eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/full paper-distribusi vaksin.doc · web...

40
GAMBARAN DISTRIBUSI VAKSIN TINJAUAN DARI ASPEK INPUT DI WILAYAH PUSKESMAS KOTAMADYA BANJARBARU DAN KABUPATEN BANJAR 1 Dr. dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd 1 Nita Pujianti, S.Farm.,MPH.,Apt Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat 1 [email protected] 1 [email protected] Abstrak Program Imunisasi secara global sudah terbukti efektif dalam mencegah berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Pendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas vaksin serta terjaminnya ketersediaan vaksin di unit pelayanan kesehatan, kesesuaian pada aspek input (SDM, sarana-prasarana, kelengkapan administrasi) diperlukan guna kelancaran pelaksanaan kegiatan. Tujuan penelitian ini ialah untuk melihat gambaran distribusi vaksin yang ada di Kota Banjarbaru dan Kabupaten Banjar. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data penelitian diperoleh dari 5 puskesmas di Kota Banjarbaru (Gt.payung,Cempaka,Sungai Besar,Banjarbaru utara,Sungai Ulin), 5 puskesmas di Kabupaten Banjar (Martapura,Dalam Pagar,Kertak hanyar,gambut,Bawahan Selan). Hasil penelitian menunjukkan Semua puskesmas sudah memiliki tenaga pelaksana teknis sebagai penanggung

Upload: others

Post on 28-Dec-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

GAMBARAN DISTRIBUSI VAKSIN TINJAUAN DARI ASPEK INPUT DI WILAYAH

PUSKESMAS KOTAMADYA BANJARBARU DAN KABUPATEN BANJAR

1Dr. dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd1Nita Pujianti, S.Farm.,MPH.,Apt

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

1 [email protected] [email protected]

Abstrak

Program Imunisasi secara global sudah terbukti efektif dalam mencegah berbagai penyakit

yang dapat dicegah dengan vaksin. Pendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara

distribusi yang baik untuk menjamin kualitas vaksin serta terjaminnya ketersediaan vaksin di

unit pelayanan kesehatan, kesesuaian pada aspek input (SDM, sarana-prasarana, kelengkapan

administrasi) diperlukan guna kelancaran pelaksanaan kegiatan. Tujuan penelitian ini ialah

untuk melihat gambaran distribusi vaksin yang ada di Kota Banjarbaru dan Kabupaten

Banjar. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data

penelitian diperoleh dari 5 puskesmas di Kota Banjarbaru (Gt.payung,Cempaka,Sungai

Besar,Banjarbaru utara,Sungai Ulin), 5 puskesmas di Kabupaten Banjar (Martapura,Dalam

Pagar,Kertak hanyar,gambut,Bawahan Selan). Hasil penelitian menunjukkan Semua

puskesmas sudah memiliki tenaga pelaksana teknis sebagai penanggung jawab/pengelola

program imunisasi (vaksin). Ada 6 puskesmas yang hanya memilki 1 (satu) orang tenaga

pelaksana teknis sehingga tugas menjadi rangkap, kualifikasi pendidikan SDM sudah sesuai

peraturan, hampir semua SDM sudah mengikuti pelatihan pengelolaan imunisasi (vaksin).

Masih ada puskesmas yang belum memiliki kartu stok, hampir semua puskesmas memiliki

SBBK dan VAR, serta belum adanya keseragaman kegiatan evaluasi dalam distribusi .

Belum semua puskesmas memiliki Coldroom, Lemari Es dan Freezer,sebagian besar

puskesmas menggunakan kendaraan pribadi (roda 2) untuk kegiatan distribusi vaksin dari

kotamadya/kabupaten ke puskesmas dan dari puskesmas ke posyandu/pustu.

Kata kunci : distribusi, vaksin, puskesmas

Page 2: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

PENDAHULUAN

Program Imunisasi secara global sudah terbukti efektif dalam mencegah berbagai

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kondisi tersebut terbukti dengan keberhasilan

program ini dalam membasmi beberapa penyakit menular seperti cacar dan penyakit polio.

Cakupan imunisasi yang tinggi telah mengakibatkan penurunan drastis pada penyakit yang dapat

dicegah dengan vaksin, terutama di banyak negara-negara berpenghasilan menengah. Penurunan

kejadian penyakit dapat dicegah dengan vaksin sering menyebabkan persepsi publik bahwa

keparahan penyakit dan kerentanan itu telah menurun. Pada saat yang sama, kekhawatiran

masyarakat tentang efek samping yang nyata atau dirasakan terkait dengan vaksin telah

meningkat (Omer SB et al,2009).

Semua vaksin merupakan produk biologis yang rentan, memiliki karakteristik tertentu

sehingga memerlukan penanganan khusus. Penyimpangan ketentuan yang ada dapat

mengakibatkan kerusakan vaksin sehingga potensi vaksin akan berkurang atau bahkan hilang.

Sekali potensi vaksin berkurang atau hilang tidak dapat diperbaiki. Kualitas vaksin tidak hanya

ditentukan dengan test laboratorium (uji potensi vaksin), namun juga sangat tergantung pada

kualitas pengelolaannya (permenkes,2013).

Pendistribusian obat merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka melakukan

pengiriman obat yang bermutu dan terjamin keabsahannya serta tepat jenis dan jumlahnya dari

gudang obat ke unit pelayanan kesehatan termasuk penyerahan obat ke pasien. Mekanisme

pendistribusian obat merupakan cara atau langkah dalam menyalurkan obat ke unit-unit bawah

Puskesmas dengan tujuan yang sama yaitu memerikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

puskesmas nantinya akan didistribusikan ke dua bagian besar yaitu yang pertama ke unit-unit

dan pustu kemudian yang kedua disalurkan ke pasien dalam pelayanan setiap harinya

(Hartini,2012).

Pendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin

kualitas vaksin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bertujuan agar

terlaksananya distribusi obat publik dan perbekalan kesehatan secara merata dan teratur sehingga

dapat diperoleh pada saat dibutuhkan dan terjaminnya ketersediaan obat publik dan perbekalan

kesehatan di unit pelayanan kesehatan. Khusus untuk vaksin diperlukan juga monitoring kualitas,

sehingga vaksin harus disimpan pada waktu dan tempat dengan kendali suhu tertentu

(permenkes,2005). Penyimpanan dan distribusi vaksin harus dikelola secara baik oleh SDM yang

Page 3: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

sesuai kuantitas dan kualitasnya, dilengkapi dengan sarana-prasarana yang memadai sehingga

disamping dapat memantau kualitas vaksin juga dapat memperkecil risiko kerusakan vaksin.

