newest prescil chf dm ht 'puput sesia fadlan' (dr.heppy)

81
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi akibat hipertensi dan diabetes. (Elliott M. Antman, Chair; Sidney C. Smith, FAHA, Vice Chair, 2005) Di Eropa kejadian gagal jantung kronik berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Setiap tahunnya angka kematiannya mencapai satu juta orang. (Donald M. Lloyd-Jones,Martin.Larson,Daniel Levy,Ramachandran S. Vasan, and William B. Kannel, 2002) Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami 1

Upload: fatimah-fitriani

Post on 30-Nov-2015

121 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu

keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme

kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis

penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung

adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar,

aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi

miokard yang paling sering terjadi akibat hipertensi dan diabetes. (Elliott M.

Antman, Chair; Sidney C. Smith, FAHA, Vice Chair, 2005)

Di Eropa kejadian gagal jantung kronik berkisar 0,4% - 2% dan meningkat

pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal

jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru

per tahunnya.Setiap tahunnya angka kematiannya mencapai satu juta orang.

(Donald M. Lloyd-Jones,Martin.Larson,Daniel Levy,Ramachandran S. Vasan,

and William B. Kannel, 2002) Di Indonesia belum ada angka pasti tentang

prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada

sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal

jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat,

angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien

penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung

yang ringan. Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya

tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan

meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal

jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama. (Ghanie,

2006).

Hipertensi dan diabetes melitus merupakan permasalahan kesehatan di

Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, angka kejadian hipertensi mencapai

32,2% pada penduduk dewasa, sedangkan prevalensi diabetes mellitus

mencapai 14,7%. Kedua faktor tersebut meningkatkan risiko terjadinya

atheroklorosis yang berhubungan dengan iskemia heart desease dan dapat

berkembang menjadi gagal jantung kronik. (Ghanie, 2006)

1

Page 2: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Mengingat komplikasi dan dampak dari penyakit jantung kronik, peru

dipelajari mengenai manifestasi klinis, penegakkan diagnose, tatalaksana dan

penyebab khusunya yang terkait dengan hipertensi dan diabetes mellitus.

B. Tujuan

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Interna

RSMS, di mana di dalamnya berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi,

diagnosis, terapi dan prognosis dari congestive heart failure dengan penyerta

chronic kidney disease, diabetes melitus, dan hipertensi.

2

Page 3: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Umur : 53 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Sudah menikah

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Dayeuhluhur RT. 05 RW. 10 Dayeuhluhur, Cilacap

Tanggal Masuk : 18 Januari 2013 (IGD)

Autoanamnesis : Tanggal 19 Januari 2013 (Bangsal Mawar Kamar 9)

B. Anamnesis

Keluhan Utama : sesak napas

Keluhan Tambahan : mudah lelah, lemas, pusing, ujung jari tangan dan

kaki dingin, kedua kaki bengkak, perut membesar dan sebah, BAK sedikit, nafsu

makan berkurang.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah

sakit dan memberat pada hari masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan seperti

tertindih beban berat dan berlangsung terus menerus. Sesak napas dirasakan saat

berbaring terlentang dan berkurang bila pasien beristirahat dengan posisi

setengah duduk. Sesak napas bertambah dengan aktifitas. Pasien menggunakan 3

bantal saat tidur. Pada malam hari, pasien sering terbangun dari tidur karena

merasakan sesak napas. Sesak napas tidak disertai bunyi ngik-ngik. Pasien tidak

mengeluhkan batuk yang disertai dahak berbuih dan berwarna merah jambon.

Sejak ± 8 bulan yang lalu, pasien mengeluh cepat lelah dan badan terasa lemas.

Ujung-ujung jari tangan dan kaki sering terasa dingin. Pasien juga mengeluhkan

pusing terutama saat bangun dari posisi tidur menjadi berdiri atau duduk. Buang

air kecil pasien juga semakin berkurang, sehari ± 3 gelas belimbing. Pasien juga

3

Page 4: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

mengeluh dada berdebar-debar terutama saat kelelahan dan berkurang saat

istirahat.

Pasien mengeluh kedua kakinya bengkak, bertambah berat saat berjalan. Keluhan

ini timbul sejak ± 8 bulan yang secara perlahan-lahan dan sekarang pasien sulit

untuk berjalan. Bila kaki yang bengkak ditekan, maka timbul cekungan yang

membutuhkan beberapa waktu untuk kembali.

Pasien juga mengeluh perut bertambah besar. Keluhan tersebut dirasakan secara

perlahan-lahan, yang semakin lama semakin membesar seperti ada cairan di

dalam perutnya. Bila pasien berbaring, pasien merasakan perutnya melebar ke

samping seperti perut kodok dan bila pasien berdiri, pasien merasa perutnya

turun ke bawah. Ia juga mengeluh perutnya terasa sebah dan nafsu makan

menjadi berkurang.

Riwayat Penyakit dahulu :

1. Riwayat keluhan yang sama : Diakui (sesak napas) sejak 2 tahun yang lalu

2. Riwayat hipertensi : Diakui sejak ± 10 tahun yang lalu (baru kon-

trol rutin dalam 2 tahun terakhir)

3. Riwayat DM : Diakui sejak ± 10 tahun yang lalu

4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

5. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

6. Riwayat asam urat : Disangkal

7. Riwayat alergi : Disangkal

8. Riwayat mondok : Diakui (selama 2 tahun terakhir pasien sering

mondok di rumah sakit, 5x di RSMS, di luar

RSMS tidak terhitung)

9. Riwayat transfusi : Diakui (3x dalam 2 tahun terakhir)

Riwayat Penyakit Keluarga :

1. Riwayat keluhan yang sama : Disangkal

2. Riwayat hipertensi : Disangkal

3. Riwayat DM : Disangkal

4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

5. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

4

Page 5: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Riwayat Sosial dan Exposure

1. Community

Pasien tinggal bersama suami, dan kedua anaknya di lingkungan pedesaan

yang cukup padat penduduknya. Pasien berasal dari keluarga dengan sosial

ekonomi menengah ke bawah. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari

Jamkesmas.

2. Home

Pasien tinggal di sebuah rumah berempat dengan keluarganya. Rumah yang

dihuni terdiri dari 2 kamar dan masing-masing dihuni oleh 2 orang. Tidak

memiliki kamar mandi dan jamban di dalam rumah. Atapnya memakai

genteng dan lantai terbuat dari keramik.

