survei dan opini

50
HUBUNGAN PUBLIKASI SURVEI DENGAN SIKAP CALON PEMILIH (Studi Aalisis Regresi Linier Pada Masyarakat Sumatera Utara Mengenai Publikasi Survei di Media Massa) Gema Nusantara MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

Upload: andrian-navichencko

Post on 06-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Hubungan publikasi survei di media massa terhadap sikap pemilih menjelang pemilihan umum

TRANSCRIPT

HUBUNGAN PUBLIKASI SURVEI DENGAN SIKAP CALON

PEMILIH

(Studi Aalisis Regresi Linier Pada Masyarakat Sumatera Utara Mengenai Publikasi

Survei di Media Massa)

Gema Nusantara

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS JAYABAYA

2013

window-7, 06/09/13,
Studi Analisis Linier atau Studi Korelasi. Karena judul mencerminkan korelasi. Analisis Regresi linier adalah rumus statistik untuk mengukur hasil nya.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak reformasi berlangsung di Indonesia tahun 1998, sistem politik mulai

berubah. Kini kepala pemerintahan dipilih langsung. Presiden dipilih langsung.

Gubernur dipilih langsung. Bupati, walikota juga dipilih langsung. Metode dan

kultur kompetisi berubah. Seseorang menjadi presiden, gubernur, walikota bukan

lagi ditentukan partai. Mereka terpilih bukan lagi karena petunjuk pejabat, juga

bukan lagi dipilih oleh anggota parlemen. Mereka menjadi pemimpin

pemerintahan karena dipilih langsung oleh ratusan ribu bahkan jutaan pemilih.

Politik menjadi tak pasti. Siapa yang menang, siapa yang kalah, susah kita

prediksi. Calon partai besar bisa kalah. Presiden yang ingin menjadi presiden lagi

juga bisa kalah. Orang mulai mencari pegangan baru untuk memahami sebab

musabab kemenangan dan kekalahan seseorang dalam Pemilu yang dipilih

langsung.

Survei merupakan salah satu metode yang sering dipakai untuk

mengetahui preferensi para pemilih. Melalui survei, para peneliti bisa membuat

meramalkan kandidat atau partai mana yang berpeluang menang.

Menurut Umar S Bakry Direktur Lembaga Survei Nasional, survei dan

demokrasi adalah satu paket. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi atau

demokrasinya sudah mapan maka survei akan menjadi kebutuhan. Indonesia

sedang dalam transisi menuju demokrasi. Di situlah survei dibutuhkan. (Rakyat

Merdeka, 15 Maret 2008). Amerika Serikat (AS) saja yang demokrasinya sudah

maju masih membutuhkan ribuan lembaga survei. Orang AS sadar dengan adanya

survei, politik menjadi lebih pasti dan rasional. Orang AS paham bahwa survei

membuat apa yang kita targetkan dapat dikalkulasi lebih dini. Sebab itu orang AS

tidak gagap dan emosi menerima hasil pemilu karena semuanya telah terkalkulasi

sejak awal melalui aneka survei (Koran Jakarta, 24 Sepetember 2008).

Awalnya, ketika metode itu dipakai menjelang Pemilihan Presiden 2004,

banyak orang meremehkannya. Survei tak lebih dipandang sebagai kembangan

2

window-7, 06/09/13,
Kutipan? ....idem!!
window-7, 06/09/13,
Kutipan!!! Pakai tanda kutip untuk batas kutipan. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea.
window-7, 06/09/13,
Jangan menggunakan kata “kita”...hilangkan!! Juga untuk tulisan2 selanjutnya.

pilpres. Hal ini tidak lepas dari hasil survei awal, Susilo Bambang Yudhoyono

mengungguli calon lainnya. Padahal, SBY berasal dari partai baru, Partai

Demokrat, sedangkan calon lain dari partai besar. Para pengkritik itu berasumsi

pilihan partai akan berbanding lurus dengan pilihan capres.

Ketika hasil Pilpres 2004 mirip dengan hasil survei, barulah banyak orang

terbelalak. Lebih-lebih para pelaku survei itu juga melakukan quick count hasil

pemilihan, yang hasilnya mendekati penghitungan manual. Orang semakin

percaya pada hasil survei. Bahkan, para penyelenggara survei kemudian disebut

“dukun politik.” Mereka pun mulai banyak dilirik dan laris manis. Sejak saat itu,

muncul lembaga survei baru, termasuk dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Melihat fenomena inilah maka lembaga survei mulai bertumbuhan

bagaikan Jamur pada musim hujan. Lembaga survei tersebut ada banyak macam

ragamnya mulai dari yang dikelola secara professional, sampai dengan yang

dikelola secara asal-asalan. Fungsi lembaga survei menurut Toto Sugiarto

Direktur Eksekutif Soegeng Saryadi Syndicate : “Fungsi lembaga survei adalah

mengukur denyut nadi politik rakyat. Kemudian juga, untuk melihat alasan

pemilihan publik pada satu kekuatan politik tertentu, misalnya, visi-misi atau

penampilan dari calon. Kita berusaha mengetahui alasan di balik pemilihan

seorang calon dan kekuatan politik tertentu”.

Selain itu fungsi lembaga survei terhadap elite politik adalah memberikan

gambaran popularitas dan elektabilitas para elite politik. Sehingga dalam

melakukan kampanye politik tidak terkesan salah alamat dan dapat efektif dalam

menggunakan strategi dan ongkos politik untuk menjadi pejabat publik di pemilu

atau pilkada. Para elite politik menggunakan survei selain untuk mengetahui

gambaran opini publik tetapi juga sebagai pencitraan politik.

Di Indonesia, jumlah lembaga survei masih jauh dari ideal untuk

memberikan kontribusi bagi demokrasi yang sehat dan transparan. Untuk Negara

demokrasi terbesar ketiga di dunia seperti Indonesia ini, sedikitnya butuh 1000

lembaga survei. Sebagai perbandingan di AS sekarang ini ada lebih dari 7000

lembaga survei. (Koran Jakarta, 24 Sepetember 2008).

3

window-7, 06/09/13,
kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea.
window-7, 06/09/13,
kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea.

Sayangnya, meskipun jumlah lembaga survei di Indonesia masih terbatas

dan eksistensinya masih “seumur jagung”, beberapa pihak sudah mulai jengah dan

gerah dengan sepak terjang lembaga survei. Para elite politik memandang

lembaga survei bersifat hipokrit, artinya para elite politik apabila melihat hasil

survei dan posisinya berada dibawah, mereka langsung tidak percaya dan tidak

menerima hasil survei tersebut lalu menjustifikasi bahwa lembaga survei tersebut

tidak kredibel atau adanya indikasi survei tersebut adalah survei pesanan. Tetapi

akan sangat berbeda jika hasil survei itu posisinya berada di atas atau bagus, maka

para elite politik beranggapan bahwa survei itu benar dan lembaga tersebut

kredibel (Pelita, 13 Mei 2009).

Ketua DPP Partai Golkar Firman Subagyo menyatakan, kehadiran

lembaga survei tetap dibutuhkan sebagai lembaga kontrol sekaligus untuk

melakukan mapping terhadap berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Paling

tidak, hasil survei bisa dijadikan parameter untuk mengetahui persepsi publik

terhadap partai politik maupun tingkat elektabilitas tokoh tertentu. Misalnya,

seorang yang ingin maju dalam pilkada, tentunya bisa menggunakan lembaga

survei untuk mengetahui sejauh mana elektabilitas atau nilai jual serta

ketokohannya.

Sekjen PDIP Tjahyo Kumolo berpendapat bahwa lembaga survei

digunakan oleh partainya hanya sebagai kajian perbandingan saja agar dapat

dilakukan lebih akurat dan objektif dan strategi politik yang dilakukannya sesuai

mengenai sasaran.

Sedangkan Sekjen Hanura Yus Usman Sumanegara menengarai banyak

lembaga survei yang tidak kredibel dalam melakukan survei. Bahkan terkesan ada

permainan kasar untuk melakukan kebohongan publik. Lembaga survei harus

memiliki etika dan kredibilitas yang bisa dipertanggung jawabkan jangan sampai

melakukan promosi dan mencari popularitas dan mengorbankan elektabilitas yang

ada (Radar Bogor, 13 April 2009).