Banjarbaru merupakan kotamadya dengan jumlah puskesmas tersebar masing-masing di

8 (delapan) kecamatan serta kabupaten Banjar sebanyak 23 puskesmas di masing-masing

wilayah kerja kecamatannya, tentunya menjadi keharusan bagi kotamadya Banjarbaru dan

kabupaten Banjar untuk menjamin mutu vaksin yang digunakan dalam pelayanan kesehatan yang

diberikan. Sehingga penelitian ini penting dilakukan agar mendapatkan gambaran apakah

penerapan distribusi vaksin pada kedua kabupaten sudah memenuhi kriteria pendistribusian

vaksin yang baik. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk melihat gambaran pelaksanaan distribusi

vaksin tinjauan dari aspek input yang ada di kotamadya Banjarbaru dan kabupaten Banjar, dilihat

dari sumber daya yaitu SDM, kelengkapan administrasi serta sarana-prasarana untuk kegiatan

distribusi dan penyimpanan vaksin yang dimiliki oleh tiap-tiap puskesmas.

TINJAUAN PUSTAKAA. Vaksin

Imunisasi ialah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit

tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Vaksin adalah antigen berupa

mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya

yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein,

rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik

secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu (Permenkes,2013).

Adapun jenis-jenis vaksin yang dipakai dalam program imunisasi di Indonesia adalah :

BCG, Polio, campak, Hepatitis B, DPT-HB, DT dan TT.

Pada dasarnya vaksin dibuat dari (Probandari AN, 2013) :

1. Kuman yang telah dilemahkan/ dimatikan

Contoh yang dimatikan : Vaksin polio salk, vaksin batuk rejan

Contoh yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin polio sabin, vaksin

Campak

2. Zat racun (toksin) yang telah dilemahkan (toksoid)

Contoh : toksoid tetanus, toksoid diphteri

Page 4: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

3. Bagian kuman tertentu/ komponen kuman yang biasanya berupa

protein khusus Contoh : vaksin hepatitis B

Penggolongan Vaksin (Radji M,2009) :a. Penggolongan berdasarkan asal antigen (Immunization Essential)

1) Vaksin hidup attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)

Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar penyebab penyakit. Virus atau

bakteri liar ini dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-

ulang. Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan mudah mengalami kerusakan bila kena

panas dan sinar, oleh karenanya vaksin golongan ini harus dilakukan pengelolaan dan

penyimpanan dengan baik dan hati-hati (10,12,14).

Vaksin hidup attenuated yang tersedia :

a) Berasal dari virus hidup: vaksin campak, gondongan, rubella, polio, rotavirus,

demam kuning.

b) Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral.

2) Vaksin Inactivated (bakteri, virus atau komponennya, dibuat tidak aktif)

Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus dalam

media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia

(biasanya formalin).

Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:

a) Seluruh sel virus yang inactivated: influenza, polio, rabies, hepatitis A.

b) Seluruh bakteri yang inactivated: pertusis, tifoid, kolera.

c) Toksoid, contoh difteria, tetanus.

d) Polisakarida murni, contoh pneomukokus, meningokokus.

e) Gabungan polisakarida.

3) Rekombinan (rekayasa genetika)

Vaksin generasi yang ketiga yaitu vaksin rekombinan yang juga dikenal dengan

vaksin sub unit yang mengandung fragmen antigenik dari suatu mikroorganisme yang

dapat merangsang respon imun, dalam penggunaannya masih memiliki beberapa

kelemahan. Antigen vaksin dapat pula dihasilkan dengan cara teknik rekayasa genetik.

Contoh vaksin dari rekayasa genetik yang saat ini telah tersedia: vaksin Hepatitis B dan

vaksin tifoid.

Page 5: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

b. Penggolongan berdasarkan sensitivitas terhadap suhu

1) Vaksin yang peka terhadap suhu dingin dibawah 0 C yaitu vaksin FS (Freeze

Sensitive = Sensitif Beku). Vaksin yang tergolong FS adalah: Hepatitis B (dalam

kemasan vial atau kemasan PID = Prefill Injection Device), DPT,DPT-HB,DT,TT.

2) Vaksin yang peka terhadap suhu panas berlebih (> 34 C), yaitu vaksin HS (Heat

Sensitive = Sensitif Panas), seperti: BCG, Polio, Campak.

B. Pengelolaan Vaksin

Pengelolaan vaksin meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan

pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan

evaluasi.Vaksin hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat

jumlah dan jenis obat, penyimpanan, waktu pendistribusian dan penggunaan obat serta

terjamin mutunya di unit pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaan program imunisasi,

pengadaan vaksin yang dikelola ditingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota perlu

dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan

baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran pelaksanaan program

imunisasi. Pengelolaan vaksin sama halnya dengan pengelolaan rantai vaksin yaitu suatu

prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentuyang telah ditetapkan

agar vaksin memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan sampai pada saat

pemberiannya kepada sasaran (Kristini,2008).

Pengelolaan rantai vaksin sebagai suatu sistem pengawasan, mempunyai komponen

yang terdiri dari input, proses, output, efek, out come dan mekanisme umpan baliknya

(Kristini,2008), penjabarannya dapat dilihat dibawah ini :

a) Input

Input dalam pengelolaan vaksin terdiri dari man, money, material, method, disingkat

dengan 4 M. Man atau sumber daya manusia di tingkat puskesmas minimal mempunyai

tenaga yang bertugas sebagai petugas imunisasi dan pengelola cold chain dengan standar

kualifikasi tenaga minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain.

Rumah Sakit dan Rumah Bersalin serta pelayanan imunisasipada praktek swasta

lainnya,pada prinsipnya hampir sama dengan di Puskesmas. Pelayanan imunisasi

Page 6: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

pengetahuan dan atau ketrampilan petugas pengelola vaksin perlu dilakukan pelatihan.

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu obyek tertentu.

Money dalam pengelolaan vaksin adalah tersedianya dana operasional untuk

pemeliharaan peralatan rantai vaksin secara rutin serta kondisi darurat bila terjadi

kerusakan peralatan. Material adalah dalam pengelolaan vaksin adalah peralatan rantai

vaksin yang meliputi lemari es, vaccine carrier, termometer, kartu suhu, form laporan dan

sebagainya. Method antara lain prosedur penerimaan dan penyimpanan vaksin.

b) Proses

Proses dalam pengelolaan vaksin adalah semua kegiatan pengelolaan vaksin mulai dari

permintaan vaksin, penerimaan/.pengambilan penyimpanan sampai dengan pemakaian

vaksin.

