palm oil

Upload: tom-mots

Post on 16-Oct-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ABSTRAK

    Kelangkaan akan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi mendorong

    dilakukannya penelitian untuk mengembangkan sumber bahan bakar alternatif

    lain sebagai pengganti solar . Berdasarkan pemikiran tersebut maka dilakukan

    pengujian mesin diesel TecQuipment type.TD4A 001 dengan menggunakan bahan

    bakar biodiesel dari kelapa sawit. Pada pengujian ini biodiesel yang didapat dari

    minyak kelapa sawit mengalami proses esterifikasi dan transesterifikasi dalam

    bentuk dimethil ester. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

    prestasi kerja mesin berbahan bakar biodiesel dimethil ester sehingga akan tampak

    pengaruhnya terhadap parameter unjuk kerja mesin diesel terutama mengurangi

    kandungan emisi gas buang yang dihasilkan motor diesel. Penelitian ini juga akan

    memberikan informasi sebagai referensi bagi kalangan dunia pendidikan yang

    ingin melakukan riset dibidang otomotif dalam pengembangan bahan bakar

    biodiesel dan pengaruhnya terhadap performansi motor diesel.

    Biodisel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa ester alkil/ alkil

    asam asam lemak yang disebut dari minyak nabati melalui proses esterifikasi.

    Istilah biodiesel identik dengan bahan bakar murni. Campuran biodiesel ( Bxx

    adalah biodiesel sebanyak xx persen yang telah dicampur dengan solar sejumlah 1

    xx persen ).misalkan Bahan Bakar Biodisel (B-10) yang mengandung 10%

    biodiesel Dimetil Ester, 90% Solar. Biodiesel adalah sebagai alternatif bahan

    bakar minyak diesel yang terbuat dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui

    seperti, sawit, jarak, kemiri, dll.penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar minyak

    diesel tidak membutuhkan modifikasi terhadap mesin kendaraan. Biodiesel dapat

    dicampur dengan bahan bakar solar dengan perbandingan tertentu. Dengan

    penggunaan biodiesel berpotensi mengurangi emisi gas buang. Dengan

    menggunakan menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar mesin akan

    memberikan banyak keuntunganbaik dari sisi performansi motor diesel, emisi gas

    buang dan jaminan sumber daya biodiesel yang cukup banyak tersedia di

    Indonesia.

    Kata Kunci : dimetil ester, biodiesel, esterifikasi, biodiesel dimetil ester, emisi gas

    buang

    Universitas Sumatera Utara

  • ABSTRAC

    Scarcity of fuel oil (BBM) which occurs encouraging research to develop

    alternative fuel sources as a substitute for diesel fuel. Based on these ideas, testing

    TecQuipment type.TD4A 001 diesel engine using biodiesel fuel from palm oil. In

    this test biodiesel derived from palm oil through the process of esterification and

    transesterification in ester form dimethil. The purpose of this study was to

    determine the performance of the biodiesel-fueled engine dimethil ester so it will

    look its effect on diesel engine performance parameters, especially reducing the

    content of the resulting exhaust emissions of diesel engine. This study will also

    provide information as a reference for the education world who want to do

    research in the field of automotive in the development of biodiesel fuel and its

    effect on the performance of diesel engine.

    Biodiesel is a diesel motor fuel in the form of alkyl ester / alkyl acids -

    fatty acids called vegetable oil through a process of esterification. The term

    biodiesel is identical to the pure fuel. Biodiesel blends (Bxx is xx percent

    biodiesel mixed with diesel number 1 - xx percent). Suppose Fuels Biodiesel (B-

    10) containing 10% biodiesel Dimethyl Ester, 90% Solar. Biodiesel is an

    alternative diesel fuel made from natural resources such as renewable, palm,

    castor, pecans, dll.penggunaan biodiesel as diesel fuel does not require

    modifications to the vehicle's engine. Biodiesel can be blended with diesel fuel at

    a certain ratio. With the use of biodiesel has the potential to reduce exhaust

    emissions. Using the use of biodiesel as a fuel engine will provide many

    keuntunganbaik of the diesel engine performance, exhaust emissions and resource

    guarantees enough biodiesel available in Indonesia.

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB I

    PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

    Saat ini bahan bakar mesin diesel di Indonesia khususnya untuk jenis

    kendaraan roda empat didominasi oleh solar yang terbuat dari minyak bumi,

    padahal kebutuhan akan bahan bakar dari tahun ketahun terus meningkat

    berbanding terbalik dengan produksi dan cadangan minyak bumi di dalam negeri.

