paper psc

24
Page | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontrak Production Sharing mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1964, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Prp Tahun 1964 tentang Perkembangan Minyak dan Gas Bumi jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertamina. Timbulnya kontrak production sharing adalah untuk mengatasi permasalahan keterbatasan modal, teknologi, dan sumber daya manusia yang dihadapi Pertamina, khususnya dalam menjalankan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gas bumi. Kontrak production sharing telah mengalami beberapa generasi. Generasi kontrak production sharing dapat dibagi menjadi 4 (empat) generasi, yaitu: 1) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi I (1964-1977) Kontrak ini merupakan bentuk awal kontrak production sharing. Pada tahun 1973/1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia, sehingga pemerintah menetapkan kebijakan bahwa sejak tahun 1974, kontraktor wajib melaksanakan pembayaran tambahan kepada Pemerintah. 2) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi II (1978-1987) Field Management | Kontrak Production Sharing

Upload: sutikno-alamsyah

Post on 29-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

PRODUCTION SHARING CONTRACT

TRANSCRIPT

Page 1: PAPER PSC

P a g e | 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kontrak Production Sharing mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun

1964, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Prp Tahun 1964

tentang Perkembangan Minyak dan Gas Bumi jo. Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1971 tentang Pertamina. Timbulnya kontrak production sharing adalah untuk

mengatasi permasalahan keterbatasan modal, teknologi, dan sumber daya manusia

yang dihadapi Pertamina, khususnya dalam menjalankan eksplorasi dan eksploitasi

pertambangan minyak dan gas bumi.

Kontrak production sharing telah mengalami beberapa generasi. Generasi

kontrak production sharing dapat dibagi menjadi 4 (empat) generasi, yaitu:

1) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi I (1964-1977)

Kontrak ini merupakan bentuk awal kontrak production sharing. Pada

tahun 1973/1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia, sehingga pemerintah

menetapkan kebijakan bahwa sejak tahun 1974, kontraktor wajib melaksanakan

pembayaran tambahan kepada Pemerintah.

2) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi II (1978-1987)

Pada tahun 1976 Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS Ruling

yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60% Net Operating Income KPS

(yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertamina

merupakan pembayaran pajak Pertamina dan kontraktor) dianggap sebagai

pembayaran royalty, sehingga disarankan agar kontraktor membayar pajak secara

langsung kepada pemerintah.

| Kontrak Production

Sharing

Page 2: PAPER PSC

P a g e | 2

Di samping itu perlu diterapkan Generally Accepted Accounting

Procedure (GAP), yang mana pembatasan pengembalan biaya operasi (Cost

Recovery Ceiling) 40% per tahun dihapusakan. Untuk KPS yang berproduksi

dilakukan amandement.

3) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi III (1988-2002)

Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan peraturan perundangan-

undangan pajak baru untuk kontrak production sharing (KPS) dengan tarif 48%.

Namun, peraturan tersebut baru dapat diterapkan terhadap kontrak production

sharing (KPS) yang ditandatangani pada tahun 1988, karena dalm perundingan-

perundingan yang dilakukan, pihak kontraktor masi mempunyai kecenderungan

untuk menggunakan peraturan pajak yang lama. Dengan demikian pembagian hasil

berubah menjadi : minyak : 71,15% untuk Pertamina ; 28,85% untuk kontraktor.

Gas : 42,31% untuk Pertamina ; 57,69% untuk kontraktor.

4) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi IV (2002-Sekarang)

Momentum dimulainya kontrak production sharing (KPS) generasi IV,

yaitu pada saat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan gas Bumi. Struktur dan prinsip dalam undang-undang ini berbeda

dengan undang-undang yang lama. Pada undang-undanng yang lama, yang

menjadi para pihak adalah pertamina dan kontraktor. Sedangkan dalam Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, maka yang

menjadi para pihaknya adalah Badan Pelaksana dan Badan usaha dan atau Badan

Usaha tetap.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini tentulah kami memiliki beberapa perumusan

masalah guna meminimalisir keraguan atau pelebaran masalah. Perumusan masalah

ini, yakni sebagai berikut:

| Kontrak Production

Sharing

Page 3: PAPER PSC

P a g e | 3

Apa yang dimaksud dengan Kontrak Bagi Hasil (production sharing) ?

Bagaimana prinsip-prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) dari generasi I sampai

Generasi IV ?

