paper psc
DESCRIPTION
PRODUCTION SHARING CONTRACTTRANSCRIPT
P a g e | 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontrak Production Sharing mulai dilaksanakan di Indonesia sejak tahun
1964, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Prp Tahun 1964
tentang Perkembangan Minyak dan Gas Bumi jo. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1971 tentang Pertamina. Timbulnya kontrak production sharing adalah untuk
mengatasi permasalahan keterbatasan modal, teknologi, dan sumber daya manusia
yang dihadapi Pertamina, khususnya dalam menjalankan eksplorasi dan eksploitasi
pertambangan minyak dan gas bumi.
Kontrak production sharing telah mengalami beberapa generasi. Generasi
kontrak production sharing dapat dibagi menjadi 4 (empat) generasi, yaitu:
1) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi I (1964-1977)
Kontrak ini merupakan bentuk awal kontrak production sharing. Pada
tahun 1973/1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia, sehingga pemerintah
menetapkan kebijakan bahwa sejak tahun 1974, kontraktor wajib melaksanakan
pembayaran tambahan kepada Pemerintah.
2) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi II (1978-1987)
Pada tahun 1976 Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS Ruling
yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60% Net Operating Income KPS
(yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertamina
merupakan pembayaran pajak Pertamina dan kontraktor) dianggap sebagai
pembayaran royalty, sehingga disarankan agar kontraktor membayar pajak secara
langsung kepada pemerintah.
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 2
Di samping itu perlu diterapkan Generally Accepted Accounting
Procedure (GAP), yang mana pembatasan pengembalan biaya operasi (Cost
Recovery Ceiling) 40% per tahun dihapusakan. Untuk KPS yang berproduksi
dilakukan amandement.
3) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi III (1988-2002)
Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan peraturan perundangan-
undangan pajak baru untuk kontrak production sharing (KPS) dengan tarif 48%.
Namun, peraturan tersebut baru dapat diterapkan terhadap kontrak production
sharing (KPS) yang ditandatangani pada tahun 1988, karena dalm perundingan-
perundingan yang dilakukan, pihak kontraktor masi mempunyai kecenderungan
untuk menggunakan peraturan pajak yang lama. Dengan demikian pembagian hasil
berubah menjadi : minyak : 71,15% untuk Pertamina ; 28,85% untuk kontraktor.
Gas : 42,31% untuk Pertamina ; 57,69% untuk kontraktor.
4) Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi IV (2002-Sekarang)
Momentum dimulainya kontrak production sharing (KPS) generasi IV,
yaitu pada saat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan gas Bumi. Struktur dan prinsip dalam undang-undang ini berbeda
dengan undang-undang yang lama. Pada undang-undanng yang lama, yang
menjadi para pihak adalah pertamina dan kontraktor. Sedangkan dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, maka yang
menjadi para pihaknya adalah Badan Pelaksana dan Badan usaha dan atau Badan
Usaha tetap.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini tentulah kami memiliki beberapa perumusan
masalah guna meminimalisir keraguan atau pelebaran masalah. Perumusan masalah
ini, yakni sebagai berikut:
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 3
Apa yang dimaksud dengan Kontrak Bagi Hasil (production sharing) ?
Bagaimana prinsip-prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) dari generasi I sampai
Generasi IV ?
Apa landasan hukum Kontrak Production Sharing ?
Terbagi ke dalam berapa jenis kontrak dibidang minyak dan gas bumi ?
Bagaimana prosedur dan syarat-syarat dalam Kontrak Production Sharing ?
Bagaimana bentuk dan substansi Kontrak Production Sharing ?
Siapa yang menjadi subjek dan objek dalam Kontrak Production Sharing ?
Apa saja hak den kewajiban para pihak dalam Kontrak Production Sharing ?
Sampai kapan jangka waktu Kontrak Production Sharing ?
Bagaimana pola penyelesaian sengketa dalam Kontrak Production Sharing ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang kami buat ini yakni, sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu Kontrak Bagi Hasil (production sharing).