    Hal ini terlihat jelas pada akhir-akhir ini di negara kita sering terjadi kelangkaan

    bahan bakar minyak (BBM), bahkan Indonesia sudah menjadi negara importir

    netto minyak bumi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan sumber bahan

    bakar alternatif, khususnya untuk memenuhi kebutuhan mesin-mesin yang

    mengkonsumsi solar sebagai sumber bahan bakarnya (mesin diesel).

    Beberapa upaya telah dilakukan dalam penelitian dan pengembangan sumber

    energi alternatif, diantaranya adalah pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan

    bakar pengganti solar. Namun ditemukan beberapa kekurangan dari minyak

    nabati, dimana bila digunakan secara langsung akan menghasilkan senyawa yang

    dapat menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada

    pompa injektor. Disamping itu viskositasnya yang tinggi mengganggu kinerja

    pompa injektor pada proses pengkabutan bahan bakar sehingga hasil dari injeksi

    tidak berwujud kabut yang mudah menguap melainkan tetesan bahan bakar yang

    sulit terbakar. Oleh karena itu, mesin-mesin kendaraan bermotor komersial perlu

    dimodifikasi jika akan menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti

    bahan bakar solar. Hal ini tentu saja tidak ekonomis sehingga perlu dilakukan

    upaya untuk mengubah karakteristik minyak nabati sehingga dapat mengkonversi

    minyak nabati kedalam bentuk metil ester asam lemak (FAME : fatty acid methil

    esters) yang lebih dikenal sebagai biodiesel, melalui proses esterifikasi atau

    transesterfikasi.

    Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa telah mengembangkan dan

    menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin diesel secara

    luas dengan bahan baku minyak kedelai dan minyak rapessed ( minyak canola ).

    Universitas Sumatera Utara

  • Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia, Malaysia dan Indonesia

    juga telah mengembangkan produk biodiesel dari minyak sawit ( palm biodiesel ),

    meskipun belum dilakukan secara komersial. Khusus di Indonesia pengembangan

    biodiesel dari minyak sawit dirasa memiliki prospek yang baik dimana

    ketersediaan akan bahan baku yang cukup banyak sangat mendukung untuk

    pengembangan tersebut. Hal yang juga perlu untuk diperhatikan dalam

    pengembangan biodiesel ini adalah emisi gas buang yang dihasilkan harus lebih

    baik daripada bahan bakar solar sehingga biodiesel ini layak dijadikan alternatif

    pengganti solar.

    Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dilakukan pengujian motor diesel

    dengan menggunakan bahan bakar biodiesel yang berbahan baku dimethil ester

    dengan memanfaatkan secara maksimal peralatan laboratorium yang ada.

    1.2 Tujuan Pengujian

    Mengetahui pengaruh pemakaian campuran antara biodiesel dan solar dengan

    komposisi 7% : 93% (B-07) terhadap unjuk kerja mesin diesel.

    1.3 Manfaat pengujian 1. Untuk pengembangan bahan bakar biodiesel yang akan digunakan pada mesin

    diesel ditinjau dari sudut prestasi mesin.

    2 Memberikan informasi sebagai referensi bagi yang ingin melakukan riset

    dibidang otomotif dalam pengembangan bahan bakar biodiesel dan

    pengaruhnya terhadap performansi motor diesel.

    1.4 Ruang lingkup Pengujian 1. Biodiesel yang digunakan adalah biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit

    ( Dimethil Ester B-07) .

    2. Alat uji yang digunakan untuk menghitung nilai kalor pembakaran bahan bakar

    adalah Bom Kalorimeter.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Mesin uji yang digunakan untuk mendapatkan unjuk kerja motor bakar diesel

    adalah Mesin Diesel 4-langkah dengan 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A

    001 ) pada laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin USU.

    4. Unjuk kerja mesin diesel yang dihitung adalah :

    - Daya (Brake Power)

    - Rasio udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio)

    - Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumtion)

    - Efisiensi Volumetris (Volumetric Effeciency)

    - Efisiensi termal brake (Brake Thermal Effeciency)

    5. Pada pengujian unjuk kerja motor bakar diesel, dilakukan variasi putaran dan

    beban yang meliputi :

    - Variasi putaran : 1000-rpm, 1400-rpm, 1800-rpm, 2200-rpm , 2600-rpm

    , 2800-rpm.