Mengenai kredibilitas lembaga survei pernah juga dipersoalkan oleh

Sutiyoso yang mempertanyakan orang-orang tertentu yang rela membayar

4

window-7, 06/09/13,
Kutipan ???
window-7, 06/09/13,
kutipan???
window-7, 06/09/13,
batas kutipan tidak ada??. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea
window-7, 06/09/13,
batas kutipan tidak ada??. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

lembaga survei hanya ingin menjadi pemimpin bangsa untuk meningkatkan

popularitas dirinya maupun seolah-olah terangkat dalam rating bursa capres.

“kalau sudah menipu diri seperti itu, bagaimana kalau nanti terpilih sebagai

pemimpin bangsa. Apa yang dilakukan para capres dan parpol agar bisa terkenal

melalui lembaga survei tak ubahnya seperti onani politik untuk menyenangkan

dirinya sendiri tanpa didukung oleh fakta dan dilapangan”. Sutiyoso juga

mempertanyakan kredibilitas lembaga-lembaga survei yang seharusnya bisa

memberikan gambaran dan fakta-fakta yang benar, serta realitas sosial yang ada,

bukan hanya sebagai pesanan saja.

Sementara itu, mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat

Nur Wahid berpendapat bahwa lembaga survei tidak perlu ditakuti dan diyakini,

karena lembaga survei bukan tuhan yang harus disembah dan juga bukan hantu

yang harus ditakuti. Lembaga survei sering salah dalam memberikan hasil survei.

Menurut pandangan Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry, “ mengenai

lembaga survei yang tidak kredibel, sebenarnya dalam profesi apapun pasti ada

yang kredibel dan ada yang tidak. Begitu pula di komunitas survei, pasti ada

lembaga yang dianggap tidak kredibel tapi jangan pula menafikan lembaga survei

yang kredibel, dan kita tidak bisa memukul rata semua lembaga itu”. (Koran

Jakarta, 24 Sepetember 2008).

Di negeri ini banyak orang yang salah paham terhadap survei dan lembaga

survei ketimbang yang memahaminya. Salah paham yang paling mendasar adalah

mengenai distribusi sampel dalam aktivitas survei politik. Bahkan seorang Jusuf

Kalla pun pernah mempertanyakan bagaimana mungkin pendapat 1000 orang

dapat mewakili 200 juta penduduk Indonesia? Kesalahpahaman Jusuf Kalla ini

mewakili jutaan pandangan awam terhadap metode survei. Survei adalah metode

ilmiah yang sudah terbukti dan teruji ribuan kali akurasinya. Asal dilakukan

dengan prosedur dan metodologi yang benar mulai dari desain survei hingga

eksekusi dilapangan. Pendapat 1000 responden sangat mungkin

mempresentasikan pendapat 200 juta orang. Sedangkan kalau prosedurnya salah

50 juta sampel pun belum tentu mewakili pendapat 200 juta orang.

5

window-7, 06/09/13,
kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea.
window-7, 06/09/13,
Sumber kutipan tidak ada??. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea
window-7, 06/09/13,
Sumber kutipan tidak ada??. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea
window-7, 06/09/13,
Kata tempat dipisah

Kesalahpahaman yang kedua adalah soal objektivitas, banyak pihak

mencurigai hampir semua lembaga survei di Indonesia sekarang ini tidak lagi

independen sehingga hasil surveinya cenderung subjektif. Hasil survei konon

lebih banyak disesuaikan kepentingan klien untuk menjadi corong atau media

pencitraan kekuatan politik atau capres tertentu.

Akibatnya, hasil survei tentang capres menjadi berbeda-beda karena setiap

lembaga survei akan menempatkan kliennya berada diatas. Menjelang pilpres

2009, banyak muncul lembaga survei yang aneh dan hasil survei yang lucu-lucu.

Sangat mudah menerka lembaga tersebut mengabdi pada kepentingan apa dan

siapa. Tapi harus diakui juga banyak lembaga survei yang bisa menjadi

independen hasil surveinya karena berpegang teguh pada metodologi dan sikap

ilmiah yang benar. Terhadap lembaga survei yang kredibel ini tidak heran publik

berdecak kagum terhadap akurasi mereka dalam membuat quick count di sejumlah

pilkada.

Dalam melakukan publikasi survei tentunya akan menimbulkan efek

terhadap setiap orang, khususnya para calon pemilih. Efek yang ditimbulkan

diharapkan dapat membantu pemilih dalam menggambarkan situasi politik yang

sedang terjadi saat itu, dan juga dapat membantu para pemilih untuk lebih

memantapkan pilihannya nanti. Namun seringkali hasil publikasi survei

diharapkan sebagian orang dapat mempengaruhi pilihan dari para pemilih nanti,

sehingga banyak hasil survei yang disiarkan di media-media dapat memberikan

sebuah efek, yang biasa disebut bandwagon effect dan Underdog Effect.

Traugott dan Lavrakas memberikan pengertian bandwagon effect sebagai

suatu efek yang terjadi di mana seorang (calon) pemilih mengubah preferensi

pilihannya pada kandidat tertentu akibat ekspos dari hasil-hasil polling opini

publik. Istilah lain, yaitu underdog effect menunjuk pada suatu efek simpati yang

diberikan oleh pemilih kepada kandidat yang banyak diprediksikan kalah dalam

pemilihan. (LSI, Desember 2007).

DI Paman Sam sana dikenal bandwagon effect dari survei elektabilitas ini

sebagai bagian dari taktis atau strategi yang sengaja diciptakan untuk membuat

6

window-7, 06/09/13,
Di negara Paman Sam
window-7, 06/09/13,
batas kutipan tidak ada??. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

pemilih atau konstituen lawan menjadi pesimis, sehingga diharapkan mengalihkan

dukungannya kepada kandidat yang dicitrakan akan menang, juga untuk sekaligus

mengajak yang golput dan yang belum mengambil keputusan, itulah ketiga

segmen pasarnya.

Bandwagon effect terjadi ketika kemenangan Ronald Reagan di pemilu

Amerika Serikat 1980. Ketika itu, Ronald Reagan yang notabene seorang artis,

berhasil mengejutkan dunia dengan memenangi pemilu dan menjadi presiden AS.

Padahal, saat itu usia Reagan hampir mendekati 70 tahun. Dia tercatat sebagai

presiden AS tertua ketika memperoleh kekuasaan.

Kemenangan Reagan sendiri ditentukan oleh faktor bandwagon effect

yang dilakukan oleh tim suksesnya. Bandwagon effect yaitu kecenderungan

masyarakat akan melakukan atau memercayai sesuatu karena mayoritas orang

melakukan atau mempercayai hal tersebut. Kala itu jaringan televisi NBC telah

mengumumkan kemenangan Reagan dari hasil exit poll. Pengumuman exit poll

dilakukan ketika pemilih di wilayah timur Amerika telah selesai memilih. Padahal

di wilayah barat, pemilihan belum dilakukan karena adanya perbedaan waktu.

Karena di wilayah timur Reagan menang mutlak, akibatnya pemilih di

barat yang telah mengetahui kemenangan tersebut cenderung untuk memilih sang

pemenang. Dan fakta membuktikan bahwa Reagan kemudian menang dengan

cukup telak.

Kondisi yang sama tentu dapat kita rasakan dalam pilpres yang baru saja

berlangsung di Indonesia. Tim sukses SBY bahkan sudah mencoba menggunakan

bandwagon effect jauh hari sebelum pilpres berlangsung. Hal ini terlihat dari

survei-survei yang dilakukan oleh tim sukses SBY-Boediono. Hampir di setiap

survei yang dirilis setiap tiga bulan sekali, SBY menang telak dibandingkan

pasangan yang lain.

Tidak hanya dilakukan sebelum pilpres, bandwagon effect bahkan

dilakukan ketika hari pencontrengan tengah berlangsung. Hampir sama seperti

yang dilakukan oleh NBC tahun 1980, beberapa stasiun televisi di Indonesia pun

7

selalu meng-up date hasil sementara pilpres melalui exit poll. Hampir setiap jam

kita dapat melihat bagaimana mutlaknya kemenangan SBY.

