optimasi hutan sebagai penghasil oksigen kota malang
TRANSCRIPT
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011 65
OPTIMASI HUTAN SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG
Niti Sesanti, Eddi Basuki Kurniawan, Mustika Anggraeni
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia
email: [email protected]
ABSTRAK
Perkembangan Kota Malang yang cenderung mengalihfungsikan RTH (ruang terbuka hijau) menjadi
kawasan terbangun menyebabkan menurunnya produksi oksigen kota Malang. Alih fungsi RTH menyebabkan
peningkatan area-area yang diperkeras dengan material yang tidak memungkinkan bagi tanaman untuk tumbuh.
Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan sub sistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Apabila
peningkatan produksi oksigen melalui penambahan dan perluasan hutan kota sulit dilakukan, perlu adanya
upaya optimasi yaitu dengan mengoptimalkan produksivitas oksigen pada lahan-lahan yang dialokasikan
sebagai hutan kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik hutan Kota Malang,
produksi oksigen vegetasi dari masing-masing hutan kota, dan menentukan model pengembangannya dalam
mengoptimasi produksi oksigen yang seharusnya dapat dihasilkan oleh vegetasi pada masing-masing hutan
Kota Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif (identifikasi
karakteristik lansekap hutan kota), metode analisis evaluatif (menghitung produksi oksigen dari vegetasi-
vegetasi penyusun hutan Kota Malang), dan analisis development (membuat model pengembangan vegetasi
hutan kota, dan menentukan arah pengembangan hutan kota). Berdasarkan hasil analisis karakteristik terhadap
hutan kota Malang diketahui bahwa hutan kota Malang berbentuk bergerombol dan menumpuk dengan produksi
oksigen tertinggi sebesar 7,8 ton berada pada hutan kota Malabar. Arahan pengembangan vegetasi hutan Kota
Malang lebih menitikberatkan pada kecermatan pembuatan model pengembangan vegetasi hutan kota. Vegetasi
berupa tegakan (stratum B, C dan D) akan dikembangkan melalui tata cara penanaman vegetasi (Tata cara
perencanaan teknik lansekap jalan, 1996) sedangkan vegetasi pelantai (stratum E) akan dikembangkan dengan
asumsi bahwa pada setiap bagian hutan kota memiliki luas penutupan = 100%. Pengembangan hutan Kota
Malang melalui penerapan model pengembangan vegetasi hutan kota terbukti mampu meningkatkan produksi
oksigen Kota Malang. Produksi oksigen Kota Malang meningkat sebesar 40.039.978,01 gram atau lebih tinggi
149,12% lebih tinggi dari pada kondisi eksisting.
Kata kunci: Produksi oksigen, Model pengembangan vegetasi hutan kota
ABSTRACT
The development of Malang which tend to change the availability of open space into a built up areas
decrease oxygen production of Malang. The conversion of open space causes an increase in areas that are
covered with materials that made plant could not grow. Urban forest as an element of open space is a sub system
of the city, an ecosystem with open space. If increased production of oxygen through the addition and expansion
of the urban forest is difficult, the need for optimizing the productivity of oxygen on land that was allocated to
the urban forest. The purpose of this study was to identify the characteristics of Urban forest in Malang, to count
the oxygen production of urban forest’s vegetation and to determine the right development model to optimize its
production in every urban forest. The method used in this research is descriptive analysis method (identifying the
characteristics of urban forest landscape), evaluative analysis method (to calculate oxygen production of
vegetation forest-vegetation making up the city of Malang), and analysis of development (used to determine the
development model for urban forest’s vegetation and to make the recommendation for urban forest’s future
development). Based on the analysis the form of urban forest in Malang was clustered and stacked. The highest
oxygen production was 7,8 tonnes was produced by Malabar Forest. The recommendation development of urban
forest vegetation Malang more emphasis on precision modeling of urban forest vegetation development. Malang
city forest is composed of 3 to 4 stratum of vegetation, i.e. vegetation stratum B, C, D and E. Stratum Vegetation
in the form of stand (stratum B, C and D) will be developed through planting vegetation ordinances (Good
technical design of street landscaping, 1996) while the forest floor vegetation (stratum E) will be developed with
the assumption that extensive vegetation cover = 100%. The development of urban forest of Malang through the
implementation of urban forest vegetation development model was expected to increase oxygen production
forests Malang. Oxygen production of malang increased about 40,039,978.01 grams or 149.12% higher than the
existing condition.
