nilai moral sikap

3
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Nilai,Moral, dan Sikap Antara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi positif yang tinggi(Surakhmad, 1980: 9). Seorang individu yang pada waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata melakukannya tidak selalu karena ia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela,atau tidak sesuai dengan norma- norma masyarakat. Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah di lihat dan di ukur,tetapi tingkah laku tidak terdiri dari perbuatan yang tampak saja.Di dalamnya tercakup juga sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi, kecuali secara tidak langsung. Berikut ini akan dipapakarkan masing-masing antara nilai, moral, dan sikap. 1; Definisi Nilai Menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi social tertentu (Sunaryo Kartadinata, 1988). Meskipun menempatkan konteks social sebagai dimensi nilai dalam kepribadian manusia, tetapi Spranger tetap mengakui kekuatan individu yang dikenal dengan istilah “roh subjektif” (subjective spirit) dan kekuatan nilai-nilai budaya merupakan “roh objektif” (objective spirit). Spranger (Edwards, 1987) menggolongkan nilai itu ke dalam enam jenis,yaitu: a; nilai teori atau nilai keilmuan (I) Nilai keilmuan (I) mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang bekerja terutama atas dasar pertimbangan rasional. b; nilai agama (A) Nilai agama yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atas dasar pertimbangan kepercayaan bahwa sesuatu itu dipandang benar menurut ajaran agama. c; nilai ekonomi (E) Nilai ekonomi adalah suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan ada tidaknya keuntungan financial sebagai akibat dari perbuatannya itu. d; nilai seni (S) Nilai seni yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan rasa keindahan atau rasa seni yang terlepas dari berbagai pertimbangan material. e; nilai sosial dan solodaritas (Sd) Nilai solidaritas adalah suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang terhadap orang lain tanpa menghiraukan akibat ang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri, baik berupa keberuntungan atau ketidakberuntungan. f; nilai politik atau nilai kuasa (K) Nilai kuasa yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan baik buruknya untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya. 2; Definisi Moral Istilah moral berasal dari kata Latin mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986). Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi (Shaffer, 1979). Moral merupakan standar baik buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai social budaya di mana individu sebagai anggota social (Rogers, 1985). Menurut Furter (1965) 9dalam Monks, 1984:252), kehidupan moral merupakan problematika yang pokok dalam masa remaja. Tokoh yang paling dikenal dengan pengkajian perkembangan moral adalah Lawrence E. Kohlberg (1995) melalui disertasinya yang berjudul The Development of Modes Thinking and Choicein the Years 10 to 16 yang diseleseikan di Universitas of Chicago pada tahun 1958. Berdasarkan penelitiannya itu, Kohlberg (1995) yang menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut: a; Penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional. b; Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan dan biasanya digunakan remaja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan moralnya. c; Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan sosial. Michel meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja (Hurlock alih bahasa Istiwidayanti dan kawan- kawan, 1980: 225) sebagai berikut: 1; Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak. 2; Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. 3; Penilaian moral menjadi semakin kognitif. 4; Penilaian moral menjadi kurang egosentris. 5; Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi. Dalam konteks perkembangan moral ini, sejumlah tahap-tahap perkembangan sangat terkenal yaitu yang dikemukakan oleh John Dewey yang kemudian dijabarkan Jean Piaget (Kohlberg, 1995) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral. a; Tahap Pramoral Ditandai bahwa anak belum menyadari keterkaitannya pada aturan. b; Tahap Konvensional Ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan pada kekuasaan. c; Tahap Otonom Ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas. Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal ke seluruh dunia adalah yang dikemukakan oleh Lawrence E. Kohlberg (1995), yaitu sebagai berikut: 1; Tingkat Prakonvensional Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan ungkapan budaya mengenai baik buruk serta benar dan salah. Semua ini masih ditafsirkan dari segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang memaklumkan peraturan.Tingkat prakonvensional terbagi menjadi dua tahap, yaitu: Tahap 1:Orientasi hukuman dan kepatuhan Suatu perbuatan menentukan baik buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak semata-mata menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Tahap 2: Orientasi relativis-instrumental Perbuatan yang dianggap benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang juga kebutuhan orang lain.Resiprosista dilukiskan oleh Kohlberg (1995) dengan kalimat : “Jika engkau mau menggarukkan punggungku maka aku juga akan menggarukkan punggungmu”. Jadi, hubungan disini bukan atas dasar loyalitas, rasa terima kasih, atau keadilan. 2; Tinkat Konvensional Anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat. Semua itu dipandang sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri tanpa mengindahkan akibat yang muncul. Tingkat konvensional memiliki dua tahap, yaitu: Tahap 1: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut orientasi “Anak Manis” Perilaku yang dipandang baik adalah menyenagkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Mereka berpandangan bahwa orang akan mendapatkan persetujuan orang lain dengan cara menjadi orang yang baik. Tahap 2: Orientasi hukum dan ketertiban Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas, dan menjaga tata tertib sosial yang ada. 3; Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berlandasan Prinsip Tingkat ini memiliki dua tahap, yaitu: Tahap 1: Orientasi kontrak sosial legalitas Individu pada umumnya sangat bernada utilitarian. Artinya, perbuatan yang baik dirumuskan dalam kerangka hak danukuran individu umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh masyarakat. Tahap 2: Orientasi prinsip dan etika universal Hak ditentukan oleh keputusan suara batin sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu kepada

