paradigma auditing bank syariah- makalah
DESCRIPTION
ParadigmTRANSCRIPT
PARADIGMA
AUDITING BANK SYARIAH
Pengertian Auditing
Menurut Alvin A Arens dan James K Loebbecke (1980), aditing adalah suatu set
prosedur yang sesuai dengan norma pemeriksaan akuntan yang memberikan informasi sehingga
akunan dapat menyatakan satu pendapat tentang apakah laporan keuangan yang diperiksa
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku1.
Menurut catatan seorang ahli sejarah akuntansi, dikatakan bahwa : “ Asal usul auditing
dimulai lebih awal dibandingkan dengan asal usul akuntansi. Ketika kemajuan peradaban
membawa pada kebutuhan akan adanya orang yang dalam batas tertentu dipercaya untuk
mengelola harta milik orang lain, maka dipandang patut untuk melakukan pengecekan atas
kesetiaan orang tersebut, sehingga semuanya akan menjadi jelas”.
Table.1 Perkembangan Audit
Perkembangan waktu Pemakai Laporan Auditor
Tujuan Audit Pendekatan
Tahun 1800-an Pemilik organisasi Penemuan kecurangan Tes keseluruhanAwal 1900 Pemilik dan kreditur Penemuan kecurangan Tes keseluruhan1900-1930 Pemilik, kreditur, dan
pemerintahPernyataan bahwa laporan keuangan adalah benar
Testing lebih kecil
1930- sekarang Pemilik, kreditur, pemerintah, masyarakat
Pernyataan pendapat atas kewajaran penyajian laporan keuangan
Dipilih sampel
Di dunia modern ini hadirnya akuntansi dan auditing menjadi “mata uang” yang tidak
dapat di pisahkan, Auditing berperan sebagai instrument pengawasan dan kontroling terhadap
manajeman perbankan guna membantu manajemen dalam meningkatkan kinerja perbankan,
terutama dari aspek pengendalian.
1. Harahap, Sofyan Syafri, Drs., msAc., Auditing Kontemporer, (Penerbit Erlangga: Jakarta, 1994), h. 18
1
Bagi beberapa kalangan auditing menjadi salah satu hal yang di takuti, karena paradigma
auditing yang terbangun adalah berorientasi pada mencari kesalahan (watchdog) yang meliputi
aktivitas inspeksi, observasi, perhitungan, cek & ricek yang bertujuan untuk memastikan
ketaatan / kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan dan
lebih pada me-judge atas kesalahan tersebut. Namun era watchdog tersebut telah usang
paradigm yang terbangun sekarang adalah bagaimana auditor dapat berperan sebagai konsultan
dan katalis.
Auditor sebagai konsultan adalah diharapkan dapat memberikan manfaat berupa nasehat
(advice) dalam pengelolaan sumber daya (resources) organisasi sehingga dapat membantu tugas
para manajer operasional. Sedangkan auditor sebagai katalis berkaitan dengan quality assurance,
sehingga internal auditor diharapkan dapat membimbing manajemen dalam mengenali risiko-
risiko yang mengancam pencapaian tujuan organisasi.
Auditor sebagai katalis berkaitan dengan quality assurance, sehingga internal auditor
diharapkan dapat memperhitungkan resiko-resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan. Quality
assurance juga bertujuan untuk mengetahui bahwa perusahaan telah menghasilkan produk yang
sesuai dengan kebutuhan customer. Saran yang diberikan oleh seorang katalis bersifat jangka
panjang.
The Institute of Internal Auditor pada tahun lalu (2001) telah melakukan redifinisi
terhadap internal auditing. Dimana disebutkan bahwa internal auditing adalah suatu aktivitas
independen dalam menetapkan tujuan dan merancang aktivitas konsultasi (consulting activity)
yang bernilai tambah (value added) dan meningkatkan operasi perbankan. Dengan demikian
internal auditing membantu organisasi dalam mencapai tujuan dengan cara pendekatan yang
terarah dan sistematis untuk menilai dan mengevaluasi keefektifan manajemen resiko (risk
management) melalui pengendalian (control) dan proses tata kelola yang baik (governance
processes).
Table.2 Paradigm Lama Vs Paradigm Baru2
2 http:// muhariefeffendi.wordpress.com
2
Uraian Watchdog Consultant CatalistProses Audit Kepatuhan
(Compliance Audit)Audit operasional Quality Assurance
Fokus Adanya variasi (penyimpangan, kesalahan, atau kecurangan, dll)
Penggunaan sumber daya (resources)
Nilai (values)
Impact Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang
Aduditing Dalam Perspektif Islam
Ekonomi islam pada prakteknya bukan hanya perbankan syariah namun sudah
berkembang luas dalam institusi keuangan lainnya. Seperti asuransi, pasar modal, bisnis syariah
dan tak terkecuali organisasi nirlaba juga berusaha menerapkan system ekonomi islam dalam
operasionalnya. Lebih jauh lagi system ini tidak hanya di terapkan oleh masyarakat yang
beragama islam saja melainkan system ini sudah mulai diterapkan oleh non muslim baik di
dalam maupun di luar negeri.