Keyword: Production of oxygen, Model development of urban forest
OPTIMASI HUTAN SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG
66 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
PENDAHULUAN
Kebutuhan akan pembangunan
infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan lahan
menjadi salah satu faktor terjadinya disintegrasi
dalam pembangunan di perkotaan. Berbagai
sektor aktivitas masyarakat kota seringkali
memperebutkan lahan-lahan terbuka hijau di
kawasan perkotaan dan mengakibatkan semakin
minimnya ruang terbuka hijau (RTH).
Keberadaan RTH di kawasan perkotaan
sangat penting dalam mendukung
keberlangsungan sebuah kota ditinjau dari segi
ekologis. Fungsi intrinsik (utama) RTH beragam,
diantaranya yaitu sebagai produsen (penghasil)
oksigen. Oksigen merupakan kebutuhan dasar
yang mutlak diperlukan oleh sebuah kota baik
oleh penduduk, kendaraan bermotor, hewan
ternak, maupun industri. Gas oksigen merupakan
gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk
proses respirasi.
Perkembangan Kota Malang telah banyak
keluar dari rencana semula. Kota Malang
mengalami gejala yang sama yaitu perubahan
fungsi lahan yang direncanakan sebagai ruang
terbuka hijau (RTH) menjadi kawasan terbangun.
Kota Malang seharusnya mencadangkan 3.301,8
ha lahannya untuk dijadikan RTH, namun pada
kondisi eksisting RTH Kota Malang hanya
11,82% atau 1.303,19 ha (Masterplan RTH Kota
Malang, 2005). Perkembangan Kota Malang
seperti yang telah dijelaskan di atas pada
akhirnya mengakibatkan menurunnya produksi
oksigen yang mampu dihasilkan oleh RTH,
karena pengalihfungsian lahan menyebabkan
meningkatnya area-area yang diperkeras dengan
material yang tidak memungkinkan bagi tanaman
untuk tumbuh.
Apabila setiap 1 m2 ruang terbuka hijau
mampu menghasilkan 50,625 gram O2/m2/hari
menurut Gerakis (1974) yang dimodifikasi dalam
dalam Wisesa (1988), maka untuk RTH seluas n
m2 akan menghasilkan sebesar kg
O2/hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa luas
RTH berbanding lurus dengan besar/kecilnya
produksi O2, yaitu semakin tinggi luas RTH akan
semakin besar jumlah O2 yang dihasilkan dan
semakin rendah luas RTH akan semakin sedikit
jumlah O2 yang dihasilkan. Pengalihfungsian
ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun
di Kota Malang pada akhirnya menyebabkan
penurunan produksi oksigen.
Konsumsi oksigen penduduk adalah
sebesar 0,864 kg/jiwa/hari (Herliani, 2007).
Dengan jumlah penduduk sebanyak 816.637 jiwa
(Kota Malang Dalam Angka, 2008), maka
konsumsi oksigen Kota Malang adalah 705,57
ton O2/hari. Jika luas terbuka hijau (RTH) Kota
Malang adalah 1.303,8 ha (Masterplan RTH Kota
Malang, 2005) maka produksi O2 yang mampu
dihasilkan (Gerakis dalam Wisesa, 1988) oleh
RTH adalah sebesar 660,04 ton O2/hari sehingga
Kota Malang memerlukan adanya penambahan
ruang terbuka hijau (RTH).
Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan
sub sistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem
terbuka.
Pemerintah Kota Malang melalui dinas
pertamanan masih berupaya menyediakan
minimal dua unit hutan kota di masing-masing
kecamatan. Namun, karena kondisinya yang
sudah padat bangunan di dua kecamatan
(Kecamatan Sukun dan Lowokwaru) upaya
tersebut sulit dilakukan. Optimasi hutan kota
merupakan jalan paling efektif yang dapat
dilakukan. Konsistensi pengembangan hutan kota
diharapkan dapat menjadi gambaran upaya
optimasi yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan produksi oksigen yang mampu
dihasilkan oleh RTH khususnya hutan kota di
Kota Malang.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang produksi oksigen
hutan kota Malang yang diduga melalui
biomassanya berdasarkan (a) persamaan
allometrik (Brown, 1997) atau melalui (b)
pendekatan berat kering tanaman dari setiap
vegetasi penyusun hutan kota. Persamaan
allometrik dapat digunakan untuk menduga besar
produksi oksigen pada vegetasi yang memiliki
diameter at breast heigh (DBH) sedangkan untuk
vegetasi yang tidak memiliki DBH akan diduga
produksi oksigennya melalui besar biomassanya.
