paket informasi teknologi -...

75
BAGIAN 2 Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu - Tempe Oleh : DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

Upload: tranminh

Post on 06-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

BAGIAN 2

Teknologi Pengolahan Limbah

Cair Industri Tahu - Tempe

Oleh :

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

Page 2: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

149

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Abstraksi

eknologi Pengolah Limbah banyak macam dan ragamnya. Tulisan ini

mengulas proses pengolahan limbah dengan sistem anaerobik dan aerobik,

serta kombinasinya. Disamping itu diulas pula mengenai peranan biofilter

dalam pengolahan limbah serta contoh pengolahan limbah skala 5 m3/hari.

Kombinasi sistem ini dimaksudkan agar kelemahan pada sistem yang satu dapat

diatasi oleh sistem yang lain, disamping strategi penghematan energi yang umumnya

cukup besar pada proses aerobik. Reaktor dengan kapasitas 5 m

3/hari ini memakai

waktu tinggal limbah dalam reaktor selama satu hari, dengan target efisiensi sebesar

95% dan dapat dipakai untuk satu atau dua industri dengan pemakaian bahan baku

kedelai total sekitar 150 – 200 kg/hari.

1.2. Latar Belakang

Proses pembuatan tahu dan tempe masih sangat tradisional dan banyak

memakai tenaga manusia. Bahan baku utama yang digunakan adalah kedelai

(Glycine spp). Konsumsi kedelai Indonesia pada tahun 1995 telah mencapai

2.287.317 ton (Utami, 1997). Sarwono (1989) menyatakan bahwa lebih dari separuh

konsumsi kedelai Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tempe dan tahu.

INKOPTI (1999) yang merupakan kumpulan dari 150 KOPTI memiliki anggota

sebanyak 43 000 pengrajin tahu dan tempe dari seluruh Indonesia. Namun demikian

tidak semua pengrajin terdaftar di dalam KOPTI. Jika ditinjau dari jumlah bahan baku

dan asumsi bahwa separo dari jumlah kedelai dipergunakan untuk diolah menjadi

tahu dan tempe, maka potensi limbah diperkirakan mencapai 51 juta ton BOD5 tiap

tahun.

T

Page 3: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

150

Pada industri tahu dan tempe, air banyak digunakan sebagai bahan pencuci

dan merebus kedelai, oleh karena itu limbah yang dihasilkan juga cukup besar.

Sebagai contoh limbah industri tahu tempe Kopti Swakerta di Semanan, Jakarta

Barat, dengan jumlah 800 industri, menghasilkan limbah cair sebesar 800 m3/hari dan

kandungan BOD5 mencapai 1 324 mg/l dan COD 6 698 mg/l (Prakarindo Buana,

1996). Jika ditinjau dari Kep-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi

kegiatan industri, maka industri tahu dan tempe memerlukan pengolahan limbah

karena telah melebihi baku mutu yang ditetapkan, yaitu sebesar 50 – 150 mg/l untuk

BOD5 dan 100 – 300 mg/l untuk COD.

Pemerintah DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus

Ibukota Jakarta Nomor : 582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku

Mutu Air Sungai atau Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair Di Wilayah Daerah

Khusus Ibukota Jakarta menetapkan, untuk industri makanan pada Lampiran IV

kadar maksimum untuk BOD5 adalah 75 mg/l, sedangkan untuk nilai COD adalah 100

mg/l.

Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan yang

cukup serius terutama untuk perairan disekitar industri tahu dan tempe. Teknologi

pengolahan limbah tahu tempe yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan

limbah sistem anaerob, karena biaya operasionalnya murah. Dengan proses biologis

anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70-80 %, sehingga air lahannya masih

mengandung kadar pencemar organik cukup tinggi, serta bau yang ditimbulkan dari

sistem anaerob dan tingginya kadar fosfat merupakan masalah yang belum dapat

diatasi.

Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kombinasi proses

biologis anaerob-aerobik yakni proses penguraian anaerob dan diikuti dengan proses

pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerobik. Dengan kombinasi proses

tersebut diharapkan konsentrasi COD dalan air olahan yang dihasilkan dapat turun

mencapai 30 - 60 ppm, sehingga jika dibuang tidak lagi mencemari lingkungan

sekitarnya.

Page 4: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

151

1.3. Tujuan dan Sasaran

Penulisan panduan ini bertujuan untuk membantu industri kecil yang ingin

membuat sarana pengolahan limbah sederhana, khususnya untuk tahu dan tempe,

sedangkan sasarannya industri yang letaknya terpisah dari sentra industri, dipinggir

kali, dan jauh dari fasilitas pengolah limbah.

Page 5: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

152

BAB 2

PROSES PEMBUATAN TAHU – TEMPE

2.1. Pembuatan Tahu Dan Tempe

untuk membuat rancangan pengolahan limbah tahu dan tempe, perlu

dilakukan terlebih dahulu pengenalan proses pembuatan tahu dan

tempenya. Dengan mengenal proses pembuatan tahu dan tempe, jumlah

limbah dapat diketahui dengan baik, demikian pula dengan tingkat

pencemaranya, waktu pembuangannya, dan yang juga perlu diketahui adalah prilaku

budaya masyarakat dan kondisi sosial ekonominya. Keberhasilan dalam aplikasi

pengolahan limbah tergantung kepada teknologi yang dipakai dan kemampuan

masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaannya.

Tahu merupakan makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai, dan

prosesnya masih sederhana dan terbatas pada skala rumah tangga. Suryanto, (1992)

dalam Hartaty, (1994) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tahu adalah

makanan padat yang dicetak dari sari kedelai (Glycine spp) dengan proses

pengendapan protein pada titik isoelektriknya, tanpa atau dengan penambahan zat

lain yang diizinkan.

Pembuatan tahu pada prinsipnya dengan cara mengekstraksi protein,

kemudian mengumpulkannya, sehingga terbentuk padatan protein. Cara

penggumpalan susu kedelai yang umum dilakukan adalah dengan penambahan

bahan penggumpal berupa asam, sehingga keasaman susu kedelai mencapai titik

isoelektriknya yaitu sekitar 4 sampai 5. Bahan penggumpal yang biasa digunakan

adalah asam cuka (CH3COOH), batu tahu (CaSO4nH2O) dan larutan bibit tahu

(Hermana, 1985 dalam Hartati, 1994).

Tahapan proses pembuatan tahu secara umum menurut Nurhasan dan

Pramudyanto (1987) adalah sebagai berikut :

U

Page 6: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

153

1. Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan

dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih.

2. Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak

untuk digiling. Lama perendaman berkisar 4 - 10 jam.

3. Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada

besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan.

4. Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk

memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding

dengan jumlah kedelai.

5. Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan dididihkan selama 5 menit.

Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan air

dan diaduk.

6. Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang

diperoleh diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang

lebih 70% sampai 90% dari bobot kering kedelai.

7. Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu

50oC, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar. Selanjutnya air di

atas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan

kembali.

8. Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain

penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan

diangin-anginkan (Gambar 2.1).

Tempe merupakan hasil fermentasi kedelai, adapun proses pembuatan tempe

adalah sebagai berikut :

1. Kedelai dimasak, setelah masak kedelai direndam 1 malam hingga lunak dan

terasa berlendir, kemudian kedelai dicuci hingga bersih.

2. Kedelai dipecah dengan mesin pemecah, hingga kedelai terbelah dua dan kulit

kedelai terpisah. Kulit kedelai dipisahkan dengan cara hasil pemecahan kedelai

dimasukkan ke dalam air, sehingga kulit kedelai mengambang dan dapat

dipisahkan.

Page 7: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

154

3. Kedelai kupas dicuci kembali hingga bersih, kemudian dilanjutkan dengan proses

peragian dengan cara mencampurkan ragi yang telah dilarutkan dan selanjutnya

didiamkan selama kurang lebih 10 menit.

4. Kedelai yang telah mengandung ragi ditiriskan hingga hampir kering, kemudian

dibungkus dengan daun pisang. Setelah fermentasi selama 2 hari diperoleh tempe

(Lihat Gambar 2.2).

Pencucian K edelai

Perendam an

Penggilingan

Pem asakan

Penyaringan

Penggumpalan

Pencetakan danPengerasan

Pemotongan

Tahu

Perendam an

Tahu

Kotoran

Ampas Tahu

Air

Air M atang dan Bersih

A ir D ingin (12-24 Jam )

air hangat 55C (1-2 Jam )

A ir H angat (9:1)

100 C (7-14 M enit)

A ir H angat 80 C

Air Tahu

0

0

Air Tahu

Gambar 2.1. Bagan Proses Pembuatan Tahu (Yayat Dhahiyat, 1990)

Page 8: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

155

K ed e la i

D icu c i d a n d ib e rs ih k an

D ireb u s s e lam a 3 0 m en it

D ire n d am sa tu m a lam

p ad a su h u k am a r

D itir isk a n

P em b u an g an K u lit A ri

K o tile d o n d id ih k an

s e lam a 3 0 -9 0 m en it

D itir isk a n d a n d id in g in k an

p a d a su h u k am a r

D iin o k u la s i

d en g an ra g i tem p e

P eng em asan

D iin k u b a s i ( su h u k am a r)

s e lam a 3 8 - 4 8 jam

T em p e s ia p d ip a sa rk an

A ir C u c ia n

A ir R en d am an

K u lit K ed e la i

A ir P a n a s

Gambar 2.2. Bagan Proses Pembuatan Tempe (Hasil Kompilasi Dan Wawancara

Dengan Pengrajin Tempe Di Kopti Semanan, Jakarta Barat).

Page 9: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

156

Pada Gambar 2.1 dan 2.2 terlihat bahwa pada setiap tahap proses pembuatan

tahu dan tempe membutuhkan air. Oleh karena itu air merupakan limbah yang

dominan dalam proses pembuatan tahu dan tempe disamping ampasnya. Namun

demikian masih ada sebagian kecil dari limbah cair dapat dimanfaatkan kembali.

Sedangkan ampas tahu atau kulit kedelai dapat dimanfaatkan kembali untuk

makanan olahan yang lebih rendah kadar gizinya atau dijual untuk makanan ternak.

Limbah dari tahu lebih pekat pencemarannya dibanding limbah tempe, karena ada

proses penggilingan kedelai menjadi bubur, asam, dan bau, oleh karena itu perlu

dibuat pengolahan agar tidak mencemari lingkungan.

2.2. Karakteristik Limbah Industri Tahu Dan Tempe

Karakteristik buangan industri tahu ada dua hal yang perlu diperhatikan

(Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yaitu : karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik

fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan

organik, bahan anorganik dan gas. Karakteristik buangan industri tahu dinyatakan

oleh Nurhasan dan Pramudyanto (1987) meliputi dua hal. Yaitu karakteristik fisika

dan kimia.

Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna,

dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu

air limbah tahu berkisar 37 – 45 oC, kekeruhan 535 – 585 FTU, warna 2 225 – 2 250

Pt.Co, Amonia 23,3 –23,5 mg/l, BOD5 6 000 – 8 000 mg/l dan COD 7 500 – 14 000

mg/l.

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu

limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40oC sampai

46oC. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan

biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan

permukaan (Sugiharto, 1987).

Page 10: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

157

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada

umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut

dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa

tersebut, protein dan lemak yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan

Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40 - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan

10% lemak (Sugiharto, 1987).

Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal

ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat tidak dapat diuraikan

oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya

kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD5, COD

dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui

tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumahtangga

(Greyson, 1990; Welch, 1992).

Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan.

Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya

biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987). Pada umumnya konsentrasi ion

hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari

limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga

masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen

di peraian tersebut.

Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2),

oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan

metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang

terdapat di dalam air buangan. Permasalahan yang sering muncul adalah kecepatan

reaksi biokimia memerlukan oksigen yang lebih besar sejalan dengan meningkatnya

suhu (Nurhasan dan Pramudya, 1987).

Nuraida, (1985) dalam Yayat Dhahiyat (1990) menggambarkan keseimbangan

bahan dalam proses pembuatan tahu, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.3. Pada

gambar terlihat bahwa keseimbangan bahan dalam proses pembuatan tahu adalah :

air (2 700 kg) + kedelai (60 kg) menghasilkan tahu (80 kg) + ampas tahu (70 kg) +

Page 11: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

158

whey (2 610 kg). Dengan demikian untuk mengolah satu kilogram kedelai dibutuhkan

air sekitar 45 liter.

Kedelai 60 kg

Air 2700 kg Tahu 80 kg

Ampas Tahu 70 kg

Air Limbah dan

Whey 2610 kg

Proses

TeknologiEnergi

KeluaranMasukan

Nuraida, 1985

Gambar 2.3. Bagan Keseimbangan Bahan Pada Proses Pembuatan Tahu

(Nuraida, 1985 dalam Yayat Dhahiyat, 1990).

Beberapa contoh hasil pengukuran BOD5 dan COD di dalam air limbah tahu dan

tempe di daerah DKI Jakarta menunjukkan pencemaran yang cukup tinggi. Nilai

BOD5 Limbah tahu berkisar 910 – 12 100 mg/l, sedangkan nilai COD berkisar 1 102 -

15 055 mg/l. Untuk limbah tempe nilai BOD5 Limbah tempe berkisar 2 100 – 13 600

mg/l, sedangkan nilai COD berkisar 2 135 – 61 425 mg/l ((KPPL, 1996). Namun

demikian dari data tersebut tidak dijelaskan pada bagian contoh limbah diambil.

Jika dilihat dari tingginya nilai BOD dan COD dibandingkan dengan standar

baku mutu air buangan industri makanan yang hanya 75 mg/l untuk BOD dan 100

mg/l untuk COD, maka wajar jika lingkungan Jakarta, khususnya sungai-sungai

utamanya semakin turun kualitasnya dari tahun ke tahun karena sebagian besar

industri yang ada belum mempunyai pengolahan limbah yang memadai. Hasil analisis

ini menunjukkan variasi yang sangat besar, baik pada limbah tahu maupun limbah

tempe.

Page 12: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

159

Untuk analisis limbah sebaiknya contoh diambil dari kolam penampungan yang

merupakan penampungan hasil seluruh aktivitas industri, mulai dari pencucian

kedelai, air rebusan, air perasan sampai dengan air untuk pencucian peralatan,

dengan demikian beban pencemaran yang ditimbulkan akan lebih mendekati

kenyataan sesungguhnya di lapangan. Dengan melihat kondisi yang ada diperlukan

unit pengolah limbah yang mempunyai efisiensi berkisar 80 – 90% untuk menurunkan

beban pencemaran ke baku mutu yang ada.

Akibat pencemaran bahan organik dari limbah industri tahu tempe adalah :

1. Turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan bahan organik.

Abel (1989) menyatakan bahwa aktivitas mikroorganisme dapat memecah

molekul organik yang kompleks menjadi molekul organik yang sederhana. Bahan

anorganik seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai makanan oleh

tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Selama proses metabolisme oksigen

banyak dikonsumsi, sehingga apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen

yang hilang dari air akan segera diganti oleh oksigen hasil proses fotosintesis dan

oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban organik terlalu tinggi,

maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi

berupa amonia, karbon dioksida, asam asetat, hidrogen sulfida, dan metana.

Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan

secara estetika tidak nyaman dan menimbulkan bau.

2. Biaya untuk proses pengolahan air minum meningkat dan timbulnya senyawa

klororganik yang bersifat karsinogenik akibat proses klorinasi yang berlebihan

(Wisjnuprapto dan Mohajit, 1992 ; Gordonn Culp, 1984).

3. Gangguan kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan

sanitasi lingkungan yang tidak baik.

Page 13: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

160

BAB 3

PENGOLAHAN LIMBAH TAHU - TEMPE

3.1. Pengolahan Dengan Sistem Kombinasi Anaerob-Aerob

anyak cara atau teknologi untuk mengolah limbah organik, antara lain sistem

aerobik :

� lumpur aktif,

� Trikcling Filter,

� Rotating Biological Contactor (RBC),

� Fluidized Bed,

� Sistem anaerobik dengan bermacam-macam variasinya

Setiap sistem mempunyai keunggulan dan kelemahan, dan pemanfaatannya

membutuhkan kesesuaian dengan permasalahan yang dihadapi. Pada umumnya

pertanyaan yang muncul berkisar pada :

� kemampuan alat dalam menurunkan kadar pencemaran hingga memenuhi

baku mutu yang berlaku,

� biaya investasi dan operasi yang dibutuhkan,

� kemudahan dalam perawatan dan suku cadang, dan kebutuhan lahan.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tahu-tempe

tersebut adalah dengan kombinasi proses pengolahan biologis anaerobik dan

aerobik. Secara umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap yakni

pertama proses penguraian anaerobik, dan yang ke dua adalah proses pengolahan

lanjut dengan sistem kombinasi biofilter anaerob-aerobik. Secara garis besar proses

pengolahan air limbah industri tahu dan tempe ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1.

B

Page 14: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

161

Gambar 3.1. Proses Pengolahan Limbah Sederhana Sistem Kombinasi

Anaerobik-Aerobik Dengan Biofilter.

3.2. Pengolahan Limbah Sistem Anaerobik

Penguraian anaerobik terdiri dari serangkaian proses mikrobiologi yang

merubah bahan organik menjadi metana. Produksi metana adalah suatu fenomena

umum yang terjadi dalam bermacam-macam lingkungan alam berkisar dari es glaser

sampai sedimen, rawa, pencernakan hewan pemakan rumput, dan ladang minyak.

Fenomena alam mengenai proses pembentukan metana (metanogenesis) ditemukan

lebih dari seabad yang lalu (Koster, 1988). Jika dalam proses aerobik

mikroorganisme yang terlibat hanya dari beberapa jenis saja, sedangkan dalam

proses anaerobik sebagian besar proses terjadi akibat bakteri.

Pencernaan anaerobik atau untuk selanjutnya disesuaikan dengan konteks

disebut sebagai penguraian anaerobik telah lama digunakan untuk stabilasi lumpur

limbah cair. Proses ini sering digunakan sebagai bagian dari proses penguraian

limbah industri. Pemanfaatan proses ini sangat memungkinkan jika ada pengertian

yang baik tentang proses mikrobiologi dan peningkatan rancangan reaktor.

Limbah Padat

Limbah Cair

Pemanfaat Lain

Bak Kontrol Sampah

Kolam Ekualisasi/ Pemisah Minyak

Industri Tahu dan Tempe

Kolam Anaerobik

Kolam Aerobik

Dibuang Ke Alam

Tahu dan Tempe

Page 15: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

162

Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai

berikut (Gabriel Bitton, 1994) :

1. Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima

elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen

dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.

2. Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3 sampai 20 kali lebih

sedikit dari pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif

rendah. Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan

dalam hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik

dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari

karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu

metriks ton COD dapat terurai menjadi 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses

aerobik masih tersisa 400 - 600 kg biomassa.

3. Proses anaerobik menghasilkan gas metana. Gas metana mengandung sekitar

90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses

penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi

panas (3-5%). Produksi metana menurunkan BOD5 dalam pengurai lumpur

limbah.

4. Energi untuk penguraian limbah kecil.

5. Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi pencemar

organik yang tinggi.

6. Memungkinkan untuk diterapkan pada proses penguraian limbah dalam jumlah

besar.

7. Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti

hidrokarbon berklor alifatik, trikloroetilena, triklorometana) dan senyawa alami sulit

terurai (recalcitrant) seperti lignin.

Page 16: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

163

Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi

senyawa komplek organik menjadi metana. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi

sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian

limbah. Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam

penguraian anaerobik, bakteri tetap merupakan mikroorganisme paling dominan yang

bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan

fakultatif (seperti :Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Strepto

coccus) terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik.

Ada empat katagori bakteri yang terlibat dalam transformasi bahan komplek

menjadi molekul yang sederhana seperti metana dan karbon dioksida. Kelompok

bakteri ini bekerja secara sinergis (Gabriel Bitton, 1994).

Kelompok 1 : Bakteri Hidrolitik

Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek (protein,

selulosa, lignin, lemak) menjadi molekul monomer yang terlarut seperti asam amino,

glukosa, asam lemak, dan gliserol. Molekul-molekul monomer ini dapat langsung

dimanfaatkan oleh kelompok bakteri berikutnya. Hidrolisis molekul kompleks

dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti selulase, protease, dan lipase.

Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi

terbatas dalam penguraian limbah selulolitik yang mengandung lignin (Gambar 3.2).

Kelompok 2 : Bakteri Asidogenik Fermentatif

Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium merubah gula, asam

amino, dan asam lemak menjadi asam-asam organik (seperti asam asetat, propionat,

format, lactat, butirat, atau suksinat), alkohol dan keton (seperti etanol, metanol,

gliserol, aseton), asetat, CO2 dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi

karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi

kultur seperti suhu, pH, dan potensial redoks.

Page 17: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

164

Kelompok 3 : Bakteri Asetogenik

Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti

Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et al., 1981) merubah

asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat,

hidrogen, dan karbon dioksida, yang digunakan oleh bakteri pembentuk metana

(metanogen). Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah

asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan pemantauan hidrogen yang ketat.

Dibawah kondisi tekanan H2 parsial yang relatif tinggi, pembentukan asetat

berkurang dan subtrat dirubah menjadi asam propionat, asam butirat, dan etanol dari

pada metana. Ada hubungan simbiotik antara bakteri asetonik dan metanogen.

Metanogen membantu menghasilkan ikatan hihrogen rendah yang dibutuhkan oleh

bakteri asetogenik.

Gambar 3.2. Kelompok Bakteri Metabolik Yang Terlibat Dalam

Penguraian Limbah Dalam Sistem Anaerobik (Gabriel Bitton, 1994).

Page 18: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

165

Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh

bakteri asetogenik dengan reaksi berikut :

CH3CH2OH + CO2 → CH3COOH + 2H2

etanol asam asetat

CH3CH2COOH + 2H2O → CH3COOH + CO2 + 3H2

asam propionat asam asetat

CH3CH2CH2COOH + 2H2O → 2CH3COOH + 2H2

asam butirat asam asetat

Bakteri asetogenik tumbuh jauh lebih cepat dari pada bakteri metanogenik.

Kecepatan pertumbuhan bakteri asetogenik (µmak) mendekati 1 tiap jam (hr -1

),

sedangkan bakteri metanogenik 0,04 tiap jam (hr -1

).

Kelompok 4 : Bakteri Metanogen

Penguraian bahan organik oleh bakteri anaerobik di lingkungan alam melepas

500 - 800 juta ton metana ke atmosfir tiap tahun. Jumlah ini mewakili 0,5% bahan

organik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis. Bakteri metanogen terjadi secara

alami di dalam sedimen laut dalam atau di dalam pencernaan herbivora.

Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positip dan gram negatif

dengan variasi bentuk yang banyak. Mikroorganime metanogen tumbuh secara

lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu 35oC sampai

dengan 50 hari pada suhu 10oC.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Anaerobik

Penguraian anaerobik dipengaruhi oleh Suhu, waktu tinggal (rentention time),

pH, komposisi kimia air limbah, kompetisi antara metanogen dan bakteri pengurai

sulfat (sulfate reducing bacteria), dan keberadaan bahan beracun (toxicants).

Page 19: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

166

Suhu

Produksi metana dapat dihasilkan pada Suhu antara 0o - 97

oC. Walaupun

bakteri metana psychrophilic tidak dapat diisolasi, bakteri termofilik beroperasi secara

optimum pada Suhu 50 - 75oC ditemukan di daerah panas. Methanothermus fervidus

ditemukan ditemukan di Iceland dan tumbuh pada Suhu 63 - 97oC (Sahm, 1984).

Dalam instalasi pengolah limbah pemukiman, penguraian anaerobik dilakukan dalam

kisaran mesofilik dengan Suhu 25 - 40 oC dengan Suhu optimum mendekati 35

oC .

Penguraian thermofilik beroperasi pada Suhu 50 - 65oC.

Penguraian ini memungkinkan untuk pengolahan limbah dengan beban berat

dan juga efektif untuk mematikan bakteri patogen. Salah satu kelemahan adalah

sensitivitas yang tinggi terhadap zat toksik (Koster, 1988). Karena pertumbuhan

bakteri metana yang lebih lambat dibandingkan bakteri asidogenik, maka bakteri

metana sangat sensitif terhadap perubahan kecil Suhu. Karena penggunaan asam

volatil oleh bakteri metana, penurunan Suhu cenderung menurunkan laju

pertumbuhan bakteri metana. Oleh karena itu penguraian mesofilik harus dirancang

untuk beroperasi pada Suhu antara 30 - 35oC .

Waktu Tinggal

Waktu tinggal air limbah dalam reaktor anaerob, yang tergantung pada

karakteristik air limbah dan kondisi lingkungan, harus cukup lama untuk proses

metabolisma oleh bakteri anaerobik dalam reaktor pengurai. Penguraian oleh bakteri

yang menempel mempunyai waktu tinggal yang rendah (1-10 hari) dan bakteri yang

terdispersi dalam air (10-60 hari). Waktu tinggal pengurai mesofilik dan termofilik

antara 25 - 35 hari, tetapi dapat lebih rendah lagi (Sterritt dan Lester, 1988).

Kemasaman (pH)

Kebanyakan pertumbuhan bakteri metanogenik berada pada kisaran pH

antara 6,7 - 7,4, tetapi optimalnya pada kisaran pH antara 7,0 - 7,2 dan proses dapat

gagal jika pH mendekati 6,0. Bakteri asidogenik menghasilkan asam organik, yang

cenderung menurunkan pH bioreaktor. Pada kondisi normal, penurunan pH ditahan

Page 20: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

167

oleh ion bikarbonat yang dihasilkan oleh bakteri metanogen. Dibawah kondisi

lingkungan yang berlawanan kapasitas buffer (penyangga) dari sistem dapat

terganggu, dan bahkan produksi metana dapat terhenti. Asiditas lebih berpengaruh

terhadap metanogen dibanding bakteri asidogenik.

Peningkatan tingkat volatil merupakan indikator awal dari terganggunya

sistem. Monitoring ratio asam volatil total (asam asetat) terhadap alkali total (kalsium

karbonat) disarankan dibawah 0,1 (Sahm, 1984). Salah satu metode untuk

memperbaiki keseimbangan pH adalah meningkatkan alkalinitas dengan menambah

bahan kimia seperti kapur, ammonia anhidrous, natrium hidroksida, atau natrium

bikarbonat.

Komposisi Kimia Air Limbah

Bakteri metanogenik dapat menghasilkan metana dari karbohidrat, protein,

dan lipida, demikian pula dari senyawa komplek aromatik (contoh : ferulat, vanilat,

dan asam siringat). Walaupun demikian beberapa senyawa liknin dan n-parafin sulit

terurai oleh bakteri anaerobik. Air limbah harus diseimbangkan makanannya

(nitrogen, fosfor, sulfur) untuk memelihara pencernaan anaerobik. Rasio C:N:P untuk

bakteri anaerobik adalah 700:5:1 (Sahmn, 1984). Beberapa pengamat menilai bahwa

ratio C/N yang tepat untuk produksi gas yang optimal sebaiknya sekitar 25-30 : 1

(Polprasert, 1989).

Metanogen menggunakan ammonia dan sulfida sebagai sumber nitrogen dan

sulfur. Walaupun sulfida bebas adalah toksik terhadap metanogen bakteri pada

konsentrasi 150 - 200 mg/l, unsur ini merupakan sumber sulfur utama untuk bakteri

metanogen (Speece, 1983). Unsur renik (trace element) seperti besi, kobalt,

molybdenum, dan nikel juga perlu. Nikel pada konsentrasi rendah , 10 µM, secara

signifikan meningkatkan produksi metana dalam pengurai limbah (reaktor) di

laboratorium (Williams et al, 1986). Penambahan nikel meningkatkan laju

penggunaan asetat oleh metanogen dari 2 g ke 10 g asetat tiap gram Volatil

Suspended Solid (VSS) tiap hari (Speece et al., 1983).

Page 21: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

168

Kompetisi Metanogen dengan Bakteri Pengurai Sulfat

Bakteri penurun sulfat dan metanogen dapat memperebutkan donor elektron

yang sama, asetat dan H2. Studi tentang kinetika perumbuhan dari dua kelompok

bakteria ini menunjukkan bahwa bakteri pengurai sulfat mempunyai afinitas yang

lebih tinggi terhadap asetat (Ks= 9,5 mg/l) dibanding metanogen (Ks = 32,8 mg/l). Hal

Ini berarti bahwa bakteri pengurai sulfat akan memenangkan kompetisi pada kondisi

konsentrasi asetat yang rendah. Bakteri pengurai sulfat dan metanogen sangat

kompetitif pada nisbah COD/SO4 berkisar 1,7 - 2,7. Pada nisbah yang lebih tinggi

baik untuk metanogen, sedangkan bakteri pengurai sulfat lebih baik pada rasio lebih

kecil.

Zat Beracun

Zat beracun kadang-kadang dapat menyebabkan kegagalan pada proses

penguraian limbah dalam proses anaerobik. Terhambatnya pertumbuhan bakteri

metanogen pada umumnya ditandai dengan penurunan produksi metana dan

meningkatnya konsentrasi asam-asam volatil. Berikut ini adalah beberapa zat toksik

yang dapat menghambat pembentukan metana.

1. Oksigen. Metanogen adalah bakteri anaerobik dan dapat terhambat

pertumbuhannya oleh oksigen dalam kadar renik (Oremland, 1988; Roberton dan

Wolfe, 1970).

