nilai-nilai pendidikan karakter pada novel sepatu...
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
PADA NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA
PABICHARA IMPLIKASINYA TERHADAP KARAKTER
DISIPLIN BELAJAR SISWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
NURUL ISTIQOMAH
NIM 23040160064
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
PADA NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA
PABICHARA IMPLIKASINYA TERHADAP KARAKTER
DISIPLIN BELAJAR SISWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
NURUL ISTIQOMAH
NIM 23040160064
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
ii
Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si
Dosen IAIN Salatiga
Persetujuan Pembimbing
Hal : Naskah skripsi
Lamp : 4 eksemplar
Saudara : Nurul Istiqomah
Kepada
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami
mengirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 23040160064
Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)
Judul : Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel Sepatu Dahlan
Karya Khrisna Pabichara Implikasinya Terhadap Karakter
Disiplin Belajar Siswa
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Temanggung, 18 Juli 2020
Pembimbing
Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si
NIP. 197005292000032001
iv
v
vi
MOTTO
Apabila anda membuat rencana untuk satu tahun,
tanamlah padi.
Apabila anda membuat rencana untuk sepuluh tahun,
tanamlah pohon.
Apabila anda membuat rencana untuk seumur hidup,
didiklah orang-orang.
(Peribahasa dari Negeri China)
vii
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya
persembahkan kepada:
1. Orang tuaku yaitu Ibu (Rokhimah) dan Bapak (Abdul Rochman) yang tak
henti-hentinya memberikan yang terbaik untuk penulis, terimakasih untuk
segala kasih sayang, nasihat, didikan, kerja keras, dukungan serta tak
henti-hentinya mendo’akan sehingga penuis bisa sampai pada tahap ini.
2. Adikku (Dewi Rachmawati) yang sangat kusayangi. Semangat belajar,
yang betah di pondok, semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan
dapat membanggakan orang tua kelak.
3. Saudara-saudaraku (Syahid Family dan Kos Adel) yang telah memberikan
dukungan dan mendoakan penulis.
4. Sahabat Jogjaku (Eni Setiyarti dan Fitri Mardyanti), Sahabat Salatigaku
(Hanung Fitria Dewi, Siti Izzatul Ummah, dan Yuni Sariningsih) dan
(Agung Fitra Afifi) yang selalu membersamai, memberi dukungan
semangat dan doa untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih telah menjadi tempat berkeluh kesah dan berbagi suka
maupun duka.
5. Keluarga besar PGMI 2016, keluarga PPL MI Ma’arif Dukuh, keluarga
KKN posko 1 Podosoko, dan keluarga PC IPNU IPPNU Salatiga, yang
telah memberikan pengalaman hidup yang luar biasa.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya. Shalawat serta salam penulis
sanjungkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, sehingga penyusunan skripsi
yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel Sepatu Dahlan
Karya Khrisna Pabichara Implikasinya Terhadap Karakter Disiplin Belajar Siswa”
dapat terselesaikan.
Pada penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan
yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual.
Selanjutnya penulis haturkan ucapan terimakasih dan peghargaan setinggi-
tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Zakiyyudin, M. Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Salatiga
2. Prof. Dr. Mansur, M. Ag., selaku Dekan FTIK Institut Agama Islam
Negeri Salatiga.
3. Dr. Peni Susapti, S.Si., M.Si., selaku Kaprodi PGMI
4. Dra. Nur Hasanah, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik
5. Dr. Maslikhah, S.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa
memberikan bimbingan dan arahan dengan baik, serta telah meluangkan
banyak waktunya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
ix
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekali dengan berbagai ilmu
pengetahuan, serta karyawan IAIN Salatiga yang sudah memfasilitasi
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membantu sangat
diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Temanggung, 18 Juli 2020
Nurul Istiqomah
NIM. 23040160064
x
ABSTRAK
Istiqomah, Nurul. 2020. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Novel Sepatu
Dahlan Karya Khrisna Pabichara Implikasinya Terhadap Karakter Disiplin
Belajar Siswa. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK).
Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing: Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si.
Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, Karakter Disiplin
Permasalahan karakter bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia.
Hampir di setiap bidang kehidupan tidak terlalu sulit untuk menunjukkan
rendahnya karakter bangsa. Generasi muda menjadi sorotan utama dalam
rendahnya kualitas karakter. Semakin rusak karakter generasi mudanya maka
bangsa itu akan hancur, sebaliknya semakin baik dan bermoralnya generasi muda,
maka bangsa itu akan semakin baik dan maju. Novel Sepatu Dahlan ini
merupakan salah satu penyampaian penanaman nilai-nilai karakter kepada
pembacanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai karakter dalam
novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara serta implikasinya terhadap
karakter disiplin. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini
adalah: (1) Bagaimana nilai karakter pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna
Pabichara; (2) Bagaimana nilai-nilai karakter pada pendidikan Islam; (3)
Bagaimana implikasi nilai-nilai karakter pada novel Sepatu Dahlan terhadap
karakter disiplin belajar.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pustaka (library research).
Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan
menggunakan literatur dan teks sebagai objek utama analisis yaitu novel Sepatu
Dahlan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka
dan dokumentasi guna menjadi referensi dalam penyusunan skripsi ini. Analisis
data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis), dari
analisis tersebut ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Nilai-nilai karakter dalam novel
Sepatu Dahlan meliputi religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli
sosial dan tanggung jawab; (2) Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam
meliputi sidiq, amanah, fathonah dan tablig; (3) Implikasi nilai-nilai karakter
novel Sepatu Dahlan terhadap karakter disiplin siswa yaitu mengembangkan
pemahaman dan penanaman nilai karakter dengan tujuan membentuk pribadi
peserta didik yang baik melalui metode cerita serta latihan pembiasaan.
xi
DAFTAR ISI
Sampul Depan .......................................................iError! Bookmark not defined.
Halaman Persetujuan Pembimbing ......................................................................... ii
Halaman Pengesahan Kelulusan ............................................................................ iv
Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan.................................................................... v
Motto ...................................................................................................................... vi
Persembahan ......................................................................................................... vii
Kata Pengantar ..................................................................................................... viii
Abstrak .................................................................................................................... x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian..................................................................................... 6
1. Manfaat Secara Teoretis ........................................................................... 6
2. Manfaat Secara Praksis ............................................................................ 6
E. Kajian Pustaka .............................................................................................. 6
F. Metode Penelitian....................................................................................... 10
xii
1. Jenis Penelitian ....................................................................................... 10
2. Objek Penelitian ..................................................................................... 11
3. Sumber Data ........................................................................................... 11
4. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 12
5. Teknik Analisis Data .............................................................................. 12
G. Penegasan Istilah ........................................................................................ 13
H. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................................... 15
BAB II MUATAN NASKAH ............................................................................... 17
A. Biografi Pengarang..................................................................................... 17
B. Karya-karya Khrisna Pabichara ................................................................. 19
C. Biografi Novel ............................................................................................ 20
1. Profil Novel ............................................................................................ 20
2. Sinopsis .................................................................................................. 20
3. Unsur Instrinsik Novel ........................................................................... 25
4. Keunggulan Novel .................................................................................. 40
BAB III DISKRIPSI ANATOMI MUATAN NASKAH ..................................... 42
A. NOVEL ...................................................................................................... 42
1. Pengertian Novel .................................................................................... 42
2. Jenis-jenis Novel .................................................................................... 43
3. Unsur-unsur Novel ................................................................................. 49
xiii
4. Peran Novel dalam Membangun Karakter ............................................. 63
B. PENDIDIKAN KARAKTER .................................................................... 64
1. Hakikat Pendidikan Karakter ................................................................. 64
2. Tujuan Pendidikan Karakter ................................................................... 66
3. Fungsi Pendidikan Karakter ................................................................... 68
4. Prinsip Pendidikan Karakter ................................................................... 69
5. Nilai-nilai Karakter ................................................................................. 71
C. KARAKTER DALAM PENDIDIKAN ISLAM ....................................... 73
D. DISIPLIN BELAJAR ................................................................................ 75
1. Hakikat Disiplin Belajar ......................................................................... 75
2. Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Belajar Siswa .............................. 77
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 80
A. Nilai Karakter Pada Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara ...... 80
B. Nilai-Nilai Karakter Pada Pendidikan Islam .............................................. 93
1. Ruang Lingkup ....................................................................................... 93
2. Metode .................................................................................................... 97
C. Nilai-Nilai Karakter Pada Novel Sepatu Dahlan Implikasinya Terhadap
Karakter Disiplin ............................................................................................... 99
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 103
A. Kesimpulan .............................................................................................. 103
xiv
B. Saran ......................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 105
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ 109
Lampiran 1. Lembar Konsultasi Skripsi ...................................................... 110
Lampiran 2. SKK ......................................................................................... 113
Lampiran 3. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing ................................... 114
Lampiran 4. Ijin Meneliti ................................................................................ 115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan karakter bukan hal yang baru lagi bagi masyarakat
indonesia terutama bagi wajah pendidikan. Pendidikan karakter diyakini
sebagai aspek penting dalam pembentukan akhlak dan moral masyarakat agar
mempunyai karakter yang baik sehingga dapat diwujudkan dalam perilaku
kesehariannya. Wiyani (2013: 27-28) mendefinisikan bahwa pendidikan
karakter dapat dimaknai dengan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan untuk memberikan
keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan
dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dengan adanya pendidikan
karakter diharapkan dapat membangun masyarakat menjadi masyarakat yang
berbudaya, beradab, maju, mandiri dan sejahtera.
Pendidikan sendiri merupakan pilar terpenting dalam kemajuan suatu
bangsa. Maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kondisi orang-orangnya,
karena pada dasarnya yang berperan dalam menjalankan suatu bangsa adalah
orang-orang yang menempati bangsa itu sendiri. Hal ini sangat bergantung
dari pendidikan yang diperoleh dari masing-masing individu. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa bertujuan pendidikan adalah menciptakan karakter
manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Suyadi (2013: 5) berpendapat bahwa karakter merupakan nilai-nilai
universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktifitas kehidupan, baik
2
yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia maupun
dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perkataan, perasaan,
dan perbuatan, berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya
dan adat istiadat. Narwanti (2014: 28) menyebutkan nilai-nilai pembentuk
karakter yang bersumber dari agama, pancasila,budaya dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa karakter identik dengan kepribadian, atau dalam islam
disebut akhlak seseorang sebagai bentuk dari hasil internalisasi yang
digunakan sebagai cara bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya karakter atau akhlak ini sehingga Nabi Muhammad SAW
diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, sebagaimana firman Allah
Swt dalam Al-Qur’an surah Al-Qalam ayat 4:
وانك لعلئ خلق عظيم
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
agung”. (QS. Al-Qalam 68: 4).
Karakter atau akhlak merupakan ciri khas seorang individu yang
berasal dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, baik
lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah. Oleh
karenanya, ketiga pihak tersebut harus ada hubungan yang sinergis.
3
Narwanti (2014: 5) mengemukakan kunci pembentukan karakter dan
fondasi pendidikan sejatinya adalah keluarga. Keluarga merupakan fondasi
paling utama dalam membentuk karakter anak. Anak mendapat pendidikan
untuk pertama kalinya dari lingkungan keluarga yang menjadi dasar dalam
perkembangan kehidupan anak dikemudian hari. Akan tetapi pada
kecenderungan saat ini, pendidikan yang semula menjadi tanggung jawab
keluarga di ambil alih oleh sekolah dan lembaga sosial. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan merupakan salah satu lembaga terdepan yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter anak (character building).
Perkembangan zaman yang terus berkembang memberikan pengaruh
besar bagi kehidupan masyarakat terutama anak sekolah. Tak jarang pengaruh
tersebut justru bukan mengarah kepada perbaikan moral bangsa, melainkan
semakin merosotnya karakter dan akhlak. Maraknya tawuran antar pelajar,
bullying, tindakan asusila, perkelahian, pengeroyokan, membolos sekolah
dan kasus dekadensi moral lainnya, merupakan bukti menipisnya karakter
bangsa. Bobroknya moral anak menjadi sebuah bencana di masa depan. Oleh
karena itu, peran dan kontribusi guru dalam lingkungan sekolah sangat
dominan terhadap pembentukan karakter anak.
Pendidikan karakter merupakan tema yang menarik untuk
dibicarakan, terutama novel. Hal ini karena novel merupakan salah satu karya
sastra yang mampu dijadikan media untuk menyampaikan pendidikan
karakter pada pembacanya, yaitu melalui pesan-pesan yang disampaikan
pengarang lewat tulisannnya. Salah satu novel yang dapat memberikan
4
pembelajaran dan nilai-nilai pendidikan karakter bagi pembacanya adalah
Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabicara. Dalam novel Sepatu Dahlan,
pengarang menceritakan sebuah kehidupan nyata Dahlan Iskan tentang
perjuangan dan kerja keras dalam menggapai mimpinya. Novel ini
mengisahkan perjalanan hidup Dahlan Iskan yang bersekolah di Sekolah
Rakyat Biasa. Semangatnya untuk melanjutkan ke SMP Magetan tak
tersampaikan karena kekurangan biaya sehingga Bapaknya menganjurkan
untuk bersekolah di Tsanawiyah Takeran, sebuah pesantren yang didirikan
oleh leluhur Ibunya. Dahlan terdidik dengan seorang bapak yang selalu
menerapkan ketegasan dan kedisiplinan namun penuh kasih sayang. Setiap
hari pergi dan pulang sekolah yang jauh dilakoninya dengan berjalan tanpa
alas kaki. Kesusahan yang dialaminya tak akan membuat Dahlan putus asa.
Semangatnya untuk menuntut ilmu bahkan impiannya memiliki sebuah
sepatu dan sepeda mampu melecut semangat juangnya. Novel yang menarik,
penuh dengan kisah-kisah teladan yang mengharukan dan tentunya nilai-nilai
pendidikan terutama nilai pendidikan karakter serta menghadirkan tokoh-
tokoh yang mempunyai karakter kepribadian yang patut diteladani.
Implikasi novel Sepatu Dahlan terhadap karakter disiplin belajar
siswa yaitu menambah wawasan dan dapat dijadikan rujukan bagi pendidik
dalam menyikapi karakter peserta didik. Selain itu diharapkan peserta didik
juga mampu memahami dan menerapkan nilai-nilai yang tercermin dalam
novel serta diharapkan dapat mengembangkan potensi serta watak peserta
didik untuk menjadi manusia yang berkepribdian baik, memotivasi untuk
5
selalu disiplin, bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai siswa serta
bekerja keras untuk menggapai cita-citanya.
Berdasarkan uraian latar belakang yang singkat tersebut, penulis
tertarik untuk meneliti dan membahas mengenai nilai-nilai pendidikan
karakter pada novel sepatu dahlan dalam sebuah skripsi yang berjudul “Nilai-
Nilai Pendidikan Karakter pada Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna
Pabichara Implikasinya Terhadap Karakter Disiplin Belajar Siswa”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan isi novel secara umum, penulis
mengajukan fokus masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana nilai karakter pada novel Sepatu Dahlan karya Khrisna
Pabichara ?
2. Bagaimana nilai-nilai karakter pada pendidikan Islam?
3. Bagaimana implikasi nilai-nilai karakter pada novel Sepatu Dahlan
terhadap karakter disiplin?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
disusunnya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui nilai karakter pada novel Sepatu Dahlan karya
Khrisna Pabichara.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter pada pendidikan Islam.
6
3. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter pada novel Sepatu Dahlan
implikasinya terhadap karakter disiplin.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Manfaat Secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan
wawasan bagi penulis khususnya serta para pelajar atau mahasiswa pada
umumnya, tentang keberadaan karya sastra (khususnya novel) yang
memuat nilai-nilai pendidikan karakter. Selain itu diharapkan dapat
memberikan wacana keilmuan media sebagai sarana pembelajaran siswa.
Menambah sumber referensi bagi dunia pendidikan, khususnya yang
berkaitan dengan pendidikan karakter.
2. Manfaat Secara Praksis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh-contoh
atau teladan dan pelajaran berharga bagi penulis serta para pelajar atau
mahasiswa bagaimana cara memahami nilai-nilai atau pesan-pesan yang
terkandung dalam sebuah karya sastra.
E. Kajian Pustaka
Penelitian-penelitian yang sebelumnya dapat menjadi rujukan bagi
penelitian ini antara lain :
Skripsi karya Ferianti, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan
Ilmu Pendidikan Agama Islam, tahun 2015 yang berjudul “Nilai-nilai
7
Pendidikan Karakter dalam Novel Sepatu Dahlan dan Surat Dahlan karya
Khrisna Pabichara”. Skripsi ini membahas tentang Nilai-nilai Pendidikan
Karakter dalam Novel Sepatu Dahlan dan Surat Dahlan karya Khrisna
Pabichara dan relevansinya terhadap materi Pendidikan Agama Islam di SMP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang
terdapat dalam novel Sepatu Dahlan dan Surat Dahlan karya Khrisna
Pabichara mencangkup nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
YME yaitu: religius yang meliputi; keimanan kepada Tuhan YME, Islam,
tawakal, syukur dan sabar; karakter dalam hubungannya dengn diri sendiri:
jujur dalam perkataan dan perbuatan, bertanggung jawab terhadap tugas dan
kewajiban, bergaya hidup sehat, disiplin terhadap waktu, kerja keras dalam
menjalankan tugas, percaya diri, mandiri dalam bekerja, tangguh menghadapi
rintangan, ingin tahu yang tinggi, dan cinta ilmu pengetahuan; karakter dalam
hubungannya dengan sesama, yaitu persaudaraan yang tinggi terhadap sesame;
karakter dalam hubungannya dengan lingkungan yaitu: ekologis; dan karakter
dalam hubungannya dengan kebangsaan yaitu: nasionalisme. Selain itu, nilai-
nilai karakter dalam novel Sepatu Dahlan dan Surat Dahlan memiliki
relevansi dengan materi pembelajaran PAI pada jenjang SMP, terutama pada
materi berikut: iman kepada Allah, asmaul husna, perilaku terpuji (tawadlu,
taat, qana’ah, sabar), shalat wajib, perilaku terpuji (zuhud dan tawakal)
thaharah, sejarah Nabi Muhammad SAW, perilaku terpuji (kerja keras, tekun,
ulet, dan teliti), hewan yang halal dan haram dimakan, sejarah pertumbuhan
ilmu pengetahuan dalam Islam, al-Qur’an surah at-Tin, hadis tentang
8
menuntut ilmu, al-Qur’an surah al-Insyirah, hadis tentang kebersihan, perilaku
tercela (ananiah, ghadab, hasad, ghibah, dan namimah), zakat fitrah dan zakat
mal, perilaku terpuji (qana’ah dan tasamuh), perilaku tercela (takabur), dan
sejarah tradisi Islam Nusantara, sehingga kedua novel karya Khrisna
Pabichara ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk menunjang proses
penanaman pendidikan karakter pada peserta didik. Persamaan penelitian
tersebut dengan penelitian penulis adalah terletak pada objek penelitiannya
yaitu sama-sama menguji tentang pendidikan karakter. Perbedaan dengan
penelitian ini adalah penelitian keterkaitan nilai karakter dengan materi
pembelajaran PAI pada jenjang SMP dengan tambahan subjek penelitian yaitu
novel Surat Dahlan.
Skripsi karya Isnaini Mutmainah, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
Jurusan Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, tahun 2013 yang
berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Sepatu Dahlan karya
Khrisna Pabichara dan Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak di Madrasah
Ibtidaiyah”. Hasil penenelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan
karakter dalam novel Sepatu Dahlan yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli social, tanggung jawab. Persamaan skripsi tersebut dengan
skripsi penulis adalah terletak pada objek penelitiannya yaitu sama-sama
mengkaji tentang pendidikan karakter, perbedaannya skripsi tersebut
9
keterkaitan nilai-nilai karakter dengan Pendidikan Akhlak di Madrasah
Ibtidaiyah.