Apa landasan hukum Kontrak Production Sharing ?

Terbagi ke dalam berapa jenis kontrak dibidang minyak dan gas bumi ?

Bagaimana prosedur dan syarat-syarat dalam Kontrak Production Sharing ?

Bagaimana bentuk dan substansi Kontrak Production Sharing ?

Siapa yang menjadi subjek dan objek dalam Kontrak Production Sharing ?

Apa saja hak den kewajiban para pihak dalam Kontrak Production Sharing ?

Sampai kapan jangka waktu Kontrak Production Sharing ?

Bagaimana pola penyelesaian sengketa dalam Kontrak Production Sharing ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah yang kami buat ini yakni, sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui apa itu Kontrak Bagi Hasil (production sharing).

2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) dari generasi I

sampai Generasi IV.

3. Untuk mengetahui landasan hukum Kontrak Production Sharing.

4. Untuk mengetahui jenis- jenis kontrak dibidang minyak dan gas bumi.

5. Untuk mengetahui prosedur dan syarat-syarat dalam Kontrak Production Sharing.

6. Untuk mengetahui bentuk dan substansi Kontrak Production Sharing.

7. Untuk mengetahui siapa sja subjek dan objek dalam Kontrak Production Sharing.

8. Untuk mengetahui hak den kewajiban para pihak dalam Kontrak Production

Sharing.

9. Untuk mengetahui jangka waktu Kontrak Production Sharing.

10. Untuk mengetahui pola penyelesaian sengketa dalam Kontrak Production Sharing.

D. Manfaat Penulisan

| Kontrak Production

Sharing

Page 4: PAPER PSC

P a g e | 4

Dengan diselesaikannya penulisan makalah ini, penulisan makalah ini

diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :

1) Secara teoritis, hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada

pengembangan ilmu hukum di bidang minyak dan gas bumi tentang kontrak bagi

hasil (production sharing). Selain itu dapat memperluas pandangan ilmiah

mengenai kontrak bagi hasil (production sharing).

2) Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di bidang

minyak dan gas bumi untuk melakukan pembaharuan peraturan perundang-

undangan serta sistem hukumnya. Selain itu, sebagai bahan informasi bagi para

pelaksana kebijakan dalam mengambil langkah-langkah perumusan kebijakan

mengenai.

E. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode yuridis normatif

yang berbentuk studi pustaka. Yaitu tekhnik pengambilan data yang didasarkan pada

sumber-sumber sekunder.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini adalah:

Bab I : pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika

penulisan. Bab II : pembahasan, yang terdiri dari : definisi dan teori dasar. Bab III :

penutupan, yang terdiri dari : kesimpulan dan saran.

BAB II

| Kontrak Production

Sharing

Page 5: PAPER PSC

P a g e | 5

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kontrak Production Sharing

Istilah kontrak bagi hasil merupakan terjemahan dari Production Sharing

Contrat/PSC (bahasas Inggris) kontrak ini dikenal dalam kontrak-kontrak yang di

adakan pada bidang minyak dan gas bumi. Di bidang pertanian juga di kenal dengan

kontrak bagi hasil Pertanian. Istilah kontrak production sharing ini dapat di baca dalam

pasal 1 angka 19 UU no 22 tahun 2001 tentang “Minyak dan Gas Bumi”.

Di dalam pasal ini berbunyi bahwa “ kontrak kerja adalah Kontrak bagi hasil

atau bentuk kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih

menguntungkan Negara dan hasilnya di pergunakan untuk kemakmuran rakyat.”

Pasal ini tidak khusus menjelaskan pengertian kontrak production sharing

tetapi di pokuskan pada konsep teoritis kerja sama di bidang Minyak dan Gas Bumi.

Kerja sama di bidang minyak dan gas bumi dapat di bedakan menjadi dua (dua)

macam, yaitu kontrak production sharing dan kontrak-kontrak lainya. Unsur-unsur dari

kontrak kerja sama ini, yaitu:

Dapat di lakukan dalam bentuk kontrak production sharing atau bentuk lainya.

Bidang kegiatanya, yaitu eksplorasi dan eksploitasi.

Syaratnya harus mengnuntungkan Negara.

Pengunanya untuk kemakmuran rakyat.

