paper rama-usahatani draft

17
ARTIKEL ILMIAH KARAKTERISTIK USAHATANI PADA SISTEM WANATANI BERBASIS KARET DI KABUPATEN SANGGAU Rama Suhatini 1 , Sugeng Yudiono 2 dan Eva Dolorosa 2 , Ilahang 3 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis Abstrak Salah satu upaya peningkatan produktivitas karet rakyat adalah pengembangan sistem wanatani karet yang dapat meningkatkan produksi karet rakyat dan pendapatan petani, menjamin kelangsungan hidup petani serta memelihara keanekaragaman hayati. Sistem wanatani karet ini terdiri dari tiga pola yaitu pola RAS 1, (hutan karet produktif), pola RAS 2 (sistem wanatani kompleks), dan pola RAS 3 (reklamasi lahan alang-alang). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Lokasi dipilih secara sengaja di dusun Embaong, Engkayuk, Kopar dan Trimulya. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan riil petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik sosial ekonomi usahatani pada sistem wanatani karet di ketiga pola RAS berbeda-beda. Status kepemilikan lahan dan pohon kesemuanya merupakan hak milik pribadi petani RAS. Hasil produksi tertinggi adalah pola RAS 1 (1.109 Kg/tahun), RAS 2 (1.011 Kg/tahun) dan RAS 3 (966 Kg/tahun). Curahan tenaga kerja pola RAS 1 kurang intensif, RAS 2 paling intensif dan RAS 3 cukup intensif. Pemasaran karet sangat mudah karena pasar tersebar di seluruh desa dan kecamatan. Pendapatan yang diperoleh dari kebun RAS lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan dari luar RAS dalam satuan luas lahan yang sama serta memiliki tingkat produktivitas karet yang tinggi. Perspektif petani terhadap aspek sosial, ekonomi dan ekologi dari sistem wanatani karet pola RAS 1, RAS 2 dan RAS 3 sebagian besar adalah positif, maka sistem wanatani karet di Kabupaten Sanggau masih dapat berkelanjutan. Perspektif petani peserta RAS terhadap pengembangan pola wanatani pada tanaman kelapa sawit ditinjau aspek sosial, ekonomi dan ekologi, sebagian besar petani menyatakan negatif, maka pola wanatani tidak bisa diterapkan pada tanaman kelapa sawit. Keterangan : 1. Mahasiswa 2. Dosen Pembimbing 3. Supervisor dari ICRAF

Upload: ashry09

Post on 03-Jan-2016

63 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Rama-Usahatani Draft

ARTIKEL ILMIAH

KARAKTERISTIK USAHATANI PADA SISTEM WANATANI BERBASIS KARET DI KABUPATEN SANGGAU

Rama Suhatini 1, Sugeng Yudiono 2 dan Eva Dolorosa 2 , Ilahang 3

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis

Abstrak

Salah satu upaya peningkatan produktivitas karet rakyat adalah pengembangan sistem wanatani karet yang dapat meningkatkan produksi karet rakyat dan pendapatan petani, menjamin kelangsungan hidup petani serta memelihara keanekaragaman hayati. Sistem wanatani karet ini terdiri dari tiga pola yaitu pola RAS 1, (hutan karet produktif), pola RAS 2 (sistem wanatani kompleks), dan pola RAS 3 (reklamasi lahan alang-alang). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Lokasi dipilih secara sengaja di dusun Embaong, Engkayuk, Kopar dan Trimulya. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan riil petani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik sosial ekonomi usahatani pada sistem wanatani karet di ketiga pola RAS berbeda-beda. Status kepemilikan lahan dan pohon kesemuanya merupakan hak milik pribadi petani RAS. Hasil produksi tertinggi adalah pola RAS 1 (1.109 Kg/tahun), RAS 2 (1.011 Kg/tahun) dan RAS 3 (966 Kg/tahun). Curahan tenaga kerja pola RAS 1 kurang intensif, RAS 2 paling intensif dan RAS 3 cukup intensif. Pemasaran karet sangat mudah karena pasar tersebar di seluruh desa dan kecamatan. Pendapatan yang diperoleh dari kebun RAS lebih menguntungkan dibandingkan dengan pendapatan dari luar RAS dalam satuan luas lahan yang sama serta memiliki tingkat produktivitas karet yang tinggi.

Perspektif petani terhadap aspek sosial, ekonomi dan ekologi dari sistem wanatani karet pola RAS 1, RAS 2 dan RAS 3 sebagian besar adalah positif, maka sistem wanatani karet di Kabupaten Sanggau masih dapat berkelanjutan. Perspektif petani peserta RAS terhadap pengembangan pola wanatani pada tanaman kelapa sawit ditinjau aspek sosial, ekonomi dan ekologi, sebagian besar petani menyatakan negatif, maka pola wanatani tidak bisa diterapkan pada tanaman kelapa sawit.

Keterangan : 1. Mahasiswa 2. Dosen Pembimbing 3. Supervisor dari ICRAF

Page 2: Paper Rama-Usahatani Draft

Pendahuluan

Perkebunan karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu sektor usaha di

bidang pertanian yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan devisa negara

karena karet telah menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Karet rakyat juga

memiliki arti sosial yang sangat penting sebab mendukung lebih dari 10 juta jiwa dan

menyerap sekitar 1,7 juta tenaga kerja serta memberikan kontribusi pada sekitar 6

triliun rupiah setiap tahun pada Produk Domestik Bruto (PDB). Karet rakyat meliputi

85 % (2,8 juta ha) dari total luas kebun karet di Indonesia (3,3 juta ha) dengan volume

produksi mencapai 76% (1,2 juta ton) dari total produksi karet nasional (1,6 juta ton)

pada tahun 2002 (Ditjenbun, 2002). Walaupun demikian produktivitas karet rakyat

saat ini masih tergolong rendah, yakni hanya berkisar 400-600 kg/ha/tahun, karet

kering 100% dibandingkan dengan produktivitas karet perkebunan klonal yaitu

berkisar antara 1000 – 1800 kg/ha/tahun, karet kering 100% (Joshi, 2001:3).