Skripsi karya Lia Sari Budi Ati, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
Jurusan Pendidikan Agama Islam, tahun 2017 yang berjudul “Nilai-nilai
Pendidikan Karakter dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya
Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra”Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa novel Bulan Terbelah di Langit Amerika terdapat
interpretasi nilai-nilai pendidikan karakter diantaranya nilai karakter religius,
kejujuran, toleransi, kerja keras menghargai prestasi, demokrasi, persahabatan,
cinta damai dan disiplin, ikhlas. Persamaan skripsi tersebut dengan skripsi
penulis adalah terletak pada objek penelitiannya yaitu sama-sama menguji
tentang pendidikan karakter yang terdapat dalam novel. Sedangkan
perbedaannya terletak pada subjeknya, yaitu skripsi tersebut mengkaji Novel
Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga
Almahendra sedangkan penelitian penulis mengkaji Novel Sepatu Dahlan
serta implikasi nilai karakter dalam novel tersebut terhadap karakter disiplin
siswa.
Dari ke tiga penelitian di atas memiliki kontribusi dalam penelitian ini
yaitu menambah wawasan pengetahuan dalam nilai-nilai karakter, baik
hubungannya dengan Tuhan maupun hubungannya dengan sesama serta dapat
diaplikasikan di lingkungan sekolah baik dalam bentuk materi pelajaran
maupun metode yang digunakan. Sedangkan relevansi dari ketiga penelitian
10
tersebut dengan penelitian ini adalah yakni mempunyai orientasi yang sama
yaitu pembentukan karakter peserta didik.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau library research.
Disebut penelitian kepustakaan karena data-data atau bahan-bahan yang
diperlukan untuk menyelesaikan penelitian berasal dari perpustakaan, baik
berupa buku, ensiklopedi, kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain
sebagainya (Sutrisno dalam Harahap, 2014: 68).
Yahya (2015: 232) menyebutkan bahwa penelitian pustaka (library
research) bersifat kualitatif yang lebih mengutamakan penggalian,
penemuan, pembacaan, penjelasan dan penyampaian makna atau symbol
data yang tersurat atau terserat dari data yang dikumpulkan. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini tidak sama dengan teknik
pengumpulan data penelitian kuantitatif di lapangan. Pengolahan
penelitian ini lebih menjurus pada analisis isi (content analisis) atau
pengolahan data yang bersifat diskriptif.
Krippendorf (dalam Mumpuni, 2018: 59) mengemukakan bahwa
analisis konten adalah penelitian yang dilakukan dengan mengkaji teks,
dokumen, atau buku untuk mengambil kesimpulan berdasarkan konteks
penggunaannya. Teks yang akan dianalisis adalah novel Sepatu Dahlan
karya Khrisna Pabichara. Kesimpulan yang akan diambil dari hasil
11
pengkajian novel tersebut adalah muatan nilai-nilai karakter yang
terkandung di dalamnya.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter yang
terkandung dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara
implikasinya terhadap karakter disiplin belajar siswa.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah bahan pustaka berupa
buku, jurnal, dan dokumen-dokumen lainnya yang dapat dijadikan sumber
rujukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, sumber data terbagi
menjadi dua, yaitu :
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya (Siyoto dan Sodik,
2015: 68). Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data
sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat
Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal dan lain-lain (Siyoto dan Sodik,
2015: 68).
12
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik
pengumpulan data atau dokumentasi. Dokumentasi adalah salah satu
metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis
dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang
subjek (Anggito dan Setiawan, 2018: 153). Metode ini dilakukan dengan
cara mencari bahan-bahan yang berkenaan dengan penelitian ini untuk
ditelaah isi tulisan terkait dengan nilai-nilai pendidikan karakter yang
terdapat dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara.
5. Teknik Analisis Data
Karena penulis hendak mengungkap, memahami dan menangkap
pesan yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna
Pabichara, maka sesuai dengan fokus temanya, kajian dilakukan dengan
analisis konten (content analysis). Teknik analisis konten yang digunakan
dalam penelitian ini terdapat lima langkah, diantaranya :
a) Menentukan teks yang akan dijadikan objek penelitian dalam novel
Sepatu Dahlan.
b) Melakukan pencatatan data yang diperoleh melalui pembacaan terkait
nilai-nilai karakter yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan yang
digunakan sebagai hasil penelitian. Dokumen hasil tersebut akan
memudahkan peneliti dalam penarikan kesimpulan dan tahap
deskripsi.
13
c) Melakukan reduksi selama proses analisis data dengan
menyederhanakan, mengklasifikasi, dan meringkas data sejenis untuk
menghilangkan hal-hal yang tidak relevan dengan penelitian, sehingga
analisis yang dilakukan sesuai dengan jenis nilai-nilai karakter
d) Penarikan kesimpulan, dilakukan berdasarkan dokumen hasil
penelitian yang tercatat.
e) Mendeskripsikan berdasarkan kesimpulan yang telah didapatkan.
Selain itu diskripsi hasil penelitian juga disertai dengan teori yang
mendukung dalam pembahasan, sehingga penelitian tidak hanya
berdasarkan pemahaman peneliti saja.
G. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pembahasan mengenai judul penelitian ini,
terlebih dahulu penulis akan mengemukakan arti istilah yang terkandung
dalam judul tersebut, di antaranya:
1. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Mumpuni (2018: 10) mengatakan bahwa nilai adalah keyakinan
mengenai baik buruknya sesuatu. Setiap masyarakat memiliki nilai-nilai
luhur tersendiri, yang berbeda antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat lainnya. Baik buruknya sesuatu, ditentukan berdasarkan akal
pemikiran manusia. Nilai sebagai segala sesuatu yang dianggap baik
berdasarkan akal budi, sehingga wujud eksistensi manusia dalam
bermasyarakat.
14
Pendidikan Karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemampuan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut baik terhadap tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Tujuannya adalah untuk membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia
yang baik, warga masyarakat dan warga Negara yang baik. Keriteria
manusia yang baik, warga masyarakat dan warga Negara yang baik bagi
suatu masyarakat atau bangsa secara umum adalah nilai-nilai sosial
tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya
(Narwanti, 2014: 14).
Nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Sepatu Dahlan
meliputi religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, mandiri, demokratif,
rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli
sosial, dan tanggung jawab.
Nilai pendidikan karakter yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah implikasi terhadap karakter disiplin yaitu proses mengubah perilaku
kebiasaan individu anak menjadi tertib dan patuh terhadap berbagai
peraturan dan ketentuan yang berguna bagi kehidupan pribadi, masyarakat
dan sekitarnya.
2. Disiplin Belajar
Disiplin merupakan nilai karakter yang berhubungan antar manusia
dengan dirinya sendiri yang diwujudkan selalu menghargai waktu.
15
Disiplin tidak hanya berkaitan dengan waktu, tetapi mengarah pada
perilaku patuh terhadap aturan (Mumpuni, 2018: 25). Belajar adalah suatu
aktifitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan
keterampilan, memperbaiki perilaku dan sikap serta mengukuhkan
kepribadian (Aunurrahman dalam Hidayat, 2019: 14).
Disiplin dalam belajar atau disiplin belajar, dapat dilihat dari
ketaatan (kepatuhan) siswa terhadap aturan (tata tertib) yang berkaitan
dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah, yang meliputi waktu masuk
sekolah atau keluar sekolah , kepatuhan siswa dalam mengikuti kegiatan
sekolah dan lain sebagainya (Darmadi, 2017: 322).
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika yang terdiri dari
lima bab, antara lain :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang masalah,
fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika
penulisan skripsi.
BAB II MUATAN NASKAH
Bab ini akan membahas mengenai: biografi pengarang,
karya-karya Khrisna Pabishara, biografi novel meliputi:
16
profil novel, sinopsis, unsur instrinsik novel, keunggulan
novel.
BAB III BIOGRAFI
Bab ini akan membahas mengenai novel, meliputi:
pengertian novel, jenis-jenis novel,unsur-unsur novel, peran
novel dalam membangun karakter; pendidikan karakter,
meliputi: hakikat pendidikan karakter, tujuan nilai
pendidikan karakter, fungsi pendidikan karakter, prinsip
pendidikan karakter, nilai-nilai karakter;dan disiplin belajar,
meliputi: hakikat disiplin belajar dan faktor yang
mempengaruhi disiplin belajar siswa.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini akan memberikan penjelasan terhadap kandungan
nilai-nilai pendidikan karakter pada novel, nilai kaakter
dalam pendidikan Islam serta implikasi nilai karakter pada
novel terhadap karakter disiplin siswa.
BAB V PENUTUP
Bab ini akan memuat tentang kesimpulan dan saran.
17
BAB II
MUATAN NASKAH
A. Biografi Pengarang
Khrisna Pabichara lahir di Borongtammatea, Kabupaten Jeneponto
sekitar 89 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan pada 10 November
1975. Putra kelima dari sepasang petani Yadli Malik Dg. Ngadele dan
Shafiyah Djumpa ini penyuka prosa dan telah melahirkan sebuah
kumpulan cerita pendek (Pabichara, 2012). Khrisna yang memiliki hobi
gemar membaca ini mulai merantau sejak SMA untuk menimba ilmu di
SMKI Negeri Ujung Pandang, dengan mengambil jurusan teater. Lantaran
jurusan yang dipilihnya, membuat hobi membaca semakin meningkat
bahkan menambah hobi baru: gila menulis. Namun sangat disayangkan
menimba ilmu di SMKI tidak ditamatkan lantaran masa sekolah selama
empat tahun enggan diteruskan olehnya. Saat duduk di kelas tiga, beliau
pindah kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMA Muhammadiyah
Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Meskipun demikian aktivitas berteater
tetap dilakoninya. Bersamaan dengan itu pula Daeng Marewa begitu biasa
dipanggil oleh orang-orang terdekatnya mendirikan sebuah Teater Tutur di
tanah kelahiran, Kabupaten Joneponto bersama tiga temannya, Agus
Sijaya Dasrum, Syaripuddin D, dan Syaifullah Marewa. Grup teater yang
dibuatnya sering diundang untuk mengisi acara drama dan teater rakyat di
TVRI Stasiun Ujung Pandang (Cahyani, 2013).
18
Beberapa kali tampil sebagai juru bicara untuk cerdas cermat antar
sekolah atau kelompencapir semasa jayanya Departemen Penerngan.
Khrisna mendapat gelar singa podium setelah 3 tahun berturut-turut
memenangkan lomba pidato tingkat pelajar SLTA se-Sulsel dari 1989-
1991, Pelajar Cerdas karena kerap memenangi Lomba Karya Tulis Ilmiah
Remaja tahun 1990, dan Wartawan Muda Berbakat setelah menggondol
juara pada Lomba Mading se-Sulsel tahun 1990.
Pada tahun 1996 sempat berbakti sebagai guru Matematika, Fisika
dan akuntansi di Madrasah Aliyah Muhammadiyah Tanetea setelah
berhenti sebagai tenaga audit di sebuah lembaga perbankan swasta.
Setelah itu hijrah ke Jakarta dengan niat mulia untuk menjadi penulis
karena dorongan dari guru SMA-nya, Asia Ramli Prapanca yang
dibuktikan secara serius dengan mencantumkan “penulis” di segala tanda
pengenal kependudukannya.
Cita-cita menjadi penulis baru terwujud pada 2007 ketika Kolbu
berkenan menerbitkan buku pertamanya, 12 Rahasia Pembelajar
Cemerlang. Sejak itu, dunia perbukuan menjadi sesuatu yang tidak bisa
dan tidak akan ditinggalkannya. Maka bersentuhanlah ia dengan para
praktisi perbukuan seperti Bambang Trim, Hernowo, dan yang lainnya.
Khrisna juga kerap bersentuhan dengan akademisi, pejabat, dan
politisi, terutama yang berhubungan dengan dunia perbukuan. Satu-satu
mimpinya yang belum terwujud adalah membangun kafe baca, istana buku
19
yang sekaligus diharapkannya menjadi rumah kreatif bagi siapa saja yang
mencintai buku (Habibah 2013).
B. Karya-karya Khrisna Pabichara
1. Karya-karya Fiksi Khrisna Pabicara
a. Di Matamu (Tak) Ada Luka (Kumpulan Puisi, 2004);
b. Mengawini Ibu (Kumpulan Cerpen: Kayla Pustaka, 2010);
c. Gadis Pakarena (Kumpulan Cerpen: Dolpin, 2012);
d. Berumah di Negeri Angin (Puisi);
e. Hikayat Para Perindu (Puisi, 2011);
f. Seseorang Bernama Cinta (Puisi);
g. Semesta Cinta (Puisi);
h. Setitik Embun Menggantung di Sudut Matamu (Puisi, 2011);
i. Sakramen Rindu (Puisi);
j. Tuhan Mengirimkan Kamu Untuk Kurindui (Puisi);
k. Revolusi Berkomunikasi;
l. Baby Learning: Cahaya Cinta Cahaya Mata;
m. Kolecer Dan Hari Raya Hantu;
n. Sepatu Dahlan (Novel: Noura Books, 2012); dan
o. Surat Dahlan (Novel: Noura Books, 2013).
2. Karya-Karya Non Fiksi Khrisna Pabichara
a. 12 Rahasia Pembelajar Cemerlang (Kolbu, 2007);
b. Rahasia Melatih Daya Ingat (Kayla Pustaka, 2010);
20
c. Kamus Nama Indah Islami (Zaman, 2010); dan
d. 10 Rahasia Pembelajar Kreatif (Zaman, 2013).
C. Biografi Novel
1. Profil Novel
Judul : Sepatu Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
Penyunting : Suhindrati Shinta dan Rina Wulandari
Desain Sampul : Tyo/ RAI Studio
Penerbit : Noura Books (PT Mizan Publika)
Terbit : Jakarta Selatan
Isi : 32 Bab
Tebal : 392 hlm
Ukuran : 14 x 21 cm
ISBN : 978-602-9498-24-0
2. Sinopsis
Novel Sepatu Dahlan mengisahkan tentang perjuangan seorang
Dahlan yang berasal dari keluarga sangat miskin untuk mengejar dua
cita-citanya, yaitu sepatu dan sepeda. Kebon Dalem merupakan tanah
kelahirannya. Tuhan memberkati Kebon Dalem dengan tanah yang
gembur dan subur. Nyaris seluruh lelaki dewasa di Kebon Dalem
bekerja sebagai buruh. Ada yang menggarap tanah bengkok, menjadi
buruh harian di perkebunan tebu dan kuli nyeset. Ibu-ibu juga aktif
21
membantu suami mereka dengan membatik. Meski warga Kebon
Dalem miskin, anak- anak atau remaja semuanya sekolah.
Desember 1962, Dahlan menerima ijazah Sekolah Rakyat
Bukur, Madiun. Setiba di rumah, Bapak dan Ibu Dahlan sudah
menunggu anaknya. Dahlan menerima kemarahan Bapak karena ada
dua nilai merah dalam ijazahnya. Dahlan yang semula ingin
melanjutkan ke SMP Magetan sekolah idamannya, dilarang oleh
bapaknya karena masalah biaya dan jarak yang terlalu jauh untuk
ditempuh dengan kaki nyeker tiap hari. Tetapi, Dahlan bukanlah orang
yang mudah menyerah. Dahlan menyusun rencana agar bisa
bersekolah di SMP Magetan, yaitu dengan berpura-pura bermimpi
bertemu Kiai Mursjid, kiai yang sangat dihormati oleh Bapaknya itu.
Melihat kecintaan Bapaknya terhadap Kiai Mursjid, Dahlan tak ingin
mempermainkan hati Bapaknya. Dahlan mengatakan bahwa dia akan
bersekolah di Pesantren Takeran.
Pagi hari, Dahlan bersama Bapaknya memulai petualangan dari
Kebon Dalem ke Pesantren Takeran sejauh enam kilometer. Dahlan
dan Bapaknya memasuki kawasan Pesantren Takeran, di sana Dahlan
bertemu dengan Kadir, temannya sejak SR. Seluruh santri berbondong-
bondong masuk ke aula, mendengarkan sambutan dari Ustaz Ilham.
Dahlan merasa bersalah telah memandang remeh pesantren Takeran
dan bersikukuh bahwa SMP magetan lebih menjanjikan. Ternyata
22
tidak. Dahlan mulai menyukai pesantren ini begitu juga dengan tim
bola volinya yang konon mempunyai segudang prestasi.
Sejarah Pesantren Takeran tidak bisa dipisahkan dengan kisah
pelarian seorang pengikut setia Pangeran Diponegoro, Kiai Hasan
Ulama. Setelah Pangeran Diponegoro ditawan penjajah Belanda, Kiai
Hasan Ulama melarikan diri ke Tegalrejo, Ponorogo. Beliau bersama
sahabatnya Kiai Muhammad Ilyas mendirikan sebuah langgar di sana,
kemudian pindah ke Takeran dan mendirikan Pesantren Takeran
sekitar tahun 1303 H.
Sepulang sekolah Arif mengajak Dahlan, Kadir dan Imran
bermain ke sumur tua Suco dan Cigrok. Tiba di sumur Cigrok, Imran
dan Arif meminta Dahlan untuk mendekati sumur tua tersebut. Bapak
Dahlan tiba-tiba datang dan mencengkram lengan anaknya,
menjauhkannya dari sumur tua itu. Kemarahan Bapak Dahlan terlihat
dari sorot matanya yang tajam. Bapak terus berjalan dengan cepat
tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. Bapak mencoba menasihati
Dahlan. Dahlan mendengarkan nasihat Bapaknya, dan sejak saat itu,
Dahlan tak lagi mendekati sumur Cigrok dan tegalan.
Seminggu kemudian, Adam menyampaikan kabar bahwa
Dahlan, Dirham, Rizki Fadli dan Suparto terpilih sebagai anggota
utama tim bola voli pesantren. Teman-teman sekelas bersorak. Namun,
Dahlan tidak terlalu bahagia, benaknya pun dipenuhi sepatu olahraga
berwarna putih, persis seperti milik Imran. Kesedihan Dahlan dimulai
23
ketika ibunya jatuh sakit dan dibawa pergi ke rumah sakit. Zain
menangis dan Dahlan mencoba menghibur adiknya. Pagi hari, Dahlan
melihat Zain masih terisak karena menahan lapar. Akhirnya Dahlan
terpaksa harus mencuri sebatang tebu untuk dapat mengisi isi perut
Zain. Akan tetapi aksinya itu diketahui oleh anak buah Mandor Komar,
yaitu Bang Malik dan Bang Supomo. Dahlan harus dihukum mondok,
yaitu bekerja di bawah tekanan tanpa upah karena telah mencuri.
Dahlan bertemu Maryati di jalan ketika berangkat ke sekolah.
Maryati menawarkan sepedanya untuk ditunggangi Dahlan, Dahlan
yang awalnya tidak mau karena teringat larangan Bapaknya, akhirnya
terbujuk juga. Dahlan menunggangi sepeda Maryati dengan hati-hati.
Mariyati melompat ke atas sedel belakang dan menyebabkan
sepedanaya oleng dan akhirnya Dahlan terjatuh ke selokan. Celana dan
bajunya basah kuyup. Pelek depan dan stang sepeda Maryati bengkok,
dan Dahlan tidak jadi pergi sekolah. Setiba di rumah, Dahlan
mendapati Komariyah menangis. Orang-orang tidak ada yang memberi
tahu Dahlan apa yang sebenarnya terjadi. Ibunya telah tiada, terbaring
kaku di atas tikar pandan. Keesokan harinya musibah lain datang lagi.
Dahlan harus mengganti sepeda Maryati yang ringsek karena peristiwa
kemarin dengan tiga domba miliknya.
Hari final yang ditunggu-tunggu pun tiba. Setelah tim voli
Tsanawiyah Takeran memenangi pertandingan dengan SMP Bendo,
kini giliran bertanding dengan SMP Magetan. Peraturan pertandingan
24
mengharuskan seluruh pemain memakai sepatu. Dahlan merasa gelisah
karena belum juga mendapatkan sepatu. Maryati dan rombongannya
tiba-tiba datang ke Lapangan membawa sepasang sepatu untuk tim
voli. Sepatu itu terasa sempit di kaki Dahlan dan Fadli.Kakinya perih.