Dalam pasal 1 angka (1) PP no 35 tahun 1994 tentang syarat-syarat dan

pedoman kerja sama kontrak bagi hasil minyak dan gas bumi di sebutkan pengertian

kontrak production sharing (bagi hasil).

Kontrak production sharing adalah kerja sama antara pertamina dan kontraktor untuk

melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan

prinsip pembagian hasil produksi.

| Kontrak Production

Sharing

Page 6: PAPER PSC

P a g e | 6

Definisi yang tercantum ini ada kesamaan dengan definisi yang di kemukakan

oleh Soedjono Dirdjosoisworo ia mengatikan kontrak production sharing adalah:

“ kerja sama dengan sistem bagi hasil antara Negara dengan Perusahaan hasil yang

sifatnya kontrak. Apabila kontrak telah habis maka mesin-mesin yang di bawa pihak

asing tetap tinggal di Indonesia kerja sama dalam bentuk ini merupakan suatu keredit

luar negri di mana pembayaranya di laakaukan dengan cara bagi hasil terhadap

produksi yang telah di hasilkan perusahaan.” (Soedjono Dirdjosisworo, 1999 : 231-232).

Kesamaan dari kedua definisi diatas adalah bahwa kontarak production

sharing merpuakan perjanjian bagi hasildi bidang minyak dan gas bumi. Para pihak,

yaitu pertamina dan kontarktor. Sedangkan dalam Undang-undang No. 22 tahun 2001

para pihaknya adalah Badan Pelaksanaan dengan Badan Usaha dan atau perkata

Badan Usaha Tetap. Maka kedua definisi ini perlu di sempurnakan dan di lengakpi.

Dengan demikian, dapat di katakana bahwa kontark production sharing adalah

“perjanjian atau kontrak yang di buat antara perkata Badan Pelaksanaan dengan Badan

Usaha dan atau Badan Usaha Tetap untuk melakukan uasaha eksplorasi dan eksploitas

di Bidang Minyak da Gas Bumi dengan prinsip bagi hasil.”

Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah

1. Adanya Perjanjian atau Kontrak.

2. Adanya Subjek Hukum, yaitu perkata Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dan

atau Perkata Badan Usaha Tetap;Adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi

Minyak dan Gas Bumi. Tujuan eksplorasi adalah untuk memperoleh informasi

mengenai kondisi geologi dalam menemukandan memperoleh perkiraan cadangan

minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang di tentukan. Tujuan eksploitasi adalah

mengasilkan minyak dan gas bumi.

3. Kegiatan di Bidang Minyak dan Gas.

4. Adanya Prinsip Bagi Hasil.

Prinsip bagi hasil merupakan prinsip yang mengatur pembagian hasi yang di

peroleh dari eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas Bumi antara badan

| Kontrak Production

Sharing

Page 7: PAPER PSC

P a g e | 7

pelaksanaan dan badan uasaha dan atau badan usaha tetap. Pembagian hasil ini

di rundingkan antara kedua belah pihak dan biasanya di tuangkan dalam Kontrak

Production sharing.

B. Prinsip-Prinsip Kontrak Production Sharing Pada Tiap Generasi :

1) Generasi I (1964-1977)

Kontrak ini merupakan awal Kontrak Production Sharing. Pada tahun

1973/1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia, sehingga pemerintah menetapkan

kebijakan bahwa sejak tahun 1974, kontrak wajib melaksanakan pembayaran

tambahan kepada pemerintah. Prinsip- prinsip Kontrak Production Sharing

Generasi 1 yaitu:

a. Manajemen operaasi di tangan pertamina.

b. Kontrak menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan.

c. Kontrak akan memperoleh kembali seluruh biaiya operasi dengan ketentuan

maksimum 40% setiap bulan.

d. Dari 60% di bagi menjadi ;

Pertamina 65%, dan

Kontraktor: 35 %

e. Pertamina membayar pendapatan kontraktor kepada Pemerintah.

f. Kontrak wajib memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dalam

Negeri secara proporsional (maksimum 25% bagianya) dengan harga US$

0.20/barel).

g. Semua peralatan dan pasilitas yan gdi beli oleh kontraktor menjadi milik

Pertamina.

h. Dari interes kontraktor di tawarkaan kepada Perusahaan Nasional Indonesia

setelah dinyatakan komersial.

i. Sejak tahun 1974 sampai tahun 1977, kontraktor diwajibkan memberikan

tambahan pendapatan pada pemerintah.

| Kontrak Production

Sharing

Page 8: PAPER PSC

P a g e | 8

2) Generasi II (1978-1987)

Pada tahun 1976 pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS ruling

yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60% Net Operting Income KPS

(yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang pertamina

merupakan pembayaran pajak pertamina dan kontraktor).