Dalam upaya peningkatan produktivitas karet rakyat, diperlukan suatu sistem

pengelolaan perkebunan karet rakyat secara terpadu dengan menggunakan teknologi-

teknologi yang dapat meningkatkan produksi karet rakyat dan pendapatan petani,

menjamin kelangsungan hidup petani serta memelihara keanekaragaman hayati. Salah

satunya adalah dengan pengembangan sistem wanatani berbasis karet (rubber

agroforestry system). Sistem wanatani karet merupakan suatu sistem pengelolaan

lahan di perkebunan karet, dengan pola tanam tumpangsari tanaman semusim dan

tanaman tahunan, khususnya tanaman hutan dan buah-buahan.

Kalimantan Barat memiliki potensi yang sangat besar bagi pertumbuhan

tanaman karet dan pengembangan sistem wanatani karet. Hal ini didukung oleh letak

geografis dan kondisi iklim yang cocok untuk pertumbuhan karet di wilayahnya.

Kabupaten Sanggau merupakan daerah penghasil karet terbesar. Oleh karena itu

Kabupaten Sanggau dijadikan salah satu wilayah penelitian dan pengembangan sistem

wanatani karet rakyat oleh International Centre for Research in Agroforestry

(ICRAF).

Dalam hal ini ICRAF melakukan kegiatan penelitian secara on farm trial yaitu

penelitian yang dilakukan di lahan milik petani. Kontribusi ICRAF kepada petani

berupa bibit karet unggul hasil okulasi (PB260, RRIC 100, BPM 1, dan RRIM 600),

pupuk dan obat-obatan yaitu Calaxin RM ,Antico F-96 dan Bayletont. Sedangkan

kontribusi petani adalah tenaga kerja dan lahan. Kegiatan penelitian ini bertujuan

Page 3: Paper Rama-Usahatani Draft

untuk meningkatkan produktivitas sistem wanatani karet tradisional dengan

mengadaptasikan teknologi-teknologi yang tersedia melalui partisipasi aktif petani

karet. kegiatan penelitian wanatani berbasis karet rakyat atau yang lebih dikenal

dengan Rubber Agroforestry System (RAS) yang telah dilaksanakan sejak tahun

1995.

Sistem wanatani karet yang direkomendasikan meliputi 3 pola, yaitu : RAS 1

yaitu hutan karet produktif bertujuan untuk penghematan biaya sarana produksi,

efisiensi tenaga kerja dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati, RAS 2 yaitu

sistem wanatani kompleks yang bertujuan untuk pemanfaatan tenaga kerja secara

optimal dan diversifikasi komoditi dan RAS 3 yaitu reklamasi lahan alang-alang

dengan menggunakan tanaman penutup tanah yang bertujuan untuk menjaga

kesuburan tanah dan diversifikasi komoditi.

Pada kebun RAS 1 produk yang dihasilkan yaitu lateks karet, kayu bakar dan

buah-buahan. Tanaman keras dan tanaman buah yang tumbuh di kebun RAS 1

tumbuh sendiri tanpa dilakukan penanaman oleh petani. Pada kebun RAS 2, produk

yang dihasilkan yaitu lateks karet, kayu untuk bahan bangunan seperti kayu keladan

dan kayu trindak dan buah-buahan seperti rambutan, nangka, cempedak, jengkol.

Sedangkan pada kebun RAS 3 produk yang dihasilkan yaitu lateks karet, kayu bakar

seperti gmelina, akasia dan albizia, kayu nyatu untuk kayu bangunan dan kayu

angsana untuk kayu bakar dan buah-buahan seperti nangka.

Berdasarkan hasil produksi karet dan tanaman selanya pada ketiga pola RAS

tersebut, tentunya petani mempunyai perspektif yang berbeda-beda terhadap ketiga

pola RAS baik ditinjau dari aspek sosial, ekonomi maupun ekologisnya. Ketiga pola

RAS tersebut juga memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda sehingga

perlu diteliti dan dikaji bagaimana karakteristik sosial ekonomi sistem pertanian

mereka dan perspektif petani peserta RAS terhadap pola RAS yang telah diterapkan.

Selain karet, petani peserta RAS juga mengusahakan tanaman kelapa sawit

(Elais guinensis) yang mana tanaman ini memiliki nilai ekonomis tinggi. Sejak

dibukanya perusahaan pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Sanggau, banyak petani

karet yang berpindah untuk mengusahakan komoditi ini karena kelapa sawit memiliki

masa panen yang cepat, sarana produksi yang telah disediakan oleh perusahaan serta

pemasaran yang dikelola langsung oleh perusahaan Kontribusi petani hanya

penyediaan lahan dan tenaga kerja. Disamping itu pendapatan yang diperoleh dalam

jangka pendek cukup besar dibandingkan dengan usahatani lainnya. Hal inilah yang

Page 4: Paper Rama-Usahatani Draft

mendorong petani karet untuk beralih ke sawit. Namun dalam jangka panjang,

perkebunan kelapa sawit dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah akibat

penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Dampak negatif ini tentunya

mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit dan pada akhirnya pendapatan

semakin menurun. Oleh karena itulah, diperlukan suatu alternatif pengembangan

wanatani berbasis kelapa sawit. Selanjutnya dari hasil kajian pola RAS ini apakah

dapat dijadikan sebagai bahan kajian alternatif untuk pengembangan pola bagi

tanaman kelapa sawit ditinjau dari perspektif petani peserta RAS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi

usahatani pada sistem wanatani karet pola RAS 1, 2 dan 3, untuk mengetahui

perspektif petani peserta RAS terhadap aspek sosial, ekonomi dan ekologis dari ketiga

pola RAS yang diterapkan dan perspektif petani terhadap pengembangan pola

wanatani pada tanaman kelapa sawit ditinjau dari perspektif petani peserta RAS.

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber data dan informasi bagi

pihak ICRAF untuk penelitian mereka selanjutnya.

Kerangka Pemikiran

Sistem pertanian (farming system) adalah suatu pengaturan usahatani yang

stabil, unik dan layak dan dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai dengan

lingkungan fisik, biologis dan sosioekonomi menurut tujuan, preferensi dan

sumberdaya rumah tangga (Shaner,1982; Reijntjes 1999 : 232).