Pada penelitian ini akan dibahas karakteristik
masing-masing hutan Kota Malang,
mengidentifikasi karakteristik hutan kota,
menyusun model pengembangan vegetasi hutan
kota (a) menurut tata cara perencanaan teknik
lansekap jalan dan (b) dengan pendekatan luas
penutupan (LP), serta menyusun arahan
pegembangan vegetasi pada masing-masing
hutan Kota Malang. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kesadaran pemerintah dan
masyarakat terhadap usaha pelestarian hutan
kota, sehingga tercipta hubungan yang saling
menguntungkan dan berkelanjutan. Pengukuran
produksi oksigen pada penelitian ini relevan
dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan
kota menyediakan informasi penting dalam
menduga besarnya potensi oksigen yang mampu
dihasilkan.
Niti Sesanti, Eddi Basuki Kurniawan, Mustika Anggraeni
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
67
METODE PENELITIAN
1. Metode Pengumpulan Data
a) Survey primer
Data primer ini diperoleh dengan
melakukan pengamatan langsung terhadap hutan
kota khususnya di Kota Malang. Pada
pengamatan awal yang dilakukan pada hutan kota
Malang diketahui bahwa hutan kota Malang
terdiri dari 3-4 stratum vegetasi dari stratum E
hingga B. Kemudian dilakukan pembagian induk
petak pengamatan 20 × 20 meter yang diletakkan
pada seluruh bagian hutan kota untuk
pengamatan vegetasi stratum B dan C. Metode
kombinasi akan digunakan dalam menentukan
induk petak pengamatan. Pada metode ini
masing-masing induk petak pengamatan terletak
saling bersebelahan sehingga mengurangi resiko
adanya bagian hutan kota yang tidak terambil
datanya.
Gambar 1. Desain Petak Contoh di Lapangan
dengan Metode Kombinasi 3
Selanjutnya induk petak dibagi menjadi
anak petak berukuran 2 × 2 meter. Kemudian dari
setiap induk petak akan diambil 1 anak petak
pengamatan (dipilih secara purposive) untuk
menduga biomassa vegetasi stratum D dan E.
Pengambilan anak petak pengamatan dilakukan
secara purposive (acak) dengan pertimbangan
sebagai berikut:
Untuk menghindari pengambilan anak petak
pengamatan pada bagian hutan kota dengan
karakter vegetasi yang terlalu rapat atau
terlalu jarang.
Pemilihan anak petak pengamatan dengan
cara ini juga ditujukan untuk menghindari
adanya peluang tidak terambilnya anak petak
pengamatan pada induk-induk petak
pengamatan tertentu pada hutan kota.
Selanjutnya dilakukan pendugaan
biomassa, yaitu :
Pengukuran biomassa pada vegetasi stratum
B dan C dilakukan dengan menggunakan
persamaan allometrik.
Pengukuran biomassa pada vegetasi stratum
D dan E dilakukan dengan pemanenan
(destructive).
Dari data biomassa dapat diduga produksi
oksigen vegetasi hutan Kota Malang. Jumlah
induk petak pada hutan kota Malabar, Jakarta;
Indragiri; Velodrom dan hutan kota Buper Hamid
Rusdi berturut-turut adalah sebanyak 59, 61, 21,
81 dan 56. Jumlah sampel anak petak
pengamatan menyesuaikan dengan jumlah induk
petaknya.
b) Survey sekunder
Metode yang dilakukan untuk
mengumpulkan data berupa dokumen, kebijakan
dan literatur yang berhubungan dengan
pembahasan.
2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada hutan kota
Malang yang memiliki tipe ilkim (Schmidt and
Ferguson) C yaitu agak basah. Pemilihan hutan
kota yang akan dijadikan objek penelitian
didasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di
Kawasan Perkotaan, yaitu hutan kota yang dipilih
(1) telah ditetapkan sebagai hutan kota oleh
pemerintah daerah setempat dalam hal ini adalah
Pemerintah Kota Malang dan (2) memiliki luas
minimal 2.500 m2.
Berdasarkan kriteri tersebut diperoleh lima
hutan kota Malang, yaitu (1) hutan kota Malabar,
(2) hutan kota Jakarta, (3) hutan kota Velodrom,
(4) hutan kota Indragiri, dan (5) hutan kota Buper
Hamid Rusdi.
