pandangan masyarakat tentang profesi sebagai peternak di indonesia2

26
PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PROFESI SEBAGAI PETERNAK DI INDONESIA 1

Upload: bayu-airlangga

Post on 24-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PROFESI SEBAGAI PETERNAK DI INDONESIA

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013BAB IPENDAHULUAN

Negara yang kaya dengan ternak tidak akan pernah miskin, dan negara yang miskin dengan ternak tidak akan pernah kaya. (Campbell dan Lasley, 1985)

Sapi bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi sebuah kegiatan yang mendarah daging, sudah menjadi nilai-nilai yang membumi, sudah menjadi kultur yang mengakar, sudah menjadi benda yang memiliki banyak hikmah. Mulai dari penghasil daging dan susu, sumber tenaga kerja untuk membajak sawah atau menggiling bahan pangan, sumber tenaga angkut pedati atau angkutan barang, sarana ritual, tabungan hidup dan nilai kekayaan yang bernilai gengsi. Perkembangan selanjutnya, ternak sapi banyak menjadi sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia yang memilih profesi sebagai peternak. Pengusahaan ternak sapi mulai banyak dilakukan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan protein asal daging dan susu sehingga permintaan akan komoditas asal daging dan susu terus meningkat. Model usaha peternakan juga bermacam-macam, mulai dari tingkatan konvensional sampai tingkatan modern. Peternakan rakyat, perusahaan peternakan, akademisi bidang peternakan dan kedokteran hewan, rumah sakit hewan dan seluruh komponen kesehatan hewan (termasuk pabrik obat-obatan ternak besar), perusahaan pakan ternak, institusi pembibitan ternak, koperasi, pabrik pengolahan hasil ternak, jagal (pemotong) ternak, asosiasi/perkumpulan peternakan sapi Indonesia dan pemerintah merupakan stake holder yang berperan bagi pengembangan persapian Indonesia.BAB IISEJARAH PETERNAKAN

Sistem peternakan diperkirakan telah ada sejak 9.000 SM yang dimulai dengan domestikasi anjing, kambing, dan domba. Peternakan semakin berkembang pada masa Neolitikum, yaitu masa ketika manusia mulai tinggal menetap dalam sebuah perkampungan. Pada masa ini pula, domba dan kambing yang semula hanya diambil hasil dagingnya, mulai dimanfaatkan juga hasil susu dan hasil bulunya (wol). Setelah itu manusia juga memelihara sapi dan kerbau untuk diambil hasil kulit dan hasil susunya serta memanfaatkan tenaganya untuk membajak tanah. Manusia juga mengembangkan peternakan kuda, babi, unta, dan lain-lain.

Ilmu pengetahuan tentang peternakan, diajarkan di banyak universitas dan perguruan tinggi di seluruh dunia. Para siswa belajar disiplin ilmu seperti ilmu gizi, genetika dan budi-daya, atau ilmu reproduksi. Lulusan dari perguruan tinggi ini kemudian aktif sebagai doktor haiwan, farmasi ternak, pengadaan ternak dan industri makanan.

Dengan segala keterbatasan peternak, perlu dikembangkan sebuah sistem peternakan yang berwawasan ekologis, ekonomis, dan berkesinambungan sehingga peternakan industri dan peternakan rakyat dapat mewujudkan ketahanan pangan dan mengantasi kemiskinan.

BAB IIIPENGEMBANGAN PETERNAKAN INDONESIA DALAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN

Pengembangan kawasan industri peternakan dari hulu sampai hilir akan merupakan pilihan utama untuk menggapai harapan. Indonesia mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan asal ternak sendiri dan malahan berpotensi menjadi negara pengekspor produk peternakan. Hal tersebut sangat mungkin diwujudkan karena ketersediaan sumber daya lahan dengan berbagai jenis tanaman pakan dan keberadaan SDM yang cukup mendukung.Untuk tingkat konsumsi yang akan menentukan kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan daging dan produksi ternak lainnya dan tingkat pendapatan rumahtangga (purchasing power).Menurut data BPS, provinsi yang memiliki populasi sapi potong lebih dari 0,5 juta ekor berturut turut adalah Provinsi Jawa Timur 4,7 juta ekor; Jawa Tengah 1,9 juta; Sulawesi Selatan 984 ribu ekor; Provinsi NTT 778,2 ribu ekor; Lampung 742,8 ribu ekor; NTB 685,8 ribu ekor; Bali 637,5 ribu ekor; dan Sumatera Utara 541,7 ribu ekor. Sementara itu untuk sapi perah populasi terbanyak di Jawa Timur 296,3 ribu ekor sedangkan kerbau di NTT sebanyak 150 ribu ekor. Peterrnak merupakan hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Dalam kegiatan ini, ternak yang dimaksudkan adalah Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau. Segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budidaya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.