2. Amonia. Amonia yang tidak terionisasi cukup toksik atau beracun untuk bakteri

metanogen. Barangkali karena produksi amonia bebas tergantung pH (amonia

bebas terbentuk pada pH tinggi), sedikit toksisitas yang dapat diamati pada pH

netral. Amonia sebagai penghambat terhadap pembentukan metanogen pada

konsentrasi 1500 - 3000 mg/l. Penambahan amonia menambah waktu tinggal

partikel padat (Bhattacharya dan Parkin, 1989).

3. Hidrokarbon berklor. Klor alifatik lebih beracun terhadap metanogen dari pada

terhadap mikroorganisme hetrotropik aerobik (Blum dan Speece, 1992). Kloroform

sangat toksik terhadap bakteri metanogen dan cenderung menghambat secara

Page 22: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

169

total, hal ini dapat diukur dari produksi metana dan akumulasi hidrogen pada

konsentrasi diatas 1 mg/l (Hickey et al., 1987). Aklimatisasi senyawa ini

meningkatkan toleransi metanogen sampai pada konsentrasi kloroform 15 mg/l.

Pemulihan kehidupan bakteri metanogen tergantung pada konsentrasi biomassa,

waktu tinggal partikel padat, dan Suhu (Yang dan Speece, 1986).

4. Senyawa Cincin Bensena. Kultur murni dari bakteri metanogen (contoh :

Methanothix concilii, Methanobacterium espanolae, Methanobacterium bryantii)

dapat dihambat pertumbuhannya oleh senyawa cincin benzen (contoh : benzena,

toloena, fenol, pentaklorofenol). Pentaklorofenol adalah yang paling beracun dari

pada seluruh benzena yang diuji (Patel et al., 1991).

5. Formaldehida. Proses pembentukan metana (Methanogenesis) terhambat atau

terganggu pada konsentrasi formadehida sebesar 100 mg/l, tetapi segera pulih

kembali pada konsentrasi yang lebih rendah (Hickey et al., 1988; Parkin dan

Speece, 1982).

6. Asam Volatil. Jika pH dijaga tetap netral, asam volatil seperti asam asetat atau

butirat tidak berpengaruh besar (sedikit toksik) terhadap bakteri metana.

7. Asam Lemak rantai panjang. Asam lemak rantai panjang (contoh : caprilat, caprat,

laurat, miristat, dan asam oleat) menghambat asetoklastik metanogen (contoh :

Methanothrix spp.) dalam mencerna asetat dalam lumpur limbah (Koster dan

Cramer, 1987).

8. Logam Berat. Logam berat (contoh : Cu++

, Pb++

, Cd++

, Ni++

, Zn++

, Cr6+

) yang

ditermukan dalam air dan lumpur limbah dari industri dapat menghambat

penguraian limbah anaerobik (Lin, 1992; Mueller dan Steiner, 1992). Toksisitas

meningkat jika afinitas logam berat pada lumpur limbah (sludge) menurun dan

sebaliknya jika afinitas pada lumpur logam berat tinggi menjadi sedikit toksik.

Toksitas logam menghambat reaksi berikutnya dengan hidrogen sulfida, yang

cenderung untuk pembentukan pengendapan logam berat yang tidak terlarut.

Beberapa logam seperti nikel, kobalt, dan molybdenum pada konsentrasi renik

dapat merangsang bakteri metanogen (Murray dan Van Den Berg, 1981; Shonheit

et al, 1979; Whiman dan Wolfe, 1980).

Page 23: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

170

9. Sianida. Sianida digunakan dalam proses industri seperti pembersihan logam dan

elektroplating. Pemulihan bakteri metanogen tergantung pada konsentrasi

biomassa, waktu tinggal partikel padat, dan Suhu (Fedorak et al., 1986; Yang dan

Speece, 1985).

10. Sulfida. Sulfida adalah salah satu penghalang utama dalam penguraian limbah

anaerobik (Anderson et al, 1982). Karena difusi melalui sel membran lebih cepat

untuk hidrogen sulfida yang tidak terionisasi dibandingkan dengan yang

terionisasi, toksisitas sulfida sangat tergantung pada pH (Koster et al., 1986).

Sulfida sangat toksik untuk bakteri metanogenik jika konsentrasinya lebih dari

150-200 mg/l. Bakteri pembentuk asam tidak begitu sensitif terhadap hidrogen

sulfida dibandingkan dengan metanogen.

11. Tanin. Tanin adalah senyawa fenolat yang berasal dari anggur, pisang, apel, kopi,

kedelai, dan serealia. Senyawa ini umumnya toksik terhadap bakteri metanogen.

12. Salinitas. Salinitas adalah jenis bahan toksik lain dalam penguraian air limbah

dalam sistem anaerobik. Karena kalium dapat menetralkan toksisitas natrium,

maka jenis toksisitas ini dapat dihambat dengan menambah garam kalium dalam

air limbah.

13. Penghambatan (Feedback Inhibition). Sistem anaerobik dapat dihambat oleh

beberapa hasil antara (intermediates produced) selama proses. Tingginya

konsentrasi hasil antara ini (seperti : H2, asam lemak volatil) bersifat racun.

Agar supaya masalah tersebut tidak terjadi, disarankan untuk membuat dua

tahap sistem penguraian anaerobik untuk memisahkan bakteri asidogenik dari bakteri

metanogenik (Ghosh dan Klass, 1978; Cohen et al., 1980; Pipyn et al., 1979).

Beberapa keunggulan dalam sistem dua tahap ini adalah stabilitas dan meningkatnya

ketahanan terhadap toksisitas (bahan beracun dihilangkan pada tahap pertama).

Page 24: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

171

Waktu tinggal yang lama dari partikel padat juga membuat metanogen

menyesuaikan diri (acclimate) dengan bahan beracun seperti amonia, sulfida, dan

formaldehida. Oleh karena itu pengurai anaerobik pada limbah industri yang

mengandung bahan kimia beracun sebaiknya diatasi dalam reaktor (seperti filter

anaerobik, fluidized bed anaerobik, anaerobik upflow sludge blanket – AUSB) yang

membuat waktu tinggal lumpur aktif menjadi lebih lama dan waktu tinggal hidroliknya

rendah (Bhattacharya dan Parkin, 1988; Parkin et al., 1983).

3.3. Pengolahan Limbah Sistem Aerobik

Pengolahan limbah dengan sistem aerobik yang banyak dipakai antara lain,

sistem lumpur aktif (activated sludge) dan modifikasinya, sistem piring biologi

berputar atau biasa disebut rotating biological contactor (RBC), dan parit oksidasi

(oxidation ditch).

Proses Lumpur Aktif

Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell,

1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:

1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif

disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran.

MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa bahan organik

dan mineral, termasuk didalamnya adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan

dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian

filter dikeringkan pada Suhu 1050C, dan bobot padatan dalam contoh ditimbang.

2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi bahan organik pada MLSS

diwakili oleh MLVSS, yang berisi bahan organik bukan mikroba, mikroba hidup

dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan

memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya

mendekati 65-75% dari MLSS.

Page 25: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

172

3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi

beban organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya

dalam kilogram BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983;

Nathanson, 1986). Adapun rumusnya sebagai berikut :

Q x BOD5

F/M = MLSS x V

Keterangan :

Q = Laju alir limbah (m3 /hari)

BOD5 = BOD5 (mg/l)

MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)

V = Volume tangki aerasi (m3)

Nisbah F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi

lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio

F/M adalah 0,09 - 0,23 kg BOD5/kg MLSS setiap hari, tetapi dapat lebih tinggi

hingga 0,68, jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986). Rasio F/M yang

rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi

lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien.

4. Waktu tinggal hidraulik (Hidraulic retention time = HRT). Waktu tinggal hidraulik

adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influen masuk ke dalam

tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju

pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).

HRT = 1/D = V/ Q

keterangan :

V = Volume tangki aerasi (m3)

Q = Laju influen ke dalam tangki aerasi (m3/hari)

D = Laju pengenceran (hari)

Page 26: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

173

5. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata

mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka

waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya.

Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur

lumpur dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan

Hawkes, 1983) :

MLSS x V

Umur Lumpur (Hari) =

SSe x Qe + SSw X Qw

Keterangan :

MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).

V = Volume tangki aerasi (l)

SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)

Qe = Laju effluent (m3/hari)

SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)

Qw = Jumlah lumpur (m3/hari).

Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif.

Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987).

Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju

pemuatan organik, pasokan oksigen, pengendalian dan operasi tangki

pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan peningkatan

jumlah mikroba. Untuk operasi rutin, diukur laju pengendapan lumpur dengan

menentukan indeks volume lumpur (SVI), (Voster dan Johnston, 1987).

Modifikasi dari proses lumpur aktif konvensional pada Gambar 3.3

(Nathanson, 1986; US. EPA, 1977).

Page 27: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

174

Penjernih

AkhirBak Aerasi

Sirkulasi Lumpur

Air limbah yang

telah disaring

Kelebihan

Lumpur

Efluen

Kelebihan

Lumpur

Efluen

Air limbah yang

telah disaring

Penjernih

AkhirPembatas Aliran

Sirkulasi Lumpur

A. Sistem Aerasi Lanjutan

B. Parit Oksidasi

Gambar 3.3. Modifikasi Proses Lumpur Aktif. (A). Sistem Aerasi Lanjutan. (B). Parit

Oksidasi (US EPA, 1977, Dalam Bitton, 1994)

Proses lumpur aktif dengan sistem aerasi lanjutan dipakai dalam instalasi

paket pengolahan dengan cara sebagai berikut :

1. Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional. Usia

lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15 hari.

2. Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan

primer.

3. Sistem beroperasi dalam nisbah F/M yang lebih rendah (umumnya <0,04 kg

BOD/kg MLSS setiap hari) dari sistem konvensional (0,09 - 0,23 kg BOD/ kg

MLSS setiap hari).

Page 28: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

175

4. Sistem ini membutuhkan membutuhkan sedikit aerasi dibandingkan dengan

pengolahan konvensional dan terutama cocok untuk komunitas yang kecil yang

menggunakan paket pengolahan.

Piring Biologi Berputar (Rotating Biological Contactor = RBC)

Piring Biologi Berputar atau biasa dikenal dengan sebutan RBC,

mengandalkan mikroorganisme yang dilekatkan pada bahan pendukung. Dalam RBC

bahan pendukungnya berupa piringan tipis bundar (disk) yang dipasang rapat seri

maupun paralel dan terbuat dari bahan-bahan yang memungkinkan mikroorganisme

tumbuh melekat padanya.

Bahan ini biasanya terbuat dari bahan ringan, seperti PVC atau polystyrena,

sehingga konsumsi energi penggerak menjadi hemat. Mikroorganisme mendapatkan

pasokan oksigen dari udara, yaitu pada saat setengah bagian piringan berkontak

dengan udara dan saat yang sama setengah bagian piringan lainnya berkontak

dengan air limbah yang diolah, sehingga mikroorganisme yang melekat akan secara

periodik berkontak dengan udara.

Dengan demikian pada RBC, aerator sebagai sumber oksigen tidak

diperlukan. Seperti halnya pengolahan biologi secara aerobik, RBC inipun

mempunyai beban organik yang terbatas, yaitu untuk air buangan yang mempunyai

kandungan bahan organik lebih kecil dari 1.000 mg/l. Jika air buangan mempunyai

BOD lebih dari itu, maka pengolahan pendahuluan akan diperlukan (Gambar 3.4).

Selokan Oksidasi (Oxidation Ditch)

Selokan oksidasi terdiri dari saluran aerasi yang berbentuk oval yang

dilengkapi dengan satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran ini

menerima limbah yang telah disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik

(hidraulic retention time) mendekati 24 jam.

Page 29: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

176

Gam

bar

3.4

. S

iste

m P

engola

han L

imbah O

rganik

Dengan

RB

C

(Dis

ari D

ari E

bie

dan A

sid

ate

, 1992).

Page 30: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

177

BAB 4

PERANAN BIOFILTER DALAM

PENGOLAHAN LIMBAH

4.1. Penelitian Mempergunakan Biofilter

enji et al (1990) mengkaji pemakaian delapan jenis media, yaitu kristobalit,

zeolit, vermikulit, karbon aktif granular, lempung granular, batu keramik,

debu volkanik, dan peluru gotri. Media yang mempunyai performance baik

berhubungan dengan permukaan yang kasar dari pada luas permukaan

yang luas, karena meskipun kristobalit mempunyai luas permukaan yang lebih kecil

(50 m2/g) dibanding karbon aktif granular (1 125 m

2/g), kristobalit mempunyai

permukaan yang kasar dengan banyak lubang-lubangnya mempunyai laju beban

maksimum TOC yang tinggi, yaitu 8 g/l tiap hari pada air limbah sintetis.

Mikroorganisme yang umumnya bermuatan negatif lebih mudah melekat pada

kristobalit yang bermuatan positip dibanding zeolit yang bermuatan negatif pada pH 7.

Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa media untuk melekatkan

mikroorganisme sebaiknya mempunyai permukaan kasar dan bermuatan positip

dibandingkan luas permukaan yang lebih luas.

Kantardjieff dan Grenier (1997), meneliti limbah dari pemotongan babi untuk

mengevaluasi sistem biofilter dengan laju aerasi yang tinggi (high rate aerated

biofilter system), ekonomi termasuk investasi, biaya pengoperasian dan

pemeliharaan, serta mengevaluasi sistem biofilter untuk menghilangkan bau.

Kapasitas alat adalah 8 m3/hari. Sistem terdiri dari dua biofilter dengan sistem up flow

terpasang secara seri dan dilengkapi dengan tiga buah blower dan dua tangki

pengendapan masing-masing volume 1 m3. Air baku yang digunakan mempunyai

BOD 600 mg/l dan COD 1800 mg/l. Biofilter yang dioperasikan pada temperatur 28

oC, dapat menurunkan 90% BOD, 75% COD dan 80% SS dengan beban organik

mencapai 6 kg COD/m3 tiap hari. NH3-N hampir dapat dihilangkan semua dan

berubah menjadi nitrit dan nitrat.

K

Page 31: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

178

TRG Biofilter, (2000) menyatakan bahwa biofiltrasi adalah teknologi yang

murah dan sangat efektif untuk pengendalian polusi udara yang secara nyata

menurunkan biaya investasi dan biaya operasi jangka panjang dibandingkan dengan

teknologi konvensional seperti filtrasi karbon atau oksidasi. Biofilter terbukti secara

komersial di Eropa sejak tahun 1990’an, dan telah berhasil mengendalikan sejumlah

pencemar udara seperti bau-bau yang berbahaya, senyawa organik volatil, dan

pencemar udara yang beracun yang bersumber dari industri dan masyarakat dengan

efisiensi 90 – 99,9%. Biofiltrasi menjadi lebih ekonomis dibandingkan dengan

adsorpsi karbon atau oksidasi ketika aliran udara tinggi dan kandungan organik

volatilnya dibawah 3000 ppm. Kebanyakan biofilter beroperasi pada konsentrasi

kandungan organik volatil 1000 ppm atau lebih rendah.