3. Metode Analisis
a) Metode Analisis Deskriptif
Pemaparan beberapa data yang diperoleh
melalui pengamatan lapangan, antara lain:
Data tentang elemen keras
Luas dan jenis elemen keras
Data tentang elemen lunak (vegetasi) :
Stratum B : DBH dan lebar tajuk
Stratum C : DBH dan lebar tajuk
Stratum D : berat kering dan lebar tajuk
Stratum E : berat kering dan luas
penutupan (LP)
Data-data tersebut kemudian dijabarkan ke
dalam bentuk tabel, diagram maupun grafik.
b) Metode Analisis Evaluatif
Metode ini digunakan untuk mengevaluasi
kemampuan hutan Kota Malang dalam
menghasilkan oksigen. Estimasi produksi oksigen
pada vegetasi hutan kota dapat dilakukan dengan
terlebih dahulu mengukur biomassanya, yaitu :
Stratum B dan C : menggunakan persamaan
allometrik
Stratum D dan E : menggunakan metode
berat kering tanaman
c) Metode Analisis Development
Membandingkan antara produksi oksigen
hutan kota Malang pada kondisi eksisting dengan
produksi oksigen berdasarkan model
pengembangan vegetasi hutan kota.
Vegetasi tegakan (stratum B, C dan E)
OPTIMASI HUTAN SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG
68 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
Yaitu menduga produksi oksigen hutan
kota dengan rekayasa pola penanaman vegetasi
(Tata cara perencanaan teknik lansekap jalan,
1996) : cara penanaman persegi, persegi panjang
dan segitiga (silang). Selanjutnya akan dipilih 1
dari 3 cara penanaman yang mampu membentuk
kerapatan tertinggi pada tegakan vegetasi hutan
kota Malang.
Vegetasi pelantai (stratum E)
Untuk vegetasi pelantai (stratum E) akan
dibandingkan dengan produksi oksigen vegetasi
apabila diasumsikan luas penutupan (LP)
vegetasi stratum E = 100%.
Selanjutnya cara tersebut akan digunakan
untuk memodelkan pengembangan vegetasi
hutan kota. Pada penelitian ini juga akan dikaji
mengenai pengaruh elemen keras terhadap
produksi oksigen hutan kota Malang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Hutan Kota Malang
Elemen pada hutan kota didominasi oleh
elemen lunak (soft element) berupa vegetasi yang
terbagi menjadi 3 hingga 4 stratum pada hutan
kota Kota Malang.
Tabel 1. Karakteristik Vegetasi
Hutan Kota Malang
No. Hutan kota Vegetasi
Stratum Keterangan
1 Malabar B Jumlah = 168
DBH = 17-92 cm
Lebar tajuk = 5,96 m
C Jumlah = 818
DBH = 5-122 cm
Lebar tajuk = 3,42 m
D Jmlah = 27
Berat kering = 2.490
Lebar tajuk = 1,41 m
E Berat kering = 20.650
LP = 51,17%
2 Jakarta B Jumlah = 83
DBH = 17-84
Lebar tajuk = 6,81
C Jumlah = 635
DBH = 5-110
Lebar tajuk = 3,37 m
D Jumlah = 48
Berat kering = 4.380
Lebar tajuk = 0,53 m
E Berat kering = 30.779
LP = 86,26%
3 Indragiri C Jumlah = 161
DBH = 6-38 cm
Lebar tajuk = 3,61 m
D Jumlah = 12
Berat kering = 1.110
Lebar tajuk = 0,79 m
E Berat kering = 14.640
LP = 97,86%
No. Hutan kota Vegetasi
Stratum Keterangan
4 Velodrom B Jumlah = 143
DBH = 19-88 cm
Lebar tajuk = 4,94 m
C Jumlah = 788
DBH = 5-36 cm
Lebar tajuk = 3,51 m
D Jumlah = 35
Berat kering = 3.500
Lebar tajuk = 1,33 m
E Berat kering = 33.359
LP = 70,26%
5 Buper Hamid
Rusdi
B Jumlah = 86
DBH = 17-38 cm
Lebar tajuk = 5,97 m
C Jumlah = 408
DBH = 5-22 cm
Lebar tajuk = 3,29 m
D Jumlah = 31
Berat kering = 4.360
Lebar tajuk = 1,16 m
E Berat kering = 36.480
LP = 95,20%
Elemen keras (hard element) merupakan
elemen minoritas pada hutan kota, terlihat
gambar 2.