    - Variasi beban : 10 kg,15 kg,20 kg, dan 25 kg.

    Pada variasi beban 15 kg dan 20 kg ditambahkan barbel yang beratnya 5 kg.

    1.5 Sistematika Penulisan

    Tugas sarjana ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab

    adalah sebagai berikut :

    Bab I : Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup

    pengujian.

    Bab II : Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai motor diesel,

    bahan bakar biodiesel, pembakaran motor diesel, persamaan-persamaan yang

    digunakan, emisi gas buang kendaraan dan pengendaliannya.

    Bab III : Metodologi Penelitian Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengujian, bahan

    dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan prosedur pengujian.

    Universitas Sumatera Utara

  • Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian

    melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan dengan memaparkan

    kedalam bentuk tabel dan grafik.

    Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.

    Daftar Pustaka Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

    Lampiran Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam

    bentuk tabel.

    Universitas Sumatera Utara

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Dimetil Ester

    Dimetil Ester (juga dikenal sebagai Ester dwifungsi dan DMEs) adalah

    pelarut biodegradable digunakan dalam berbagai aplikasi industri yang khusus.

    Terdiri dari dua kemurnian dan nilai campuran adipat, glutarat dan suksinat ester

    dimetil, cairan bening, cairan tidak berwarna yang menawarkan kombinasi unik

    dari kekuatan solvabilitas tinggi, volatilitas yang rendah, biaya rendah dan titik

    nyala tinggi.

    Penerimaan komersial dan penggunaan ester dimetil terus meningkat karena

    karakteristik ekonomi, lingkungan, dan kinerja positif material tersebut. Ester

    dimetil dapat digunakan sendiri atau dalam campuran ester dan co-pelarut

    disesuaikan untuk menggantikan bahan yang lebih konvensional dan semakin

    diatur dan pelarut industri, seperti metilen klorida, isoforon, glikol eter dan pelarut

    asetat, aseton, asam cresylic, dan N-metil-2-pirolidon.

    http://www.dimethylester.com/ 2.2 Performansi Motor Diesel

    Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam.

    Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar

    yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam mesin diesel

    bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi.

    Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara

    Universitas Sumatera Utara

  • meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus

    bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan

    sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga

    disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engines). Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11:1 hingga 26:1, jauh lebih

    tinggi dibandingkan motor bakar bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1. Konsumsi bahan

    bakar spesifik mesin diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding mesin bensin namun

    perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerja nya juga tinggi.

    2.2.1 Torsi dan daya Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan

    dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat

    dynamometer yang bertindak seolaholah seperti sebuah rem dalam sebuah

    mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya

    rem (Brake Power).

    BP = Tn

    60..2 ..................... (2.1) Lit.5 hal 2-7

    Untuk Torsi dapat dihitung dengan rumus berikut :

    T = LSW1000+

    dimana : BP = Daya keluaran (Watt)

    n = Putaran mesin (rpm)

    T = Torsi (N.m)

    2.2.2 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption, sfc) Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang

    berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan

    mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk

    menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

    Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam

    satuan kg/jam, maka :

    Universitas Sumatera Utara

  • Sfc = B

    f

    Pxm 3

    .10 ................. (2.2) Lit.5 hal 2-16

    dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).

    .

    fm = laju aliran bahan bakar (kg/jam).

    Besarnya laju aliran massa bahan bakar (.

    fm ) dihitung dengan persamaan

    berikut :

    360010.. 3

    xt

    Vsgm

    f

    fff

    = ........... (2.3) Lit.5 hal 3-9

    dimana : fsg = spesific gravity (dari tabel 2.4).

    fV = volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml).

    ft = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji

    (detik).

    2.2.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR)

    Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur

    dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini

    disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan sebagai berikut :

    AFR = .

    .

    f

    a

    m

    m ................. (2.4) Lit.5 hal 2-8

    dengan : ma = laju aliran masa udara (kg/jam).

    Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan

    membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter

    calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara

    1013 mb dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang

    diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) berikut :

    fC = 3564 x aP x 5,2)114(

    a

    a

    TT +

    .. (2.5) Lit.5 hal 3-11

    Dimana : Pa = tekanan udara (Pa)

    Ta = temperatur udara (K)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.4 Effisiensi volumetris Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi

    isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka

    itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan

    sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari

    perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses)

    pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika

    memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik ( v ) dirumuskan dengan

    persamaan berikut :

    v = raklangkah to olumesebanyak v udaraBerat terisapyangsegar udaraBerat ..... (2.6) Lit.5 hal 2-9

    Berat udara segar yang terisap = n

    ma 2.60

    .

    ..................... (2.7) Lit.5 hal 2-10

    Berat udara sebanyak langkah torak = a . sV ........ (2.8) Lit.5 hal 2-7

    Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi

    volumetris :

    v = nma.60

    .2.

    . sa V.

    1

    ........................ (2.9) Lit.5 hal 2-10

    dengan : a = kerapatan udara (kg/m3)

    sV = volume langkah torak = 1966 cc [spesifikasi mesin].

    Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat

    diperoleh dari persamaan berikut :

    a = a

    a

    TRP.

    .............. (2.10) Lit.5 hal 3-12

    Untuk rumus R = CvCp

    Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/ kg.K)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.5 Effisiensi thermal brake Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang

    dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugirugi

    mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja

    maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar.

    Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal brake (brake thermal

    efficiency, b ).

    b = masuk yang panasLaju aktualkeluaran Daya ..............(2.11) Lit.5 hal 2-15

    Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :

    Q = .

    fm . LHV ...........(2.12) Lit.5 hal 2-8

    dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (J/kg)

    Jika daya keluaran ( BP ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar .

    fm dalam

    satuan kg/jam, maka :

    b = LHVm

    P

    f

    B

    ..

    . 3600 ..........(2.13) Lit.5 hal 2-15

    2.3 Teori Pembakaran

    Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar

    setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas

    sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable)

    yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain

    namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S).

    Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang

    merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.

    Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran.

    Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi

    elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung

    dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen

    untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon

    dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan

    Universitas Sumatera Utara

  • bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon

    monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh

    pembentukan karbon dioksida.

    2.3.1 Nilai Kalor Bahan Bakar

    Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan

    panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar

    sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan

    asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian

    dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan

    menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.

    Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang

    diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil

    pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar

    uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan

    panas latennya.

    Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila

    diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong :

    HHV = 33950 C + 144200

    82

    2OH + 9400 S ........(2.14) Lit. 3 hal. 44

    HHV = Nilai kalor atas (J/kg)

    C = Persentase karbon dalam bahan bakar

    H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

    O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

    S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

    Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan

    bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya

    kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu

    Universitas Sumatera Utara

  • satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran

    sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari

    jumlah mol hidrogennya.

    Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada

    proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada

    didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada

    tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah

    sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung

    berdasarkan persamaan berikut :

    LHV = HHV 2400 (M + 9 H2)...................(2.15) Lit. 3 hal. 44

    LHV = Nilai Kalor Bawah (J/kg)

    M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

    Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan

    nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang

    meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga

    menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat

    tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical

    Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan

    SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor

    bawah (LHV).

    2.4 Bahan Bakar Diesel Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran

    mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

    1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan

    kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis

    ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk

    kendaraan bermotor.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin

    yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya

    digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak

    diesel.

    Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya

    menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik

    seperti pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar

    NO P R O P E R T I E S L I M I T S TEST METHODS

    Min Max I P A S T M

    1. Specific Grafity 60/60 0C 0.82 0.87 D-1298

    2. Color astm - 3.0 D-1500

    3. Centane Number or

    Alternatively calculated Centane Index

    45

    48

    -

    - D-613

    4. Viscosity Kinematic at 100 0C cST

    or Viscosity SSU at 100 0C secs

    1.6

    35

    5.8

    45 D-88

    5. Pour Point 0C - 65 D-97

    6. Sulphur strip % wt - 0.5 D-1551/1552

    7. Copper strip (3 hr/100 0C) - No.1 D-130

    8. Condradson Carbon Residue %wt - 0.1 D-189

    9. Water Content % wt - 0.01 D-482

    10. Sediment % wt - No.0.01 D-473

    11. Ash Content % wt - 0.01 D-482

    12.