Dianggap sebagai pembayaran royality, sehingga disarankan agar

kontraktor membayar pajak secara langsung pada pemerintah. Di samping itu

perlu di terapkan Generally Accaepted Accouting Procedure (GAP), yang mana

pembatasan pengembalian biaya opersi (Cost Recoveri Ceiling) 40% pertahun di

hapuskan. Untuk KPS yang berproduksi di lakukan amademen.

Prinsip-prinsip pokok Kontrak Production sharing (KPS) Generasi II

(1978-1987) di sajikan berikut ini.

a. Tidak ada pembatasan pengembalian biaya operasi yang di perhitungkan oleh

kontraktor.

b. Setelah di kurang biaya, pembagian hasil menjadi: 65,91% untuk pertamina;

34,09% untuk kontraktor. Sedangkan gas: 31,80% untuk pertamina; 68.20%

untuk kontraktor.

c. Kontraktor membayar pajak 65% secara langsung kepada pemerintah.

d. Kontraktor mendapat insentif;

Harga ekspor penuh minyak mentah domestic market obligation setelah 5

(lima) tahun pertama produksi;

Insentif pengembangan 20% dari modal yang di keluarkan untuk fasilitas

produksi.

3) Generasi III (1988-2002)

| Kontrak Production

Sharing

Page 9: PAPER PSC

P a g e | 9

Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan peraturan perundang-

undangan pajak baru untuk Kontrak Produksion Sharing (KPS) denga tarif 48%.

Namun , peraturan tersebut baru dapat di terapkan terhadap kontrak production

sharing (KPS) yang di tandatangani pada tahun 1988. Karena dalam perundang-

undangan yang di lakukan. Pihak kontarktor masih mempunyai kecenderungan

untuk melakukan peraturan perpajakan yang lama. Dengan demikian pembagian

hasil berubah menjadi: Minyak 71,15% untuk Pertamina ; 28,85% untuk Kontraktor.

Gas : 42,31% untuk Pertamina; 57,68% untuk Kontraktor. Akan tetapi setelah di

kurang pajak maka komposisi pembagaian hasinya adalah untuk masing-masing

pihak adalah sebagai berikut:

a. Minyak : 68% untuk pertamina; 15% untuk kontraktor;

b. Gas 70% untuk pertamina dan 30% untuk kontraktor.

4) Generasi IV (2002-Sekarang)

Momentum di mulainya kontrak production sharing (KPS) generasi IV,

yaitu pada saat di berlakukanya undang-undang nomer 22 tahun 2001 tentang

minyak gas bumi. Struktur dan prinsip bagi hasil dalam undang-undang ini berbeda

dengan undang-undang yang lama pada undang-unang yang lama, yang menjadi

para pihak adalah pertamina dan kontraktor sedangkan dalam undang-undang

nomer 22 tahun 2001 minyak dan Gas Bumi, maka yan menjadi para pihaknya

adalah Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dan atau Badan Usaha Tetap.

Badan Pelaksana ini terpisah dengan Pertamina. Badan Pelaksana ini

telah terbentuk pada bulan Agustus 2002 dengan nama Badan Pelaksana Hulu

Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), yang di kepalai oleh Rachmat Soedibjo

(republika,31 desember 2002) pada tahun 2002, BP Migas ini telah

menandatangani 15 kontrak di bidang migas. Salah satu dari kontrak yang di

tandatangani adalah kontak production sharing (KPS) yang memiliki komitmen

infestasi sebesar 35 juta dolar AS. Para pihak dalam kontrak ini adalah BP migas

| Kontrak Production

Sharing

Page 10: PAPER PSC

P a g e | 10

dengan enilasmo company Indonesia dan unocal Indonesia. Kedua badan usaha

tetap memiliki saham masing-masing 50% untuk wilayah kerja blok off shore

Moarabakau lepas panatai maksasar. Sedangkan 14 kontrak lainy berupa kontrak

jual beli gas.