Tetapi berkat air dari Kiai Irsyad, kaki Dahlan tidak perih lagi. Berkat
air doa itu juga, sepatu yang awalnya terasa kekecilan di kaki Dahlan,
kembali pas dengan ukuran kakinya. Pertandingan kembali
dimenangkan oleh Pesantren Takeran dengan kedudukan 8:0.
Keesokan harinya, Arif datang membawa kabar gembira.
Dahlan diminta untuk melatih tim bola voli anak-anak pegawai pabrik
gula atas saran dari Ustadz Jabbar. Gaji yang diterimanya adalah Rp
10.000,- setiap bulan. Karena jauh, Arif menyarankan agar Dahlan
pergi dengan sepedanya. Bukan dengan cuma-cuma, Arif menyarankan
agar Dahlan mencicil Rp 4.000,- setiap bulan, dan sepeda itu jadi milik
Dahlan.
Karena kerja kerasnya sebagai pelatih voli selama 3 bulan,
Dahlan mendapat uang Rp 30.000,-. Uang itu Dahlan gunakan untuk
membayar sepeda Arif Rp 12.000,- dan sisanya digunakan untuk
membeli sepatu. Dahlan juga mendapat uang tambahan dari Bapaknya
sebesar Rp. 12.000,- dan akhirnya Dahlan bisa membeli dua sepatu
sakaligus, untuk dirinya dan adiknya, Zain.
Tak terasa hari kelulusan pun tiba. Dahlan, Arif, Imran, Kadir,
Maryati dan Komariyah sibuk dengan pikiran masing-masing,
25
membayangkan nasib baru yang akan digariskan Tuhan. Begitulah
bayangan perpisahan memaksa mereka untuk membisu. Ketik malam
tiba, Arif berkunjung menemui Dahlan dengan bersepeda kencang
diikuti dengan Kadir yang berlari dibelakangnya. Arif menyampaikan
surat dari Aisha untuk Dahlan. Secara tersirat Aisha menginginkan
agar kelak Aisha dan Dahlan bertemu selepas keduanya bergelar
sarjana. Permasalahan baru pun muncul. Dahlan harus berpikir keras
untuk melanjutkan studinya, bukan karena Aisha. Dahlan membujuk
dan meminta ijin kepada Bapaknya agar diperbolehhkan kuliah.
Teringat wejangan Kiai Mursyid agar tidak mengekang seseorang yang
hendak menuntut ilmu akhirnya Bapak membolehkan Dahlan untuk
kuliah.
3. Unsur Instrinsik Novel
a. Tema
Tema yang diambil dalam novel Sepatu Dahlan yaitu
perjuangan hidup seorang Dahlan untuk meraih dua cita-citanya,
yaitu memiliki sepatu dan sepeda. Perjuangan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menempuh berbagai cara.
Kesabaran, kegigihan, keuletan, dan dukungan dari teman-
temannya membuat Dahlan dapat menjalani hidupnya dan
mewujudkan cita-citanya.
26
b. Alur Cerita
Dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara,
terdapat alur campuran yaitu cerita diawali dengan lulusnya Dahlan
dari SR sampai dengan tahun terakhir Dahlan di Aliyah. Pada
bagian tengah cerita, mengisahkan kisah masa lalu tentang riwayat
sumur tua. Salah satu bukti adanya alur campuran adalah sebagai
berikut:
“Sebenarnya ku belum lahir waktu peristiwa pembantaian
itu terjadi, namun, kisah lubang-lubang pembantaian itu
santer terdengar dari mulut ke mulut, semacam potongan
rahasia mengerikan yang diketahui setengah-setengah oleh
nyaris setiap remaja seusiaku di Takeran. Potongan rahasia
lainnya baru saja kudengar di kelas baruku, di Pesantren
Sabilil Muttaqien. Pesantren ini diakui sebagai salah satu
pesantren paling berpengaruh di Magetan dan karena itulah
tokoh-tokoh pesantren ini menjadi incaran Laskar Merah.
Padahal, seperti Penuturan Ustadz Hamim, pemimpin
pondok saat itu, Kiai Imam Mursjid Muttaqin, masih sangat
muda. Waktu itu belum cukup 30 tahun usianya. Tiba-tiba
Imran memecah lamunanku” (Pabichara, 2012: 66).
c. Tokoh dan Penokohan
Tokoh novel Sepatu Dahlan terdiri dari Dahlan, Bapak, Ibu
(Lisna), mbak Sofwati, Mbak Atun, Zain, Ustadz Ilham, Kadir,
Imran, Komariyah, Maryati, Aisha dan Arif.
Berikut tokoh-tokoh dalam Novel Sepatu Dahlan yaitu :
1) Dahlan
Tokoh Dahlan dalam novel Sepatu Dahlan
digambarkan sebagai anak yang memiliki watak pekerja keras,
patuh, bijaksana, pantang menyerah, disiplin, optimis, dan
27
berjiwa pemimpin. Terbukti pada cuplikan dalam novel sebagai
berikut:
“Sungguh, aku ingin mengatakan bahwa selama ini tak
ada waktu luang agar aku bisa belajar dengan tenang:
setelah shalat Subuh sudah harus menyabit rumput,
terus sekolah, setelahnya nyabit rumput lagi, lalu
belajar mengaji, ngangon domba, dan tatkala malam
sudah menyelimuti Kebon Dalem tak mungkin lagi
belajar karena gelap gulita (Pabichara, 2012: 19).
“Sejak kecil, Bapak mengajariku agar gigih bekerja, apa
saja” (Pabichara, 2012: 331)
“Tiibalah aku di depan papan pengunguman yang
terpajang di dinding kantor. Belum seorang pun santri
yang datang. Baru aku seorang. Dan, ini adalah hal
yang biasa bagiku.
“Bapak punya keinginan lain dan sebagai anak aku
harus menuruti keinginan itu” (Pabichara, 2012: 339)
“Aku memutuskan untuk mengeluarkan Fauzan dari
tim. Mandor Komar terkejut mendengar keputusanku.
Sejak kecil aku diajari Bapak untuk tegas dalam
memutuskan sesuatu. Demi kepentingan tim, aku harus
mengeluarkan Fauzan dari tim utama” (Pabichara,
2012: 324)
“Keputusan sudah ditetapkan. Tidak boleh ada
bantahan atau sanggahan. Tapi, aku bukan orang yang
gampang menyerah.” (Pabichara, 2012: 20)
“Aku tahu, pada saat seperti ini, sebagai kapten tim,
aku harus bisa membangkitkan semangat seluruh
pemain, agar mereka bisa tampil sepenuh daya di
pertandingan puncak.” (Pabichara, 2012: 266).
2) Bapak (Iskan)
Tokoh Bapak dalam novel Sepatu Dahlan digambarkan
sebagai orang tua Dahlan yang memiliki watak pendiam,
28
pekerja keras, tegas, disiplin, dan penyayang.Terbukti pada
cuplikan dalam novel sebagai berikut:
“Bapak sangat pendiam”. (Pabichara, 2012: 23).
“Aku juga pernah bertanya kepada Bapak soal
penangkapan itu. Namun, Bapak hidup di tengah
“kediamannya” itu” (Pabichara, 2012: 45)
“ Tetapi, Bapak sangat ulet dan tangkas bekerja.
Tangannya tak pernah diam” (Pabichara, 2012: 23).
“Tak ada artinya tubuh ringkih atau kulit keriput, Bapak
terus dan terus bekerja”(Pabichara, 2012: 23).
“ Jika Bapak sudah berkata seperti begitu, tak seorang
pun diantara kami yang bisa mengubah keputusan itu”
(Pabichara, 2012: 20).
“Sesekali dengarkanlah nasihat orangtua Le!” tegas
Bapak ”(Pabichara, 2012: 71).
“Bapak memiliki sepasang mata yang tajam dengan
alis agak tebal. Rambutnya hitam, tebal dan kasar-
kasar. Beliau sangat keras dan disiplin”(Pabichara,
2012: 17).
“Di rumah, Bapak sangat ketat melatih kami soal
disiplin, begitulah cara kami menghargai waktu”
(Pabichara, 2012: 53).
“Walaupun sikap kerasnya, bapakku selalu
menunjukkan sikap yang hangat, kehangatan yang
masih suka kurindukan bahkan sampai hari ini:
mengusap kepalaku dengan pelan, lalu memelukku
begitu lembut”(Pabichara, 2012: 23).
3) Ibu (Lisna)
Tokoh Ibu dalam novel Sepatu Dahlan digambarkan
sebagai orang tua Dahlan yang memiliki watak patuh dan
penyayang. Terbukti pada cuplikan dalam novel sebagai
berikut:
29
“Ibu tak pernah membantah, apalagi melawan, apa saja
yang dilakukan atau diinginkan oleh Bapak. Tidak juga
kalimat-kalimat menggugat seperti “mengapa? Atau
“bagaimana dengan?” terlontar dari sepasang bibirnya
sekali saja” (Pabichara, 2012: 47).
“ Ibu selalu mampu membuat suasana rumah tetap
bernyawa. Sepasang lengan Ibu selalu hangat, baik
lewat pelukan ataupun usapan, dan kami anak-anaknya,
selalu merindukan lengan hangat itu. Ibulah yang rajin
mengingatkan aku untuk sarapan setiap pagi atau
mengelap keringat di kening adikku, Zain. Ibu juga
yang tak letih meminta kami agar tekun menuntut ilmu
dan tetap sabar. Terutama saat aku dan adikku mulai
merajuk dan banyakm eminta” (Pabichara, 2012: 47).
4) Mbak Atun
Tokoh Mbak Atun dalam novel Sepatu Dahlan
digambarkan sebagai kakak sulung yang memiliki lemah
lembut, mandiri dan berbakti. Terbukti pada cuplikan dalam
novel sebagai berikut:
“ Juga wajah kakakku, Mbak Atun, yang ikhlas
meninggalkan gajinya di kampong halaman demi
Bapak, aku dan Zain“ (Pabichara, 2012: 3).
“Mbak Atun sudah memberikan teladan dan pelajaran
yang sangat berharga, merantau diusia muda ke tempat
yang belum pernah ia kunjungi, dan perempuan pula”
(Pabichara, 2012: 362).
“Mbak Atun adalah cerminan sosok Ibu yang
sempurna: rambut hitam, alis tebal, hidung bangir,
lesung pipi, dan tinggi badan benar-benar bak pinang
dibelah dua. Belum lagi tutur katanya, seolah-olah
karakter Ibu diwariskan kepadanya” (Pabichara, 2012:
219).
5) Mbak Sofwati
Tokoh Mbak Sofwati dalam novel Sepatu Dahlan
digambarkan sebagai kakak kedua Dahlan yang memiliki watak
30
keras, tegas, pendiam, gigih, jujur dan disiplin. Terbukti pada
cuplikan dalam novel sebagai berikut:
“Seperti Bapak, kakak perempuanku yang satu ini
memang bicara seperlunya saja, tegas dan tidak suka
basa-basi” (Pabichara, 2012: 108).
“Meski kami jarang bertemu, aku mengenal karakter
keras kakakku ini. Jika bertutur dengan suara rendah,
dia sedang tak marah, tapi menanggung kesedihan yang
tak terperikan” (Pabichara, 2012: 109).
“Mbak Sofwati pun begitu. Gigih menuntut ilmu,
menjadi pengurus organisasi-organisasi
kemahasiswaan, dan perempuan pula” (Pabichara,
2012: 362).
“Jabatan itu amanat, Le,” ujar Bapak sambil mengelus
kepalaku sewaktu aku mencium punggung tangannya.
“Tirulah sifat kakakmu, Sofwati, jujur dan disiplin.”
(Pabichara, 2012: 163).
6) Zain
Tokoh Zain dalam novel Sepatu Dahlan digambarkan
sebagai adik Dahlan yang memiliki watak patuh. Terbukti
pada cuplikan dalam novel sebagai berikut:
“Zain nyabit sendiri dulu, ya? Badan Mas rasanya
capek sekali….”Adikku satu-satunya itu mengangguk
dan meninggalkan aku sendirian” (Pabichara, 2012:
257).
7) Ustadz Ilham
Tokoh Ustadz Ilham dalam novel Sepatu Dahlan
digambarkan sebagai ustadz di Pondok Takeran yang memiliki
watak lemah lembut, tegas, berwibawa dan disiplin. Terbukti
pada cuplikan dalam novel sebagai berikut:
“Senyum dan wajahnya yang lembut merebut hati
kami” (Pabichara, 2012: 36).
31
“Mulai besok, selama seminggu, kalian harus datang
lebih pagi dan menyapu seluruh lingkungan sekolah
sampai bersih. Sekarang kembali ke kelas!” (Pabichara,
2012: 106)
“Ustadz Ilham mendeham dan menatap santri dengan
penuh wibawa. Ustadz yang masih berusia muda itu
terkenal disiplin dan tidak pandang bulu” (Pabichara,
2012: 159).
8) Kadir
Tokoh Kadir dalam novel Sepatu Dahlan digambarkan
sebagai sahabat Dahlan sejak sekolah di SR sampai Aliyah
yang memiliki watak mudah tersentuh, misterius, pendiam dan
pantang menyerah. Terbukti pada cuplikan dalam novel sebagai
berikut:
“Dia memang peka, gampang terharu, tapi dia bukan
lelaki yang mudah menitikan air mata” (Pabichara,
2012: 298).
“Sedang larut menyimak kisah hilangnya Kiai Mursjid
itu, samar-samar kudengar seseorang terisak. Dan,
ketika aku menoleh ke arah isakan itu, Kadir
memejamkan mata. Pada kedua sisi hidungnya terlihat
jelas bekas alur air mata” (Pabichara, 2012: 56).
“Kadir tak pernah cerita dan tak pernah mau bercerita.
Badan ceking, kulit hitam, rambut hitam sedikit
bergelombang, dan tatapan matanya seperti menyimpan
rahasia yang tak ingin diketahui oleh siapapun selain
dia” (Pabichara, 2012: 34)
“Yang kusuka dari Kadir adalah kepolosan dan
keterusterangannya. Dia jarang tersinggung meski
jarang juga tertawa. Tetapi, kalau dia tertawa, dunia
seolah ikut bergembira bersamanya” (Pabichara, 2012:
34).
32
“Bagiku, Kadir itu seorang pejuang. Dia punya
harapan, dan dia berjuang sekuat tenaga untuk
mewujudkan harapan itu” (Pabichara, 2012: 101).
9) Imran
Tokoh Imran dalam novel Sepatu Dahlan digambarkan
sebagai sahabat Dahlan yang memiliki watak manja, keras
kepala, bandel, jahil dan bersahaja. Terbukti pada cuplikan
dalam novel sebagai berikut:
“Sebagaimana kebanyakan orang kaya, Imran selalu
ingin dituruti kemauannya” (Pabichara, 2012: 63).
“Murid berbadan paling besar paling besar di antara
teman sekelasku itu terkenal yang paling bandel. Ada
saja ulahnya setiap hari: berisik saat belajar atau ujian,
menganggu teman sebangkunya, melempari murid lain
dengan remasan kertas, menggoda murid-murid
perempuan hingga mereka menangis, bolos kalau dapat
giliran beajar pidato, dan tak pernah duduk diam di
kursi meski sudah berkali-kali ditegur oleh guru”
(Pabichara, 2012: 143).
“Takjub, begitulah perasaanku ketika mendengr
jawaban Imran. Takub pada sepatunya, takjub pada
caranya menawab pertanyaanku yang, sungguh, jauh
dari kesan ingin pamer atau minta dipuji (Pabichara,
2012: 199)
“Jikalau kami berkumpul dan Kadir hadir bersama
kami, Imran akan segera berlalu tanpa pesan apapun.
Dia benar-benar keras kepala untuk urusan yang satu
ini” (Pabichara, 2012: 302).
10) Komariyah
Tokoh Komariyah dalam novel Sepatu Dahlan
digambarkan sebagai sahabat Dahlan yang memiliki watak
33
pemberani, pendiam, tomboy, bersahabat dan dewasa Terbukti
pada cuplikan dalam novel sebagai berikut:
“Dia perempuan pemberani. Dia juga santri Madrasah
Tsanawiyah Takeran, sekelas denganku. Jika dia bicara,
dia seperti sudah sangat dewasa, padahal umurnya
setahun lebih muda dariku. Tapi, yang kusuka darinya
adalah semangatnya” (Pabichara, 2012: 149).
“Ketika bocah-bocah perempuan lain di Kebon Dalem
sibuk menemani ibu-ibu mereka mengolesi kain batik
dengan malam, dia malah ikut dengan bocah-bocah
lelaki ke tegalan. Tak sekedar menoton, dia ikut
bermain luncur-luncuran, wayang-wayangan, petak
umpet,atau tangkap ikan setiap purnama tiba. Cuma
satu yang tidak pernah dia coba, berenang. Ya,
Komariyah takut air. Namu, dia sangat menghargai
ikatan persahabatan (Pabichara, 2012: 150).
11) Maryati
Tokoh Maryati dalam novel Sepatu Dahlan
digambarkan sebagai santri perempuan yang baik hati dan
paling cantik di kelas Dahlan, putri seorang pedagang buah-
buahan di Takeran. yang memiliki watak dermawan, cerewet,
sederhana, tidak sabaran. Terbukti pada cuplikan dalam novel
sebagai berikut:
“Maryati menghentikan langkah,”buat kamu…”
katanya sambil menynadarkan sepeda di pinggangnya,
dan segera membuka tas. Sesisir pisang besar-
besarsegera menggelitik perutku” (Pabichara, 2012:
114)
“Dia seperti burung dara piaraan Zain, tak mau
berhenti berkicau. Sesekali dia melirik, tersenyum dan
ngomong ngalor-ngidul lagi” (Pabichara, 2012: 113)
“Dia santri perempuan yang baik hati dan paling cantik
di kelasku” (Pabichara, 2012: 99)
34
“Sebagai putri tunggal dengan baying-bayang warisan
tak terbilag dari ayahnya, dia tetap sederhana dan tidak
pandang bulu dalam membantu” (Pabichara, 2012: 342)
“Namun, Maryati bukan tipe orang yang suka
menunggu, terbukti setelah dia segera ke dalam rumah
beberapa menit setelah menyandarkan sepedanya
dipagar” (Pabichara, 2012: 318).
12) Aisha
Tokoh Aisha dalam novel Sepatu Dahlan digambarkan
sebagai anak Mandor Komar yang memiliki watak rajin,
terbukti pada cuplikan dalam novel sebagai berikut:
“Dulu, aku berkali-kali melihat gadis-berambut-
panjang itu menjemur pakaian setiap pagi di rumah
bang Malik” (Pabichara, 2012: 284).
“Pikiranku melayang-layang ke suatu masa ketika gadis
berambut panjang itu menjemur pakaian setiap pagi,
aku melintas di depan rumahnya dan memandanginya
diam-diam dari kejauhan. Dia anak orang kaya, putrid
seorang mandor yang disegani, tetapi dia mencuci dan
menjemur sendiri pakaiannya. Dia tidak manja
meskipun bisa bermanja-manja” (Pabichara, 2012: 362-
363)
13) Arif
Tokoh Arif dalam novel Sepatu Dahlan digambarkan
sebagai sahabat Dahlan yang memiliki watak bersahaja dan
termasuk murid paling cerdas di kelas. Terbukti pada cuplikan
dalam novel sebagai berikut:
“Namun dia tetap bersahaja. Tak pernah memilih-milih
teman” (Pabichara, 2012: 142).