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Kontrak Production Sharing (KPS) dari generasi I
sampai Generasi IV.
3. Untuk mengetahui landasan hukum Kontrak Production Sharing.
4. Untuk mengetahui jenis- jenis kontrak dibidang minyak dan gas bumi.
5. Untuk mengetahui prosedur dan syarat-syarat dalam Kontrak Production Sharing.
6. Untuk mengetahui bentuk dan substansi Kontrak Production Sharing.
7. Untuk mengetahui siapa sja subjek dan objek dalam Kontrak Production Sharing.
8. Untuk mengetahui hak den kewajiban para pihak dalam Kontrak Production
Sharing.
9. Untuk mengetahui jangka waktu Kontrak Production Sharing.
10. Untuk mengetahui pola penyelesaian sengketa dalam Kontrak Production Sharing.
D. Manfaat Penulisan
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 4
Dengan diselesaikannya penulisan makalah ini, penulisan makalah ini
diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :
1) Secara teoritis, hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada
pengembangan ilmu hukum di bidang minyak dan gas bumi tentang kontrak bagi
hasil (production sharing). Selain itu dapat memperluas pandangan ilmiah
mengenai kontrak bagi hasil (production sharing).
2) Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di bidang
minyak dan gas bumi untuk melakukan pembaharuan peraturan perundang-
undangan serta sistem hukumnya. Selain itu, sebagai bahan informasi bagi para
pelaksana kebijakan dalam mengambil langkah-langkah perumusan kebijakan
mengenai.
E. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode yuridis normatif
yang berbentuk studi pustaka. Yaitu tekhnik pengambilan data yang didasarkan pada
sumber-sumber sekunder.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini adalah:
Bab I : pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan. Bab II : pembahasan, yang terdiri dari : definisi dan teori dasar. Bab III :
penutupan, yang terdiri dari : kesimpulan dan saran.
BAB II
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 5
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kontrak Production Sharing
Istilah kontrak bagi hasil merupakan terjemahan dari Production Sharing
Contrat/PSC (bahasas Inggris) kontrak ini dikenal dalam kontrak-kontrak yang di
adakan pada bidang minyak dan gas bumi. Di bidang pertanian juga di kenal dengan
kontrak bagi hasil Pertanian. Istilah kontrak production sharing ini dapat di baca dalam
pasal 1 angka 19 UU no 22 tahun 2001 tentang “Minyak dan Gas Bumi”.
Di dalam pasal ini berbunyi bahwa “ kontrak kerja adalah Kontrak bagi hasil
atau bentuk kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih
menguntungkan Negara dan hasilnya di pergunakan untuk kemakmuran rakyat.”
Pasal ini tidak khusus menjelaskan pengertian kontrak production sharing
tetapi di pokuskan pada konsep teoritis kerja sama di bidang Minyak dan Gas Bumi.
Kerja sama di bidang minyak dan gas bumi dapat di bedakan menjadi dua (dua)
macam, yaitu kontrak production sharing dan kontrak-kontrak lainya. Unsur-unsur dari
kontrak kerja sama ini, yaitu:
Dapat di lakukan dalam bentuk kontrak production sharing atau bentuk lainya.
Bidang kegiatanya, yaitu eksplorasi dan eksploitasi.
Syaratnya harus mengnuntungkan Negara.
Pengunanya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam pasal 1 angka (1) PP no 35 tahun 1994 tentang syarat-syarat dan
pedoman kerja sama kontrak bagi hasil minyak dan gas bumi di sebutkan pengertian
kontrak production sharing (bagi hasil).
Kontrak production sharing adalah kerja sama antara pertamina dan kontraktor untuk
melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan
prinsip pembagian hasil produksi.