1) Permintaan vaksin

Permintaan kebutuhan vaksin didasarkan pada jumlah sasaran yang akan diimunisasi

dengan mempertimbangkan kapasitas tempat penyimpanan vaksin. Permintaan vaksin

di semua tingkatan dilakukan pada saat stock vaksin telah mencapai stock minimum

oleh karena itu setiap permintaan vaksin harus mencantumkan sisa stock yang ada (14).

2) Penerimaan/pengambilan Vaksin

Pengambilan vaksin harus menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah

ditentukan, Misalnya cold box atau vaccine carrier atau termos. Sebelum memasukan

vaksin ke dalam alat pembawa, petugas harus memeriksa indikator vaksin (VVM)

kecuali vaksin BCG. Vaksin yang boleh digunakan hanya hanya bila indikator VVM A

atau B, sedangkan bila VVM pada tingkat C atau D, vaksin tidak diterima karena tidak

dapat digunakan lagi. Selanjutnya ke dalam vaccine carrier dimasukan kotak cair dingin

(cool pack) dan di bagian tengah diletakan termometer. Vaccine carrier yang telah

berisi vaksin, selama perjalanan tidak boleh terkena matahari langsung (14).

3) Penyimpanan Vaksin

Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada sasaran

maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama penyimpanan yang telah

ditentukan di masing-masing tingkatan administrasi. Cara penyimpanan untuk vaksin

Page 7: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

sangat penting karena menyangkut potensi dan daya antigennya. Dibawah ini

merupakan gambaran tentang lama penyimpanan vaksin disetiap tingkatan (15):

Tabel 1. Lama penyimpanan vaksin di setiap tingkatan

Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan karena suhu dingin dari lemari

es/freezer diterima vaksin secara konduksi

Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio, campak) pada pedoman sebelumnya

harus disimpan pada suhu di bawah 0 C. Dalam perkembangan selanjutnya, hanya

Page 8: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

vaksin polio yang masih memerlukan suhu di bawah 0 C di provinsi dan

kabupaten/kota, sedangkan vaksin campak dapat disimpan di refrigerator pada suhu 2-8

C. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2-8 C

4) Pemakaian

Prinsip yang dipakai dalam mengambil vaksin untuk pelayanan imunisasi, adalah,

"Earliest Expired First Out/EEFO" (dikeluarkan berdasarkan tanggal kadaluarsa yang

lebih dulu). Namun dengan adanya VVM (Vaccine Vial Monitor) ketentuan EEFO

tersebut menjadi pertimbangan kedua. VVM sangat membantu petugas dalam

manajemen vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada indikator yang

ada. Kebijaksanaan program imunisasi adalah tetap membuka vial/ampul baru meskipun

sasaran sedikit untuk tidak mengecewakan masyarakat. Kalau pada awalnya indeks

pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah dosis per

vial/ampul, dengan semakin mantapnya manajemen program di unit pelayanan, tingkat

efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semakin tinggi (kepmenkes,2004).

5) Pencatatan dan Pelaporan

Stock vaksin harus dilaporkan setiap bulan, hal ini untuk menjamin tersedianya

vaksin yang cukup dan memadai. Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah,

nomor batch, kondisi VVM, dan tanggal kedaluwarsa harus dicatat dalam kartu stok.

Sisa atau stok vaksin harus selalu dihitung pada setiap kali penerimaan dan pengeluaran

vaksin. Masing-masing jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri, Selain itu kondisi

VVM sewaktu menerima vaksin juga perlu dicatat di Surat Bukti Barang Keluar

(SBBK) (kepmenkes,2005).

c) Output

Yang menjadi output dalam sistem pengelolaan rantai vaksin adalah kualitas vaksin.

Kualitas vaksin hanya dapat dipertahankan jika vaksin disimpan dan ditangani dengan

tepat mulai dari pembuatan hingga penggunaan.Monitoring kualitas vaksin dapat dilakukan

secara cepat dengan melihat indikator VVM dan freeze tag atau freeze watch. VVM adalah

indikator paparan panas yang melekat pada setiap vial vaksin yang digunakan untuk

memantau vaksin selamaperjalanan maupun dalam penyimpanan. Semua vaksin program

Page 9: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

imunisasi kecuali BCG telah dilengkapi dengan VVM. VVM tidak mengukur potensi

vaksin secara langsung, tetapi memberikan informasi tentang layak tidaknya pemakaian

vaksin yang telah terkena paparan panas. VVM mempunyai karakteristik yang berbeda,

spesifik untuk tiap jenis vaksin. VVM untuk vaksin polio tidak dapat digunakan untuk

vaksin Hb, begitu juga sebaliknya (permenkes,2013).

Gambar 1. Cara membaca VVM (Vaccine Vial Monitor)

Freeze tag dan freeze watch adalah alat pemantau paparan suhu dingin dibawah 0 C.

Freeze tag dan freeze watch digunakan untuk memantau kinerja leamari es terhadap

penyimpanan vaksin yang sensitif beku. Bila menemukan vaksin yang dicurigai beku maka

perlu dilakukan uji kocok (shake test) dengan prosedur yang baru. Perbedaan uji kocok

pada prosedur yang lama adalah adanya vaksin pembanding yang berupa vaksin yang

sengaja dirusak atau dibekukan. Prosedur uji kocok vaksin adalah sebagai berikut:

1) Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku, utamakan

yang dekat dengan evaporator dan bagian lemaries yang paling dingin. Beri label

“Tersangka Beku”. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batchyang sama yang

sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label “Dibekukan”.

2) Biarkan contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka Beku” sampai mencair

seluruhnya

3) Kocok contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” secara bersamaan.

Page 10: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

4) Amati contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” bersebelahan untuk

membandingkan Waktu Pengendapan (umumnya 5 – 30 menit). uji kocok dilakukan

untuk tiap vaksin yang berbeda batch dan jenis vaksinnya dengan kontrol “Dibekukan”

yang sesuai.

Gambar 2. Cara uji kocok vaksin

Komponen input, proses dan output dalam pengelolaan vaksin di unit pelayanan

kesehatan berhubungan dengan faktor lingkungan antara lain supervisi, komitmen

pimpinan dan komitmen petugas.

C. Distribusi Vaksin

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat

yang Baik, menyebutkan bahwa Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara

distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang

jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pendistribusian

obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin. Obat

berasal dari Pedagang Besar Farmasi yang memiliki izin atau berasal dari Instalasi Sediaan

Farmasi yang selanjutnya di distribusikan ke pusat pelayanan kesehatan. Cara Distribusi

Obat yang Baik merupakan pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat

tentang cara distribusi obat yang meliputi aspek personalia, bangunan, penyimpanan obat,

pengadaan dan penyaluran obat, dokumentasi, penarikan kembali dan penerimaan

(BPOM,2012).