Mohseni et al (1998), meneliti limbah dari pabrik kertas berupa senyawa

organik volatil dalam bentuk emisi. Degradasi secara biologi senyawa organik volatil

dilakukan dengan percobaan dua biofiltrasi yang terpisah. Dua biofilter yang identik

skala bench dioperasikan dalam waktu penelitian yang lama. Media biofilter terdiri

dari campuran potongan kayu dan kompos jamur dengan perbandingan volume

sebanding yang juga dicampur perlit, karbon aktif granular atau potongan kecil kayu.

Hasil penelitian ini berhasil menyerap 100% dari bau, tetapi hanya pada perioda awal.

Amanullah et al (1999) mencoba membuat model matematik dengan

percobaan mengolah aliran udara yang tercemar dengan senyawa organik volatil

dengan menggunakan biofilter dibawah kondisi transien dan steady state. Hasilnya

menunjukkan bahwa kinerja (performan) biofilter berkaitan erat dengan luas

permukaan spesifik media biofilter untuk transfer massa dan ketebalan biofilm. Hasil

simulasi lebih jauh juga menyatakan bahwa media biofilter yang mempunyai daya

adsorpsi lebih tinggi mampu mengatasi fluktuasi beban pencemar disamping

kecepatan reaksi pada fase adsorbsi.

Page 32: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

179

Valentis dan Lesavre (1990), meneliti pemakaian geotekstil untuk pengolahan

air limbah dengan menggunakan mikroorganisme yang melekat pada sistem aerobik.

Media geotektil mudah dipasang dan dioperasikan dalam pengolahan limbah

dibandingkan biofilter granular. Pada proses ini beban volume dari influen dapat

mencapai 8 kg BOD5/m3 tiap hari, tetapi rata-rata mendekati 5 kg BOD5/m

3 tiap hari,

sedangkan pada lumpur aktiv jarang mencapai 1,5 kg BOD5/m3 tiap hari, atau sering

berkisar 0,1 dan 1 kg BOD5/m3 tiap hari. Homme et al (1990), menyatakan bahwa

biofilm akan mengurangi produksi lumpur karena beban massa yang lebih rendah.

Umur lumpur yang lebih lama akan memungkin proses oksidasi amonia tetap

berlangsung dalam populasi mikroba campuran, selama rasio makanan dan mikroba

tercukupi.

Arvin dan Harremoes (1990), mengulas tentang mekanisme dasar yang

mengatur transformasi pendekatan baru untuk penduga kinerja biofilm. Desain biofilm

didasarkan terutama pada kriteria beban empiris atau formula desain empiris.

Keluarnya peraturan efluen yang lebih ketat membutuhkan reaktor biofilm yang baru.

Model reaktor biofilm yang paling baru didasarkan pada transport massa masuk dan

didalam biofilm dengan ekspresi kinetik untuk perubahan pencemar dalam biofilm.

Model somulasi yang sederhana didasarkan pada kinetik setengah orde mampu

mengambarkan penghilangan bahan terlarut, mineralisasi bahan organik, nitrifikasi,

dan denitrifikasi. Model-model simulasi lanjutan dalam beberapa tahun ini

memperlihatkan harapan yang baik dimasa datang untuk analisis detail dari variasi

pengaruh karakteristik influen, dinamika populasi bakteri dan konfigurasi reaktor.

Walaupun demikian tidak ada model yang dapat memprediksi secara tepat tentang

penghilangan bahan partikel dan campuran dari beberapa bahan kimia organik

industri.

Hermanovict dan Chey (1990), menyatakan bahwa kinerja dari reaktor biologi

sistem fluidize bed untuk denitrifikasi dianalisis dengan memperhatikan waktu tinggal

rata-rata untuk sel (Mean Cell Residence Time = MCRT) dan distribusi biomassa

dalam reaktor. Optimum MCRT terjadi pada saat laju penghlangan maksimum.

Penurunan laju penghilangan substrat pada MCRT yang rendah akibat jumlah

biomassa dalam reaktor yang sedikit. Pada MCRT yang panjang, laju penurunan

substrat akibat menurunnya efektifitas biofilm dan berkurangnya makanan.

Page 33: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

180

Ramin et al (2000), mencoba menganalisis karakteristik aliran dan pengaruh

pertumbuhan bakteri yang terdispersi dalam biofilm yang terendam air. Sistem lumpur

aktif merupakan salah satu sistem biologi yang digunakan untuk mengolah berbagai

jenis air limbah yang mengandung bahan organik. Untuk mengetahui kinerja dari

sistem digunakan pengolah limbah dalam skala pilot untuk mengolah air limbah

petrokimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan berbagaimacam pengaturan

pemasukkan udara dan laju alir serta kombinasinya yang diperlakukan pada sistem,

pertumbuhan film biologis pada berbagai macam beban hidrolik tidak merubah pola

percampuran secara nyata. Penelitian ini digunakan untuk mempelajari karakteristik

aliran pertumbuhan biofilm dalam sistem air limbah untuk permodelan program

komputer.

Araujo et al (1998) melakukan pengukuran aktivitas bakteri metanogenik

dengan menggunakan scanning electron microscopy (SEM) untuk mempelajari

populasi mikroba dan struktur biofilm yang terbentuk pada butir pasir. Biofilm

dikembangkan dalam reaktor anaerobik sistem fluidized bed (diameter 0,08 m dan

tinggi 0,9 m) yang diberi air limbah sintetis. Ketebalan biofilm bertambah dari 10

menjadi 70 µm sesudah 510 hari operasi. Stratifikasi dalam bioreaktor diamati dalam

satu tahun pengoperasian dan aglomerasi biofilm juga terbentuk dalam ukuran 2-5

mm. Aktivitas mikroba ditentukan melalui produksi metan dari aseta, butirat, propionat

dan sukrosa.

Allison (1998) menyatakan bahwa karakteristik dari banyak biofilm adalah

produksi poli sakarida eksoselular. Polimer ini merupakan komponen yang menyatu

dengan ultrastrukrur biofilm dan berperan dalam proses melekat dan melindungi sel

yang terletak dibawahnya dari fluktuasi keadaan disekelilingnya. Biofilm tersusun oleh

komunitas campuran dari mikroorganisme dan produk metabolismenya. Komposisi

utama dari biofilm adalah extra selular polisakarida dan 90% merupakan lapisan

matriuk polimer.

Page 34: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

181

Lee et al (1999) mencoba menghilangkan zat pencemar Karbon Tetraklorida

(KT) yang berasal dari industri. Karbon Tetraklorida dapat dihilangkan dengan

menggunakan kompos biofilter dibawah kondisi metanogen. Biofilter kompos dapat

berupa bahan organik (kompos) yang dikemas dan dipadatkan. Selama aklimatisasi

mikroba, hidrogen dan karbon dioksida dimasukkan sebagai donor elektron dan

karbon. Media biofilter dapat menghilangkan 75% dari KT. Pada konsentrasi KT yang

tinggi pertumbuhan mikroba akan terganggu.

Lau et al (2000) mencoba mengolah dalam skala laboratorium aliran air hujan

dari jalan raya yang membawa pencemar seperti hidrokarbon, logam berat, nutrien,

fenol, dan herbisida. Beban dan konsentrasi unsur-unsur tersebut dalam aliran air

hujan tergantung pada curah hujan, kepadatan dan pola lalu lintas, pengendapan

udara lokal, pemeliharaan jalan, dan rancangan drainase jalan. Biofilter dengan kerikil

halus yang digunakan dapat menghilangkan logam terlarut dan sedimen yang

melekatkan logam dalam aliran permukaan. Hasil uji laboratorium menunjukkan

bahwa walaupun biofilm baru berumur tiga hari sudah dapat menghilangkan 90%

logam berat. Biofilter dioperasikan selama sembilan minggu dengan tetap menjaga

kinerjanya dan dapat menghilangkan 90% total Cu dan Zn. Dari uji ini

direkomendasikan untuk ujji skala lapangan

Shin et al (1999) menggunakan karet ban bekas sebagai media biofilter dalam

reaktor berseri anaerobik-aerobik untuk menghilangkan hidrokarbon berklor.

Kapasitas adsorbsi ban bekas ternyata lebih besar pada kondisi asam dibandingkan

pada kondisi basa. Biomassa yang melekat pada permukaan ban bekas berkisar

3,16-3,72 mg/cm2 sesudah 14-37 hari. Dua buah reaktor skala laboratorium

dilengkapi dengan media ban bekas untuk menghilangkan 2,4 dichlorophenol (DCP)

dan 4-Chlorophenol (CP). Lebih dari 98% DCP terhalogenasi menjadi CP dalam

kondisi reaktor anaerobik dan 70-98% sisanya terdegradasi dalam reaktor aerobik.

Ban bekas tidak menimbulkan masalah operasional ketika digunakan sebagai media

biofilter.

Chou et al (2001-a) meneliti karakteristik mekanisme penghilangan fosfor

dengan pengaturan beban hidrolik dan ratio waktu anaerobik dan aerobik

menggunakan reaktor berseri. Pengumpulan dan pelepasan inklusi intraselular,

Page 35: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

182

khususnya polihidroksialkanoat (PHAs) dan polifosfat, akan menjadi faktor penting

untuk penghilangan fosfor. Dalam kondisi operasi yang berbeda-beda, penghilangan

fosfor total selalu ditentukan oleh akumuilasi PHAs dan pelepasan fosfor pada fase

anaerobik. Akumulasi PHA dibawah kondisi fase anaerobik proporsional dengan

kandungan fosfor dalam biofilm dibawah kondisi aerobik. Hasil penelitian

menunjukkan organisme pengumpul polifosfat (PAOs) berhubungan erat dengan

akumulasi PHA. Akumulasi PHA dibawah fase anaerobik akan tergantung pada

hidrolisis sumber karbon komplek menjadi asam lemak rantai pendek (SCFA).

Chio et al (2001-b) menyatakan bahwa biofilter tercelup efektif dalam

menghilangkan bahan organik dan nitrogen total. Ada perbedaan karakteristik antara

up flow biofilter dan down flow biofilter. Pada up flow biofilter penghilangan COD

terjadi pada zona 0 – 20 cm diatas biofilter, tetapi pada down flow biofilter terjadi

pada zona yang tercelup. Proses nitrifikasi tergantung pada waktu tinggal hidrolik

(WTH) dan residual COD. Pada down flow biofilter, efisiensi nitrifikasi meningkat

sejalan dengan meningkatnya WTH. Pertumbuhan bakteri nitrit mempunyai

kecenderungan menempati zona yang lebih tinggi dalam down flow biofilter,

khususnya pada WTH yang lama.

Madone et al (2001) meneliti distribusi spasial dan komposisi biologi dari

biomassa aktif yang tumbuh dalam biofilter dan mengkaji efek pencucian terhadap

jumlah biomassa yang melekat dan pada kepadatan dan aktivitas populasi biologi.

Hasil pengamatannya adalah sebagai berikut : Aktivitas mikroorganisme heterotrofik

lebih tinggi di lapisan atas filter. Mikroorganisme nitrit membentuk koloni biofilter

dengan dengan cara stratifikasi dan aktivitasnya tinggi di lapisan kedua.

Dalam biofilter ditemukan 14 spesies protozoa yang bersilia dan 7 spesies

mikroorganisme berfilamen. Siliata terkonsentrasi dalam lapisan filter tempat aktivitas

mikro-organisme heterotrofik tinggi. Aktifitas melekatnya siliata pada bakteri

heterotrofik mengurangi tekanan kompetisi pada bakteri nitrit, meningkatkan

pertumbuhannya dan meningkatkan efisiensi penghilangan amonium. Crenotrik

merupakan mikroorganisme berfilamen yang banyak dijumpai dan dijumpai pada

lapisan pertama tempat oksidasi besi dan mangan berlangsung.

Page 36: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

183

Rakesh (2002) untuk mengatasi pencemaran udara dari uap bahan organik

(VOCs) dan pencemar udara berbahaya (HAPs), biofilter tetes (biotricling filter)

mempunyai keunggulan dibanding proses lain, yaitu : 1). Biofilter tidak mempunyai

batas ketinggian dan dapat dirancang seperti menara dengan diamater yang

memadai, 2). Media biofilter tidak memerlukan penggantian, 3). Biofilter mempunyai

Laju biodegradasi yang tinggi, 4). Biofilter sintetik mempunyai berat yang sangat

ringan dibandingkan filter kompos tradisional, 5). Biofilter mempunyai fraksi rongga

yang besar, 6). Biaya investasi dan operasi lebih rendah dibanding proses panas dan

oksidasi kimia, 7). Biofiltrasi tidak memerlukan bahan kimia. Disamping itu biofiltrasi

mempunyai produk samping yang berupa limbah biomassa yang dapat dengan

mudah dibuang kedalam saluran.

Namun demikian proses termal untuk mengatasi VOCs dan HAPs juga

menghasilkan gas oksida nitrogen yang dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon

dan pembentukan kabut di udara. Proses oksidasi kimia yang menggunakan

hipoklorit menghasilkan klorin dan produk terklorinasi lain yang dapat menggangu

kesehatan. Selanjutnya dikatakan bahwa ada beberapa hal yang akan mempengaruhi

pasar untuk teknologi biofiltrasi, antara lain : 1). meningkatnya peraturan tentang

emisi nitrogen oksida yang berasal dari proses panas. Biofilter tidak menghasilkan

tambahan oksida nitrogen, 2). Meningkatnya keluhan masyarakat tentang

pencemaran bau dari fasilitas pengolahan limbah, pengolahan limbah padat dan lain-

lain, 3). Implementasi metodologi pencegahan polusi yang menggunakan larutan

mudah terurai dan mengurangi konsentrasi emisi udara, 4). Penekanan kepada

industri untuk menggunakan proses-proses dengan buangan sekecil mungkin (zero

discharge prosesses), 5). Meningkatnya perhatian kepada emisi pencemar udara

dan pekerja yang terkena bahan organik serta lebih menitik beratkan kepada

teknologi pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan biaya rendah.

Sarina dan Andreas (2001) meneliti kinerja hollow fibre membrane bioreactors

(HFMB) untuk proses denitrifikasi hidrogenotropik dari air minum yang

terkontaminasi. Dalam HFMB, H2 mengalir melalui cahaya yang melalui serat

berlubang hidrofobik dan terdifusi ke dalam biofilm. Nitrat dalam air yang tercemar

berfungsi sebagai penerima elektron. Kultur denitrifikasi hidrogenotrofik diperkaya

dari fase pembenihan. Percobaan skala kecil dilakukan untuk membandingkan laju

Page 37: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

184

denitrifikasi pada kondisi heterotrofik (metanol sebagai donor elektron) dan

hidrogenotrofik dan untuk menyelidiki kondisi yang dibutuhkan untuk studi HFMB.

Percobaan dimulai dengan laju denitrifikasi 30 g NO3-N/m3/hari untuk kondisi

heterotropik dan 18 g NO3-N/m3/hari untuk kondisi hidrogenotropik.

