paper teori organisasi
TRANSCRIPT
ORGANISATION THEORY & DESIGN
Dosen Dr. Yurni Harri Jalil
TUGAS INDIVIDU
DIBUAT OLEH :
ARNALDO LUHUT PARMONANGAN55108110051
PROGRAM PASCA SARJANAMAGISTER MANAJEMEN
DESEMBER
2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sering kita mendengar kata” organisasi” dalam kehidupan dilingkungan masyarakat
maupun dunia pekerjaan atau kampus, namun terkadang kita sering dibingungkan oleh definisi
dan organisasi dengan segala aspek dan istilah yang menyertainya. Banyak referensi dan
pendapat dan para pakar manajemen dan organisasi di dunia , sebagaimana tersaji di uraian di
bawah ini.
James D. Mooney, menyebutkan bahwa organisasi adalah sebagai bentuk setiap
perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama (Organization is the form of
every human association for the attainment of common purpose).
Herbert. A. Simon, Mengatakan bahwa organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang
lengkap dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang (Organization is the
complex pattern of communication and other relations in a group of human being).
Menurut Chester L. Barnard, organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas
kerjasama dua orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang
sebagian besar tentang persoalan silaturahmi (Organization is a system of cooperative activities
of two or more person something intangible and impersonal. Largely a matter of relationship).
Dwight Waldo berpendapat bahwa organisasi adalah sebagai suatu struktur dari
kewenangan-kewenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada
suatu sistem administrasi (Organization is the structure of authoritative and habitual personal
interrelations in an administrative system).
Sedangkan Luther Gulick mengatakan organisasi adalah sebagai suatu alat saling
hubungan satuan-satuan kerja yang memberikan mereka kepada orang-orang yang ditempatkan
dalam struktur kewenangan; dus dengan demikian pekerjaan dapat dikoordinasikan oleh perintah
para atasan kepada para bawahan yang menjangkau dari puncak sampai ke dasar dari seluruh
badan usaha ( Organization is the means of interrelating the subdivisions of work by allotting
them to men who are placed in a structure of authority, so that the work may be coordinated by
orders of superiors to sub ordinates, reaching from the top to the bottom of the entire enterprise).
Organisasi merupakan proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan
mengatur serta membagi tugas diantara para anggota untuk mencapai tujuan.
Jadi organisasi dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Organisasi dalam arti badan yaitu sekelompok orang yang bekerja untuk mencapai tujuan
tertentu.
2. Organisasi dalam arti bagan yaitu gambaran skematis tentang hubungan kerjasama dari
orang-orang yang terlibat dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
B. Masalah Organisasi
Dalam menjalankan roda organisasi, tidak ada suatu organisasi yang tidak mengalami
suatu masalah, secara garis besar masalah organisasi meliputi:
1. Visi & Misi
2. Bentuk Organisasi
3. Masalah yang ada dalam organisasi
1. Visi dan Misi Organisasi.
Kosakata visi dan misi telah menjadi trend menarik berbagai organisasi baik
organisasi publik (pemerintah) maupun organisasi perusahaan. Penetapan visi, misi dan tujuan
merupakan petunjuk kearah kemana organisasi akan bergerak (Certo and Peter, 1990)2.
Tony Buzan dalam buku The Power of Spiritual Intelegence, visi didefinisikan sebagai
kemampuan berpikir atau merencanakan masa depan dengan bijak dan imajinatif, menggunakan
gambaran mental tentang situasi yang dapat dan mungkin terjadi di masa mendatang.
Dengan demikian visi merupakan titik permulaan dari kenyataan hari esok suatu
perusahaan. Visi yang benar merupakan suatu gagasan yang sangat ampuh yang dapat membuat
loncatan awal ke masa depan dengan memadukan segala sumberdaya untuk mewujudkan visi
tersebut.
Misi pemimpin merupakan perwujudan dari visi pemimpin. Keduanya merupakan acuan
utama dari segala perubahan yang terjadi dalam perusahaan. Jika visi merupakan keinginan
pemimpin, maka misi merupakn perwujudan dari keinginan pemimpin tersebut. Maka penurunan
visi menjadi misi mencerminkan perubahan yang diharapkan, yang menggambarkan perjalanan
dari titik berangkat sebagai keadaan awal ke arah titik pencapaian sebagai keadaan yang
diharapkan. Untuk melaksanakan proses perubahan tersebut diperlukan pendekatan startegis yang
sistematik, rasional dan obyektif serta terstruktur. Misi pemimpin merupakan arahan yang
spesifik untuk merumuskan sasaran dan tujuan perusahaan.
2. Bentuk Organisasi
Bentuk-bentuk organisasi dapat dibedakan atas:a. Organisasi Garis.
Merupakan bentuk organisasi tertua dan paling sederhana, diciptakan oleh Henry Fayol.
Ciri-ciri bentuk organisasi ini yaitu organisasinya masih kecil, jumlah karyawan sedikit
dan saling mengenal serta spesialisasi kerja belum tinggi.
b. Organisasi Garis dan Staf.
Dianut oleh organisasi besar, daerah kerjanya luas dan mempunyai bidang tugas yang
beraneka ragam serta rumit dan jumlah karyawannya banyak. Staf yaitu orang yang ahli
dalam bidang tertentu yang tugasnya memberi nasihat dan saran dalam bidang kepada
pejabat pemimpin di dalam organisasi.
c. Organisasi Fungsional.
Organisasi yang disusun atas dasar fungsi yang harus dilaksanakan. Organisasi ini dipakai
pada perusahaan yang pembagian tugasnya dapat dibedakan dengan jelas.
d. Organisasi Panitia.
Organisasi dibentuk hanya untuk sementara waktu saja, setelah tugas selesai maka
selesailah organisasi tersebut.
3. Masalah di dalam Organisasi
Secara umum masalah di dalam suatu organisasi, ada dua yaitu:
1. Berkaitan dengan Sumber Daya Manusia
2. Berkaitan dengan Lingkungan.
Kasus SDM pada umumnya terjadi karena adanya konflik antara kepentingan organisasi
dan kepentingan individu (SDM), dengan disertai perilaku sebagai berikut:
1. Tidak atau kurang memperdulikan waktu
2. Bekerja asal kerja dan selalu melemparkan masalah kepada orang lain atau tanggung
jawabnya kepada orang lain
3. Tugas yang menjadi tanggung jawabnya tidak terselesaikan & selalu ikut campur tangan
4. Berlagak pintar & selalu merasa berjasa
5. Suka menuntut
6. Volume pekerjaannya tidak sesuai & tidak berkualitas.
Pada umumnya konflik tersebut menimpa pada SDM yang mempunyai ciri-ciri perilaku
yang tidak produktif sebagai berikut:
1. Sukar melupakan kesan negatif masa lalu
2. Sukar menerima hal hal yang dinilainya kurang/yang tidak baik
3. Sukar menyesuaikan diri
4. Selalu terburu dalam pengambilan keputusan
5. Selalu merugikan orang lain atau dirinya sendiri.
Kasus organisasi dengan lingkungan, pada umumnya terjadi karena:
1. Globalization
2. Ethics
3. Entrepreneurships
4. E-business
5. Quality Management
6. Learning Organization
7. Knowledge Management
C. Identifikasi Masalah
Saya adalah seorang Marketing Proyek di PT Guna Bangun Jaya (LEMKRA) yang berdiri pada
tahun 1996 yang berpusat di kota Cirebon Jawa Barat. Merupakan joint venture antara Mr. Rainer
C. Goetz dari Jerman dengan Bapak Gunawan Tjahjadi dari Indonesia. Dengan merk dagang
“LEMKRA”.