Namun, yang lebih kontroversial, hasil exit poll ini diumumkan ketika

masih ada daerah yang belum melakukan pemilihan. Beberapa daerah di Papua

bahkan melakukan pemilihan di hari berikutnya. Hasil exit poll yang diumumkan

sebelum pemilihan selesai dilaksanakan sepenuhnya tentu memengaruhi psikologi

masyarakat. Kebanyakan masyarakat tentu akan beranggapan buat apa lagi

memilih pasangan yang lain jika SBY sudah menang, dengan angka mutlak pula.

(Harian Kompas 25 Juli 2009 dalam wisnuprasetyautomo.blogspot.com)

Dalam sejarah politik di sana juga, ada lagi efek simpati yang disebut

underdog effect yang terbalik dengan arah diatas, justru yang diperkirakan

menang dalam survei elektabilitas, malah ternyata kalah dalam Hari H pemilu,

karena para pemilih dalam melihat publikasi survei lebih simpati kepada calon-

calon yang tidak diunggulkan.

Catatan :

1.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan masalah-

masalah penelitian sebagai berikut

Survei digunakan untuk mengetahui referensi pemilih

Lembaga survei membuat demokrasi di Negara kita menjadi lebih

berwarna dan kreatif.

Elite politik memandang lembaga survei bersikap hipokrit.

Elite politik menggunakan lembaga survei sebagai alat pencitraan.

Elite politik dan kalangan masyarakat meragukan metodologi yang

digunakan lembaga survei.

Para elite politik masih gagap terhadap survei.8

window-7, 06/09/13,
dari alinea satu ke alinea lain banyak sekali kutipan sebaiknya sebelum mengambil kutipan penulis menjdeskripsikan fenomena yang terjadi dengan kalimat sendiri sedang kutipan hanya sebagai pendukung pernyataan tentang fenomena yang digambarkan penulis.
window-7, 06/09/13,
batas kutipan tidak ada??. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

Elite politik dan kalangan masyarakat meragukan distribusi sampel.

Publikasi survei memberikan efek bandwagon dan underdog di kalangan

masyarakat.

1.2.2. Perumusan Masalah

Karena terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya, masalah harus dibatasi agar

dapat dijawab dan dikaji secara mendalam. Berdasarkan latar belakang masalah

dan identifikasi masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada

hal-hal sebagai berikut :

Apakah survei politik yang dilakukan lembaga survei mampu mewakili

opini masyarakat?

Apakah publikasi survei menimbukan bandwagon effect dan underdog

effect di masyarakat?

Apakah publikasi survei mempengaruhi sikap masyarakat?

Seberapa besar pengaruh bandwagon effect dan underdog effect di

Indonesia?

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui hubungan publikasi survei terhadap sikap pemilih di

Sumatera Utara

Untuk mengetahui dampak langsung (bandwagon dan Underdog effect)

dari publikasi survei terhadap sikap pemilih di Sumatera Utara.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumbangsih pemikiran yang

dapat digunakan untuk teori yang telah ada. Mengenai fenomena lembaga survei

di kalangan elite politik dan persepsi elite politik dan masyarakat dalam

menyikapi hasil publikasi survei di media massa.

1.4.2. Kegunaan Praktis

9

window-7, 06/09/13,
Kata ini hilangkan karena di bawahnya ada lagi kata “dapat”
window-7, 06/09/13,
Dampak/pengaruh?? Hubungan atau pengaruh (dampak) Sebaiknya konsisten...untuk pertimbangan statistik uji!!
window-7, 06/09/13,
Hubungan?
window-7, 06/09/13,
Pertanyaan menunjukkan penelitian kuantitatif tetapi studi yang digunkan adalah tentang “hubungan” atau tentang “pengaruh”? karena ada konsekuensi logis ada alat ukurnya....Hubungan ( menggunakan uji korelasi sedangkan pengaruh menggunakan uji pengaruh...statistik ujinya beda...
window-7, 06/09/13,
pertanyaan penelitian tidak sesuai dengan judul yang menunjukkan korelasi menggunakan analisis regresi linier. Catatan : Penelitian Gema menggunakan metode kuantitatif maka pertanyaanjelas terukur

Sebagai bahan pertimbangan untuk para elite politik yang ingin

menggunakan lembaga survei dalam melakukan segala aktifitas survei baik

kepentingan politik maupun kepentingan individu. Kegunaan untuk masyarakat

dapat digunakan sebagai referensi dalam pilihan pada pemilu 2014. Bagi peneliti

lain, hasil penelitian ini harap dijadikan bahan masukan dan menambah referensi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Survei

2.1.1.1. Pengertian Survei

Istilah survei biasanya dirancukan dengan istilah observasi dalam

pengertian sehari-hari. Pada hal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang

berbeda, walaupun keduanya merupakan kegiatan yang saling berhubungan.

Menurut kamus Webster, pengertian survei adalah suatu kondisi tertentu yang

menghendaki kepastian informasi, terutama bagi orang – orang yang bertanggung

jawab atau yang tertarik.

Menurut Singarimbun (1991, p.3) survei yaitu “penelitian yang mengambil

sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul

data yang pokok”. Sedangkan menurut Suhermin (dalam blognya

suhermin.blogspot.com) survei adalah aktivitas untuk mengestimasi sesuatu

(seperti : jumlah orang, persepsi atau pesan-pesan tertentu).

(lilikmaryanto.wordpress.com)

Survei sering rancu dengan sensus. Padahal perbedaannya cukup jelas.

Penelitian survei adalah pengumpulan data dari suatu populasi dengan memilih

sampel, sedangkan sensus adalah pengumpulan data terhadap seluruh anggota

populasi. Survei tidak selalu identik dengan kuesioner (meski teknik pengumpulan

data survei seringkali menggunakan kuesioner karena berhubungan dengan

sampel berjumlah besar). Dalam praktiknya, terkadang pelaksanan survei tidak

hanya menggunakan kuesioner atau angket, namun dilengkapi dengan wawancara

atau observasi.

10

window-7, 06/09/13,
Pakai tanda kutip

Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk melakukan

penelitian survei, antara lain:

Penelitian survei dapat digunakan untuk sampel yang besar.

Penggunaan kuesioner dapat menghasilkan data/informasi yang beragam

dari setiap responden/individu dengan variabel penelitian yang banyak.

Data yang diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi.

2.1.1.2. Jenis Survei

Ada beberapa kategori penelitian survei dilihat dari proses pelaksanaannya

dan perlakuan terhadap sampel.

Survei Sekali Waktu (Cross-sectional Survei). Data hanya dikumpulkan

untuk waktu tertentu saja dengan tujuan menggambarkan kondisi populasi.

Survei Rentang Waktu (Longitudinal Survei). Survei dilakukan berulang

untuk mengetahui kecenderungan suatu fenomena dari waktu ke waktu.

Survei Tracking/Trend. Survei dilakukan pada populasi yang sama namun

dengan sampel berbeda untuk mengetahui kecenderungan suatu fenomena

dari waktu ke waktu.

Survei Panel. Survei dilakukan terhadap sampel yang sama untuk

memahami suatu fenomena dari waktu ke waktu.

Survei Cohort. Survei dilakukan pada sekelompok populasi yang spesifik

untuk mengetahui perkembangan suatu fenomena dari waktu ke waktu.

2.1.1.3. Tahapan Survei

Secara umum survei dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni: 1)

Menentukan masalah penelitian ; 2) Membuat desain survei ; 3) Mengembangkan

instrumen survei; 4) Menentukan sampel; 5) Melakukan pre-test; 6)

Mengumpulkan data; 7) Memeriksa data (editing); 8) Mengkode data; 9) Data

entry; 10) Pengolahan dan analisis data; 11) Interpretasi data; dan 12) Membuat

kesimpulan serta rekomendasi.

2.1.2. Sejarah Lembaga Survei

11

window-7, 06/09/13,
Kutipan???? Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

Survei politik semacam ini banyak digunakan di negara-negara demokrasi

pada akhir perang dunia II atau pada akhir 1940-an. Kualitas hasil survei maupun

presisinya hasil survei pun ditentukan oleh metodologi yang digunakannya

maupun mekanisme kontrol periodik terhadap metodologi itu sendiri. Sejarah juga

mencatat bahwa Negara Amerika Serikat mulai menjalankan survei politik ini

pada akhir tahun 1940-an ini, pada awalnya banyak yang salah baik secara

metodologis maupun pelaksanaan di lapangan, hal ini dikarenakan belum

dikenalnya metodologi survei sosial yang baik. Akan tetapi lama kelamaan,

keilmuan terhadap metodologi survei pun berkembang dan memiliki banyak

ragam. Ditunjang oleh berkembangnya juga ilmu terapan politik, pemahaman

perilaku pemilih, analisa sosiologis dan geopolitik serta beberapa ilmu terapan

yang lain.