    Neutralization Value :

    - Strong Acid Number mgKOH/gr

    -Total Acid Number mgKOH/gr

    -

    -

    Nil

    0.6

    13. Flash Point P.M.c.c 0F 150 - D-93

    Sumber : www.Pertamina.com

    2.5 Biodiesel

    Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan

    atau lemak hewan. Komposisi biodiesel umumnya terdiri dari berbagai jenis asam

    lemak (tabel 2.2) yang melalui proses kimiawi ditransformasi menjadi Metil

    Ester Asam Lemak (Fatty Acid Methil Esters = FAME).

    Tabel 2.2 Struktur Kimia Asam Lemak Pada Biodiesel

    Universitas Sumatera Utara

  • Nama Asan

    Lemak

    Jumlah Atom

    Karbon dan

    Ikatan

    Rangkap

    Rumus Kimia

    Capriylic C 8 CH3(CH2)6COOH

    Capric C 10 CH3(CH2)8COOH

    Lauric C 12 CH3(CH2)10COOH

    Myristic C 14 CH3(CH2)12COOH

    Palmitic C 16 : 0 CH3(CH2)14COOH

    Palmitoleic C 16 : 1 CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH

    Stearic C 18 : 0 CH3(CH2)16COOH

    Oleic C 18 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH

    Linoleic C 18 : 2 CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH

    Linolenic C 18 : 3 CH3(CH2)2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CCOOH

    Arachidic C 20 : 0 CH3(CH2)18COOH

    Eicosenic C 20 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)9COOH

    Behenic C 22 : 0 CH3(CH2)20COOH

    Eurcic C 22 : 1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)11COOH Sumber : Biodisel Handling and Use Guedelines, National Renewable Energy Laboratory-A

    National Laboratory of the U.S. Departement of Energys

    Cara memproduksi biodiesel dapat dilakukan melalui proses

    transesterfikasi minyak nabati dengan metanol atau esterfikasi langsung asam

    lemak hasil hidrolisis dengan metanol. Namun, transesterfikasi lebih intensif

    dikembangkan karena proses ini lebih efisien dan ekonomis.

    Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal

    dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan

    produk biodiesel ternyata lebih menggembirakan dibandingkan dengan

    pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena

    proses termal (panas) di dalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif

    sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi

    menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan

    Universitas Sumatera Utara

  • pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Karena itu perlu

    dilakukan modifikasi pada mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila

    menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar.

    Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan

    solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya

    agar sesuai dengan kebutuhan. Bahan bakar yang mengandung biodiesel kerap

    dikenal sebagai BXX yang merujuk pada suatu jenis bahan bakar dengan

    komposisi XX % biodiesel dan 1-XX % minyak diesel. Sebagai contoh, B100

    merupakan biodiesel murni sedangkan B-07 merupakan campuran dari 7 %

    biodiesel dan 93 % minyak diesel.

    2.5.1 Karakteristik Biodiesel

    Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya

    mengandung kurang dari 15 ppm (part per million) sulfur. Biodiesel mengandung

    kira-kira 11 % oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan

    berkurangnya kandungan energi (LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan

    dengan solar) namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon

    monoksida (CO), hidrokarbon (HC), partikulat dan jelaga. Kandungan energi

    biodiesel kira-kira 10 % lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi

    bahan bakar dari biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan

    torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya

    (LHV).

    Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku

    biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila dibandingkan solar

    khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaan bahan baku menyebabkan

    kestabilan antara biodiesel yang satu berbeda dari biodiesel yang lainnya

    tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang dikandungnya

    (C=C). Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka

    kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakin besar. Sebagai contoh, C 18 :

    3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih reaktif

    untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan

    Universitas Sumatera Utara

  • rangkap. Kestabilan suatu biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui jenis

    bahan bakunya.

    Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan

    kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan

    sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel

    dan bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih

    dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi.

    Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6

    bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat

    bekerja dengan baik pada biodiesel antara lain TBHQ (t-butyl hydroquinone),

    Tenox 21 dan Tocopherol (Vitamin E).

    Biodiesel mempunyai sifat melarutkan (Solvency). Hal ini dapat

    menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada mesin diesel yang

    sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya

    telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan

    kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh

    karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup

    tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat

    dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan

    campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang mengandung campuran

    biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel

    didalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa campuran antara biodiesel dan solar

    dengan komposisi 7 % : 93 % (B-07) mempunyai sifat pelarut yang cukup kecil

    sehingga dapat ditoleransi.

    Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat

    mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini,

    peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari

    stainless steel atau aluminium. Selain bereakasi terhadap sejumlah meterial

    logam, biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet

    alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis.