Page 11: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

Distribusi dari Kabupaten /Kota ke Puskesmas dilakukan atas dasar permintaan resmi

dari puskesmas. Setiap distribusi vaksin harus mempertimbangkan stok maksimum

kebutuhan dan daya tampung penyimpanan vaksin. Distribusi bisa dilakukan dengan cara

dikirmkan oleh Kabupaten / Kota atau diambil oleh Puskesmas (permenkes,2005).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendistribusian vaksin :

1. Pendistribusian vaksin harus memperhatikan kondisi VVM, tanggal kadaluarsa (FEFO)

dan urutan masuk vaksin (FIFO).

2. Setiap distribusi vaksin menggunakan cold box yang berisi kotak dingin cair (cool pack)

untuk vaksin TT, DT, Hepatitis B PID dan DTP/HB, serta kotak beku (cold pack) untuk

vaksin BCG, Campak dan Polio.

3. Apabila pendistribusian vaksin dalam jumlah kecil, dimana vaksin sensitif beku

dicampur dengan sensitif panas maka digunakan cold box yang berisi kotak dingin cair

(cool pack).

4. Pengepakan vaksin sensitive beku harus dilengkapi dengan indikator pembekuan.

Gambar dibawah ini merupakan alur distribusi vaksin dari tempat produksi sampai

tingkat puskesmas (permenkes,2013).

Gambar 3. Distribusi vaksin

Istilah cold chain (rantai dingin) sering ditemui dalam kegiatan distribusi vaksin.

Sebelum dikirim melalui transportasi darat atau udara, vaksin disimpan ke dalam cold box.

Proses itu melalui jalan yang panjang sebab kualitas vaksin harus tetap terjaga mulai dari

tempat produksi sampai ke unit kesehatan terkecil (Puskesmas) di pelosok tanah air. Di

Page 12: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

tingkat provinsi dan kabupaten, cold box itu berupa freezer atau lemari es. Sedangkan pada

tingkat Puskesmas atau unit kesehatan di pelosok sudah menggunakan termos antipanas.

Penerapan prosedur tersebut untuk memperkecil risiko kerusakan pada vaksin.

Permasalahan yang kerap dihadapi petugas kesehatan adalah ketika distribusi vaksin sampai

ke posyandu di daerah terpencil. Kondisi yang tidak kondusif sering merusak kualitas

vaksin. Pemantauan suhu vaksin sangat penting dalan menetapkan secara cepat apakah

vaksin masih layak digunakan atau tidak. Untuk membatu proses dalam memantau suhu

penyimpanan dan Monitor (VVM), Freeze watch atau Freeze tag serta Time Temperatur

Monitor (TTM) (Maksuk,2011).

D. Penerimaan Vaksin

Penerimaan vaksin di Kabupaten / Kota dan Puskesmas, harus memperhatikan hal-hal

berikut ini (permenkes, 2005) :

1. Jumlah dan jenis yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum dalam SBBK dan

dinyatakan dalam satuan ampul, vial atau dosis.

2. VVM saat diterima pada kondisi A atau B.

3. Apabila menggunakan indikator pembekuan, kondisinya masih menunjukkan tanda

rumpit (√).

4. Khusus vaksin BCG, indikator paparan panas menunjukkan jendela C dan D masih

putih.

5. Penerimaan vaksin di kabupaten/kota dilakukan oleh pengelola obat dan pengelola

program imunisasi, diketahui kepala dinas kesehatan kabupaten / kota atau pejabat yang

ditunjuk.

6. Penerimaan vaksin di Puskesmas dilakukan oleh pengelola obat dan Korim (Koordinator

Imunisasi), diketahui Kepala Puskesmas.

METODOLOGI

Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif adalah proses yang bergantung pada pengamatan langsung oleh peneliti.

Pendekatan kualitatif ini berbentuk sudi kasus, yaitu studi yang mengeksplorasi masalah dengan

batasan terperinci melalui pengambilan data mendalam yang menyertakan berbagai sumber

informasi. Dalam penelitian ini dipilih 10 (sepuluh) orang sumber informasi, yaitu 5 (lima) orang

Page 13: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

petugas penanggung jawab/pengelola imunisasi (vaskin) dari puskesmas yang berada di wilayah

kerja kotamadya Banjarbaru dan 5 (lima) orang petugas pengelola vaksin dari puskesmas yang

berada di wilayah kerja kabupaten Banjar. Pemilihan informan berdasarkan pertimbangan bahwa

jumlah tersebut dianggap telah memadai dan mewakili keseluruhan subjek penelitian. Instrumen

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dokumen dan pedoman

wawancara mendalam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan di 10 (sepuluh) puskesmas yang ada

dalam wilayah kerja kota banjarbaru dan kabupaten banjar. Masing-masing kabupaten diwakili

oleh 5 puskesmas (PKM) yaitu di PKM.Gt.Payung, PKM.Cempaka, PKM.Sungai Besar,

PKM.Banjarbaru Utara, PKM.Sungai ulin yang mewakili Kotamadya Banjarbaru dan

PKM.Martapura, PKM.Dalam Pagar, PKM.Kertak Hanyar, PKM.Gambut, PKM.Bawahan Selan

yang mewakili Kabupaten Banjar. Pihak informan dalam penelitian ini diwakili oleh 1 (satu)

orang di tiap puskesmas. Semua informan merupakan penanggung jawab/pengelola imunisasi

(vaksin), beberapa diantaranya informan juga didampingi oleh kepala puskesmas.

Kegiatan distribusi vaksin merupakan bagian rangkaian proses yang ada didalam sistem

pengelolaan obat, pada tahap distribusi kelengkapan sarana-prasarana untuk penyimpanan serta

pendistribusian vaksin merupakan faktor penting yang wajib diperhatikan. Selain itu adanya

pengelola yang bertanggung jawab terhadap kegiatan distribusi vaksin juga sangat diperlukan,

karena dalam distribusi vaksin juga memerlukan pengelolaan administrasi dengan baik dan

benar. Distribusi vaksin dilihat dari tinjauan aspek Input terdiri dari man, money, material,

method, disingkat dengan 4 M. Man atau sumber daya manusia di tingkat puskesmas minimal

mempunyai tenaga yang bertugas sebagai petugas imunisasi dan pengelola cold chain dengan

standar kualifikasi tenaga minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain.

Money dalam pengelolaan vaksin adalah tersedianya dana operasional untuk pemeliharaan

peralatan rantai vaksin secara rutin serta kondisi darurat bila terjadi kerusakan peralatan.