Lembaga yang paling bergengsi dalam sejarah politik Amerika Serikat

(AS) adalah Gollup Poll, hal ini dikarenakan kemampuannya dalam meramalkan

pemenangan pemilihan presiden satu minggu sebelum hari H Pemilihan Umum.

Gollup Poll yang berdiri sejak tahun 1950, telah membawa dampak yang luas bagi

perkembangan teknologi survei politik dalam proses demokrasi di Amerika

Serikat. Saat ini Gollup Poll telah memiliki 6.500an surveyor lapangan dan 700an

Peneliti Ilmu Sosial yang tersebar di seluruh negara bagian di Amerika Serikat.

Bahkan Gollup Poll juga telah mendirikan kelembagaan sejenis di 17 negara di

Benua Eropa.

Gollup Poll telah mengembangkan diri tidak sekedar bidang politik tetapi

juga bidang sosial lainnya, seperti survei tingkat kemiskinan, survei tingkat

kesenjangan ekonomi dan lain-lain. Hasil Survey Gollup Poll telah menjadi diktat

khusus di kampus-kampus besar di Amerika Serikat dan Benua Eropa dalam

menjelaskan angka maupun tabel keilmuan sosial secara umum.

2.1.2.1. Survei Politik Di Indonesia

Yang harus dicermati oleh konsultan politik atau lembaga survei adalah

metodologi dasar yang digunakan dalam survei tersebut. Dalam karya ilmiah

kontemporer sudah banyak menjelaskan tentang metodologi penelitian baik

12

penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Keduanya memiliki kebutuhan dan tujuan

penelitian yang berbeda. Yaitu responden diambil secara acak dan sistematis serta

diajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat netral dan diusahakan terhindar dari

konflik kepentingan yang ada.

Lembaga Survei juga harus memperhatikan kualitas dari pewawancara

lapangan yang harus memiliki integritas dalam menjaga kualitas kemurnian data

yang didapatnya. Materi-materi yang disajikan dalam pelatihan pewawancara pun

harus diarahkan pada kemampuan-kemampuan dalam membaca situasional peta

politik dilapangan. Juga ditambahkan materi-materi yang terkait dengan keadaan

sosial budaya masyarakat lokal yang turut mempengaruhi pengambilan keputusan

politik elite politik lokal, sehingga dapat memperkuat hasil kesimpulan survei

yang didapat.

Presisinya suatu data survei juga harus ditunjang dengan frekuensi survei

lapangan yang dilaksanakan. Sangat diragukan hasilnya jika suatu daerah

pemilihan yang memiliki jumlah pemilih diatas 1,5 juta pemilih hanya

melaksanakan 2 atau 3 kali survei dengan interval waktu yang berdekatan. Artinya

dibutuhkan perhitungan yang jelas tentang kebutuhan frekuensi survei lapangan

itu sendiri. Mengingat kontrol kualitas juga membutuhkan waktu yang cukup

dalam menilai kualitas hasil survei yang didapat.

Frekuensi survei pun bisa optional ditambahkan mengingat adanya

pergerakan politik yang cukup tinggi. Hal ini mencegah perbedaan yang cukup

tajam antara hasil survei sebelum terjadinya pergerakan politik dengan

sesudahnya. Semisal lawan politik melakukan aktifitas pembangunan isu yang

berdampak dahsyat pada perilaku pemilih maka sudah selayaknya sang calon

melakukan survei ulang khususnya pada daerah-daerah basis. Akan tetapi jika

terjadi stagnasi dalam sikap pemilih maka tidak dibutuhkan survei lapangan

kembali.

Terdapat minimal dua jenis survei dalam mengukur kecenderungan

pemilih, yang pertama adalah Survei Popularitas, yang mana survei ini bersifat

kuantitatif dengan harapan memberikan gambaran yang utuh tentang angka

13

popularitas sang calon. Yang kedua adalah Survei Elektabilitas, survei yang

cenderung bersifat kualitatif, mengingat hasilnya mengarah pada keyakinan

pemilih terhadap pilihannya. Kedua hasil survei tersebut dapat saling melengkapi

sebagai satu kesatuan meninjau kecenderungan perilaku pemilih. Akan tetapi yang

pasti adalah kedua survei tersebut sangat bertolakbelakang dalam tahapan

pelaksanaannya. Para pewawancara harus secara tepat memperhatikan perbedaan

materi pertanyaan yang diajukan kepada responden.

Kelembagaan survei di dalam kehidupan politik dan demokrasi di

Indonesia mendorong juga kehidupan politik yang lebih transparan dan rasional.

Tidak ada lagi asumsi-asumsi non rasional yang mengemuka dalam perhitungan

politik. Metode-metode konvensional dalam strategi pemenangan pun mulai

ditinggalkan seperti pengumpulan massa besar-besaran di suatu wilayah

pemenangan tanpa memiliki data valid tentang arah keputusan politik masyarakat

setempat.

Survei juga dapat secara cepat memantau pergerakan mesin-mesin partai

politik pengusung sang calon, dalam artian suatu wilayah kerja mesin partai bisa

tersajikan data yang jelas tentang kinerja terukur tentang capaian-capaian politik

yang didapat oleh mesin partai politik. Dalam survei politik juga didapatkan

manfaat yang lain, semisal pejabat yang tengah menduduki suatu jabatan tertentu

(incumbent) dapat menjadikan hasil survei sebagai alat mengetahui posisi dirinya

di mata publik dalam hal kinerja pemerintahannya. Selain itu bagi yang belum

menduduki jabatan, hasil survei juga dapat mengukur tingkat popularitas dirinya

sebelum pemilihan berlangsung.

2.1.2.2. Pentingnya Survei Bagi Elite Politik

Survei digunakan tim sukses untuk menentukan strategi pemenangan

kandidat

Untuk mengetahui bagaimana peta/sebaran dukungan dan preferensi

pemilih terhadap kandidat berdasarkan aspek: wilayah, usia, jenis kelamin,

pekerjaan, agama, afiliasi keagaamaan dan organisasi sosial, serta tingkat

sosio-ekonomi.

14

Untuk mengetahui bagaimana tingkat popularitas kandidat di masyarakat,

baik pada masa pra-kampanye maupun pada masa kampanye menjelang

pemilihan.

Melalui survei tim sukses akan dapat memperkirakan seberapa besar dana

yang diperlukan untuk membiayai kampanye

Melalui survei tim sukses dapat mengemas pencitraan kandidat sesuai

dengan ideal yang diharapkan pemilih dan dapat menggunakan media

kampanye yang tepat

Untuk mengidentifikasi isu-isu strategis yang berkembang di masyarakat

sebagai bahan kampanye kandidat dan dapat menyusun program

kampanye sesuai kehendak pemilih

Untuk mengetahui besaran peluang atau probabilitas menang kandidat

dalam pilkada.

Sarana ”sosialisasi” kandidat kepada masyarakat.

2.1.2.3. Dampak Publikasi Survei

Selain mengukur pendapat umum, survei juga bisa punya dampak pada

pendapat umum. Terutama ketika hasil survei tersebut dipublikasikan di media.

Hasil survei atas suatu isu ketika dipublikasikan, dikonsumsi oleh khalayak

umum, dan sedikit banyak akan berdampak pada pendapat masyarakat atas suatu

isu. Hal yang sama terjadi pada survei pemilihan. Media pertama kali hanya

berpotensi memberitakan kandidat atau partai mana yang mendapat dukungan

pemilih terbesar. Tetapi pemberitaan ini akan berdampak pada pemilih yang

membaca hasil-hasil prediksi tersebut.

Menurut Lang and Lang (1984), dampak publikasi hasil survei itu ada

beberapa macam, secara umum bisa dikategorikan ke dalam dua dampak :dampak

tidak langsung dan dampak langsung pada pemilih.