Keterangan:
1) Elemen keras (hard element)
2) Elemen lunak (soft element)
Gambar 2. Proporsi Elemen Keras terhadap
Elemen Lunak pada Hutan Kota Malang
2. Produksi Oksigen Hutan Kota
Pada kondisi eksisting hutan kota Malang
dengan kemampuan menghasilkan oksigen
tertinggi adalah hutan kota Malabar, yaitu sebesar
7.868.795,46 gram/hari dan hutan kota Indragiri
merupakan hutan kota dengan kemampuan
menghasilkan oksigen terendah hutan kota
Malang, yaitu sebesar 946.941,24 gram/hari yaitu
pada hutan kota Indragiri. Tabel 2. Kemampuan Hutan Kota Malang
sebagai Penghasil Oksigen
No. Hutan Kota Jumlah Produksi Oksigen
(gram/hari)
1 Malabar 7.868.795,46
2 Jakarta 4.884.104,58
3 Indragiri 946.941,24
4 Velodrom 7.373.751,54
5 Buper Hamid Rusdi 5.777.439,40
Niti Sesanti, Eddi Basuki Kurniawan, Mustika Anggraeni
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
69
3. Model Pengembangan Vegetasi Hutan
Kota
a) Model Pengembangan Vegetasi Tegakan
(stratum B, C dan D)
Hutan kota Malang memiliki karakteristik
dan kemampuan berbeda-beda dalam
menghasilkan oksigen baik secara vertikal
maupun horisontal. Secara vertikal, vegetasi
stratum B memiliki kemampuan menghasilkan
oksigen sebesar 25.583,35 gram/hari/vegetasi,
vegetasi stratum C memiliki kemampuan
menghasilkan oksigen sebesar 2.556,69
gram/hari/vegetasi dan vegetasi stratum D
memiliki kemampuan menghasilkan oksigen
sebesar 101,65 gram/hari/vegetasi. Secara
horisontal, kerapatan vegetasi sangat berpengaruh
terhadap besar/ kecilnya oksigen yang mampu
dihasilkan oleh hutan kota. Berdasarkan tabel
4.67 dapat diketahui bahwa kerapatan vegetasi
erat hubungannya dengan produksi oksigen hutan
kota Malang. Semakin tinggi kerapatan vegetasi
tegakan (stratum B, C dan D) akan semakin
tinggi pula produksi oksigennya.
Keterangan:
(a) Cara penanaman persegi
(b) Cara penanaman persegi panjang
(C) Cara penanaman segitiga (silang)
Gambar 3. Tata Cara Penanaman
Vegetasi Tegakan (stratum B, C dan D)
Kerapatan vegetasi dengan tata cara
penanaman bujur sangkar diketahui dengan
menggunakan persamaan (3.7) cara penanaman
persegi panjang dengan menggunakan persamaan
(3.9) dan cara penanaman segi tiga (silang)
dengan menggunakan persamaan (3.11). Apabila
diasumsikan bahwa hutan kota berbentuk persegi
dengan panjang dan lebar berturut-turut adalah
20 meter × 20 meter, maka akan diperoleh hasil
seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Kerapatan Relatif Vegetasi Tegakan
(Stratum B, C Dan D) Hutan Kota Malang (Tata
Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan, 1996
No. Hutan Kota
Kerapatan Relatif
(KR)
1) 2) 3)
1 Malabar 0,617
0,247
0,653
2 Jakarta 3,670
1,468
4,116
3 Indragiri 1,679
0,672
1,829
4 Velodrom 0,687
0,275
0,727
5 Buper Hamid Rusdi
0,864
0,345
0,955
Jumlah 7,516
3,007
8,341
Keterangan:
1) Cara penanaman persegi
2) Cara penanaman persegi panjang
3) Cara penanaman segitiga (silang)
Selanjutnya tata cara penanaman segi tiga
(Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan,
1996) digunakan untuk mengembangkan
vegetasi-vegetasi berupa tegakan pada hutan kota
Malang dan mengestimasikan peningkatan/
penurunan produksi oksigen oleh vegetasi berupa
tegakan (stratum B, C dan D) pada masing-
masing hutan kota.
b) Model Pengembangan Vegetasi Pelantai
(stratum E)
Pada vegetasi stratum E, luas bahwa
peningkatan luas penutupan (LP) vegetasi
stratum E pada lantai hutan kota Malang sangat
berpengaruh terhadap biomassa hutan kota (tabel
4.72) dan berpengaruh terhadap produksi oksigen
hutan kota Malang.
1) Produksi Oksigen Hutan Kota Malang
dengan Model Pengembangan Vegetasi
Hutan Kota
Produksi Oksigen Vegetasi Tegakan (stratum
B, C dan D) Hutan Kota Malang dengan
Model Pengembangan Vegetasi Hutan Kota
Pengembangan vegetasi tegakan dengan
tata cara penanaman segi tiga (Tata Cara
Perencanaan Teknik Lansekap Jalan, 1996)
terbukti mampu meningkatkan produksi oksigen
pada masing-masing hutan kota Malang.
Perhatikan gambar 4.