Dalam perkembangannya PT. Guna Bangun Jaya membuka cabang berturut - turut pada tahun
1998 di Kota Surabaya dan Bandung, pada tahun 2000 di Jakarta, tahun 2002 di Kota Semarang
serta pada tahun 2008 di Kota Medan.
Selain membuka beberapa cabang tersebut diatas, LEMKRA juga membuka Distributor/agen/sub
dibeberapa kota lain seperti, Kota Lampung, Palembang, Batam, Pontianak, Banjarmasin,
Manado, Makassar, Kendari, NTB, Bali, dan beberapa kota lain yang hampir merata di Indonesia.
Saya mulai bekerja sejak tahun 2003 dengan pengalaman bekerja yang cukup lama serta
pendidikan Sarjana. Perusahaan bergerak dalam bidang usaha produk retail bahan bangunan,
perusahaan ini mengkaryakan 1200 pegawai. Saya adalah seorang marketing proyek yang kerja
setiap harinya mencari omzet dan memperbanyak konsumen dan membangun merek dagang
LEMKRA supaya lebih dikenal masyarakat, itu semua berguna bagi kelangsungan hidup
Perusahaan. Setiap hari pula saya berinteraksi dengan berbagai divisi, baik Distribusi, teknisi &
LC, Customer service, Keuangan dan Admin, Sales and Marketing Manajer dan juga Kepala
Cabang.
Posisi saya adalah dibawah naungan divisi Marketing yang dikepalai oleh seorang
Manajer. Yang bertanggung jawab langsung kepada seorang Kepala cabang yang membawai
beberapa departemen yang dipimpin oleh seorang Supervisor. Dimana untuk lebih jelasnya kita
dapat melihat struktur organisasi dibawah ini :
Dengan bertambah besarnya Perusahaan maka kompleksitas didalam perusahaan mulai
terbentuk. Dimana dengan semakin bertambah besarnya Perusahaan terdapat peluang yang dapat
digunakan oleh beberapa orang untuk memperkaya diri sendiri karena lemahnya pengawasan dari
Kantor Pusat begitu pula faktor loyalitas dari si Karyawan lama kelamaan semakin terkikis
karena si karyawan dapat menggunakan peluang yang ada untuk memperkaya karyawan tersebut.
Tidak adanya pembagian kerja yang jelas dan juga Pembaharuan dari Peraturan Perusahaan yang
ada mengenai tugas dan tanggung jawab masing – masing karyawan membuat peluang yang
dapat dipakai oleh karyawan yang ada untuk mencari pekerjaan sampingan untuk kemajuan diri
sendiri dengan karyawan lain yang bekerja sama.
D. Pembatasan Masalah
Menghindari pembahasan masalah yang tidak relevan, maka berdasarkan paparan kasus
diatas penulis hanya akan membatasi pada masalah Sumber Daya Manusia (SDM).
E. Perumusan Masalah
Atas dasar paparan kasus diatas, Penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur organisasi PT. Guna Bangun Jaya, sehingga memungkinkan terjadinya
konflik kepentingan pribadi di antara karyawan ?
2. Bagaimanakan sistem delegasi di PT. Guna Bangun Jaya berlaku, sehingga beberapa
karyawan dapat menggunakan situasi dan kondisi perusahaan untuk memperkaya
kepentingan pribadi?
3. Bagaimana koordinasi (Top Down/ Bottom Up), antar individu PT. Guna Bangun Jaya
dibangun, sehingga bisa dicapai tujuan organisasi?
4. Bagaimana tujuan organisasi dikomunikasikan ke individu-individu dalam tubuh organisasi
sehingga berdasarkan Human Competency tiap individu mengetahui apa yang menjadi
tugas dan tanggung jawabnya.?
5. Analisa SWOT mengenai posisi dan juga visi dan misi kedepan, program kerja untuk tiga
tahun mendatang dan kriteria dari keberhasilan program tersebut?
BAB IILANDASAN TEORI
A. Pengertian Organisasi dan Perkembangannya
Secara umum pengertian organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan sosial
yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang
bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama ( sekelompok
tujuan).
Pendekatan awal terhadap teori organisasi pada permulaan abad 19 menganggap
organisasi sebagai alat mekanis untuk mencapai tujuan , dengan perhatian difokuskan pada
pencapaian efisiensi di dalam fungsi-fungsi intern organisasi (Teoritikus Tipe 1).
Pada teoritikus Tipe 2 yang melaksanakan dibawah asumsi system tertutup namun
menekankan hubungan informasi dan motivasi —motivasi non-ekonomis yang beroperasi
didalam organisasi. Organisasi tidak selalu berjalan secara mulus dan bukan merupakan mesin
yang sempurna. Manajemen dapat merancang hubungan dan aturan formal , namun disciptakan
juga persahabat informal untuk memenuhi kebutuhan sosial anggotanya.
Kerasionalan kembali menjadi tema sentral pada teoritikus Tipe 3, diperkirakan sejak
1960 sampai awal 1970-an para teoritikus melihat organisasi menjadi alat untuk mencapai tujuan.
Mereka memfokuskan pada sasaran, teknologi, dan ketidak pastian lingkungan sebagai variable-
variabel kontingensi utama yang menentukan struktur yang tepat dan seharusnya berlaku dalam
organisasi., dengan kata lain struktur yang sesuai dengan variable-variabel kontingensi tersebut
akan membantu pencapaian tujuan organisasi, sebaliknya penerapan struktur yang salah akan
mengancam kelangsungan hidup organisasi.
Akhirnya pendekatan mutakhir untuk memahami organisasi sangat dipengaruhi oleh para
teoritikus Tipe 4. Perspekstif social digunakan kembali, namun dalam kerangka kerja system
terbuka. Hasilnya adalah pandangan bahwa struktur bukanlah merupakan usaha yang rasional dan
para manajer untuk menciptakan struktur paling efektif, namun merupakan hasil dan suatu
pertarungan politis diantar koalisi-koalisi didalam organisasi untuk memperebutkan kendali /
kekuasaan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pembagian masing-masing tipe dan teoritikus organisasi dalam
gambar 2.1 berikut mi:
Gambar 2.1. Evolusi Teori Organisasi Kontemporer
Sumber : W Richard Scott “Theoritical Perspectives dalam Buku Teori Organisasi oleh Stephen P Robbinson, 1990 hal.34
A. 1. Struktur Organisasi
Istilah Struktur Organisasi menunjukkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor
kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.