Dampak tidak langsung adalah efek yang terjadi pada survei yang tidak

berhubungan secara langsung terhadap pemilih. Kandidat atau partai yang

diunggulkan oleh survei akan mendapatkan manfaat. Hasil dukungan pada survei

pada pra pemilihan dapat memproduksi liputan media, kontribusi dana sumbangan

15

window-7, 06/09/13,
Kutipan ?? lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

sehingga kampanye kandidat atau partai lebih banyak diliput. Hal ini karena

dengan media bisa populer. Seorang kandidat yang menempati posisi teratas

dalam survei pra pemilihan akan terlihat lebih populer dihadapan para massa

pemilih. Popularitas kandidat ini bisa menarik minat elite partai yang akan

mengusung kandidat tertentu. Kandidat yang tengah memimpin dalam survei pra

pemilihan akan lebih punya kemungkinan didukung oleh elite partai. penyumbang

dana juga lebih suka memberikan sumbangan pada calon yang tengah memimpin

dalam survei pra pemilihan.

Dampak tidak langsung lain dari survei pra pemilihan adalah pada

responden survei. Menurut Lang and Lang, prediksi kandidat atau partai yang

akan memenangkan pemilihan akan berpengaruh pada responden dalam survei-

survei menjelang pemilihan. Dampak ini lebih tampak ketika responden survei itu

membaca dan memperhatikan hasil-hasil survei di media. Mereka yang unggul

dalam pemilihan, lebih mungkin didukung.

Sementara dampak langsung adalah dampak dari publikasi hasil survei

terhadap perilaku pemilih.Pemilih menjadikan hasil survei yang mengunggulkan

kandidat atau partai tertentu sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Ini bisa

berupa tiga bentuk. Pertama, pemilih yang masih mengambang (belum punya

pilihan) menjadikan hasil survei sebagai dasar memilih. Kurangnya informasi

mengenai kandidat yang maju dalam pemilihan atau keragu-raguan calon yang

dipilih, membuat pemilih lebih memperhatikan calon atau kandidat yang

diprediksi menang.

Kedua, pemilih menggunakan hasil survei untuk memantapkan dukungan

pada calon atau partai tertentu. Pemilih sudah punya dukungan pada calon atau

partai. Dukungan ini makin mantap setelah melihat hasil survei juga

memperlihatkan pilihan dirinya atas partai atau calon tertentu tidak berbeda

dengan pilihan orang banyak, yang tercermin pada hasil survei. Ketiga, pemilih

merubah preferensi atau dukungan berdasarkan pada hasil survei. Pemilih disini

sebetulnya sudah punya calon pilihan, tetapi mengubah dukungan setelah melihat

hasil survei. Dampak langsung dari publikasi survei bagi perubahan sikap dan

perilaku pemilih karena adanya efek psikologis (bandwagon dan underdog).

16

Ada beberapa faktor yang terbukti berperan dalam menghasilkan

bandwagon atau underdog effect, yaitu :

Ruang lingkup pemilihan

Orientasi Pemilih

Pengetahuan akan informasi dan isu kandidat

Persepsi trend suara dimasa mendatang

Predisposisi pemilih pada kandidat

Identifikasi pemilih pada partai/kandidat

Dampak Publikasi Hasil Survei Pada Pemilih

Dari bermacam dampak survei pra pemilihan diatas, yang lebih relevan

dibahas adalah dampak secara langsung pada pemilih. Hingga saat ini, dampak

publikasi hasil survei pra pemilih pada pemilih, masih menjadi perdebatan yang

tajam. Ada sejumlah ahli yang menyatakan hasil survei tidak berdampak pada

pemilih, kalaupun punya dampak, dampak itu tidaklah signifikan dalam

mempengaruhi pilihan pemilih. Sementara ada ahli lain yang berpendapat

sebaliknya. Pemberitaan hasil survei dan ketika berita itu diakses oleh calon

pemilih, akan punya dampak yang signifikan pada perilaku pemilih. Pemilih bisa

mengubah dukungan pada kandidat atau partai akibat membaca hasil survei pra

pemilihan di media.

Ahli yang menyatakan dampak publikasi hasil survei pra pemilihan tidak

signifikan, diantaranya adalah Herbert Asher (2004). Ia menyatakan, survei pra

pemilihan kemungkinan memang punya dampak pada pemilih, tetapi dampak itu

relatif kecil dan tidak signifikan. Asher justru menunjuk dampak terbesar dari

publikasi hasil survei itu pada dampak tidak langsung, seperti liputan media yang

lebih besar, liputan kampanye yang lebih massif dan jumlah sumbangan dana

yang besar pada calon yang diprediksi menang.

Sementara ahli yang menyatakan publikasi hasil survei punya dampak

secara langsung pada pemilih lebih banyak. Lillian Diaz-Castillo pernah membuat

17

window-7, 06/09/13,
batas kutipan tidak ada??. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

suatu peta penelitian mengenai dampak publikasi hasil survei pada pemilih yang

pernah dilakukan. Menurut Diaz-Castillo (2005), hingga tahun 2005, terdapat 21

studi mengenai bidang ini yang pernah dipublikasikan terutama penelitian-

penelitian yang dimuat dijurnal dan laporan penelitian internasional. Dari 21

penelitian tersebut, 10 penelitian diantaranya menunjukan bukti cukup kuat

adanya efek publikasi survei pada pemilih.

Ada dua penjelasan yang umumnya dipakai untuk menggambarkan

dampak dari publikasi survei, yaitu : Penjelasan informasional dan psikologis.

Penjelasan Informasional

Kecenderungan orang untuk mencari informasi dalam memandu dirinya

saat membuat pilihan. Publikasi survei memberi informasi mengenai pilihan atau

kandidat mana yang banyak dipilih, sekaligus memandu pilihan mana yang

sebaiknya diambil. Publikasi survei di media mempengaruhi perhatian dan apa

yang dipikirkan oleh pemilih (termasuk misalnya berita kampanye apa yang

dibaca, peristiwa dan kisah hidup mana yang dipilih untuk diperhatikan)

dipengaruhi oleh siapi kandidat yang diprediksi menang oleh hasil survei.

Ini bisa dianalogikan dengan orang yang tengah mencari mobil baru.

Orang bisa bingung memilih mobil mana yang paling baik. Orang bisa

menggunakan data penjualan mobil, dimana mobil yang banyak dipakai

mencerminkan mobil terbaik. Polling seperti informasi mengenai “data penjualan

mobil” yang bisa dipakai sebagai informasi dalam memeriksa opini mayoritas.

Penjelasan Psikologis

Penjelasan ini banyak mengambil teori psikologi yang melihat

kecenderungan orang mengikuti suara mayoritas. Publikasi hasil survei

memberikan gambaran mengenai suara mayoritas. Pemilih cenderung untuk

mengikuti suara mayoritas karena tidak ingin terlihat beda dengan pendapat

mayoritas orang. Teori yang banyak dikutip adalah teori persepsi cermin dari

Fields and Schuman.

18

window-7, 06/09/13,
batas kutipan tidak ada??. Jika kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

Seseorang kerap memproyeksikan pendapatnya dengan pendapat orang

lain atau pendapat banyak orang. Orang menganggap pendapatnya atas suatu isu

sama atau sejalan dengan pendapat orang lain atas isu tersebut. Teori ini melihat

orang lain atau orang kebanyakan berfikir sama dengan dirinya sendiri atas suatu

isu.

Kecenderungan tersebut bisa terjadi karena orang secara sederhana

memproyeksikan pendapat tetangga atau lingkungan sosial dengan pendapat

pribadinya. Gejala itu muncul pertama-tama orang membuat asumsi tentang apa

yang orang lain percayai dan kemudian mengadopsi asumsi atau penilaian

tersebut untuk dirinya sendiri.

2.1.3. Elite Politik

Salah satu aspek yang dikaji dalam sistem politik atau kehidupan

bernegara adalah masyarakat. Masyarakat dibagi atas dua kelas yaitu (1) Kelas

Masyarakat Elite dan (2) Kelas Masyarakat Non Elite atau masyarakat pada

umumnya. Dan Kelas Masyarakat Elit dibedakan atas elite yang berkuasa (Elite

Politik/Elite Penguasa) dan elite yang tidak berkuasa.