OPTIMASI HUTAN SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG
70 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
Keterangan :
1) Produksi oksigen dengan tata cara penanaman
segitiga (silang)
2) Produksi oksigen eksisting
Gambar 4. Peningkatan Produksi Oksigen
Vegetasi Tegakan Hutan Kota Malang dengan
Model Pengembangan Vegetasi Hutan Kota
Produksi Oksigen Vegetasi Pelantai (stratum
E) Hutan Kota Malang dengan Model
Pengembangan Vegetasi Hutan Kota
Pengembangan vegetasi pelantai (stratum
E) dengan Dengan adanya peningkatan biomassa
vegetasi stratum E pada masing-masing hutan
kota Malang terjadi peningkatan produksi
oksigen seperti pada gambar 5.
Keterangan :
1) Produksi oksigen dengan asumsi LP = 100%
2) Produksi oksigen eksisting
Gambar 5. Peningkatan Produksi Oksigen
Vegetasi Pelantai (Stratum E) Hutan Kota Malang
dengan Asumsi LP = 100%
Dengan model pengembangan pada
komunitas vegetasi stratum E melalui
peningkatan LP dari LPeksisting menjadi LP =
100% produksi oksigen pada masing-masing
hutan kota Malang meningkat, yaitu sebesar
88,97% pada hutan kota Malabar, sebesar
18,15% pada hutan kota Jakarta, sebesar 3,20%
pada hutan kota Indragiri, sebesar 51,78% pada
hutan kota Velodrom dan sebesar 6,07% pada
hutan kota Buper Hamid Rusdi.
Model pengembangan vegetasi hutan kota
mampu meningkatkan produksi oksigen vegetasi
hutan kota Malang. Tabel 4. Kemampuan Hutan Kota Malang sebagai
Penghasil Oksigen Melalui Model Pengembangan
Vegetasi Hutan Kota
No. Hutan Kota Jumlah Produksi Oksigen
(gram/hari)
1 Malabar 16.859.783,07
2 Jakarta 9.156.962,11
3 Indragiri 4.922.944,14
4 Velodrom 22.511.225,16
5 Buper Hamid Rusdi 13.440.095,46
2) Pengaruh Elemen Keras terhadap
Produksi Oksigen Hutan Kota Malang Jika diasumsikan bahwa seluruh bagian
hutan kota Malang tidak memiliki elemen keras,
maka besar produksi oksigen yang mampu
dihasilkan oleh vegetasi tegakan (stratum B, C
dan D) hutan kota Malang adalah sebesar
65.432.548,80 gram/hari atau 3.268.182,18
gram/hari lebih tinggi dibanding dengan produksi
oksigen pada kondisi eksisting 62.164.366,63
gram/hari. Tabel 5. Pengaruh Elemen Keras terhadap
Produksi Oksigen Hutan Kota Malang
No. Hutan Kota Jumlah Produksi Oksigen
(gram/hari)
1 Malabar 18.220.278,09
2 Jakarta 9.725.259,83
3 Indragiri 5.267.574,92
4 Velodrom 22.781.030,77
5 Buper Hamid Rusdi 19.241.993,73
Berdasarkan tabel 5, dapat disimpulkan
bahwa elemen keras berpengaruh terhadap
produksi oksigen hutan kota Malang. Jika
masing-masing hutan kota Malang tidak memiliki
elemen keras maka besar produksi oksigen yang
seharusnya mampu dihasilkan oleh vegetasi
hutan kota Malabar adalah 18.220.278,09
gram/hari, sebesar 9.725.259,83 gram/hari pada
hutan kota Jakarta, sebesar 5.267.574,92
gram/hari pada hutan kota Indragiri, sebesar
22.781.030,77 gram/hari pada hutan kota
Velodrom dan sebesar 19.241.993,73 gram/hari
pada hutan kota Buper Hamid Rusdi.