Wanatani (agroforestry) sebagai suatu nama kolektif untuk sistem-sistem

penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman berkayu ditanam bersamaan

dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan tujuan tertentu dalam suatu

bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan didalamnya terdapat interaksi-

interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan

(Nair,1989; Dephut RI,1997 : 284).

Karakteristik sosial sistem wanatani adalah sifat atau ciri-ciri sistem wanatani

dalam hubungannya dengan aspek-aspek sosial seperti status kepemilikan tanah dan

pohon, curahan tenaga kerja, sifat marketability produk dan faktor-faktor sosial

lainnya.

Curahan tenaga kerja diukur dalam satuan yang umum dipakai yaitu jumlah

jam dan hari kerja total (1 HOK = 7 jam kerja). Jumlah kerja yang dicurahkan untuk

Page 5: Paper Rama-Usahatani Draft

seluruh proses produksi, diukur dengan ukuran hari kerja pria (HKP). Ini berarti harus

menggunakan konversi berdasarkan upah, untuk pria dinilai HKP, untuk wanita 0,7

HKP, ternak 2 HKP dan anak-anak 0,5 HKP (Hernanto,1989 : 78).

Karakteristik ekonomi sistem wanatani adalah sifat atau ciri produk dari

sistem wanatani yang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi petani baik yang

dapat dinilai dengan uang maupun yang tidak dapat dinilai dengan uang. Produk-

produk dari sistem wanatani yang dapat dinilai dengan uang, meliputi : lateks (getah),

makanan ternak, pupuk hijau, kayu bakar, kayu bangunan, buah-buahan, tanaman

obat-obatan, dan sebagainya. Produk atau keuntungan yang tidak dapat dinilai dengan

uang yaitu peningkatan kesuburan tanah, daerah peresapan air, keanekaragaman

hayati dan pelestarian tanaman obat.

Perspektif adalah sudut pandang atau pandangan. Perspektif petani adalah

pandangan petani terhadap berbagai aspek (sosial, ekonomi dan ekologi) dari sistem

wanatani.

Pengembangan sistem wanatani terbagi menjadi 3 model, yaitu (1) model

pengembangan lingkungan, diaplikasikan pada pola RAS 1 (hutan karet produktif)

dan pola RAS 3 (reklamasi lahan alang-alang). (2) model usahatani, diaplikasikan

pada pola RAS 2 (sistem wanatani kompleks).

1. Pola RAS 1 (Hutan karet produktif)

Sistem pengolahan lahannya dengan sistem tebas tebang bakar dan lahan yang

digunakan berasal dari bawas tua atau hutan karet tua. Paket teknologi pada pola RAS

1 ini meliputi, (1) menanam karet klonal asal polibag (2) tumpang sari padi gogo pada

tahun pertama dan penanaman tanaman sela berupa rimpangan seperti kunyit, kencur

dan jahe, sayuran seperti mentimun, sawi hutan dan jagung. (3) Penyiangan dilakukan

hanya pada barisan karet setiap tiga bulan. Pepohonan dan semak belukar dibiarkan

tumbuh kembali diantara barisan karet untuk memelihara kondisi yang sesuai untuk

pertumbuhan karet, sambil mengontrol pertumbuhan alang-alang. (4) Pupuk urea dan

rock phosphate diberikan hanya pada dua tahun pertama .

2. Pola RAS 2 (Sistem wanatani kompleks)

Sistem pengolahan lahannya dengan sistem tebas tebang bakar dan lahan yang

digunakan berasal dari bawas muda. Paket teknologi pada pola RAS 2 meliputi (1)

Selama tahun pertama penanaman karet klonal, petani bisa memilih tanaman sela

yang memiliki umur yang singkat dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. (2) Tumpang

sari tanaman pangan dilakukan selama tiga tahun pertama, setelah dua kali musim

Page 6: Paper Rama-Usahatani Draft

padi gogo, tanaman lain seperti cabe, pisang, jagung masih berlanjut. (3) Penyiangan

gulma setiap tiga bulan pada barisan karet dan penyiangan berkala disekitar tanaman

buah. (4) Pemberian pupuk urea dan rock phosphate diberikan hanya pada dua tahun

pertama.

3. Pola RAS 3 (Reklamasi lahan alang-alang)

Sistem pengolahan lahannya dengan sistem tebas tebang bakar dan lahan yang

digunakan berasal dari lahan alang-alang. Paket teknologi pada pola RAS 3 ini

meliputi: (1) Penanaman karet klonal bersamaan dengan tumpang sari tanaman

pangan selama tajuk masih memungkinkan untuk ditanami dibawahnya pada tahun

pertama. Untuk mengontrol pertumbuhan alang-alang dipergunakan pohon cepat

tumbuh seperti akasia, gmelina dan sengon ditanam 6 bulan setelah karet ditanam.

Penanaman beberapa tanaman buah seperti; petai, nangka, rambutan dan durian

dilakukan setelah satu bulan penanaman karet. (2) Penyiangan tiap tiga bulan pada

barisan karet. (3) Urea dan rock phosphate diberikan hanya pada dua tahun pertama.

(4) Penanaman tanaman penutup tanah seperti ; mucuna, gamal dan cromolena, pohon

cepat tumbuh seperti akasia, gmelina, albizia, centrosema, peuraria dan setaria dan

semak untuk control alang-alang dilakukan setelah penanaman tanaman tumpang sari

pangan.

Sistem wanatani secara tidak langsung dalam jangka panjang dapat

meningkatkan pendapatan petani dari beragam hasil produk yang dihasilkan.

Pendapatan petani meliputi pendapatan dari kebun RAS dan di luar kebun RAS.

Pendapatan petani dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan dari penjualan hasil

dengan biaya riil yang dikeluarkan. Dalam hal ini tenaga kerja keluarga tidak

termasuk pengeluaran. Biaya riil yang dikeluarkan meliputi : upah tenaga kerja luar

keluarga, biaya bibit, pupuk dan obat-obatan, sewa lahan, pembelian peralatan, dan

pajak. Sedangkan pendapatan petani dari luar kebun RAS meliputi pendapatan petani

dari usahatani diluar kebun RAS dan pendapatan dari luar usahatani.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Lokasi

penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Desa Maringin Jaya

(Engkayuk) dan Desa Dosan (Kopar) Kecamatan Parindu, Desa Trimulya Kecamatan

Mukok, dan Desa Bunut (Embaong) Kecamatan Sanggau Kapuas Kabupaten

Page 7: Paper Rama-Usahatani Draft

Sanggau. Lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan

daerah pengembangan sistem wanatani berbasis karet RAS dan tanaman karetnya

sudah disadap.

