ob5 kelompok 2 (angkatan 2012)
DESCRIPTION
Added on August 31st, 2014TRANSCRIPT
-
ORAL BIOLOGY 5
REAKSI JARINGAN LUNAK MULUT TERHADAP TRAUMA
Dosen Pembimbing:
drg. Shanty Chairani, M. Si.
Disusun oleh:
1. Gabriela Maretta (04121004063)
2. Fina Rahma Husaina (04121004064)
3. Resty Wahyu Veriani (04121004065)
4. Heztri Shella Prima (04121004066)
5. Sheilladelia Shavira (04121004067)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
-
Reaksi Jaringan Lunak Rongga Mulut terhadap Trauma
1. Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
Trauma banyak diartikan sebagai suatu penyebab sakit karena kontak yang
keras dengan suatu benda. Trauma adalah suatu injury atau kerusakan atau luka
yang dapat disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik, termal maupun kimiawi, yang
ditandai dengan terputusnya kontinuitas normal dari suatu struktur jaringan.
Trauma dapat mengenai jaringan keras gigi dan juga jaringan lunak yang terdapat
di dalam rongga mulut.
Beberapa contoh trauma jaringan lunak rongga mulut yaitu antara lain:
laserasi, yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebakan oleh benda
tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka dapat berupa diskontinuitas epital dan
subepitel; contussio, yaitu luka memar yang disebabkan oleh pukulan benda
tumpul dan mengakibatkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai
robeknya daerah mukosa; luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang
disebabkan kerana gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat
permukaan yang bedarah atau lecet.
Gambar 1: Luka abrasi pada lidah
Sumber: Basic Pathology, Vinay Kumar, 1997
Inflamasi merupakan suatu reaksi setempat dari jaringan hidup atau sel
terhadap suatu rangsang atau injury (cedera atau jejas) yang berfungsi
menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen pencedera maupun
jaringan yang cedera itu. Proses ini diawali dengan kerusakan jaringan yang
-
kemudian menyebabkan patogen melewati pertahanan tubuh dan menginfeksi sel-
sel tubuh. Jaringan yang terinfeksi akan melepaskan histamin dan prostaglandin.
Sel yang melepaskan histamin adalah mastosit yang berkembang dari basofil.
Histamin yang dilepaskan menyebabkan pelebaran pembuluh darah
(vasodilatasi) dan peningkatan kecepatan aliran darah sehingga permeabilitas
pembuluh darah meningkat kemudian menyebabkan neutrofil, monosit dan
eusinofil berpindah dari pembuluh darah ke jaringan yang terinfeksi. Akibatnya,
daerah yang terinfeksi akan berwarna kemerahan, panas, bengkak, dan terasa
nyeri.
Secara mikroskopis, pembuluh darah mengalami konstriksi sementara
yang mungkin disebabkan oleh reflek neurogenik setempat yang bisa berkembang
tetapi hanya bertahan beberapa menit dan dengan cepat diikuti oleh dilatasi
arteriol. Dilatasi arteriol yang berkepanjangan menyebabkan kenaikan aliran darah
setempat (hiperemia) dan dilatasi kapiler.
Kenaikan permeabilitas kapiler disebabkan oleh dua faktor utama yaitu :
a. Dilatasi arteriol meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler sehingga
menyebabkan aliran air lebih besar larut ke dalam cairan intestisial.
b. Permeabilitas endotelial venular dan kapiler meningkat, sehingga
memungkinkan molekul lebih besar khususnya albumin memasuki
jaringan intestisial.
Kemudian terjadi perlambatan aliran darah kapiler dan hemokonsentrasi
intravaskuler, serta diikuti hilangnya aliran darah normal. Secara normal, sel-sel
darah mengalir di tengah kapiler dan menyentuh endotel. Sedangkan sel yang
abnormal akan mengalami penepian leukosit yaitu ke tepi endotel. Pengumpulan
sel-sel darah merah ke tengah akan membentuk rouleaux. Terjadi perlekatan
leukosit pada sel endotel kapiler, diikuti dengan perpindahan aktif oleh gesekan
amuboid ke dalam jaringan perivaskuler melalui celah-celah diantara sel endotel.
Setelah berada di luar, leukosit berpindah dengan cara kemotaksis, dimana sel
tersebut ditarik menuju substansi kimia yang konsentrasinya lebih tinggi.