3. Occupational

Pasien merupakan seorang petani. Namun, ia berhenti dari pekerjaannya sejak

menderita penyakit ini.

4. Personal habit

Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok.

5. Drugs and Diet

Pasien sedang mengonsumsi obat-obatan jantung, hipertensi, dan diabetes

melitus. Sebelum sakit, menu makan pasien tidak seimbang. Pasien jarang

mengonsumsi sayuran, ia lebih suka mengonsumsi yang asin-asin serta lebih

banyak makanan pokoknya (singkong). Setelah sakit, pasien membatasi

konsumsi garam dan air.

C. Pemeriksaan Fisik

KU/Kes : Tampak sesak/Compos mentis

Vital Sign : T : 180/100 mmHg R : 28 x/menit

N : 84 x/menit S : 35,4 °C

BB: 49 kg TB: 153 cm

Status Generalis

Kepala : Venektasi temporal (+/+)

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)

Hidung : Napas cuping hidung (+)

Mulut : Bibir sianosis (+), Lidah sianosis (+)

5

Page 6: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Leher : Deviasi trakea (-), JVP 5+4 cmH2O

Status Lokalis

PULMO

Inspeksi : Dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi interkostal (+)

Palpasi : Vocal Fremitus simetris (apex dan basal)

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Batas paru hepar di SIC V LMCD

Auskultasi : Suara dasar vesikuler, wheezing (-)

ronki basah halus (+/+) di basal, ronki basah kasar (-)

COR

Inspeksi : IC terlihat di SIC VI 2 jari lateral LMCS

Pulsasi Parasternal (-), Pulsasi Epigastrium (-)

Palpasi : IC teraba di SIC VI 2 jari lateral LMCS, kuat angkat (-)

Perkusi : Kanan atas di SIC II LPSD

Kiri atas di SIC II LPSS

Kanan bawah di SIC IV LPSD

Kiri bawah di SIC VI 2 jari lateral LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, gallop (-), murmur (+) pansistolik, punctum

maximum di apex cor, menjalar ke axilla, derajat III, tidak

dipengaruhi inspirasi

ABDOMEN

Inspeksi : Cembung, venektasi abdomen (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)

Palpasi : Supel, nyeri tekan hipokondriaka dextra (+), undulasi (+)

HEPAR : teraba 2 jari BACD, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal

LIEN : tidak teraba

EKSTREMITAS

Superior : Edema (-/-), akral dingin (+/+), sianosis (+/+), clubbing finger (-/-)

Inferior : Edema (+/+), akral dingin (+/+), sianosis (+/+), clubbing finger (-/-)

6

Page 7: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 1 8 Januari 2013

• Hb : 8,3 gr/dl ↓ Normal : 12 - 16 gr/dl

• Leukosit : 7120/ml N Normal : 4.800 – 10.800/ml

• Hematokrit : 25 % ↓ Normal : 37%-47%

• Eritrosit : 2,9 juta/ml ↓ Normal : 4,2-5,4 juta/ml

• Trombosit : 213.000/ml N Normal :150.000– 450.000/ml

• MCV : 87,2 fL N Normal : 79 -99fL

• MCH : 28,6 pg N Normal : 27-31 pg

• MCHC : 32,8 gr/dl ↓ Normal : 33– 37gr/dl

• Hitung Jenis

– Eosinofil : 0,7 % ↓ Normal : 2 – 4 %

– Basofil : 0,1 % N Normal : 0 – 1 %

– Batang : 0,00 % ↓ Normal : 2 – 5 %

– Segmen : 74,7 % ↑ Normal : 40 – 70%

– Limfosit : 14,7 % ↓ Normal : 25-40%

– Monosit : 9,8% ↑ Normal : 2 – 8%

• Ureum : 167,8 mg/dl ↑ Normal : 14,98 – 38,52 mg/dl

• Kreatinin : 6,39 mg/dl ↑ Normal : 0,6-1,0 mg/dl

• GDS : 232 mg/dl ↑ Normal : <= 200 mg/dl

• Kalium : 4,8 mmol/L N Normal : 3,5-5,1 mmol/L

EKG tanggal 1 8 Januari 2013 : NSR

E. Resume

1. Anamnesis

a. Keluhan utama sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan

memberat pada hari masuk rumah sakit.

b. Sesak napas dirasakan seperti tertindih beban berat dan berlangsung terus

menerus.

c. Sesak napas dirasakan saat berbaring terlentang dan berkurang bila pasien

beristirahat dengan posisi setengah duduk. Sesak napas bertambah dengan

aktifitas. Pasien menggunakan 3 bantal saat tidur. Pada malam hari,

pasien sering terbangun dari tidur karena merasakan sesak napas.

7

Page 8: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

d. Sesak napas tidak disertai bunyi ngik-ngik. Pasien tidak mengeluhkan

batuk yang disertai dahak berbuih dan berwarna merah jambon.

e. Keluhan tambahan mudah lelah, lemas, pusing, ujung jari tangan dan kaki

dingin, kedua kaki bengkak, perut membesar dan sebah, BAK sedikit, dan

nafsu makan menjadi berkurang.

f. Pasien menderita keluhan yang sama (sesak napas) sejak 2 tahun yang

lalu.

g. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak ± 10 tahun yang lalu (baru

kontrol rutin dalam 2 tahun terakhir).

h. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak ± 10 tahun yang lalu.

i. Pasien mengatakan sering mondok di rumah sakit selama 2 tahun terakhir,

5x di RSMS, di luar RSMS tidak terhitung.

j. Pasien ditransfusi 3 kali dalam 2 tahun terakhir ini.

k. Pasien mempunyai kebiasaan jarang mengonsumsi sayuran, ia lebih suka

mengonsumsi yang asin-asin serta lebih banyak makanan pokoknya

(singkong). Namun, setelah sakit, pasien membatasi konsumsi garam dan

air.