Material adalah dalam pengelolaan vaksin adalah peralatan rantai vaksin yang meliputi lemari es,

vaccine carrier, termometer, kartu suhu, form laporan dan sebagainya. Method antara lain

prosedur penerimaan dan penyimpanan vaksin.

Page 14: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

Adapun data hasil penelitiannya ialah sebagai berikut :

A. Data mengenai pengelola program imunisasi (vaksin) di tiap puskesmas

Tabel 2. Jumlah SDM pengelola imunisasi (vaksin)

SDM Jumlah

SDM

Pendidikan SDM Kegiatan Pelatihan

Pengelolaan Vaksin

PKM Gt. Payung 3 org SKM : D3 Perawat Ada (tidak semua ikut)

PKM Cempaka 2 org D3 Kebidanan Ada (tidak semua ikut)

PKM Sungai

Besar

1 org D3 Kebidanan Ada

PKM

Banjarbaru

Utara

2 org D4 Kebidanan ; D3

Kebidanan

Ada (tidak semua ikut)

PKM Sungai

Ulin

1 org D3 Kebidanan Ada

SDM Jumlah

SDM

Pendidikan SDM Kegiatan Pelatihan

Pengelolaan Vaksin

PKM Martapura 1 org D3 Perawat Ada

PKM Dalam

Pagar

1 org D3 Perawat Ada

PKM Kertak

Hanyar

3 org D3 Kebidanan ;

Asisten Apoteker

Ada (tidak semua ikut)

PKM Gambut 1 org D3 Kebidanan Ada

PKM Bawahan

Selan

1 org D3 Perawat Ada

Tabel 5 menunjukkan bahwa disetiap puskesmas sudah memiliki SDM yang ditunjuk

langsung sebagai tenaga pelaksana teknis dengan jabatan penanggung jawab/pengelola program

imunisasi (vaksin). Menurut permenkes no.1611/2005 tentang pedoman penyelenggaraan

imunisasi, tenaga pelaksana program imunisasi (vaksin) ialah petugas imunisasi, pelaksana cold

chain dan pengelola program imunisasi. Pengelola program imunisasi (vaksin) ialah petugas

Page 15: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelola

program imunisasi (permenkes,2005). Dalam hal ini sebaiknya petugas imunisasi, pelaksana cold

chain bukan orang yang sama karena memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, sehingga

hasil penelitian mendapatkan data masih ada 6 (enam) puskesmas yang hanya memiliki 1 (satu)

petugas pelaksana teknis untuk program imunisasi, yang tentu saja dalam melaksanakan

pekerjaannya memilki tanggung jawab yang besar dan beban kerja yang lebih banyak

dibandingkan puskesmas yang sudah memiliki tenaga teknis lebih dari 1 (satu) orang. Kualifikasi

pendidikan petugas pelaksana teknis program imunisasi sudah sesuai, yaitu harus berpendidikan

bidan, perawat atau telah mengikuti pelatihan tentang pengelolaan imunisasi (vaksin). Untuk

kegiatan pelatihan hampir semua petugas pelaksana telah mengikuti, hanya saja kegiatan

pelatihan ini tidak rutin diadakan, padahal bisa saja setiap waktu ada pergantian SDM di bidang

tersebut yang memerlukan kegiatan pelatihan serta perlu adanya refreshing untuk kegiatan ini

untuk menambah pengetahuan, wawasan serta mendapatkan informasi kesehatan yang baru,

karena ilmu di dunia kesehatan sangat cepat berkembang. Selain itu kegiatan refreshing juga

dapat menambah produktivitas seseorang dalam bekerja, karena Produktivitas adalah

kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia

dengan menghasilkan output yang optimal serta pelayanan imunisasi wajib dilaksanakan oleh

tenaga profesional/terlatih. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pengetahuan dan atau

ketrampilan petugas pengelola vaksin perlu dilakukan pelatihan. Karena pengetahuan merupakan

hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu

(Kemala,2008).

Dilihat dari masing-masing wilayah kabupaten, di kotamadya banjarbaru ada beberapa

puskesmas yang memiliki tenaga pelaksana teknis lebih dari 1 (satu) orang untuk program

imunisasi (vaksin), sedangkan di kabupaten banjar hanya ada 1 (satu) puskesmas yang memiliki

lebih dari 1 (satu) tenaga pelaksana teknis. Kedepannya tentu diharapkan didalam tenaga

pelaksana teknis ada yang bertanggung jawab sebagai petugas imunisasi, petugas cold chain

serta pengelola program imunisasi yang bisa merangkap sebagai petugas imunisasi ataupun

petugas cold chain. Sehingga pelaksanaan kegiatan program imunisasi dapat berjalan dengan

lebih baik.

Page 16: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

B. Data mengenai administrasi distribusi vaksin

Tabel 3. Administrasi dalam Distribusi Vaksin

Kelengkapan Administrasi

Kartu stok Surat Bukti Barang Keluar

(SBBK) dan Vaccine Arrival Report (VAR)

Kegiatan evaluasi (system informasi

manual)

PKM Gt. Payung Ada Ada Administrasi dan monitoring fisik vaksin

PKM Cempaka - Ada Administrasi pengeluaran dan penerimaan barang

PKM Sungai Besar

Ada Ada Evaluasi data primer (survey cakupan) dan data sekunder (administrasi)

PKM Banjarbaru Utara

- Ada Monitoring suhu

PKM Sungai Ulin - Ada Administrasi pengeluaran dan penerimaan barang

PKM Martapura - Ada Administrasi pengeluaran dan penerimaan barang

PKM Dalam Pagar

Ada Ada Monitoring suhu

PKM Kertak Hanyar

Ada - Administrasi dan monitoring fisik vaksin

PKM Gambut Ada Ada Administrasi dan monitoring fisik vaksin

PKM Bawahan Selan

Ada Ada Administrasi pengeluaran dan penerimaan barang

Kegiatan administrasi tentu saja tidak lepas dalam proses distribusi vaksin. Karena

kegiatan administrasi secara teknis didefinisikan sebagai kegiatan pencatatan dan pelaporan

dalam manajemen program imunisasi memegang peranan penting. Selain menunjang

pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi. Di

Page 17: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

tingkat puskesmas kegiatan pencatatan dan pelaporan ini meliputi : hasil cakupan imunisasi,

pencatatan vaksin, pencatatan suhu lemari es dan pencatatan logistik imunisasi. Kegiatan

administrasi ini memerlukan perangkat seperti kartu stok, Surat Bukti Barang Keluar (SBBK)

dan Vaccine Arrival Report (VAR).