Populasi adalah semua petani peserta RAS sebanyak 48 petani 7 yang terdiri

dari 20 petani RAS 1, 13 petani RAS 2 dan 15 petani RAS 3. Penetapan sampel

dilakukan secara sengaja. Jumlah sampel ditentukan secara proporsional disesuaikan

dengan karakteristik sampel yang mewakili tiap strata. Berdasarkan pertimbangan di

lapangan dengan melihat sifat heterogenitas sampel maka jumlah sampel yang

diambil sebanyak 27 kepala keluarga (KK), yang terdiri dari petani 10 peserta RAS 1,

8 petani peserta RAS 2 dan 9 petani peserta RAS 3.

Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer yakni

data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri secara langsung melalui wawancara

dengan petani karet peserta RAS sebagai responden dengan menggunakan daftar

pertanyaan (kuesioner). Sedangkan data sekunder yang dipergunakan untuk

melengkapi data primer didapat dari ICRAF, instansi pemerintah yang terkait,

referensi serta publikasi pendukung lainnya.

Hasil Dan Pembahasan

A. Karakteristik Sistem Wanatani Karet

1. Status kepemilikan lahan dan pohon

Semua lahan yang digunakan untuk kebun RAS (100%) adalah milik

pribadi. Lahan yang dimiliki oleh petani lokal (dayak) di Embaong, Engkayuk dan

Kopar umumnya adalah tanah warisan dari orang tua mereka. Di desa Trimulya

(daerah transmigrasi), lahan yang dimiliki oleh petani merupakan tanah yang

diberikan oleh pemerintah masing-masing seluas 2 Ha per kepala keluarga melalui

program transmigrasi pada tahun 1983.

Hak atas pepohonan yang ada dikebun RAS sepenuhnya adalah milik

pribadi. Namun ada beberapa petani responden yang menyerahkan penyadapan

kebun RAS milik mereka kepada orang lain dengan sistem bagi hasil sesuai

kesepakatan. Terdapat 89% petani yang melakukan penyadapan sendiri dan 11%

petani yang melakukan penyadapan dengan sistem bagi hasil.

Page 8: Paper Rama-Usahatani Draft

2. Jenis Tanaman dan Hasil Produksi dari Sistem Wanatani Karet

Di kebun RAS 1 terdapat 26 jenis tanaman yang tumbuh di kebun RAS 1

terdiri dari tanaman buah antara lain durian, tekawai, rambutan, jengkol dan

jambu, tanaman kayu antara lain medang, keladan dan tekam, dan tanaman obat

antara lain pulai, penyepat, paku sabung dan kembang bulan.

Di Kebun RAS 2 terdapat 17 jenis tanaman, yang terdiri dari tanaman

buah antara lain nangka, rambutan, dan durian dan tanaman kayu antara lain

keladan, nyatu, dan terindak.

Di Kebun RAS 3 terdapat 23 jenis tanaman yang terdiri dari tanaman buah

antara lain nangka, rambutan, dan durian, tanaman kayu antara lain keladan,

nyatu, dan terindak, dan pohon tumbuh cepat antara lain gmelina, akasia dan

albazia.

Karet sebagai penghasil lateks (getah) merupakan produk utama dari

sistem wanatani karet yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan

dari kebun RAS. Sedangkan untuk produk lainnya seperti kayu bakar dan kayu

bangunan serta sayuran dan buah-buahan saat ini hanya dapat memberikan

kontribusi yang kecil terhadap pendapatan petani dari kebun RAS.

Hasil produksi karet paling tinggi adalah pola RAS 1 sebesar 1.109

Kg/tahun., pola RAS 2 sebesar 1.011 Kg/tahun dan hasil produksi karet terendah

yaitu pola RAS 3 sebesar 966 Kg/tahun. Produktivitas karet pola RAS 1 sebesar

1.087,5 Kg/0,5ha/tahun dengan tingkat penggunaan input pupuk sebesar

13 Kg/0,5ha/tahun. Produktivitas karet terbesar yaitu pola RAS 2 sebesar

1.135 Kg/0,5ha/tahun dengan tingkat penggunaan input pupuk sebesar

55 Kg/0,5ha/tahun. Produktivitas karet terendah pada pola RAS 3 sebesar

918 Kg/0,5ha/tahun dengan tingkat penggunaan input pupuk sebesar

35 Kg/0,5ha/tahun.

Selain jenis-jenis produk yang dapat dinilai dengan uang, pada sistem

wanatani karet melalui berbagai pola RAS juga terdapat beberapa manfaat produk

yang tidak dapat dinilai dengan uang, diantaranya pemanfaatan lahan kritis

menjadi perkebunan karet klonal (pola RAS 3) dan pelestarian keanekaragaman

hayati (pola RAS 1).

Page 9: Paper Rama-Usahatani Draft

3. Mudah Tidaknya Hasil Wanatani Karet dipasarkan (Marketability of Product)

Sebagian besar petani yang menjual ke pedagang kecamatan karena harga

slab disana lebih tinggi. Tingkat harga di berbagai desa cukup bervariatif dan

harga karet juga cendrung fluktuatif.

Produk buah dan kayu dari sistem wanatani karet tidak dijual, melainkan

untuk dikonsumsi dan untuk kebutuhan rumah tangga petani karena hasil buah-

buah yang diperoleh masih sedikit. Produk kayu seperti kayu akasia, gmelina dan

sengon yang sudah ditebang belum dapat dipasarkan karena pemasarannya sulit

dan jumlahnya sedikit. Hasil-hasil kayu tersebut sebenarnya memiliki nilai

ekonomis yang cukup tinggi, kayu akasia misalnya dapat dijadikan bahan pulp,

tetapi karena belum tersedianya pabrik pengolahan pulp maka kayu-kayu tersebut

hanya dimanfaatkan untuk kayu bakar. Produk kayu biasanya dipasarkan pada

perusahaan HTI, Namun perusahaan HTI banyak yang tidak beroperasi lagi

sehingga petani mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil kayu mereka.