“Arif murid paling cerdas di kelasku. Selain hafal Al-
Qur’an 10 juz, dia juga hafal banyak hadis di luar
kepala. Bahasa Arabnya juga jago. Tidak seperti aku
35
yang sekolah di SR, Arif melewati pendidikan dasarnya
di Madrasah Ibtidaiyah” (Pabichara, 2012: 142).
d. Sudut Pandang
Novel Sepatu Dahlan menggunakan sudut pandang orang
pertama. Penulis menempatkan dirinya sebagai pelaku cerita dan
tokoh utama dalam cerita. Pengarang dapat mengungkapkan
pikiran dan perasaan pelaku. Kata ganti yang digunakan adalah
kata ganti orang pertama (saya, aku, kita).
“Aku akan sekolah di Pesantren keluarga kita, Pak”
jawabku sambil menahan tangis. “Kata Kiai Mursyid,
kewajiban keluarga kita yang paling utama adalah
menjaga kelangsungan Pesantren Takeran” (Pabichara,
2012: 26).
“Ternyata aku tertidur. Begitu terbangun, Ibu masih di
atas dingklik, membatik dengan tekun. Di luar,
matahari baru saja tergelincir ke sebelah barat. Aku
segera bangkit dan mengganti kemeja dengan kaus baru
berwarna hitam, hadiah kelulusan dari Ibu. Setelah
mengganti baju, aku harus menyabit rumput. Dua puluh
delapan ekor domba sudah menungguku” (Pabichara,
2012: 44).
e. Latar atau Setting
Latar pada Novel Sepatu Dahlan berpijak pada pendapat
Nurgiyantoro (dalam Raharjo dan Eko, 2017: 26), penganalisisan
latar dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga unsur yaitu latar
tempat, waktu dan sosial. Adapun latar tempat dari novel ini adalah
sebagai berikut:
36
1) Kebon Dalem
Kutipan novel :
“Kebon Dalem. Itulah kampung kelahiranku. Sebuah
kampung kecil dengan enam buah rumah, atau sebut
saja gubuk, yang letaknya saling berjauhan” (Pabichara,
2012:13).
“Kebon Dalem seolah kampung tua yang ditinggalkan
seluruh penghuninya. Lenggang. Padahal, siang-siang
begini orang-orang memilih berdiam di rumah agar
terhindar dari terik matahari” (Pabichara, 2012: 82).
2) Pesantren Takeran
Kutipan novel:
“Matahari sudah sepenggalah waktu aku dan Bapak
memasuki kawasan Pesantren Takeran. Gapura
dihubungkan oleh sebuah plang panjang melengkung
dari seng, yang dicat hijau dan tampak gemilang diterpa
cahaya matahari pagi, seolah mengucapkan selamat
datang. Pada plang itu tertulis dengan huruf-huruf
kapital nama pesantren: PONDOK SABILIL
MUTTAQIEN” (Pabichara, 2012: 30).
3) Aula Pesantren
Kutipan novel:
“Aula Pesantren Takeran ini luas, seukuran dengan
lapangan bola yang ada di kantor perkebunan tebu di
Gorang Gareng. Lapang, tanpa dinging, hanya tiang-
tiang dari kayu yang berjajar rapi. Santri-santri
bergerombol, duduk tak beraturan, bising bak lebah
yang diusik dengan sarangnya, hingga Ustadz Ilham
berdiri sambil mengangkat kedua tangannya”
(Pabichara, 2012: 35)
4) Sumur tua Cigrok
Kutipan novel:
“Dan tibalah kami di sumur tua Cingrok yang berada di
tengah-tengah tegalan dengan batang-batang ketela
yang tumbuh liar, semak-semak belukar dan rumput-
37
rumput setinggi lutut, juga beringin besar yang terkenal
keramat” (Pabichara, 2012: 68).
5) Ladang tebu
Kutipan novel:
“ Setengah jam kemudian, aku sudah berada di tepi
ladang tebu. Hamaran tebu sudah di depan mata.
Ladang tebu ini milik perkebunan, begitu orang-orang
di kampung kami menyebutnya” (Pabichara, 2012: 83).
6) Lapangan voli
Kutipan novel:
“Aku terlambat. Lapangan bola voli di depan kantor
Camat Takeran itu sudah penuh. Seolah seluruh
penduduk tumpah ruah di lapangan ini” (Pabichara,
2012: 223).
“Tim lawan, SMP Bendo, sudah bersiap-siap di pinggir
lapangan, di seberang tim kami” (Pabichara, 2012:
231).
“Halaman kantor Kecamatan Takeran kini dipenuhi
manusia. Semua mata tertuju pada lapangan seukuran
sembilan kali delapan meter” (Pabichara, 2012: 270)
7) Langgar
Kutipan novel:
“Bapak berjalan ke langgar, sementara kami langsung
ke dapur. Beberapa saat kemudian, kami sudah berada
di dalam langgar bersama anak-anak Kebon Dalem”
(Pabichara, 2012: 303).
8) Pasar Madiun
Kutipan novel:
“Aku mengangguk pasrah dan menguntit di belakang
Arif. Kami memasuki Pasar Madiun yang agak
lengang. Hanya ada penjaja dagangan yang menunggui
lapak-lapak mereka dan beberapa pembeli yang sibuk
tawar menawar harga” (Pabichara, 2012: 259).
38
“Setiba di pasar Madiun yang disesai pembeli, aku
langsung ke lapak penjual sepatu bekas” (Pabichara,
2012: 333)
9) Rumah
Kutipan novel:
“ Rumahku, seperti rumah lainnya di kampong ini
berlantai tanah. Jika musim hujan tiba, akan lembap
dan basah. Setiap kemarau datang, lantai tanah itu
panas dan berdebu. Di sana, di lantai tanah yang
lembap atau berdebu itu, aku dan adikku menggelar
tikar setiap malam. Ajaibnya, kami selalu bisa
mendengkur dengan nikmat” (Pabichara, 2012: 42)
Latar waktu dalam novel ini lebih menekankan pada waktu
harian, seperti pagi, siang, sore dan malam hari.
1) Pagi hari
“Fajar mulai menyemburat di celah-celah daun tebu.
Dua ikat rumput kuletakkan ke pikulan, dan aku segera
pulang” (Pabichara, 2012: 26).
“Dua hari setelah aku menjatuhkan anglo dan malam,
ketika embun belum menguap dan rumput-rumput teki
masih basah, seorang perempuan paruh baya bertamu
ke rumahku” (Pabichara, 2012: 51).
“Keesokan harinya, setiba di sekolah, santri-santri
sudah banyak yang lebih dulu datang. Pagi ini aku
terlambat” (Pabichara, 2012: 98).
2) Siang hari
“Matahari tepat berada di ubun-ubun, panas membara.
Bayangan-bayangan memendek. Aku berjalan kaki
sepanjang enam kilometer dengan perut keroncongan”
(Pabichara, 2012: 39).
“Selepas sholah Zuhur, seluruh anggota tim voli
berkumpul di pendopo kecamatan, menikmati sajian
punjungan yang baru saja dibawa oleh Adam, Amal,
Maksum, dan Rasul” (Pabichara, 2012: 229).
39
“Matahri seperti sedang murka menumpahkan teriknya
di tengah-tengah sawah. Tak seorang pun peduli terik
matahari yang seakan membakar ubun-ubun dan kulit
kami” (Pabichara, 2012: 237).
3) Sore hari
“Ternyata aku tertidur. Begitu terbangun, Ibu masih di
atas dingklik, membatik dengan tekun. Di luar, matahari
baru saja tergelincir ke sebelah barat” (Pabichara, 2012:
44).
“Sore ini aku tidak menggembala. Sudah menjelang
magrib, tetapi Bapak belum juga pulang. Ibu juga.
Rumah terasa sangat sunyi, benar-benar sunyi”
(Pabichara, 2012: 92)
4) Malam hari
“Seperti malam-malam sebelumnya, Bapak sudah
berangkat ke sawah selepas shalat isya” (Pabichara,
2012: 24).
“Ketika malam tiba, ingatan tentang sepatu itu belum
juga sirna. Aku ingin sekali punya sepatu” (Pabichara,
2012: 202)
Latar sosial dalam novel ini digambarkan oleh kemiskinan
warga Kebon Dalem dan tradisi yang dijalankan oleh warga yaitu
kupatan. Kutipan novel:
“Meski warga Kebon Dalem miskin, anak-anak atau
remaja seusiaku semuanya sekolah.” (Pabichara, 2012:
15).
“Bagi penduduk Takeran, semasa kupatan ini, ada lagi
tradisi munjung, berkunjung ke rumah Kiai. Punjungan
berarti ada makanan khusus yang harus diantarkan ke
rumah Kiai sepuh, terdiri dari lontong dan sayur lima
rupa” (Pabichara, 2012: 228).
f. Amanat
Amanat yang dapat diambil dalam Novel Sepatu Dahlan
karya Khrisna Pabichara adalah sebagai berikut:
40
1) Sabar, menerima, dan dan mensyukuri kehidupan yang
diberikan Tuhan. Meskipun hidup serba kekurangan kita harus
tetap berusaha agar bisa menolong diri sendiri.
2) Mimpi akan terwujud jika kita mau berusaha dengan sungguh-
sungguh dan tidak mudah putus asa.
3) Berpikirlah sebelum bertindak agar tidak ada penyesalan.
4) Pupuklah sikap tolong menolong antar sesama.
5) Disiplin adalah pangkal tanggung jawab yang lahir dari
kemauan dan kesungguhan diri sendiri.
4. Keunggulan Novel
Novel Sepatu Dahlan sangat baik dalam memberikan
gambaran kehidupan masa kecil Dahlan. Novel ini sangat memberikan
inspirasi bagi para pembacanya. Sosok masa kecil Dahlan yang hidup
dalam kemiskinan tak membuatnya menyerah oleh keadaan. Kedua
mimpinya dapat ia raih dengan ketekunan dan kerja kerasnya. Selain
itu, novel ini mengajak kita untuk memaknai arti persahabatan
sebagaimana digambarkan saat terjadi kesalahpahaman antara Imran
dengan Kadir. Novel ini juga mengajak kita untuk memaknai arti
semangat kerja tim.
Novel ini sangat baik untuk dibaca oleh semua kalangan,
terutama keluarga yang berperan penting dalam membangun karakter
anak. Sosok Bapak Dahlan dapat dijadikan contoh bagaimana cara
41
orang tua mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada anak-anaknya,
baik itu melalui cerita maupun tingkah lakunya.
42
BAB III
DISKRIPSI ANATOMI MUATAN NASKAH
A. NOVEL
1. Pengertian Novel
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2018: 12) sebutan novel (bahasa
Inggris: novel) berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa
Jerman: novelle) yang berarti sebuah baru yang kecil dan kemudian
diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa). Warsiman (2016:
109), novel merupakan sebuah prosa naratif fiksional yang panjang
dan kompleks yang menggambarkan secara imajinatif pengalaman
manusia melalui rangkaian peristiwa yang saling berhubungan dengan
melibatkan sejumlah orang (karakter) di dalam setting (latar) yang
spesifik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) novel adalah karangan
prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang
dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan
sifat setiap pelaku (Suhendar, 2014: 60). Sumaryanto (2019: 39)
mendefinisikan novel yaitu cerita prosa yang menceritakan suatu
kejadian luar biasa sehingga melahirkan suatu konflik yang
mengakibatkan adanya perubahan nasib pelakunya. Purwono (dalam
Raharjo & Wiyanto, 2017: 6) berpendapat bahwa novel diartikan
sebagai sebuah karya fiksi yang memaparkan ide, gagasan atau
43
khayalan seorang pengarang. Ide atau gagasan tersebut berupa
pengalaman langsung yang dimiliki pengarang ataupun sebuah ide
yang imajinatif.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang novel di atas yang
dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa novel
merupakan suatu karya sastra prosa fiksi yang di dalamnya berisi
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di
sekelilingnya, mempunyai unsur yang kompleks meliputi plot, tokoh,
konflik, tema, suasana, latar dan lain-lain.
2. Jenis-jenis Novel
Nurgiyanto (dalam Raharjo & Wiyanto, 2017: 6) membedakan
novel menjadi dua jenis, yaitu novel serius dan novel popular.
a. Novel Serius
Novel serius biasanya mengungkapkan sesuatu yang baru
dengan penyajian yang baru pula. Unsur kebaruan sangat
diutamakan dalam novel serius. Gagasan di dalam novel diolah
dengan cara yang khas. Hal ini penting mengingat novel serius
membutuhkan sesuatu yang baru yang memiliki ciri khas daripada
novel-novel yang telah dianggap biasa. Novel serius di samping
memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan
pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak
mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih
44
sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan
(Nurgiyantoro, 1998: 19).
b. Novel Populer
Novel popular adalah novel yang popular pada masanya
dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan
remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu
menzaman. Novel popular tidak menampilkan permasalahan
kehidupan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak
berusaha meresapi hakikat kehidupan. Novel popular pada
umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat
ketinggalan zaman, tidak memaksa orang untuk membacanya
sekali lagi. Novel semacam itu biasanya cepat dilupakan orang,
apalagi sesudahnya muncul novel-novel baru yang lebih popular
pada masa sesudahnya (Nurgiyantoro, 2018: 21).
Stanto mengemukakan bahwa novel popular lebih mudah
dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang semata-mata
menyampaikan cerita. Nurgiyantoro lebih lanjut menjelaskan novel
popular tidak begitu memfokuskan pada efek estetis, tetapi
memberikan hiburan langsung dari aksi ceritanya. Novel popular
cenderung untuk mengejar selera pembaca dan komersial sehingga
novel ini tidak akan menceritakan sesuatu dengan serius (Raharjo
& Wiyanto, 2017: 7).
45
Albana (2015: 20) menyebutkan jenis –jenis novel pada
umumnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Novel Fiksi
Adalah novel yang dibangun berdasarkan fiktif belaka.
Alur, tokoh, plot, dan semua yang berhubungan dengan unsur
novel hampir dikuasai kefiktifan.
2) Novel Non Fiksi
Adalah kebalikan dari novel fiksi. Semua cerita yang
ada di dalam novel jenis ini pada umumnya kisah nyata.
Semisal, pengalaman seseorang atau berasar dari kejadian yang
terjadi dalam lingkungan secara luas.
Keluar dari jenis di atas, novel pun bisa dibagi berdasarkan
genre-nya. Berikut beberapa novel yang sering ditemui di pasaran
perbukuan Indonesia, antara lain:
a) Novel Romantis
Novel romantis adalah novel yang memuat cerita
panjang bertemakan cinta. Novel ini hanya dibaca khusus oleh
para remaja atau orang dewasa. Alur ceritanya pertemuan dua
tokoh yang berlawan jenis dan ditulis semenarik mungkin
dengan konflik-konflik percintaan hingga mencapai sebuah titik
klimaks, diakhiri deengan sebuah ending yang kebanyakan
bercabang jadi tiga: happy ending (dua tokoh utama bersatu),
sad ending (dua tokoh utama tidak bersatu), dan ending
46
menggantung (pembaca dibiarkan menyelesaikan sendiri kisah
itu) (Wicaksono, 2014: 86).
b) Novel Inspiratif
Novel inspiratif adalah novel yang menceritakan sebuah
cerita yang bisa member inspirasi pembacanya. Biasanya novel
inspiratif ini banyak yang bersal dari cerita nonfiksi atau nyata.
Tema yang disuguhkan pun banyak, seperti tentang pendidikan,
ekonomi, politik, prestasi, dan percintaan. Gaya bahasanya pun
kuat, deskriptif, dan akhirnya menemui karakter tokoh yang tak
terduga. Novel yang dapat menumbuhkan inspirasi bagi banyak
orang (Wicaksono, 2014: 87).
c) Novel Komedi
Novel komedi adalah novel yang menyajikan kelucuan,
kekonyolan si tokoh dalam menjalani alur, plot, dan konflik
hingga penyelesaiannya (Albana, 2015: 21).
d) Novel Horor
Suatu cerita fiktif berbentuk novel yang kisah ceritanya
melukiskan kejadian-kejadian yang bersifat menakutkan
disebut novel horor. Para tokohnya, misalnya, drakula yang
sedang menghisap darah, hantu-hantu yang bergentayangan,
atau delman siluman dengan kudanya yang berlari kencang dan
meringkik-ringkik di keheningan malam. Setting atau latarnya,
misalnya di sebuah kuburan keramat, di gedung atau bangunan
47
kosong lainnya yang lama ditinggal penghuninya, di bawah
sebuah pohon yang angker, atau di tempat-tempat
menyeramkan lainnya. Adapun peristiwanya beragai keajaiban
alam yang supernatural yang berbaur dengan kekerasan,
kekejaman, kekacauan, atau kematian (Juanda, 2017: 140).
e) Novel Misteri
Novel ini adalah novel yang biasanya memuat teka-teki
rumit yang merespons pembacanya untuk berpartisipasi dalam
menyelesaikan masalah tersebut bersifat mistis dank keras.
Tokoh-tokoh yang terlibat biasanya banyak dan beragam,
seperti polisi, detektif, ilmuan, budayawan, dan lain-lain
(Wicaksono, 2014: 87).
Sedangkan menurut pangsa pasar dan isinya, novel dibagi
menjadi:
(1) Teenlit
Istilah teenlit tampaknya merujuk pada pengertian
bacaan cerita yang ditulis untuk konsumsi remaja usia
belasan tahun. Salah satu karakteristik novel teenlit adalah
bahwa mereka selalu berkisah tentang remaja, baik yang
menyangkut tokoh-tokoh (utama) maupun
permasalahannya. Para tokoh remaja itu hadir lengkap
dengan karakter dan permasalahannya: pertemanan, kisah
cinta, putuh-sambung cinta, impian, khayalan, cita-cita,
48
konflik dan lain-lain yang kesemuanya merupakan
romantika dunia remaja (Nurgiyantoro, 2018: 26-27).
(2) Chicklit
Adalah novel yang berisikan tentang wanita muda
yang belum menikah. Pada umumnya isi dari chicklit ini
sangat komplek, di mana cerita ini sulit dipahami oleh
remaja meski dari kalangan perempuan sendiri (Albana,
2015: 21).
(3) Songlit
Novel ini ditulis berdasarkan sebuah lagu. Bisa juga
novel yang terkenal karena menjadi inspirasi dalam
penulisan lagu. Contohnya Ayat-ayat Cinta. Judul yang
dipopulerkan oleh Rossa dan menjadi sebuah soundtrack
film dengan judul yang sama pula. Buku ini bisa dinikmati
oleh siapa pun, baik remaja maupun orang dewasa
(Wicaksono, 2014: 88).
(4) Dewasa
Adalah novel yang berisikan seputar percintaan
orang dewasa; menyangkut seputar seksualitas. (Albana,
20015: 21)
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel
dapat dibedakan menjadi yaitu novel serius dan novel popular serta
dapat digologkan jenis-jenis novel berdasarkan keyataan ceritanya,
49
jenis novel berdasarkan jenis ceritanya, maupun jenis novel
berdasarkan isi maupun tokohnya.
3. Unsur-unsur Novel
a. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang berasal dari dalam karya
sastra. Unsur intrinsik dalam sebuah novel adalah unsur-unsur
yang turut serta membangun cerita di dalamnya. Unsur intrinsik
novel terdiri atas tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang
penceritaan dan gaya bahasa atau bahasa (Lubis dan Achmad,
2017: 10)
1) Tema
Tema atau sering disebut sebagai “pokok pikiran”
merupakan suatu ide yang mendasari cerita. Hal ini sejalan
dengan pendapat Scharbach (dalam Andri, 2004: 94)
mengartikan tema sebagai tempat meletakkan suatu perangkat
karena tema merupakan ide yang mendasari suatu cerita
sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang
dalam memaparkan fiksi yang dibuatnya.
Warsiman (2016: 114) tema merupakan suatu unsur
novel yang memberi makna secara menyeluruh terhadap isi
cerita yang telah disampaikan kepada pembaca. Pembaca dapat
menemukan keberadaan tema hanya dengan jalan membaca
keseluruhan cerita secara cermat. Usaha untuk menentukan
50
tema sebuah novel dijelaskan oleh Stanton (dalam dalam
Fitriani dan Achmad, 2017: 11) yaitu dengan beberapa keriteria
sebagai berikut:
a) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya
mempertimbangkan tiap detail cerita yang menonjol.
b) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat
bertentangan dengan tiap detail cerita.
c) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak
mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan
baik secara langsung maupun tak langsung dalam novel
yang bersangkutan.