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 6
Definisi yang tercantum ini ada kesamaan dengan definisi yang di kemukakan
oleh Soedjono Dirdjosoisworo ia mengatikan kontrak production sharing adalah:
“ kerja sama dengan sistem bagi hasil antara Negara dengan Perusahaan hasil yang
sifatnya kontrak. Apabila kontrak telah habis maka mesin-mesin yang di bawa pihak
asing tetap tinggal di Indonesia kerja sama dalam bentuk ini merupakan suatu keredit
luar negri di mana pembayaranya di laakaukan dengan cara bagi hasil terhadap
produksi yang telah di hasilkan perusahaan.” (Soedjono Dirdjosisworo, 1999 : 231-232).
Kesamaan dari kedua definisi diatas adalah bahwa kontarak production
sharing merpuakan perjanjian bagi hasildi bidang minyak dan gas bumi. Para pihak,
yaitu pertamina dan kontarktor. Sedangkan dalam Undang-undang No. 22 tahun 2001
para pihaknya adalah Badan Pelaksanaan dengan Badan Usaha dan atau perkata
Badan Usaha Tetap. Maka kedua definisi ini perlu di sempurnakan dan di lengakpi.
Dengan demikian, dapat di katakana bahwa kontark production sharing adalah
“perjanjian atau kontrak yang di buat antara perkata Badan Pelaksanaan dengan Badan
Usaha dan atau Badan Usaha Tetap untuk melakukan uasaha eksplorasi dan eksploitas
di Bidang Minyak da Gas Bumi dengan prinsip bagi hasil.”
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah
1. Adanya Perjanjian atau Kontrak.
2. Adanya Subjek Hukum, yaitu perkata Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dan
atau Perkata Badan Usaha Tetap;Adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi
Minyak dan Gas Bumi. Tujuan eksplorasi adalah untuk memperoleh informasi
mengenai kondisi geologi dalam menemukandan memperoleh perkiraan cadangan
minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang di tentukan. Tujuan eksploitasi adalah
mengasilkan minyak dan gas bumi.
3. Kegiatan di Bidang Minyak dan Gas.
4. Adanya Prinsip Bagi Hasil.
Prinsip bagi hasil merupakan prinsip yang mengatur pembagian hasi yang di
peroleh dari eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas Bumi antara badan
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 7
pelaksanaan dan badan uasaha dan atau badan usaha tetap. Pembagian hasil ini
di rundingkan antara kedua belah pihak dan biasanya di tuangkan dalam Kontrak
Production sharing.
B. Prinsip-Prinsip Kontrak Production Sharing Pada Tiap Generasi :
1) Generasi I (1964-1977)
Kontrak ini merupakan awal Kontrak Production Sharing. Pada tahun
1973/1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia, sehingga pemerintah menetapkan
kebijakan bahwa sejak tahun 1974, kontrak wajib melaksanakan pembayaran
tambahan kepada pemerintah. Prinsip- prinsip Kontrak Production Sharing
Generasi 1 yaitu:
a. Manajemen operaasi di tangan pertamina.
b. Kontrak menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan.
c. Kontrak akan memperoleh kembali seluruh biaiya operasi dengan ketentuan
maksimum 40% setiap bulan.
d. Dari 60% di bagi menjadi ;
Pertamina 65%, dan
Kontraktor: 35 %
e. Pertamina membayar pendapatan kontraktor kepada Pemerintah.
f. Kontrak wajib memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dalam
Negeri secara proporsional (maksimum 25% bagianya) dengan harga US$
0.20/barel).
g. Semua peralatan dan pasilitas yan gdi beli oleh kontraktor menjadi milik
Pertamina.
h. Dari interes kontraktor di tawarkaan kepada Perusahaan Nasional Indonesia
setelah dinyatakan komersial.
i. Sejak tahun 1974 sampai tahun 1977, kontraktor diwajibkan memberikan
tambahan pendapatan pada pemerintah.
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 8
2) Generasi II (1978-1987)
Pada tahun 1976 pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS ruling
yang antara lain menetapkan bahwa penyetoran 60% Net Operting Income KPS
(yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang pertamina
merupakan pembayaran pajak pertamina dan kontraktor).