4. Pendapatan dari Kebun RAS dan di luar RAS

Sumber pendapatan petani berasal dari kebun RAS dan di luar RAS yaitu

pendapatan yang diperoleh dari kebun karet unggul, kebun karet lokal, ladang,

sawah dan perkebunan kelapa sawit, serta menjadi buruh tani di perkebunan inti

kelapa sawit. Pendapatan dari kebun RAS diperoleh dari penjualan hasil produksi

lateks karet.

Pendapatan petani tertinggi pada kelompok petani RAS 1 dan terendah

pada kelompok petani RAS 2. Pendapatan riil petani RAS 1 adalah sebesar

Rp6.337.560, pendapatan petani RAS 2 sebesar Rp4.584.281 dan pendapatan

petani RAS 3 sebesar Rp5.116.256 per kepala keluarga per tahun.

Pendapatan yang diperoleh dari usahatani RAS lebih menguntungkan

dibandingkan dengan pendapatan dari usahatani non RAS dalam satuan luas lahan

yang sama. Pola RAS 1, pendapatan dari kebun RAS 1 per 0,5 ha per tahun

adalah Rp5.868.111 dengan produktivitas karet sebesar 1087,5 Kg/0,5ha/tahun.

Sedangkan pendapatan dari luar RAS per 0,5 ha per tahun adalah sebesar

Rp1.080.931. Jadi manfaat lahan yang diperoleh untuk kebun RAS adalah sebesar

5 kali lipat dibandingkan dengan pemanfaatan lahan untuk usahatani lainnya.

Pola RAS 2, pendapatan dari kebun RAS 1 per 0,5 ha per tahun.adalah

Rp5.209.410 dengan produktivitas karet sebesar 1.135 Kg/0,5ha/tahun. Sedangkan

Page 10: Paper Rama-Usahatani Draft

pendapatan dari luar RAS per 0,5 ha per tahun adalah sebesar Rp558.714. Jadi

manfaat lahan yang diperoleh untuk kebun RAS adalah sebesar 9 kali lipat

dibandingkan dengan pemanfaatan lahan untuk usahatani lainnya.

Pola RAS 3, pendapatan dari kebun RAS 3 per 0,5 ha per tahun adalah

Rp4.826.657 dengan produktivitas karet sebesar 966 Kg/0,5ha/tahun. Sedangkan

pendapatan dari luar RAS per 0,5 ha per tahun adalah sebesar Rp1.660.967. Jadi

manfaat lahan yang diperoleh untuk kebun RAS adalah sebesar 3 kali lipat

dibandingkan dengan pemanfaatan lahan untuk usahatani lainnya.

Dengan demikian ditinjau dari aspek ekonomis, ketiga pola RAS

memberikan keuntungan yang besar dibandingkan dengan usahatani lainnya.

Ketiga pola RAS tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan penggunaan

lahan.

5. Curahan Tenaga Kerja Keluarga Pada Sistem Wanatani Karet

Curahan tenaga kerja keluarga untuk usahatani RAS adalah pola RAS 1

sebesar 52 HKP/tahun, pola RAS 2 sebesar 158 HKP/tahun, dan pola RAS 3

sebesar 80 HKP/tahun. Penggunaan tenaga kerja di kebun RAS 2 (sistem wanatani

kompleks) lebih tinggi dibandingkan dengan pola RAS 1 dan pola RAS 3, karena

pemeliharaan di kebun RAS 2 lebih intensif. Pola RAS 1 tidak memerlukan

pemeliharaan secara intensif, sehingga menghemat penggunaan tenaga kerja.

Sedangkan Pola RAS 3 juga tidak banyak menggunakan tenaga kerja karena

adanya tajuk pepohonan dapat membantu mengendalikan alang-alang sehingga

kegiatan penyiangan tidak rutin dilakukan.

Curahan tenaga kerja keluarga petani RAS 1 sebagian besar tercurah di

bidang usahatani kelapa sawit dan ladang. Sedangkan di kelompok petani RAS 2,

curahan tenaga kerja keluarga petani lebih banyak tercurah untuk usahatani RAS

dan sawah. Pada kelompok petani RAS 3, curahan tenaga kerja terbesar tercurah

untuk usahatani kelapa sawit.

B. Perspektif Petani RAS Terhadap Aspek Sosial, Ekonomi Dan Ekologi Pada Sistem Wanatani Karet

a. Perspektif petani terhadap aspek sosial sistem wanatani karet

Perspketif petani RAS terhadap aspek sosial pada sistem wanatani karet

meliputi penyebaran tenaga kerja keluarga untuk pengelolaan kebun RAS,

keamanan dilingkungan usahatani dan hubungan sosial antar petani RAS dan

petani non RAS.

Page 11: Paper Rama-Usahatani Draft

Sebanyak 59% perspektif petani meyatakan bahwa penyebaran tenaga

kerja keluarga di kebun RAS merata sepanjang tahun dan 41% petani menyatakan

bahwa penyebaran tenaga kerja keluarga di kebun RAS kurang merata sepanjang

tahun. Sebanyak 78% perspektif petani meyatakan bahwa lingkungan usahatani di

desa mereka aman. Sedangkan persentase yang menyatakan tidak aman hanya

22%. Pencurian karet biasanya terjadi ketika petani penyadap meninggalkan karet

yang telah dibekukan (slab)di kebun. Sebanyak 96 % perspektif petani meyatakan

bahwa hubungan sosial antar petani RAS dengan petani non RAS sangat baik dan

belum pernah terjadi konflik ataupun kecemburuan sosial. Dengan adanya

kegiatan di kebun RAS telah tercipta hubungan kerjasama yang baik yaitu adanya

sistem bagi hasil antar petani pemilik dan penyadap (petani non RAS).