Upload: najma-rusyady

Post on 08-Jul-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pengertian moral nilai sikap

TRANSCRIPT

Page 1: nilai moral sikap

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai,Moral, dan SikapAntara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi

positif yang tinggi(Surakhmad, 1980: 9). Seorang individu yang pada waktutertentu melakukan perbuatan tercela ternyata melakukannya tidak selalu karenaia tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela,atau tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat. Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah lakuyang mudah di lihat dan di ukur,tetapi tingkah laku tidak terdiri dari perbuatanyang tampak saja.Di dalamnya tercakup juga sikap mental yang tidak selalumudah ditanggapi, kecuali secara tidak langsung. Berikut ini akan dipapakarkanmasing-masing antara nilai, moral, dan sikap.

1; Definisi NilaiMenurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan

panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusandalam situasi social tertentu (Sunaryo Kartadinata, 1988).

Meskipun menempatkan konteks social sebagai dimensi nilai dalam kepribadianmanusia, tetapi Spranger tetap mengakui kekuatan individu yang dikenal denganistilah “roh subjektif” (subjective spirit) dan kekuatan nilai-nilai budayamerupakan “roh objektif” (objective spirit).

Spranger (Edwards, 1987) menggolongkan nilai itu ke dalam enam jenis,yaitu:

a; nilai teori atau nilai keilmuan (I)Nilai keilmuan (I) mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok

orang yang bekerja terutama atas dasar pertimbangan rasional.

b; nilai agama (A)Nilai agama yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang

atas dasar pertimbangan kepercayaan bahwa sesuatu itu dipandang benarmenurut ajaran agama.

c; nilai ekonomi (E)Nilai ekonomi adalah suatu nilai yang mendasari perbuatan

seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan ada tidaknyakeuntungan financial sebagai akibat dari perbuatannya itu.

d; nilai seni (S)Nilai seni yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau

sekelompok orang atas dasar pertimbangan rasa keindahan atau rasa seniyang terlepas dari berbagai pertimbangan material.

e; nilai sosial dan solodaritas (Sd)Nilai solidaritas adalah suatu nilai yang mendasari perbuatan

seseorang terhadap orang lain tanpa menghiraukan akibat ang mungkintimbul terhadap dirinya sendiri, baik berupa keberuntungan atauketidakberuntungan.

f; nilai politik atau nilai kuasa (K)Nilai kuasa yaitu suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang

atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan baik buruknya untukkepentingan dirinya atau kelompoknya.

2; Definisi Moral

Istilah moral berasal dari kata Latin mores yang artinya tata caradalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986).

Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagaimacam perilaku yang harus dipatuhi (Shaffer, 1979). Moral merupakanstandar baik buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai socialbudaya di mana individu sebagai anggota social (Rogers, 1985). MenurutFurter (1965) 9dalam Monks, 1984:252), kehidupan moral merupakanproblematika yang pokok dalam masa remaja.Tokoh yang paling dikenal dengan pengkajian perkembangan moral adalahLawrence E. Kohlberg (1995) melalui disertasinya yang berjudul TheDevelopment of Modes Thinking and Choicein the Years 10 to 16 yangdiseleseikan di Universitas of Chicago pada tahun 1958.