Waluyo (dalam Fitriani dan Achmad, 2017: 11)
mengklasifikasikan tema menjadi lima jenis, yaitu:
(1) Tema yang bersifat fisik, menyangkut isi cerita yang
bersangkut paut dengan kebutuhan fisik manusia. Misalnya,
tentang cinta, perjuangan mencari nafkah, hubungan
perdagangan, dan lain-lain.
(2) Tema organik (moral), menyangkut hubungan antara
manusia. Misalnya: penipuan, masalah keluarga, problem
politik, ekonomi, adat, tata cara dan lain-lain.
(3) Tema sosial, berkaitan dengan problem kemasyarakatan.
51
(4) Tema egoik (reaksi individu); berkaitan dengan protes
pribadi kepada ketidakadilan, kekuasaan yang berlebih, dan
pertentangan individu.
(5) Tema divine (ketuhanan) menyangkut renungan yang
bersifat religius hubungan manusia dengan sang khalik.
Berdasarkan pendapat tentang tema di atas, dapat
disimpulkan bahwa tema merupakan ide yang mendasari suatu
cerita dan memberi makna secara menyeluruh terhadap isi
cerita yang telah disampaikan kepada pembaca.
2) Alur
Abrams mendefinisikan alur ialah rangkaian cerita yang
dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin
sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu
cerita. Sudjiman mengartikan alur sebagai jalinan peristiwa di
dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Jalinannya
dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh
kausal (sebab akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang
direka dan dijalin dengan saksama, yang menggerakkan jalan
cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian (Siswanto,
2008: 159).
Aziez dan Abdul Hasim (2012: 58) menjelaskan
tahapan-tahapan alur (peristiwa-peristiwa) dalam fiksi sebagai
berikut:
52
a) Eksposisi merupakan tahapan awal, atau penjelasan
awal. Dimana para tokoh pelaku diperkenalkan kepada
pembaca, cerminan situasi para tokoh, rencana konflik
yang akan terjadi, dan tergambarkan suatu indikasi
tentang resolusi fiksi tersebut.
b) Komplikasi merupakan bibit-bibit intrik yang
berkembang menjadi konflik. Tokoh utama menemui
gagasan-gagasan dan hambatan-hambatan yang
menjauhkan dia dari tujuannya. Dalam komplikasi
inilah pembaca dapat mempelajari dan menelaah serta
memahami tipe sosok yang bagaimanakah tokoh utama
itu.
c) Klimaks, merupakan puncak konflik. Pada klimaks
inilah biasanya terjadi perubahan penting dalam nasib
tokoh utama, apakah akan menemui kesuksesan atau
sebaliknya. Oleh karena itu, klimaks merupakan titik
wilayah tempat melihat arah mana yang akan dituju alur
fiksi itu.
d) Relevasi merupakan pengungkapan suatu tabir masalah.
Masalah sesungguhnya (yang dialami tokoh utama)
mulai terkuak sehingga mulai jelas arah
penyelesaiannya.
53
e) Denouement merupakan penyelesaian yang
membahagiakan (happy ending) yang dibedakan
dengan catastrophe, yaitu penyelesaian yang
menyedihkan (sad ending), serta solution, yaitu
penyelesaian yang bersifat terbuka (penyelesaian
diserahkan kepada pembaca sesuai daya imajinasinya).
Waluyo (dalam Fitriani dan Ahmad, 2017: 13) ,
menyatakan tiga jenis alur, yaitu :
(1) Alur garis lurus atau alur progresif atau alur konvensional
Yaitu penulisan cerita menggunakan urutan
peristwa berurutan dari awal hingga akhir. Dilakukan
dengan memilih peristiwa penting sesuai pertimbangan
yang mendukung proses penceritaan.
(2) Alur flashback atau alur sorot balik atau alur regresif
Yaitu alur yang dimulai dengan sebelumnya
ditampilkan bagian akhir cerita tersebut baru kemudian
diceritakan bagian awalnya.
(3) Alur campuran
Yaitu perpaduan antara alur garis lurus dan alur sorot
balik. Cerita bisa diawali pada bagian akhir menuju bagian
awal, kemudian kembali ke bagian akhir lagi begitupun
sebaliknya.
54
Berdasarkan pendapat tentang alur di atas, dapat
disimpulkan bahwa alur merupakan rangkaian cerita yang
dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa melalui rumitan ke
arah klimaks dan selesaian sehingga menjalin sebuah cerita.
3) Latar
Stanton (dalam Hafid dan Eko, 2017: 26)
mendefinisikan latar sebagai lingkungan yang melingkupi
sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi
dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar
dapat berwujud dekor, seperti suatu tempat dan pegunungan
serta latar yang berwujud waktu-waktu tertentu seperti hari,
bulan, tahun, cuaca, atau satu periode sejarah. Menurut
Sujiman latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang,
dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Hudson
menyebut latar atau landas tumpu sebagai milieu dari sebuah
cerita seperti tata cara, kebiasaan, cara hidup (yang masuk
dalam komposisi), latar belakang alam dan lingkugan sekitar
(environment) (Taum, 2018: 56).
Nurgiantoro (dalam Hafid dan Eko, 2017: 26)
membedakan latar menjadi tiga kategori:
a) Latar tempat, yaitu pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi,
55
b) Latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah kapan
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi,
c) Latar sosial, yaitu menyarankan pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat
di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Berdasarkan pendapat tentang latar di atas, dapat
disimpulkan bahwa latar merupakan keterangan mengenai
ruang, waktu dan suasana terjadinya peristiwa dalam karya
sastra.
4) Penokohan
Penokohan menurut Burhan Nurgiyantoro (dalam Hafid
dan Eko, 2017: 10-14) disamakan artinya dengan karakter dan
perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu
dalam watak tertentu dalam sebuah cerita. Batasan ini member
indikasi bahwa tiap tokoh mempunyai karakter tertentu yang
mampu mendukung jalannya cerita sekaligus berhubungan
dengan unsur lain yang akhirnya membentuk keterjalinan cerita
yang padu dan utuh dalam novel. Menurut Burhan, pelukisan
tokoh dapat dimunculkan dengan teknik ekspositori dan teknik
dramatik:
a) Teknik ekspositori disebut juga teknik analitis. Teknik
ekspositori menghadirkan tokoh dengan tidak berbelit-belit,
56
melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi
kediriannya, yang mungkin berupa sikap, watak, sifat,
tingkah laku, atau juga bahkan ciri fisiknya.
b) Teknik dramatik menampikan tokoh secara tidak langsung.
Tokoh cerita tidak dideskipsikan secara eksplisit sifat serta
tingkah lakunya. Pengarang membiarkan para tokoh cerita
menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktifitas
yang dilakukan, baik lewat kata maupun tindakan dan
tingkah laku. Kelebihan teknik dramatik, diantaranya:
(1) Pembaca dapat menemukan sesuatu yang baru,
(2) Pembaca melibatkan diri secara aktif, kreatif, dan
imajinatif,
(3) Teknik ini secara aplikatif mendekati kenyaaan dalam
kehidupan sehari-hari,
(4) Pembaca bebas untuk menafsirkan tokoh cerita.
Jumlah tokoh cerita yang terlibat dalam novel terbatas,
apalagi yang berstatus tokoh utama. Tokoh-tokoh cerita dalam
novel biasanya ditampilkan secara lebih lengkap, misalnya
yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik, keadaan sosial,
tingkah laku, sifat dan kebiasaan, dan lain-lain termasuk
bagaimana hubungan antartokoh itu, baik hal itu dilukiskan
secara langsung maupun tidak langsung (Burhan, 2018: 16).
57
Berdasarkan sudut pandang peran tokoh-tokoh,
Nurgiantoro (dalam Warsiman, 2017: 139) membedakan tokoh
atas tokoh utama (central character) dan tokoh tambahan
(peripheral character), sedangkan berdasarkan fungsi
penampilan tokoh, dibedakan atas tokoh protagonist dan tokoh
antagonis. Lebih lanjut, Nurgiantoro menjelaskan bahwa yang
disebut dengan tokoh utama (central character) adalah tokoh
yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah novel (fiksi
naratif) yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian, sedangkan yang disebut tokoh tambahan
(peripheral character) adalah keseluruhan cerita lebih sedikit
dan tidak dipentingkan serta kehadirannya hanya jika ada
keterkaitan dengan tokoh utama, secara langung maupun tidak
langsung. Sementara itu yang disebut tokoh protagonis adalah
tokoh yang dikagumi atau tokoh popular (hero), sedangkan
tokoh antagonis sering disebut sebagai tokoh oposisi, atau
tokoh penyebab terjadinya konflik.
Berdasarkan pendapat tentang penokohan di atas, dapat
disimpulkan bahwa penokohan merupakan cara pengarang
menyampaikan suatu karakter tokoh dalam cerita berhubungan
dengan ciri-ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku, sifat dan
kebiasaan, dan lain-lain termasuk bagaimana hubungan
58
antartokoh itu, baik hal itu dilukiskan secara langsung maupun
tidak langsung.
5) Sudut Pandang (Point of view)
Waluyo (dalam Hafid dan Eko, 2017: 34)
mendefinisikan sudut pandang atau point of view adalah sudut
dari mana pegarang bercerita. Sudut pandang menjadi cara atau
pandangan yang digunakan pengarang untuk menyajikan
kepada pembaca tentang tokoh, tindakan, latar dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita. Sudut pandang merupakan
cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang
dipaparkan. Berdasarkan pengertian ini, Aminuddin (dalam
Aziez dan Abdul Hasim, 2012: 52) membagi sudut pandang
atas:
a) Narrator omniscient, yaitu pengisah yang berfungsi sebagai
pelaku cerita sehingga menjadi penutur yang serba tahu
tentang apa yang ada dalam bentuk pelaku utama maupun
sejumlah pelaku yang lain, baik secara fisik maupun
psikologis. Dalam sudut pandang semacam ini pengisah
(pengarang) menyebut pelaku utama dengan sebutan saya
atau aku.
b) Narrator observer, yaitu bila pengisah hanya berfungsi
pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya
tahu dalam batas tertentu tentang perilaku batiniah para
59
pelaku. Pengarang mengisahkan nama pelakunya dengan
sebutan ia, dia, nama lain maupun mereka.
c) Narrator observer omniscient, yaitu meskipun pengarang
hanya menjadi pengamat dari pelaku, tetapi juga
mmerupakan pengisah yang serba tahu meskipun pegarang
masih juga menyebut nama pelaku dengan sebutan ia, dia,
maupun mereka. Dalam hal ini, pengarang diibaratkan
dalang yang serba tahu para pelaku yang dimainkannya.
d) Narrator the third person omniscient, yaitu pengarang hadir
di dalam cerita yang diceriptakannya sebagai pelaku ketiga
yang serba tahu. Sebagai pelaku ketiga yang tidak terlibat
secara langsung dalam keseluruhan dan jalinan cerita,
pengarang dalam hal ini juga masih sebagai penutur yang
serba tahu tentang cirri-ciri fisikal dan psikologis pelaku,
maupun kemungkinan kadar nasib yang bakal dilami para
pelaku.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa sudut pandang merupakan cara atau pandangan
pengarang untuk menyajikan kepada pembaca tentang tokoh,
tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita.
6) Gaya Bahasa Atau Bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh
pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup
60
dan indah (Kusmayadi,dkk, 2008: 62). Gaya bahasa adalah cara
pengarang menggunakan bahasa untuk menghasilkan karya
sastra (Wiyanto, dalam Saifur Rahman dan Andri, 2018: 253).
Kemudian, gaya bahasa juga berhubungan dengan cara
mengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk mencapai
efek keindahan dan kekuatan daya ungkap. Untuk mencapai hal
tersebut, maka gaya bahasa dapat berbentuk diksi, pencitraan,
majas dan gaya retoris :
a) Diksi
Dalam unsur diksi, pengarang memilih kata yang
sesuai dengan apa yang ingin diungkaapkan dan ekspresi
yang ingin dihasilkan. Pilihan kata yang digunakan bisa
dari kosa kata asing yang bermakna denotasi (makna
sebenarnya) maupun konotasi (makna kiasan).
b) Pencitraan
Pencitraan adalah kata atau susunan kata yang dapat
memperjelas apa yang dinyatakan oleh pengarang sehingga
apa yang digambarkan dapat ditangkap oleh pancaindera
pembaca.
c) Majas
Majas adalah teknik pengungkapan dalam
menggunakan bahasa kiasan. Majas secara umum terdiri
atas majas perbandingan/perumpamaan, pertentanggan dan
61
pertautan. Majas perbandingan atau majas perumpamaan
mencankup beberapa bentuk diantaranya adalah simili,
metafora, dan personifikasi. Bentuk majas pertentangan di
antaranya adalah ironi dan paradoks. Terakhir adalah
bentuk majas pertautan di antaranya metonimi, sinekdot,
dan hiperbola.
d) Gaya Retoris
Gaya teroris adalah teknik pengungkapan yang
menggunakan bahasa yang sedemikian rupa dengan
menggunakan struktur kata atau kalimat untuk
menimbulkan efek tertentu. Beberpa bentuk gaya retoris
diantaranya (1) repetisi yang berhubungan dengan
pengulangan kata atau kelompok kata baik pada posisi
awal, tengah, atau akhir, (2) anaphora yang berhubungan
dengan pengulangan kata di awal kalimat, (3) parelelisme
yang berhubungan dengan pengulangan bentuk dengan
menekankan pada kesejajaran, (4) polisindeson yang
berhubungan dengan pengulangan kata tugas tertentu, (5)
asyndeton yang berhubungan denan pengulangan tanda
baca, (6) klimaks dan (7) antiklimaks.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan bahasa
62
seorang pengarang untuk mencapai efek keindahan dalam
karya sastra.
7) Amanat
Amanat adalah unsur pendidikan terutama pendidikan
moral, yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya
lewat karya sastra yang ditulisnya (Wiyanto dalam Saifur
Rahman dan Andri, 2018: 225). Amanat adalah pesan yang
disampaikan dalam sebuah cerita. Pesan tersebut biasanya
bersifat implisit sehingga pembaca akan mampu memperoleh
pesan tersebut jika membaca keseluruhan ceritanya
(Kusmayadi,dkk, 2008: 62).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang
dalam sebuah cerita.
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur yang berada di
luar karya sastra itu, namun secara tidak langsung mempengaruhi
organisme karya sastra, atau secara lebih khusus dapat dikatakan
sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangunan cerita sebuah
karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.
Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap
totalitas bangunan cerita yang dihasilkan. Pemahaman unsur
ekstrinsik suatu karya akan membantu dalam hal pemahaman
63
makna karya itu mengingat bahwa karya sastra tak muncul dari
situasi kekosongan budaya (Nurgiyantoro, 1998: 24). Seperti
halnya unsur instrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari beberapa
unsur, antara lain: (1) unsur biografi pengarang, (2) unsur
psikologi, (3) ekonomi, (4) sosial budaya, (5) pandangan hidup
suatu bangsa, dan sebagainya. Walek dan Waren mendefinisikan
faktor ekstrinsik adalah faktor yang berada di luar novel, tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi struktur novel tersebut.
Faktor ekstrisik yang pertama adalah pengarang yang wawasan dan
pengetahuannya sangat menentukan kualitas karya sastra yang
dihasilkannya, sedangkan faktor ekstrinsik lainnya yaitu respon
masyarakat terhadap karya sastra tersebut yang berupa munculnya
resensi dan artikel dalam media tentang sastra serta adanya
percetakan yang berulangkali. (Wicaksono,2017: 95)
Berdasarkan pengertian di atas, maka disimpulkan bahwa
unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra,
tetapi secara tidak langsung mempengaruhi struktur karya sastra
tersebut.
4. Peran Novel dalam Membangun Karakter
Sugiarti mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan
penerang yang mampu membawa manusia mencari nilai-nilai yang
dapat menolongnya untuk menemui hakikat kemanusiaan yang
berkeperibadian. Karya sastra mempunyai kandungan amanat spiritual
64
yang berbalut etika. Oleh karena itu, setelah seseorang membaca karya
sastra, tidak salah jika mereka mampu menjadikan dirinya
berintropeksi diri, berbenah diri sesuai dengan fungsi sastra yaitu
memberikan manfaat bagi pembaca.
Membaca karya sastra akan berimplikasi pada pembentukan
karakter individu (Sugiarti & Andalas, 2018: 47). Dalam sastra banyak
mencakup hal yang sangat luar biasa banyak sebagai sarana dalam
menanamkan pendidikan karakter. Hal ini sejalan dengan pendapat
Noor, bahwa sastra merupakan media yang menyenangkan dalam
pembelajaran pendidikan karakter, karena dalam karya sastra memuat
nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat (Anggraini & Kusnari,
2017: 52). Oleh karena itu sastra secara tidak langsung berfungsi
sebagai agen pendidikan, membentuk kehalusan budi pekerti dan
akhlak seorang individu dalam bermasyarakat.
B. PENDIDIKAN KARAKTER
1. Hakikat Pendidikan Karakter
Secara etimologi, karakter berasal dari bahasa Latin character
yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,
kepribadian dan akhlak. Secara terminologi, karakter diartikan sebagai
sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor
kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat jiwaan, akhlak, atau budi
65
pekerti yang menjadi ciri khas seeorang atau sekelompok orang (Fitri,
2014: 20).
Karakter merupakan suatu kepribadian, budi pekerti maupun
watak seorang individu yang dimaknai sebagai nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh
hereditas maupun pengaruh lingkungan yang membedakannya dengan
orang lain, serta diwujudkan dengan sikap perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari (Aeni, 2014: 23).
Pendidikan karakter dapat disebut dengan pendidikan nilai,
pendidikan kewarganegraan, dan pendidikan moral. Istilah-istilah
tersebut merujuk pada segala sesuatu yang baik yang dan
dikembangkan dalam diri manusia, sehingga dapat membentuk
karakter (Mumpuni, 218: 14). Thomas Lickona juga menjelaskan
bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang disengaja untuk
mengembangkan karakter yang baik berdasarkan nilai-nilai inti yang
baik untuk individu dan baik untuk masyarakat. Nilai-nilai inti tersebut
meliputi beretika, bertanggungjawab, peduli, jujur, adil, apresiatif,
baik, murah hati, berani, bebas, setara dan penuh prinsip (Yaumi,
2014: 10). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pendidik untuk
menanamkan dan mengembangkan karakter mulia pada diri peserta
didik. Menurut Lickona pendidikan karakter mengandung tiga unsur
pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai
66
kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the
good).
Jadi, pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang
menjadikan sekolah (institusi pendidikan) sebagai agen untuk
membangun karakter peserta didik melalui pembelajaran dan
permodelan. Pendidikan karakter di sekolah juga harus berpotensi
membawa peserta didik untuk memiliki karakter yang mulia, seperti
hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, jujur, memiliki
integritas dan disiplin (Rianawati, 2014: 21). Dengan demikian,
pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan pendidikan
akhlak atau pendidikan moral yaitu menanamkan kebiasaan peserta
didik yang baik.
Masih banyak lagi pengertian pendidikan karakter menurut
para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pendidikan karakter
yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan karakter adalah
sebuah usaha yang disengaja untuk mengembangkan karakter yang
baik yang hasilnya dapat terlihat dalam tindakan nyata seseorang.
2. Tujuan Pendidikan Karakter
Mumpuni (2018: 16) mendiskripsikan pendidikan karakter
memiliki tujuan dasar yaitu untuk membantu siswa mengembangkan
nilai-nilai karakter dalam dirinya. Nilai-nilai karakter tersebut tidak
hanya sekedar teori tetapi tercermin dalam pikiran, emosi dan perilaku
siswa. Agar tujuan dapat tercapai, pendidikan karakter perlu dilakukan
67
secara terus menerus. Hal ini mengigat karakter sebagai sikap, watak,
kepribadian, sehingga perlu dibiasakan dalam proses pendidikan
karakter.