Tabel 6. Arahan Optimasi Produksi Oksigen
Hutan Kota Malang
Hutan
Kota
Arahan Jumlah
produksi
oksigen
(gram/hari) Keterangan
Produksi
oksigen
(gram/hari)
Malabar B Penambahan 314 tegakan
13.021.924,72
20.432.646,41
C Penambahan
691 tegakan
3.858.044,98
D Penambahan
7.689
tegakan
808.321,43
E LP rata-rata
= 100%
2.744.355,28
Niti Sesanti, Eddi Basuki Kurniawan, Mustika Anggraeni
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
71
Hutan
Kota
Arahan Jumlah
produksi
oksigen
(gram/hari) Keterangan
Produksi
oksigen
(gram/hari)
Jakarta B Penambahan
313 tegakan
10.131.006,39
15.971.478,82
C Penambahan 288 tegakan
2.359.824,69
D Penambahan
21.144 tegakan
2.216.784,77
E LP rata-rata
= 100%
1.263.862,97
Indragiri B Penambahan
140 tegakan
3.581.669,00
5.321.746,22
C Penambahan
102 tegakan
672.409,42
D Penambahan 5.071
tegakan
522.887,77
E LP rata-rata = 100%
544.780,03
Velodrom B Penambahan
545 tegakan
17.601.344,44
24.707.234,88
C Penambahan
633 tegakan
3.633.056,27
D Penambahan 8.945
tegakan
943.312,79
E LP rata-rata = 100%
2.529.521,38
Buper
Hamid Rusdi
B Penambahan
265 tegakan
8.979.755,63
15.544.284,88
C Penambahan
805 tegakan
3.101.264,86
D Penambahan
7.676
tegakan
860.062,51
E LP rata-rata
= 100%
2.603.201,88
Gambar 6. Peta Arahan Optimasi Produksi
Oksigen Hutan Kota Malang
Keterangan :
1) Produksi oksigen eksisting Hutan Kota Malang
2) Produksi oksigen hutan kota Malang dengan
model pengembangan vegetasi hutan kota, dengan
tetap mempertimbangkan adanya elemen keras
hutan kota (luas hutan kota = luas efektif)
3) Produksi oksigen hutan kota Malang dengan
model pengembangan vegetasi hutan kota, dengan
asumsi elemen keras = 0 (luas hutan kota = luas
efekti + luas elemen keras)
Untuk elemen keras yang terdapat pada
masing-masing hutan kota tetap dipertahankan
seperti pada kondisi eksisting. Tindakan ini
bertujuan untuk tetap mempertahankan fungsi
sosial yang ada pada masing-masing hutan kota.
Peningkatan produksi oksigen hutan kota lebih
difokuskan pada upaya mengoptimalkan lahan
(melalui penanaman vegetasi) hutan kota yang
ada sehingga perlu adanya pembatasan dan atau
peniadaan peningkatan (penambahan) elemen
keras pada masing-masing hutan kota.
KESIMPULAN
Perumusan kesimpulan dari penelitian
Optimasi Hutan Kota sebagai Fungsi Pemenuhan
Kebutuhan Oksigen Kota Malang ini mengacu
pada tahapan analisis yang telah dilakukan.
Kesimpulan dari studi ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Hutan kota Malang didominasi oleh tiga
hingga empat komunitas vegetasi, yaitu
vegetasi stratum B, C, D dan E yang
tergabung dalam elemen lunak (soft element)
hutan kota. Elemen keras (hard element)
merupakan elemen minoritas dari masing-
masing hutan kota. Keduanya memiliki
perbandingan 91,44% dan 8,55%.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh
pembagian bentuk hutan kota Malang: (a)
hutan kota Malabar berbentuk bergerombol
dan menumpuk, (b) hutan kota Jakarta
OPTIMASI HUTAN SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG
72 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
berbentuk bergerombol dan menumpuk, (c)
hutan kota Indragiri berbentuk menyebar dan
menumpuk, (d) hutan kota Velodrom
berbentuk menyebar dan menumpuk, dan (e)
hutan kota Buper hamid Rusdi berbentuk
menyebar dan menumpuk.
2. Pada kondisi eksisting kemampuan hutan
kota Malang dalam memproduksi oksigen
adalah:
Malabar : 7.868.795,46 gram/hari
Jakarta : 4.884.104,58 gram/hari
Indragiri : 946.941,24 gram/hari
Velodrom : 7.373.751,54 gram/hari
Buper Hamid Rusdi : 5.777.439,40 gram/hari
Kemampuan terbesar dalam menghasilkan
oksigen pada hutan kota Malang berada pada
hutan kota Malabar, yaitu sebesar
7.868.795,46 gram oksigen/hari sedangkan
kemampuan terendah berada pada hutan kota
Indragiri, yaitu sebesar 946.941,24 gram
oksigen/hari.
3. Upaya optimasi dilakukan melalui
pembuatan model pengembangan vegetasi
hutan kota, yaitu (a) Tata cara penanaman
segi tiga (silang) → vegetasi tegakan
(stratum B, C dan D), dan (b) luas penutupan
(LP) = 100% → vegetasi pelantai (stratum E)
dengan tetap mempertimbangakan adanya
elemen keras pada masing-masing hutan kota
sehingga diperoleh produksi oksigen seperti
pada tabel 5.2. Pada vegetasi tegakan
(stratum B, C, dan D), kerapatan vegetasi
sangat berpengaruh pada produksi hutan kota
Malang (tabel 4.67). Pada vegetasi pelantai
(stratum E), luas penutupan (LP) sangat
berpengaruh terhadap biomassa hutan kota
Malang (tabel 4.72) dan berpengaruh
terhadap produksi oksigen (tabel 4.74). Jika
kedua kondisi tersebut digunakan sebagai
model pengembangan pada hutan kota, maka
hutan dapat diprediksi besar produksi
oksigen hutan kota Malang akan meningkat
40.039.978,01 gram atau lebih tinggi
149,12% lebih tinggi dari pada kondisi
eksisting. Berdasarkan kondisi jumlah
penduduk Kota Malang, pengembangan
vegetasi hutan kota melalui penerapan model
pengembangan vegetasi hutan kota ini
mampu mensupport 9,5% kebutuhan oksigen
Kota Malang.