Terdapat enam elemen penting yang harus diperhatikan dalam mendesain struktur organisasi
yaitu:
1. Spesialisasi pekerjaan (work specialization) atau pembagian tenaga kerja
menggambarkan sejauh mana berbagai kegiatan dalam organisasi dibagi-bagi menjadi
beberapa pekerjaan tersendiri. Pada sebagian besar organisasi kegiatan tertentu
membutuhkan ketrampilan tinggi dan beberapa pekerjaan dapat dijalankan oleh pekerja
yang kurang terlatih. Apabila pembayaran gaji disesuaikan dengan ketrampilan yang
dimiliki maka akan terjadi inefisiensi apabila membayar gaji terlalu tinggi kepada orang
yang mempunyai keterampilan tinggi tetapi mengerjakan pekerjaan mudah. Selain itu,
pelatihan yang dilakukan untuk spesialisasi kerja dapat lebih efisien.
2. Departementalisasi: merupakan dasar yang dipergunakan untuk mengelompokkan
pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat dilakukan dengan
mengelompokkan kegiatan berdasarkan fungsi yang dijalankan, jenis produk yang
ditangani, wilayah geografis ataupun segmentasi pelanggan.
3. Rantai Komando (chain of command) adalah suatu garis wewenang tanpa putus dari
puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab
kepada siapa. Sesuai dengan perkembangan teknologi, pola rantai komando juga
mengalami perkembangan sehingga pola rantai komando telah mengalami perkembangan.
Rantai komando saat ini memberikan struktur baru yang lebih kompleks dan multi atasan.
4. Rentang Kendali (span of control) merupakan seberapa banyak jumlah bawahan yang
dapat diarahkan oleh seorang pimpinan secara efektif dan efisien. Rentang kendali yang
lebar akan lebih efisien dalam hal biaya namun dalam keadaan tertentu dapat
menguarangi efektivitas terutama apabila pimpinan tidak lagi mempunyai waktu
memberikan kepemimpinan dan dukungan yang diperlukan. Rentang kendali yang sempit
dapat mempertahankan kendalinya dengan baik. Namun rentang kendali sempit memiliki
kelemahan dalam segi efisiensi biaya, komunikasi vertikal yang lebih banyak dan dan
menghambat otonomi karyawan karena pengawasan yang terlalu ketat.
5. Sentralisasi dan Desentralisasi: Sentralisasi (centralization) mengacu pada tingkat
sampai sejauh mana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada satu titik tunggal
dalam organisasi. Sedangkan desentralisasi memberikan kebebasan kepada bawahan
untuk mengambil keputusan. Seiring dengan perkembangan teknologi, organisasi
cenderung bersifat desentralisasi agar keputusan yang diambil dapat lebih cepat, lebih
fleksibel dan membuat bawahan mempunyai rasa memiliki lebih besar terhadap
organisasi.
6. Formalisasi (formalization) mengacu pada sejauh mana pekerjaan dalam organisasi
dibakukan. Organisasi dengan kadar formalisasi tinggi mempunyai ciri adanya deskripsi
tugas yang jelas, beragam aturan organisasi dan prosedur yang didefinisikan dengan tegas.
Sedangkan pada organisasi dengan kadar formalisasi rendah, perilaku pekerjaan relatif
tidak terprogram dan karyawan memiliki kebebasan untuk menjalankan keinginan mereka
terhadap pekerjaan.
A.2. Pengertian Delegasi
Untuk mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien, maka perlu adanya
pendelegasian tugas dan atasan ke bawahan. Pendelegasian tugas mi juga harus dibarengi dengan
pendelegasian wewenang, sebab pendelegasian tugas tanpa pendelegasian wewenang sama
halnya orang mau pergi tapi tak punya uang. Delegasi dapat diartikan sebagai pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab formal dan atasan kepada orang lain untuk melaksanakan tugas
tertentu. Sedang delegasi Wewenang diartikan sebagai proses pengalihan wewenang dan atasan
kepada orang yang ditunjuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam mendelegasikan suatu kegiatan
kepada orang yang ditunjuk, yaitu:
1. Menetapkan dan memberikan tujuan serta kegiatan yang akan dilakukan.
2. Melimpahkan sebagian wewenangnya kepada orang yang ditunjuk.
3. Orang yang ditunjuk mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang hams dilaksanakan
agar tercapainya tujuan.
4. Menerima hasil pertanggungjawaban bawahan atas kegiatan yang dilimpahkan.
Mengapa menajer mau mendelegasikan tugasnya ? Ada beberapa alasan yang mendasari
manejer mau mendelegasikan tugasnya kepada orang lain, yaitu:
1. Tugas manajer bukan hanya pada satu kegiatan saja, oleh karena itu tugas yang dianggap
orang lain bisa melakukannya, dilimpahkan kepada orang yang ditunjuk. Hal mi agar
tercapal efektivitas dan efisiensi kerja.
2. Manajer lebih memperhatikan pada tugas-tugas yang perlu penanganan lebih serius dan
penting demi kelangsungan organisasi.
3. Manajer tidak harus mempelajani semua permasalahan dan pengetahuan karena adanya
keterbatasan-keterbatasan.
4. Mendorong dan mengembangkan bawahan yang menerima pelimpahan wewenang.
A.3. Pengertian Koordinasi
Untuk melihat kemampuan seorang manajer dalam memimpin dan melakukan koordinasi
dilihat dan besar kecilnya jumlah bawahan yang ada dalam tanggung jawabnya, yang dikenal
sebagai rentang manajemen. Koordinasi didefinisikan sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan
perusahaan dan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi dibutuhkan sekali oleh para
karyawannya, sebab tanpa mi setiap karyawan tidak mempunyai pegangan mana yang harus
diikuti, yang akhirnya akan merugikan organisasi itu sendiri.
Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh kegiatan mencapai
tujuan yang diharapkan, sehingga beban tiap departemen atau bagian menjadi seimbang dan
selaras. Koordinasi merupakan usaha untuk menciptakan keadaan yang berupa tiga S, yaitu:
serasi, selaras dan seimbang
Kebutuhan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam
pelaksanaan tugas dan derajat ketergantungan dan tiap satuan pelaksanaan. Koordinasi sangat
dibutuhkan terutama pada pekerjaan yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak
direncanakan terlebib dahulu, juga bagi organisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi.