Menurut Laswell, Elite Politik mencakup semua pemegang kekuasaan

dalam suatu bangunan politik. Elite ini terdiri dari mereka yang berhasil mencapai

kedudukan dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat .Mereka

memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan.

Menurut para teoritikus politik, elite Politik adalah mereka yang memiliki

jabatan politik dalam sistem politik. Jabatan politik adalah status tertinggi yang

diperoleh setiap warga Negara. Dalam sistem politik apapun, setiap struktur

politik atau struktur kekuasaan selalu ditempati oleh elite yang disebut elite politik

atau elite penguasa.

Elite Politik merupakan kelompok kecil dari warganegara yang berkuasa

dalam sistem politik. Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas untuk

mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional para

19

elite politik atau elite penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik.

Penentuan kebijakan sangat ditentukan oleh kelompok elit politik.

Sedangkan menurut Karl W. Deutch bahwa pelaku politik utama dalam

suatu sistem politik disebut elite politik. Elite politik terdiri dari dua tingkatan

yaitu: Elite Politik Tinggkat Tinggi dan Elite Politik Tingkat Menengah.

Elite Politik Tingkat Tinggi dalam suatu sistem politik atau Negara

meliputi presiden (perdana menteri) dan para menteri

Elite Politik Tingkat Menengah yaitu para penguasa dibawah menteri dan

para pemimpin daerah yang bertugas untuk mengimplementasikan

program dan kebijakan yang dibuat oleh elite politik tingkat tinggi.

Menurut Karl Marx, politik adalah suatu perjuangan kelas. Stratifikasi

sosial ini akan hilang atau berobah dengan jalan kekerasan. Pemikiran Marx

dipengaruhi oleh kelas proletariat, dimana elite dapat berubah dengan melalui

revolusi.

2.2. Studi Terdahulu

Penelitian mengenai dampak publikasi survei adalah penelitian Eriyanto

(2007) mengenai “Bagaimana Efek Polling (publikasi survei) Pada Pemilih Di

Indonesia” yang dilakukan di Pilkada Kabupaten Garut. Berdasarkan penelitian

yang dilakukannya ditemukan efek Polling, dimana adanya responden yang

beralih suara dari semula mendukung kandidat A berubah menjadi mendukung

kandidat B, setelah diinformasikan hasil polling, atau ada responden yang semula

tidak mempunyai pilihan, tetapi berubah memilih salah satu kandidat setelah

adanya publikasi hasil polling.

Hasil polling dapat menjadi berpengaruh ketika pemilih tidak punya

informasi yang memadai mengenai kandidat yang akan bertarung dalam

pemilihan. Dalam kasus pilkada Kabupaten Garut hanya sedikit sekali responden

yang mengenal kandidat yang akan bertarung dalam pemilihan. Pengenalan yang

rendah ini bisa terjadi dikarenakan kurangnya akses media bagi masyarakat Garut,

sehingga para kandidat yang bertarung dalam pemilihan kurang begitu dikenal

20

masyarakat. Pemilih yang tidak pernah mendengar kandidat ada kecenderungan

terimbas dengan hasil publikasi polling. Efek polling ini adalah responden yang

berpindah pilihan setelah diberikan informasi hasil polling.

Penelitian yang dilakukan Eriyanto (2007) adalah penelitian kualitatif dengan

metode analisis dari beberapa media, mengenai perubahan trend popuaritas dan

elektabilitas masing-masing kandidat di Kabupaten Garut, Sedangkan penelitian

yang penulis lakukan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode

survei secara wawancara tatap muka, dimana pengambilan sampel menggunakan

metode multistage random sampling dengan margin of error +/- 3.3 persen, dan

pada tingkat kepercayaan (level of confidence) sebesar 95 persen. Adapun tujuan

akhir dari penelitian yang penulis lakukan adalah mencari hubungan antara

publikasi survei terhadap sikap pemilih, dilihat dalam trend popularitas,

akseptabilitas dan elektabilitas tiap-tiap kandidat hingga proses pemilihan

berlangsung.

Penelitian lain yang penting memperlihatkan adanya efek publikasi hasil

survei adalah penelitian yang dilakukan oleh Richard Nadeau, Edouard Cloutier

dan JH Guay. Umummya penelitian-penelitian mengenai efek survei, konteksnya

adalah pemilihan. Richard Nadeau dkk membuat penelitian dengan konteks non

pemilihan, yakni persepsi publik di Kanada terhadap isu aborsi dan masa depan

Quebec. Penelitian itu memperlihatkan adanya publikasi mengenai hasil survei

dan diketahui oleh khalayak, mempengaruhi jawaban antara 5 hingga 7 %.

Responden dalam penelitian Richard Nadeau dkk. Di Amerika tetapi juga Pemilu

di negara lain. Yang menarik, efek itu juga ditemukan dalam penelitian non

pemilihan dengan topik diluar Pemilu. Meski demikian, dari sejumlah studi dan

penelitian mengenai topik ini ada dua isu yang hingga saat ini masih menjadi

perdebatan. Pertama, sejauh mana atau seberapa besar dampak dari publikasi itu.

Banyak penelitian memang memperlihatkan bandwagon effect ataupun underdog

effect ada, tetapi seberapa besar dampaknya?

Penelitian yang dilakukan oleh Richard Nadeau, Edouard Cloutier dan JH

Guay, meneliti tentang perubahan persepsi publik mengenai isu aborsi di Kanada,

yang dimana konteksnya non pemilihan. Sedangkan penelitian yang penulis

21

lakukan dalam konteks pemilihan di Sumatera Utara untuk mengetahui perubahan

sikap dan perilaku masyarakat Sumatera Utara dalam menyikapi publikasi survei

di media massa.

Catatan :

2.3. Teori Yang Digunakan

2.3.1. Bandwagon Effect Theory

Istilah band wagon mengacu pada tradisi perayaan yang muncul sejak

tahun 1855. Dalam perayaan pesta, suatu iring-iringan parade didahului oleh

kereta kuda. Ahli-ahli sosial mengambil istilah bandwagon untuk merujuk pada

situasi ketika seseorang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pendapat

mayoritas orang banyak. Traugott dan Lavrakas memberikan pengertian

bandwagon effect sebagai suatu efek yang terjadi di mana seorang (calon) pemilih

mengubah preferensi pilihannya pada kandidat tertentu akibat eksposure dari

hasil-hasil polling opini publik (http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=141).

Bandwagon effect yaitu kecenderungan masyarakat akan melakukan atau

memercayai sesuatu karena mayoritas orang melakukan atau mempercayai hal

tersebut. Teknik ini berusaha menyakinkan khalayak dan mengajak khalayak

untuk melakukan hal yang telah dilakukan oleh orang-orang kebanyakan.

"Everybody is doing it, You should do it too", "We are all doing it". Jadi khalayak

akan berfikir untuk mendukung dan melakukan hal yang sama.

2.3.2. Underdog Effect

Efek underdog adalah fenomena pendapat publik yang menimpa pada

dirinya sendiri: ketika pada pemilih pemilu menganggap pihak tertentu atau

kandidat untuk menjadi pemenang kemungkinan, mereka cenderung untuk

mendukung pesaing yang diperkirakan akan kehilangan dukungan "underdog"

dalam persaingan. Hal ini menyiratkan bahwa keberhasilan nyata dapat merusak

dirinya sendiri. Asal usul istilah ini tidak jelas, meskipun kadang-kadang

mengklaim bahwa itu pertama kali digunakan pada pemilihan presiden AS 1948.

Simon (1954) adalah yang pertama untuk menggunakannya dalam analisis ilmiah.

22

window-7, 06/09/13,
Tik miring...begitu juga pada tulisan2 yang lainnya!
window-7, 06/09/13,
Seluruh kata asing ( Inggris, bahasa asing lainnya, dan bahasa daerah ditik miring.
window-7, 06/09/13,
Studi terdahulu sebaiknya setelah penjelasan... dibuat matriksnya. Sehingga dapat terlihat jelas. Perbedaan dan persamaan dengan studi yang akan dikaji oleh Gema.