Berdasarkan penelitiannya itu, Kohlberg (1995) yang menariksejumlah kesimpulan sebagai berikut:

a; Penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.

b; Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai denganpandangan formal harus diuraikan dan biasanya digunakan remaja untukmempertanggungjawabkan perbuatan moralnya.

c; Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan sosial.

Michel meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harusdilakukan oleh remaja (Hurlock alih bahasa Istiwidayanti dan kawan-kawan, 1980: 225) sebagai berikut:

1; Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.

2; Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apayang salah.

3; Penilaian moral menjadi semakin kognitif.

4; Penilaian moral menjadi kurang egosentris.

5; Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwapenilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan keteganganemosi.

Dalam konteks perkembangan moral ini, sejumlah tahap-tahapperkembangan sangat terkenal yaitu yang dikemukakan oleh John Deweyyang kemudian dijabarkan Jean Piaget (Kohlberg, 1995) mengemukakantiga tahap perkembangan moral.

a; Tahap PramoralDitandai bahwa anak belum menyadari keterkaitannya pada aturan.

b; Tahap Konvensional Ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan pada kekuasaan.

c; Tahap Otonom Ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang didasarkanpada resiprositas.

Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal keseluruh dunia adalah yang dikemukakan oleh Lawrence E. Kohlberg(1995), yaitu sebagai berikut:

1; Tingkat PrakonvensionalPada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya danungkapan budaya mengenai baik buruk serta benar dan salah. Semua inimasih ditafsirkan dari segi akibat fisik atau kenikmatan perbuatan(hukuman, keuntungan, pertukaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisikmereka yang memaklumkan peraturan.Tingkat prakonvensional terbagimenjadi dua tahap, yaitu:

Tahap 1:Orientasi hukuman dan kepatuhanSuatu perbuatan menentukan baik buruknyatanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawidari akibat tersebut. Anak semata-matamenghindari hukuman dan tunduk padakekuasaan tanpa mempersoalkannya.

Tahap 2: Orientasi relativis-instrumentalPerbuatan yang dianggap benar adalahperbuatan yang merupakan cara atau alatuntuk memuaskan kebutuhannya sendiri dankadang juga kebutuhan oranglain.Resiprosista dilukiskan oleh Kohlberg(1995) dengan kalimat : “Jika engkau maumenggarukkan punggungku maka aku jugaakan menggarukkan punggungmu”. Jadi,hubungan disini bukan atas dasar loyalitas,rasa terima kasih, atau keadilan.

2; Tinkat KonvensionalAnak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat.Semua itu dipandang sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri tanpamengindahkan akibat yang muncul. Tingkat konvensional memiliki duatahap, yaitu:

Tahap 1: Orientasi kesepakatan antara pribadi ataudisebut orientasi “Anak Manis”Perilaku yang dipandang baik adalahmenyenagkan dan membantu orang lain sertayang disetujui oleh mereka. Merekaberpandangan bahwa orang akanmendapatkan persetujuan orang lain dengancara menjadi orang yang baik.

Tahap 2: Orientasi hukum dan ketertibanPerilaku yang baik adalah semata-matamelakukan kewajiban sendiri, menghormatiotoritas, dan menjaga tata tertib sosial yangada.

3; Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berlandasan PrinsipTingkat ini memiliki dua tahap, yaitu:

Tahap 1: Orientasi kontrak sosial legalitasIndividu pada umumnya sangat bernadautilitarian. Artinya, perbuatan yang baikdirumuskan dalam kerangka hak danukuranindividu umum yang telah diuji secara kritisdan telah disepakati oleh masyarakat.

Tahap 2: Orientasi prinsip dan etika universalHak ditentukan oleh keputusan suara batinsesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilihsendiri dan yang mengacu kepada

Page 2: nilai moral sikap

komprehensivitas logis, universalitas, dankonsistensi logis.

