraksi, dan ancillary. Semantara

variabel pendapatan masyarakat memiliki urutan terendah dilihat dari aspek influence (pengaruh).

Jika dilihat dari pengaruh tidak langsung maka tiga variabel utama adalah akses, ancillary, dan

atraksi. Tidak terlalu jauh perubahan antara hubungan langsung dan tidak langsung, hanya atraksi

menjadi ranking kedua dan atraksi menjadi posisi ketiga.

Gambar 6 berikut ini menyajikan urutan variabel berdasar ketergantungan (dipengaruhi) baik

langsung maupun secara tidak langsung.

Rank

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Variable

7 - Akses

6 - Atraksi

9 - Ancillary

2 - PD

5 - DL

4 - KS

3 - PTK

8 - Amenietis

1 - PM

Variable

7 - Akses

9 - Ancillary

6 - Atraksi

2 - PD

5 - DL

4 - KS

8 - Amenietis

3 - PTK

1 - PM

© LIPSO

R-EPITA-M

ICM

AC

Classify variables according to their influences

Page 12: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

150

Gambar 6 Urutan variabel berdasarkan ketergantungan langsung dan tidak langsung

Sebagaimana terlihat pada Gambar 6 di atas, tiga variabel utama yang menjadi variabel

ketergantungan adalah pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan penyerapan tenaga kerja.

Ketiga variabel ini merupakan variabel yang terdampak langsung dari pengaruh variabel lain.

2. Memetakan hubungan antar aktor pengelolaan pariwisata kolaboratif

Hasil pengolahan data pengaruh antar actor dengan tool MACTOR dapat dilihat pada

Tabel 3 di bawah ini. Angka yang berada pada kolom Ii menujukkan skor pengaruh, sementara

angka yang berada pada baris Di menunjukkan ketergantungan antar aktor.

Tabel 2 Matrik pengaruh dan ketergantungan antar aktor

Sebagaimana terlihat pada Tabel 3 di atas, stakeholder yang memiliki pengaruh yang tinggi

adalah Dinas Pariwisata dengan skor 625 disusul kemudian dengan Badan Keuangan Daerah (613),

dan Dinas Penanaman Modal Daerah (552). Disisi lain stakeholder yang memiliki kecenderung

ketergantungan tinggi adalah pedagang dengan skor 556 dan yang terendah adalah Persatuan Hotel

dan Restoran Indonesia (PHRI) dengan skor 405. Hal ini juga terlihat pada Gambar 7 berikut ini

akan memetakan stakeholder pada kuadran pengaruh dan ketergantungan.