Efek underdog adalah salah satu manifestasi hipotesis beberapa "pengaruh

impersonal", efek pada 'sikap, keyakinan, atau perilaku yang berasal dari orang-

orang ini' individu tayangan tentang sikap, keyakinan, atau perilaku kolektif dari

orang lain anonim di luar bidang mereka kontak pribadi (Mutz 1998; Persepsi

Sosial: Dampak Impersonal). Contoh lain adalah "bandwagon efek," melengkapi

efek underdog dengan asumsi dampak positif dari pendapat mayoritas dirasakan,

dan gagasan "strategis" atau "taktis" suara, yang mengharapkan pemilih untuk

menahan diri dari memilih calon atau partai pertama preferensi jika mereka

menganggap hal itu terjadi hanya lemah didukung oleh orang lain, agar tidak

menyia-nyiakan suara mereka (Reality Perceived sebagai Proses Komunikasi).

Dalam literatur, efek underdog biasanya diperlakukan sebagai pendamping efek

bandwagon dalam suatu publikasi.

2.3.3. Teori Komunikasi Politik (teori jarum suntik)

Teori jarum suntik berpendapat bahwa khalayak sama sekali tidak

memiliki kekuatan untuk menolak informasi setelah ditembakkan melalui media

komunikasi. Khalayak terlena seperti kemasukan obat bius melalui jarum suntik

sehingga tidak bisa memiliki alternative untuk menentukan pilihan lain, kecuali

apa yang disiarkan oleh media. Teori ini juga dikenal dengan sebutan teori peluru

(bullet theory).

Berdasarkan teori tersebut, komunikator politik (politisi, professional, dan

aktivis) selalu memandang bahwa pesan politik apa pun yang disampaikan kepada

khalayak, apalagi kalau melalui media massa, pasti menimbulkan efek yang

positif berupa citra yang baik, penerimaan atau dukungan. Ternyata asumsi

tersebut tidak benar seluruhnya, karena efek sangat tergantung pada situasi dan

kondisi khalayak, di samping daya tarik isi, dan kredibilitas komunikator. Bahkan

berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa media massa memiliki pengaruh

lebih dominan dalam tngkat kognitif (pengetahuan) saja, tetapi kurang mampu

menembus pengaruh pada sikap dan perilaku. Ditemukan bahwa sesungguhnya

khalayak itu tidak pasif dalam menerima pesan.

23

window-7, 06/09/13,

Dengan demikian, asumsi bahwa khalayak tak berdaya dan media perkasa,

tidak terbukti secara empirik. Meskipun demikian, teori jarum hipodermik atau

teori peluru tidak runtuh sama sekali karena tetap diaplikasikan atau digunakan

untuk menciptakan efeksivitas dalam komunikasi politik. Hal ini tergantung

kepada sistem politik, sistem organisasi dan situasi, terutama yang dapat

diterapkan dalam system politik yang otoriter, dengan bentuk kegiatan seperti

indoktrinasi, perintah, instruksi, penugasan, dan pengarahan. Itulah sebabnya teori

ini tetap relevan dan mampu menciptakan komunikasi yang efektif. Teori ini juga

lebih memusatkan perhatian kepada efek afektif dan behavioral

2.3.3. Teori Sikap

Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins (2007) sebagai pernyataan

evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek,

individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang

tentang sesuatu.

Sementara Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan sikap sebagai

kecenderungan merespon sesuatu secara konsisten untuk mendukung atau tidak

mendukung dengan memperhatikan objek tertentu.

Setyobroto (2004) dalam buku psikologi dasar mengutip beberapa definisi

sikap dari berbagai ahli, yang antara lain dinyatakan oleh

Harvey dan Smith menegaskan bahwa sikap adalah cara bertindak tersebut

cenderung positif dan negatif. Sikap tidak tampak dari dan tidak dapat

diamati, yang tampak adalah perilaku atau tindakan.

Thursone menyatakan sikap dapat diukur dari pendapat-pendapat

seseorang.

Raymont B. Cattell menyatakan bahwa sikap bukanlah suatu tindakan,

atau aksi, tetapi merupakan cara bertindak. Sesuai pendapat tersebut,

Newcomb mengatakan bahwa sikap bukan sebagai pelaksana motif

tertentu, tetapi merupakan kesediaan untuk bangkitnya motif tertentu.

24

window-7, 06/09/13,
Pakai tanda kutip
window-7, 06/09/13,
Pakai tanda kutip

Lebih lanjut, Newcomb menyatakan bahwa dari sudut pandang motivasi

sikap merupakan suatu keadaan kesediaan untuk bangkitnya motif.

Selanjutnya, Setyobroto (2004) merangkum batasan sikap dari berbagai ahli

psikologi sosial diantaranya pendapat G.W. Alport, Guilford, Adiseshiah dan John

Farry, serta Kerlinger yaitu :

Sikap bukan pembawaan sejak lahir Dapat berubah melalui pengalaman Merupakan organisasi keyakinan-keyakinan Merupakan kesiapan untuk bereaksi Relatif bersifat tetap Hanya cocok untuk situasi tertentu Selalu berhubungan dengan subjek dan objek tertentu Merupakan penilaian dari penafsiran terhadap sesuatu Bervariasi dalam kualitas dan intensitas Meliputi sejumlah kecil atau banyak item Mengandung komponen kognitif, afektif dan konatif

Sesuai dengan pendapat serta sifat-sifat yang dikemukakan oleh para ahli

dapat disimpulkan pengertian sikap sebagai organisasi keyakinan-keyakinan yang

mengandung aspek kognitif, konatif dan afektif yang merupakan kesiapan mental

psikologis untuk mereaksi dan bertindak secara positif atau negatif terhadap objek

tertentu. Dari definisi di atas dapat juga disimpulkan bahwa sikap bukanlah

pembawaan sejak lahir, sikap dapat berubah melalui pengalaman, merupakan

organisasi keyakinan, merupakan kesiapan untuk memberikan reaksi, relatif tetap,

hanya cocok untuk situasi tertentu, serta merupakan penilaian dan penafsiran

terhadap sesuatu.

Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga

komponen itu adalah komponen kognitif, afektif dan konatif dengan uraian

sebagai berikut (Robbins, 2007) :

1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang

berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, atau persepsi

pendapat, kepercayaan. Komponen ini mengacu kepada proses berpikir,

dengan penekanan pada rasionalitas dan logika. Elemen penting dari

kognisi adalah kepercayaan yang bersifat penilaian yang dilakukan

25

window-7, 06/09/13,
kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

seseorang. Kepercayaan evaluatif yang dimanifestasikan sebagai kesan

yang baik atau tidak baik yang dilakukan seseorang terhadap objek atau

orang.

2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap.

Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang

adalah hal negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu

komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau

berperilaku terhadap obyek sikap. Misalnya ramah, hangat, agresif, tidak

ramah atau apatis. Beberapa tindakan dapat diukur atau dinilai untuk

memeriksa komponen perilaku sikap.

Catatan :

2.3. Hipotesis Kerja

H1: Publikasi Survei Berpengaruh Positif Terhadap Sikap Pemilih

H2: Publikasi Survei Berpengaruh Positif Terhadap Underdog Effect

H3: Publikasi Survei Berpengaruh Positif Terhadap Bandwagon Effect

2.4. Model Hubungan Antar Variabel

Gambar 1. Model Hubungan Antar Variabel

26

Lembaga Survei

Efek (Bandwagon dan Underdog)

Sikap Pemilih

Media Massa

window-7, 06/09/13,
Di sini menggunakan kata hubungan?? Sedangkan di atas menggunakan kata berpengaruh... .. harap konsisten
window-7, 06/09/13,
uji pengaruh atau uji korelasi?
window-7, 06/09/13,
uji pengaruh atau uji korelasi?
window-7, 06/09/13,
uji pengaruh atau uji korelasi?
window-7, 06/09/13,
kenapa konsep Publikasi tidak dimunculkan kan pada judul Gema akan mehubungkan publikasi survei dengan sikap? Maka dari sisi komunikasi harus ada. Sedangkan survei sebagai materinya. Publikasi dipelajari dalam ilmu komunikasi.
window-7, 06/09/13,
kutipan lebih dari 3 baris maka ditik satu spasi. Letak kutipan menjorok kedalam 5 spasi atau sejajar alinea

Pada Gambar 1. Lembaga Survei (X) melakukan publikasi survei melalui

media massa, yang memberikan suatu pesan yang memiliki makna dalam

masyarakat khususnya para pemilih sehingga menimbulkan awareness terhadap

publikasi survei tersebut. Hasil publikasi tersebut juga menimbulkan efek

bandwagon dan underdog (Y1) yang terjadi dikalangan masyarakat atau calon

pemilih. Selanjutnya para calon pemilih memperoleh interest terhadap publikasi

survey yang begitu massif dilakukan di media cetak, yang pada akhirnya para

calon memilih melakukan action terhadap hasil publikasi tersebut di pilgub

Sumatera Utara nanti. Apakah publikasi survei di media massa yang begitu massif

dapat mempengaruhi sikap calon pemilih (Y2).