Pada hasil penelitian ini, masih ada beberapa puskesmas yang tidak memilki kartu stok,

terutama pada puskesmas-puskesmas yang ada di kotamadya banjarbaru (3 puskesmas).

Padahal kartu stok wajib dimiliki oleh setiap jenis vaksin, karena didalam kartu stok memuat

banyak informasi tentang vaksin tersebut diantaranya : nama vaksin, no.batch, no.lot,

kadaluarsa, kemasan, distribusi jumlah keluar masuk vaksin disertai tanggal serta sarana cold

chain yang diperlukan untuk vaksin tersebut pada proses penyimpanan dan distribusinya.

Arsip kartu stok manual berfungsi untuk mempermudah ditemukan dan dapat ditelusuri pada

saat diperlukan (BPOM, 2012). Karena kepemilikan kartu stok ini ada untuk tiap jenis

vaksin, tidak digabungkan. Tidak adanya kartu stok ini diminimalisir pihak petugas

pengelola imunisasi (vaksin) dengan melakukan pencatatan pada sebuah buku sebagai

pengganti kartu stok.

Sedangkan didalam SBBK memuat rangkuman semua vaksin yang ada di puskesmas

tersebut terkait dengan jenis vaksin serta jumlah keluar-masuknya vaksin di dalam suatu

periode waktu tertentu. VAR juga penting untuk diperhatikan karena ini merupakan

dokumentasi yang berisi tentang pencatatan suhu selama proses penyimpanan vaksin.

Kesesuaian suhu penyimpanan vaksin tentu saja sangat mempengaruhi dari kualitas vaksin.

Beberapa dokumentasi diatas sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan vaksin sampai

penerimaan vaksin kepada pasien terjamin mutu nya.

Secara umum kegiatan pendistribusian vaksin dari kabupaten/kota ke puskesmas ini

sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Imunisasi yaitu (permenkes,2013):

1) Dilakukan dengan cara diantar oleh kabupaten/kota atau diambil oleh puskesmas.

2) Dilakukan atas dasar permintaan resmi dari puskesmas dengan mempertimbangkan stok

maksimum dan daya tampung penyimpanan vaksin.

3) Menggunakan cold box atau vaksin carrier yang disertai dengan cool pack.

4) Disertai dengan dokumen pengiriman berupa Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) dan

Vaccine Arrival Report (VAR)

Page 18: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

5) Pada setiap cold box atau vaksin carrier disertai dengan indikator pembekuan.

Distribusi vaksin pada semua puskesmas yang menjadi tempat penelitian dilakukan

dengan sistem jemput bola, artinya petugas puskesmas datang ke dinas kesehatan

kabupaten. Hal ini, untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam mengambil vaksin.

Sehingga, sampai saat ini tidak pernah terjadi penerimaan vaksin yang rusak, karena

sebelum vaksin tersebut diambil pihak puskesmas sudah melakukan pengecekkan

(permenkes, 2005). Jika menemukan vaksin dalam kondisi kadaluarsa, maka dilaporkan

ke petugas imunisasi di dinas kesehatan dan segera digantikan dengan vaksin yang baru

dan tidak rusak atau kadaluarsa.

Pada umumnya sistem pengambilan vaksin dilakukan oleh petugas puskesmas yang

mengambil vaksin ke Kab/Kota. Ada beberapa keuntungan dan kelemahan untuk cara

seperti ini yaitu (Susyanty,2014) :

a. Vaksin diambil sendiri

1) Keuntungan sistem vaksin diambil sendiri:

a) Petugas dapat memanfaatkan kesempatan untuk keperluan lainnya.

b) Petugas yang mengambil vaksin adalah petugas yang bertanggungjawab langsung

terhadap vaksin.

c) Jumlah permintaan sesuai dengan kebutuhan.

d) Dapat menggunakan kendaraan yang tepat.

e) Memungkinkan petugas dapat langsung berkonsultasi tentang masalah Program

Imunisasi yang dihadapi di daerahnya.

f) Petugas dapat menentukan waktu yang tepat untuk pengambilan vaksin.

2) Kelemahan

a) Ongkos biayanya menjadi mahal.

b) Apabila tidak ada jadwal kemungkinan petugas gudang vaksin tidak ada di

tempat.

c) Stok salah vaksin kemungkinan tidak dapat terpenuhi.

d) Apabila pengambilan vaksin dilakukan bersamaan dengan daerah lain maka

kebutuhan akan Cool pack/cold pack/kotak vaksin akan menjadi banyak.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, kegiatan evaluasi dalam

program imunisasi pada kegiatan distribusi vaksin yang dilakukan di puskesmas-

Page 19: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

puskesmas yang menjadi tempat dilakukannya penelitian ini belum seragam. Secara

persentase didapatkan, ada 4 puskesmas (40%) yang melakukan evaluasi berupa kegiatan

administrasi pengeluaran dan penerimaan barang, 3 puskesmas (30%) kegiatan evaluasi

berupa proses administrasi dan monitoring fisik vaksin, 2 puskesmas (20%) melakukan

kegiatan evaluasi berupa monitoring suhu cold chain, dan 1 puskesmas (10%) yang

melakukan kegiatan evaluasi berupa evaluasi data primer (survey cakupan) dan data

sekunder (administrasi). Adanya ketidak seragaman dalam bentuk evaluasi yang

dilakukan di puskesmas, dapat berpengaruh terhadap proses evaluasi yang dilakukan di

tingkat kabupaten. Karena untuk program imunisasi sistem pencatatan dan pelaporan

dilakukan berjenjang dan berkala. Dalam pedoman penyelenggaran imunisasi, kegiatan

pencatatan dan pelaporan terutama yang termasuk didalam proses distribusi vaksin yaitu :

pemantauan wilayah setempat (PWS) untuk meningkatkan cakupan dengan

menggunakan alat, data stok vaksin, indeks pemakaian vaksin, suhu lemari es, survey

cakupan (coverage survey). Evaluasi bertujuan untuk mengetahui hasil ataupun proses

kegiatan bila dibanding dengan target atau yang diharapkan. Beberapa macam kegiatan

evaluasi dilakukan secara berkala dalam program imunisasi meliputi (Permenkes,2005):

a. Evaluasi dengan data sekunder seperti stok vaksin, indeks pemakaian vaksin, suhu

lemari es, dan cakupan pertahun.

b. Evaluasi dengan data primer:

1). Survei cakupan (Coverage Survey) dengan tujuan untuk mengetahui tingkat

cakupan imunisasi.

2). Suvei dampak untuk menilai keberhasilan program imunisasi terhadap penurunan

mordibitas penyakit tertentu.