3; Definisi SikapMengenai definisi sikap, banyak ahli ysng

mengemukakan sesuai sudut pandang masing-masing. Fishbein(1975) mendefinisikan sikap adalah predisposisi emosional yangdipelajari untuk merespons secara konsisten terhadap suatu objek.Sementara itu, menurut Chaplin (1981) dalam Dictionary ofPsychology mendefinisikan sikap sebagai predisposisi ataukecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung secara terusmenerus untuk bertingkah laku atau bereaksi dengan cara tertentuterhadap orang lain, objek, lembaga, atau persoalan tertentu.

Dalam konteks sikap ini, menurut Stephen R.Covey (1989) ada tiga teori determinisme yang diterima secara luas,baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikapmanusia, yaitu:

; Determinisme genetis (genetic determinism)Determinisme genetis berpandangan bahwa sikap

individu diturunkan oleh sikap kakek-neneknya.Itulahsebabnya, seseorang memiliki sikap dan tabiat yangsebagaimana sikap dan tabiat nenek moyangnya.

; Determinisme psikis (psychic determinism)Determinisme psikis berpendapat bahwa sikap

individu merupakan hasil perlakuan, pola asuh, atau pendidikanorang tua yang diberikan kepada anaknya.

; Determinisme lingkungan (environmental determinism)Determinisme lingkungan berpandangan bahwa

perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhioleh lingkungantempat individu tinggaldan bagaimana lingkungan memperlakukanindividu tersebut.Dari beberapa skala sikap yang digunakan, ada dua skala sikap yangutama dan dikenal sangat luas, yaitu:

a; Skala LikertDalam skala likert disajikan satu seri pertanyaan

sederhana. Kemudian responden diukur sikapnya untuk menjawabdengan cara memilih salah satu pilihan jawaban yang telahdisediakan, yaitu :a. Sangan setuju;b. Setuju;c. Ragu-ragu/netral;d. Sangat tidak setuju.

b. Skala ThurstoneDalam skala Thurstone terdapat sejumlah pernyataan

derajat-derajat kekuatan yang berbeda-beda dan responden/subjekyang bersangkutan dapat menyatakan persetujuan atau penolakanterhadap pernyataan tersebut.

B. Hubungan antara nilai, moral, dan sikap.Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat, misalnya adat kebiasaaan dan sopan santun ( Sutikna,1988;5 ). Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan,akhlak, kewajiban dan sebagainya ( Purwadarminto, 1957 : 957 ).

Dapat ditarik benang merah bahwa nilai merupakan dasarpertimbangan bagi individu untuk melakukan sesuatu, moral merupakanperilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikapmerupakan predisposisi atau kecenderungan individu untuk meresponsterhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan darisistem nilai dan moral yang ada didalam dirinya.

Bagi Sigmund Freud ( Corey, 1989 ) menjelaskan melalui teoriPsikoanalisisnya, antara lain, moral dan sikap adalah satu kesatuan dantidak dibeda-bedakan. Nilai dan moral itu menyatu dalam salah satustruktur kepribadiannya, yang dikenal dengan Super ego atau das uber ichyang merupakan sumber moral. Dalam konsep Sigmund Freud, strukturkepribadian manusia itu terdiri dari tiga, yaitu :

1. Id atau Das Es;2. Ego atau Das Ich; dan 3. Super Ego atau Das Uber Ich.

Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral,dan bersifat memenuhi dorongan kesenangan untuk mengurangiketegangan atau kecemasan dan menghindar kesakitan.Ego merupakan eksekutif dari kepribadian yang memerintah,mengendalikan, dan mengatur kepribadian individu. Tugas utama egoadalah mengantar dorongan naluriah dengan kenyataan yang ada disekitar.Super ego sumber moral dalam kepribadian. Super ego adalah kode moralindividu yang tugas utamanya adalah mempertimbangkan suatu tindakanbaik atau buruk, benar atau salah.

C. Karakter Nilai, Moral, dan Sikap Remaja.

Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, danberusaha melepaskan diri dari lingkiungan orang tua untuk menemukanjati dirinya maka masa remaja menjadi suatu periode yang sangat pentingdalam pembentukan nilai ( Horrocks, 1976; Adi, 1986; Monks, 1989 ).Salah satu karakteristik remaja yang menonjol berkaitan dengan nilaiadalah bahwa remaja sudah sangat merasakan bahwa pentingnya tata nilaidan mengembangkan nilai-nilai yang sangat diperlukan sebagai pedoman,pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untukmenumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang sangat matang( Sarwono, 1989 ).

Karekteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remajaadalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulaimencapai tahapan berpikir oparasional formal, yaitu mulai mampu berpikirabstrak dan mampu memecahkan masalah yang bersifat hipotetis makapemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikatpada waktu, tempat dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yangmenjadi dasar hidup mereka ( Gunarsa, 1988 ).Tingkat perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruhpada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang menyolokdan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikapmenentang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya.( Gunarsa, 1988 ).

Michel meringkas lima perubahan dasar dalam moral yang harusdilakukan oleh remaja ( Hurlock alih Istiwidayanti dan kawan-kawan,1980:225 ) sebagai berikut :

1. Pandangan moral individu makin lama menjadi lebih abstrak.2. Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurangpada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yangdominan.3. Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Hal ini mendorongremaja lebih berani mengambil keputusan terhadap berbagaimasalah moral yang dihadapinya.4. Penilaian moral menjadi kurang egosentris.5. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam artibahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkanketegangan emosi.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Nilai, Moral dan Sikap.Dalam konteks ini, lingkungan merupakan faktor yang besar

pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu( Horrocks, 1976; Gunarsa,1988 ). Faktor lingkungan yang berpengaruhterhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspekpsikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalamlingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga,sekolah, dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, polainteraksi yang demokratis, pola asuh bina kasih, dan religius dapatdiharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur,moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji.

E. Perbedaan individual dalam Nilai, Moral, dan Sikap.Sistem niali, moral, dan sikap individu dalam suatu kelompok sosial

tersebut. Dengan demikian, sistem nilai, moral dan sikap yang berlakudalam masyarakat berbeda antara kelompok satu dengan kelompoklainnya.Sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif olehsuatu kelompok masyarakat sosial tertentu belum tentu diniali positif olehkelompok masyarakat lain. Sama halnya, sesuatu yang dipandang bernilaidan bermoral serta dinilai positif oleh suatu keluarga tertentu belum tentudinilai positif oleh keluarga lain.Hal yang wajar jika terjdi perbedaan individual dalam suatu keluarga ataukelompok masyarakat tentang sistem nilai, moral, maupun sikap yangdianutnya. Perbedaan individu didukung oleh fase, tempo, dan iramaperkembangan masing-masing individu.

F. Upaya Pengembangan Nilai, Moral, dan Sikap serta Implikasinya bagi pendidikan.Serangkaian penelitian menarik yang dilakukan oleh Blatt dan

Kohlbreg (1995) menunjukkan bahwa upaya pedagogis yang lebih terbatasuntuk merangsang proses perkembangan moral dapat juga memilikidampak yang berarti pada anak.

Kohlbreg (1995) memberikan ilustrasi tentang penerapan prinsiputama dari rangsangan yang berkenaan dengan lingkungan terhadap prosesperkembangan moral. Prinsip utama adalah konsepsi mengenaipeningkatan kesempatan partisipasi dan pengambilan peran sosial. Hasilpenelitian Kohlbreg (1970) menunjukkan bahwa anak yang memilikipartisipasi kelompok sebaya yang lebih luas perkembangan moralnyaternyata lebih cepat daripada anak yang dikucilkan dari partisipasi sosial,meskipun mereka memiliki IQ dan kelas sosial yang sama. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikapremaja adalah :a. Menciptakan Komunikasi

Page 3: nilai moral sikap

Dalam komunikasin didahului dengan pemberianinformasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak tidak pasifmendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang harusbertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral, tetapianak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif.

b. Menciptakan Iklim Lingkungan yang Serasi

Seseorang yang mempelajari nilai hidup tertentu danmoral, kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah laku sebagaipencerminan nilai hidup itu umumnya adalah seseorang yang hidupdalam lingkungan yang secara positif, jujur, dan konsekuensenantiasa mendukung bentuk tingkah laku yang merupakanpencerminan nilai hidup tersebut.