2. Pemeriksaan Fisik

KU/Kesadaran : Tampak sesak/Compos mentis

Vital sign

Tekanan darah : 180/100 mmHg

Nadi : 84 ×/menit reguler-reguler, isi cukup

Pernapasan : 28 ×/menit

Suhu : 35,4 °C

Status generalis

Kepala : Venektasi temporal (+/+)

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)

Hidung : Napas cuping hidung (+)

Mulut : Bibir sianosis (+), Lidah sianosis (+)

Leher : Deviasi trakea (-), JVP 5+4 cmH2O

Status lokalis

a. Pemeriksaan pulmo

8

Page 9: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Inspeksi : Dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi

interkostal (+), ronki basah halus (+/+) di basal

b. Pemeriksaan cor

Inspeksi : IC terlihat di SIC VI 2 jari lateral LMCS

Pulsasi Parasternal (-), Pulsasi Epigastrium (-)

Palpasi : IC teraba di SIC VI 2 jari lateral LMCS, kuat angkat (-)

Perkusi : Kanan atas di SIC II LPSD

Kiri atas di SIC II LPSS

Kanan bawah di SIC IV LPSD

Kiri bawah di SIC VI 2 jari lateral LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, gallop (-), murmur (+) pansistolik, punctum

maximum di apex cor, menjalar ke axilla, derajat III, tidak

dipengaruhi inspirasi

c. Pemeriksaan abdomen: asites

Inspeksi : cembung

Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)

Palpasi : Supel, undulasi (+)

Hepar : teraba 2 jari BACD, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi

kenyal

d. Pemeriksaan ekstremitas

Superior: edema(-/-), akral dingin(+/+), sianosis(+/+), clubbing finger(-/-)

Inferior: edema(+/+), akral dingin(+/+), sianosis(+/+), clubbing finger(-/-)

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

a. Anemia ringan

b. Hiperglikemia

c. LFG = 7,88 ml/menit/1,73 m2

F. Diagnosis Kerja

a. Congestive Heart Failure

1) Diagnosis etiologi : hipertensi dan diabetes melitus

2) Diagnosis anatomi : LVH

3) Diagnosis fungsional : NYHA IV

9

Page 10: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

b. Hipertensi Grade II

c. Diabetes Melitus Tipe II

d. Chronic Kidney Disease Grade V

e. Edema Pulmo

G. Usulan Pemeriksaan Penunjang

1. GDP, GD2PP, HbA1c

2. Profil lipid

3. Röntgen thorax

4. Penilaian fungsi LV

5. USG Abdomen

H. Penatalaksanaan

1. Farmakologi :

a. O2 3 lpm

b. IVFD RL 10 tpm

c. Inj. Furosemid 3 × 1 ampul iv

d. Inj. Levemir 1x15 unit sc

e. p.o. Digoxin 1x0,125 mg

f. p.o. ISDN 3x5 mg

g. p.o. Valsartan 1x8 mg

h. p.o. Aminoral 3x1 capl

i. p.o. CaCO3 3x1 capl

j. p.o. Asam Folat 3x1 mg

k. pro Transfusi PRC 2 kolf

2. Non farmakologi :

a. Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen dan menurunkan beban

kerja jantung.

b. Posisi setengah duduk untuk mengurangi venous return dan

meningkatkan volume udara paru oksigen.

c. Pengaturan diet

1) Diet jantung II dengan Diet Garam Rendah I

10

Page 11: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

2) Kalori 1223 kkal/hari

3) Asupan protein 29,4-39,2 g/hari

4) Asupan fosfat ≤490 g/hari

5) Kadar K 40-70 mEq

6) Pembatasan cairan, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah

pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (±500 ml).

d. Cegah infeksi

e. Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit,

prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit.

f. Monitoring

1) Keadaan klinis pasien vital sign, berat badan dan urine output 24 jam

2) Harus diperhatikan dan dicatat keseimbangan cairan pasien

3) Dilakukan pengawasan terhadap kalium plasma, natrium plasma,

ureum dan kreatinin

4) Efek samping obat

I. Prognosis

Ad fungsional : ad malam

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : ad malam

11

Page 12: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. CONGESTIVE HEART FAILURE

1. DEFINISI

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu

keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme

kompensatoriknya. (Brainwauld, 2009). Gagal jantung adalah keadaan

patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan

darah untuk metabolisme jaringan. (ROUNDS, 2002)

Beberapa istilah dalam gagal jantung :

a. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari

pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan

dengan echocardiography.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung

memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,

kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

(Brainwauld, 2009) (McMurray, 2002)

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan

pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal

jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi

diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif. (Brainwauld,

2009).

b. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati

dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan

pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia,

kehamilan, fistula A – V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis,

kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan. (Brainwauld, 2009)

c. Gagal Jantung Kiri dan Kanan

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan

vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea.

12

Page 13: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan

seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru

kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema

perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan

biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi

cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak

lagi berbeda. (Brainwauld, 2009)

d. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba

akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang

menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa

disertai edema perifer.

Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan

multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat

menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

(Brainwauld, 2009)

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure,

hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena

(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa

darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume

darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di

dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung

kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga

jantung. (Brainwauld, 2009)

2. ETIOLOGI

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi

aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan

dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas

miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui

penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik,

13

Page 14: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

infeksi paru-paru dan emboli paru. (Donald M. Lloyd-

Jones,Martin.Larson,Daniel Levy,Ramachandran S. Vasan, and William B.

Kannel, 2002)

Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit

katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium

primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri,

yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis.

Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada

pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor

polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau

trikuspid. (Donald;Mercedes;Bruce;Todd, 2010)

3. PATOFISIOLOGI

Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai

terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut

mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal

akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel.

Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada

tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan

pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah

jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung,

kompensasi menjadi semakin kurang efektif. (Margaret Jean Hall, Shaleah

Levant , and Mand Carol J. DeFrances., 2010)

a. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :

Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung

adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya

aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari

saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan

menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan

peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri

perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah

dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya

rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan

otak. (Brainwauld, 2009)

14

Page 15: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan

jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan

hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal

jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada

katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja

ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan

simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap

kerja ventrikel. (Gautam V. Ramani, Patricia A. Uber, Pharm D, and

Mandeep R. Mehra, 2010)

Gambar 2.1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan

parasimpatik pada gagal jantung.

b. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-

Aldosteron :

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi

natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme

yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada

gagal jantung masih belum jelas. (Kart, 2002). Namun apapun

mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian

peristiwa berikut:

a) Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

b) Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

15

Page 16: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

c) Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan

angiotensinI

d) Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

e) Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

f) Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang

meningkatkan tekanan darah.

Gambar 2.2. Sistem Renin - Angiotensin- Aldosteron

c. Hipertrofi ventrikel :

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau

bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan

peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel. (ROUNDS, 2002)

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang

menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat

menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk

derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan

kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti

vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban

akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban

akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja

jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi

miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan

16

Page 17: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen

tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan

miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini

adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal

jantung. (Walter, 2002) (Ghanie, 2006)

Gambar 2.3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon

terhadap hemodinamik berlebih. (Ghanie, 2006)

4. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap

derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara

khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah

beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-

gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. (Ghanie, 2006)

Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu

sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat

penyakit. (Ghanie, 2006)

a. Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun

kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi

gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin

disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang

untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak

17

Page 18: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik

mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

b. Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung

yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja

pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan

paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea.

Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru

sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka

dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas

menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat

berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-

bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan

interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti

vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND)

dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi

yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea

atau ortopnea.

c. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada

posisi berbaring.

d. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri

khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah

paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.

e. Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi

akibat distensi vena.

f. Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti

vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-

vena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat

meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal

tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke

jantung selama inspirasi.

g. Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat

peregangan kapsula hati.

18

Page 19: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

h. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual

dapat disebabkan kongesti hati dan usus.

i. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.

Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan

terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari)

yang mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi

cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya

vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

j. Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema

anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena

sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun

manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh

retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.

k. Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat

mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan.

Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan

sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting

kematian mendadak dalam situasi ini.

5. DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang

ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain

foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan

pemeriksaan biomarker.

Kriteria Diagnosis : (Brainwauld, 2009)

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif

Kriteria Major :

a. Paroksismal nokturnal dispnea

b. Distensi vena leher

c. Ronki paru

d. Kardiomegali

e. Edema paru akut

f. Gallop S3

19

Page 20: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

g. Peninggian tekana vena jugularis

h. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

a. Edema eksremitas

b. Batuk malam hari

c. Dispnea d’effort

d. Hepatomegali

e. Efusi pleura

f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

g. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2

kriteria minor.

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan

pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif

berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain:

a. NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam

kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung

seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan

kegiatan biasa.

b. NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.

Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik

yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti

kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.

c. NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak

dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan

tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan

gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

d. NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun

tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan

kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan

penunjang sebaiknya dilakukan.

20

Page 21: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

a. Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),

kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan

gula darah, profil lipid (Ghanie, 2006).

b. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG

adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy

(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal

biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada

LV. (Ghanie, 2006)

c. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung

dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-

kadang efusi pleura, begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat

mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien (Ghanie, 2006)

d. Penilaian fungsi LV

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,

mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna

adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian

semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan

menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan

dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi

atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada

pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna

untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-

D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan

pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor

pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi

jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan

volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF

(stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah

diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan.

Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF

21

Page 22: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena

EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai

contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi

darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan,

dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya

adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%). (Ghanie,

2006) (Elliott M. Antman, Chair; Sidney C. Smith, FAHA, Vice Chair,

2005)

7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal

jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan

memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual

tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.

Terapi :

a. Non Farmakalogi :

- Anjuran umum :

Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan

seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang

masih bisa dilakukan.

Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Tindakan Umum :

Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung

ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter

pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

Hentikan rokok

Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada

yang lainnya.

Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-

30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit

dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal

jantung ringan dan sedang).

22

Page 23: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi

akut.

b. Farmakologi

Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis

Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator

lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.

a) Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan

paling sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat

digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik,

dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau

kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat kalium,

spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi

mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat

(klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

b) Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi

sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah,

dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.

c) Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.

Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa

minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya

diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas

fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol,

bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan

penghambat ACE dan diuretik.

d) Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada

intoleransi terhadap ACE ihibitor.

e) Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal

jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan

fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor,

beta blocker.

f) Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk

pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial

23

Page 24: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan

pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli,

trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak

dan aneurisma ventrikel.

g) Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang

asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia

klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam

nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan

untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia

atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian

mendadak.

h) Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium

antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal

jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2

l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring

jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi

metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan

perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan

diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik

berat dengan dilatasi ventrikel.

8. PROGNOSIS

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat

berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas

setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai

30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih

buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%),

gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen

maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan

katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal

jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia

ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau

bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal

24

Page 25: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal

jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan

terapi paliatif yang sangat cermat.

B. CHRONIC KIDNEY DISEASE

1. Definisi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama

lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan

ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis

penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang

dari 60 ml/menit/1,73m².

Pada pasien dengan penyakit GGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh

nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan

nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi

penyakit ginjal kronik dalam lima stadium, yaitu :

Tabel 3.1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan LFG

Derajat PenjelasanLFG

(mL/menit/1,73m2)

1Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-893 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-594 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-295 Gagal ginjal <15 atau dialisis

2. Etiologi

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak

sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi

(20%) dan ginjal polikistik (10%).

a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal dimana mekanisme

imun memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang

mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium atau

endotelium kapiler. Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi

nyeri punggung dan hematuria, lalu juga oliguria atau anuria. Dengan

berkembangnya mikroskop, Langhans mampu menggambarkan perubahan

25

Page 26: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli berfokus

pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan

sebagai serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria,

proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran klinis ini sering

disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan

primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya

berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila

kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes

melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau

amiloidosis. Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun.

Hanya 10% terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala

glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim oligouri, edema

preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri

pinggang karena peregangan kapsul ginjal.

b. Diabetes Melitus (DM)

Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua duanya. DM sering disebut sebagai the great imitator, karena

penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan

berbagai macam keluhan. DM dapat timbul secara perlahan-lahan

sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum

yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat

badan yang menurun. Terjadinya DM ditandai dengan gangguan

metabolisme dan hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan mengubah

pengaturan tekanan intrakapiler. Di ginjal, perubahan ini mungkin

menyebabkan munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak

hanya tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan

kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada akhirnya mengarah

ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria

dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa

26

Page 27: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan gangguan vaskular

umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung, dan

sistem saraf .

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti

hipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua

golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak

diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut

juga hipertensi renal.

Tabel 3.2. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII

Target tekanan darah pada pasien dengan CKD atau DM adalah <130/80 mmHg.