Pergerakan aktif ini menyebabkan akumulasi sejumlah leukosit. Akumulasi ini
mudah dilihat dan dikenal secara mikroskopik untuk diagnosa histopatologi
radang akut. Fagositosis merupakan fungsi utama leukosit yaitu penelanan,
-
pencernaan dan pembuangan benda-benda asing khususnya bakteri dan sel-sel
yang rusak. Setelah terjadinya perubahan permeabilitas pembuluh darah dan
akumulasi leukosit, dilanjutkan dengan proses fagositosis. Proses ini memicu
sekresi fagosit dengan memicu endogen pirogen yang melepas prostagladin dan
merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu. Hal tersebut mengakibatkan
adanya demam pada inflamasi. Pembengkakan lokal terjadi karena tekanan
osmotik koloid sehingga terjadi peningkatan tekanan darah kapiler.
Perbaikan jaringan dilakukan untuk mengganti sel yang hilang atau sel
yang mati dengan sel yang hidup. Sel-sel baru ini dapat berasal dari parenkim atau
stroma jaringan ikat yang mengalami cedera. Karena kemampuan regenerasi
manusia terbatas, sehingga hanya beberapa jenis sel yang mampu beregenerasi
dan hanya pada keadaan tertentu saja. Pemulihan sel yang mati biasanya
melibatkan proliferasi jaringan ikat disertai pembentukan jaringan parut.
Pembentukan sel fibroblas dapat meningkatkan sintesis kolagen. Sintesis
kolagen yang meningkat mengakibatkan adanya penimbunan kolagen dan terjadi
keloid. Keloid ini tidak bisa hilang dengan sendirinya, sehingga perlu dilakukan
pengambilan cairan dalam keloid tersebut. Berbeda dengan jaringan parut,
jaringan ini berasal dari pembengkakan permeabilitas pembuluh darah yang
kemudian terbentuk fibrin yang menutup luka dan terjadi kalsifikasi sehingga
menjadi jaringan parut dan bisa hilang.
2. Etiologi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut
2.1 Trauma Fisik atau Mekanik
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan trauma pada jaringan lunak di
rongga mulut, salah satunya adalah trauma fisik atau mekanik. Dimana pada
trauma fisik ataupun mekanik terbagi dalam beberapa sebab-sebab lainnya, yaitu:
a. Trauma gigitan (Habitual Cheek or Lip Biting)
Banyak orang menderita luka di dalam mulutnya yang didapatkan secara
tidak disengaja seperti tergigit saat makan pada bibir, lidah maupun pada
mukosa bukal. Namun hal ini juga dapat terjadi karena kebiasaan yang
tidak disadari ataupun terjadi selama tidur.
-
Trauma ini juga dikenal dengan istilah Morsicatio buccarum. Morsicatio
berasal dari bahasa latin morsus yang artinya menggigit atau gigitan.
Penampakan klinis dari lesi yang timbul sering ditemukan bilateral pada
mukosa bukal, namun ada juga yang unilateral dikombinasikan dengan
adanya lesi pada bibir, lidah, atau keduanya. Area putih menebal seperti
bekas cabikan didominasi dengan area eritematous dan permukaan yang
kasar.
Gambar 2: Morsicatio buccarum
Sumber: Textbook of Oral Pathology, Sanjay Saraf, 2006
b. Trauma sikat gigi (Toothbrush injury)
Sikat gigi ternyata dapat menjadi salah satu penyebab trauma jaringan
lunak rongga mulut. Cara menyikat gigi yang salah dapat menyebabkan
abfraksi pada gigi serta dapat melukai jaringan lunak yang ada di dalam
rongga mulut.
Lokasi lesi ini biasa ditemukan pada marginal gingiva dan attached
gingiva, serta paling sering terjadi pada gingiva rahang atas di antara gigi
kaninus dan premolar (karena pada lokasi ini biasanya menggunakan
tekanan maksimal selama menyikat gigi). Penampakan klinis lesi berupa
erosi tunggal berwarna putih atau merah, dan beberapa menyebabkan rasa
sakit. Lesi ini tidak memerlukan perawatan khusus, namun hanya perlu
mengurangi faktor lokal dengan memperbaiki cara menyikat gigi.
c. Trauma makanan
Banyak jenis makanan yang dapat menggores ataupun melukai jaringan
lunak yang ada di dalam rongga mulut dan menyebabkan terjadinya ulser.
-
Salah satu contohnya adalah keripik singkong yang mempunyai tekstur
yang keras dan tajam sehingga saat mengunyahnya dapat melukai jaringan
lunak rongga mulut.
2.2 Trauma Termal (Panas)
Trauma termal atau luka bakar pada rongga mulut sebagian besar
disebabkan oleh makanan atau minuman yang panas. Pada awal terjadinya trauma
termal, akan terasa nyeri, yang selanjutnya muncul area yang tidak nyeri, hangus,
dan kekuningan yang disertai dengan sedikit atau bahkan tidak berdarah.