Berdasarkan model pengembangan hutan
kota, kemampuan hutan kota Malang dalam
menghasilkan oksigen meningkat menjadi
seperti berikut ini:
Malabar : 16.859.783,07 gram/hari
Jakarta : 9.156.962,11 gram/hari
Indragiri : 4.922.944,14 gram/hari
Velodrom : 22.511.225,16 gram/hari
Buper Hamid Rusdi : 13.440.095,46 gram/hari
Elemen keras berpengaruh terhadap produksi
oksigen hutan kota Malang, baik pada
vegetasi tegakan maupun pada vegetasi
pelantai. Jika diasumsikan bahwa masing-
masing hutan kota Malang tidak dilengkapi
dengan elemen keras, maka (dengan
menggunakan model pengembangan hutan
kota) produksi oksigen hutan kota Malang
akan 8.345.127,40 gram atau 12,48% lebih
tinggi dari sebelumnya. Berdasarkan kondisi
jumlah penduduk Kota Malang,
pengembangan vegetasi hutan kota melalui
penerapan model pengembangan vegetasi
hutan kota ini mampu mensupport 10,6%
kebutuhan oksigen Kota Malang (dengan
asumsi bahwa elemen keras = 0).
Berdasarkan model pengembangan hutan
kota, kemampuan hutan kota Malang dalam
menghasilkan oksigen dikaji ulang dengan
asumsi bahwa masing-masing hutan kota
Malang tidak memiliki elemen keras (luas
hutan kota = luas efektif + luas elemen keras) maka produksi oksigen hutan kota Malang
meningkat menjadi seperti berikut ini: Malabar : 18.220.278,09 gram/hari
Jakarta : 9.725.259,83gram/hari
Indragiri : 5.267.574,92 gram/hari
Velodrom : 22.781.030,77 gram/hari
Buper Hamid Rusdi: 16.786.565,16 gram/hari
SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian
Optimasi Hutan Kota sebagai Penghasil Oksigen
Kota Malang ini rekomendasi dapat dikemukakan
adalah peningkatan dan peran aktif seluruh
stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan
untuk mendukung keberlangsungan fungsi
ekologis hutan kota, yaitu dengan:
1. Membangun pola berfikir masyarakat akan
lingkungan hidup, bahwa lingkungan hidup
merupakan aset yang harus dipertahankan
kelestariannya bukan untuk kepentingan
jangka pendek melainkan untuk masa yang
akan datang.
2. Peran aktif pemerintah dalam mendukung
upaya pelestarian ruang terbuka hijau
utamanya hutan kota mengingat banyak
terjadinya konversi perubahan ruang terbuka
hijau kota Malang yang semakin pesat akibat
perebutan kepentingan penggunakaan lahan
dari berbagai sektor aktivitas kota Malang.
Untuk itu perlu adanya upaya optimasi demi
mengoptimumkan fungsi ekologis pada hutan
kota yang ada.
Niti Sesanti, Eddi Basuki Kurniawan, Mustika Anggraeni
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
73
3. Penelitian lanjutan mengenai optimasi
produksi oksigen Kota Malang pada bentuk
ruang terbuka hijau selain yang telah dikaji
pada penelitian ini.
4. Penelitian lanjutan mengenai produksi
oksigen untuk tiap jenis vegetasi dirasa perlu
dilaksanakan. Dengan proses interpretasi
yang lebih dalam diharapkan penelitian
lanjutan dapat menghasilkan rekomendasi
mengenai jenis-jenis vegetasi dengan
kemampuan tinggi dalam menghasilkan
oksigen utamanya vegetasi yang sesuai
dengan kondisi Kota Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum. 1996. Tata Cara
Perencanaan Teknik Lansekap Jalan: Jakarta.
Indrianto. 2005. Ekologi Hutan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
05/PRT/M/2008. 2008. Pedoman Penyediaan
dan Penyelenggaraan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Kawasan Perkotaan: Jakarta.
Sutaryo, Dandun. 2009. Perhitungan Biomassa
(Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan
Perdagangan Karbon). Bogor: Wetlands
International Indonesia Programme.
OPTIMASI HUTAN SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG
74 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011