3). Uji potensi vaksin. Tujuan diketahuinya potensi dan keamanan dari vaksin dan

kualitas cold chain atau pengolahan vaksin diketahui

Untuk proses penerimaan vaksin sudah dilakukan seragam yaitu sebanyak 1 (satu)

kali di tiap bulannya, hal ini untuk memudahkan pendistribusian serta mencegah

penumpukan vaksin maupun kekosongan vaksin di tiap puskesmas. Kegiatan adminstrasi

yang baik tentu bisa dilaksanakan salah satunya dengan adanya standar operational

prosedur (SOP) terutama didalam kegiatan distribusi. Didalamnya bisa berisi tentang

Page 20: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

tahapan pelaksanaan distribusi serta berbagai proses administrasi yang harus dilengkapi

dalam setiap proses kegiatan.

C. Data mengenai sarana dan prasarana distribusi vaksin

Tabel 4a. Kelengkapan sarana prasarana di PKM wil Kota Banjarbaru

No. Observasi Dokumen PKM. Gt.Payung

PKM. Cempaka

PKM. Sungai Besar

PKM. Banjarbaru

Utara

PKM. Sungai

Ulin1 Ruang Penyimpanan Vaksin √ √ √ √ √

2 Alat Transportasi vaksin

Roda 4/roda 2

(dinas/pribadi)

Roda 2 (pribadi)

Roda 4/roda 2 (dinas/pr

ibadi)

Roda 4/roda 2

(dinas/pribadi)

Roda 2 (pribadi)

3 Alat monitoring suhu ruangan dan wadah penyimpanan serta VVM √ √ √ √ √

4

Sarana Penyimpanan Vaksin

a. Cold Box disertai Cool Pack

untuk TT, Td, DT, Hepatitis B

dan DPT-HB

√ √ √ √ √

b. Cold Box disertai Cold Pack

untuk BCG; Campak √ √ √ √ √

c. Cold Box disertai Dry Ice dan

atau Cold Pack untuk Polio √ √ √ √ √

d. Cold Box disertai Cool Pack

untuk TT, Td, DT, Hepatitis B

dan DPT-HB√ √ √ √ √

e. Cold Box disertai Cold Pack

untuk BCG; Campak √ √ √ √ √

f. Cold Box disertai Dry Ice dan

atau Cold Pack untuk Polio √ √ √ √ √

g. Lemari Pendingin √ √ √ √ √h. Safety Box √ √ √ √ √i. Coldroom, Lemari Es dan

Freezer √ √ √

-√

Page 21: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

Tabel 4b. Kelengkapan sarana prasarana di PKM wil Kab. Banjar

No. Observasi Dokumen PKM. Martapura

PKM. Dalam Pagar

PKM. Kertak Hanyar

PKM. Gambut

PKM. Bawahan

Selan1 Ruang Penyimpanan Vaksin √ √ √ √ √

2 Alat Transportasi vaksin Roda 2 (pribadi)

Roda 2 (pribadi) Roda 2

(pribadi)

Roda 4/roda 2 (dinas/pr

ibadi)

Roda 4 (dinas)

3 Alat monitoring suhu ruangan dan wadah penyimpanan serta VVM √ √ √ √ √

4

Sarana Penyimpanan Vaksin

a. Cold Box disertai Cool Pack

untuk TT, Td, DT, Hepatitis B

dan DPT-HB

√ √ √ √ √

b. Cold Box disertai Cold Pack

untuk BCG; Campak √ √ √ √ √

c. Cold Box disertai Dry Ice dan

atau Cold Pack untuk Polio √ √ √ √ √

d. Cold Box disertai Cool Pack

untuk TT, Td, DT, Hepatitis B

dan DPT-HB√ √ √ √ √

e. Cold Box disertai Cold Pack

untuk BCG; Campak √ √ √ √ √

f. Cold Box disertai Dry Ice dan

atau Cold Pack untuk Polio √ √ √ √ √

g. Lemari Pendingin √ √ √ √ √h. Safety Box √ √ √ √ √i. Coldroom, Lemari Es dan

Freezer √ √ √ √ -

Sarana-prasarana merupakan sumber daya yang penting untuk diperhatikan didalam kegiatan

distribusi vaksin. Karena ketersediaan sarana-prasarana yang memadai dapat menjadi suatu

Page 22: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

jaminan bagi vaksin yang diberikan sampai ke pasien dalam kondisi baik, bermutu dan aman

digunakan.

Ruangan tempat penyimpanan vaksin juga harus memenuhi standar tempat penyimpanan

vaksin yang layak. Cahaya, kelembaban, ventilasi, suhu dan keamanan harus diperhatikan dalam

menentukan tempat penyimpanan vaksin. Kegagalan untuk menyimpan dan menangani vaksin

dengan benar dapat mengurangi potensi vaksin (Shafaat,2013). Sehingga diperlukan tempat yang

benar-benar aman untuk menyimpan berbagai jenis vaksin.

Cara membawa vaksin atau transportasi vaksin merupakan bagian yang paling kritis dalam

pengelolaan vaksin. Transportasi vaksin yang tepat sesuai dengan tingkat wilayah distribusi

dimaksudkan untuk mempertahankan suhu vaksin sesuai sifat vaksin dengan mempertimbangkan

jarak dan lama tranportasi. Bila cara membawa vaksin salah maka vaksin menjadi rusak.

Kerusakan vaksin antara lain ditunjukkan dengan perubahan indikator VVM dari kondisi A atau

B menjadi C atau D atau sebaliknya vaksin menjadi beku. Transportasi vaksin di unit pelayanan

yang benar adalah menggunakan vaccine carrier yang berisi cool pack untuk mencegah paparan

suhu beku pada vaksin-vaksin golongan freeze sensitif (Kristini, 2008).

Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang dinyatakan dengan

perubahan kondisi VVM A ke kondisi B) harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa

kadaluwarsanya masih lebih panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C dan D tidak boleh

digunakan (permenkes, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan dari 9 (sembilan) item sarana penyimpanan vaksin, hanya 1

(satu) sarana penyimpanan vaksin yaitu Coldroom, Lemari Es dan Freezer yang tidak dimiliki

oleh 2 (dua) puskesmas, tetapi kekurangan sarana ini masih bisa diatasi dengan adanya item lain

yaitu lemari pendingin, yang dengan pengaturan suhu dapat digunakan sebagai tempat

penyimpanan vaksin polio yang memerlukan suhu dibawah 0°c.