Di Indonesia wilayah yang merupakan sumber utama ternak sapi potong adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, NAD, Sumatera Barat, Bali, NTT, Sumsel, NTB, dan Lampung. Kemudian wilayah yang mempunyai potensi cukup besar untuk ternak kambing dan domba adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, Sumut, NAD, Banten, dan Sulsel. Sedangkan wilayah yang potensial untuk perkembangan ternak domba adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten.

Untuk tingkat konsumsi protein hewani di Indonesia pada tahun 2011 hanya 4,7 gram per orang per hari. Angkat ini sangat rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina yang rata-rata 10 gr/orang/hari. Sementara Korea, Brasil, dan China sekitar 20-40 gram/orang/hari. negara-negara maju seperti Amerika Serikat, prancis, Jepang, Kanada, dan Inggris mencapai 50-80 gr/kapita/hari. Untuk itu , Peternak berskala kecil dan menengah diberi prioritas untuk melakukan usaha budidaya dan pengembangbiakan ternak Indonesia yang kehidupannya masih alami dan belum tersentuh teknologi namun berpotensi ekonomi, misalnya ternak ayam Indonesia (baik asli maupun lokal).

Praktisi di bidang peternakan, maupun masyarakat luas harus difasilitasi dan dibina dalam upaya meningkatkan mutu genetik ternaknya melalui program persilangan yang secara ekonomis memang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternaknya. Indonesia, dengan penduduk yang hampir mencapai 237 juta jiwa ternyata mengkonsumsi telur dan daging ayam yang relatif rendah dibanding di negara-negara tetangga. Rata rata konsumsi telur nasional 87 butir/ kapita/tahun dan daging ayam 7kg/kapita/tahun, bandingkan dengan konsumsi telur di Malaysia yang mencapai 311 butir/kapita/tahun (hampir 1 butir/kapita/hari) dan daging ayam mencapai 36 kg/kapita/tahun. Dalam hal ini perlu upaya serius harus dilakukan oleh berbagai pihak dalam meningkatkan konsumsi protein hewani tersebut. (Berbagai sumber terkait, data BPS, DitjenNak,Kementan,foto antara F. Hero K. Purba)BAB IVPANDANGAN MASYARAKAT SAAT INI DALAM PETERNAKANDi era globalisasi ini, khususnya di Indonesia sendiri pendidikan merupakan hal yang terpenting di dalam hidup agar dapat mencapai pekerjaan atau cita-cita yang diinginkan agar kehidupan di masa yang akan datang dapat tercapai sesuai dengan keinginan. Tidak heran lagi setelah lulus sma, orang-orang berbondong-bondong mencari perguruan tinggi yang terbaik dan sesuai dengan kemampuannya. Anggapan yang masih melekat hingga saat ini yaitu jurusan terfavorit akan membawa mereka menjadi orang-orang sukses yang bekerja di perusahaan terfavorit juga. Hal ini tentu ada benarnya jika telah berhasil namun bisa juga salah jika teryata masa depan tidak seperti apa yang di inginkan.Bagaimana dengan jurusan saya yaitu peternakan? apakah terfavorit juga apa tidak? Anda semua tentu tahu jurusan peternakan masih kalah pamor dengan jurusan kedokteran, teknik, ekonomi, hukum dll. Hal ini wajar mengingat dari puluhan bahakan ratusan tahun yang lalu orang lebih mengenal jurusan tersebut.