HFMB skala laboratorium dibangun menggunakan 2400 serat berlubang yang

terbuat dari polipropilin, dengan diameter dalam 200 mikron dan diameter luar 250

mikron dan lubang pori ukuran 0.05 mikron. Setelah periode pembibitan selama 70

hari, laju beban NO3-N meningkat secara perlahan selama periode tiga bulan. Laju

penggunaan NO3 dapat mencapai maksinum 770 g NO3-N/m3/hari pada konsentrasi

influent NO3 145 mg NO3-N/liter dan waktu tinggal hidraulik 4,1 jam. Konsentrasi

influen NO3 mencapai 200 mg/liter hampir semuanya terdenitrifikasi.

Payraudeau et al (2000) menguji pemakaian tiga prototipe biofilter skala

industri dengan kapasitas rata-rata 25 m3/detik untuk kurun waktu lebih dari empat

tahun. Salah satu dari prototipe tersebut adalah up flow biofilter yang menggunakan

biofilter yang terbuat dari polistiren. Proses yang khusus ini disebut biostyr dan

digunakan sebagai nitrifikasi tersier biofilter. Hasil dari pengujian adalah proses

biofilter dapat menghasilkan konsentrasi amonia yang sangat rendah dengan beban

nitrogen yang berbeda-beda (0,3 – 2,7 kg NTK/m3/hari)., bahkan pada temperatur

rendah dan beban karbonat yang tinggi. Dengan mengukur kondisi operasi (beban

dan temperatur), kehilangan tekanan filter dapat diduga.

Kramer et al (2000) melakukan perubahan pada unit pengolah air limbah untuk

memenuhi kriteria total nitrogen (10 mg/liter N sebagai rata-rata tahunan). Biofilter

dipasang dibagian akhir untuk proses post denitrifikasi. Hasil pengujian menunjukkan

tidak lebih dari 20% beban nitrogen yang dapat didenitrifikasi, 40-60% tertinggal di

instalasi dan terbawa bersama efluen.

Wijeyekoon et al (2000) menyelidiki pertumbuhan dan internal struktur dari

biofilm menggunakan Confocal Scanning Laser Microscopy dan fluorescently labeled

oligonucleotide probe hybridization. Biofilm yang terdapat di atas permukaan datar

yang halus seperti gelas tipis, tumbuh seperti kelompok sel yang terisolasi. Dibawah

kondisi aliran yang linier dengan kecepatan 1,7 cm/detik biofilm yang dewasa

Page 38: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

185

membentuk struktur yang terdiri dari kelompok sel yang saling berhubungan

membentuk tiga dimensi. Permukaan tubular yang licin juga membentuk kelompok

sel yang terisolasi. Namun struktur kelompok tidak dapat diamati pada biofilm tubular

yang dewasa. Dibawah kondisi aliran laminer biofil tubular mempunyai distribusi

bentuk sel yang seragam. Biofilm tubular yang padat dihasilkan dibawah kondisi

aliran turbulen yang mempunyai struktur berlapis dan tebal.

4.2. Reaktor Biofilm Dan Jenis-Jenisnya

Pemurnian air limbah secara tradisional merupakan disiplin keteknikan yang

sangat bersifat empiris. Proses-proses yang dipergunakan, kenyataannya sudah

dikenal lebih dari setengah abad yang silam. Pendekatan yang digunakan untuk

merancang dan operasi instalasi pengolahan air limbah juga sangat pragmatik.

Sesuai dengan kebutuhan dan meningkatnya perhatian masyarakat, maka

pendekatan pragmatik sulit untuk terus dipakai.

Pengalaman secara praktek keteknikan akan lebih baik jika diterjemahkan

dalam formulasi matematika yang melibatkan fisika dasar, kimia, dan prinsip-prinsip

biologi. Ada konflik yang semu antara pendekatan pragmatik dari para praktisi

dengan pendekatan deskriptif dari para pemegang teori. Kesenjangan keduanya

harus dipersempit untuk manfaat keduanya. Masalahnya model deduktif dari

bioteknologi masih dalam pengembangan dan saat ini tidak tepat untuk keperluan

praktis (Arvin dan P. Harremoes, 1990).

Ada beberapa jenis reaktor biofilm atau biofilter yang umum digunakan dalam

pengolahan limbah. Reaktor yang paling tua adalah reaktor sistem filtrasi yang sudah

diterapkan sebelum abad 19 (Gambar 4.1 A). Pada awalnya hanya sebagai alat

penyaring, tetapi selanjutnya disadari bahwa mekanisme degradasi secara biologi

lebih mendominasi dibandingkan penyaringan. Kemudian baru berkembang filter

tetes (trickling filter) yang meneteskan air limbah pada media biofilter (Gambar 4.1 B).

Page 39: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

186

Pada awal abad 19 baru kemudian muncul reaktor biologi berputar (Rotating

Biologi Contactor=RBC) yang berisi piring tipis yang sebagian terendam air dan

sebagian tidak (Gambar 4.1 C). Pengolahan limbah yang paling baru adalah reaktor

terfluidisasi, aliran berjalan dari bawah ke atas dengan media yang dapat terfluidisasi

(Gambar 4.1 D). Dalam praktek komersial di lapangan, reaktor RBC lebih banyak

dipakai karena lebih praktis dan mudah pemeliharaannya, walaupun mempunyai

beberapa keterbatasan.

4.3. Metode Aerasi Biofilter

Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter aerobik, sistem

pemberian udara dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi yang sering

digunakan adalah seperti yang tertera pada Gambar 4.2. Beberapa cara yang sering

digunakan antara lain aerasi samping, aerasi tengah (pusat), aerasi merata seluruh

permukaan, aerasi eksternal, aerasi dengan air lift pump, dan aerasi dengan sistem

mekanik.

Masing-masing cara mempunyai keuntungan dan kekurangan. Sistem aerasi

juga tergantung dari jenis media maupun efisiensi yang diharapkan. Penyerapan

oksigen dapat terjadi terutama karena aliran sirkulasi atau aliran putar kecuali pada

sistem aerasi merata pada seluruh permukaan media.

Gambar 4.1.A. Reaktor Biofilm Yang Digunakan Dalam Pengolahan Air Limbah

Dengan Sistem Fitrasi (Arvin Dan Harremoes, 1990)

Page 40: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

187

Gambar 4.1.B. Reaktor Biofilm Yang Digunakan Dalam Pengolahan Air Limbah

Dengan Sistem Filter Tetes (Arvin Dan Harremoes, 1990)

Gambar 4.1.C. Reaktor Biofilm Yang Digunakan Dalam Pengolahan Air Limbah

Dengan Sistem Piringan Biologi Putar (Arvin Dan Harremoes, 1990)

Gambar 4.1.D. Reaktor Biofilm Yang Digunakan Dalam Pengolahan Air Limbah

Dengan Sistem Filter Terfluidisasi (Arvin Dan Harremoes, 1990)

Page 41: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

188

Di dalam proses biofilter dengan sistem aerasi merata, lapisan

mikroorganisme yang melekat pada permukaan media mudah terlepas, sehingga

seringkali proses menjadi tidak stabil. Oleh karena itu perlu pengaturan kecepatan

aliran agar biofilmnya tidak mudah lepas. Pada sistem aerasi melalui aliran putar,

kemampuan penyerapan oksigen hampir sama dengan sistem aerasi dengan

menggunakan difuser, oleh karena itu untuk penambahan jumlah beban yang besar

sulit dilakukan.

Berdasarkan hal tersebut belakangan ini penggunaan sistem aerasi merata

banyak dilakukan karena mempunyai kemampuan penyerapan oksigen yang besar.

Jika kemampuan penyerapan oksigen besar, maka dapat digunakan untuk mengolah

air limbah dengan beban organik yang besar pula. Untuk lebih meningkatkan efisiensi

proses pengolahan pada bagian atas ditambah media biofilter yang berfungsi sebagai

tempat melekat mikroorganisme terutama bakteri dalam jumlah yang besar.

Gambar 4.2. Beberapa Metode Aerasi Untuk Proses Pengolahan Air Limbah Dengan

Sistem Biofilter Tercelup (Ebio Dan Asidate, 1992)

Page 42: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

189

Media biofilter yang terbuat dari bahan anorganik, ringan, dan mempunyai luas

permukaan spesifik yang tinggi. Semakin tinggi luas permukaan spesifiknya (m2/m

3

volume media) maka jumlah mikroorganisme yang dapat melekat juga semakin

banyak. Pada reaktor yang menggunakan sistem aliran dari atas ke bawah (down

flow), maka sedikit banyak terjadi efek filtrasi, sehingga terjadi proses penumpukan

lumpur organik pada bagian atas media. Dalam waktu tertentu lumpur tersebut dapat

menyumbat aliran. Oleh karena itu perlu proses pencucian secukupnya. Jika terjadi

penyumbatan maka dapat terjadi aliran singkat (short pass) dan juga terjadi

penurunan jumlah aliran, sehingga kapasitas pengolahan dapat menurun secara

drastis.

4.4. Fenomena Dalam Reaktor Biofilter

Kenampakan dasar dari reaktor biofilter atau biofilm adalah proses alam yang

sangat heterogen. Reaktor melibatkan media padat tempat bakteri menempel atau

mengikat sebagai matriks yang disebut biofilm, permukaannya bersentuhan dengan

air yang melalui melalui reaktor. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Kenampakan pokok dari konfigurasi ini adalah kebutuhan substrat dan produk untuk

terdifusi melalui biofilm. Fenomena fisik ini harus dimengerti untuk performan reaktor

biofilm.

4.5. Karakteristik Air Baku (Air Limbah Yang Akan Diolah)

Sudah umum diketahui, bahwa ketidakefisienan dalam rancangan unit

pengolah limbah karena minimnya pengetahuan tentang sifat-sifat air baku.

Terutama yang berhubungan dengan sifat-sifat kimia dan biologi unsur-unsur air

limbah yang mendukung kinerja reaktor. Fraksi organik yang secara tradisional

dikenal terbagi dalam fraksi terlarut (soluble) dan tersuspensi (suspended). Untuk

terjadinya proses mineralisasi di dalam biofilm, substrat organik harus dapat terdifusi

kedalam biofilm, jika tidak subtrat organik tersebut akan terbawa aliran kembali.

Page 43: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

190

Hanya bahan organik yang betul-betul terlarut yang dapat terdifusi kedalam

biofilm yang dapat mengalami proses mineralisasi dalam biofilm. Bahan terlarut

dapat mengandung unsur yang tidak dapat terdifusi, baik dalam bentuk partikulat

maupun koloidal (Levine, 1985). Atas dasar ini proses pengolahan limbah dengan

biofilter harus dilengkapi dengan pengolahan pendahuluan, sehingga efisiensi biofilter

akan lebih tinggi. Aliran air baku juga diatur jangan terlalu cepat, karena akan

mengerosi permukaan biofilm dan menghambat proses difusi (Gambar 4.3 dan 4.4.).

Gambar 4.3. Hubungan Timbal Balik Antara Fenomena Air Masuk,

Konversi Substrat Dan Pertumbuhan Biofilm

(Modifikasi Dari Arvin Dan Harremoes, 1990).

Page 44: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

191

Gambar 4.4. Ilustrasi Fenomena Utama Dalam Percampuran Antara Air Baku,

Perpindahan Ke Biofilm, Difusi Ke Dalam Biofil, Degradasi Dalam Biofilm, Dan Difusi

Keluar Dan Erosi. (Modifikasi Dari Arvin Dan Harremoes, 1990).

4.6. Kriteria Pemilihan Media Biofilter

Valentis dan Lesavre (1990) menyatakan bahwa dalam memilih media biofilter

ada beberapa kriteria yang harus diketahui antara lain :

1. Prinsip-prinsip yang mengatur adesi bakteri pada permukaan media dan

pembentukan biofilm.

2. Parameter yang mengendalikan pengolahan limbah, dan

3. Sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh paket media biofilter dalam reaktor biologi

pada lingkungan spesifik dan sesuai dengan teknik aplikasinya.

Page 45: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

192

Mekanisme adesi dari sel masih sedikit diketahui dan ada kontroversi karena

pengaruh perbedaan sifat dari media pendukungnya (Block dan Colin, 1982).

Kompleksitas penelitian pada level mikroskopis masih sulit untuk memilih atau

menolak media tanpa adanya uji pendahuluan. Bakteri dapat dilihat terbentuk hampir

pada setiap permukaan. Dugaan seperti adesi yang baik atau buruk adalah tidak

berarti tanpa dilakukan uji teknis di lapangan sebelumnya (Boloorchi et al., 1983).

4.7. Jenis-Jenis Media

Alasan utama yang membuat filter tetes (trikling filter) dengan media batu

popular adalah kesederhanaannya, biaya operasi yang rendah, dan produksi lumpur

yang mudah untuk diatasi. Walaupun demikian, ketika mengolah air limbah yang

tinggi atau pekat, filter tunggal satu tahap tidak mampu menurunkan bahan organik

mencapai BOD5 30 mg/l, dan dalam hal sistem dua tahap, unit pertama akan

mengalami penyumbatan dan emisi udara kotor (Viessman dan Hammer, 1985).

Beberapa bentuk media batuan telah dikembangkan untuk mengatasi

kekurangan media batuan pecah dengan meningkatkan permukaan spesifik yang

tinggi (m2/m

3 media) yang berhubungan dengan tingginya persentase ruangan

kosong. Kondisi ini akan membuat pertumbuhan biologi, tanpa mencegah aliran

udara sampai ke dasar media. Media yang seragam membuat distribusi beban

menjadi rata, dan media yang ringan memudahkan kontraksi lebih dalam dengan

kemampuan mengatasi limbah yang lebih kuat atau pekat.

Dua jenis media plastik yang umum, yaitu paking dengan lembar vertikal dan

random atau acak. Paking dengan lembar vertikal terbuat dari polivinil klorida (PVC),

dibuat dalam modul, biasanya lebar 61 cm dan tinggi 61 cm, panjang 122 cm.

Permukaan spesifik berkisar 90 – 140 m2/m

3 media) tergantung pabrik pembuatnya,

dan ruang kosong berkisar 95%. Bobot modul plastik yang ringan membuat modul

dapat ditumpuk sampai 6 meter. Untuk limbah rumah tangga biasanya satu tahap,

setelah sedimentasi primer, sedangkan yang dua tahap dipasang ketika mengolah air

limbah industri. Resirkulasi langsung diterapkan untuk memelihara aliran agar tetap

Page 46: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

193

berjalan. Kemampuan pengolahan biofilter berkisar antara 800 – 2400 g/m3 media

per hari dengan luas permukaan spesifik berkisar 60 – 300 m2/m

3 media per hari.

