omsk.doc
TRANSCRIPT
Dari kasus dalam skenario, didapatkan beberapa keluhan yang dikemukakan pasien. Keluhan
pada telinga meliputi :
a. Keluarnya cairan kuning, kental, dan berbau busuk pada telinga kanan (Otorrhea).
Satu tahun lalu keluar cairan encer, jernih, dan sedikit darah.
Normalnya, terdapat pembatas antara meatus auditus externus pada auris externa dengan cavum
timpani pada auris media, yaitu membrane timpani. Pembatasan ini mengakibatkan ‘komponen’
yang terdapat dalam auris externa tidak dapat masuk ke dalam auris media, begitu pula
sebaliknya. Namun, pada kasus ini telah terjadi rupture membran timpani yang ditandai dengan
keluarnya cairan kuning, kental, dan berbau busuk yang merupakan tanda terjadinya rupture
membrane timpani. Mekanisme hingga terjadinya rupture dalam kasus ini :
1. Berawal dari tersumbatnya tuba auditiva eustachii karena alergi dan infeksi yang terus
menerus sehingga system pertahanan yang
2. Terjadi oklusi tuba auditiva eustachii, mengakibatkan disfungsi tuba sebagai ventilator
(penyeimbang tekanan antara cavum timpani dengan dunia luar) dan menyebabkan
teradinya perbedaan tekanan ke arah negative dalam cavum timpani dari dunia luar dan
berakibat pada retraksi membrane timpani (terjadi absorbsi udara keluar).
3. Adanya allergen dan infeksi ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh
darah sekitar membrane timpani sebagai respon inflamasi. Hal ini membuat membrane
hiperemis dan edem serta mengakibatkan keluarnya cairan serous (berasal dari sel epitel
kelenjar) dan sedikit darah, seperti riwayat keluhan pasien 1 tahun yang lalu.
4. Edem yang semakin bertambah dan diperparah dengan terbentuknya eksudat yang
mukopurulen dalam cavum timpani yang terus menerus mengakibatkan membrane
timpani menonjol (bulging). Adapun cairan mucous berasal dari sel goblet, dan cairan
purulen akibat dari adanya respon inflamasi akibat infeksi kronis.
5. Membrane timpani yang bulging tidak dapat mengkompensasi lagi penambahan volume
cairan mukopurulen (cairan kuning, kental, berbau busuk) dalam cavum timpani,
sehingga akhirnya rupture.
b. Telinga berdenging sehingga terjadi gangguan pendengaran
Karena adanya penambahan volume cairan mukopurulen pada cavum timpani, mengakibatkan
pendesakan tidak hanya terjadi ke auris externa, tetapi juga auris interna. Hal ini mengakibatkan
terjadinya gangguan pendengaran dan tinnitus. Gangguan pendengaran dan tinnitus dapat pula
disebabkan karena mikroorganisme (bakteri) telah menginvaasi hingga ke auris interna dan mengganggu organ auditorik (cochlea) beserta sarafnya. Selain itu, tinnitus juga dihubungkan
dengan gangguan konduksi suara akibat adanya cairan berlebih pada auris media.
c. Kepala pusing
Pemakaian kata pusing dalam bahasa Indonesia sangat luas pemakaiannya, karena dapat merujuk
pada pusing berputar (vertigo) maupun pusing tidak berputar (pening/cephalgia), sehingga dapat
membingungkan apabila tidak dilakukan anamnesis secara mendetil. Pada kasus skenario,
apabila pusing yang dimaksud adalah vertigo, maka dapat diduga telah terjadi gangguan pada
system vestibuler yang berfungsi untuk keseimbangan. Sistem vestibuler sangat sensitive
terhadap perubahan konsentrasi oksigen darah, oleh karena itu perubahan aliran darah dapat
menimbulkan vertigo. Perubahan aliran darah pada kasus ini mungkin disebabkan karena adanya
respon inflamasi yang membuat pemenuhan kebutuhan tubuh di daerah yang mengalami
peradangan. Selain itu mungkin juga disebabkan karena invasi mikroorganisme ke dalam organ
equilibrium (vestibuler dan kanalis semisirkularis). Biasanya gejala vertigo disertai dengan rasa
mual dan muntah. Namun, apabila pusing yang dimaksud adalah cephalgia, dapat diduga
gangguan tidak sampai kepada system vestibuler. Karena auris media terletak pada os temporal
yang juga merupakan bagian dari cranium, maka perubahan tekanan intratimpani (atau dapat
pula disebutkan perubahan tekanan intracranial) dapat mengakibatkan cephalgia. Selain itu,
cephalgia juga dapat disebabkan oleh invasi mikroorganisme ke dalam cavum cranii.
d. Pilek disertai hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri jika terpapar debu.