Aisyah (2018: 13) menjelaskan tujuan pendidikan karakter
adalah membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bermoral, bertoleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Mohammad Haitami Salim berpendapat bahwa tujuan
pendidikan karakter adalah membangun kepribadian dan budi pekerti
yang luhur sebagai modal dasar dalam berkehidupan di tengah-tengah
masyarakat, baik sebagai umat beragama, maupun dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Jika kita melihat tujuan pendidikan karakter
yang demikian, pada dasarnya pendidikan karakter itu adalah
pendidikan akhlak terpuji, yaitu pendidikan yang membina,
membimbing dan melatih peserta didik agar memiliki karakter, sikap
mental positif dan akhlak terpuji (Syarbini, 2014: 44)
Kemdiknas (Kementrian Pendidikan Nasional) menyatakan
bahwa tujuan pendidikan karakter yaitu:
a. Mengembangkan potensi kalbu atau nurani atau afektif peserta
didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-
nilai budaya dan karakter bangsa,
68
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang
terpuji dan seejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi
budaya bangsa yang religius,
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa,
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi
manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan,
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan
persahabatan.
Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan pendidikan karakter adalah membangun manusia yang
berkepribadian dan budi pekerti luhur sebagai modal dasar dalam
berkehidupan.
3. Fungsi Pendidikan Karakter
Direktorat Pendidikan Tinggi (dalam Aisyah, 2018: 16),
menyatakan bahwa pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama,
yaitu:
a. Pembentuk dan pengembangan potensi
Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan
potensi manusia maupun warga Indonesia agar berpikiran baik,
berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup
Pancasila.
69
b. Perbaikan dan penguatan
Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter negatif
manusia dan warga Negara Indonesia, memperkuat peran
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk
ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan
warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri,
dan sejahtera.
c. Penyaring
Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya
bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang
positif untuk menjadi karakter manusia dan warga Negara
Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.
4. Prinsip Pendidikan Karakter
Menurut Lickona, pendidikan karakter dapat berjalan seecara
efektif jika para pendidikan dan pemangku kebijakan memperhatikan
dan melaksanakan prinsip-prinsip berikut:
a. Nilai-nilai etika inti hendaknya dikembangkan, sementara nilai-
nilai kinerja pendukungnya dijadikan sebagai dasar atau pondasi;
b. Karakter hendaknya didefinisikan secara komprehensif sehingga
memaku pikiran, perasaan dan perilaku;
c. Pendekatan yang digunakan hendaknya kompreshensif, disengaja
dan proaktif;
70
d. Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian, memberi
kesempatan peserta didik untuk melakukan tindakan moral;
e. Membuat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang
yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter
dan membantu mereka untuk berhasil;
f. Berusaha mendorong motivasi peserta didik;
g. Melibatkan staff sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan
moral;
h. Melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai mitra;
i. Evaluasi pendidikan karakter.
Aisyah (2018: 20) berpendapat bahwa pendidikan karakter
harus didasarkan kepada enam prinsip, yaitu:
1) Pemahaman yang komprehensif dan mendalam terhadap nilai-
nilai dasar etika melalui berbagai mata pelajaran;
2) Desain program implementasi pendidikan karakter yang efektif
dan berkelanjutan;
3) Melibatkan seluruh stake holder sekolah;
4) Memberikan kebebasan kepada para peserta didik untuk
menerapkan dan mempraktikkan nilai-nilai karakter secara
benar dalam kehidupan sehari-hari;
5) Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam penanaman dan
penghayatan nilai-nilai karakter;
6) Evaluasi.
71
5. Nilai-nilai Karakter
Nilai-nilai pendidikan karakter merupakan aspek-aspek yang
akan ditanamkan melalui pendidikan karakter. Indonesia sebagai
Negara yang merdeka, tentu memiliki dasar tersendiri dalam
merumuskan nilai-nilai karakter. Rumusan nilai karakter yang
dimaksud menurut standar yang dikeluarkan oleh Kemendiknas
sebagai berikut : 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja
keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratif, 9) rasa ingin tahu, 10)
semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13)
bersahabat atau komunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16)
peduli lingkungan, 17) peduli sosial, 18) tangung jawab (Mumpuni,
2018: 20)
a. Religius, sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur, perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
perbuatan, tindakan dan pekerjaannya.
c. Toleransi, sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda
dari dirinya.
d. Disiplin, tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan..
72
e. Kerja keras, perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif, berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratif, cara berfikir,bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain.
i. Rasa ingin tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat dan didengar.
j. Semangat kebangsaan, cara berfikir, bertindak dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Cinta tanah air, cara berfiikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
politik bangsa.
l. Menghargai prestasi, sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuai yang berguna bagi mayarakat dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
73
m. Bersahabat atau komunikatif, tindakan yang memperhatikan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
n. Cinta damai, sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar membaca, kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p. Peduli lingkungan, sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
q. Peduli sosial, sikap dan tindakan yang selalu ingin member
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r. Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa (Narwanti,
2014: 29-30)
C. KARAKTER DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Karakter adalah sifat atau ciri yang dimiliki seseorang. Karakter
juga semakna dengan akhlak, yang berarti budi pekerti, etika dan moral.
Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil
menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta
74
digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya (Mukarromah, 2018:
12). Imam Al-Ghazali (dalam Sani dan Kadir, 2016: 64) menganggap
bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yakni sikap dan perbuatan yang
telah menyatu dalam diri manusia sehingga muncul secara spontan ketika
berinteraksi dengan lingkungan.
Akhlak adalah ungkapan suatu keadaan yang telah terpatri di dalam
jiwa. Dari lahirnya tingkah laku dengan gampang dan mudah, tanpa
dipikir-pikir atau direnungi terlebih dahulu. Jika keadaan melahirkan
tingkah laku yang bagus dan terpuji menurut syara’ atau akal (rasional)
maka keadaan itu disebut akhak yang mulia. Jika yang lahir darinya adalah
tingkah laku buruk, maka keadaan yang melahirkan tingkah laku itu
disebut dengan akhlak yang buruk (Tharsyah, 2006: 332). Jadi dapat
disimpulkan bahwa karakter atau dalam Islam disebut dengan akhlak
merupakan sifat atau kepribadian seseorang yang telah menyatu pada diri
manusia.
Sedangkan pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara
pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam
pelaksanaannya menuntut adanya pendidikan manusia,sehingga manusia
pantas untuk memikul amanat dan menjalankan perintah dari Allah.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan Islam. An-Nahlawi
mendefinisikan pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia
dan penataan tingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam,
dengan merealisasikan tujuan Islam di kehidupan individu dan masyarakat,
75
yakni dalam seluruh lapangan kehidupan. Pendidikan Islam merupakan
pendidikan mutlak yang dapat dilaksanakan sebagaimana yang
dikehendaki oleh Allah (Firman 2018: 281).
Ahmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala untuk
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya
manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai
dengan norma-norma Islam. Berdasarkan pendapat tersebut dipahami
bahwa pendidikan Islam adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan
dalam kehidupan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi yang ada
pada diri manusia agar nantinya potensi yang dimiliki oleh manusia
tersebut digunakan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sesuai dengan
aturan-aturan dalam Islam atau agama Islam (Hanafi, dkk, 2018: 3-4).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter
dalam pendidikan Islam merupakan suatu tingkah laku yang dihasilkan
dari segala bentuk kegiatan yang berupaya untuk mengembangkan potensi
manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma-
norma Islam.
D. DISIPLIN BELAJAR
1. Hakikat Disiplin Belajar
Menurut N.A. Ametembun disipin dapat diartikan secara
etimologi maupun terminologi. Secara etimologi, istilah disiplin
76
berasal dari bahasa Inggris “discipline” yang artinya pengikut atau
penganut. Sedangkan secara terminologis, istilah disiplin mengandung
arti sebagai keadaan tertib pada ajaran-ajaran para pemimpinnya.
Konsep disiplin berkaitan dengan tata tertib, aturan atau norma dalam
kehidupan bersama (yang melibatkan orang banyak) (Darmadi, 2017:
333). Sehingga disiplin merupakan sebuah tindakan taat (patuh)
seorang individu terhadap peraturan, tata tertib, norma, dan lain
sebagainya yang berlaku dalam kehidupan. Disiplin adalah jantung
kehidupan manusia yang mau meraih kesuksesan. Sebab, tanpa
disiplin yang keras dan berkesinambungan, seseorang tidak mungkin
dapat mengembangkan diri secara optimal (Winarsih, 2019: 41).
Sedangkan belajar adalah mengumpulkan sejumlah
pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang
lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru (Suardi, 2018:
35). Sudjana mendefinisikan belajar adalah proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai
hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
berubah pengetahuannya, pemahamannya sikap dan tingkah lakunya,
keterampilannya kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Kumala,
2016: 8).
Disiplin senantiasa dikaitkan dengan konteks relasi antar
murid dan guru serta lingkungan yang menyertainya, seperti tata
77
peraturan, tujuan pembelajaran, dan pengembangan kemampuan dari
sang murid melalui bimbingan guru. Namun kedisiplinan juga bisa
dilihat sebagai hasil-hasil dari sebuah proses pembelajaran
(Koesoema, 2007: 237). Disiplin belajar diartikan sebagai suatu
ketaatan pada tata tertib sekolah dalam rangka berusaha untuk
memperoleh pengetahuan dan life skill serta karier pendidikan/
pekerjaan yang dicita-citakan (Habsari, 2008: 66).
Disiplin siswa dalam belajar atau disiplin belajar dapat dilihat
dari ketaatan (kepatuhan) siswa terhadap aturan (tata tertib) yang
berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah, yang meliputi
waktu masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa dalam
berpakaian, kepatuhan siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah, dan
lain sebagainya (Darmadi, 2017: 322). Daryanto membagi indikator
disiplin belajar yaitu: (1) ketaatan terhadap tata tertib sekolah, (2)
ketaatan terhadap kegiatan pembelajaran di sekolah, (3) melaksanakan
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dan (4) disipllin beljar
di rumah (Mirdanda, 2018: 26).
2. Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Belajar Siswa
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi sikap diisplin siswa
dalam belajar atau disiplin belajar siswa, yaitu:
a. Keteladanan
Keteladanan orang tua sangat mempengaruhi sikap
disiplin anak, sebab sikap dan tindak tanduk atau tingkah laku
78
orang tua akan ditiru oleh anak, sehingga orang tua bukan
hanya sebagai pemberi kebutuhan secara materi, akan tetapi
juga sebagai pemberi ilmu pengetahuan dan dituntut untuk
menjadi suri tauladan bagi anaknya.
b. Kewibawaan
Orang tua yang berwibawa dapat memberi pengaruh
yang positif bagi anak, hal ini sebagaimana yang tertulis dalam
sebuah buku yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan bahwa kewibawaan adalah pancaran
kepribadian yang menimbulkan pengaruh positif sehinga orang
lain mematuhi perintah dan larangannya. Oleh karena itu, orang
yang berwibawa menampakkan sikap dan nilai yang lebih
unggul untuk diteladani.
c. Anak
Agar disiplin di lingkungan keluarga dapat berjalan
dengan baik, maka sangat diharapkan kerjasama antara semua
yang ada di rumah tersebut.
d. Hukuman dan ganjaran
Hukuman dan ganjaran merupakan salah satu usaha
untuk mempengaruhi pe5rilaku.
e. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Pada
79
umumnya apabila lingkungan baik, maka akan berpengaruh
terhadap perbuatan yang positif dan begitu pula sebaliknya
(Darmadi, 2017: 322-323).
80
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Nilai Karakter Pada Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara
Nilai-nilai karakter yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan karya
Khrisna Pabichara banyak ditunjukkan dalam bentuk deskripsi cerita, dialog
antar tokoh dan juga respon para tokoh dalam menyikapi sesuatu. Berikut ini
nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Sepatu Dahlan karya Khrisna
Pabichara:
1. Religius
Religius merupakan nilai karakter dalam hubungan antara manusia
dengan Tuhan. Religius adalah nilai karakter yang menunjukkan pikiran,
perkataan dan tindakan seseorang selalu diupayakan berdasarkan nilai-
nilai ketuhanan dan atau ajaran agamanya (Mumpuni, 2018: 21).
a) “Begitu tergugah, azan Subuh sudah terdengar dari arah
langgar. Aku langsung duduk bersila di tengah tikar pandan,
mengucek-ngucek mata agar bisa menajamkan pandangan,
mengamat-amati Bapak yang sudah bangun dan bersiap-siap ke
langgar” (Pabichara, 2012: 24).
b) “Tak butuh waktu lama, piring itu langsung tandas. Setelah itu,
kami bergegas ke langgar untuk shalat berjamaah” (Pabichara,
2012: 97).
Kutipan dalam novel diatas tokoh Dahlan digambarkan sebagai
seseorang yang patuh dalam menjalankan ajaran agamanya seperti
menunaikan sholat tepat pada waktunya dan melaksanakan shalat
berjamaah. Melakukan shalat di awal waktu membuktikan kecintaannya
kepada Allah Swt karena ia telah memprioritaskan Allah Swt di atas
81
segalanya. Ketika seorang muslim mendengar suara adzan, hendaklah
segera bergegas untuk melaksanakan shalat, karena sesungguhnya Allah
Swt menyukai perbuatan shalat tepat waktu sebagai bentuk cinta seorang
hamba kepada penciptanya. Sedangkan shalat jamaah lebih utama dari
shalat sendirian, dengan pahala dua puluh tujuh derajat. Pembiasaan shalat
tepat waktu dan shalat berjamaah juga dapat melatih kedisiplinan
seseorang.
c) “Berdoa saja, Le!” kata Bapak berusaha menenangkanku
meskipun dia sendiri terlihat cemas dan kebingungan
(Pabichara, 2012:78).
Kutipan novel di atas menunjukkan bahwa berdoa merupakan
sebuah bentuk ikhtiar seorang hamba kepada tuhannya untuk meminta
pertolongan dan meminta sesuatu yang diinginkan. Doa tanpa usaha
adalah sia-sia, sedangkan usaha tanpa doa adalah perwujudan manusia
yang sombong karena merasa dirinya bisa tanpa bantuan Tuhannya.
d) “Aku memejamkan mata sambil mulai melangkah dan terus
merapal setiap doa dan ayat Qur’an yang kuingat agar tetap
merasa aman” (Pabichara, 2012: 69).
Kutipan novel di atas menggambarkan bahwa tokoh Dahlan merasa
takut ketika mendekati sumur tua. Dengan berdoa dan membaca ayat al-
Quran akan membuat Dahlan merasa aman dan merasa terlindungi dari
bahaya-bahaya yang akan terjadi.
2. Jujur
“Ojo wedi mlarat. Yang penting tetap jujur!” (Pabichara,
2012: 109).
82
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mbak Sofwati menasihati
Dahlan agar selalu bersikap jujur. Hidup serba kekurangan atau miskin
harta bukan menjadi alasan seseorang untuk melakukan perbuatan yang
tercela. Perilaku tercela yang sudah dilakukan bisa menjadi kebiasaan
dikemudian hari jika tidak dihentikan sejak dini.
Bagian terdepan dari akhlak mulia adalah jujur. Sosok yang jujur
adalah mereka yang amanah, mereka yang lurus dalam bertindak juga
dalam mengatakan apa yang dilihat, dilakukan dan dialami. Sikap jujur
dapat menggiring seseorang kepada kebaikan. Jika sifat tersebut ada dalam
diri manusia maka hatinya akan tentram dan hidupnya penuh kebahagiaan
serta akan selalu dipercaya oleh orang lain.
3. Toleransi
a) “Tidak seperti aku, Arif tampil necis dengan sepatu hitam
yang mengkilat. Sepatu kulit berwarna hitam itu langsung
mengingatkanku pada sebuah mimpi besar: punya sepatu.
Ayah Arif seorang guru SR, sepatu tentu bukan barang
mewah baginya. Namun, dia tetap bersahaja. Tak pernah
memilih-milih teman, itulah yang kusuka darinya.”
(Pabichara, 2012: 142)
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Arif memiliki sikap
toleransi terutama dalam berteman. Meskipun Arif berasal dari keluarga
kaya tetapi tidak membeda-bedakan maupun memilih-milih siapa yang
akan berteman dengannya. Sikap toleransi perlu ditumbuhkan sejak dini
agar tidak terjadi diskriminasi. Dengan adanya toleransi ini, akan
menumbuhkan sikap saling menghormati, menghargai atar satu dengan
yang lain.
83
Toleransi adalah istilah untuk sebuah sikap menahan diri dari hal-
hal negatif. Jika dikaitkan dengan perbedaan pendapat dan keyakinan,
maka toleransi adalah sikap menahan diri untuk tidak menggunakan cara-
cara negatif dalam menyikapi pendapat dan keyakinan yang berbeda. Jadi,
toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain, tidak berarti
harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dianutnya melainkan
harus tercermin sikap yang kuat dan istiqamah untuk memegangi
keyakinan atau pendapatnya sendiri (Ruslan, 2020: 32).
b) “Ada juga di antara kita yang menyimpan dendam berlama-
lama, menahan rasa amarah di dada, seperti Murid kedua
yang ‘menggendong sang Gadis di benakya’ sejauh tujuh
kilo. Kisah tadi bukan semata-mata berkutat pada ‘siapa yang
salah’ atau ‘siapa yang benar’, tetapi bagaimana sikap kita
menghargai perbedaan. Bayangkan, jika mereka bersikeras
pada pendapat masing-masing, persahabatan mereka akan
terancam. Jadi, yang penting kita dahulukan sekarang cuma
belajar saling memahami” (Pabichara, 2012: 306).
Dari kutipan novel di atas menunjukkan bahwa setiap manusia
mempunyai pendapat yang berbeda antar satu dengan yang lain. Adanya
perbedaan pendapat tersebut justru membuat kita belajar agar saling
memahami antar sesama sehingga terjalin kedamaian dalam hidup. Karena
pada dasarnya, dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, seseorang akan
dihadapkan pada keberagaman perbedaan, tidak hanya pendapat saja, akan
tetapi perbedaan agama, suku, ras dan lain sebagainya. Dengan demikian
hakikat dari toleransi adalah hidup berdampingan secara damai (peaceful
coexistence) dan saling menghargai di antara keragaman (mutual respect)
(Misrawi, 2017: 162).
84
4. Disiplin
“Tibalah aku di depan papan pengunguman yang terpajang
di dinding kantor. Belum seorang santri pun yang datang.
Baru aku seorang. Dan, ini hal yang biasa bagiku. Di rumah,
Bapak sangat ketat melatih kami soal disiplin, begitulah cara
kami menghargai waktu.” (Pabichara, 2012: 53)
Dari kutipan novel di atas menunjukkan bahwa Dahlan merupakan
anak yang disiplin, dibuktikan dengan Dahlan selalu berangkat sekolah
tepat waktu. Berangkat sekolah tepat waktu merupakan salah satu
peraturan yang ditegakkan di setiap sekolah. Dengan adanya peraturan
tersebut dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab setiap siswa untuk
menghargai waktu.
Tak hanya di sekolah, sikap disiplin pun bisa diajarkan orang tua
kepada anaknya di rumah. Seperti pada kutipan di atas, Bapak melatih
Dahlan untuk selalu tertib dan patuh terhadap berbagai peraturan sebagai
cara menghargai waktu. Peran serta orang tua dalam membangun karakter
disiplin anak sangat dibutuhkan, karena sejatinya pendidikan karakter
dimulai dalam lingkungan keluarga. Mustari (dalam Mirdanda, 2018: 22)
menyatakan disiplin adalah tindakan yang menujukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Apabila kedisiplinan sudah
ditegakkan dalam keluarga, maka akan terbentuk kedisiplinan pula dalam
ruang lingkup lainnya, seperti mematuhi aturan sekolah, mengerjakan
tugas, maupun melakukan ibadah tepat waktu, karena pada dasarnya sikap
disiplin sangat berpengaruh terhadap kesuksesan kita di masa depan.