Dilihat dari perspektif petani terhadap aspek sosial sistem wanatani karet

sebagian besar petani menyatakan perspektif positif. Dengan demikian sistem

wanatani karet (pola RAS) dapat diterima dengan baik oleh petani.

b. Perspektif petani terhadap aspek ekonomi sistem wanatani karet

Perspektif petani terhadap aspek ekonomi sistem wantani karet meliputi

hasil produksi lateks karet, biaya sarana produksi, pendapatan petani dari kebun

RAS dan resiko kegagalan tanam.

Sebanyak 44 % perspektif menyatakan bahwa hasil produksi lateks karet

lebih banyak dari karet lokal dan sebanyak 56 % perspektif petani menyatakan

bahwa hasil produksi karet sedang atau kurang lebih sama dengan karet lokal.

Rata-rata produksi lateks pola RAS 1 sebesar 9 Kg per sadap, RAS 2 sebesar 6 Kg

per sadap dan RAS 3 sebesar 8 Kg per sadap.

Hasil produksi non karet seperti kayu bakar, buah-buahan dan kayu

bangunan merupakan produksi sampingan dari kebun RAS. Perspektif petani

terhadap produk non karet di kebun RAS, untuk saat ini produk kayu dan buah

belum memberikan kontribusi bagi pendapatan petani. Namun setelah karet tidak

berproduksi lagi produk kayu dan buah ini diharapkan dapat menggantikan produk

karet sehingga kontinuitas produksi dapat dipertahankan dalam jangka panjang.

Sebanyak 77% perspektif petani menyatakan bahwa biaya sarana produksi

dalam pengelolaan usahatani RAS termasuk rendah dan 23% menyatakan bahwa

biaya sarana produksi sedang. Sebanyak 96% pendapatan petani dengan adanya

kebun RAS bertambah dan 4% yang menyatakan pendapatan berkurang.

Sebanyak 68% perspektif petani menyatakan bahwa resiko kegagalan tanam

Page 12: Paper Rama-Usahatani Draft

sedang dan sebanyak 32% petani menyatakan bahwa resiko kegagalan tanam

rendah. Resiko kegagalan tanam ini terutama disebabkan oleh penyakit jamur

yang menyerang karet sehingga karet banyak yang mati dan pertumbuhan karet

agak lambat (kerdil) sehingga banyak karet yang belum dapat disadap.

Dilihat dari perspektif petani terhadap aspek ekonomi sistem wanatani

karet, sebagian besar petani menyatakan perspektif positif maka sistem wanatani

karet (pola RAS) dapat terus dikembangkan.

c. Perspektif petani terhadap aspek ekologi sistem wanatani karet

Perspketif petani terhadap aspek ekologi sistem wanatani karet meliputi

pengaruh tanaman terhadap tanah dan pengaruh tanaman sela terhadap karet.

Persentase perspektif petani yang menyatakan pengaruh tanaman terhadap tanah

adalah positif sebesar 67%.

Persentase perspektif petani yang menyatakan pengaruh tanaman terhadap

tanah adalah positif sebesar 67%. Tanaman yang tumbuh diatas lahan berupa

tanaman keras dan tumbuhan hutan membentuk tingkatan tajuk yang dapat

menahan air hujan sehingga tanah tidak terbawa hanyut pada saat hujan. Seresah

dedaunan yang jatuh ke permukaan tanah dapat dijadikan humus, melalui proses

penguraian oleh cacing-cacing tanah.

Persentase perspektif petani yang menyatakan bahwa pengaruh tanaman

terhadap tanah adalah negatif sebesar 25%. Di bebrapa kebun milik petani RAS,

kondisi tanah di kebun RAS kurang subur terlihat dari warna tanah yang kuning

dan banyak mengandung pasir sehingga tanah dipermukaan mudah terbawa

hanyut pada saat hujan. Kondisi ini dikarenakan penebangan pepohonan dan

pembersihan vegetasi hutan. serta kondisi lahan yang terbuka sehingga suhu tanah

terasa agak panas. Berdasarkan persentase perspektif petani tersebut, perspektif

positif lebih besar daripada perspektif negatif sehingga tanaman-tanaman yang

tumbuh memberikan manfaat yang besar terhadap tanah.

Persentase perspektif yang menyatakan pengaruh tanaman sela terhadap

karet adalah positif, sebesar 33%. Sistem wanatani karet (pola RAS) dapat

menekan pertumbuhan alang-alang karena semakin besar tanaman sela (tanaman

buah dan kayu) maka pertumbuhan alang-alang akan terhambat oleh tajuk pohon.

Naungan dari tajuk-tajuk tanaman sela melindungi permukaan tanah dari radiasi

sinar matahari sehingga menciptakan kesejukan dan keteduhan dibawahnya. Hal

ini tentunya mendukung pertumbuhan karet.

Page 13: Paper Rama-Usahatani Draft

Persentase perspektif yang menyatakan pengaruh tanaman sela terhadap

karet negatif adalah sebesar 52%. Tanaman akasia (terdapat pada pola RAS 3)

dapat mengeluarkan zat allelopati yang dapat membahayakan tanaman karet.

Tanaman karet yang ada di sekitar akasia tumbuh kerdil. Tanaman sela juga dapat

menimbulkan kelembaban yang tinggi sehingga memacu berkembangnya jamur.

Adanya bekas tunggul kayu merupakan tempat bersarangnya jamur. Tanaman sela

berupa pepohonan dan tumbuhan hutan mengganggu pertumbuhan karet dalam

mendapatkan makanan (unsur hara) dan air dari dalam tanah sehingga

pertumbuhan karet lambat. Tajuk-tajuk pepohonan yang pertumbuhannya

melebihi karet dapat menghambat karet dalam mendapatkan cahaya matahari.

Perspektif negatif tentang pengaruh tanaman sela terhadap karet

mendorong petani untuk melakukan penebangan pepohonan yang tumbuh di sela

barisan karet dan melakukan penyiangan rumput dan semak secara merata di

kebun RAS mereka. Tetapi ada beberapa pohon yang mempunyai nilai ekonomis

tinggi tetap dibiarkan tumbuh. Alasan mereka melakukan penebangan pohon yang

tumbuh diantara barisan karet adalah (1) agar cahaya matahari dapat masuk

sehingga kondisi tanah tidak terlalu lembab untuk mengurangi pertumbuhan

jamur, (2) karena pepohonan tersebut banyak menyerap unsur hara dari dalam

tanah, (3) agar hasil getah/latek karet lebih banyak. Menurut petani tanaman sela

yang cocok untuk ditanam di antara barisan karet adalah tanaman kopi, kakao,

gaharu, tengkawang, durian, tekawai, cempedak, rambutan, jengkol dan petai.