Di dalam undang-undang nomer 22 tahun 2001 tidak di atu secara

khusus tentang komposisi pembagian hasil antara Badan Pelaksana dengan Badan

Usaha dana atau Badan Usaha Tetap pembagian ini akan di atur lebih lanjut dalam

peraturan yanglebih rendah serta di tuangkan dalam kontrak production sharing

(KPS) apabila kita mengacu pada pasal 66 ayat (2) hukum nomer 22 tahun 2001,

maka jelas pada pasal ini disebutkan bahwa segala peraturan pelaksaanaan dari

undang-undang nomer 44 Prp tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan

gas bumi dan undang-undang nomer 8 tahun 1971 tentang pertamina masih

tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum di ganti dengan peraturan

yang baru berdasarkan undang-undang ini. Di dalam pasal 16 peraturan

pemerintah nomer 35 tahun 1994 tentang syarat-syarat dan pedoman kerja sama

kontrak bagi hasil minyak dengan bumi di tentukan bahwa yang menetapkan

pembagian hasil itu adalah menteri pertambangan dan energi, apabila di gunakan

ukuran pada generasi III, maka pembagian hasilnya adalah sebagai berikut:

a. Minyak : 65% untuk badan pelaksana ; 15% untuk Badan Usaha atas badan

Usaha Tetap ;

b. Gas : 70% untuk pertamina untuk kontraktor.

Dalam undang-undang tersebut juga diatur tentang penyerahan pembagian

hak badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk memenuhi kebutuhan dalam negri

paling banyak 25% (pasal 22 Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak

dan gas bumi)

| Kontrak Production

Sharing

Page 11: PAPER PSC

P a g e | 11

Setiap generasi kontrak production sharing (KPS) ternyata berbeda

pembagian hasil antara pertamina dan kontrak perbedaan ini dapat dilihat berikut ini.

1. Pada kontrak production sharing (KPS) generasi I (1964-1977) pembagian hasil

untuk minyak dari 60% dibagi menjadi: pertamina 65% dan kontraktor 35%.

2. Pada kontrak production sharing (KPS) generasi II (1978-1987), setelah dikurangi

biaya biaya pembagian hasil menjadi : minyak :65,91% untuk pertamina: 34,09%

untuk kontraktor : sedangkan gas : 31,80% untuk pertamina 68,20% untuk

kontraktor

3. Pada kontrak production sharing (KPS) generasi III (1988 – 2002 ) maka komposisi

pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak sebagai berikut:

Minyak: 65% untuk badan pelaksana: 15% untuk badan usaha dan atau badan

usaha tetap dan

Gas 70% untuk Pertamina dan 30% untuk kontraktor.

4. Prinsip dalam kontrak production sharing (KPS) generasi IV (2002-Sekarang) maka

komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak adalah.

Minyak: 65% untuk Badan pelaksana dan 30% untuk Badan Usaha dan atau

Badan Usaha Tetap

Gas 70% untuk Badan Pelaksana dan 30% untuk Badan Usaha dan atau

Badan Usaha Tetap.

C. Hak-Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Production Sharing

Hak dan kewajiban badan usaha dan atau badan usaha tetap yang

melaksanakan kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak production sharing diatur

dalam pasal 31 undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

ada 2 macam kewajiban dari badan usaha dan badan usaha tetap, yaitu:

| Kontrak Production

Sharing

Page 12: PAPER PSC

P a g e | 12

Membayar pajak yang merupakan penerimaan Negara,dan

Membayar bukan pajak yang merupakan penerimaan Negara,

Penerimaan Negara yang berupa pajak ,terdiri atas:

1. Pajak-pajak;

2. Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai;

3. Pajak daerah dan distribusi daerah

Penerimaan Negara bukan pajak, terdiri atas :

1. Bagian Negara ,merupakan bagian produksi yang diserahkan oleh badan usaha

atau usaha tetap kepada Negara sebagai pemilik sumber daya minyak dan gas

bumi;

2. Iuran tetap, yaitu iuran yang dibayar oleh badan usha atau atau usaha tetap kepada

Negara sebagai pemilik sumber daya minyak dan gas bumi sesuai luas wilayah

kerja dan sebagai imbalan ataskesempatan untuk melakukan kegiatan eksplorasi

dan eksploitasi;

3. Iuran eksplorasi dan eksploitasi merupakan iuran yang dibayarkan oleh badan

usaha atau usaha tetap kepada Negara sebagai kompensasi atas pengambilan

kekayaan alam minyak dan gas bumi yang tak terbarukan

4. Bonus-bonus dalam penerimaan dari bonus-bonus atau penandatanganan bonus

kompensasi data, bonus produksi dan bonus-bonus dalam bentuk apapun yang

diperoleh badan pelaksana dalam rangka kontrak production sharing.