Dianggap sebagai pembayaran royality, sehingga disarankan agar
kontraktor membayar pajak secara langsung pada pemerintah. Di samping itu
perlu di terapkan Generally Accaepted Accouting Procedure (GAP), yang mana
pembatasan pengembalian biaya opersi (Cost Recoveri Ceiling) 40% pertahun di
hapuskan. Untuk KPS yang berproduksi di lakukan amademen.
Prinsip-prinsip pokok Kontrak Production sharing (KPS) Generasi II
(1978-1987) di sajikan berikut ini.
a. Tidak ada pembatasan pengembalian biaya operasi yang di perhitungkan oleh
kontraktor.
b. Setelah di kurang biaya, pembagian hasil menjadi: 65,91% untuk pertamina;
34,09% untuk kontraktor. Sedangkan gas: 31,80% untuk pertamina; 68.20%
untuk kontraktor.
c. Kontraktor membayar pajak 65% secara langsung kepada pemerintah.
d. Kontraktor mendapat insentif;
Harga ekspor penuh minyak mentah domestic market obligation setelah 5
(lima) tahun pertama produksi;
Insentif pengembangan 20% dari modal yang di keluarkan untuk fasilitas
produksi.
3) Generasi III (1988-2002)
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 9
Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan peraturan perundang-
undangan pajak baru untuk Kontrak Produksion Sharing (KPS) denga tarif 48%.
Namun , peraturan tersebut baru dapat di terapkan terhadap kontrak production
sharing (KPS) yang di tandatangani pada tahun 1988. Karena dalam perundang-
undangan yang di lakukan. Pihak kontarktor masih mempunyai kecenderungan
untuk melakukan peraturan perpajakan yang lama. Dengan demikian pembagian
hasil berubah menjadi: Minyak 71,15% untuk Pertamina ; 28,85% untuk Kontraktor.
Gas : 42,31% untuk Pertamina; 57,68% untuk Kontraktor. Akan tetapi setelah di
kurang pajak maka komposisi pembagaian hasinya adalah untuk masing-masing
pihak adalah sebagai berikut:
a. Minyak : 68% untuk pertamina; 15% untuk kontraktor;
b. Gas 70% untuk pertamina dan 30% untuk kontraktor.
4) Generasi IV (2002-Sekarang)
Momentum di mulainya kontrak production sharing (KPS) generasi IV,
yaitu pada saat di berlakukanya undang-undang nomer 22 tahun 2001 tentang
minyak gas bumi. Struktur dan prinsip bagi hasil dalam undang-undang ini berbeda
dengan undang-undang yang lama pada undang-unang yang lama, yang menjadi
para pihak adalah pertamina dan kontraktor sedangkan dalam undang-undang
nomer 22 tahun 2001 minyak dan Gas Bumi, maka yan menjadi para pihaknya
adalah Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dan atau Badan Usaha Tetap.
Badan Pelaksana ini terpisah dengan Pertamina. Badan Pelaksana ini
telah terbentuk pada bulan Agustus 2002 dengan nama Badan Pelaksana Hulu
Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), yang di kepalai oleh Rachmat Soedibjo
(republika,31 desember 2002) pada tahun 2002, BP Migas ini telah
menandatangani 15 kontrak di bidang migas. Salah satu dari kontrak yang di
tandatangani adalah kontak production sharing (KPS) yang memiliki komitmen
infestasi sebesar 35 juta dolar AS. Para pihak dalam kontrak ini adalah BP migas
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 10
dengan enilasmo company Indonesia dan unocal Indonesia. Kedua badan usaha
tetap memiliki saham masing-masing 50% untuk wilayah kerja blok off shore
Moarabakau lepas panatai maksasar. Sedangkan 14 kontrak lainy berupa kontrak
jual beli gas.