    Universitas Sumatera Utara

  • Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran

    bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih

    memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar.

    Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa

    menjadi gel pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki tempertur titik

    tuang (pour point) yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 100C dibandingkan

    solar, -35 sampai -150C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah

    kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang biodiesel dapat

    dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam

    campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya. Cara lain adalah

    dengan menambahkan zat aditif, tetapi penelitian menunjukkkan bahwa

    pemakaian zat aditif seperti pour point depresant tidak cukup efektif ketika

    digunakan pada B100.

    Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dan Solar (Petrodiesel)

    Fisika Kimia Biodiesel Solar

    Kelembaman (%) 0.1 0.3

    Energi Power Energi yang dihasilkan

    128.000 BTU

    Energi yang dihasilkan

    130.000 BTU

    Komposisi Metil Ester atau asam lemak Hidrokarbon

    Modifikasi Engine Tidak diperlukan -

    Konsumsi Bahan

    Bakar

    Sama Sama

    Lubrikasi Lebih tinggi Lebih rendah

    Emisi CO rendah, total

    hidrokarbon, sulfur dioksida,

    dan nitroksida

    CO tinggi, total hidrokarbon,

    sulfur dioksida, dan

    nitroksida

    Penanganan Flamable lebih rendah Flamable lebih tinggi

    Lingkungan Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi

    Keberadaan Terbarukan (renewable) Tidak terbarukan

    Sumber : CRE-ITB, NOV. 2001

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5.2 Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

    Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses

    transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi,

    tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi.

    1. Transesterifikasi

    Transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran

    antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan minyak sawit.

    Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58 650C. Bahan

    yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang

    selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan. Reaktor

    transesterifikasi dilengkapai dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses

    pemanasan pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 630C, campuran

    metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor. Pada akhir reaksi akan terbentuk

    metil ester dengan konversi sekitar 94 %. Selanjutnya produk ini diendapkan

    untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari

    reaktor agar tidak menggangu proses transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan

    transesterifikasi II pada metil ester dan setelah selesai dilakukan pengendapan

    dalam waktu yang lebih lama agar gliserol yang masih tersisa bisa terpisah.

    Trigliserida Metanol Metil-Ester Gliserol

    Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi

    2. Pencucian

    Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk

    menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 550C. pencucian dilakukan tiga kali sampai

    pH menjadi normal (pH 6,8 7,2).

    3. Pengeringan

    Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam

    metil ester. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk

    dengan suhu sekitar 950C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di

    tengah permukaan cairan pada alat pengering.

    4. Filtrasi

    Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi

    bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang

    terbentuk selama proses berlangsung, seperti kerak (kerak besi) yang berasal dari

    dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku.

    Tabel : 2.4 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit

    Parameter Palm Biodiesel ASTM PS 121

    Viskositas pada 400C

    (csst)

    5,0 5,6 1,6 6,0

    Flash Point 172 > 100

    Cetane Indeks 47 -49 > 40

    Contradson Carbon

    Residu

    0,03 0,04 < 0,05

    Spesific Grafity 0,8624 - Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan

    2.6 Emisi Gas Buang

    Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari gas buang dapat

    diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :

    1. Sumber

    Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer

    seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke

    udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan

    yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.

    2. Komposisi kimia

    Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik

    mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,

    nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan

    lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen

    oksida, ozon dan lainnya.

    3. Bahan penyusun

    Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi

    padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat

    bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer

    dan bercampur dengan udara bebas.

    a.) Partikulat Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya

    merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa

    padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan

    udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat

    juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan

    kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

    Apabila butirbutir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam

    silinder motor terlalu besar atau apabila butirbutir berkumpul menjadi satu, maka

    akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbonkarbon padat

    atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur

    tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada

    didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saatsaat

    dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor

    akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat

    dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang

    keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

    Universitas Sumatera Utara

  • b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)

    Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena

    campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus

    bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang

    pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak

    hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu

    pemanasan.

    Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang

    meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran

    hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan

    bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara

    silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by

    gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan

    gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama

    disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas

    mampu bakar.

    c.) Carbon Monoksida (CO)

    Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

    monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon

    dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida

    merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal

    berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang

    terdapat dalam bahan bakar (kirakira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen)

    terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran

    udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi

    selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida

    tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran

    kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

    d.) Nitrogen Oksida (NOx)

    Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam

    masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung

    ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO)

    Universitas Sumatera Utara

  • merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen

    dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas

    yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi

    antara N2 dan O2 pada temperatur tinggi diatas 1210 0C. Persamaan reaksinya

    adalah sebagai berikut :

    O2 2O

    N2 + O NO + N

    N + O2 NO + O

    2.7 Pengendalian Emisi Gas Buang Tingkat polusi udara dari mesin kendaraan tidak hanya dipengaruhi oleh

    teknologi pembakaran yang diterapkan dalam sistem itu saja, tetapi juga besar

    dipengaruhi oleh mutu bahan bakar yang dipakai. Dari segi kualitas bahan bakar,

    Indonesia sangat jauh tertinggal dari negaranegara lain. Emisi gas yang

    dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada umumnya berdampak

    negatif terhadap lingkungan. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk

    mengatasi masalah tersebut

    antara lain :

    1. Menyeimbangkan campuran udara-bahan bakar.

    2. Pemanfaatan Positive Crankcase Ventilation (PCV).

    3. Penggunaan sistem kontrol emisi penguapan bahan bakar antara lain : ECS

    (Evaporation Control System), EEC (Evaporation Emission Control), VVR

    (Vehicle Vapor Recovery) dan VSS (Vapor Saver System).

    4. Penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR).

    5. Penggunaan filter particulate traps yang dikhususkan untuk mesin diesel.

    6. Injeksi udara lebih kedalam silinder.

    Universitas Sumatera Utara

  • Lampiran 1 : Baku mutu emisi untuk jenis-jenis kegiatan di Indonesia Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun 1995.

    Universitas Sumatera Utara

  • Lampiran 2 : Diagram alir pembuatan biodiesel dan gambar set-up experimental, serta gambar set-up pengujian

    Sumber : Engineering Center Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT).

    Gambar Set-up experimental

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar set-up pengujian

    Universitas Sumatera Utara

  • Universitas Sumatera Utara

  • Universitas Sumatera Utara

  • Universitas Sumatera Utara

  • Lampiran 7

    PERHITUNGAN DENGAN MANUAL

    Perhitungan performansi mesin diesel berbahan bakar biodiesel (B-07),

    berikut diselesaikan berdasarkan literatur, dengan mengambil data data dari

    hasil pengujian performansi motor diesel.

    Nilai kalor atas bahan bakar (HHV)

    HHV = (T2 T1 Tkp) x Cv x Fk (kJ/kg)

    Standarisasi HHV solar 44.800 kJ/kg

    HHV hasil pengujian 45588,352 kJ/kg

    Maka,

    Fk = 982,0352,45588

    800.44=

    Pada pengujian pertama bahan bakar solar, diperoleh :

    T1 = 26,31 0C

    T2 = 26,99 0C, maka:

    HHV(solar) = (26,99 26,31 0,05) x 73529,6 x 0,982

    = 46323,648 kJ/kg

    Pada pengujian pertama bahan bakar biodiesel (B-07), diperoleh :

    T1 = 25,18 0C

    T2 = 26 0C, maka:

    HHV = (26 25,18 0,05) x 73529,6 x 0,98256

    = 56617,792 kJ/kg

    Daya (PB)

    BP = Txn

    100060..2

    dimana : BP = Daya keluaran (kW)

    n = Putaran mesin (rpm)

    T = Torsi (N.m)

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada pengujian pertama bahan bakar solar, diperoleh :

    Beban 10 kg pada putaran 1000 rpm.

    BP = Txn

    100060..2 = kWx

    x3493,332

    1000601000..2

    =

    Pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar biodiesel (B-07), diperoleh :

    Beban 10 kg pada putaran 1000 rpm.

    BP = Txn

    100060..2 = kWx

    x244,331

    1000601000..2

    =

    Konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)

    Sfc = B

    f

    Pm 310

    f

    fff t

    Vsgm

    310.. = x 3600

    Untuk bahan bakar solar :

    Beban 10 kg pada putaran 1000 rpm.