Selanjutnya, area tersebut akan mengalami nekrosis, karena banyak sel yang mati
akibat panas, dan mulai mengelupas bahkan bisa mengeluarkan darah.
Luka yang melibatkan makanan yang panas biasanya timbul pada palatum
atau mukosa lidah bagian posterior berupa area eritema dan ulserasi yang dapat
menyisakan epithelium yang nekrosis pada daerah perifer. Selain itu, thermal
injury ini juga dapat terjadi secara iatrogenik, contohnya yaitu overheat
instrument yang mengenai mukosa. Efek lebih parah terjadi pada mukosa yang
dianestesi, karena pasien tidak dapat merasakan sakit pada mukosa yang
berkontak dengan instrumen tersebut.
2.3 Trauma Kimiawi
Trauma kimiawi dapat disebabkan karena pemakaian obat-obatan yang
bersifat kaustik, seperti obat kumur yang kandungan alkoholnya tinggi, hidrogen
peroksida, atau fenol, dan penggunaan obat aspirin baik tablet maupun topikal
pada mukosa untuk meredakan sakit gigi. Lesi biasanya terletak pada lipatan
mukobukal dan gingiva. Area yang terluka berbentuk irreguler, berwarna putih,
dilapisi pseudomembran, dan sangat sakit. Area yang terlibat sangat mungkin
meluas.
Apabila kontak dengan agen kimia terjadi dalam waktu yang cukup
singkat, maka lesi yang terbentuk berupa kerut-kerut berwarna putih tanpa
nekrosis jaringan. Tetapi apabila kontak terjadi dalam waktu yang lama, dapat
menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan pengelupasan jaringan yang
-
nekrosis. Mukosa non-keratinisasi yang tidak cekat lebih sering mengalami luka
bakar dibandingkan mukosa cekat.
Bahan-bahan kedokteran gigi yang digunakan dalam praktek yang dapat
menyebabkan trauma kimiawi di dalam rongga mulut, contohnya aspirin,
hidrogen peroksida, silver nitrat, fenol, dan larutan anestesi.
a. Aspirin
Acetylsalicylic acid (aspirin) termasuk obat golongan NSAID (non-steroid
anti-inflammatory drugs) yang biasa digunakan untuk meredakan sakit
gigi. Akan tetapi, obat ini dapat menyebabkan trauma kimiawi dalam
rongga mulut berupa luka bakar pada mukosa yang sering disebut dengan
aspirin burn.
Adapun gambaran klinis dari aspirin burn ini yaitu adanya eritema dan
edema dengan pembentukan pseudomembran putih yang menutupi ulser,
biasanya di dekat mukosa bukal dan labial atau seringkali di sepanjang
gigi yang mengalami karies.
Gambar: Aspirin Burn
Sumber : http://ginaseptiani.blogspot.com/2011/04/trauma-fisik-dan-
kimia-pada-rongga.html
b. Sodium Hipoklorit
Sodium hipoklorit dapat menyebabkan ulkus yang cukup parah bila
berkontak dengan jaringan lunak di dalam rongga mulut.
c. Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida (H2O2) adalah larutan bening, tidak berwarna,
tampilannya seperti air, dan dapat dicampur dengan air dalam berbagai
porsi. Pada konsentrasi tinggi H2O2 dapat berbau asam (acidic odor).
-
Hidrogen peroksida berpengaruh terhadap mukosa rongga mulut.
Didapatkan bahwa frekuensi derajat kerusakan mukosa rongga mulut
akibat aplikasi 10% H2O2 merubah kondisi mukosa oral dari normal
menjadi mengalami peradangan yang cukup signifikan, dengan tampilan
mikroskopis yaitu lapisan epitel tidak utuh, tampak adanya pelebaran
pembuluh darah, dan terdapat sel radang kronis yang memadat hampir
pada semua jaringan serta ada terobosan sel radang kronis ke dalam
jaringan submukosa.
d. Pasta Gigi dan Obat Kumur
Beberapa kasus ulserasi dan luka jaringan di dalam rongga mulut telah
dilaporkan disebabkan karena salah penggunaan obat kumur dan pasta gigi
komersial. Reaksi hipersensitivitas, ulserasi, dan pengelupasan epitel
pernah dilaporkan terjadi pada penggunaan pasta gigi yang mengandung
kayu manis (cinnamons).
Bahan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas ini diduga adalah
kandungan aldehid. Reaksi ini tampak mirip dengan reaksi yang
disebabkan oleh bahan kimia lain seperti aspirin dan hidrogen peroksida.