Pemantauan suhu penyimpanan vaksin sangat penting dalam menetapkan secara cepat

apakah vaksin masih layak digunakan atau tidak, atau rentan dan mudah rusak. Berbagai alat

seperti thermometer, VVM, Freeze-tag sangat membantu petugas dalam memantau suhu

penyimpanan dan pengiriman vaksin (permenkes,2005).

Prinsip FEFO dan FIFO dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluwarsanya lebih

awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal sebab umumnya obat yang

datang lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan umumnya relatif lebih tua dan masa

Page 23: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

kadaluwarsanya mungkin lebih awal (Arifin,2007). Puskesmas-puskesmas di Kotamadya

Banjarbaru dan Kabupaten Banjar sudah menerapkan dengan benar tentang pemantauan suhu

menggunakan VVM serta pendistribusian vaksin menggunakan prinsip FEFO maupun FIFO.

Pendistribusian vaksin dari industri farmasi sampai ke lapangan merupakan suatu skema

rantai dingin yang tidak boleh terputus. Detail skema rantai dingin vaksin menurut Pedoman

Teknis Vaksin dan Cold Chain, (Depkes RI. 2002). Terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 4. Pedoman Teknis Vaksin dan Cold Chain

Sarana-prasarana pendukung yang wajib mendapat perhatian dalam kegiatan

penyimpanan serta distribusi vaksin ialah adanya ruang penyimpanan, alat transportasi dan

alat monitoring suhu. Semua jenis sarana-prasarana tersebut telah dimiliki oleh masing-

masing puskesmas, hanya saja untuk alat transportasi sebagian besar masih menggunakan

kendaraan pribadi (roda 2) untuk kegiatan distribusi.

Meskipun keamanan dan kualitas vaksin dapat terjamin dengan berbagai macam

sarana penyimpanan vaksin yang tersedia, akan lebih baik jika selanjutnya pihak puskesmas

memiliki alat transportasi khusus yang dapat digunakan untuk kegiatan distribusi vaksin.

Page 24: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

Dengan memiliki kendaraan khusus ini maka diharapkan distribusi vaksin menjadi lebih

baik dan kualitas vaksin juga dapat terpelihara (Susyanty AL,dkk.,2014). Selama proses

distribusi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/atau bahan obat

harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan.

Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut,

udara, atau kombinasi di atas. Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin

bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi

yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika

merencanakan rute transportasi (Yuniar.dkk, 2013).

SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan

1. Semua puskesmas sudah memiliki tenaga pelaksana teknis sebagai penanggung

jawab/pengelola program imunisasi (vaksin). Masih ada beberapa puskesmas (6 puskesmas)

yang hanya memilki 1 (satu) orang tenaga pelaksana teknis sehingga tugas sebagai pengelola

program imunisasi (vaksin) juga merangkap sebagai petugas imunisasi dan pelaksana cold

chain, kualifikasi pendidikan SDM sudah sesuai peraturan, hampir semua SDM sudah

mengikuti pelatihan pengelolaan imunisasi (vaksin).

2. Masih ada puskesmas yang belum memiliki kartu stok untuk distribusi vaksin, hampir semua

puskesmas memiliki SBBK dan VAR, serta belum adanya keseragaman kegiatan evaluasi

dalam distribusi vaksin.

3. Belum semua puskesmas memiliki sarana : Coldroom, Lemari Es dan Freezer, untuk alat

transportasi sebagian besar puskesmas menggunakan kendaraan pribadi (roda 2) untuk kegiatan

distribusi vaksin dari kotamadya/kabupaten ke puskesmas dan dari puskesmas ke posyandu/pustu.

B. Saran

1. Perlu adanya evaluasi terhadap jumlah SDM didalam program imunisasi (vaksin) yang ada

terutama di kabupaten banjar, serta diharapkan adanya kegiatan refreshing berupa

seminar/pelatihan untuk peningkatan pengetahuan dan skill bagi petugas pelaksana teknis

program imunisasi (vaksin) yang rutin diadakan.

2. Diharapkan adanya prosedur administrasi yang baik dan seragam di setiap puskesmas dalam

kegiatan pendistribusian vaksin, sehingga memudahkan proses monitoring dan evaluasi

Page 25: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

3. Perlu adanya pemantauan terhadap ketersediaan dan kondisi sarana-prasarana yang harus

dimiliki oleh tiap puskesmas seperti : Coldroom, Lemari Es dan Freezer, serta kendaraan khusus

untuk kegiatan distribusi vaksin.

DAFTAR PUSTAKAOmer SB, et al. Vaccine refusal, mandatory immunization, and the risks of vaccine-preventable diseases. The New England Journal of Medicine 2009; 360 (19): 1981- 1988.

Permenkes, 2013. Permenkes RI no.42/2013 tentang penyelenggaraan imunisasi

Hartini YS, Putra AAP. Implementasi cara distribusi obat yang baik pada pedagang besar farmasi di Yogyakarta. Jurnal Farmasi Indonesia 2012; 6(1): 48-54.

Kepmenkes, 2005, kepmenkes RI no.1611/menkes/SK/XI/2005 tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi

Probandari AN, Handayani S, Laksono NJDN. Ketrampilan Imunisasi. Modul Field Lab Edisi Revisi II. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2013.

Radji M. Vaksin DNA: Vaksin Generasi Keempat. Majalah Ilmu Kefarmasian 2009; VI(1): 28-37.

Kristini TD. Faktor-faktor risiko kualitas pengelolaan vaksin program imunisasi yang buruk di unit pelayanan swasta. Tesis. Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2008.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.

Maksuk. Pengelolaan rantai dingin vaksin tingkat puskesmas di kota Palembang tahun 2011.

Somantri GR. Memahami metode kualitatif. Makara, Sosial Humaniora 2005; 2 (9): 57-65.

Kemala IS. Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja Dan Pelatihan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Bank Bukopin Cabang Medan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008.

Susyanty AL, dkk., 2014, Sistem manajemen dan persediaan vaksin di dua provinsi Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan; 42(2): 108-121.

Shafaat K, et al. An overview: Storage of pharmaceutical products. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 2013; 2(5): 2499-2515.

Arifin B. Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah kepulauan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2007.

Page 26: eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/5939/1/Full paper-distribusi vaksin.doc · Web viewPendistribusian vaksin harus dilakukan sesuai cara distribusi yang baik untuk menjamin kualitas

Depkes RI, 2002, Pedoman Teknis Vaksin dan Cold Chain., Ditjen PP dan PL,

Yuniar Y, Supardi S, Herman MJ. Hubungan ketersediaan tenaga kefarmasian dengan karakteristik Puskesmas dan praktik kefarmasian di Puskesmas. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2013; 16(1): 88-98.