Sejak berlakunya otonomi daerah, pemerintah pusat berkewaajiban untuk

mendistribusikan kembali penerimaan Negara dari hasil minyak bumi dan gas bumi

kepada pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota yang mempunyai sumber daya

alam tersebut.besarnya bagian yang diterima oleh pemerintah provinsi dan kabupaten

atau kota telah ditentukan dalam pasal 6 ayat (6) undang-undang nomor 25 tahun

1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. di dalam

| Kontrak Production

Sharing

Page 13: PAPER PSC

P a g e | 13

peraturan itu di tentukan 2 (dua) macam sumber daya alam, yaitu sumber daya alam

minyak dan gas. bagian dari masing-masing pihak disajikan berikut ini.

1) Minyak Bumi

Bagian pemerintah pusat dari minyak bumi sebanyak 85%; pemerintah

daerah sebesar 15%. dari pembagian sebanyak 15% maka bagian dari pemerintah

provinsi yang bersangkutan sebanyak 3% (tiga persen); bagian kabupaten atau

kota pengahsil sebesar 6%; dan bagian kabupaten atau kota lainnya dalam provnsi

yang bersangkutan sebesar 6%.

2) Gas Alam

Bagian pemerintah pusat dari gas alam sebesar 70%; pemerintah daerah

sebesar 30%. dari pembagian sebanyak 30%, maka bagian dari pemerintah

provinsi yang bersangkutan sebanyak 6% (enam persen); bagian kabupaten atau

kota penghasil sebesar 12%; dan bagian kabupaten atau kota lainnya dalam

provinsi yang bersangklutan sebesar12%.

Bagian yang diterima oleh daerah sangat kecil. hal ini disbabkan biaya

yang dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak

dan gas bumi sangat besar dan diperlikan teknologi yang canggih. biasanya dalam

melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut harus

mengadakan kontrak production sharing dengan perusahaan domestic atau

perusahaan asing. perusahaan asing ini memiliki modal dan skill, sehingga mereka

juga mempunyai hak untuk mendapat bagian dari kontrak production sharing.

haknya dalah menierima bagian yang telah disepakati antara badan pelaksana

dengan badan usha atau badan usaha tetap, sebagaimana yang tercnatum dalam

kontrak production sharing.

D. Jangka Waktu Kontak Production Sharing

Jangka waktu kontrak production sharing telah ditentukan dalam pasal 14

sampi dengan pasal 15 undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan

| Kontrak Production

Sharing

Page 14: PAPER PSC

P a g e | 14

gas bumi. Jangka waktu kontrak tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh)

tahun sejak ditandatanganinya dan diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 30

tahun. jangka waktu terdiri dari jangka waktu eksplorasi dan jangka waktu eksploitasi.

eksplorasi dalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai

kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan

gas bumi di wilayah kerja yang di tentukan. Jangka waktu kegiatan eksplorasi

dilaksanakn 6 (enam) Tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali periode yang

dilaksanakan paling lama 4(empat) tahun, jadi total jangka waktu eksplorasi adalah

selama 10 tahun.

Eksploitasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk

mengahasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan.eksploitasi itu

terdiri dari atas penegeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan saran

pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak

dan gas bumi dilapangan serta kegiatan lain yang mendukung.

E. Pola Penyelesaian Sengketa

Di dalam undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi tidak ditemukan pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketa, jika terjadi

sengketa antara badan usaha atau badan usaha tetap dengan baan pelaksana

terhadap substansi kontrak production sharing. pola peyelesaian sengketa telah

ditentukan dan dituangkan dalam kontrak production sharing yang dibuat para pihak.

Pola penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam standar kontrak tentang

Kontrak Production sharing, yang dibuat antara pertamina dengan kontrak .hal ini

dituangkan dalam section XI tentang Consutation and Arbitration dalam section ini

ada 2 (dua) hal yang diatur, yaitu tentang konsultasi antara pertamina dan kontraktor

dan arbitrase.