Selain itu, ditemukan pula kasus luka bakar di bibir, mulut, dan lidah pada
pasien yang menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol dan
klorheksidin.
e. Smokers Melanosis
Pada individu yang merokok, akan timbul area hiperpigmentasi melanin
pada mukosanya, tergantung pada jumlah batang rokok sehari-hari yang
dihisapnya. Jika dikonsumsi secara terus-menerus, maka derajat
pigmentasinya pun semakin meningkat.
Salah satu kandungan yang terdapat dalam sebatang rokok, yaitu nikotin,
secara langsung dapat menstimulasi melanocytes untuk memproduksi
melanosomes, dimana akan menghasilkan pigmen melanin yang
-
berlebihan, yang kemudian akan mengendap dalam lapisan sel basal pada
lapisan epitelium mukosa mulut.
Gambaran klinis yang terlihat pada smokers melanosis menunjukkan
bercak coklat difus yang bervariasi, dari warna coklat terang hingga gelap.
Smokers melanosis biasanya ditemukan pada gingiva anterior mandibula
dan mukosa pipi, tetapi dapat juga mengenai daerah palatum, lidah, dasar
mulut dan bibir.
Smokers melanosis akan menghilang sedikit demi sedikit selama 3 tahun
setelah berhenti merokok.
Gambar: Smokers melanosis
Sumber : http://guident.net/oral-surgery/smoker-s-melanosis-of-
the-buccal-mucosa-a-case-report/pdf.html
g. Anesthetic Necrosis
Kasus yang jarang terjadi, nekrosis fokal jaringan dapat timbul pada lokasi
injeksi anestesi lokal. Predileksi terjadinya lesi pada palatum durum, yang
jaringan mukosanya berikatan cekat dengan tulang di bawahnya. Biasanya
lesi ini timbul sebagai lesi ulser yang bertepi reguler yang timbul beberapa
hari setelah injeksi anestesi lokal. Ulser terjadi akibat nekrosis iskemia
yang kemungkinan disebabkan karena trauma langsung dari larutan
anestesi, vasokonstriksi epinefrin, atau keduanya. Penyembuhan ulser
memerlukan waktu beberapa minggu dan terkadang dapat menjadi kronis.
-
Gambar: Anesthetic Necrosis
Sumber: www.capedental.com/dentalblog/2011/09/onpharma/onset-
possible-tissue-necrosis
h. Cotton Roll Burn
Cotton roll sering digunakan dalam prosedur kedokteran gigi.
Cotton roll dapat menyerap zat kimia yang keluar (contoh: zat yang
digunakan selama prosedur endodontik)dan menahan zat kimia tersebut
yang kemudian dapat terpapar ke jaringan mukosa mulut dalam jangka
waktu yang lama, sehingga menyebabkan cedera pada mukosa oral.
Mukosa oral dapat menempel dengan cotton roll yang kering dan
mengakibatkan pelepasan jaringan epitel dari jaringan ikat di bawahnya.
Cedera ini disebut cotton roll burn atau cotton roll stomatitis.
Secara mikroskopik, jaringan yang terpengaruh menunjukkan epitelium
squamosa berlapis yang memperlihatkan degenarasi sel epitel di area yang
terlibat. Jaringan ikat di bawahnya menunjukkan campuran sel inflamatori
akut dan kronik.
3. Reaksi Jaringan Lunak Rongga Mulut Terhadap Trauma
3.1 Trauma Fisik atau Mekanik:
Ketika terjadi trauma mekanis ringan, maka jaringan lunak rongga mulut
akan mengalami frictional keratosis atau keratinisasi yang berlebihan tetapi belum
mengalami perdarahan atau inflamasi. Sedangkan ketika terjadi trauma mekanis
yang sedang atau berat, maka jaringan lunak rongga mulut akan mengalami
perdarahan (proses inflamasi) yang kemudian menghasilkan produk sampingan
-
misalnya MMP lalu kolagen terdegradasi sehingga membran sel menjadi rusak
dan menyebabkan kematian sel. Jika proses ini hanya terjadi pada epitel, belum
sampai pada jaringan ikat tetap akan mengenai saraf disekitarnya itulah mengapa
kita merasakan sakit.
3.2 Trauma Termal (Panas):
-
3.3 Trauma Kimiawi:
3.3.1 Aspirin:
Aspirin dapat secara langsung merusak mukosal oral dengan cara
asam berdifusi ke mukosa yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah mukosa
dan merusak membran sel. Dan juga akumulasi obat di dalam sel epitel,
pergerakan osmotik air ke dalam sel mengakibatkan pembengkakan sel epitel
sampai akhirnya pada titik lisis.
