opini 2
TRANSCRIPT
Nama : Muhammad Arif
NIM : 101000112
Lomba ”OPINI”
”Tingkatkan taraf hidup,SDM,dan Potensi Bangsa dengan
Perbaikan gizi”
Pembangunan suatu bangsa merupakan upaya pemerintah bersama masyarakat dalam
mensejahterakan bangsa. Keberhasilan pembangunan nasional ditentukan oleh ketersediaan
sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh,
mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi.
Indikator yang digunakan untuk pengukur tinggi rendahnya kualitas SDM antara lain indeks
kualitas hidup atau yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM). Pada dasarnya IPM dan IKM mempunyai komponen yang sama,
yaitu angka harapan hidup (tingkat kesehatan), penguasaan ilmu pengetahuan (tingkat
pendidikan) dan standar kehidupan yang layak (tingkat ekonomi), Pada IPM standar hidup layak
dihitung dari pendapatan per kapita, sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa
akses terhadap air bersih, fasilitas kesehatan dan balita kurang gizi.
Tiga faktor utama penentu IPM yang dikembangkan UNDP adalah tingkat pendidikan, kesehatan
dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat.
Salah satu prioritas pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah upaya perbaikan gizi
yang berbasis pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Kurang gizi berdampak pada
penurunan kualitas SDM yang lebih lanjut dapat berakibat pada kegagalan pertumbuhan fisik,
perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan serta
kematian.
Seperti halnya di negara berkembang lain, di Indonesia masalah gizi utama adalah Kurang
Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangnan Yodium
(GAKY) dan pada kota-kota besar sudah mulai terjadi masalah gizi lebih.
Masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor
penyebab. Penyebab langsung gizi kurang adalah makan tidak seimbang, baik jumlah dan mutu
asupan gizinya, di samping itu asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara
optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi.
Penyebab tidak langsung adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang
baiknya pola pengasuhan anak terutama dalam pola pemberian makan pada balita, kurang
memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan kesehatan.
Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan dan kemiskinan. Akar masalah gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan
sosial termasuk kejadian bencana alam, yang mempengaruhi ketidak seimbangan antara asupan
makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.
Kemiskinan dan kurang gizi merupakan suatu fenomena yang saling terkait, oleh karena itu
meningkatkan status gizi suatu masyarakat erat kaitannya dengan upaya peningkatan ekonomi.
Beberapa penelitian di banyak negara menunjukkan bahwa proporsi bayi dengan BBLR
berkurang seiring dengan peningkatan pendapatan nasional suatu negara.
Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan ekonomi sebagai dampak dari berkurangnya
kurang gizi dapat dilihat dari dua sisi, pertama berkurangnya biaya berkaitan dengan kematian
dan kesakitan dan di sisi lain akan meningkatkan produktivitas. Manfaat ekonomi yang diperoleh
sebagai dampak dari perbaikan status gizi adalah: berkurangnya kematian bayi dan anak balita,
berkurangnya biaya perawatan untuk neonatus, bayi dan balita, produktivitas meningkat karena
berkurangnya anak yang menderita kurang gizi dan adanya peningkatan kemampuan
intelektualitas, berkurangnya biaya karena penyakit kronis serta meningkatnya manfaat
“intergenerasi” melalui peningkatan kualitas kesehatan.
Berdasarkan analisis HL Bloomm (1978) menunjukan bahwa status kesehatan termasuk status
gizi dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku , pelayanan kesehatan dan faktor keturunan.
Faktor lingkungan antara lain lingkungan fisik, boilogis dan sosial memegang peranan yang
terbesar dalam menentukan status kesehatan dan gizi, selanjutnya faktor yang cukup berpengaruh
adalah faktor perilaku yang berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan yang menentukan
perilaku seseorang atau kelompok untuk berperilaku sehat atau tidak sehat. Faktor pelayanan
kesehatan memegang peranan yang lebih kecil dalam menentukan status kesehatan dan gizi
dibandingkan dengan kedua faktor tersebut, sedangkan faktor keturunan mempunyai pengaruh
yang lebih kecil dibandingkan faktor lingkungan, perilaku da pelyanan kesahatan. Dengan
demikian disarankan dalam meningkatkan status kesehatan dan gizi disamping peningkatan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan dan gizi harus disertai dengan upaya perbaikan
lingkungan dan perilaku masyarakat yang berdampak positf pada status kesehatan dan gizi.
Perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu investasi pembangunan ekonomi. Pada tahun
1992 Bank Dunia menyatakan bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu prioritas dalam
memberikan pimjaman kepada negara berkembang sebagai suatu investasi pembangunan.
Sumber daya yang dialokasikan untuk perbaikan gizi adalah suatu investasi dengan keuntungan
jangka pendek dan jangka panjang yang nyata. Hasil investasi di bidang gizi mendukung
kebijakan Bank Dunia yang ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan dan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Adanya keterkaitan upaya perbaikan gizi dengan pembangunan
ekonomi juga dikemukakan oleh Sekjen PBB Kofi Annan bahwa : Gizi yang baik dapat
merubah kehidupan anak, meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental,
melindungi kesehatannya dan meletakan fondasi untuk masa depan produktivitas anak.
Investasi di sektor sosial (gizi,kesehatan dan pendidikan) akan memperbaiki keadaan gizi
masyarakat yang merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatkan kualitas SDM.
Dengan meningkatnya kualitas SDM, akan meningkatkan produktivitas kerja yang selanjutnya
akan meningkatkan ekonomi. Dengan terjadinya perbaikan ekonomi akan mengurangi
kemiskinan dan selanjutnya akan meningkatkan keadaan gizi, meningkatkan kualitas SDM.
Meningkatkan produktivitas dan seterusnya.
Kehidupan manusia dimulai sejak di dalam kandungan ibu. Sehingga calon ibu perlu mempunyai
kondisi yang baik. Kesehatan dan gizi ibu hamil merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi
sang bayi untuk menjadi sehat. Jika tidak, maka dari awal kehidupan kehidupan manusia akan
bermasalah pada kehidupan selanjutnya.
Besar dan luasnya masalah gizi pada setiap kelompok umur menurut siklus kehidupan dan saling
berpengaruhnya masalah gizi kepada siklus kehidupan (intergenerational impact), maka
diperlukan kebijakan dan strategi baru perbaikan gizi di setiap siklus kehidupan.
Faktor geografis dan demografi. Lebih dari 50% penduduk tinggal di daerah perdesaan dan
daerah sulit. Untuk meningkatkan pelayanan gizi dan pemantauan pertumbuhan pada masyarakat
sasaran yang sulit dijangkau dengan fasilitas pelayanan yang ada seperti puskesmas dan
posyandu, perlu ada upaya khusus untuk mendekatkan pelayanan kepada kelompok ini.
Dampak krisis ekonomi telah menurunkan kemampuan daya beli masyarakat. Jumlah penduduk
miskin masih 18% atau sekitar 38 juta. Pada masyarakat ini daya beli terhadap makanan dan
pelayanan kesehatan sangat terbatas, oleh karena itu untuk mencegah kurang gizi, upaya
peningkatan daya beli melalui pemberian kredit usaha kecil dan menegah dan bantuan
pemasarannya dan peningkatan keterampilan (income generating) yang disertai dengan upaya
KIE gizi menuju keluarga sadar gizi kepada masyarakat miskin menjadi sangat penting.
Meningkatnya kasus gizi buruk, hal ini menunjukkan rendahnya ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga, untuk mengatasi situasi ini upaya pemenuhan kesehatan dan gizi melalui program
jaring pengaman sosial masih perlu mendapat prioritas, misalnya pemberian supplementasi gizi
yang tepat sasaran, tepat waktu dengan mutu yang baik, perlu mendapat prioritas.
Melakukan program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif untuk jangka panjang,
sementara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Bentuk program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga dilakukan
secara profesional mulai dipikirkan, dan tentunya dengan ketentuan atau kriteria yang spesifik
lokal.
Tingkat pendidikan. Meskipun tingkat melek huruf relatif tinggi (90%), akan tetapi pengetahuan
dan kesadaran gizi masyarakat akan pentingnya gizi masih kurang, oleh karena itu upaya
peningkatan pengetahuan dan sadar gizi kepada keluarga dan masyarakat perlu diprioritaskan
dan mendapat dukungan dari berbagai sektor termasuk masyarakat. Secara bertahap mutu
pendidikan ditingkatkan, karena dalam jangka panjang akan memberi kontribusi yang besar
mengatasi masalah kesehatan dan gizi masyarakat. Jika permasalahan gizi dapat diselesaikan
dengan baik, maka akan terciptalah suatu keadaan dimana meningkatnya taraf hidup dan SDM
yang berkualitas disuatu bangsa.