85
5. Kerja Keras
“Tak pernah terdengar Bapak mengeluh walau keringat
menguyupi tubuhnya. Uban yang basah mengkilap menjadi
pemandangan tak menjemukan, terus berulang setiap hari.
Tak ada artinya tubuh ringkih atau kulit keriput, Bapak terus
dan terus bekerja.” (Pabichara, 2012: 23)
Dari kutipan novel di atas menunjukkan bahwa Bapak Dahlan
memiliki sifat pekerja keras. Umur tak menjadi halangan untuk selalu
bekerja. Keterbatasan ekonomi tak lantas membuat beliau menyerah. Untuk
bertahan hidup, beliau rela melakukan pekerjaan apa saja demi mencukupi
kebutuhan hidupnya seperti menjadi buruh ataupun menggarap sawah.
Brudin (2019: 4) kerja keras dapat dimaknai sebagai usaha
sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Bekerja keras
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki memang suatu keharusan.
Manusia akan memperoleh sesuatu yang diinginkannya asal mau
bersungguh-sungguh.
Seperti firman Allah dalam Q.S arRa’ad ayat 11
ن دونهۦ من وال بقوم سوءا وما لهم م ل يغي ر ما بقوم حتى يغي روا ما بأنفسهم وإذا أراد ٱلل ...إن ٱلل
Artinya: …Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang
dapat menolaknya dan tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S.
ar-Ra’ad [13]: 11)
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah tidak akan mengubah
sesuatu kecuali ia mau berusaha, Sebagai umat Islam, berusaha pun
hendaknya diimbangi dengan doa dan tawakal. Doa dimaksudkan sebagai
86
ikhtiar batin manusia bahwa tidak ada zat pemberi selain Allah SWT.
Sedangkan tawakal dimaksudkan agar ketika manusia sudah berusaha
dengan maksimal dan berdoa, hendaknya menyerahkan hasil dari usaha
yang dilakukan kepada Allah SWT.
6. Mandiri
“Sejak Kelas 3 SR, aku sering nguli nyeset. Itu kulakukan
sepulang sekolah, di sela-sela jadwal rutin menggembala
domba. Upah nguli nyeset terus kutabung demi dua mimpi
besarku—sepatu dan sepeda. Namun, sering kali kuserahkan
sebagian besar kepada ibuku dengan sepenuh-penuh
kebahagiaan. Kebutuhan kami untuk mengisi perut lebih
mendesak ketimbang mimpi sederhanaku itu. Setiap
menyerahkan hasil nguli nyeset, biasanya mata Ibu berkaca-
kaca, seperti hendak mengatakan “tidak seharusnya kamu
bekerja seperti ini, Le!” atau mungkin “terima kasih, Le!.”
(Pabichara, 2012: 73).
Berdasarkan kuitpan novel di atas, Dahlan merupakan seorang anak
yang mandiri. Sejak kecil ia sudah bekerja keras di sela-sela jadwal
menggembala domba demi meraih mimpinya dengan mengumpulkan uang
dari upah nguli nyeset. Tak jarang, upah itu ia serahkan kepada Ibunya.
Kemiskinan juga mengajarkan Dahlan, bahwa ia harus bisa mengambil
keputusan, menimang apa yang lebih penting untuk hidup meskipun harus
mengorbankan mimpinya.
Karakter mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah
bergantung pada orang lain dan menyelesaikan tugas-tugasnya (Rianawati,
2014: 44). Seseorang dikatakan mandiri apabila mempu melakukan
berbagai kegiatan tanpa bergantung pada orang lain. Sebagai seorang
pendidik, guru maupun orang tua sangat berperan dalam melatih dan
membiasakan anak-anak belajar mandiri. Hal ini dilakukan agar anak tidak
87
selalu menggantungkan berbagai aktivitas kehidupannya pada orang lain.
Jika seorang anak mempunyai kemandirian, maka anak akan mampu
melakukan sesuatu sendiri, seperti mengatur waktu belajar sendiri,
membantu orang tua di rumah, dan menyelesaikan tugas.
7. Demokratis
“Ustaz Ilham tersenyum. “Bagus,” katanya. “Pertama, kalian
tentukan siapa yang akan kalian pilih dan tuliskan pada
selembar kertas yang akan dibagikan. Lalu, kedua, nama-
nama itu akan dihitung di papan tulis. Urutan pertama, yang
meraih suara paling banyak, dipilih menjadi Ketua. Urutan
kedua sebagai Sekretaris, dan urutan ketiga sebagai
Bendahara.” (Pabichara, 2012: 160).
Dari kutipan novel di atas, Ustaz Ilham memberi arahan kepada
muridnya bagaimana urutan pemilihan ketua Ikatan Santri akan
dilaksanakan. Setiap siswa mendapat hak dan kewajiban yang sama dalam
memilih. Ustadz Ilham menjelaskan bahwa jumlah suara akan menentukan
jabatan yang akan diterima oleh kandidat ketua Ikatan Santri.
Mengacu pada pemaparan di atas, maka karakter demokrasi yaitu
siswa memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berpendapat dan
menyatakan pendapat, mengambil keputusan berdasarkan mufakat,
memilih berdasarkan hati nuraninya, dan berpartisipasi aktif dalam
organisasi sekolah, berhak untuk memperoleh kesempatan bersuara dan
diterima suaranya, berhak diterima pendapatnya (dapat dipertimbangkan
sesuai dengan aturan dan logika), memiliki hak untuk berekspresi (dalam
berbagai kegiatan sekolah), bebas memperoleh informasi yang tentunya
bertanggung jawab, memiliki kebebasan berasosiasi, diperlakukan sama
88
dan adil dalam berbagai hal, dan berhak memperoleh berbagai informasi
yang berkaitan berbagai hal di sekolah (Rianawati, 2014: 46).
Karakter demokrasi harus ditanamkan pada diri peserta didik untuk
menumbuhkan jiwa kepemimpinan siswa, mendidik siswa untuk
mengetahui kesamaan hak dan kewajiban sebagai manusia dan warga
negara, mendidik siswa untuk saling menghormati, menghargai dan dapat
menerima perbedaan pendapat, menumbuhkan sikap berani pada siswa
untuk mengeluarkan pendapat serta melatih siswa untuk lebih
mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan sendiri.
8. Rasa Ingin Tahu
“Sebenarnya aku sudah pernah mendengar kisah itu dari guru
Sejarah waktu SR. Tapi, semuanya serbaburam, samar-samar
dan setengah-setengah. Aku juga pernah bertanya kepada
Bapak soal penangkapan itu. Namun, Bapak hidup di tengah
“kediamannya” itu. Dia tidak pernah menjelaskan sesuatu
mengapa sumur tua itu tidak boleh didatangi atau bagaimana
Kiai Mursjid hilang dan tak ditemukan jasadnya atau kenapa
kiai muda yang mahir bela diri itu tak melawan ketika
ditangkap pasukan Laskar Merah. Sampai saat ini aku masih
penasaran dengan kisah-kisah misterius di balik penangkapan
itu.” (Pabichara, 2012: 45)
Dari kutipan novel di atas, menunjukkan bahwa Dahlan mempunyai
rasa keingintahuan yang tinggi. Hal ini di gambarkan dengan informasi
yang didapat dari pelajaran sejarah mengenai kisah penangkapan oleh
Laskar Merah yang melibatkan keluarganya belum terlalu jelas, samar-
samar. Akhirnya Dahlan menanyakan kepada Bapaknya, berharap
mendapatkan kejelasan dari cerita tersebut, akan tetapi tidak ada hasilnya
karena Bapak cenderung diam.
89
Melalui rasa ingin tahu manusia berusaha mencari informasi yang
lebih lengkap dan mendalam terkait sesuatu hal yang sedang dipikirkannya,
sehingga memperoleh jawaban yang lebih memuaskan. Usaha mencari tahu
jawaban tersebut merupakan suatu bentuk pembelajaran sehingga dapat
memperoleh pengetahuan yang lebih luas. Dengan pengertian ini, rasa
ingin tahu merupakan faktor pendorong yang dapat menumbuhkan
semangat dan usaha untuk belajar lebih baik lagi (Hidayati, 2018: 57).
9. Menghargai Prestasi
Karakter menghargai prestasi adalah sikap atau tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain
(Rianawati, 2014: 57).
“Tak heran jika prestasiku mendapat “penghargaan” khusus
dari Bapak. Aku lebih memilih kata “penghargaan”
ketimbang “perhatian”, sebab selama ini beliau memang tak
segan-segan menghargai jeri payah putra-putrinya, walaupun
penghargaan itu tidak dalam bentuk barang yang didambakan
oleh anak-anaknya.” (Pabichara, 2012: 170)
Dari kutipan novel di atas, Bapak Dahlan selalu memberikan
penghargaan khusus kepada keberhasilan putra-putrinya. Penghargaan
tidak harus selalu dalam bentuk materi, namun bisa berbentuk pujian,
dukungan, perlakuan istimewa dan lain sebagainya. Tujuan dari
penghargaan itu sendiri adalah menumbuhkan sikap anak untuk bermental
juara, tidak pantang menyerah dan selalu termotivasi untuk berusaha
menjadi lebih baik lagi. Sebaliknya, jika orang tua tidak memberikan
penghargaan kepada anak-anaknya, maka ketika dewasa anak akan
90
mempunyai sifat malas untuk berkarya dan minder terhadap prestasi yang
didapatkan oleh teman-temannya.
10. Bersahabat/ Komunikatif
Karakter bersahabat atau komunikatif adalah sikap senang bergaul
dan bersahabat dengan siapa saja, peduli orang lain, bersikap simpati dan
empati pada orang lain, suka menolong, mengajak orang pada kebaikan,
merasa sedih melihat penderitaan dan kesulitan yang dihadapi orang lain
dan suka menyenangkan orang lain (Rianawati, 2014: 59).
“Semakin hari semakin aku merasa teman-teman sekelasku
sudah menjadi bagian dari hidupku. Sepanjang 1963, Arif
dan Imran sudah berkali-kali ikut menginap di langgar, begitu
juga dengan Maryati yang kerap bermalam di rumah
Komariyah. Aku, Kadir dan Komariyah juga sering
menyambangi rumah Arif, Imran atau Maryati. Meskipun
setiap menginap di rumah mereka, kami bertiga harus pulang
dini hari karena tugas rutin sudah menunggu. Hari demi hari
kami bergantian saling mengunjungi. Persahabatan kami
sudah layaknya jalinan kekerabatan, begitu akrab.”
Dari kutipan di atas, menjelaskan bahwa Dahlan mempunyai
karakter bersahabat dan senang bergaul dengan siapa saja tanpa membeda-
bedakan status sosialnya. Arif, Imran dan Maryati pun sebagai seorang
anak dari orang kaya tidak pernah memilih dalam pertemanan. Adanya
perbedaan status dapat menumbuhkan sikap saling menghargai,
menghormati, solidaritas dan saling melengkapi antara satu dengan yang
lain.
Karakter bersahabat/ komunikatif sangat penting untuk dimiliki
oleh semua manusia, apalagi anak-anak. Tanpa karakter ini, maka kerja
sama maupun komunikasi tidak akan berjalan dengan baik. Anak akan
91
cenderung bersifat introvert, tidak adanya rasa kepekaan sosial terhadap
sekelilingnya dan menumbuhkan sikap egois terhadap diri anak. Untuk itu,
sudah menjadi tugas para pendidik untuk mengembangkan sikap tersebut
dengan berbagai kegiatan seperti menciptakan kerja sama dengan
pembentukan kelompok belajar, maupun saling berkomunikasi untuk
mengemukakan pendapat.
11. Peduli Sosial
“Maka, melayang lagi satu cita-cita: membeli alat musik dari
celengan yang kami tabung bersama. Tapi, aku atau
Komariyah atau Nanang tidak akan menyesal karena kami
lakukan demi membantu Kadir. Senyum saja sudah sedekah,
apalagi membantu teman yang sedang membutuhkan uluran
tangan.” (Pabichara, 2012: 323)
Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia tidak bisa
hidup sendiri dan selalu membutuhkan pertolongan orang lain. Dari kutipan
novel di atas menggambarkan rasa kepedulian antar sesama dengan
membantu teman yang sedang mengalami kesusahan. Dahlan bersama
teman-temannya membantu Kadir untuk membayar biaya rumah sakit
ibunya dengan uang tabungan yang seharusnya akan digunakan untuk
membeli alat musik.
Dalam kehidupan bermasyarakat perlu adanya rasa kepedulian
antara manusia satu dengan yang lain. Menurut Narwwati (dalam
(Rianawati, 2014: 66) peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan soidaritas dan
rasa kepekaan terhadap orang lain, serta dapat meringankan beban orang
92
lain. Oleh sebab itu, sebagaimana dalam surah Al-Maidah ayat 2, Allah
memerintahkan seluruh umat manusia untuk saling tolong menolong dalam
kebajikan.
والت قوى وتعاونواعلى الثم والعدوان واتقوااللهانالله شديدالعق ( ۲اب )وتعاونواعلى البر
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjaan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sungguh Allah sangat
berat siksa-Nya.
Dari firman Allah tersebut, maka sebagai sesama manusia harus
selalu menumbuhkan sikap tolong-menolong. Penanaman karakter peduli
sosial juga sangat penting ditumbuhkan kepada peserta didik sejak dini
agar peserta didik dapat tanggap terhadap kesulitan-kesulitan yang dialami
orang lain.
12. Tanggung Jawab
a) Zain menatapkan dengan pandangan kosong. “Mas, Ibu
kemana?”
“Ke rumah sakit…”
“Ibu sakit?”
Aku mengangguk
Zain menangis lagi. “Nanti siapa yang masak, Mas?”
“Mas Dahlan,” kataku pelan, mencoba menghibur dan
membujuk Zain agar berhenti menangis, meskipun aku tahu
bahwa itu sia-sia belaka. (Pabichara, 201: 79)
Yaumi (dalam Mumpuni, 2018: 27) mendefinisikan tanggung
jawab adalah karakter yang dimiliki oleh seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya sebagaimana seharusnya dilakukan baik terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan dan Tuhan. Dari kutipan novel di atas,
ditunjukkan bahwa Dahlan harus bertanggung jawab terhadap
93
kewajibannya sebagai seorang kakak yaitu menjaga Zain saat kedua orang
tuanya tidak ada di rumah. Memenuhi kebutuhan dirinya dan adiknya serta
menjadi pengganti sementara ketika ibunya tidak bisa menghidangkan
makanan untuknya.
b) “Saya ndak mau Panjenengan rugi barang sepeser pun.
Silahkan Juragan angkut domba-domba ini dan, tentu saja,
sepeda rusak itu jadi milik anak saya, Dahlan!”
“Wah, ternyata Sampean itu orangtua yang bertanggung
jawab…”
“Domba-domba itu milik Dahlan, bukan saya,” kata Bapak
dengan tegas. “Jadi, Dahlan yang bertanggung jawab atas
kerugian Panjenengan.” (Pabichara, 2012: 136)
Dari kutipan di atas, novel ini mengandung nilai tanggung jawab,
dibuktikan dengan kesalahan Dahlan yang merusak sepeda Mariyati
sehingga Dahlan harus meenggantinya dengan tiga domba miliknya.
Bapak Dalan merupakan cerminan orang tua yang selalu menanamkan
sikap tanggung jawab. Dengan tanpa menegur maupun memarahi anaknya,
Bapak Dahlan secara langsung memberikan contoh nyata, bagaimana
segala sesuatu yang dilakukan selalu menuntut tanggung jawab dan selalu
ada resiko yang harus siap ditanggung. Tanggung jawab adalah sikap yang
harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Dengan adanya sikap tanggung
jawab ini, anak akan lebih berhati-hati dalam bertindak, serta dapat
meningkatkan sifat jujur pada diri anak.
B. Nilai-Nilai Karakter Pada Pendidikan Islam
1. Ruang Lingkup
Menurut sudut pandang Islam, pendidikan karakter secara teoritik
telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi
94
Muhammad Saw untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak
(karakter) manusia (Wahyuningsih, 2019: 3). Karakter atau akhlak
merupakan ciri khas seorang individu yang berasal dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat,
maupun lingkungan sekolah.
Al-Gadzali menyatakan akhlak adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiiwa yang dapat memunculkan perbuatan-perbuatan yang dengan
mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran (Syarbini, 2014:
10). Dalam Islam, karakter (akhlak) merupakan buah yang dihasilkan dari
proses penerapan syari’ah (ibadah dan muamalah) yang dilandasi oleh
akidah yang kokoh. Dengan demikian, tidak mungkin karakter akan
terwujud pada diri seseorang jika tidak memiliki akidah dan syariah yang
benar (Chanifah & Samsudin, 2019: 44).
Dalam pengembangan karakter Islami, maka pijakannya adalah
ketentuan yang ada di dalam al-Qur’an dan Hadits yang tergambar dalam
karakter yang melekat pada Nabi Muhammad Saw sebagai teladan umat
islam. Nilai karakter tersebut adalah (1) sidiq yaitu sebuah kenyataan yang
benar yang tercermin dalam perkataan, perbuatan, tindakan dan keadaan
batinnya, meliputi memiliki system keyakinan untuk merealisasikan visi,
misi dan tujuan, memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, jujur dan berwibawa, menjadi teladan dan berakhlakul
karimah; (2) amanah yaitu sebuah kepercayaan yang harus diemban dalam
mewujudkan sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen kompeten,
95
kerja keras, dan konsisten, meliputi rasa memiliki dan tanggung jawab yang
tinggi, memiliki kemampuan mengembangkan potensi secara optimal,
memiliki kemampuan mengamankan dan menjaga kelangsunngan hidup,
memiliki kemampuan membangun kemitraan dan jaringan; (3) fatonah
yaitu sebuah kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan bidang tertentu yang
mencakup kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, meliputi
memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan
zaman, memiliki kompetensi yang unggul, bermutu dan berdaya saing,
memiliki kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual; dan (4) tablig yaitu
sebuah upaya merealisasikan pesan atau misi tertentu yang dilakukan
dengan pendekatan atau metode tertentu, meliputi memiliki kemampuan
merealisasikan pesan atau misi, memiliki kemampuan berinteraksi secara
efektif, memiliki kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik dengan
tepat. (Chanifah & Samsudin, 2019: 47-48).
Dikutip dalam Republika (2019) beragam kasus dekadensi moral
remaja menjadi salah satu masalah yang harus mendapatkan perhatian
khusus. Arus globalisasi, menyeret para remaja masuk dalam kubangangan
liberalisme yang menuhankan kebebasan seperti gaya hidup yang sangat
jauh dari budaya ketimuran dan nilai-nilai keislaman. Sejatinya kerusakan
generasi muda menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari lingkup paling
kecil yaitu keluarga, sekolah, masyarakat, dan Negara. Keluarga menjadi
poros utama dalam mencetak generasi bangsa dan menjadi komponen
utama dalam pembentukan kepribadian islami. Anak yang dididik dengan
96
berlandaskan ajaran islam, akan mempunyai pemahaman yang baik tentang
perbuatan yang harus dan tidak boleh dilakukan, serta akan
mempertimbangkan setiap perbuatan yang akan anak kerjakan. Kemudian
masyarakat mempunyai kontrol yang kuat dengan menerapkan amar
makruf nahi mungkar dan diatur berdasarkan aturan islam. Pendidikan yang
merupakan pencetak output generasi yang unggul dalam hal penerapan
prinsip moral dan spiritual serta Negara yang bertugas menjauhkan dan
menjaga generasi dari budaya luar, dengan membatasi segala konten media
yang dapat merusak serta bertugas menangkal berbagai ide dan pemikiran
yang bertentangan dengan akidah islam.
Karakter yang dikembangkan untuk siswa melalui tahap
pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Maka dapat
disimpulkan bahwa karakter tidak hanya sebatas pada pengetahuan saja.