Di dalam undang-undang nomer 22 tahun 2001 tidak di atu secara
khusus tentang komposisi pembagian hasil antara Badan Pelaksana dengan Badan
Usaha dana atau Badan Usaha Tetap pembagian ini akan di atur lebih lanjut dalam
peraturan yanglebih rendah serta di tuangkan dalam kontrak production sharing
(KPS) apabila kita mengacu pada pasal 66 ayat (2) hukum nomer 22 tahun 2001,
maka jelas pada pasal ini disebutkan bahwa segala peraturan pelaksaanaan dari
undang-undang nomer 44 Prp tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan
gas bumi dan undang-undang nomer 8 tahun 1971 tentang pertamina masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum di ganti dengan peraturan
yang baru berdasarkan undang-undang ini. Di dalam pasal 16 peraturan
pemerintah nomer 35 tahun 1994 tentang syarat-syarat dan pedoman kerja sama
kontrak bagi hasil minyak dengan bumi di tentukan bahwa yang menetapkan
pembagian hasil itu adalah menteri pertambangan dan energi, apabila di gunakan
ukuran pada generasi III, maka pembagian hasilnya adalah sebagai berikut:
a. Minyak : 65% untuk badan pelaksana ; 15% untuk Badan Usaha atas badan
Usaha Tetap ;
b. Gas : 70% untuk pertamina untuk kontraktor.
Dalam undang-undang tersebut juga diatur tentang penyerahan pembagian
hak badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk memenuhi kebutuhan dalam negri
paling banyak 25% (pasal 22 Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak
dan gas bumi)
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 11
Setiap generasi kontrak production sharing (KPS) ternyata berbeda
pembagian hasil antara pertamina dan kontrak perbedaan ini dapat dilihat berikut ini.
1. Pada kontrak production sharing (KPS) generasi I (1964-1977) pembagian hasil
untuk minyak dari 60% dibagi menjadi: pertamina 65% dan kontraktor 35%.
2. Pada kontrak production sharing (KPS) generasi II (1978-1987), setelah dikurangi
biaya biaya pembagian hasil menjadi : minyak :65,91% untuk pertamina: 34,09%
untuk kontraktor : sedangkan gas : 31,80% untuk pertamina 68,20% untuk
kontraktor
3. Pada kontrak production sharing (KPS) generasi III (1988 – 2002 ) maka komposisi
pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak sebagai berikut:
Minyak: 65% untuk badan pelaksana: 15% untuk badan usaha dan atau badan
usaha tetap dan
Gas 70% untuk Pertamina dan 30% untuk kontraktor.
4. Prinsip dalam kontrak production sharing (KPS) generasi IV (2002-Sekarang) maka
komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak adalah.
Minyak: 65% untuk Badan pelaksana dan 30% untuk Badan Usaha dan atau
Badan Usaha Tetap
Gas 70% untuk Badan Pelaksana dan 30% untuk Badan Usaha dan atau
Badan Usaha Tetap.
C. Hak-Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Production Sharing
Hak dan kewajiban badan usaha dan atau badan usaha tetap yang
melaksanakan kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak production sharing diatur
dalam pasal 31 undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
ada 2 macam kewajiban dari badan usaha dan badan usaha tetap, yaitu:
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 12
Membayar pajak yang merupakan penerimaan Negara,dan
Membayar bukan pajak yang merupakan penerimaan Negara,
Penerimaan Negara yang berupa pajak ,terdiri atas:
1. Pajak-pajak;
2. Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai;
3. Pajak daerah dan distribusi daerah
Penerimaan Negara bukan pajak, terdiri atas :
1. Bagian Negara ,merupakan bagian produksi yang diserahkan oleh badan usaha
atau usaha tetap kepada Negara sebagai pemilik sumber daya minyak dan gas
bumi;
2. Iuran tetap, yaitu iuran yang dibayar oleh badan usha atau atau usaha tetap kepada
Negara sebagai pemilik sumber daya minyak dan gas bumi sesuai luas wilayah
kerja dan sebagai imbalan ataskesempatan untuk melakukan kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi;
3. Iuran eksplorasi dan eksploitasi merupakan iuran yang dibayarkan oleh badan
usaha atau usaha tetap kepada Negara sebagai kompensasi atas pengambilan
kekayaan alam minyak dan gas bumi yang tak terbarukan
4. Bonus-bonus dalam penerimaan dari bonus-bonus atau penandatanganan bonus
kompensasi data, bonus produksi dan bonus-bonus dalam bentuk apapun yang
diperoleh badan pelaksana dalam rangka kontrak production sharing.