James D. Thomson membagi tiga saling ketergantungan di antara satuan-satuan
organisasi, yaitu:
1. Ketergantungan yang menyatu (Pooled interdependence): Dimana tiap kegiatan
departemen dan fungsional tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan.
2. Ketergantungan yang berurutan (Sequential interdependence): Dimana pekerjaan dan
tiap departemen atau fungsional tergantung dan penyelesaian pekerjaan departemen yang
lain sebelum satuan lain dapat bekerja.
3. Ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence): Merupakan hubungan
membeni dan menerima antar satuan organisasi.
Gambar xx Tiga ketergantungan satuan organisasi
A.4. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di
dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005) 6). Komunikasi
formal adalah komunikasi yang disetujui oteh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi
kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai
pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan,
jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang
disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara
individual.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang
terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu
komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode
dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor
apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan
tersebut adatah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi
suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi
dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
1. Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan
informasi. Maksudnya, seluruh anggota datam suatu organisasi berharap dapat
memperoteh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang
didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat metaksanakan pekerjaannya
secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk
membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konftik yang terjadi di
datam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk
metaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan,
jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
2. Fungsi regutatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam
suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada datam tataran manajemen, yaitu
mereka yang memitiki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Juga memberi perintah atau instruksi supaya perintah-perintahnya
dilaksanakan sebagaimana semestinya.
b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regutatif pada dasarnya berorientasi pada
kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang
boteh dan tidak boLeh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak
akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan mi, maka
banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi
perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukareta oleh karyawan akan
menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering
memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan balk. Ada dua
saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
a. Saluran komunikasi format seperti penerbitan khusus datam organisasi tersebut
(butetin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.
b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa
istirahat kerja, pertandingan otahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Petaksanaan
aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang tebih besar
dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Griffin (2003)6) dalam A First Look at Communication Theory, menyadur tiga
pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap
struktur hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan
musuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus
menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan
hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui
pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan
bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak
kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi
yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi
karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia dan memberikan
dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-
kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang
diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia menggunakan istilah ketidakjelasan untuk
mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua
informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas
pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada
sebuah rangkaian tiga proses:
penentuan (enachment) seleksi (selection) penyimpanan (retention)
Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang tidak jelas
dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan.
Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan
menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan
menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi. Proses ini akan
menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal. Penyimpanan yaitu proses
menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang. Informasi yang
dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi
dasar bagi beroperasinya organisasinya.
Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah masalah
pemilihan. Yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi.
Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan
sebelumnya?”
Sedemikian jauh, rangkuman ini mungkin membuat anda mempercayai bahwa organisasi
bergerak dari proses pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu:
penentuan; seleksi; penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-subkelompok
individual dalam organisasi terus menerus melakukan kegiatan di dalam proses-proses ini
untuk menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu
dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses organisasi,
hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Pendek kata di dalam organisasi
terdapat siklus perilaku.
Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan yang
memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-pengertian apa
yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan
anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas
yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi,
atau penyimpanan).
Demikianlah pembahasan tentang konsep-konsep dasar dari teori Weick, yaitu:
lingkungan; ketidakjelasan; penentuan; seleksi; penyimpanan; masalah pemilihan; siklus
perilaku; dan aturan-aturan berkumpul, yang semuanya memberi kontribusi pada
pengurangan ketidakjelasan
2. Pendekatan budaya. Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak
tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu.
Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti
budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi
dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi
para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-
budaya lainnya.
Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya bukan
sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah sesuatu suatu organisasi.
Budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan
yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga
menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para
karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga memberi
kontribusi bagi budaya tersebut.
Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-
simbol, dan tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat
pemahaman.
3. Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa
kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam
masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas
kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme.
Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi.
Manajer dapat menciptakan kesehatan organisasi dan nilai-nilai demokrasi dengan
mengkoordinasikan partisipasi stakeholder dalam keputusan-keputusan korporat.
B. Pengertian Manajemen
Manajemen didefenisikan sebagai suatu proses kegiatan manajer dalam mengambil
keputusan dan mengkoordinasikan. Manajemen adalah seni melaksanakan suatu pekerjaan
melalui orang-orang (Mary Parker Follet). Atau sebagai pengaturan atau pengelolaan
sumberdaya yang ada sehingga hasilnya maksimal.
Manajemen adalah tindakan atau kemampuan untuk memperoleh hasil yang diinginkan
dengan menggunakan orang-orang yang mempunyai keahlian khusus. Manajemen selalu
digunakan dalam usaha-usaha kelompok, dan kepemimpinan (J. G. Longenecker).
Manajemen meliputi koordinasi orang-orang dan koordinasi sumber-sumber material
untuk mencapai tujuan organisasi (Kast & Rosenzweig). Sedangkan Henry L. Sisk
mendefenisikan manajemen sebagai koordinasi dari semua sumber (tenaga manusia, dana,
material, waktu, metode kerja dan tempat) melalui proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian supaya dapat mencapai sasaran yang diinginkan.
Kesimpulan:
Manajemen lebih banyak berhubungan dengan pengambilan kebijaksanaan, koordinasi dan
kepemimpinan. Koordinasi adalah menyelaraskan (mensinkronisasikan) dan menyatukan
tindakan-tindakan kelompok orang dalam organisasi (William H. Newman).
B.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Pengertian manajemen sumber daya manusia atau manajemen personalia menurut Edwin
B. Flippo (1990 : 5) adalah Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu,
organisasi dan masyarakat.
Sumber daya manusia merupakan sumber daya organisasi selain sumber daya alam dan
sumber daya modal. Sumber daya manusia harus dikelola dengan hati-hati, karena masing-
masing manusia mempunyai cipta, rasa dan karsa yang membentuk sikap, sikap inilah yang
kemudian mendasari manusia dalam tingkah laku dan perbuatan manusia sehari-harmnya. Dalam
uraian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor sumber daya manusia ternyata cukup
berperanan dalam mencapai hasil sesuai dengan tujuan perusahaan.
B.2. Prestasi Kerja Karyawan
Ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Karyawan bekerja secara
produktif atau tidak tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik
pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis, teknik serta
perilakunya yang lain. Cara yang paling banyak diterapkan untuk meningkatkan prestasi kerja
karyawan adalah dengan memberikan upah dan gaji yang cukup dan layak dengan
memperhatikan aspek kemanusiaan dan keadilan. Selain itu juga perlu memberikan kesempatan
karyawan untuk maju sehingga dengan demikian karyawan akan mendapatkan kepuasan
tersendiri dalam bekerja. Semangat kerja timbul jika karyawan mempunyai keinginan untuk maju
dan berkembang.