Sebenernya lulusan peternakan dalam hal pekerjaan tidak kalah dengan jurusan di atas karena memiliki keunggulan tersendiri terutama dalam hal kewirausahaan. YA jurusan peternakan di tuntut untuk menjadi pengusaha yang dapat menerapakan ilmunya di masa yang akan datang. Menjadi pengusaha merupakan keinginan semua orang karena dapat menghasilkan benefit untuk memenuhi kehidupan yang layak. Namun bnayak orang ingin menjadi pengusaha tidak bisa karena tidak tahu harus memulainya darimana. Banayak dari lulusan petenakan yang bekerja untuk mengumpulkan modal untuk usahanya kelak tetapi menurut pendapat saya, dengan cara seperti ini akan menimbulkan jiwa pekerja pada kita hingga akhirnya kita tidak mampu memiliki jiwa pengusaha melainkan jiwa pekerja.

Namun demikian setiap orang memiliki jiwa berbeda-beda hal yang terpenting adalah bagaimana mereka menyikapi pekerjaannya hingga akhirnya kebahagianlah yang paling utama. Jadi jurusan peternakan tidak kalah menjanjikannya dengan jurusan yang lain.

BAB VMENGANALISIS PERKEMBANGAN PETERNAKAN DI INDONESIA DENGAN NEGARA LAINTabel 1. Analisa Makro Ternak Sapi Indonesia

Analisa Makro Ternak Sapi Indonesia

Tahun 2005-2006

UraianUnit2005200620072008

PopulasiJuta ekor10,610,911,511,9

PemotonganJuta ekor1,61,81,82

Impor TernakJuta ekor0,30,30,50,5

Impor DagingRibu ton12,562,064,070,0

Sumber : Deptan, Juli 2009

*)estimasi pemotongan betina produktif sebanyak 200.000/tahun

*)replacement/pengganti induk sapi potong sebanyak 1,3juta ekor(LJP,2008)

Jumlah populasi ternak sapi potong yang kurang dari 5% jumlah penduduk Indonesia menunjukkan betapa ketidakseriusan para stake holder dalam mengembangkan peternakan sapi potong Indonesia. Pemotongan betina produktif yang rata-rata mencapai 200.000 ekor per tahun memberi penegasan betapa kita masih jauh dari niatan untuk berswasembada daging dan air susu sapi. Nilai impor daging dari luar negeri yang masih berpotensi polemik terus mengalir ditambah dengan membanjirnya impor ternak sapi terutama dari Australia merupakan bukti betapa negara ini lebih senang disebut shopaholic of cattle daripada producer of cattle. Kondisi peternakan rakyat yang senang dengan ternak lokal (brahman, simmental, limousine, brangus, angus, peranakan ongole, bali, madura, grati) yang memiliki nilai reproduktif tinggi tentunya berbeda dengan jenis ternak impor dari Australia yang merupakan Brahman Cross (ternak Brahman yang disilangkan dengan beberapa jenis ternak lain, seperti Shorthorn, Hereford, Braford atau Drougmaster) dan lebih mengarah pada ternak hibrida sehingga nilai reproduktifnya terbilang rendah.

Tabel 2. Konsumsi Perkapita Produk PeternakanKonsumsi Perkapita Produk Peternakan

WilayahDaging (kg/tahun)Susu (kg/tahun)