Dilihat dari perspektif petani terhadap aspek ekologi sistem wanatani

karet, sebagian besar petani menyatakan bahwa sistem wanatani karet (pola RAS)

lebih banyak memberikan dampak positif terhadap lingkungan sehingga sistem

wanatani karet dapat berkelanjutan.

C. Perspektif Petani RAS Terhadap Pengembangan Pola Wanatani Pada Tanaman Kelapa Sawit

Ditinjau dari aspek sosial, sebanyak 89% perspektif petani menyatakan

bahwa mereka menolak pengembangan pola wanatani pada tanaman kelapa sawit,

hal ini disebabkan karena kelapa sawit yang diusahakan dengan sistem wanatani

memerlukan lahan yang luas sedangkan petani RAS 2 khususnya, memiliki lahan

yang terbatas. Selain itu, hasil produksi kelapa sawit yang diusahakan secara

pribadi oleh petani akan mengalami kendala dalam pemasaran karena tidak ada

Page 14: Paper Rama-Usahatani Draft

agen yang menampung hasil sawit. Biasanya hasil sawit langsung dijual ke

perusahaan sawit.

Ditinjau dari aspek ekonomi, sebanyak 78 % perspektif petani

menyatakan bahwa secara ekonomi pengembangan pola wanatani pada tanaman

kelapa sawit tidak menguntungkan karena beberapa alasan antara lain (1) tanaman

kelapa sawit tidak bisa ditanam bersama tanaman keras sehingga keanekaragaman

produk di kebun kelapa sawit sangat sedikit dan hasil produksi buah sawit lebih

sedikit. (2) Pertimbangan resiko kegagalan tanam juga tinggi, sebab tanaman

kelapa sawit memiliki daya serap terhadap unsur hara yang sangat tinggi sehingga

tanaman lain akan sulit bertahan. (3) Tanaman kelapa sawit cenderung

memerlukan biaya produksi yang tinggi. Pemupukan harus dilakukan secara

intensif setiap bulan untuk meningkatkan produksi buah sawit.

Ditinjau dari aspek ekologi, sebagian besar petani (75%) memiliki

perspketif negatif ditinjau dari aspek ekologi pengembangan pola wanatani pada

tanaman kelapa sawit. Menurut petani, tanaman kelapa sawit tidak dapat

dibudidayakan bersama tanaman keras seperti tanaman buah dan kayu pada satu

lahan karena secara fisik tanaman kelapa sawit memiliki perakaran yang

menyebar didalam tanah (horizontal) dan tajuk yang lebar akan menghalangi

masuknya cahaya matahari yang dibutuhkan oleh tanaman lain. Selain itu tanaman

kelapa sawit juga sulit berbuah apabila ditanam bersama tanaman lainnya dan

kalaupun berbuah hasilnya sedikit dan ukuran buah relatif kecil, karena terjadi

perebutan unsur hara dan air di dalam tanah.

Tanaman kelapa sawit tidak dapat ditanam bersama tanaman keras tetapi

dapat ditumpangsarikan dengan tanaman semusim pada awal penanaman sampai

berumur satu tahun, karena akarnya masih sedikit dan tajuk masih memungkinkan

untuk ditanami tanaman dibawahnya serta ruang di sela tanaman kelapa sawit

masih cukup luas. Tanaman semusim yang cocok untuk ditumpangsarikan

bersama kelapa sawit antara lain; nenas dan pisang.

Dilihat dari perspektif petani tehadap aspek sosial ekonomi dan ekologi

pengembangan pola wanatani pada tanaman kelapa sawit, Sebagian besar petani

menyatakan perspektif negatif. Dengan demikian pola wanatani tidak bisa

diterapkan pada tanaman kelapa sawit.

Page 15: Paper Rama-Usahatani Draft

Kesimpulan Dan Saran

A. Kesimpulan

Krakteristik sosial ekonomi usahatani pada sistem wanatani karet di ketiga

pola RAS berbeda-beda. Status kepemilikan lahan dan pohon kesemuanya merupakan

hak milik pribadi petani RAS. Karakteristik pola RAS 1 yaitu terdapat 7 jenis produk

dari 26 jenis tanaman, hasil produksi karet sebesar 1.109 Kg/tahun, pendapatan riil

petani Rp6.337.560 per tahun, pemasaran karet sangat mudah, produk buah untuk di

konsumsi dan produk kayu untuk kayu bakar, curahan tenaga kerja kurang intensif

(52 HKP/tahun). Karakteristik pola RAS 2 yaitu terdapat 6 jenis produk dari 17 jenis

tanaman, produk buah untuk dikonsumsi dan produk kayu belum menghasilkan, hasil

produksi karet sebesar 1.011 Kg/tahun, pendapatan riil petani sebesar Rp4.584.281

per tahun, pemasaran karet sangat mudah, dan curahan tenaga kerja paling intensif

(126 HKP/tahun). Karakteristik pola RAS 3 yaitu terdapat 6 jenis produk dari 23 jenis

tanaman, produk kayu digunakan untuk kayu bakar, produk buah untuk dikonsumsi,

hasil produksi karet sebesar 966 Kg/tahun, pendapatan riil petani sebesar Rp5.116.256

per tahun, pemasaran karet sangat mudah, dan curahan tenaga kerja cukup intensif

(80 HKP/tahun).

Pendapatan yang diperoleh dari kebun RAS lebih menguntungkan

dibandingkan dengan pendapatan dari luar RAS dalam satuan luas lahan yang sama

dan memiliki tingkat produktivitas karet yang tinggi. Rata-rata pendapatan dari kebun

RAS 1 sebesar Rp5.868.111 dan diluar RAS sebesar Rp1.080.931 per 0,5 ha per tahun

(perbandingannya 5 kali lipat) dengan produktivitas karet 1.087,5Kg/0,5ha/tahun.