Sejak berlakunya otonomi daerah, pemerintah pusat berkewaajiban untuk
mendistribusikan kembali penerimaan Negara dari hasil minyak bumi dan gas bumi
kepada pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota yang mempunyai sumber daya
alam tersebut.besarnya bagian yang diterima oleh pemerintah provinsi dan kabupaten
atau kota telah ditentukan dalam pasal 6 ayat (6) undang-undang nomor 25 tahun
1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. di dalam
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 13
peraturan itu di tentukan 2 (dua) macam sumber daya alam, yaitu sumber daya alam
minyak dan gas. bagian dari masing-masing pihak disajikan berikut ini.
1) Minyak Bumi
Bagian pemerintah pusat dari minyak bumi sebanyak 85%; pemerintah
daerah sebesar 15%. dari pembagian sebanyak 15% maka bagian dari pemerintah
provinsi yang bersangkutan sebanyak 3% (tiga persen); bagian kabupaten atau
kota pengahsil sebesar 6%; dan bagian kabupaten atau kota lainnya dalam provnsi
yang bersangkutan sebesar 6%.
2) Gas Alam
Bagian pemerintah pusat dari gas alam sebesar 70%; pemerintah daerah
sebesar 30%. dari pembagian sebanyak 30%, maka bagian dari pemerintah
provinsi yang bersangkutan sebanyak 6% (enam persen); bagian kabupaten atau
kota penghasil sebesar 12%; dan bagian kabupaten atau kota lainnya dalam
provinsi yang bersangklutan sebesar12%.
Bagian yang diterima oleh daerah sangat kecil. hal ini disbabkan biaya
yang dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak
dan gas bumi sangat besar dan diperlikan teknologi yang canggih. biasanya dalam
melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut harus
mengadakan kontrak production sharing dengan perusahaan domestic atau
perusahaan asing. perusahaan asing ini memiliki modal dan skill, sehingga mereka
juga mempunyai hak untuk mendapat bagian dari kontrak production sharing.
haknya dalah menierima bagian yang telah disepakati antara badan pelaksana
dengan badan usha atau badan usaha tetap, sebagaimana yang tercnatum dalam
kontrak production sharing.
D. Jangka Waktu Kontak Production Sharing
Jangka waktu kontrak production sharing telah ditentukan dalam pasal 14
sampi dengan pasal 15 undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 14
gas bumi. Jangka waktu kontrak tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh)
tahun sejak ditandatanganinya dan diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 30
tahun. jangka waktu terdiri dari jangka waktu eksplorasi dan jangka waktu eksploitasi.
eksplorasi dalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai
kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan
gas bumi di wilayah kerja yang di tentukan. Jangka waktu kegiatan eksplorasi
dilaksanakn 6 (enam) Tahun dan dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali periode yang
dilaksanakan paling lama 4(empat) tahun, jadi total jangka waktu eksplorasi adalah
selama 10 tahun.
Eksploitasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
mengahasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan.eksploitasi itu
terdiri dari atas penegeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan saran
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak
dan gas bumi dilapangan serta kegiatan lain yang mendukung.
E. Pola Penyelesaian Sengketa
Di dalam undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi tidak ditemukan pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketa, jika terjadi
sengketa antara badan usaha atau badan usaha tetap dengan baan pelaksana
terhadap substansi kontrak production sharing. pola peyelesaian sengketa telah
ditentukan dan dituangkan dalam kontrak production sharing yang dibuat para pihak.
Pola penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam standar kontrak tentang
Kontrak Production sharing, yang dibuat antara pertamina dengan kontrak .hal ini
dituangkan dalam section XI tentang Consutation and Arbitration dalam section ini
ada 2 (dua) hal yang diatur, yaitu tentang konsultasi antara pertamina dan kontraktor
dan arbitrase.