Rank

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Variable

1 - PM

2 - PD

3 - PTK

4 - KS

6 - Atraksi

8 - Amenietis

7 - Akses

9 - Ancillary

5 - DL

Variable

1 - PM

3 - PTK

2 - PD

4 - KS

6 - Atraksi

8 - Amenietis

7 - Akses

5 - DL

9 - Ancillary

© LIPSOR-EPITA-MICMACClassement par dépendance

Ka

de

s

AS

ITT

A

PH

RI

Po

kd

arw

is

HP

I

BP

PD

Pe

da

ga

ng

Wa

run

g

Pa

rkir

Ek

raf

Ma

sy

ara

ka

t

Ii

Dispar

DPMD

Diskop

Disperin

Dis PU

Disdik

Disbun

Dishut

DP3K

Diskominfo

Bakeuda

BCB

Kades

ASITTA

PHRI

Pokdarwis

HPI

BPPD

Pedagang

Warung

Parkir

Ekraf

Masyarakat

Di

30 32 27 39 26 36 36 35 29 36 32 625

23 27 23 31 21 28 30 29 23 30 25 552

18 21 17 27 17 22 28 28 22 22 23 435

26 26 22 30 23 28 32 31 26 32 27 554

20 19 16 23 18 19 18 17 16 18 18 395

17 19 17 22 15 20 18 18 16 20 19 384

19 17 14 21 15 20 23 23 18 21 20 383

16 13 11 17 13 16 17 17 12 17 14 301

25 25 20 31 23 30 33 32 24 31 26 536

25 26 22 28 23 26 25 24 20 28 23 514

30 30 26 36 25 33 34 33 28 33 32 613

28 27 23 33 24 31 30 29 26 28 28 535

21 18 15 24 17 20 19 19 17 17 22 363

21 27 23 27 24 26 25 24 21 28 22 494

23 30 26 30 26 27 24 24 21 26 24 519

26 26 23 33 23 26 27 26 23 24 29 488

21 26 22 27 24 25 23 22 21 24 22 470

25 22 19 31 20 24 29 28 27 24 29 487

10 7 7 15 6 7 15 16 14 6 15 172

12 9 9 15 8 8 17 18 16 8 16 202

14 9 8 15 9 7 16 17 14 7 17 189

23 28 27 29 26 29 28 27 21 29 24 529

18 17 14 25 14 18 24 23 20 18 21 361

470 474 405 576 416 502 556 542 461 498 507 10101

© LIP

SO

R-E

PIT

A-M

AC

TO

R

MDII

Page 13: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

151

Gambar 7 Pemetaan pengaruh dan depedensi aktor pariwisata

Sebagaimana terlihat pada Gambar 7 Badan Keuangan Daerah, Dinas Penanaman Modal

Daerah, Dinas Perindag, Diskominfo, PHRI, HPI, dan Dinas Pemberdayaan (DP3K) berada pada

kuadra 1 (kiri atas) dengan pengaruh tinggi dan ketergantungan rendah. Sebaliknya adalah kuadran

3 (kanan bawah) dimana Kades, Masyarakat, Parkir, Warung dan Pedagang memiliki tingkat

ketergantungan yang tinggi dan pengaruh yang sangat kecil. Di Kuadaran 4 (kiri bawah) adalah

Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Dinas PU, dan Dinas Pendidikan, yang memiliki pengaruh

dan memiliki ketergantungan yang sangat kecil. Hal ini dapat difahami karena memang Dinas

tersebut cenderung bersifat independen namun memilki pengaruh dalam integrasi kegiatan dengan

pengelolaan pariwisata.

Tabel 4 berikut ini menyajikan derajat mobilisasi antara stakeholder dengan tujuan

pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal secara kolaboratif.

Tabel 3 Derajat mobilisasi aktor-tujuan

Sebagaimana terlihat pada Tabel 4 di atas stakeholder yang memiliki skor mobilisasi

tertinggi ada sembilan aktor yaitu Dinas Pariwisata, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, Balai

PM PD PTK

Ks KL Atraksi

Akses

Amenietis

Ancellary

Absolute sum

Dispar

DPMD

Diskop

Disperin

Dis PU

Disdik

Disbun

Dishut

DP3K

Diskominfo

Bakeuda

BCB

Kades

ASITTA

PHRI

Pokdarwis

HPI

BPPD

Pedagang

Warung

Parkir

Ekraf

Masyarakat

Number of agreements

Number of disagreements

Number of positions

1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

0 1 1 1 1 1 1 1 1 8

0 1 1 1 1 1 0 0 0 5

0 1 1 1 1 0 0 0 0 4

0 1 1 1 1 0 1 1 1 7

0 1 0 1 1 1 1 1 1 7

1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

0 1 1 1 1 1 1 1 1 8

0 1 1 1 1 1 1 1 1 8

0 1 1 1 1 1 1 0 0 6

1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

1 1 1 -1 0 1 1 1 1 8

1 1 1 -1 0 1 1 1 1 8

1 0 1 1 1 1 1 1 1 8

1 1 1 -1 0 1 1 1 1 8

1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

1 0 1 1 1 1 1 1 1 8

1 0 1 1 1 1 1 1 1 8

1 0 1 1 1 1 1 1 1 8

1 1 1 -1 1 1 1 1 1 9

1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

15 19 22 19 20 21 21 20 20

0 0 0 -4 0 0 0 0 0

15 19 22 23 20 21 21 20 20

© LIPSO

R-EPITA-M

ACTO

R

1MAO

Page 14: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

152

Cagar Budaya, Kades, Badan Promosi Pariwisata Daerah, Ekonomi Kreatif dan Masyarakat dengan

skor sembilan. Artinya bahwa menyangkut pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal dengan

kolaboratif sembilan aktor ini merupakan stakeholder yang akan aktif dalam menjawab permasalah

yang ada. Derajat mobilisi (baris bawah) menujukkan tujuan mana yang diperkirakan akan menjadi

isu utama yang memancing reaksi stakeholder. Dalam kasus ini tujuan minimalisir konplik sosial

dengan skor 23 merupakan tujuan yang dianggap penting oleh para aktor disusul kemudian dengan

penyerapan tenaga kerja dengan skor 22 dan akses serta atraksi pada posisi ketiga dengan skor 21.