Istilah prestasi mengandung berbagai macam pengertian. Prestasi dapat ditafsirkan
sebagai “arti penting suatu pekerjaan”; “tingkat keterampilan yang diperlukan”; “ kemajuan dan
tingkat penyelesaian “ dan suatu pekerjaan. Penilaian prestasi kerja merupakan pengawasan
terhadap kualitas personal. Menurut T. Hani Handoko (1995 : 135) penilaian prestasi kerja adalah
“proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan
B.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mangkunegara (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang
ialah :
1. Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbadi menjadi 2 yaitu kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Seorang karyawan seharusnya
memiliki kedua kemampuan tersebut agar dapat menyelesaikan tugas dan tanggung
jawabnya secara baik.
2. Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi bagi karyawan sangat penting untuk mencapai visi dan misi institusi
(organisasi). Karyawan hendaknya merupakan motivasi yang terbentuk dari awal (by
plan), bukan karena keterpaksaan atau kebetulan (by accident).
C. Human Capital Management
Mengembangkan bakat dalam manajemen untuk menjalankan bisnis secara serius selain
membangun pengetahuan dan ketrampilan inti - di masa depan adalah satu faktor sukses kritis
dalam lingkungan yang kompetitif. Pencapaian kinerja kerja yang sangat sukses harus dijadikan
sebagai criteria penting untuk pemilihan, perpindahan dan promosi sumberdaya manusia.
Secara garis besar, setiap individu memulai proses pengembangan manajemen dengan
cara:
1. Fase Pertama - berusaha mendapatkan pengetahuan tentang pekerjaan dari bisnis di mana ia
bergabung (mempelajari titik-titik simpulnya, khususnya tentang pengetahuan dan
keterampilan dasar).
2. Fase kedua adalah mengembangkannya sehingga bisa menjadi kontributor individu.
3. Fase ketiga adalah mampu mencapai tujuan/objektif bisnis melalui bentuk-bentuk lain
(projek, tim, tugas khusus, dan lain-lain).
4. Fase keempat adalah lebih strategis terlibat dalam menentukan arah bisnis. Di antaranya,
mengkomunikasikannya secara jelas pada saat memanfaatkan kompetensi inti yang telah ada
atau mengembangkan orang baru untuk menjalankan rencana dan strategi bisnis yang lebih
luas dalam organisasi.
Dasar yang mendukung kegiatan ini adalah penggunaan kompetensi. Konsisten dalam
menggunakan kompetensi kerja adalah sebuah kunci nyata bagi kinerja individu organisasi yang
superior. Hal-hal yang harus di ingat adalah:
1. Para staf yang terpilih berdasarkan standar kompetensi mempunyai kesempatan yang
lebih besar untuk menjadi lebih produktif dan tetap pada pekerjaannya daripada
mereka yang terpilih dengan menggunakan kriteria lain.
2. Para Manager dan Supervisor yang menggunakan dasar kompetensi "Best Practices"
dalam mengelola bawahan dan operasi bisnis meningkatkan tingkat retensi,
produktifitas, efisiensi, dan kepuasan pelanggan.
3. Pemanfaatan kriteria berdasarkan kompetensi yang obyektif, adil, dan valid dalam
seluruh aspek human capital management meningkatkan kepuasan karyawan dan
mengurangi beban perusahaan.
4. Konsisten dalam menggunakan "Best Practices" berdasarkan kompetensi oleh seluruh
staf berdampak pada penjualan dan kepuasan pelanggan serta meningkatkan efisiensi
dan efektifitas pada seluruh organisasi.
Dari dasar-dasar ini kita dapat menguraikan tujuan/target kita.
Tujuan dari Competency Based Human Capital Management adalah untuk
mendayagunakan investasi organisasi dalam bidang sumberdaya manusia (human capital) dengan
memastikan bahwa:
1. Orang-orang yang terpilih untuk mengisi posisi-posisi mempunyai kemampuan,
motivasi, dan dukungan yang mereka butuhkan untuk berhasil.
2. Pejabat setiap pekerjaan (job incumbent) mempunyai dan menerapkan kompetensi
yang membuat mereka lebih efektif pada posisi mereka saat ini, dan menjadi dasar
bagi mereka untuk dipromosikan.
3. Para manajer sebagai pejabat mempunyai alat yang dibutuhkan untuk
membina/mengembangkan orang-orang atau pejabat baru.
4. Kriteria obyektif, adil, dan valid digunakan untuk seleksi, pelatihan/pengembangan,
penghargaan dan promosi.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, kita harus sadar dan mengikuti 5 langkah human
competency model:
1. Mengidentifikasi posisi kompetensi spesifik yang menentukan pencapaian kinerja
superior yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku spesifik.
2. Membuat alat seleksi untuk memastikan bahwa pilihan-pilihan tersebut mempunyai
dasar kompetensi untuk membuat mereka berhasil.
3. Mempunyai kurikulum pembelajaran berdasarkan kompetensi untuk memastikan
bahwa masing-masing pejabat pekerjaan (job incumbent) mempunyai pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugasnya dengan sukses.
4. Membuat alat bantu kegiatan pembinaan dan pengembangan untuk digunakan para
manajer dan staff.
5. Secara teratur meninjau kembali penilaian yang adil dan obyektif, penghargaan dan
promosi berdasarkan tingkatan kompetensi. Mengidentifikasi dan secara cerdas
menerapkan pendekatan Human Capital Management ke seluruh jajaran organisasi,
menyediakan critical building blocks untuk terciptanya keberhasilan kinerja
organisasi maupun individu
D. Pengertian Budaya Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang
diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga,
organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam
cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota
kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman
berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam
organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas
organisasi secara keseluruhan.
pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :
Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana
hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya
organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu
yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus
diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam
mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai
organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah
sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara
bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
G.1. Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya
organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengaruh umum dari luar yang luas: Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat
dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat: Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai
yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah
eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil.
Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya
organisasi.
G. 2. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan.
G.3. Ciri-ciri Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif
dan mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan,
analisis dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-
orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya
individu.
6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah
baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh
gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan
pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan
diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).
BAB III
METODE PENYELESAIAN MASALAH
Metode penyelesaian masalah secara analitis merupakan pendekatan yang cukup terkenal
dan digunakan oleh banyak perusahaan, serta menjadi inti dari gerakan peningkatan kualitas
(quality improvement). Secara luas dapat diterima bahwa untuk meningkatan kualitas individu
dan organisasi, langkah penting yang perlu dilakukan adalah mempelajari dan menerapkan
metode pemecahan masalah secara analitis (Juran, 1988; Ichikawa, 1986; Riley, 1998). Banyak
organisasi besar (misalnya : Ford Motor Company, General Electric, Dana) menghabiskan jutaan
Dolar untuk mendidik para manajer mereka tentang metode pemecahan masalah ini sebagai
bagian dari proses peningkatan kualitas yang ada di organisasi mereka (Whetten & Cameron,
2002). Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hunsaker (2005) yang menyatakan bahwa manajer
yang efektif, seperti halnya Pemimpin Eksekutif Porsche, Wendelin Wiedeking, mengetahui cara
mengumpulkan dan mengevaluasi informasi yang dapat menerangkan tentang masalah yang
terjadi, mengetahui manfaatnya bila kita memiliki lebih dari satu alternatif pemecahan masalah,
dan memberikan bobot kepada semua implikasi yang dapat terjadi dari sebuah rencana, sebelum
menerapkan rencana yang bersangkutan.