Konsultasi ini diatur dalam section XI.1 konsultasi antara pertamina dan
kontraktor dapat dilakukan pada waktu-waktu terentu, tujuannya untuk:
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 15
1. Membahas perkembangan pengoperasian minyak dan gas,
2. Membuat pertimbangan baru atau kebijakan baru,dan atau
3. Kemungkinan risiko yang akan dihadapi pada mas mendatang.
Pola penyelesain sengketa yang diatur dalam section XI.2 dapat dilakukan
dalam 2 tahap,yaitu
1. Tahap perdamaian dan
2. Arbitrase.
Pada tahap perdamaian para pihak harus menjelaskan dan
memusyawarahkan tentang perselisihan yang timbul diantara mereka.mereka akan
melihat pada penafsiaran terhadap substansi kontrak dan pelaksanaan kontrak, mereka
tetap berusaha untuk menyelesaikan persoalan itu secara damai.
Jika cara damai tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka pertamina
dan kontraktor dapat menyelesaikannya melalui cara arbitrase. jumlah waitnya terdiri
atas 3 orang dengan komposisi sebagai berikut:
1. Satu orang wasit yang berasal dari pihak pertamina.
2. Satu orang wasit yang berasal dari pihak kontraktor.
3. Satu orang wasit (arbiter) yang netral, yang dipilih dan ditunjuk oleh pihak
pertamina dan kontraktor.
Keberadaan arbiter dari para pihak dan seorang arbiter yang netral
diharapkan nantinya akan dapat menyelesaikan perselisihan yang muncul antara
pertamina dan kontraktor. apabila para arbiter (wasit) yang ditunjuk tidak dapat
menyelesaikan persoalan antarmereka maka para pihak dapat mengajukan persoalan
tersebut kepada Presiden dari International Chamber of Commerce (ICC) (kamar
dagang intersional) di Paris, kegiatan dari International Chamber of Commerce (ICC)
dalam bidang Arbitrase, yaitu memberikan suatu metode penyelesaian sengketa yang
murah dan cepat (an inexpensive and quick method for settelement of dispute) (Huala
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 16
Adolf dan A Chandrawulan,1995:185).ICC inilah yang merupakan aturan hukum untuk
menyelesaikan sengketa antara pertamina dan kontraktor. prosedur dan syarat –
syaratnya dapat dilihat pada kontrak joint venture.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya kontrak bagi hasil merupakan bentuk kerja sama lain dalam
kegiatan eksplorasi dan ekploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya di
pergunakan kemakmuran rakyat. Momentum di mulainya kontrak production sharing
| Kontrak Production
Sharing
P a g e | 17
(KPS) yaitu pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi. Struktur dalam bagi hasil dalam undang –undang ini berbeda
dengan undang –undang yang lama. Pada undang-undang yang lama, yang menjadi
para pihak dadalah pertamina dan kontraktor. Sedangkan dalam Undang-Undang
Nomer 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi maka para pihaknya adalah
badan pelaksana dan badan usaha dan atau badana usaha tetap.
B. Saran
Sebaiknya bagian yang di terima oleh daerah pendapatanya menjadi lebih
tinggi mengingat bagian yang di terima oleh daerah ini sangat kecil hal ini di sebabkan
biaya yang di keluarkan untuk melakukan ekplorasi dan ekploitasi sumber daya minyak
sangat besar dan di perlukan teknologi yang sangat canggih, dalam hal melakukan
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut di adakan kontrak production
sharing dengan perusahaan domestic dan perusahaan asing. Karena perusahaan asing
memiliki modal dan skills yang tinggi, sehingga mereka mempunya hak untuk
mendapatkan bagian yang tinggi pula, oleh karena itu di harapkan agar baik pihak
pemerintah lebiih menggalakan baik sumber daya manusi terlebih skil dan modal agar
pendapatan dari eksplorasi dan eksploitasi lebih menguntungkan pihak pemerintah dan
maupun perusahaan domestik.
| Kontrak Production
Sharing