Rancangan beban untuk biofilter ditentukan oleh konsentrasi BOD,

Biodegrabilitas dan Suhu limbah, jenis dan kedalaman media sintetis, ratio dan pola

resirkulasi air limbah. Jenis media lain adalah paket acak yang ukurannya kecil-kecil

(5 -10 cm). Bentuknya adalah silinder dengan berlubang dan sirip-sirip internal,

terbuat dari bahan plastik. Luas permukaan spesifik adalah 100 – 130 m2/m

3

media biofilter dengan volume ruang kosong 91 – 94%.

Untuk media biofilter dari bahan organik banyak yang dibuat dengan cara

dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC dan lainnya, dengan luas

permukaan spesifik yang besar dan volume rongga yang besar, sehingga dapat

melekatkan mikroorganisme dalam jumlah yang besar dengan resiko kebuntuan yang

sangat kecil. Dengan demikian memungkinkan untuk pengolahan air limbah dengan

beban konsentrasi yang tinggi serta efisiensi pengolahan yang cukup besar. Salah

satu contoh media biofilter yang banyak digunakan yakni media dalam bentuk sarang

tawon (honeycomb tube) dari bahan PVC.

Beberapa contoh perbandingan luas permukaan spesifik dari berbagai media

biofilter dapat dibandingkan sebagai berikut : Pada proses pengolahan limbah

dengan sistem trikling filter yang mempergunakan batu pecah sebagai media biofilter

mempunyai luas permukaan spesifik berkisar 100 – 200 m2/m

3 media. Modul biofilter

sarang tawon berkisar 150 – 240 m2/m

3 media, biofilter jenis jaring (kain) mempunyai

luas permukaan spesifik 50 m2/m

3 media, dan Rotating Biological Contactor (RBC)

berkisar 80 – 150 m2/m

3 media. Modul biofilter sarang tawon mempunyai luas

permukaan spesifik yang paling tinggi.

Page 47: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

194

4.8. Cara Kerja Biofilter

Cara pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter dilakukan

dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya diisi

dengan media penyangga untuk pengembangbiakan mikroorganisme dengan atau

tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau

oksigen. Posisi media biofilter terendam di bawah permukaan air.

Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa bahan bahan

organik. Untuk media biofilter dari bahan organik misalnya: dalam bentuk tali, bentuk

jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk papan (plate), bentuk

sarang tawon (honey comb) dan lain-lain. Sedangkan untuk media dari bahan

anorganik misalnya : batu pecah (split), kerikil, batu marmer, batu tembikar, batu bara

(kokas) dan lainnya.

Gambar 4.5. Potongan Melintang Dari Lapisan Biofilm (Brault, 1991)

Page 48: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

195

Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada permukaan padat, jika

terdapat senyawa organik, garam mineral dan oksigen. Mikroorganisme melekat

dengan menggunakan bahan eksopolimer gelatin yang dihasilkan oleh bakteri. Koloni

mikroorganisme dimulai pada daerah tertentu, kemudian terbentuk biofilm secara

kontinu sampai seluruh permukaan tertutup oleh lapisan monoselular. Sejak itu

pertumbuhan dilakukan dengan memproduksi sel baru yang menutupi lapiran

monoselular pertama.

Oksigen dan nutrien yang dibawa oleh air yang diolah akan terdifusi

menembus lapisan biofilm sampai kepada lapisan sel yang paling dalam yang tidak

dapat ditembus oleh oksigen dan nutrien. Setelah beberapa lama, terjadi stratifikasi

menjadi lapisan aerobik tempat oksigen masih dapat terdifusi dan lapisan anaerobik

yang tidak mengandung oksigen. Ketebalan kedua lapisan ini bervariasi tergantung

jenis reaktor dan bahan pendukungnya (Gambar 4.1).

Penggunaan metode biofilm untuk pengolahan air (Brault, 1991) menunjukkan

bahwa :

1. Laju aliran substrat sebaiknya konstan karena pada lapisan biofilm yang cukup

dalam, kandungan oksigen menjadi faktor pembatas. Kedalaman lapisan biofilm

yang aktif berkisar 300 – 400 µm.

2. Bakteri yang melekat mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan yang

tersuspensi dalam air olahan.

Di dalam proses pengolahan air limbah, khususnya yang mengandung

pencemar senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar menggunakan

aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa pencemar organik tersebut.

Proses pengolahan air limbah dengan aktivitas mikroorganisme biasa dikenal dengan

proses biologis. Proses pengolahan air limbah secara biologis tersebut dapat

dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau

kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses biologis aerobik biasanya digunakan untuk

pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan

proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban

BOD yang sangat tinggi.

Page 49: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

196

Pengolahan air limbah secara biologis dapat dibagi menjadi tiga yakni proses

biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan

biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagun atau

kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan

menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa pencemar yang

ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspensi di

dalam suatu reaktor.

Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses

lumpur aktif standar, proses aerasi bertingkat, proses stabilisasi kontak, proses aerasi

lanjutan, dan kolam oksidasi sistem parit. Proses biologis dengan biakan melekat

yakni proses pengolahan limbah yang mempergunakan mikroorganisme dengan cara

dibiakkan pada suatu media, sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada

permukaan media. Proses ini disebut juga dengan proses film mikrobiologis atau

proses biofilm atau biofilter.

Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain :

trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating biological

contactor , RBC), contact aeration (aerasi kontak) dan lain-lainnya. Proses

pengolahan air limbah secara biologis dengan lagun atau kolam adalah dengan

menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup

lama, sehingga dengan aktivitas mikroorganisme yang tumbuh secara alami,

senyawa pencemar yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses

penguraian senyawa pencemar dapat juga dilakukan proses aerasi. Salah satu

contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam

stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagun tersebut kadang-kadang

dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi.

Proses tersebut dapat dilakukan dalam kondisi aerobik , anaerobik atau

kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya

oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan

tanpa adanya oksigen dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi

anaerobik-aerobik adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan proses

aerobik. Proses ini biasanya digunakan untuk menghilangkan kandungan nitrogen di

Page 50: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

197

dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi proses nitrifikasi, yakni nitrogen

ammonium diubah menjadi nitrogen nitrat (NH4+ ---> NO3

- ) dan pada kondisi

anaerobik terjadi proses denitrifikasi, yakni nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas

nitrogen (NO3- -----> N2 ).

Gambar 4.6 . Mekanisme Proses Metabolisme Di Dalam Sistem Biofilm

(Ebie Dan Asidate, 1992).

Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm aerobik secara

sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 4.6. Gambar tersebut

menunjukkan suatu sistem biofilm yang terdiri dari media biofilter, lapisan biofilm

yang melekat pada medium, lapisan alir limbah dan lapisan udara yang terletak

diluar. Senyawa pencemar yang ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik

(BOD, COD), ammonia, fospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film

biologis yang melekat pada permukaan medium.

Page 51: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

198

Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di

dalam air limbah senyawa pencemar tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme

yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilhan akan diubah menjadi

biomassa. Pasokan oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa

cara misalnya pada sistem RBC yakni dengan cara kontak dengan udara luar, pada

sistem trickling filter dengan aliran balik udara, sedangkan pada sistem biofilter

tercelup dengan menggunakan pompa udara (blower) atau pompa sirkulasi.

Gambar 4.7. Mekanisne Penghilangan Ammonia Di Dalam Proses Biofilter

(Disari Dari Hanaki, 1995)

Jika lapisan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan

mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik, sedangkan pada bagian dalam

biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi anaerobik. Pada

kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S. Jika konsentrasi oksigen terlarut cukup

besar, maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO42-

)

oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilm.

Page 52: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

199

Selain itu pada lapisan aerobik nitrogen–ammonium akan diubah menjadi nitrit

dan nitrat dan selanjutnya pada lapisan anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami

proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena di dalam sistem bioflim terjadi

kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang bersamaan, dengan sistem tersebut

proses penghilangan senyawa nitrogen menjadi lebih mudah. Hal ini secara

sederhana ditunjukkan seperti pada Gambar 4.7.

4.9. Keunggulan Biofiler

Pengolahan air limbah dengan proses biofilter mempunyai beberapa

keunggulan antara lain :

1. Pengoperasiannya mudah

Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm, tanpa dilakukan

sirkulasi lumpur, tidak terjadi masalah “bulking” seperti pada proses lumpur aktif

(activated sludge process). Oleh karena itu pengelolaaanya sangat mudah.

2. Lumpur yang dihasilkan sedikit

Dibandingakan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan pada proses

biofilm relatif lebih kecil. Di dalam proses lumpur aktif antara 30 – 60 % dari BOD

yang dihilangkan (removal BOD) diubah menjadi lumpur aktif (biomassa),

sedangkan pada proses biofilm hanya sekitar 10-30 %. Hal ini disebabkan pada

proses biofilm makanan (bahan pencemar) terurai lebih sempurna dibandingkan

dengan proses lumpur aktif.

3. Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah

maupun konsentrasi tinggi.

Oleh karena di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm

mikroorganisme atau mikroba melekat pada permukaan medium penyangga,

maka pengontrolan terhadap mikroorganisme atau mikroba lebih mudah. Proses

Page 53: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

200

biofilm tersebut cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi

rendah maupun konsentrasi tinggi.

4. Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil.

Jika suhu air limbah turun, maka aktivitas mikroorganisme juga berkurang,

karena di dalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai ke

bagian dalam lapisan biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal, sehingga

pengaruh penurunan suhu tidak begitu besar.

Page 54: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

201

BAB 5

PENGOLAHAN LIMBAH SISTEM

KOMBINASI ANAEROBIK & AEROBIK

5.1. Proses Pengolahan Kombinasi

alah satu cara untuk mengatasi masalah limbah industri tahu dan tempe

tersebut adalah dengan proses kombinasi pengolahan biologis anaerobik

dan aerobik. Secara umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap

yakni pertama proses penguraian anaerobik dan yang ke dua proses

pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerobik-aerobik.

5.2. Penguraian Anaerobik

Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dan tempe dikumpulkan

melalui saluran limbah, kemudian dialirkan ke bak kontrol untuk memisahkan

buangan padat. Selanjutnya limbah dialirkan ke bak pengurai anaerobik jika nilai pH

terlalu rendah dinaikkan dengan menambah larutan kapur. Di dalam bak pengurai

anaerobik tersebut pencemar organik yang ada di dalam limbah akan diuraikan oleh

mikroorganisme secara anaerobik, menghasilkan gas hidrogen sulfida yang bau dan

metana yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Pada proses tahap pertama

efisiensi penurunan nilai COD dalam limbah dapat mencapai 80 – 90%. Air olahan

tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem

kombinasi anaerobik–aerobik dengan menggunakan biofilter.

S

Page 55: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

202

5.3. Proses Pengolahan Lanjut

Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan menggunakan biofilter struktur

sarang tawon atau sering juga disedut dengan sistem biofilter anaerobik -aerobik.

Pengolahan limbah dengan proses biofilter anaerobik –aerobik terdiri dari beberapa

bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerobik, biofilter aerobik, bak

pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak klorinasi. Limbah yang berasal

dari proses penguraian anaerobik (pengolahan tahap perama) dialirkan ke bak

pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya.

Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta

bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, pengurai lumpur dan

penampung lumpur.

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak anaerobik

dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow) dan dari bawah ke atas (up flow).

Di dalam bak anaerobik tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil

dan batu pecah. Jumlah bak anaerobik ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan

kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada

dalam limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau fakultatif aerobik Setelah

beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-

organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum

sempat terurai pada bak pengendap.

Air limpasan dari bak anaerobik dialirkan ke bak aerobik. Di dalam bak

aerobik ini dapat diisi dengan media dari bahan kerikil atau plastik (polietilena) atau

batu apung atau bahan serat sesuai dengan kebutuhan atau dana yang tersedia,

sambil diaerasi atau dihembus dengan udara, sehingga mikro organisme yang ada

akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan

menempel pada permukaan media. Dengan demikian limbah akan kontak dengan

mikroorgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada

permukaan media.

Page 56: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

203

Dari proses tersebut efisiensi penguraian zat organik dan deterjen dapat

ditingkatkan serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan

ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering dinamakan aerasi kontak (contact

aeration). Dari bak aerasi, limbah dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini

lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa

kembali ke bagian awal bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air

limpasan (over flow) dialirkan ke bak klorinasi.

Di dalam bak klorinasi ini limbah direaksikan dengan klor untuk membunuh

mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses klorinasi

dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses

anaerobik dan aerobik tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD5, COD),

juga menurunkan ammonia, deterjen, muatan padatan tersuspensi (MPT), fosfat dan

lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut nilai COD dalam air

olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 60 ppm.

Proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerobik-aerobik ini

mempunyai beberapa keuntungan yakni :

1. Adanya air buangan yang melalui media biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan

lendir atau biological film. Limbah yang masih mengandung zat organik yang

belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan

mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari

luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada

permukaan media biofilter. Makin luas bidang kontaknya, maka efisiensi

penurunan zat organiknya (BOD5) makin besar. Selain menghilangkan atau

mengurangi nilai BOD5 dan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi

padatan tersuspensi, deterjen (MBAS), ammonium dan fosfor.

Page 57: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

204

2. Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring limbah yang melalui media ini.

Sebagai akibatnya, limbah yang mengandung muatan padatan tersuspensi dan

bakteri E. coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efisiensi

penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni

penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan

partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke

atas akan diendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerobik-aerobik ini

sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta

tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah limbah

dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.

3. Dengan kombinasi proses anaerobik dan aerobik, efisiensi penghilangan senyawa

fosfor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerobik atau

proses aerobik saja. Fenomena proses penghilangan fosfor oleh mikroorganisme

pada proses pengolahan anaerobik-aerobik dapat diterangkan seperti pada

Gambar 5.1. Selama berada pada kondisi anaerobik, senyawa fosfor anorganik

yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagai akibat hidrolisis

senyawa fosfor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap

senyawa organik yang ada di dalam limbah. Efisiensi penghilangan bahan organik

akan berjalan baik apabila perbandingan antara BOD5 dan fosfor (P) lebih besar

dari 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada pada kondisi aerobik, senyawa

fosfor terlarut akan diserap oleh bakteria dan mikroorganisme dan akan disintesis

menjadi polifosfat dengan menggunakan energi yang dihasilkan oleh proses

oksidasi senyawa organik. Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerobik-

aerobik dapat menghilangkan bahan organik maupun fosfor dengan baik. Proses

ini dapat digunakan untuk pengolahan limbah dengan beban organik yang cukup

besar.

Page 58: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

205

Gambar 5.1. Proses Mikrobiologi Anaerobik Dan Aerobik,

Kaitannya Dengan Penguraian Bahan Organik Dan Fosfor

(Deakyne Et Al, 1984 Dalam Gabriel Bitton, 1994).