    =fsg spesifik gravity solar (0,84 kg/liter)

    Vf = 100 ml

    tf = 305 detik maka,

    305

    10.100.84,0 3=fm x 3600 = 0,9914 kg/jam

    Sfc = 02,2963493,3

    109914,0 3=

    g/kWh

    Untuk bahan bakar biodiesel (B-07) diperoleh :

    =fsg spesifik gravity biodiesel (0,8624 kg/liter)

    tf = 438 detik

    Universitas Sumatera Utara

  • maka,

    438

    10.100.8624,0 3=fm x 3600 = 0,708 kg/jam

    Sfc = 03,222192,3

    10708,0 3=

    g/kWh

    Rasio perbandingan udara dan bahan bakar (AFR)

    AFR = f

    a

    m

    m.

    .

    Besarnya laju aliran udara ( am.

    ) diperoleh dengan membandingkan

    besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow

    manometer (Tabel 4.2) terhadap kurva viscous flow metre calibration.

    Pada pengujian ini, diaggap tekanan udara (Pa) sebesar 100 kPa (1 bar)

    dan temperatur (Ta) sebesar 27 0C. kurva kalibrasi dibawah dikondisikan untuk

    pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 0C, maka besarnya laju

    aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi:

    5,2)114(

    3564a

    af T

    TxPaC +=

    = ( ) ( )[ ]5,2)27327(1142732713564

    +++xx

    = 0,9465

    Maka didapat:

    .

    am = X . 0,9465

    Pada kurva viscous flow metre calibration 10 mmH2O = 11,38 kg/jam

    Untuk bahan bakar solar,

    Beban 10 kg pada putaran 1000 rpm.

    Pa = 3,5 mmH2O (dari hasil pengujian)

    x38,11

    5,310

    =

    X = 3,983 kg/jam

    Universitas Sumatera Utara

  • .

    am = 3,983 x 0,9465 = 3,77 kg/jam

    AFR = 80,39914,077,3

    =

    Untuk bahan bakar biodiesel (B-07) diperoleh :

    Pa = 4 mmH2O (dari hasil pengujian)

    x38,11

    410

    =

    X = 4,552 kg/jam

    .

    am = 4,552 x 0,9465 = 4,308 kg/jam

    AFR = 07,6708,0308,4

    =

    Efisiensi volumetric (v)

    v = sa

    a

    Vnm

    .

    1..60

    .2

    a

    aa TR

    P.

    =

    Dimana R = konstantan gas (untuk udara = 287 J/kg.K)

    Dengan memasukkan harga tekanan dan temperatur udara yaitu sebesar

    100 kPa dan 27 0C, maka diperoleh massa jenis udara yaitu sebesar :

    )27327.(287

    000.100+

    =a = 1,16 kg/m3

    Untuk bahan bakar solar :

    Beban 10 kg pada putaran 1000 rpm.

    v = %49,353549,0108,30416,11.

    10006077,32

    6 ==xxxx

    Untuk bahan bakar biodiesel (B-07) diperoleh :

    v = %56,404056,0108,30416,11.

    100060308,42

    6 ==xxxx

    Universitas Sumatera Utara

  • Efisiensi Termal (e)

    Harga efisiensi termal menurun dengan penambahan kandungan biodiesel

    dalam campuran bahan bakar. Gambar (4.8) dan gambar (4.9) menunjukkan

    grafik pengaruh perubahan putaran poros terhadap efisiensi termal pada beban

    konstan (0,499MPa) dengan berbagai komposisi bahan bakar biodiesel-CPO dan

    biodiesel. Pada berbagai komposisi campuran biodiesel perbandingan efisiensi

    termal ratarata terhadap solar untuk biodiesel-CPO berkisar antara 95,73 %

    sampai 96,92 % dan untuk biodiesel Dimetil ester berkisar antara 94,77 % sampai

    98,27 %.

    Efisiensi thermal brake (b)

    b = 3600..LHVmP

    f

    B

    LHV = HHV Qlc

    Untuk bahan bakar solar :

    LHV = 44799,67 40,32 = 44759,35 kJ/kg

    Untuk bahan bakar biodiesel (B-10) diperoleh :

    LHV = 42487,43 40,32 = 42447,11 kJ/kg

    Maka,

    Untuk bahan bakar solar :

    Beban 10 kg pada putaran 1000 rpm.

    b = %17,272717,03600.35,447599914,03493,3

    ==x

    Untuk bahan bakar biodiesel (B-07) diperoleh :

    b = %82,383882,03600.11,42447708,0244,3

    ==x

    Universitas Sumatera Utara

    Abstract.pdfChapter I.pdfChapter II.pdfAppendix(1).pdf