3.3.2 Obat Kumur yang Mengandung Alkohol
Alkohol akan menyebabkan rusaknya membran sel yang berisi fosfolipid.
Membran sel ini berfungsi sebagai ikatan antar sel. Ketika jaringan lunak mulut
terpapar oleh alkohol, membran sel yang berisi fosfolipid akan rusak dan akan
menyebabkan susunan normal molekul lipid epitel menjadi rusak, sehingga ikatan
antar sel terputus. Sel yang terputus tersebut akan mengalami nekrosis sehingga
akan menyebabkan ulser.
-
3.3.3 Anesthestic Necrosis
3.3.4 Karena Penggunaan Cotton Roll
anastesi
vasokonstriksi
iskemia
nutrisi sel
menurun
nekrosis sel
-
3.3.5 Karena Penggunaan NaOCl
NaOCl
Merusak membran
sel
Jika digunakan dalam
dosis tinggi
NaoCl memiliki ion Ocl yg berfungsi
sebagai pengoksidasi protein
Susunan sel terdiri dari protein
dioksidasi oleh OCl
Nekrosis ( epitel yg nekrosis
terlepas )
ulser
Menyebabkan perubahan
metabolisme sel
-
3.3.6 Karena Penggunaan H2O2
H2O2
Merusak struktur dan
susunan sel
Masuk kedalam
sel
Merupakan radikal bebas
Merusak rantai DNA Berdifusi ke membran
lipid (membran sel)
Perubahan
metabolisme sel
Merusak fungsi sel
Mutasi sel
Nekrosis
Ulser
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Regezi J, Sciubba J. 1993. Oral Pathology: Clinical Pathology Correlations,
WB. Saunders, USA
2. Vinay Kumar, Abul K. Abbas, Jon C. Aster. Robbins Pathology Series
Saunders W.B. Elsevier Health Sciences. 2012
3. Katzung, Bertram. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 8. Jakarta: Salemba
Medika. 2002
4. Anderson, D.M. Dorlands Illustrated Medical Dictionary. 31st ed.
Philadephia: Saunders. 2007
5. Cotran; Kumar, Collins Robbins Pathologic Basis of Disease. Philadelphia:
W.B Saunders Company. 1998
6. Parakrama Chandrasoma, Clive R. Taylor (ca. 2005). "Part A. General
Pathology, Section II. The Host Response to Injury, Chapter 3. The Acute
Inflammatory Response, sub-section Cardinal Clinical Signs". Concise
Pathology (3rd edition). New York, N.Y.: McGraw-Hill.
7. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
8. Larjava, Hanu. 2012. Oral Wound Healing: Cell Biology and Clinical
Management. USA : John Wiley & Sons
9. Birnbaum, W. dan Dunne, S.M. 2010. Diagnosis Kelainan Dalam Mulut
Petunjuk bagi Klinisi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC: Jakarta.
10. Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A., 2008, Burkets Oral Medicine, 11th
Edition, BC Decker Inc., Hamilton
11. Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E., 2009, Oral and
Maxillofacial Pathology, 3rd
edition, Elsevier, India.
12. Gilvetti C, Porter S R, Fedele S. Traumatic chemical oral ulceration: A case
report and Review of literature. Br Dent J 2010; 208: 297-300.
13. Alidaee MR, Taheri A, Mansoori P, Ghodsi SZ. Silver nitrate cautery in
aphthous stomatitis: a randomized controlled trial. Br J Dermatol. 2005
Sep;153(3):521-5.
14. Tombes MB, Gallucci B. The effects of hydrogen peroxide rinses on the
normal oral mucosa. Nurs Res. 1993 Nov-Dec;42(6):332-7.
-
15. Grgan CA, Zaim E, Bakirsoy I, Soykan E. Short-term side effects of 0.2%
alcohol-free chlorhexidine mouthrinse used as an adjunct to non-surgical
periodontal treatment: a double-blind clinical study. J Periodontol. 2006 Mar;
77(3):370-84.
16. Feng Lin, Wang Lili. Effects of alcohol on the morphological and structural
changes in oral mucosa. Pak J Med Sci. 2013 Jul-Aug; 29(4): 10461049.
17. John L. Wallace. How do NSAIDs cause ulcer disease?. Baillires
Gastroenterology. Vol 14, No. 1, pp. 147-59. 2000.
18. Walsh, Laurence. J. 2000. Safety issue relating to the use of hydrogen
peroxide in dentistry. Australian Dental Journal; 45(4):257-9.