3. Epidemiologi

Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit GGK diperkitakan

100 juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar

8% setiap tahunnya. Di Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru GGK

pertahunnya. Di Negara berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan

sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun. Penyebab GGK yang

menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:

a. Glomerulonefritis (46,39%)

27

Klasifikasi Tekanan

Darah

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

Modifikasi Gaya Hidup

Terapi

Normal < 120 < 80 EdukasiTidak perlu obat antihipertensiPrehipertensi

120 – 139

80 – 89 Ya

Stage 1 HT140 – 159

90 – 99 Ya

Thiazid tipe diuretik. Dapat juga ACEI, ARB, BB, CCB/kombinasi

Stage 2 HT > 160 > 100 Ya

Kombinasi 2 jenis obat (misalnya thiazid tipe diuretik dan ACEI/ARB/BB/ CCB)

Page 28: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

b. Diabetes Mellitus (18,65%)

c. Obstruksi dan infeksi (12,85%)

d. Hipertensi (8,46%)

e. Sebab lain (13,65%)

Penyakit GGK lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya pun

lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2

4. Faktor risiko

Faktor risiko GGK, yaitu pada pasien dengan DM atau hipertensi,

penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut, infeksi saluran

kemih, berat badan lahir rendah, dan faktor sosial dan lingkungan seperti

obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan

riwayat penyakit DM, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga,

berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia dan lingkungan

tertentu.

5. Patogenesis dan Patofisiologi

Pada gagal ginjal kronis, terjadi volume yang berlebihan dan perubahan

konsentrasi elektrolit. Keadaan ini menimbulkan edema, hipertensi,

osteomalasia, asidosis, pruritus, dan artritis, baik secara langsung maupun

melalui pengaktifan hormon. Di samping itu, juga terjadi gangguan pada sel

eksitatorik (polineuropati, kehilangan kesadaran, koma, kejang), fungsi

pencernaan (mual, tukak lambung, diare), dan sel darah (hemolisis, gangguan

fungsi leukosit, gangguan pembekuan darah).

Pada konsentrasi yang tinggi asam urat dapat mengendap terutama di

sendi, sehingga menyebabkan gout. Namun, konsentrasi asam urat yang

sangat tinggi jarang terjadi pada gagal ginjal. Peranan berkurangnya

pembuangan zat, yang disebut toksin uremia (misal, aseton, 2-3

butileneglikol, asam guanidinoksuksinat, metilguanidin, indol, fenol, amin

aromatik dan alifiatik) dan molekul berukuran sedang (lipid atau peptida

dengan berat molekul antara 300-2000Da), dalam menimbulkan gejala gagal

ginjal masih menjadi perdebatan.

Pembentukan renin dan prostaglandin di ginjal dapat meningkat atau

menurun (kematian sel penghasil renin atau prostaglandin), bergantung pada

penyebab dan lama penyakitnya. Peningkatan pembentukan renin mendorong

28

Page 29: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

terjadinya hipertensi. Sebaliknya, prostaglandin menyebabkan vasodilatasi

dan penurunan tekanan darah.

Hipervolemia menimbulkan pelepasan atrial natriuretic factor (ANF)

dan mungkin juga ouabain. Ouabain menghambat Na+/K+-ATPase. Vanadat

(VNO4) yang banyak diekskresikan oleh ginjal memiliki efek yang serupa.

Penghambatan Na+/K+-ATPase menyebabkan penurunan reabsorpsi Na+ di

ginjal. Selain itu, konsentrasi K+ intrasel menurun di berbagai jaringan dan sel

akan terdepolarisasi. Konsentrasi Na+ intrasel akan meningkat. Hal ini

mengganggu pertukaran 3Na+/Ca2+, sehingga konsentrasi Ca2+ intrasel juga

meningkat. Akibat depolarisasi terjadi gangguan eksitabilitas neuromuskular,

akumulasi Cl- di dalam sel, dan pembengkakan sel. Peningkatan Ca2+

menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan pelepasan hormon, seperti

gastrin, insulin, dan epinefrin.

29

Page 30: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Penyakit yang Mendasari/Etiologi

Penurunan Masa Ginjal

Hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephros)

Hiperfiltrasi

Peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus (berlangsung singkat)

Maladaptasi: sklerosis nefron yang masih tersisa

Hipertensi sistemik

Pemindahan tekanan ke glomerulusVolume rumbai glomerulus meningkat tanpa diiringi peningkatan jumlah sel epitel visera

Penurunan densitas dalam rumbai glomerulus yang membesar

Penyatuan pedikulus dan hilangnya sawar selektif terukur

Proteinuria

Akumulasi protein besar (misal fibrin, IgM, komplemen) dalam subendotel

Menumpuk bersama proliferasi matriks mesangial

Penyempitan lumen kapiler

Disfungsi endotel

Mikroaneurisma

Kapiler glomerulus kolaps

Penurunan fungsi nefron yang progresif

Keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan

Gagal Ginjal

Gambar 2.1. Patogenesis gagal ginjal16,17,18

30

Page 31: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Gagal Ginjal

LFG Pembentukan NH3 Gangguan ekskresi urinPerfusi ginjal Sel penghasil EPO Pemecahan FFA Glukoneo-genesis

Kreatinin plasma Fosfat plasma Retensi:VNO4NaClH2OMolekul berukuran sedangToksin uremiaAsam uratUreaH+K+Fosfat

IskemiaVolume urin EPO

HiperlipidemiaHipoglokemia

AnemiaFosfat bergabung dengan Ca2+

Kalsium fosfat

Terpresipitasi

Mengendap di sendi&kulit

Nyeri sendi &pruritus

Pembentukan kalsitriol

Hipokalsemia

Merangsang pelepasan PTH

Memobilisasai kalsium fosfat dari tulang

Demineralisasi tulang (osteomalasia)

Gangguan keseimbangan elektrolit dan air

Asidosis

Renin

Angiotensin

Hipertensi

Volume ekstrasel (H2O&NaCl )

Edema perifer&paru

VNO4

Hipervolemia

Ouabain

Volume intrasel

Edema serebri

Prostaglandin

Ganggu Na+/K+-ATPase

Poliuria&nokturia

Gangguan pemekatan urin

Reabsorpsi Na di ginjal

K intrasel di berbagai jaringan

Sel terdepolarisasi

Na intrasel

Ganggu pertukaran 3Na+/Ca2+

Ca2+

VasokonstriksiPelepasan hormon (gastrin, insulin, epinefrin)

Gangguan eksitabilitas neuromuskulker

Akumulasi Cl intrasel

Pembengkakan sel

Stimulasi terus meneruskelenjar paratiroid hipertrofilingkaran setanPTH

ANF

Gonad

Reseptor PTH di berbagai organ

Kelainan organ

Sistem saraf Gaster Sel darah

Neuropati, gastroenteropati, rentan infeksi, koagulopati, kehilangan kesadaran, koma, kejang

Keterangan:ANF: atrial natriuretic factorEPO: eritropoietinFFA: free fat acidLFG: laju filtrasi glomerulusVNO4: vanadat: menghambat

Gambar 3.2. Patofisiologi gagal ginjal

31

Page 32: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

6. Gambaran Klinik

Gambaran klinik GGK berat disertai sindrom azotemia sangat

kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti:

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),

sering ditemukan pada pasien GGK. Anemia terutama disebabkan oleh

defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia

adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna,

hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,

defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik,

proses inflamasi akut ataupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat

kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi

terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi total /

Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber

perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan

sebagainya. Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya,

di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO)

merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal

kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan

pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak

cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan

perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik

adalah 11-12 g/dL.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian

pasien GGK terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah

masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh

flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan

iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan

saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet

protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

32

Page 33: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian

kecil pasien GGK. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari

mendapat pengobatan GGK yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan

saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.

Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia

yang sering dijumpai pada pasien GGK. Penimbunan atau deposit garam

kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat

iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada

beberapa pasien GGK akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau

tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas

dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan

gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit

biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea

pada kulit muka dan dinamakan urea frost.

e. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia,

dan depresi sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental berat seperti

konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai.

Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan

atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya.

f. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada GGK sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,

kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien GGK terutama pada

stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

7. Pendekatan Diagnosis

Pendekatan diagnosis GGK dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

33

Page 34: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila

dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis,

pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan

khusus.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,

perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal

ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk

kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan

banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal. Gambaran

klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :

1) Sesuai dengan penyakit yang mendasari;

2) Sindrom uremia yang terdiri dari : lemah, letargi, anoreksia, mual,

muntah, nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati

perifer, pruritusm uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai

koma;

3) Gejala komplikasinya antara lain : hipertensi, anemia, osteodistrofi

renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan

elektrolit (sodium, kalium, chlorida).1

b. Pemeriksaan laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit GGK sesuai dengan penyakit yang

mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dapat dihitung mempergunakan

rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti

penurunan kadar hemoglobin, hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia,

hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri,

leukosuria, dan silinder.

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:

1) Foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

34

Page 35: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

2) Pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras sering

tidak bisa melewati filter glomerolus, selain itu dikhawatirkan terjadi

pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami

kerusakan

3) Pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi

4) Ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,

kista, mass

5) Pemeriksaan renografi dikerjakan bila ada indikasi.

8. Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif

Tujuan terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan

cairan dan elektrolit.

1) Peranan diet Diet rendah protein menguntungkan untuk mencegah

atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat

merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi)

untuk GGK harus adekuat agar dapat mempertahankan keseimbangan

positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan

harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan

elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyebab dasar

penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).

b. Terapi simptomatik

1) Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena

meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan

mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali (sodium

bicarbonat) yang harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau

serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

35

Page 36: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

2) Anemia Dapat diberikan eritropoetin pada pasien GGK. Dosis

inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL

kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum

pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.8

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi

darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.

3) Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah,

merupakan keluhan utama yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan

lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan

yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-

obatan simtomatik.

4) Kelainan kulit Tindakan yang diberikan tergantung jenis keluhan di

kulit.

5) Kelainan neuromuskular Terapi yang dilakukan adalah hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa / operasi subtotal

paratiroidektomi.

6) Hipertensi Pemberian obat anti hipertensi terutama penghambat

Enzym Konverting Angiotensin (ACE inhibitor). Melalui berbagai

studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi

dan antiproteinuria.

7) Kelainan sistem kardiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap

penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-50%

kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit

kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan

kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian DM, hipertensi,

dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan

gangguan keseimbanagan elektrolit.

c. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit GGK stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

36

Page 37: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk

mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis

tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir

akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis,

yaitu indikasi absolut, yaitu : perikarditis, ensefalopati atau neuropati

azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif

dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood

Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Serta

indikasi elektif, yaitu LFG : antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,

anoreksia, muntah, dan astenia berat.

2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous

Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri

dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan

orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah

menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang

cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,

kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT

(gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-

medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk

melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

3) Transplantasi ginjal

9. Prognosis

Pasien dengan GGK umumnya akan menuju stadium terminal atau

stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,

keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang

menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian

yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani

transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis

kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi

(14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).

37

Page 38: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

C. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI MENYEBABKAN CHF

Patogenesis HHD di awali oleh terjadinya LVH yang menyebabkan disfungsi

diastolik, dilatasi ventrikel dan gagal jantung. Presentasi klinis HHD sangat

tergantung pada faktor demografi komorbid (seperti usia, jenis kelamin, ras),

penyakit (seperti obesitas, diabetes mellitus, atau penyakit arteri koroner), dan

jenis terapi obat selain durasi dan keparahan hipertensi. Sebuah rute paralel

penting untuk terjadinya gagal jantung melibatkan hilangnya miofibril jantung

akibat penyakit jantung iskemik, yang mengarah langsung ke kelainan dinding

yang berpengaruh terhadap gerak segmental dan disfungsi sistolik. Disfungsi

sistolik dan disfungsi diastolik dapat bersamaan dalam individu yang sama.

(Joseph L. Izzo, 2004)

Hipertrofi ventrikel kiri terjadi pada 15-20% penderita hipertensi. Hipertrofi

ventrikel kiri merupakan pertambahan massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung.

Peningkatan tahanan vaskuler perifer penderita hipertensi menyebabkan

peningkatan stress pada dinding ventrikel kiri. Hal ini akan menstimulasi

sarkomer berproliferasi dengan cara meningkatkan sintesis protein yang pada

akhirnya menyebabkan hipertofi miosit. Selain itu, aktivasi sistem renin-

angiotensin juga akan menyebabkan pertumbuhan interstisium dan komponen sel

matriks yang juga akan mempengaruhi hipertrofi ventrikel kiri. (Joseph L. Izzo,

2004)

Seperti otot lainnya yang terkena beban kronis, respon miokardium untuk

peningkatan peregangan kronis (baik karena peningkatan preload atau afterload)

adalah hipertrofi. Pola hipertrofi relative berbeda dengan otot lainnya. Hipertrofi

eksentrik terjadi ketika preload jantung meningkat menyebabkan miofibril

memanjang sebagai hasil dari pengkondisian fisik dengan fungsi ventrikel yang

normal (jantung atletik), dalam menanggapi kronis Volume overload (penyakit

ginjal kronis atau obesitas), atau dengan berkurangnya fungsi ventrikel selama

38

Page 39: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

dilatasi ventrikel. Dalam masing-masing situasi ini, peningkatan volume akhir

diastolik merupakan adaptasi yang awalnya menggunakan kekuatan Starling untuk

membuat pengeluaran energi yang menguntungkan yang bertujuan

mempertahankan stroke volume jantung dan fraksi ejeksi ventrikel yang normal.