Page 59: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

206

BAB 6

RANCANGAN PENGOLAHAN

AIR LIMBAH SEDERHANA

Sistem Kombinasi Biofilter Anaerobik-

Aerobik Kapasitas 3 – 5 M3/Hari

6.1. Standard Disain

Kolam Stabilisasi

olam stabilisasi berfungsi sebagai tempat penampungan sementara limbah

yang keluar dari sumber limbah, dalam hal ini industri kecil tahu dan tempe

membuat sistem perpipaan terlebih dahulu sebelum masuk ke kolam

stabilisasi. Dengan demikian air yang akan masuk ke dalam reaktor

berikutnya bisa kontinu, sesuai dengan kapasitas pompanya. Waktu tinggal yang

dibutuhkan untuk kolam stabilisasi 4 jam. Pada kolam ini secara teknis tidak

diharapkan terjadi proses penguraian limbah, tetapi diperkirakan terjadi penurunan

BOD sekitar 5% akibat pengendapan dan penguraian singkat. Saluran air yang akan

masuk ke kolam stabilisasi dilengkapi dengan bak kontrol dan saringan kasar, untuk

menghindari masuknya sampah atau bahan-bahan yang dapat mengganggu proses.

Sebaiknya pada bagian awal dilengkapi pula dengan pemisah minyak atau lemak.

Kontruksi dasar kolam sebaiknya agak miring dan dilengkapi dengan fasilitas

pembuangan lumpur.

Pompa Air Baku

Pompa air baku dipakai pompa celup atau submersible dengan kapasitas yang

sesuai. Pengoperasian pompa ini dikontrol dengan memakai tinggi muka air yang

ada pada kolam stabilisasi. Sebaiknya pompa air baku dipakai dua buah, untuk

K

Page 60: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

207

cadangan satu buah. Pemasangan pompa harus terlindung dari sampah-sampah

padat dan posisinya mudah untuk pemeliharaan dan perawatan.

Kolam Anaerobik

Kolam anaerobik berfungsi sebagai tempat terjadinya penguraian limbah secara

anaerobik. Ruangan ini idealnya merupakan ruangan yang tertutup rapat, agar proses

berjalan sempurnya dan gas hasil penguraian dapat dimanfaatkan. Waktu tinggal

dalam reaktor ini dapat berkisar 8 – 14 jam. Pada proses pengolahan ini ditargetkan

70 – 80% limbah dapat terurai. Kolam anaerobik secara umum terbagi dua, ruangan

pertama merupakan ruang kosong tempat masuknya air dari kolam stabilisasi,

sedangkan ruang kedua merupakan ruang media yang berisi biofilter struktur sarang

tawon yang berfungsi sebagai media lekat bakteri. Bagian dasar kolam ini juga dibuat

miring agar memudahkan dalam membersihkan endapan.

Kolam Aerobik

Kolam aerobik berfungsi mengolah limbah secara aerobik dengan bantuan blower

untuk menambah jumlah oksigen dalam air. Seperti kolam anaerobik, kolam aerobik

juga terbagi dua ruangan, ruangan pertama merupakan ruangan aerasi dengan

dilengkapi blower dengan kapasitas yang sesuai. Ruangan kedua merupakan

ruangan media biofilter tempat melekatnya bakteri aerobik. Waktu tinggal yang

dibutuhkan berkisar 4 – 6 jam. Efisiensi yang ditargetkan pada kolam ini berkisar 15 –

20%. Tujuan utamanya menghilangkan sisa hasil penguraian dari kolam anaerobik

yang tidak diinginkan, seperti naiknya kadar fosfat, sulfida dan amoniak.

Media Biofilter

Banyak ragam media biofilter yang ada dipasaran, baik yang lokal maupun yang

import. Dalam pemilihan media biofilter yang terpenting adalah media tersebut dapat

menjadi tempat berkoloninya bakteri dengan sifat adesinya. Populasi bakteri yang

melekat menentukan efisiensi proses yang akan terjadi, sehingga luas permukaan

media biofilter menjadi salah satu kriteria dalam pemilihan biofilter. Untuk limbah

organik tahu dan tempe atau juga limbah domestik seperti hotel dan perumahan, luas

permukaan media biofilter yang dipakai berkisar 200 – 225 m2 untuk setiap meter

Page 61: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

208

kubik media biofilter. Sedangkan kemampuan beban BOD5 yang dapat diolah

berkisar 2,5 – 3 kg BOD5/m3 media/hari.

Kebutuhan Oksigen dan Penentuan Kapasitas Blower

Oksigen untuk proses pengolahan limbah diambil dari udara. Udara hanya

mengandung oksigen sekitar 23,2% dengan berat jenis pada suhu 28C adalah 1,17

kg Udara/m3 volume udara. Untuk penguraian limbah organik dibutuhkan 0,12 kg

O2/hari, sehingga dengan kapasitas pengolahan limbah sebesar 5 m3/hari dibutuhkan

0,43 m3 oksigen/hari. Dengan efisiensi difuser sekitar 8%, maka kebutuhan udara

aktualnya menjadi 5,43 m3 udara/hari atau 3,77 liter/menit. Pemilihan kapasitas

blower disesuaikan dengan yang tersedia dipasaran. Pada prinsipnya kapasitasnya

sesuai dan tekanannya cukup untuk kedalaman yang diinginkan.

Pompa Sirkulasi

Pompa sirkulasi dipergunakan untuk menjaga agar sistem tetap berjalan walaupun

pasokan air limbahnya terhenti disamping itu sirkulasi air ini juga membantu

menghadapi “shock load” atau masuknya beban limbah yang terlalu tinggi secara

tiba-tiba. Untuk reaktor anaerobik kapasitas pompa sirkulasi 10 – 15 % dari kapasitas

pompa air baku, sedangkan untuk reaktor aerobik pompa sirkulasi dapat mencapai

25% dari pompa air bakunya.

Page 62: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

209

6.2. Perencanaan

Volume Air Baku

Dalam perencanaan yang perlu diperhatikan adalah penentuan jumlah limbah yang

diproduksi setiap harinya. Penentuan jumlah limbah dapat dilakukan pendekatan dari

jumlah pemakaian air bersih yang dipakai untuk mencuci, membilas dan merebus

kedelai atau dengan cara mengukur langsung atau survai kebutuhan air dalam

proses pembuatan tahu dan tempe. Jumlah air limbah ini menentukan kapasitas

ukuran rancang bangunnya dan menentukan luas lahan yang dibutuhkan.

Kualitas Air Baku

Kualitas air yang akan diolah menentukan tingkat teknologi yang akan dipakai.

Sebaiknya limbah yang akan diolah dianalisis terlebih dahulu di laboratorium.

Parameter yang diukur sesuai dengan persyaratan yang berlaku di masing-masing

daerah. Untuk industri tahu dan tempe, karena sebagian besar komposisinya

merupakan limbah organik, maka parameter yang perlu diukur minimal : warna, bau,

padatan tersuspensi, padatan terlarut, pH, BOD5, dan COD.

Bahan

Bahan yang dipakai untuk membuat unit pengolah limbah dapat terbuat dari kontruksi

batu bata yang sederhana atau menggunakan fibre yang dicetak sesuai dengan

ukurannya. Yang perlu diperhatikan dalam penentuan pemilihan bahan adalah kondisi

tanah dari lokasi yang akan dipasang pengolah limbah. Untuk tempat-tempat yang air

tanahnya sangat dangkal (0,5 – 1 meter) seperti di tepi pantai, sangat sulit membuat

galian karena air tanahnya akan keluar terus. Untuk itu alternatif dapat dipakai unit

pengolah cetakan yang terbuat dari fibre atau semen.

Page 63: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

210

Waktu Pengerjaan

Waktu yang dibutuhkan untuk membuat unit sederhana skala kecil (3 - 5 m3/hari)

berkisar 3 – 4 minggu, tergantung kondisi lokasi, sedangkan untuk skala yang lebih

besar, misalnya 20 – 30 m3/hari membutuhkan waktu sekitar 1 – 2 bulan, sedangkan

besar dengan konstruksi yang agak rumit membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 bulan.

Biaya Investasi

Pembuatan unit Iinstalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) membutuhkan biaya investasi

awal dan biaya investasi ini sering menjadi keluhan bagi para investor. Pemilihan

bahan menentukan biaya investasi. Pemakaian bahan yang banyak dijumpai dilokasi

dapat menghemat biaya. Sebagai perbandingan untuk IPAL kapasitas 4 – 5 m3/hari

membutuhkan biaya berkisar 15 – 20 juta rupiah jika menggunakan semen, tetapi jika

menggunakan fibreglass membutuhkan biaya berkisar 20 – 30 juta. Namun demikian

pemasangan dengan fibreglass lebih mudah dan cepat.

Biaya Operasi

Pengoperasian IPAL membutuhkan biaya untuk : tenaga operator, listrik,

pemeliharaan dan perawatan. Dari banyak pengalaman yang dijumpai di lapangan,

permasalahan biaya yang muncul akibat pemakaian tenaga listrik yang besar. Oleh

karena itu dalam sistem kombinasi anaerobik dan aerobik ini pemakaian tenaga listrik

ditekan serendah mungkin. Biaya opersional sistem kombinasi anaerobik-aerobik

dengan kapasitas 5 m3/hari berkisar 447 rupiah tiap meter kubik limbah atau dalam

sebulan sekitar Rp. 69.440,-. Untuk skala kecil biasanya dipasang untuk setiap

keluarga, jadi tidak memerlukan operator.

Page 64: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

211

Tabel 6.1. Contoh Perhitungan Biaya Operasional Kapasitas 5 m3/hari.

IPAL dengan kapasitas yang lebih besar biaya pengolahan limbah tiap meter

kubiknya lebih murah dibandingkan IPAL kecil. Pada reaktor dengan Tenaga

operator khusus pada skala ini belum diperlukan. Biaya listrik dan bahan kimia tidak

terlalu besar. Biaya yang agak tinggi adalah biaya kebersihan, karena tidak memakai

operator. (Tabel 6.1.). Pada kapasitas 50 m3/hari baiaya limbah sekitar Rp. 244,-/m

3

limbah. Biaya sebesar ini dapat dipungut dari para pembuat tahu dan tempe dengan

menghitung jumlah limbahnya atau dengan menghitung pemakaian bahan baku

kedelainya.

Desain Grafis

Desain ini dibuat tanpa skala untuk menghitung kebutuhan lahan secara cepat.

Dengan demikian perkiraan dana yang dibutuhkan untuk konstruksi dapat

diperkirakan. Pada Unit IPAL kapasitas 3 – 5 m3/hari membutuhkan kolam stabilisasi

dengan ukuran lebar 0,8 meter, panjang 1,35 meter dan dalam 0,8 meter, dengan

Page 65: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

212

waktu tinggal 4 jam, dilengkapi dengan pompa kapasitas 5,18 m3/hari dua buah (satu

cadangan). Efisiensi proses dalam kolam stabilisasi sekitar 5% (empiris). Kolam

stabilisasi ini dapat juga dibuat konstruksinya untuk pemisah minyak sistem flotasi

dengan cara membuat sekat pemisah.

Kolam anaerobik untuk kapasitas 3 –5 m3/hari membutuhkan reaktor dengan

ukuran lebar 0,8 meter, panjang 2,16 meter, dan kedalaman 2 meter. Waktu tinggal

dalam reaktor anaerobik ini dipakai 16 jam, dengan perkiraan efisiensi sekitar 80%.

Dengan kemampuan beban media biofilter 2,5 kg BOD/meter kubik media biofilter,

dibutuhkan media 0,71 m3 media biofilter. Reaktor ini terbagi dua, ruangan pertama

tidak berisi media, sedangkan ruang kedua berisi media biofilter dengan dilengkapi

dengan penyangga medianya.

Kolam aerobik untuk kapasitas 3 – 5 m3/hari membutuhkan reaktor dengan

ukuran lebar 0,8 meter, panjang 1,08 meter dan dalam 1 meter. Reaktor ini dilengkapi

satu buah blower kapasitas 6 liter/menit dengan dua difuser. Waktu tinggal limbah

dalam reaktor ini adalah 4 jam. Reaktor aerobik terbagi menjadi tiga bagian, ruang

pertama merupakan ruang aerasi dengan dilengkapi blower. Ruang kedua

merupakan ruang media yang berisi 0,38 m3 media biofilter. Sedangkan ruang ketiga

merupakan ruangan pengendapan (bisa dipakai sebagai ruangan disinfeksi). Pada

ruangan ketiga ini terdapat pompa sirkulasi yang memompa lumpur ke dalam reaktor

anaerobik yang berfungsi agar reaktor tetap berjalan terus walaupun tidak ada

masukkan dari kolam stabilisasi (Gambar 6.1).

Gambar Teknis

Setelah perhitungan dan desain grafis selesai dikerjakan dengan berpedoman pada

standar desain, dengan berdasarkan ketersediaan lahan dan topografi wilayah serta

sistem drainase eksisting, baru kemudian dibuat gambar desain teknis detail, untuk

mengambarkan struktur sipil dan menghitung bahan bangunan yang dipakai dan

biaya pembuatan konstruksi (Gambar 6.2 dan 6.3). Gambar 6.4 merupakan contoh

Pengolah Air Limbah Kapasitas 5 m3/hari yang terbuat dari bahan fibre.

Page 66: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

213

Gam

bar

6.1

. G

am

bar

gra

fis (

tanpa s

kala

) IP

AL t

ahu d

an t

em

pe k

apasitas 5

m3/h

ari.

Page 67: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

214

Gam

bar

6.2

. C

onto

h I

PA

L S

kala

Indiv

idu K

apasitas 5

M3/H

ari (

Tam

pak S

am

pin

g)

Page 68: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

215

Gambar 6.3. IPAL Skala Individu Kapasitas 5 M

3/Hari (Tampak Atas) Dan Potongan Melintangnya.

Page 69: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

216

Gambar 6.4. Contoh IPAL Skala Individu Yang Terbuat Dari Fibreglass

Page 70: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

217

DAFTAR PUSTAKA

1. Abel. P.D. 1989. Water Pollution Biology, Ellis Horwood Limited, Chichester, West

Sussex, England.

2. Allison, D.G., 1998, Exopolysaccharide (EPS) Production in Bacterial Biofilm,

Biofilm Journal, Volume 3, Paper 2.

3. Amanullah, M; Farooq, S; Viswanathan,S., 1999, Modelling and simulation of a

biofilter, Industrial and Engineering Chemical Research, 38(7): 2765-2774.

4. APHA (American Public Healt Association) 1985. Standard Methods for the Examination

of Water and Waste Water. Washington, D.C.1462 p.

5. Araujo. J.C., Campos, J.R., dan Vazoller, R.F., 1998, Methanogenic Biofilm :

Strukcture and Microbial Population Activity in an Anaerobic Fluidized Bed

Reactor Treating Synthetic Wastewater, Biofilm Journal, Volume 3, Paper 3.

6. Arvin. E. dan Harremoes. P. 1990. Concepts And Models For Biofilm Reactor

Performance. pp 177-192 dalam Technical Advances in Biofilm Reaktors. Water

Science and Technology. Bernard. J. (editor). Vol. 22. Number 1 / 2 1990. Printed In

Great Britain.