Respon hipersensitivitas I (alergi) terhadap allergen menjadi penyebab tersumbatnya tuba
auditiva eustachii. Allergen pada kasus ini adalah debu. Hal ini diketahui dari riwayat penyakit
yang relapse setiap kali pilek atau batuk. Pilek ini terjadi setiap kali terpapar debu, menandakan
adanya rhinitis allergic yang dialami pasien dengan debu sebagai allergennya. Pilek merupakan
salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap benda asing (debu) oleh mucous blanket yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada hidung apabila terus menerus terpapar pada benda asing atau
apabila pasien memang memiliki hipersensitivitas terhadap benda asing tersebut, walaupun
terpapar dalam jumlah yang sedikit. Sumbatan pada hidung ini umumnya bersifat bilateral,
bergantian kanan dan kiri. Sumbatan unilateral pada hidung justru mengarah kepada kelainan
kongenital seperti deviasi septum bahkan kemungkinan adanya benda asing ataupun massa.
Sementara itu, batuk merupakan refleks tenggorokan untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk ke dalam respiratory tract (pada keadaan tidak sedang makan, oesophagus beada dalam
kondisi ‘tertutup’). Refleks batuk ini dibawa oleh nervus vagus. Dalam kasus ini, pasien
mengalami hipersensitivitas terhadap debu yang berawal dari hidung (Rhinitis Allergic) dan
berkomplikasi pada obstruksi tuba auditiva. Obstruksi tuba auditiva yang berkepanjangan
mengakibatkan fungsi ventilasi tuba terganggu dan selain itu juga mengakibatkan disfungsi system imun yang terdapat dalam tuba yang mengakibatkan mudahnya invasi benda asing ke
dalam auris media. Selain itu obstruksi tuba yang berkepanjangan mengakibatkan cavum timpani
menjadi lembab dan menjadi habitat nyaman bagi mikroorganisme. Invasi benda asing ke dalam
auris media mengakibatkan peradangan pada auris media (Otitis media). Karena bersifat purulen
dan kronis (lebih dari 2 bulan), keadaannya disebut Otitis media supurativa kronis (OMSK).
e. Interpretasi dari hasil pemeriksaan.
1. Otoskopi auris dextra
Discharge mukopurulen : campuran antara cairan mucous (cairan tebal, kental
seperti gel, mengandung glycoprotein, hasil dari produksi sel goblet) dan purulen
(cairan pus yang mengandung leukosit, jaringan nekrotik, dan bakteri; merupakan
tanda terjadinya infeksi). Discharge ini berasal dari auris media yang dapat keluar
akibat adanya perforasi membrane timpani.
Granuloma: Menandakan terjadinya respon peradangan. Terlihatnya jaringan
granulasi (granuloma) yang terlihat ketika otoskopi merupakan tanda klinik dari
otitis media supurativa kronis tipe maligna.
2. Rhinoskopi anterior
Discharge seromukous: merupakan respon pertahanan tubuh yang terdapat dalam
hidung (mucous blanket) sebagai akibat dari adanya paparan debu.
Konka hipertrofi: tanda dari adanya rhinitis allergic. Disebabkan karena reaksi
inflamasi akibat hipersensitivitas terhadap debu.
Livid: tanda dari adanya rhinitis allergi. Mukosa berwarna pucat.
3. Pemeriksaan faring
Mukosa hiperemi : penigkatan jumlah aliran darah ke dalam faring akibat respon
inflamasi yang dilakukan oleh system imun tubuh terhadap benda asing (debu).