Keempat tujuan tersebut dianggap penting oleh para stakeholder untuk mengoptimalkan

pengelolaan pariwisata kolaboratif dalam wujud desa wisata di Provinsi Jambi.

Gambar 8 di bawah ini menggambarkan daya saing aktor yang ditunjukkan oleh tingkat

pengaruh langsung dan tidak langsung aktor tersebut terhadap aktor lainnya. Dari Gambar 8 di

bawah ini nampak bahwa aktor yang berperan penting baik langsung maupun tidak langung adalah

Badan Keuangan Daerah dengan skor daya saing 1,3 disusul kemudian dengan Dinas Pariwisata,

Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian, Dinas Perkebunan dan Dinas Pemberdayaan denga skor

masing-masing sebesar 1,3. Sementara aktor yang memiliki daya saing lemah adalah pedagang

informal dan warung dengan skor 0.6. Hal ini dapat difahami karena posisi pedagang informal dan

warung cenderung pada kuadran 3 (kanan bawah) yakni posisi sebagai aktor terdampak dari

kebijakan pengelolaan pariwisata.

Gambar 8 Daya saing aktor dalam pariwisata

Gambar 9 di bawah ini menyajikan hasil analisis MACTOR yang melakukan “timbangan”

untuk setiap tujuan. Dalam kasus ini sembilan tujuan disajikan yakni pendapatan masyarakat,

pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja, konplik sosial, konplik/dampak lingkungan, atraksi,

akses, amenietis, dan ancillary. Terlihat bahwa seluruh stakeholder setuju dengan sembilan tujuan

pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal secara kolaboratif. Hal ini dijelaskan oleh gambar

yang menunjukan arah timbangan berat kepada tanda positif.

Page 15: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

153

Page 16: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

154

Gambar 9 Timbangan antara aktor dan tujuan konvergensi dan divergensi antar stakeholder

Analisis MACTOR juga menghasilkan derajat konvergensi (kesepakatan dan persetujuan)

antar aktor dan derajat divergensi (ketidaksetujuan) antara aktor. Tabel 5 di bawah ini menyajikan

jumah konvergensi antar aktor dimana skor yang tinggi menunjukkan konvergensi yang tinggi

antar aktor. Dalam kasus ini aktor yang berkovergensi paling besar antara satu sama lain dengan

skor rata-rata 168 yaitu Dinas Pariwisata, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, Balai Cagar

Budaya, ASITA, Badan Promosi Pariwisata Daerah, dan Masyarakat. Pada sisi lain Dinas Pendag

memiliki skor kovergensi rendah yakni 76, yang menujukkan bahwa Dinas Perindag masih

cenderung kegiatannya memiliki koneksitas kegiatan yang masih lemah dengan kegiatan desa

wisata.

Page 17: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

155

Tabel 4 Matrik Konvergensi antar aktor

Kecenderungan konvergensi ini juga dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini yang

merupakan penjabaran grafis dari matrik Tabel 5 di atas.

Gambar 10 Matrik Konvergensi antar aktor

KESIMPULAN Pengembangan pariwisata berbasis kearifna local sangat ditentukan oleh interaksi antar aktor

dan faktor. Interaksi faktor dipetakan dalam pemetaan MICMACM yang menunjukkan bahwa

Sembilan variabel pariwisata menempati posisi yang berbeda dalam konteks pengaruh dan

ketergantungan dalam pengembangan pariwisata. Kesembilan variabel tersebut adalah pendapatan