1964- 19661997-199920301964-19661997-19992030

Dunia24,236,345,373,978,189,5

Negara-negara Berkembang10,225,536,72544,665,8

Afrika Timur dan Afrika Utara11,921,23568,672,389,9

Sub Sahara Afrika (tidak termasuk Afrika Selatan)9,99,413,428,529,133,8

Asia Timur8,737,758,53,61017,8

Asia Selatan3,95,311,73767,5106,9

Negara Industri61,588,2100,1185,5212,2221

Negara-negara Transisi42,546,260,7156,6159,1178,7

Sumber : WHO/FAO Diet, Nutrisi dan Pencegahan penyakit kronis

Nilai merah lain yang tertoreh adalah masih rendahnya nilai konsumsi perkapita rakyat Indonesia terhadap produk-produk peternakan dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama negara jiran. Data Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) (2007) menunjukan bahwa pangsa konsumsi daging nasional didominasi oleh daging ayam sebesar 56 %, sapi 23%, babi 13 %, kambing dan domba 5% dan lainnya sekitar 3 %. Konsumsi protein hewani di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, masih tergolong rendah. Rata-rata konsumsi ayam di ASEAN 7.5 kg/kapita/tahun, Indonesia 4.5 kg/kapita/tahun menduduki peringkat ke lima setelah Filipina 8.5 kg/kapita/tahun, Kamboja menduduki peringkat terendah kurang dari 2.0 kg/kapita/tahun, dan Malaysia merupakan konsumen terbesar 38.5 kg/kapita/tahun. Konsumsi telur pun tidak jauh beda, Indonesia 67 butir/kapita/tahun sedangkan Malaysia 311 butir/kapita/tahun (FAO : 2005).BAB VI

MASA DEPAN PETERNAKAN INDONESIA

Pembangunan peternakan merupakan bagian pembangunan nasional yang sangat penting, karena salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Selain itu, tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, pelesatarian lingkungan hidup serta peningkatan devisa negara.Kondisi peternakan di Indonesia telah mengalami pasang surut. Sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter tahun 1997, telah membawa dampak terpuruknya perekonomian nasional, yang diikuti penurunan beberapa usaha peternakan. Namun, dampak krisis secara bertahap telah pulih kembali dan mulai tahun 1998-1999 pembangunan peternakan telah menunjukkan peningkatan. Kontribusi peternakan terhadap PDB pertanian terus meningkat sebesar 6,35% pada tahun 1999. Bahkan tahun 2002 meningkat mencapai 9,4% tertinggi diantara sub sektor pertanian.

Peran strategis peternakan juga berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Pemerintah telah menetapkan tiga sasaran utama program penanggulangan kemiskinan, yakni; menurunnya persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan menjadi 8,2 persen pada tahun 2009, terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau, dan terpenuhinya pelayanan kesehatan yang bermutu.Namun pembangunan peternakan tidak terlepas dari berbagai masalah dan tantangan. Globalisasi ekonomi merupakan salah satu ancaman dan sekaligus peluang bagi sektor peternakan. Menjadi ancaman jika Indonesia tetap menjadi importir input dan teknologi peternakan untuk menggerakkan proses produksi dalam negeri dan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dalam negeri. Ketergantungan pada impor jika tidak ditunjang oleh usaha-usaha kemandirian yang produktif, akan mendorong ketergantungan semakin sulit dipecahkan. Indonesia mempunyai peluang untuk mengisi pangsa pasar dunia karena Indonesia dianggap sebagai negara produsen yang aman karena produk ternak yang masih murni dan bebas dari penyakit mulut dan kuku. Berdasarkan Statistik Peternakan 2005 ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 17% per tahun.2 Dunia Islam juga mengharapkan Indonesia sebagai eksportir ternak yang sesuai dengan hukum Islam.

Dalam sisi dalam negeri yang menjadi penghambat tumbuhnya sektor peternakan, antara lain:

1. Struktur industri peternakan sebagian besar tetap bertahan dalam bentuk usaha rakyat. Yang dicirikan oleh tingkat pendidikan peternak rendah, pendapatan rendah, penerapan manajemen dan teknologi konvesional, lokasi ternak menyebar luas, ukuran usaha relatif kecil, serta pengadaan input utama yakni HMT (Hijauan Makanan Ternak) yang masih tergantung pada musim, ketersediaan tenaga keluarga, serta penguasaan lahan HMT yang terbatas.

2. Ketersedian bibit bermutu. Penelitian tentang pembibitan telah banyak dilakukan namun belum tersosialisasikan dalam skala besar. Terjadi kegagalan komunikasi baik Badan Litbang maupun Perguruan Tinggi. Selain itu, peternak tidak mempunyai insentif dalam mengadopsi teknologi baru yang disertai peningkatan biaya.

3. Masalah agroindustri peternakan yang belum mampu menggerakkan sektor peternakan. Misalnya, industri pengolahan susu, sebgaian besar menggunakan input dari negara asal. Industri perhotelan membutuhkan daging dari impor.