Konsultasi ini diatur dalam section XI.1 konsultasi antara pertamina dan

kontraktor dapat dilakukan pada waktu-waktu terentu, tujuannya untuk:

| Kontrak Production

Sharing

Page 15: PAPER PSC

P a g e | 15

1. Membahas perkembangan pengoperasian minyak dan gas,

2. Membuat pertimbangan baru atau kebijakan baru,dan atau

3. Kemungkinan risiko yang akan dihadapi pada mas mendatang.

Pola penyelesain sengketa yang diatur dalam section XI.2 dapat dilakukan

dalam 2 tahap,yaitu

1. Tahap perdamaian dan

2. Arbitrase.

Pada tahap perdamaian para pihak harus menjelaskan dan

memusyawarahkan tentang perselisihan yang timbul diantara mereka.mereka akan

melihat pada penafsiaran terhadap substansi kontrak dan pelaksanaan kontrak, mereka

tetap berusaha untuk menyelesaikan persoalan itu secara damai.

Jika cara damai tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka pertamina

dan kontraktor dapat menyelesaikannya melalui cara arbitrase. jumlah waitnya terdiri

atas 3 orang dengan komposisi sebagai berikut:

1. Satu orang wasit yang berasal dari pihak pertamina.

2. Satu orang wasit yang berasal dari pihak kontraktor.

3. Satu orang wasit (arbiter) yang netral, yang dipilih dan ditunjuk oleh pihak

pertamina dan kontraktor.

Keberadaan arbiter dari para pihak dan seorang arbiter yang netral

diharapkan nantinya akan dapat menyelesaikan perselisihan yang muncul antara

pertamina dan kontraktor. apabila para arbiter (wasit) yang ditunjuk tidak dapat

menyelesaikan persoalan antarmereka maka para pihak dapat mengajukan persoalan

tersebut kepada Presiden dari International Chamber of Commerce (ICC) (kamar

dagang intersional) di Paris, kegiatan dari International Chamber of Commerce (ICC)

dalam bidang Arbitrase, yaitu memberikan suatu metode penyelesaian sengketa yang

murah dan cepat (an inexpensive and quick method for settelement of dispute) (Huala

| Kontrak Production

Sharing

Page 16: PAPER PSC

P a g e | 16

Adolf dan A Chandrawulan,1995:185).ICC inilah yang merupakan aturan hukum untuk

menyelesaikan sengketa antara pertamina dan kontraktor. prosedur dan syarat –

syaratnya dapat dilihat pada kontrak joint venture.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dasarnya kontrak bagi hasil merupakan bentuk kerja sama lain dalam

kegiatan eksplorasi dan ekploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya di

pergunakan kemakmuran rakyat. Momentum di mulainya kontrak production sharing

| Kontrak Production

Sharing

Page 17: PAPER PSC

P a g e | 17

(KPS) yaitu pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang

Minyak dan Gas Bumi. Struktur dalam bagi hasil dalam undang –undang ini berbeda

dengan undang –undang yang lama. Pada undang-undang yang lama, yang menjadi

para pihak dadalah pertamina dan kontraktor. Sedangkan dalam Undang-Undang

Nomer 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi maka para pihaknya adalah

badan pelaksana dan badan usaha dan atau badana usaha tetap.

B. Saran

Sebaiknya bagian yang di terima oleh daerah pendapatanya menjadi lebih

tinggi mengingat bagian yang di terima oleh daerah ini sangat kecil hal ini di sebabkan

biaya yang di keluarkan untuk melakukan ekplorasi dan ekploitasi sumber daya minyak

sangat besar dan di perlukan teknologi yang sangat canggih, dalam hal melakukan

eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut di adakan kontrak production

sharing dengan perusahaan domestic dan perusahaan asing. Karena perusahaan asing

memiliki modal dan skills yang tinggi, sehingga mereka mempunya hak untuk

mendapatkan bagian yang tinggi pula, oleh karena itu di harapkan agar baik pihak

pemerintah lebiih menggalakan baik sumber daya manusi terlebih skil dan modal agar

pendapatan dari eksplorasi dan eksploitasi lebih menguntungkan pihak pemerintah dan

maupun perusahaan domestik.

| Kontrak Production

Sharing