Dengan volume overload terus menerus, bagaimanapun, akan ada serangkaian

perubahan maladaptif yang mengarah pada dilatasi ventrikel lanjut. (Joseph L.

Izzo, 2004)

Sebaliknya, hipertrofi konsentris terjadi ketika ada peningkatan diameter dari

miofibril karena peningkatan cardiac afterload, seperti yang terjadi akibat

hipertensi sistolik atau stenosis aorta. pada awal hipertrofi konsentris, penebalan

dinding miokard memungkinkan fungsi ventrikel dan fraksi ejeksi untuk

mengkompensasi dengan peningkatan afterload. Lama kelamaan penebalan

dinding intrinsik menjadi kurang efisien dan kekuatan kontraksi per gram otot

berkurang secara progresif. Akhirnya, tekanan enddiastolic mulai meningkat dan

dilatasi ventrikel mungkin terjadi. Hipertrofi eksentrik dan konsentris dapat terjadi

pada individu yang sama, Namun, dan LVH dan HF biasanya terjadi hipertrofi

konsentris. (Joseph L. Izzo, 2004)

Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku

secara kronik yang akan mempengaruhi fase awal relaksasi. Jika hipertrofi

ventrikel kiri juga diserati iskemik miokard juga akan menghambat hantaran

energi dan menghambat relaksasi diastolik. Kedua hal diatas akan menyebabkan

disfungsi diastolik pada penyakit jantung hipertensi. Namun selain faktor diatas,

disfungsi diastolik juga dipengarhi oleh penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis.

Disfungsi sistolik juga dapat terjadi pada penyakit jantung hipertensi. Pada

bagian akhir penyakit, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi dengan

meningkatkan cardiac output dalam menghadapi  peningkatan tekanan darah,

kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output.

Saat penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun.

Hal ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan

sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan

cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis (kematian sel

terprogram), distimulasi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara

stimulan dan penghambat, disadari sebagai pemegang peranan penting dalam

39

Page 40: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

transisi dari tahap kompensata menjadi dekompensata. Sebagai tambahan, selain

disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan disfungsi diastolik ventrikel kanan dapat

juga terjadi sebagai hasil dari penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri.

(Joseph L. Izzo, 2004). Peran sitokin inflamasi dalam menyebabkan terjadinya

disfungsi miokard dijelaskan pada gambar

Percusor hormon seperti norepinefrin, angiotensin II, dan endotelin dapat

menyebabkan pertumbuha pada kardiomiosit. Ada banyak perdebatan atas

pentingnya faktor trofik seperti angiotensin II pada LVH. Meskipun hipertrofi

diyakini dimediasi terutama oleh AT1 reseptor, baru-baru ini

menunjukkan bahwa stimulasi AT2 reseptor juga diperlukan untuk

hipertrofi. Hal ini menguatkan dampak angiotensin II inhibitor sangat efektif

dalam mengind uksi regresi LVH, namun menurunkan tengah tekanan darah

sistolik adalah yang paling penting pertimbangan dalam memungkinkan regresi

LVH. Protein interstisial build-up dan fibrosis miokard semakin tampak menjadi

kontributor yang signifikan ke ventrikel, relaksasi kaku jantung terganggu,

pengisisan diastolic berkurang, hipertrofi atrium, dan pada akhirnya, peningkatan

tekanan end-diastolik. Aldosteron diyakini menjadi promotor penting dari LVH,

terutama karena tampaknya merangsang deposisi kolagen dan

interstisial protein lainnya. (Joseph L. Izzo, 2004)

40

Page 41: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Dua jalur utama yang menyebabkan kematian dini dari HF adalah disfungsi

diastolik dan disfungsi sistolik. Kedua kondisi ini sering secara bersamaan.

Disfungsi Sistolik sering terjadi sebagai akibat dari infark miokard atau difus

cardiomypathy. Disfungsi diastolik dapat terjadi tanpa adanya disfungsi sistolik,

tetapi ketika disfungsi sistolik sudah ada, hamper selalu ada gangguan fungsi

diastolik. Ketika diastolic disfungsi ada tanpa adanya disfungsi sistolik, biasanya

ditemukan pada pasien usia lanjut dengan hipertensi lama atau pada coronary

artery disease (biasanya perempuan). Klinis dari sistolik dan diastolik HF sangat

mirip termasuk aktivasi simpatik meningkat, kapasitas latihan sangat berkurang,

dan gangguan kualitas hidup [47]. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel

ditransmisikan langsung ke kapiler paru dan diyakini berkontribusi terhadap

dyspnea. (Joseph L. Izzo, 2004)

Disfungsi sistolik dan diastolik seringkali dapat dibedakan hanya dengan

mengukur fungsi LV dengan ekokardiografi atau radionuklida angiografi.

Mekanisme yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada individu dengan

decompensating LVH tidak sepenuhnya dipahami saat ini. Pada pasien dengan

disfungsi sistolik, aktivasi neurohormonal (saraf simpatis dan renin-angiotensin-

aldosteron system) menyebabkan vasokonstriksi, retensi air dan natrium. dilatasi

ventrikel progresif dan remodeling- yang semuanya merupakan respon maladaptif

yang menciptakan lingkaran setan yang memperburuk kinerja jantung. (Joseph L.

Izzo, 2004)

Penurunan fungsi jantung, menyebabkan peningkatan apoptosis. Dalam

miokardium, ekspresi gen diubah pola yang menyertai transisi dari LVH ke HF

meliputi penurunan secara keseluruhan dalam kontraktil protein. Pada saat yang

sama, sintesis protein interstisial berlanjut, menyebabkan kekakuan miokard,

relaksasi gangguan diastolik, dan berkurangnya toleransi latihan . Pada akhirnya,

terjadi pengurangan efisiensi myofibrillar, ventrikel dilatasi, dan HF. Berbagai

macam mekanisme genetik dan molekuler lainnya yang melibatkan miosit dan

protein interstisial masih pada penelitian. Seiring perubahan kardioaskuler akan

memperburuk perkembangan dari LVH ke HF. Aorta menjadi kaku dengan

penurunan ventrikel-vaskular kopling dan afterload jantung yang meningkat.