4. Derasnya impor illegal produk-produk peternakan

5. Bencana penyakit (mewabahnya virus flu burung dan antraks)

6. Ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku pakan

Peluang sektor pertanian di masa yang akan datang sangat besar karena permintaan hasil ternak yang terus bertambah akibat pertambahan jumlah penduduk. Berikut ini data konsumsi ternak nasional tahun 2002-2005:3 (kg/kapita/tahun)Tabel 3. Konsumsi Ternak Nasional Tahun 2002-2005 (kg/kapita/tahun)NoUraian2002200320042005

1Daging5.755.966.177.11

2Telur4.044.114.384.71

3Susu7.056.696.786.80

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa permintaan akan konsumsi ternak terus meningkat. Konsumsi daging meningkat dari 5,75 kg/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 7,11 kg/kapita/tahun pada tahun 2005.FAO sejak tahun 1999 juga sudah memprediksi akan terjadinya perubahan signifikan pada sektor peternakan dunia. Ketika konsumsi daging dunia meningkat 2,9%, maka di negara-negara berkembang sudah melaju sampai 5,4%, bahkan di Asia Tenggara mencapai 5,6%. Sementara di negara-negara maju hanya meningkat 1%. Sampai tahun 2020 diperkirakan pertumbuhan konsumsi daging negara-negara berkembang rata-rata 2,8% per tahun, sementara di negara-negara maju hanya 0,6% per tahun2.Dengan segala keterbatasan peternak, perlu dikembangkan sebuah sistem peternakan yang berwawasan ekologis, ekonomis, dan berkesinambungan. Yaitu dengan mengembangkan peternakan industri dan peternakan rakyat yang dapat mewujudkan ketahanan pangan dan mengantaskan kemiskinan. BAB VIISIMPULANKebangkitan dunia peternakan dalam dunia pendidikan di awali dengan masuknya peternakan menjadi salah satu disiplin ilmu di lingkungan civitas akademisi. Namun di Indonesia sendiri tidak banyak universitas yang didalamnya terdapat disiplin ilmu peternakan dengan fakultas tersendiri, karena biasanya diampu oleh fakultas kedokteran hewan. Belum banyak orang yang mengenal fakultas peternakan dilingkungan kampus, bahkan banyak orang yang memandang sebelah mata bahwa pendidikan peternakan di lingkungan kampus hanya sebagai wadah orang-orang yang tidak bisa masuk di fakultas bergengsi yang memiliki prestige tinggi. Tapi banyak juga orang yang memang karena dia concern dalam dunia peternakan sehingga dia memilih untuk masuk pada fakultas peternakan. Kebangkitan dunia peternakan di lingkungan kampus dibuktikan dengan prestasi-prestasi yang di raih oleh civitas akademis peternakan di lingkup regional maupun nasional bahkan internasional dengan inovasi-inovasi yang diciptakannya. Dibuktikan juga dengan lulusan-lulusan sarjana peternakan yang banyak memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan perekonomian bangsa, mampu mengembangkan ilmu dan teknologi peternakan dan industri peternakan dan kegiatan agrobisnis yang ramah lingkungan yang tidak kalah dengan lulusan-lusan dari disiplin ilmu lain seperti teknik, geografi, pertanian atau perikanan. Peternakan juga mampu bertahan dengan eksistensinya dalam tataran ekonomi global.

DAFTAR PUSTAKA

http://ekabees.blogspot.com/2010/12/potensi-itu-masih-ada-mengulik-serba.html (Diunduh pada tanggal 27 November 2013)http://heropurba.blogspot.com/2012/08/pengembangan-peternakan-indonesia-dalam.html (Diunduh pada tanggal 27 November 2013)http://wongbagoes.blogspot.com/2007/06/masa-depan-peternakan-indonesia.html (Diunduh pada tanggal 27 November 2013)http://id.wikipedia.org/wiki/Peternakan (Diunduh pada tanggal 27 November 2013)http://informasi-duniapeternakan.blogspot.com/2012/06/pandangan-masyarakat-tentang-peternakan.html (Diunduh pada tanggal 27 November 2013)http://konspirasihening.blogspot.com/2011/12/eksistensi-peternakan.html (Diunduh pada tanggal 27 November 2013)

2