Akan tetapi bagaimana seeseorang itu mampu bertindak sesuai dengan apa
yang diketahuinya. Dengan demikian diperlukan komponen karakter yang
baik (components of good character) yaitu moral knowing atau
pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan
moral action atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan siswa didik agar
mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai
kebajikan (Zubaedi, 2011: 111).
Sulastri (2018: 27) secara teknis pendidikan karakter bangsa
diartikan sebagai proses internalisasi serta penghayatan nilai-nilai budaya,
karakter bangsa dan nilai-nilai luhur akhlak mulia yang dilakukan oleh
97
peserta didik secara aktif di bawah bimbingan dan contoh perilaku guru,
kepala sekolah, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah, serta
diwujudkan dalam interaksi sosial di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Keberadaan pendidikan karakter sangat penting bagi umat manusia, karena
melalui pendidikan karakter inilah akan terbentuk manusia-manusia
bermoral serta berakhlakul karimah.
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan dan ditanamkan dalam
dunia pendidikan diantaranya adalah religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, mandiri, kreatif, demokratif, rasa ingin tahu, menghargai
prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli sosial, gemar membaca, peduli
tingkungan, cinta damai, cinta tanah air, semangat kebangsaan dan
tanggung jawab.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
merupakan proses pelatihan dan bimbingan yang dilakukan secara terus
menerus pada peserta didik, berdasarkan nilal-nilai yang menjadi dasar
tentang pengetahuan akhlak yang diladasi dengan akidah yang kokoh dan
bersandar pada al-Qur’an dan Hadits sehingga terciptanya penerus bangsa
yang bermoral seta berakhlakul karimah.
2. Metode
Keberadaan pendidikan islam bagi umat islam dilaksanakan
sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan
ajaran yang terdapat dalam agama islam. Agar berhasil pelaksanaan
pendidikan islam yang dilaksanakan bagi peserta didik, maka selain
98
dituntut adanya kemampuan seorang pendidik dalam melaksanakan
pendidikan islam berupa penguasaan terhadap materi yang akan diajarkan
maka para pendidik dalam pelaksanaan pendidikan islam juga dituntut
untuk menguasai metode pembelajaran atau berbagai cara atau pola
penyampaian materi terhadap anak didiknya (Hanafi, et al., 2019: 158)
Para ahli pendidikan Islam seperti Muhammad Quthub,
Abdurrahman al Nahlawi dan Abdullah Nashih Ulwan telah
mengemukakan metode-metode pendidikan dalam Islam. Diantaraanya
yang terpenting adalah sebagai berikut:
a. Metode keteladanan pendidikan, dengan teladan berarti
pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku,
sifat, cara berpikir dan sebagainya.
b. Metode pembiasaan menurut MD Dahlan, dalam pembiasaan
merupakan proses penanaman kebiasaan-kebiasaan.
Pembiasaan merupakan salah satu metode yang sangat penting
bagi anak, karena pada dasarnya anak-anak belum mengerti dan
memahami mana yang baik dan buruk. Melihat kondisi yang
demikian, maka diperlukan pembiasaan dengan tingkah laku
yang dapat mengarahkan anak melakukan hal-hal yang baik
secara teratur, seperti belajar, bertutur kata yang baik, sholat
dan lain sebagainya.
c. Metode nasehat Abdurrahman al-Nahlawi, mengatakan bahwa
metode nasehat adalah penjelasan tentang kebenaran dan
99
kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang
dinasehati dari bahaya serta menunjukkan ke jalan yang
mendatangkan kebahagiaan dan manfaat (Siregar, 2020: 104-
107).
Selain tiga metode tersebut, metode lain yang dapat digunakan
dalam pendidikan islam yaitu metode cerita, hukuman, dan peristiwa dan
metode-metode yang sering dilakukan dalam dunia pendidikan, seperti
diskusi, tanya jawab, dan lain-lain. Metode-metode tersebut sangat penting
dalam menunjang proses pembelajaran dan berguna untuk membentuk
karakter peserta didik.
C. Nilai-Nilai Karakter Pada Novel Sepatu Dahlan Implikasinya Terhadap
Karakter Disiplin
Permasalahan karakter bukan hal yang baru lagi bagi masyarakat
Indonesia. Hampir di setiap bidang kehidupan ini, tidak terlalu sulit untuk
menunjukkan rendahnya karakter bangsa, seperti korupsi, teroris, tawuran,
penganiayaan dan lain sebagainya. Tidak hanya orang dewasa, generasi muda
pun menjadi sorotan utama dalam rendahnya kualitas karakter tersebut.
Padahal, generasi muda berperan penting dalam kemajuan suatu bangsa.
Apabila sebuah bangsa memiliki generasi muda yang rusak, maka bangsa itu
akan hancur, namun sebaliknya apabila generasi muda dalam sebuah bangsa itu
baik, maka bangsa itu akan maju. Untuk itu, penanaman karakter baik sejak
100
dini dapat menghasilkan dampak yang bagus dalam perkembangan generasi
muda di kemudian hari.
Dalam pendidikan karakter, seseorang harus melalui tahapan penting
yang harus dicapai agar menjadi pribadi yang berkarakter baik. Tahapan
tersebut antara lain tahapan pengetahuan, tahapan merasakan dan tahapan
melakukan yang baik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan
lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter siswa. Pada
kenyataannya, penanaman karakter di sekolah hanya sampai pada tahap
pengetahuan saja. Siswa mengerti tentang perbuatan yang baik, seperti
kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, dan karakter lainnya serta dapat
membedakan karakter baik dan buruk. Akan tetapi hal tersebut tidak meresap
dalam hati siswa, sehingga siswa tidak memiliki keinginan untuk melakukan
perbuatan yang dianggap baik tersebut. Maka tidak heran, jika perilaku seperti
membolos, mencontek, terlambat datang ke sekolah, kurangnya rasa hormat
terhadap guru masih sering kita temui.
Dari berbagai karakter yang dimiki siswa tak lepas dari kedisiplinan.
Kedisiplinan merupakan hal yang sangat penting untuk diterapkan pada siswa.
Lingkungan yang disiplin sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran.
Pembelajaran akan berjalan dengan baik dan kondusif apabila ada kerjasama
antara siswa dan guru untuk menerapkan kedisiplinan. Sebaliknya
ketidakdisiplinan akan menyebabkan pembelajaran kurang kondusif.
Kedisiplinan merupakan pondasi untuk memiliki karakter-karakter yang baik.
Kedisipinan siswa merupakan sikap yang mencerminkan taat terhadap
101
peraturan, sikap menghargai waktu, dan sikap tanggung jawab terhadap tugas-
tugas yang dibebankan olehnya. Oleh karenanya, agar siswa dapat menjadi
pribadi yang baik dan berakhlak maka pendidik juga harus memperhatikan cara
yang dapat dijadikan dalam pengembangan karakter tersebut.
Novel Sepatu Dahlan merupakan salah satu cara penanaman nilai-nilai
karakter kepada anak. Novel Sepatu Dahlan memberikan gambaran tentang
bagaimana cara orang tua menanamkan nilai karakter baik kepada anak.
Memberikan keteladanan, nasihat dan pembiasaan akan lebih melekat dalam
hati anak, sehingga anak mempunyai keinginan untuk melakukan hal baik.
Anak yang terbiasa dengan hidup yang disiplin, mandiri, bekerja keras di
rumah, maka akan terbiasa pula melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan
aturan di sekolah, seperti mengerjakan tugas tepat waktu, tidak mencontek saat
ulangan, mematuhi peraturan sekolah, melakukan tugas piket dan lain
sebagainya yang dapat menumbuhkan kedisiplinan siswa.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dalam penelitian ini, maka
terdapat implikasi nilai-nilai karakter dalam novel Sepatu Dahlan terhadap
karakter disiplin belajar siswa yaitu menambah wawasan dan dapat dijadikan
rujukan bagi pendidik dalam menyikapi karakter peserta didik. Selain itu
diharapkan peserta didik mampu memahami dan menerapkan nilai-nilai yang
tercermin dalam novel serta dapat mengembangkan potensi serta watak peserta
didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian baik, memotivasi untuk
selalu disiplin, bertanggung jawab terhadap tugasnya di lingkungan sekolah
serta bekerja keras untuk menggapai cita-citanya. Dengan metode bercerita
102
akan lebih mudah dalam menanamkan nilai-nilai karakter sehingga terbentuk
pemahaman siswa tentang nilai-nilai pendidikan karakter. Selain itu
penanaman karakter juga bisa dibentuk melalui kegiatan lain seperti menjawab
salam (religius), mengerjakan tugas tepat waktu (disiplin, tanggung jawab),
melaksanakan tugas piket (mandiri), bekerja sama dengan teman dalam
berdiskusi (komunikatif), datang tepat waktu (disiplin) dan memberikan tepuk
tangan saat temannya selesai membacakan hasil diskusi (menghargai prestasi)
dan lain sebagainya.
103
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nilai-niai karakter yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan karya
Khrisna Pabichara meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, peduli sosial dan tanggung jawab.
2. Nilai karakter dalam pendidikan Islam antara lain: (1) sidiq, meliputi
sistem keyakinan untuk merealisasikan visi, misi dan tujuan,
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, jujur dan
berwibawa, menjadi teladan dan berakhlakul karimah; (2) amanah,
meliputi rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi, kemampuan
mengembangkan potensi secara optimal, kemampuan mengamankan
dan menjaga kelangsungan hidup, dan kemampuan membangun
kemitraan dan jaringan; (3) fatonah, meliputi kemampuan adaptif
terhadap perkembangan dan perubahan zaman, memiliki kompetensi
yang unggul, bermutu dan berdaya saing, memiliki kecerdasan
intelektual, emosi dan spiritual; dan (4) tablig, meliputi kemampuan
merealisasikan pesan atau misi, kemampuan berinteraksi secara efektif,
dan kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik dengan tepat.
3. Implikasi nilai-nilai karakter dalam novel Sepatu Dahlan dengan
karakter disiplin siswa yaitu menambah wawasan tentang pentingnya
pemahaman dan penanaman nilai-nilai karakter dengan tujuan
104
membentuk pribadi peserta didik yang baik. Kedisiplinan merupakan
pondasi untuk membentuk pribadi peserta didik yang baik. Oleh
karenanya, agar peserta didik dapat menjadi pribadi yang baik dan
berakhlak maka pendidik juga harus memperhatikan cara yang dapat
dijadikan dalam pengembangan karakter tersebut. Dengan metode
bercerita akan lebih mudah dalam menanamkan nilai-nilai karakter
serta melakukan kegiatan lain yang dapat dijadikan latihan pembiasaan
sehingga terbentuk pemahaman dan berkembangnya karakter baik
peserta didik.
B. Saran
Peranan guru yang sangat dominan dalam membentuk karakter
peserta didik hendaknya mengetahui nilai-nilai karakter yang wajib
ditanamkan pada diri peserta didik. Guru juga harus dapat menempatkan
dirinya sebagai panutan dalam berperilaku, memberi contoh dan dukungan
kepada peserta didik untuk menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter
agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
105
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, Ani Nur. 2014. Pendidikan Karakter untuk Mahasiswa PGSD. Bandung:
UPI Press.
Aisyah. 2018. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya. Jakarta:
Kencana.
Albana, D. 2015. Writing Class; Creating Professional Writers. Jember:
Mahakam Book Media.
Anggito, Albi dan Johan Setiawan. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Sukabumi: CV Jejak.
Anggraini, Purwati dan Tuti Kusniarti. 2017. Pembelajaran Sastra Indonesia
Berbasis Kearifan Lokal. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Basri, H. (2017). Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Pesantren. Semarang:
Formaci.
Cahyani, Leni. 2015. "Pencitraan Dalam Novel Sepatu Dahlan (Studi Analisis
Wacana Kritis Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara"
Institutional Repository UIN Syarif (Online) (https://repository.uinjkt.ac.id/
diakses Juni 3, 2020).
Darmadi. 2017. Pengembangan Model dan Metode dalam Dinamika Belajar
Siswa. Yogyakarta: Deepublish.
Fitri, A. Z. 2014. Pendalaman Karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Habibah, Royyanatul. 2013. "Pencitraan Dalam Novel Sepatu Dahlan (Studi
Analisis Wacana Kritis Dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna
106
Pabichara)". Digital Library UIN Sunan Ampel. (Online)
(http://digilib.uinsby.ac.id/10874/ diakese Juni 3, 2020).
Habsari, S. 2008. Bimbingan dan Konseling SMA untuk Kelas XII. Grasindo.
Hanafi, Halid., dkk. 2018. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Deepublish.
Harahap, Nursapia. 2014. "Penelitian Kepustakaan." Jurnal Iqra' , (Online) Vol.
8, No. 1 (https://docplayer.info/amp/32361891-penelitian-kepustakaan.html
diakses pada 15 Mei 2020)
Hidayat, Isnu. 2019. Strategi Pembelajaran Populer. Yogyakarta: Diva Press.
Juanda, A. 2017. New Edition Pocket Book Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas
VII, VIII, & IX. Jakarta: Cmedia.
Koesoema, D. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.
Kumala, F. N. 2016. Pembelajaran IPA SD. Malang: Penerbit Ediide Infografika.
Mirdanda, A. 2018. Motivasi Berprestasi & Disiplin Peserta Didik; Serta
Hubungannya dengan Hasil Belajar. Pontianak: Yudha English Gallery.
Mukarromah. 2018. Pendidikan Islam Integratif Berbasis Karakter. Yogyakarta:
Penerbit Rubrik.
Mumpuni, Atikah. 2018. Integrasi Nilai Karakter dalam Buku Pelajaran, Analisis
Konten Buku Teks Kurikulum 2013. Yogykarta: Deepublish.
Narwanti, Sri. 2014. Pendidikan Karakter. Yogyakrta: Familia.
Neolaka, Amos Neolaka dan Grace Amialia A. 2017. Landasan Pendidikan;
Dasar Pengenalan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup. Depok:
Kencana.
107
Nurgiantoro, Burhan. 2018. Teori Kajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
________________ . 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University.
Pabichara, Khrisna.2012. Sepatu Dahlan. Jakarta: Nauro Books.
Raharjo, Hafid Purwono, and Eko Wiyanto. 2017. Mengenal Struktur Karya Satra
(Novel, Puisi dan Drama). Sukoharjo: CV Sindunata.
Republika. 11 April 2019. Kasus AY, Cerminan Bobroknya Moral Generasi
Bangsa. (Online) (https://republika.co.id/berita/ppsj1g349/kasus-ay-
cerminan-bobroknya-moral-generasi diakses 10 Juli 2020.
Rianawati. 2014. Implementasi Nilai-nilai Karakter pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI). Pontianak: IAIN Pontianak Press.
Sani, Ridwan Abddullah dan Muhammad Kadir. 2016. Pendidikan Karakter:
Mengembangkan Karakter Anak yang Islami. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Siyoto, Sandu, and Ali Sodik. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Literasi Media Publishing.
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Suardi, Moh. 2018. Belajar & pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish.
Sugiarti, and Eggy Fajar Andalas. 2018. Perspektif Etik dalam Penelitian Sastra
Teori dan Penerapannya. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Suhendar, Yaya. 2014. Panduan Petugas Perpustakaan, Cara Mengelola
Perpustakaan Sekolah Dasar. Jakarta: Prenada.
108
Sukiyat. 2020. Strategi Implementasi Pendidikan Karakter. Surabaya: CV. Jakad
Media Publishing.
Sumaryanto. 2019. Karya Sastra Bentuk Prosa. Semarang: Mutiara Aksara.
Syarbini, Amirullah. 2014. Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga . Jakarta:
PT Gramedia.
Tarsyah, Adnan. 2006. Yang disenangi Nabi dan Yang Tidak Disukai. Jakarta:
Gema Insani.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.
Warsiman. 2016. Membumikan Pembelajaran Satra yang Humanis. Malang:
Universitas Brawijaya.
Wicaksono, Andri. 2014. Pengkajian Prosa Fiksi (Edisi Revisi). Yogyakarta:
Garudhawaca.
Winarsih. 2019. Pendidikan Karakter Bangsa . Tanggerang: Loka Aksara.
Wiyani, Novan Andi. 2013. Membumikan Pendidikan Karakter di SD.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Yahya, Usman. 2015. "Konsep Pendidikan Anak Usia Sekolah Dasar (6-12)
Tahun di Lingkungan Keluarga Menurut Islam." Jurnal Islamika, (Online)
Vol. 15, No. 2 (https://ejournal.iainkerinci.ac.id diakses pada 15 Mei 2020)
Yaumi, Muhammad. 2014. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan
Implementasi. Jakarta: Kencana.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter; Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.
109
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Dengan ini saya :
Nama : Nurul Istiqomah
NIM : 23040160064
Tempat/ Tgl. Lahir : Temanggung, 15 Juli 1998
Nama Ayah : Abdul Rochman
Nama Ibu : Rokhimah
Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan No. 10, RT 03/ RW 01, Joho,
Temanggung
RIWAYAT PENDIDIKAN :
1. RA Masyithoh Nurul Iman, Kab. Temanggung Lulus Tahun 2004
2. SD Negeri Joho, Kab. Temanggung Lulus Tahun 2010
3. Mts Miftahul Huda, Kab. Temanggung Lulus Tahun 2013
4. MA Sunan Pandanaran, Yogyakarta Lulus Tahun 2016
5. IAIN Salatiga FTIK/PGMI Angkatan 2016
Demikian daftar riwayat ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Temanggung, 18 Juli 2020
Penulis
Nurul Istiqomah
NIM. 23040160064
110
Lampiran 1. Lembar Konsultasi Skripsi
LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI
Nama Mahasiswa : Nurul Istiqomah
NIM : 2040160064
Dosen Pembimbing : Dr. Maslikhah, S. Ag., M. Si.
Judul Skripsi pada surat penunjukan pembimbing skripsi: NILAI-NILAI
PENDIDIKAN KARAKTER PADA NOVEL SEPATU DAHLAN
KARYA KHRISNA PABICHARA IMPLIKASINYA TERHADAP
KARAKTER DISIPLIN BELAJAR SISWA
No. Tanggal Isi
Konsultasi
Catatan Pembimbing Paraf
1. 16/5/2020 BAB I • Penambahan
rumusan masalah
“Bagaimana nilai-
nilai karakter
dalam Pendidikan
Islam”
• Tata tulis, EYD,
spasi diperbaiki
• Relevansi dengan
penelitian lain
• Penegasan istilah
novel sepatu
Dahlan ditiadakan,
disebutkan nilai-
nilai karakter
dalam novel apa
saja
• Menghilangkan
kata adapun
2. 18/5/2020 ACC BAB
I
111
3. 9/6/2020 BAB II • Perbaiki struktur
bahasa
4. 12/6/2020 • Biografi pengarang
dibagi ke dalam
sub judul
• Karya ditulis
setelah huruf akhir
diberi tanda (;)
• Kutipan novel
sebagai data utama
masih sedikit
5. 16/6/2020 ACC BAB
II
BAB III
• Definisi novel cara
penulisannya tetap
dibuat dalam satu
paragraph.
• Macam-macam
novel harus ada
referensinya
6. 19/6/2020 REVISI
BAB III
ACC BAB
III
• Perbaiki system
penomeran
7. 29/6/2020 BAB IV • Penulisan sub
judul
8. 2/7/2020 ACC BAB
IV
BAB V
9. 6/7/2020 BAB V • Lihat pertanyaan
pada focus
masalah, di jawab
dengan jawaban
yang panjang
• Saran diarahkan
pada topic
112
penelitian
10. 14/7/2020 • Dibuat jawaban
dari pokok
masalah yang
dibuat, kesimpulan
secara ringkas
11. 17/7/2020 ACC BAB
V
Dosen Pembimbing
Dr. Maslikhah, S.Ag., M.Si
NIP. 197005292000032001
113
Lampiran 2. SKK
114
Lampiran 3. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing
115
Lampiran 4. Ijin Meneliti