Gambar 8) Metode Penyelesaian Masalah
A. Definisikan Masalah
Langkah pertama yang perlu dilakukan dengan metode analitis adalah mendefinisikan
masalah yang terjadi. Pada tahap ini, kita perlu melakukan diagnosis terhadap sebuah situasi,
peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan
pada gejala-gejala yang muncul. Sebagai contoh : Seorang manajer yang mempunyai masalah
dengan staf-nya yang kerapkali tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang telah
ditentukan. Masalah ini bisa terjadi karena, cara kerja yang lambat dari staf yang bersangkutan.
DefinisikanMasalah
AlternatifPenyelesaian
Masalah
Solusi & Tindk Lanjt
EvaluasiAlternatif
Penyel Maslh
DefinisikanMasalah
AlternatifPenyelesaian
Masalah
Solusi & Tindk Lanjt
EvaluasiAlternatif
Penyel Maslh
Cara kerja yang lambat, bisa saja hanya sebuah gejala dari permasalahan yang lebih mendasar
lagi, seperti misalnya masalah kesehatan, moral kerja yang rendah, kurangnya pelatihan atau
kurang efektifnya proses kepemimpinan yang ada.
Agar kita dapat memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan bukan pada
gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu masalah, diperlukan upaya
untuk mencari informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya, agar masalah dapat didefinisikan
dengan tepat.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik:
• Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari persepsi
• Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi
• Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas. Hal ini seringkali dapat menghindarkan kita
dari pembuatan definisi yang tidak jelas
• Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidak-sesuaian antara standar
atau harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang terjadi.
• Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau
berkepentingan dengan terjadinya masalah.
• Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar. Contoh: Masalah yang kita
hadapi adalah melatih staf yang bekerja lamban.
B. Buat Alternatif Pemecahan Masalah.
Langkah kedua yang perlu kita lakukan adalah membuat alternatif penyelesaian masalah.
Pada tahap ini, kita diharapkan dapat menunda untuk memilih hanya satu solusi, sebelum
alternatif solusi-solusi yang ada diusulkan. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan dalam
kaitannya dengan pemecahan masalah (contohnya oleh March, 1999) mendukung pandangan
bahwa kualitas solusi-solusi yang dihasilkan akan lebih baik bila mempertimbangkan berbagai
alternatif (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang baik:
• Semua alternatif yang ada sebaiknya diusulkan dan dikemukakan terlebih dahulu sebelum
kemudian dilakukannya evaluasi terhadap mereka.
• Alternatif-alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam penyelesaian
masalah. Semakin banyaknya orang yang mengusulkan alternatif, dapat meningkatkan
kualitas solusi dan penerimaaan kelompok.
• Alternatif-alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan atau kebijakan organisasi.
Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap proses organisasi maupun proses pembuatan
alternatif pemecahan masalah.
• Alternatif-alternatif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang muncul
dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.
• Alternatif-alternatif yang ada saling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan yang kurang
menarik , bisa menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan dengan gagasan-gagasan
lainnya. Contoh : Pengurangan jumlah tenaga kerja, namun kepada karyawan yang terkena
dampak diberikan paket kompensasi yang menarik.
• Alternatif-alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan masalah yang telah
didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang muncul, mungkin juga penting. Namun
dapat diabaikan bila, tidak secara langsung mempengaruhi pemecahan masalah utama yang
sedang terjadi.
C. Evaluasi Alternatif-Alternatif Pemecahan Masalah
Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi terhadap
alternatif-alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini , kita perlu berhati-hati dalam
memberikan bobot terhadap keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif yang ada,
sebelum membuat pilihan akhir. Seorang yang terampil dalam melakukan pemecahan masalah,
akan memastikan bahwa dalam memilih alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan:
1. Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan
terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelumnya.
2. Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di dalamnya
3. Tingkat kemungkinan penerapannya
4. Tingkat kesesuaiannya dengan batasan-batasan yang ada di dalam organisasi; misalnya
budget, kebijakan perusahaan, dll.
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari evaluasi alternatif-alternatif pemecahan
masalah yang baik:
1. Alternatif- alternatif yang ada dinilai secara relatif berdasarkan suatu standar yang
optimal, dan bukan sekedar standar yang memuaskan
2. Penilaian terhadap alternative-alternatif yang ada dilakukan secara sistematis, sehingga
semua alternatif yang diusulkan akan dipertimbangkan,
3. Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan organisasi
dan mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang terlibat didalamnya.
4. Alternatif-alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak yang mungkin ditimbulkannya,
baik secara langsung, maupun tidak langsung
5. Alternatif yang paling dipilih dinyatakan secara eksplisit/tegas.
D. Terapkan Solusi dan Tindaklanjuti
Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti solusi yang
telah diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah, kita perlu lebih
sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari orang-orang yang mungkin terkena
dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah
seorang yang piawai dalam melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi
yang akan meningkatkan kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh
orang-orang yang terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang
bersangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif:
• Penerapan solusi dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar. Penerapan
tidak mengabaikan faktor-faktor yang membatasi dan tidak akan terjadi sebelum tahap 1, 2,
dan 3 dalam proses pemecahan masalah dilakukan.
• Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit-demi sedikit" dengan
tujuan untuk meminimalkan terjadinya resistensi dan meningkatkan dukungan.
• Proses penerapan solusi meliputi juga proses pemberian umpan balik. Berhasil tidaknya
penerapan solusi, harus dikomunikasikan , sehingga terjadi proses pertukaran informasi
• Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak dari penerapan solusi dianjurkan
dengan tujuan untuk membangun dukungan dan komitmen
• Adanya sistim monitoring yang dapat memantau penerapan solusi secara berkesinambungan.
Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang diukur.
• Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya masalah
yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan adanya penerapan
solusi ini. Sebuah solusi tidak dapat dianggap berhasil bila masalah yang menjadi
pertimbangan yang utama tidak terselesaikan dengan baik, walaupun mungkin muncul
dampak positif lainnya
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN MASALAH
Secara struktur organisasi, PT. Guna Bangu Jaya sebenarnya sudah membuat struktur
yang baik, yang terjadi pada saat ini adalah Manajemen belum menerapkan system organisasi
secara baik dalam bidang : 1. Pembagian tugas dan tanggung jawab, 2. Delegasi, 3. Koordinasi,
dan 4. Komunikasi, sehingga terjadi pencampur adukan masalah pribadi ke dalam ranah
organisasi, ketidakjelasan tugas dan tanggung jawab, rantai komando yang tidak jelas,
kewenangan yang belum jelas, koordinasi intra departemen, komunikasi intra organization dan
belum terciptanya budaya perusahaan.