Pendapatan dari kebun RAS 2 sebesar Rp5.209.410 dan diluar RAS sebesar Rp

558.714, per 0,5 ha per tahun (perbandingannya 9 kali lipat) dengan produktivitas

karet 1.135Kg/0,5ha/tahun. Pendapatan dari kebun RAS 3 sebesar Rp4.826.657 dan

diluar RAS sebesar Rp1.660.967 per 0,5 ha per tahun (perbandingannya 3 kali lipat)

dengan produktivitas karet 918 Kg/0,5ha/tahun.

Perspektif petani terhadap aspek sosial ekonomi dari sistem wanatani karet pola

RAS 1, RAS 2 dan RAS 3 sebagian besar adalah positif. Dengan demikian sistem

wanatani karet yang dikembangkan di Kabupaten Sanggau dapat berkelanjutan.

Perspektif petani peserta RAS terhadap pengembangan pola wanatani pada

tanaman kelapa sawit ditinjau aspek sosial, ekonomi dan ekologi, sebagian besar

petani (81%) menyatakan negatif, maka pola wanatani tidak bisa diterapkan pada

tanaman kelapa sawit.

Page 16: Paper Rama-Usahatani Draft

B. Saran

Pohon tumbuh cepat yang ada dikebun RAS 3 seringkali menghambat

pertumbuhan karet. Disarankan agar sebaiknya pepohonan tersebut ditebang apabila

tinggi pohon sudah melebihi tanaman karet dan diganti dengan tanaman lain seperti

gaharu, kakao, kopi dan lain-lain. Kemudian tanaman penutup tanah dapat ditanam

kembali pada lorong-lorong untuk meningkatkan kandungan unsur hara didalam

tanah.

Kelompok petani RAS disetiap desa disarankan agar membentuk koperasi

yang merupakan sarana untuk mendapatkan input produksi dan menjual output

produksi karet. Dengan demikian diharapkan harga karet tetap stabil dan memperkuat

kedudukan petani sebagai produsen dalam posisi tawar menawar.

Pola wanatani untuk tanaman kelapa sawit kemungkinan bisa diterapkan

apabila ada penelitian ilmiah lanjutan yang menghasilkan bahwa secara ekologi dan

ekonomis menguntungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1997, Handbook of Indonesian Forestry, KOPKARHUTAN, Jakarta.

Didik.S, Leti.S,Suyanto, dan Sri.R.U, 2003, Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya

Agroforestri, ICRAF, Bogor. Dinas Perkebunan Kalimantan Barat, 2002, Perkebunan Dalam Angka, Pontianak. Fahmudin dan Agus.W,2004, Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering, ICRAF,

Bogor. H de Foresta, A.Kusworo, dan G.Michon, 2000, Agroforest Khas Indonesia, ICRAF,

Bogor. Hernanto, Fadholi, 1991, Ilmu Usahatani, Penebar Swadaya, Jakarta. Joshi.L, Gede.W, G. Vincent, 2001, Wanatani Kompleks Berbasis Karet, ICRAF,

Bogor. Karwan, 2003, Sistem Pertanian Berkelanjutan, Kanisius, Yogyakarta. Khaidir Amypalepy, 2003, Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat, Balai Penelitian

Karet Sembawa. Nazir, M., Metode Penelitian, Ghazali Indonesia, Jakarta.

Page 17: Paper Rama-Usahatani Draft

Lampiran

Jenis Tanaman dan Produk dari Sistem Wanatani Karet (Pola RAS)

Jenis Tanaman No RAS 1 RAS 2 RAS 3

Nama Latin Produk

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39

Karet Durian Nangka Rambutan Mangga Jengkol Jambu Petai Kayu Keladan Kayu Tekam Kayu Medang Melinjo Bambu Pekawai Cempedak Rambutan alam Pingan Pisang hutan Mentawa Pakis Kayu Tobak Kayu Meranti Pulai atau jita’ Kembangbulan Paku sabung Penyepat

Karet Durian Nangka Rambutan Mangga Jengkol Jambu Petai Kayu Keladan Kayu Tekam Kayu Medang Melinjo Bambu Langsat Kayu Nyatu Kayu Terindak Tengkawang

Karet Durian Nangka Rambutan Mangga Jengkol Jambu Petai Kayu Keladan Kayu Tekam Kayu Nyatu Kayu Terindak Tengkawang Akasia Sengon/Albazia Gmelina Setaria Centrosema Peuraria Gamal Mucuna Cromolena

Hevea brasiliensis

Durio zibethinus Artocarpus heteropylla Nephelium lappaceum Mangifera sp Pithecellobium lobatum Syzygium malaccense Parkia speciosa Dryobalanops beccarii Eusideroxylon zwargerji Litsea sp Gnetum gnemon L Bambooceae Durio cf.lowianus scort Artocarpus integer Pornetia pinnata Artocarpus sp Musa paradica Artocarpus anysophyllus Pterydophyta Aquilaria mollucensis Shorea sp Alstonia scholaris Rubiceae - - Lansium domesticum Palaqium c.f rostratum Shorea seminis Shore macrophylla Acacia mangium Paraserianthes falcataria Gmeliina arborea Setaria sp Centrosema sp Peuraria sp Gliricidia sepium Mucuna sp Chromolena sp

Lateks, kayu bakar dan kayu bangunan Buah & kayu bangunan Buah & kayu bakar Buah & kayu bakar Buah & kayu bakar Buah, kayu bakar dan kayu bangunan Buah & kayu bakar Buah & kayu bangunan Kayu bangunan Kayu bangunan Kayu bangunan Buah,sayuran, dan kayu bakar Kayu bakar, dan rebung Buah, kayu bakar dan kayu bangunan Buah & kayu bakar Buah & kayu bakar Buah & kayu bakar Buah Buah, kayu bakar dan kayu bangunan Sayuran Kayu bangunan Kayu bangunan Tanaman obat Tanaman obat Tanaman obat Tanaman obat Buah & kayu bakar Kayu bangunan Kayu bangunan Kayu bangunan & buah Kayu bakar, bahan pulp Kayu bakar, bahan pulp Kayu bakar, bahan pulp Kayu bakar Kayu bakar Kayu bakar Kayu bakar Makanan ternak Makanan ternak