III. METODOLOGI

3.1 Rancangan penelitian dan desain penelitian

Penenelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan publikasi survei di media massa terhadap sikap calon

pemilih dalam pilgub Sumatera Utara.

Menurut Campbell & Stanley dalam Arikunto, “penelitian jenis eksperimen

ada 2 yaitu pre eksperimental design dan Rancangan True Dalam penelitian ini,

peneliti mengunakan Rancangan True Eksperimen karena dalam penelitian ini

untuk memperoleh data dari suatu perlakuan (treatmen) mengunakan sampel dari

populasi penelitian dilakukan. Peneliti memberikan perlakuan eksperimen untuk

kemudian mengobservasi efek atau pengaruh yang terjadi akibat perlakuan

tersebut. Dalam penelitian ini perlakuan yang dilakukan dengan publikasi survei

di media massa yang meneliti adanya hubungan publikasi survei di media massa,

sehingga menimbulkan suatu efek psikologis (bandwagon dan underdog) dalam

sikap calon pemilih dengan menggunakan sampel dalam suatu populasi.

3.2 Penentuan Subjek Penelitian

Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto, 1996:115).

“Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang memiliki

beberapa karakteristik yang sama. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka

27

window-7, 06/09/13,
Kenapa jadi eksperimen???? Kan di judul bukan eksperimen
window-7, 06/09/13,
Eksperimen berbeda dengan hubungan. Atau pengaruh... begitu juga uji statistik akan beda

dapat diartikan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang

memiliki karakteristik yang sama. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah seluruh calon pemilih dalam Pilgub Sumut 2013 atau seluruh penduduk

Sumut yang minimal telah berusia 17 tahun dan/atau belum 17 tahun tetapi sudah

menikah.

Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1996:

117), sampel yaitu sebagian dari populasi. Jadi sample penelitian adalah objek

yang dilibatkan langsung dalam penelitian sesungguhnya yang dapat menjadi

wakil populasi. Adapun pengambilan sample dengan cara teknik pencuplikan

secara rambang berjenjang (multistage random sampling). Adapun sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 880 sampel. Yang memiliki Margin of error

+/- 3.3 persen, dan pada tingkat kepercayaan (level of confidence) sebesar 95

persen.

3.3 Variabel Penelitian

“Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian” (Arikunto, 1996:99). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan

bahwa variabel merupakan objek yang bervariasi dan dapt dijadikan sebagai titik

perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah pengaruh

publikasi survei di media massa sebagai variabel bebas dan sikap calon pemilih

sebagai variable terikat. Karena dalam penelitian ini variabelnya ganda maka

variabel yang satu mempunyai hubungan atau pengaruh dengan variabel yang

lain. Variabel X (variabel bebas) mempengaruhi variable Y (variable terikat).

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara dengan

pedoman kuesioner dan dokumentasi.

28

window-7, 06/09/13,
Banyak sekali ???? coba pakai rumus Yaman ada di buku pa Jalaluddi Rakhmat)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud

digunakannya wawancara anatara lain adalah (a) mengkonstruksi

mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan, motivasi,

tuntutan, kepedulian dan lain-lain, (b) mengkonstruksikan fenomena-

fenomena yang terjadi di masa lalu dan saat ini. Dalam penelitian ini

teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara dengan

pedoman kuesioner artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan

dalam panduan kuesioner yang berhubungan dengan fokus permasalahan.

Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat terkumpul

secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive

Sampling yaitu pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi

kepentingan peneliti. Sedangkan jumlah informan yang diambil adalah

seluruh penduduk Sumut yang minimal telah berusia 17 tahun dan/atau

belum 17 tahun tetapi sudah menikah.

Teknik Dokumentasi, Biasanya disebut data sekunder karena

pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara / teknik dokumentasi

atau kepustakaan (library research). Yaitu teknik yang didalam

memperoleh data-data berasal dari literature-literature yang relevan

seperti: buku, jurnal ilmiah, surat kabar dan lain sebagainya yang penulis

kumpulkan dari perpustakaan serta internet sebagai sumber pendukung.

3.5 Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah

pengolahan dan analisa data. Yang di maksud dengan analisis data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara

dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain.

29

window-7, 06/09/13,
Walaaah Banyak sekali untuk wawancara cukup yang penting2 saja!......penelitian kuantitatip instrumentnya menggunakan angket.... bukan wawancara. Walaupun wawancara bisa digunakan sebagai pelengkap.

Untuk menguji adanya pengaruh publikasi survei di media massa dengan

sikap calon pemilih menggunakan Analisis regresi linier menggunakan aplikasi

SPSS 21, agar kesimpulan yang diambil peneliti tidak menyimpang.

3.6 Pengecekan Keabsahan Temuan

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaruhi dari konsep

kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas). Derajat kepercayaan keabsahan

data (kredebilitas) dapat diadakan pengecekkan dengan teknik pengamatan yang

tekun, dan triangulasi data dengan menggunakan aplikasi SPSS 21.

Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

sedang dicari.

Untuk memperoleh keabsahan data maka dalam analisa ini akan

menggunakan teknik trianggulasi data yang berarti mengadakan cross dan chek

antara sumber data satu dengan yang lain dan antara nara sumber yang satu

dengan yang lain sehingga dapat ditarik kesimpulan analisa yang signifikan atas

permasalahan yang diteliti. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama

penelitian berlangsung. Verifikasi ini merupakan tinjuan ulang pada catatan-

catatan lapangan untuk menguji kebenaran data, kekokohan, kecocokannya, yakni

yang merupakan validitasnya.

30

Diagram 1. Rancangan Penelitian

3.7. Jadwal Penelitian

No KegiatanBulan

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep1 Pra Observasi2 Acc judul3 Penyusunan

proposal 4 Seminar

proposal 5 Revisi proposal 6 Penyerahan

hasil seminar7 Operasional

penelitian 8 Bimbingan 9 Penulisan

laporan akhir 10 Sidang

31

DAFTAR PUSTAKA

Ansolabhere, Stephen and Shanto Iyenger, "Of Horseshoes and Horse Race:

Experimental Studies of the Impact of Poll Result on Electoral

Behaviour", Political Communication", Vol.XI, 1984

Arikunto, S., 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta

Asher, Herbert, Polling and the Public: What Every Citizen Should Know, Sixt

Edition, Washington, CQPress, 2004

Diaz-Castillo, Lillian, Bandwagon and Underdog Effect on A Low Information,

Low Involvement Election, Disertasi Doktoral Pada Departemen Ilmu

Politik, Ohio State University, 2005.

Koran Jakarta, Koran Harian, Edisi 126/2008, Jakarta

Lang, Kurt and Gladys Lang, "The Impact of Polls on Public Opinion", ANNALS

American Academy of Political and Social Science, No. 472, 1984.

Navazio, Robert, "An Experimental Approach to Bandwagon Effect", Public

Opinion Quarterly, No. 41, 1977.

Pelita, Harian Umum, Edisi 10.786/2009. Jakarta

Schmitt-Beck, Rudger, "Mass Media, The Electorate, and the Bandwagon: A

Study of Communication Effects on Vote Choice in Germany",

International Journal of Public Opinion Research, No. 8, 1996.

Traugott, MW and Paul J. Lavrakas, The Voter's Guide to Election Polls,

Chatham, Chatam House Publisher, 1996, hal 207.

Catatan

32

window-7, 06/09/13,
Cara penulisan daftar pustaka yang terbaru ..tahun ditulis setelah nama pengarang, judul buku ditik miring, nama penerbit ditempatkan di akhir setelah nama kota pakai tanda titik dua (:)
window-7, 06/09/13,
Ini cara penulisan daft pustaka yang terbaru mohon yang lain mengikuti...atau diubah...

33