Dis

pa

r

DP

MD

Dis

ko

p

Dis

pe

rin

Dis

PU

Dis

dik

Dis

bu

n

Dis

hu

t

DP

3K

Dis

ko

min

fo

Ba

ke

ud

a

BC

B

Ka

de

s

AS

ITT

A

PH

RI

Po

kd

arw

is

HP

I

BP

PD

Pe

da

ga

ng

Wa

run

g

Pa

rkir

Ek

raf

Ma

sy

ara

ka

t

Dispar

DPMD

Diskop

Disperin

Dis PU

Disdik

Disbun

Dishut

DP3K

Diskominfo

Bakeuda

BCB

Kades

ASITTA

PHRI

Pokdarwis

HPI

BPPD

Pedagang

Warung

Parkir

Ekraf

Masyarakat

Number of convergences

0 8 5 4 7 7 9 9 8 8 6 9 9 7 7 8 7 9 8 8 8 8 9

8 0 5 4 7 7 8 8 8 8 6 8 8 6 6 7 6 8 7 7 7 7 8

5 5 0 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 3 3 4 3 5 4 4 4 4 5

4 4 4 0 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 2 3 2 4 3 3 3 3 4

7 7 4 4 0 6 7 7 7 7 5 7 7 5 5 6 5 7 6 6 6 6 7

7 7 4 3 6 0 7 7 7 7 5 7 7 5 5 6 5 7 6 6 6 6 7

9 8 5 4 7 7 0 9 8 8 6 9 9 7 7 8 7 9 8 8 8 8 9

9 8 5 4 7 7 9 0 8 8 6 9 9 7 7 8 7 9 8 8 8 8 9

8 8 5 4 7 7 8 8 0 8 6 8 8 6 6 7 6 8 7 7 7 7 8

8 8 5 4 7 7 8 8 8 0 6 8 8 6 6 7 6 8 7 7 7 7 8

6 6 5 4 5 5 6 6 6 6 0 6 6 4 4 5 4 6 5 5 5 5 6

9 8 5 4 7 7 9 9 8 8 6 0 9 7 7 8 7 9 8 8 8 8 9

9 8 5 4 7 7 9 9 8 8 6 9 0 7 7 8 7 9 8 8 8 8 9

7 6 3 2 5 5 7 7 6 6 4 7 7 0 8 6 8 7 6 6 6 8 7

7 6 3 2 5 5 7 7 6 6 4 7 7 8 0 6 8 7 6 6 6 8 7

8 7 4 3 6 6 8 8 7 7 5 8 8 6 6 0 6 8 8 8 8 7 8

7 6 3 2 5 5 7 7 6 6 4 7 7 8 8 6 0 7 6 6 6 8 7

9 8 5 4 7 7 9 9 8 8 6 9 9 7 7 8 7 0 8 8 8 8 9

8 7 4 3 6 6 8 8 7 7 5 8 8 6 6 8 6 8 0 8 8 7 8

8 7 4 3 6 6 8 8 7 7 5 8 8 6 6 8 6 8 8 0 8 7 8

8 7 4 3 6 6 8 8 7 7 5 8 8 6 6 8 6 8 8 8 0 7 8

8 7 4 3 6 6 8 8 7 7 5 8 8 8 8 7 8 8 7 7 7 0 8

9 8 5 4 7 7 9 9 8 8 6 9 9 7 7 8 7 9 8 8 8 8 0

168 154 96 76 134 133 168 168 154 154 116 168 168 134 134 150 134 168 150 150 150 153 168

© L

IPS

OR

-EP

ITA

-MA

CT

OR

1CAA

Page 18: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

156

masyarakat, pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja, konflik sosial, dampak lingkungan, atraksi,

akses, amenietis, dan ancillary. Variabel akses merupaan variabel penting dari sisi input sementara

variabel pendapatan masyarakat merupakan variabel penting dari sisi output. Variabel pendapatan

daerah menjadi variabel Relay yang memungkikan tidak stabilnya system pariwisata berbasis kearifan

local karena, tujuan peningkatan pendapatan daerah yang tinggi bisa saja menyebabkan sulitnya

pariwisata local untuk berkembang.

Berdasarkan pemetaan interaksi antar aktor atau stakeholder pengelola pariwisata di Provinsi

Jambi, aktor yang memiliki pengaruh tinggi secara berurut adalah Dinas Pariwisata, Badan Keuangan

Daerah, dan Dinas Penanaman Modal Daerah. Kemudian stakeholders yang memiliki kecenderung

ketergantungan tinggi adalah pedagang. Sedangkan stakeholders yang memiliki ketergantungan

terendah adalah Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).

Selanjutnya dari sembilan tujuan pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal (pendapatan

masyarakat, pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja, konplik sosial, konplik/dampak lingkungan,

atraksi, akses, amenietis, dan ancillary), tergambar bahwa seluruh stakeholder setuju dengan sembilan

tujuan pengelolaan pariwisata berbasis kearifan lokal secara kolaboratif.