7. Arvin. E. dan Harremoes. P., 1990, Concepts and Models for Biofilm Reactor

Performance, Water Science and Technology, Volume 22 Number 1-2, hal. 171 – 192.

8. Barnes, D., dan P.A. Fitzgerald. 1987. Anaerobic wastewater treatment processes, pp.

57 - 113, dalam : Environmental Biotechnology, C.F. Forster dan D.A.J. Wase, Eds. Ellis

Horwood, Chichester, U.K.

9. Brault, J.L. 1991. Water Treatment Handbook. 6 th edition. Volume I. Degremont.

Lavoiser Publishing. Paris.

10. Brault, J.L. 1991. Water Treatment Handbook. 6 th edition. Volume II. Degremont.

Lavoiser Publishing. Paris.

11. Chiou, R.J., Ouyang, C.F., Lin, K.H., dan Chuang, S.H., 2001, The Characteristics of

phosphorus removal in an anaerobic/aerobic sequential batch biofilter reaktor, Journal

Water Science Technology, Vol. 44 No. 1. P. 57 – 65.

12. Chiou, R.J., Ouyang, C.F., dan Lin, K.H., 2001, The effects of the flow pattern on organic

oxidation and nitrification in aerated submerged biofilters, Journal enviromental

technology, Vol 22. No. 6. P 705 – 717.

13. Csepai. L. 1990. Fully Biological Wastewater Treatment Without Energy Consumtion. pp

331-334 dalam Technical Advances in Biofilm Reaktors. Water Science and

Technology. Bernard. J. (editor). Vol. 22. Number 1 / 2 1990. Printed In Great Britain.

Page 71: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

218

14. Eberl, L., Ammendo, A., Geisenberger, O., Schulze, R., Givskov, M., Sternberg,

C., Molin, S.R. dan Schleifer, K.H., 1998, Use of green flourescent protein for

online, single cell detection of bacteria introduced into activated sludge

microcosms, Volume 3, Paper 1.

15. Gabriel Bitton. 1994. Wastewater Microbiology, A John Wiley & Sons, INC., New York.

16. Gnanadipathy. A. dan Polprasert. C. 1993. Treatment of Domestic Wastewater With

UASB Reactors. pp 195-203 dalam Appropriate Waste Management Technologies.

Water Science and Technology. Bernard. J. (editor). Vol. 27. Number 1. 1993. Printed In

Great Britain.

17. Gordon Culp. 1984. Trihalomethane Reduction in Drinking Water. Technologies, Cost,

Effectiveness, Monitoring, Compliance. Noyes Publications. New Yersey. USA. 251 Hal.

18. Greyson, J. 1990. Carbon, Nytrogen and Sulfur Pollutants and Their Determination in Air

and Water. Marcell Decker Inc, New York.

19. Hartati, Sri.1994. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (Mart) Solms) dan

Kayambang (Salvinia molesta D.S. Mitchell) sebagai Biofilter Dalam Menurunkan BOD5

dan COD pada Limbah Cair Pabrik Tahu.Skripsi. Fakultas Biologi UNSOED,Purwokerto.

20. Hermanovict. S.W. dan Chey. Y.W., 1990, Water Science Technology, Vol. 22 No

112, Halaman 193 –202).

21. Homme. M.B., Rogalla. F., Boisseau. G. dan Sibony. J., 1990, Enhancing

Nitrogen Removal in Activated Sludge with Fixed Biomass, Water Science and

Technology, Volume 22 Number 112, halaman 121 – 135.

22. I Made Widnyana. 1984. Mempelajari Perubahan Mikrobiologi Selama

Penyimpanan Tahu. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor.

23. Kantardjieff, A. dan Grenier, Y., 1997, Aerobic Biofilter Treatment of Flushed

Swine Manure and Stabilization of Screened Solids, Technology Evaluation and

Demonstration Project, College of Agricultural and Life Sciences, North Carolina

State University.

24. Kenji Kida, Sigeru Morimura, Yorikazu Sonoda, Masaaki Obe dan Tatsuro Koundo. 1990.

Support Media for Microbial adhesion in an Anaerobic Fluidized Bed Reactor. Journal of

Fermentation and Bioengineering. Vol. 69. No. 6. Hal. 1-6.

25. Kepmeneg. Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP-02/MENKLH /I/1988

tentang Pedoman Penetapan Baku mutu Lingkungan.

26. Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta Nomor : 582 Tahun 1995 Tentang Penetapan

Peruntukan dan Baku Mutu Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta.

KPPL DKI Jakarta. 1995.

Page 72: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

219

27. Kida, K. , Morimura, S., Sonoda, Y., Obe, M., dan Koundo, T., 1990, Journal of

Fermentation and Bioengineering, Vol. 69, No.6,1-6, 1990.).

28. Kida. K. , Sonoda.Y. dan Nagai. S, 1989. Recent Development in Anaerobic

Digestion. Handbook of Heat and Mass Transfer. 3th ed. pp 773-796. Catalysis,

Kinetics and Reactor Engeneering, Gulf Publishing.CO.

29. Koster, I.W. 1988. Microbial, chemical and technological aspects of the anaerobic

degradation of organic pollutants, pp. 285-316, dalam : Biotreatment Systems, Vol. 1,

D.L. Wise, Ed. CRC Press, Boca Raton, FL.

30. KPPL DKI Jakarta. 1997. Informasi Kualitas Lingkungan DKI Jakarta Tahun 1996. Kantor

Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta. 44 Hal.

31. Kuswardani, I. 1985. Mempelajari Kemungkinan Pemanfaatan Limbah Cair Tahu sebagai

Media Untuk memproduksi Enzim Amiloglukosidase dari kapang yang diisolasi dari

singkong (Manihot sp.). Thesis Sarjana, Jurusan TPG, Fakultas Teknologi Pertanian,

IPB, Bogor.Hal 6.

32. Lau, Y.L., Marsalek, J., Rockfort, Q., 2000, Use of Biofilter for Treatment of Heavy Metals

in Highway Runoff, Water Quality Reaseach Journal of Canada, V. 35. No. 3. P. 563 –

580.

33. Lee, B.D., Apel, W.A., Miller, A.R., 1999, Removal of Low Consentration of

Carbontetrachloride in Compost based biofilters Operated Under Methanogenic

Conditions, Journal of the Air and Waste Management Association, V. 49. No. 9. P. 1068

– 1072.

34. Lettinga, G., A.F.M. van Velsen, S.W. Hobma, W. de Zeeuw, dan A. Klapwijk. 1980. Use

of upflow sludge blanket (USB) reactor concept for biological wastewater treatment,

espesially for anaerobic treatment. Biotechnol. Bioeng. 22 : 699-734.

35. Madoni. P., Davoli, D., Fontani, N., Cucchi, A., dan Rossi, F., 2001, Spatial distribution of

mocroorganisms and measuresments of oxygen uptake rate and ammonia uptake rate

activity in a drinking water biofiler, Journal of Environmental Technology, Vol. 22 No. 4. P.

455 – 462.

36. Mahida, U.N 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Industri. Penerbit Rajawali,

Jakarta.543 p.

37. Menteri Negara KLH 1991. Keputusan Menteri Negara Kependudukan Dan

Lingkungan Hidup. Nomor : Kep-03/MENKLH/11/1991, tentang Pedoman

Penetapan Baku Mutu Lingkungan, Jakarta.

38. MetCalf dan Eddy. 1991. Waste Water Engineering, Treatment, Disposal, and

Reuse. 3 th Edition, Revised by George Tchobanoglous and Franklin. L. Burton.

Mc Graw Hill. New York. 1334 Hal.

Page 73: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

220

39. Moestikahadi. S. dan Agus. J.E. 1996. Parameterisasi Proses Biofiltrasi Dalam

Penyisihan Gas SO2 dan NH3. Journal Teknik Lingkungan. Volume 2. Nomor 1.

Januari 1996. Hal 1-15.

40. Mohseni, M., Allen,.D.G., 1999, Transient Performance of Biofilter Treating

Mixtures of Hydrophilic and Hydrophobic Volatile Organic Compounds, Journal of

the Air and Waste Management Association, V. 49. No. 12. P. 1434-1441.

41. Mohseni, T.M., 1998, Biofiltration of hydrophilic and hydrophobic volatile organic

compounds using wood-based media, DAI, 60 (1B) : p. 278, 229 hal.

42. Nuraida, L 1985. Pengamatan Terhadap Rangkaian Produksi tahu pada Industri Kecil

Tahu di Bondongan Kodya Bogor. Laporan KKN FATETA IPB, Bogor.96 p.

43. Nurhasan dan B. Pramudyanto.1987. Pengolahan Air Buangan Industri Tahu. Yayasan

Bina Lestari dan WALHI, Semarang. 37 p.

44. Nusa. I.S. 2000. Aplikasi Teknologi Biofilter Tercelup Anaerob-Aerob Untuk Pengolahan

Limbah. Bahan untuk Pelatihan Teknologi Pengolahan Limbah Cair di BPPT 5-6 Juli

2000. Direktorat Teknologi Lingkungan. BPPT. 62 Hal.

45. Onghokham. 2000. Pencapaian Tempe. Sumbangan Jawa Untuk Dunia. Suplemen

Harian Kompas Menuju Milenium III. Sabtu 1 Januari 2000. Halaman 39.

46. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 24.

47. Permenkes RI Nomor : 416/ Menkes Per /IX/1990 tentang syarat-syarat pengawasan

kualitas air.

48. Prakarindo. 1996. Collecting Data Air Limbah, Pengolahan Tahu Tempe dan

Penyusunan the Low Cost PIK KOPTI SEMANAN, DPU DKI Jakarta.

49. PUSBANGTEPA 1989. Tahu Tempe, Pembuatan, Pengawetan dan Pemanfaatan

Limbah. Puslitbang Teknologi Pangan IPB, Bogor. 33 p.

50. PUSBANGTEPA. 1996. Pengembangan Industri Kecil Menengah Tempe, Modul 01-10,

Kerjasama Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI dan PUSBANGTEPA (tidak

diterbitkan) , IPB.

51. Rachman. M.A. 1998. Studies on enchancement of H2 production by fermentative H2-

producing bacteria enterobacter aerogenes. Departemen of Fermentation Technology.

Graduate School of Engeneering, Hiroshima University. 129 Hal.

52. Ramin. N., Ali. R.M., Simin. N., Amir. H.M., dan Mahmood. S., 2000, Analyzing

Flow Characteristics and Influence of Biological Growth on Dispersion in Aerated

Submerged Fixed Film Reactors (ASFFR), Biofilm Journal, Volume 5, Paper 1.

53. Sahm, H. 1984, Anaerobic wastewater treatment adv. Biochem. Eng. Biotechnol. 29: 84-

115.

Page 74: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

DR. Ir. Arie Herlambang, M.S.

221

54. Sarner. E. 1990. Removal of Sulfate and Sulphite in Anaerobik Trickling (Antric) Filter.

pp 395-404 dalam Technical Advances in Biofilm Reaktors. Water Science and

Technology. Bernard. J. (editor). Vol. 22. Number 1 / 2 1990. Printed In Great Britain

Printed In Great Britain

55. Sarwono. 1988. Membuat Tempe dan Oncom, Seri Industri Kecil, Penebar Swadaya,

Jakarta.

56. Sastrawijaya.A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Penerbit P.T. Rineka Cipta. Jakarta.

274 Hal.

57. Sawyer. C.N. dan McCarty. P.L. 1989. Chemistry For Environmental Engineering,

International edition, McGraw-Hill Book, Singapore.

58. Serasi.1989. Kasus Pencemaran Pabrik Tahu di Kali Surabaya dan Upaya Penegakkan

Hukum Lingkungan. Warta Kependudukan dan Lingkungan Hidup Edisi 12/1989. KLH,

Jakarta. Hal 25 dan 28.

59. Shin, H.S., Yoo, K.S., Park, J.K., 1999, Removal of Polychlorinated phenols in sequential

anaerobic-aerobic biofilm reactors packed with tire chips, Journal Water Environmental

Reasearch V.71. No. 3. P. 363 – 367.

60. Simarmata, Suhaemi, Tony Yusman. 1991. Studi Tekno Ekonomi Pengolahan Kedele

Hitam Untuk Tahu dan Tempe. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan.

Lembaga Penelitian IPB.

61. Sri Utami Kuntjoro. 1997. Strategi Pengembangan Kedelai Menuju Swasembada , Orasi

Ilmiah Guru Besar Tetap Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Bogor, IPB.

62. Sugirharto, 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press, Jakarta.

63. Tjiptadi, GH.B.1985. Penanganan air buangan industri pengolahan tahu. Makalah untuk

upgrading Tenaga Pembina Industri kecil Pengolahan Tahu. Balai Besar Litbang Industri

Hasil Pertanian Bogor. 24 Hal.

64. TRG, 2000, Biofilter Technology, Overview, 250 El Camino Real No. 204, Tustin,

CA 92780, USA).

65. Tri Rima Setyawati. 1995. Kemampuan Biofilm Menurunkan Bahan Organik Dalam

Limbah Cair Tahu Volume Berbeda Dengan Sistem Tricling Filter. Fakultas Biologi.

Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto.

66. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan -ketentuan

Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kantor Menteri Negara PPLH Jakarta, 30 hal.

67. Valentis, B. dan Lesavre. J., 1990, Wastewater Treatment by Attached Growth

Mikroorganisms on Geotextile Support, Water Science and Technology, Volume

22 Number 1-2, hal 43 – 51).

Page 75: Paket Informasi Teknologi - kelair.bppt.go.idkelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuLimbahCairIndustri/02tempe.pdf · kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti

Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu-Tempe

222

68. Viessman. W. Jr. dan Hammer. M.J. 1985. Water Supply and Pollution Control. 4th

Editon. Harper and Row Publishers. New York. 796 hal.

69. Welch, E.B. 1992. Ecological Effects of Waste Water Applied Limnology and Pollutan

Effect. E & F Spon, London-Glaslogow-New York-Tokyo-Melbourne-Madras.

70. Widie Kastyanto. F.L. 1991. Membuat Tahu, Seri Industri Kecil, Penebar Swadaya,

Jakarta.

71. Wisnuprapto dan Mohajit. 1992. Prinsip Dasar Pengendalian Pencemaran Air. PAU.

Bioteknologi ITB, Bandung.

72. Wydnyana, I Made. 1984. Mempelajari perubahan mikrobiologi selama penyimpanan

tahu, Fateta, IPB.

73. Yayat Dhahiyat. 1990. Kandungan Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahan Dengan

Eceng Gondok, Falkultas Pascasarjana, IPB.

74. Yohanes.A.I. 1999. Proyek Pembangunan Sarana Pengelolaan Air Limbah Tahu dan

Tempe PIK KOPTI Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Jurusan Teknik Penyehatan

Lingkungan. Akademi Teknologi Sapta Taruna. Jakarta.

75. Zehner, A.J.B., Ed. 1988. Biology of Anaerobic Mikroorganisms, New Yok.