Metode Penyelesaian Masalah
Definisi Permasalahan:
Dalam pengamatan penulis terdapat empat hal utama yang harus diperbaiki dalam pola
organisasi pada PT. Guna Bangun Jaya, sebagaimana digambarkan dalam diagram Fishbone
berikut ini:
PT. Guna Bangun Jaya menjalankan bisnisnya tanpa memperhatikan kaidah organisasi yang baik dan Human Capital Management belum dijalankan
Organisasi PT. Guna Bangun Jaya menjalankan bisnisnya secara Cost Effective, Efficient and Lean Operation, dengan memperhatikan Competency karyawannya
DELEGATION PROBLEM
ORGANIZATIONAL STRUCTURE
COORDINATION PROBLEM
COMMUNICATION PROBLEM
Tentukan spesialisai pekerjaan
Departementalisasi berdasarkan Fungsi
Penentuan Tujuan & Kegiatan Org
Pelimpahan wewenang yang jelas
Penentuan rentang manajemen
Free flowing & interactive
Communication
Pendekatan Kebudayaan
Mengkoordinasikan partisipasi antar
party
Penentuan jalur koordinasi
Buat Rantai Komando dari Tiap Bagian
Pembuatan laporan atas Tugas dan tanggung jawab
Penetapan tugas dan tanggung jawab
Seimbang menentukan
beban
DefinisikanMasalah
AlternatifPenyelesaian
Masalah
Solusi & Tindk Lanjt
EvaluasiAlternatif
Penyel Maslh
Berdasarkan pendekatan Human Capital Management, penulis akan menganalisis Organization
Stucture PT. Guna Bangun Jaya, pendelegasian yang terjadi di dalam perusahaan tersebut beserta
koordinasi dan pola komunikasi yang berjalan. Tujuan akhir dari tulisan ini adalah PT. Guna
Bangun Jaya mampu membuat suatu Budaya Organisasi berupa suatu sistem nilai organisasi
yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku
dari para anggota organisasi.
A. Organization Structure:
Penulis melihat bahwa permasalahan struktur organisasi lebih pada penghargaan
manajemen terhadap:
1. Departementalisasi berdasarkan fungsi. Departementalisasi dilakukan dengan
mengelompokkan kegiatan berdasarkan fungsi yang dijalankan sehingga, dengan pemberian
fungsi yang jelas kompetensi departemen dan individu yang berada di dalamnya akan
mudah mengukurnya.
2. Menetukan specialisasi pekerjaan. Dalam hal ini spesialisasi diperlukan untuk membedakan
antara orang yang berkemampuan tinggi dengan orang yang berkemampuan biasa dikaitkan
dengan pendapatan orang tersebut, hal ini diperlukan supaya individu yang berada dalam
organisasi tersebut mendapatkan hak sesuai dengan kompetensinya.
3. Pembuatan rantai komando yang jelas. Jalur komando perlu diberlakukan dalam PT. Guna
Bangun Jaya supaya seorang staff tidak melompati kewenangan dan hak dari personel yang
bersangkutan ataupun kepada atasan dan bawahannya, sehingga karyawan akan jelas
kepada siapa dia melapor dan bertanggung-jawab.
B. Delegasi
Penulis melihat ada empat kelemahan di PT. Guna Bangun Jaya, sebagai berikut:
1. Penentuan tujuan dan kegiatan organisasi. Dengan penetapan tujuan yang jelas maka,
maka baik departemen serta individu yang berada di dalamnya akan mengetahui dengan
pasti apa yang harus dilakukan dalam daily operation mereka.
2. Pelimpahan wewenang dengan jelas. Pelimpahan wewenang menjadi kata kunci untuk
memberikan fair treatment terhadap individu yang berada dalam organisasi. Kompetensi
akan jelas sehingga tidak akan menimbukan konflik baik horizontal maupun vertikal.
3. Penetapan tugas dan tanggung jawab. Penetapan ini dapat dijadikan sebagai dasar
penetapan KPI tiap individu yang berada dalam organisasi PT Guna Bangun Jaya sehingga
Perusahaan akan mudah menentukan kompetensi setiap individu yang berada dalam
organisasi tersebut.
4. Pembuatan laporan atas tugas dan tanggung jawab. Laporan tersebut dipakai sebagai ukuran
kompetensi baiak departemen ataupun individu. .
C. Koordinasi
Penulis melihat ada tiga permasalahan dalam masalah koordinasi, yaitu:
1. Penentuan Rentang Manajemen, Dalam hal ini perlu ditentukan apakah dalam hal ini Tulus
dengan kemampuan yang dimiliki, terlihat tidak mampu mengatasi konflik yang terjadi di
departemennya, bagaimana, bila dia harus memegang tanggung jawab yang lebih besar?
Tulus dengan jabatan yang dimiliki harus mampu menangani baik Ikhlas dan Suciwati.
2. Penentuan jalur komunikasi . PT Guna Bangun Jaya tidak secara jelas menentukan jalur
komunikasi, yang terjadi adalah konflik of interest masing – masing karyawan.
3. Keseimbangan menentukan beban. Dalam hal ini supaya tercipta beban yang seimbang
antara departemen satu dengan yang lain, demikian individu yang berada di dalamnya.
E. Komunikasi.
Penulis melihat tiga hal dalam masalah komunikasi, yaitu:
1. Free flowing and interactive communication. Komunikasi yang bebas dan bersifat dua
arah sehingga terjadi suasana democrats dalam penyampaian aspirasi individu-individu,
sehingga akan diperoleh suasana kerja yang harnonis.
2. Pendekatan kebudayaan. Pendekatan ini diperlukan untuk mngetahui kultur individu dari
personel yang bekerja pada perusahaan tersebut sehingga akan tercapai hubungan
individu yang baik berdasarkan pemahaman kebudayaan tiap individunya.
3. Mengkoordinasikan partisipasi antar individu atau departemen, Koordinasi ini diperlukan
supaya partisipasi personel dalam perusahaan tersebut dapat secara bersama-sama
berpartisipassi untuk meraih tujuan perusahaan sesuai dengan kompetensinya masing-
masing, sehingga konflik bisa dihindarkan dan partisipasi akan dengan sukarela diberikan.
Berdasarkan tahapan tahapan empat point di atas, diharapkan akan tercipta kultur
perusahaan yang kokoh karena akan tercipta suasana kerja yang seimbang, serasi dan selaras
sehingga akan tercipta budaya organisasi yang akan mendorong pertumbuhan organisasi tersebut.