Sedangkan derajat konvergensi (kesepakatan dan persetujuan) antar aktor dan derajat divergensi

(ketidaksetujuan) antara aktor, menunjukkan konvergensi yang tinggi antar aktor. Pada kasus ini aktor

yang berkovergensi paling besar antara satu sama lain yaitu Dinas Pariwisata, Dinas Perkebunan,

Dinas Kehutanan, Balai Cagar Budaya, ASITA, Badan Promosi Pariwisata Daerah, dan Masyarakat.

SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat disarankan bahwa penembangan akses dan

pengembangan yang berkaitan dengan atraksi wisata dan karakteristik wisata serta dampak

lingkunganya harus menjadi perhatian pemerintah melalui pengembangan investasi yang berbasis

kearifan local dengan melibatkan masyarakat. Investasi ini bersifat demand side artinya harus

dikembangkan berdasarkan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena pendapatan masyarakat menjadi variabel output yang utama, maka perlu

diperhatikan skema peningkatan pendapatan masyatakat yang berkelkanjutan misalnya melalui

pengembangan koperasi dan kelembagaan desa seperti BUMDES atau peningkatan tabungan

masyarakat desa dari hasil pariwisata.

Dari hasil MACTOR menunjukkan bahwa konvergensi antar aktor pemerintah menjadi salah

satu kunci dalam pengembangan pariwisat. Oleh karenanya disarankan sinergi kelembagaan dengan

memberikan kewenangan kepada Lembaga yang berwenang dalam mengelola wisata melalui skema

regulasi (peraturan daerah atau desa)yang lebih kuat serta memberikan insentif kepada Lembaga agar

bisa bekerja sama secara berkesinambungan dalam mengelola pariwisata berbasis kearifan local.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M.T., M. Saleh., A.F. Abdelkadir., A. Abdelrahim. 2009. El Maghara Scenario A Search for

Sustainability and Equity: An Egyptian Case Study. Journal of Futures Studies, November

2009, 14(2): 55 – 90.

Asaad, Ilyas. 2011. Pengetahuan Tradisional Sebagai Bagian Kearifan Lokal dari Masyarakat Hukum

Adat Yang Terkait Dengan Sumber Daya Genetik (Sdg) dalam Protokol Nagoya. Jakarta:

Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat/KLH.

Conservation Finance Alliance. 2003. Conservation Finance Guide. Diakses tanggal 19 Mei 2018

dari : http://guide.conservationfinance.org/index.cfm.

Dewi, IJ. 2011. Implementasi dan Implikasi Pemasaran Wisata yang Bertanggungjawab (Responsible

Tourism Marketting). Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.

Fauzi, A. 2017. Draf Buku Analisis Keberlanjutan. Bogor: IPB.

Godet, M. 1989. Effective Strategic Management the Prospective Approach. Journal Tecnology

Analysis and Strategic Management. Volume 1, Issue 1, 1989, Page 45-56.

Page 19: PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN … filelocal government has put more efforts to develop this industry in order to strengthen local economic ... Serta banyaknya aturan turunan

157

Godet, M. 2006. Creating Future : Scenario Planning as a Strategic Management tool. London:

Economica.

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2011. Buku Kearifan Lokal di Tengah

Modernisasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Pengembangan

Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata

Republik Indonesia. Jakarta. Diakses 23 Februari 2018.

Middleton, V. 2004. Rural Tourism Marketing: The Challenge of New South Africa. International

Journal of Tourism Research, 6 (3): 211-215.

Mira P. Gunawan. 1999. Pariwisata Indonesia, Berbagai Aspek dan Gagasan Pembangunan.

Bandung: Penerbit Lembaga Penelitian ITB.

Porter, M. 1998. Cluster And The New Economics Of Competition, Harvard Business Review,Vol.7,

No.6, pp. 6-15.

Ridwan, NA. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Purwokerto: P3M STAIN, Vol 5. Januari-

Juni 2007.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor.

United Nation World Tourism Organization. 2018. UNWTO Tourism Highlight, 2018 edition.Diakses

tanggal 15 April 2018 dari http://marketintelligence.unwto.org/publication/unwto-tourism-

highlights-2018.