Dengan munculnya sistem tersebut perbankan yang menerapkan system konvensional
dengan perbankan yang menerapkan system syariah jelas akan berbeda, karena perbankan yang
menerapkan system syariah ia dioperasikan dengan menggunakan sistem nilai-nilai ke Islaman
yang didasarkan pada kedaulatan Tuhan bukan kedaulatan rasio ciptaan Tuhan yang terbatas.
Dengan demikian maka sistem yang berkaitan dengan eksistensi lembaga ini juga perlu
menerapkan nilai-nilai islami jika kita ingin menerapkan nilai-nilai Islami secara konsisten.
Konsekuensi logisnya adalah seluruh manajeman dan segala hal yang berhubungan dengan
perbankan harus mengandung nilai-nilai tersebut tak terkecuali penerapan fungsi auditing Islami.
Imam Ghazali (juz XV, hal. 6-7), menyebutkan bahwa “Sesunguhnya asas dalam
pengawasan diri adalah takut kepada Allah. Ini adalah ciri seorang muslim penganut aqidah yang
mengetahui bahwa Allah melihatnya. Selanjutnya, dia akan mengawasi dirinya karena dia
mengetahui di sana ada Pengawas yang dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh manusia,
dan dapat mendengar apa yang tidak dapat didengar oleh selain-Nya di antara makhluq-makhluq-
Nya”. Hal ini tampak jelas di dalam firman Allah Tabaraka Wa Ta’ala: “Dan jika kamu
3
melihatkan apa yang ada di hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”. (Al Baqarah:284)
Selain itu, pengawasan diri dan muhasabah terhadap diri merupakan tuntutan asasi dari
ajaran syari’at Islam sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunah. Diantaranya
firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala: “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini
sebagai penghisab terhadap dirimu”. (Al Isra':14)
Dalam hal ini, Khalifah Umar Ibnul Khaththab radliyallahu `anhu berkata, “Hisablah diri kalian
sebelum dihisab; timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbangkan; dan bersiap-
siaplah kalian untuk menghadapi penampakan amal”.
Audit syariah merupakan pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap
aktivitas bank syariah. Tujuan utama audit syariah adalah untuk memastikan kesesuaian seluruh
operasional bank dengan prinsip dan aturan syariah yang digunakan sebagai pedoman bagi
manajemen dalam mengoperasikan bank syariah. Sehingga dengan dilakukan audit syariah
diharapkan semua aktivitas dan produk bank syariah dapat dipastikan sesuai dengan aturan dan
prinsip syariah Islam. Tetapi dalam prakteknya audit syariah seringkali dilakukan hanya sebatas
pada pengujian kesesuaian produk bank syariah dengan prinsip dan aturan syariah yang ada,
sedangkan aspek operasional bank yang lain terabaikan. Akibatnya tujuan utama pelaksanaan
audit syariah tidak tercapai sehingga kebutuhan stakeholder bank syariah atas jaminan kepatuhan
syariah menjadi minimalis. Hal tersebut terjadi karena belum ada kerangka kerja yang menjadi
acuan pelaksanaan audit syariah secara komprehensif3.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) syariah berlandaskan pada paradigma
dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan
sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara
material dan spiritual (al-falah). Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat
manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan
akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salah aktivitas usaha. Paradigma ini
3 http://novensuprayogi.blogspot.com/2008/06/audit-syariah-dengan-kerangka-balance.html diakses pada tanggal 4 juni 2013 pukul 09. 44 wib
4
akan membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good
governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.
Syariah berasaskan pada prinsip: 1) Persaudaraan (ukhuwah); 2) Keadilan (‘adalah);
3) Kemaslahatan (maslahah); 4) Keseimbangan (tawazun); dan 5) Universalisme
(syumuliyah). Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang
menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara
umum dengan semangat saling tolong menolong4.
DAFTAR PUSTAKA
4 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan (Jakarta: Salemba Empat, 2007)
5
Harahap, Sofyan Syafri, Drs., msAc., Auditing Kontemporer, Penerbit Erlangga: Jakarta, 1994.
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat, 2007.
Rahayu, Siti Kurnia dan Suhayati, Ely, Auditing Konsep Dasar dan Pedoman Pemeriksaan
Akuntan Publik, Graha Ilmu: Yogyakarta, 2010.
http://muhariefeffendi.wordpress.com/2007/11/07/paradigma-baru-internal-auditor
http://novensuprayogi.blogspot.com/2008/06/audit-syariah-dengan-kerangka-balance.html
6