F. Analisa SWOT
IFASKekuatan (S)
EFASPeluang (O)
Dapat beradaptasi dengan baik Banyak hal dapat dijadikan peluangMenguasai teknis Pengalaman menjadi faktor dominanSelalu mengoreksi yang sudah dikerjakanTanggap lingkungan sekitarBertindak cepat dalam mengambil keputusan
IFAS Kelemahan (W)
EFASAncaman (T)
Tidak berpikir sederhana Konflik of interest yang tinggiSelalu mengandalkan hati bukan otot SDM kurang kompetenKurang kontrol Lingkungan yang korupTidak ada STP Tidak ada Job description yang baku
IFAS
EFAS
Kekuatan
S
Kelemahan
W
Peluang
O
1. situasi dan kondisi dan adaptasi terhadap lingkungan menjadi suatu peluang.
2. Penguasaan teknis pada lingkungan sekitar menjadi satu senjata bagi kita dalam mengambil keputusan mana yang penting.
1. karena hati yang berbicara jadi faktor tidak enak menjadi satu hambatan besar bagi kemajuan perusahaan.
2. kompleksitas pekerjaan membuat kurang adanya kontrol terhadap kinerja
Ancaman
T
1. pengalaman menjadi guru yang tepat bagi kita dalam menghadapi ancaman dari dalam maupun luar perusahaan
2. introspeksi dan koreksi diri menjadi kekuatan yang lain
1. kurang kontrol adalah suatu peluang bagi yang lain untuk mengancam posisi kita,
2. kurangnya pengetahuan kita mengenai STP menjadi ancaman dari dalam.
Visi dan misi saya kedepan adalah bekerja dengan baik dan benar, dapat saling
memahami dan bekerjasama antara divisi saya dengan divisi lain menjadi seorang yang dapat
menjadikan diri saya sebagai panutan atau menjadi contoh yang baik dan benar bagi
kelangsungan hidup perusahaan. Selain itu semua karyawan juga pastinya ingin mendapatkan
upah dan penghargaan yang layak dari Perusahaan, dimana keduanya merupakan hal yang
penting bagi Karyawan maupun Perusahaan bagi kemajuan Perusahaan. Tanpa keduanya
Karyawan dan Perusahaan tidak ada warna kehidupan karena keduanya tidak saling menghargai
antara yang satu dengan yang lain.
Selain itu juga adanya pembagian kerja yang jelas antara Karyawan yang satu dengan
yang lain di dalam setiap departemen yang ada tanpa melewati otoritasnya antara setiap
departemen yang ada. Maksudnya adalah setiap divisi yang ada mempunyai hierarki pekerjaan
yang utama, dimana masing – masing divisi dapat bekerja sama akan tetapi tidak melewati
koridor yang ditetapkan oleh masing – masing divisi.
Adanya Jenjang atau hierarki karir agar karyawan merasa termotivasi untuk menjadi lebih
baik dari yang lainnya tetapi secara positif.
G. Program kerja 3 tahun mendatang dan Kriteria keberhasilan.
Karena strategi pemasaran masih menggunakan below the line yaitu berhubungan
langsung dengan pemakai produk yaitu : melakukan pameran, presentasi aplikasi produk kepada
para konsumen serta toko – toko penjual material (tradisional maupun moderen). Maka
diperlukan suatu sistem yang baku agar supaya program tersebut dapat berjalan dengan
semestinya.
Program Kerja yang dapat saya buat untuk 3 tahun mendatang :
1. Karena saya berada di divisi marketing, saya membutuhkan rekan sekerja yang dapat
membantu atau mendongkrak omzet penjualan.
2. Memperbanyak akan tetapi efektif dan efisien Pameran yang memamerkan produk
Perusahaan agar lebih dikenal masyarakat luas untuk membantu omzet penjualan.
3. Membuat suatu hari dimana semua marketing maupun salesman berkumpul untuk
membahas suka duka dalam berjualan dan juga sebagai sharing atau berbagi kiat – kiat
untuk dapat lebih fokus dalam pekerjaan maupun bagaimana cara mendapatkan konsumen
yang loyal untuk aktif melakukan order setiap bulannya.
4. Adanya suatu reward yang mengatakan bahwa setiap orang di dalam Perusahaan patut
dan layak untuk menjadi seorang panutan, atau penghargaan kinerja terbaik bulan ini atau
tahun ini.
5. Perbaikan insentif, baik komisi maupun bonus dan juga upah untuk menstimulasi si
karyawan dalam bekerja lebih giat dan tujuan Perusahaan yaitu omzet terlampaui setiap
bulannya.
Kriteria keberhasilan dapat diukur dari peningkatan omzet maupun keluh kesah dari kehidupan si
karyawan itu sendiri. Bila si Karyawan melakukan dengan sepenuh hati maka ia akan
mendapatkan reward dari Perusahaan maupun rekan sekerjanya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan:
PT Guna Bangun Jaya perlu melakukan pembenahan kedalam untuk memperbaiki
beberapa permasalahan mendasar seperti:
1. Sruktur orgaanisasi, perlu diciptakan struktur yang jelas beserta tugas dan tanggung jawab
individu-indvidu yang terlibat didalamnya.
2. Delegasi, harus ditetapkan secara jelas baik tujuan dan kegiatannya, wewenang
departemen dan individu, tugas dan tanggung jawab, beserta pertangungjawaban delegasi.
3. Koordinasi, berupa penentuan rentang manajemen, Jalur koordinasi dan keseimbangan
beban perlu dikoordinasikan pada setiap level dari perusahaan tersebut.
4. Komunikasi menjadi masalah mendasar, supaya perusahaan dapat berkembang dengan
baik, diaman akan tercipta suasana kebebasan dalam menyampaikan pendapat atau piiran
melalui pendekatan kebudayaan dan dikoordinasikan dalam semula level perusahaan.
B. Saran
Atas kondisi yang muncul diatas penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Restrukturisasi organisasi lebih kepada tugas dan kewenangan supaya tercipta organisasi
yang efisien, jelas dan adil
2. berdasarsarkan pada Human Capital Management, orang ditempatkan pada
kompetensinya dan diberi penghargaan yang seimbang.
3. Delegasi dan wewenang sebaiknya dibuat secara tertulis, sehingga akan menjadi jelas apa
yang menjadi tugas dan tanggung jawab baik departemen ataupun individunya.
4. Komunikasi, menjadi dasar bagi tumbuhnya suatu perusahaan, diperlukan suasana bebas
dalam menyampaikan pendapat, usulan-usulan melalui pendekatan budaya dan koordinasi
antar individu atau departemen.
Pendekatan melalui empat hal di atas semuanya melalui Human Capital Management,
sehingga akan tercipta suasana fairness diantara semua pihak, keadaan ini akan menciptakan
suatu kultur perusahaan yang baik dan mendukung adanya inovasi dan self improvement
karena didorong oleh management.