(Joseph L. Izzo, 2004)

41

Page 42: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

D. PATOGENESIS DIABETES MELLITUS MENYEBABKAN CHF

Kerentanan peningkatan pasien diabetes untuk gagal jantung telah sering

dikaitkan dengan penyakit diabetes-spesifik miokard disebut sebagai

'kardiomiopati diabetes'. Meskipun penyebab kematian paling umum pada

pasien diabetes bukan kardiomiopati, tetapi penyakit arteri koroner, gagal

jantung lebih sering pada diabetes daripada pasien non-diabetes. Hal ini

tampaknya tidak disebabkan oleh infark miokard, karena banyak laporan

bahwa angka kejadian infark miokard di diabetes tidak lebih besar bila

dibandingkan pasien non-diabetes. (Ryde´n, 1999)

Banyak penelitian telah dilakukan untuk morfologi perubahan jantung

akibat diabetes. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar temuan yang

konsisten adalah hipertrofi miosit, interstisial fibrosis, peningkatan PAS-

positif material dan intramyocardial microangiopathy. Tidak ada karakteristik

lesi khas untuk diabetes, hal ini menunjukkan bahwa alasan untuk

kardiomiopati diabetes mungkin ditemukan pada tingkat fungsional atau

biokimia. Hal ini menjadi sinergi dengan perubahan structural yang

dihubungkan dengan hipertensi. (Ryde´n, 1999)

Fraksi ejeksi pasien diabetes non-infarct miokard dilaporkan menurun .

gagal jantung kongestif hampir dua kali lebih banyak pada pasien diabetes

dibanding kelompok non-diabetes. Temuan ini mungkin mencerminkan

gangguan fungsi diastolik, merupakan karakteristik dari diabetes yang terkait

penyakit miokard. (Ryde´n, 1999)

Pada pasien diabetes meliitus tidak terkontrol akan menyebabkan aliran

miokard berkurang, atau terjadi ketidak mampuan untuk meningkatkan aliran

ini ketika diperlukan, berkaitan dengan gangguan vasodilatasi endotel.

Mekanisme di balik endotel disfungsi pada pasien diabetes yang tidak

sepenuhnya dipahami. Disfungsi ini telah diverifikasi baik dalam tipe 1

[mencapai 38,39%] dan diabetes tipe 2 [40,41%]. Pasien Diabetes memiliki

aliran miokard yang berkurang dibandingkan dengan kontrol bahkan dalam

ketiadaan penyakit jantung yang jelas. (Ryde´n, 1999)

Hiperglikemia akut dapat merusak endotel yang menurukan vasodilatasi

pembuluh darah. Ketidakmampuan untuk meningkatkan aliran darah miokard

secara independen terkait dengan kontrol glukosa darah, usia, tekanan darah

42

Page 43: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

atau kadar lipid. Oleh karena itu mungkin diasumsikan bahwa peningkatan

glukosa sangat berpengaruh dalam respon perubahan pembuluh darah. Hal ini

dapat menyebabkan berkurangnya hyperkinetic respon dan disfungsi diastolik

terlihat pada diabetes mellitus. Hal ini dapat berfungsi sebagai alasan untuk

Pengobatan ditujukan untuk kontrol glukosa yang ketat untuk mengurangi

kejadian kardiovaskular pada populasi diabetes. (Ryde´n, 1999)

Faktor metabolik berhubungan dengan disfungsi miokard sebagaimana

Selain hiperglikemia, diabetes dicirikan oleh peningkatan asam lemak bebas.

Peningkatan asam lemak bebas memprovokasi peningkatan penggunaan

oksigen miokard menyebabkan beberapa efek tak diinginkan. Efek ini

meliputi gangguan konduksi intracardiac dan aritmia, gangguan tergantung

dengan pompa ion adenosin trifosfat, dan peningkatan respon mobilisasi

alpha-1- yang menyebabkan meningkatnya kalsium intraseluler dan disfungsi

kontraktil. Selain efek dari defisiensi insulin, peningkatan asam lemak bebas

menghambat transportasi dan metabolisme glukosa.

Peningkatan kadar sitrat, diproduksi oleh oksidasi asam lemak bebas, hal

ini menghambat fosfofruktokinase. Ini menyebabkan glikolisis menurun dan

mempromosikan sintesis glikogen. Oksidasi glukosa juga menyebabkan

akumulasi asam laktat yang selanjutnya mendorong degradasi asam lemak

bebas. Singkatnya, terkait diabetes disfungsi miokard -diabetes

cardiomyopathy terjadi signifikan secara klinis. (Ryde´n, 1999)

Hal ini ditandai dengan kurangnya respon terhadap terjadinya iskemia

miokard atau cedera dan termasuk penurunan awal fungsi diastolik.

mekanisme patofisiologis, meskipun tidak sepenuhnya dipahami merupakan

faktor multifaktorial dan termasuk komponen metabolik dan vaskular. Hal

ini menunjukkan bahwa intervensi terhadap hiperglikemia dan oksidasi asam

lemak bebas meningkat, misalnya penggunaan ketat insulin, mungkin

bermanfaat. Selain itu, tampaknya ada suatu sinergi antara diabetes dan

hipertensi dalam pengembangan struktural perubahan miokard. Hal ini

mungkin menjelaskan mengapa Pengobatan yang kuat hipertensi akan

memiliki dampak yang signifikan pada pasien diabetes. (Ryde´n, 1999)

Ketidakseimbangan otonom pada jantung adalah konsekuensi umum dari

diabetes. Salah satu efeknya adalah penurunan atau bahkan hilangnya

43

Page 44: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

persepsi nyeri iskemik. Silent iskemia dapat menyebabkan cedera miokard

tanpa tanda-tanda klinis yang menyebabkan gagal jantung di masa depan .

Bahkan lebih penting mungkin efek dari penurunan tonus vagal. Penderita

diabetes dengan gangguan fungsi otonom memiliki jantung dengan gangguan

vagal yang lebih tinggi dibandingkan pasien non-diabetes. Hal ini berkaitan

dengan disfungsi parasimpatik yang lebih dominan dibanding keterlibatan

sistem simpatik. Takikardia meningkatkan kebutuhan oksigen miokard

bersamaan dengan penurunan waktu untuk relaksasi miokard karena

singkatnya aliran diastole darah. Penurunan variabilitas detak jantung karena

gangguan vagal adalah faktor prognostik penting. Ketika hal tersebut terjadi

akan meningkatkan risiko kematian mendadak akibat jantung. (Ryde´n, 1999)

44

Page 45: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini menderita penyakit yang kompleks, yaitu congestive

heart failure, hipertensi, diabetes melitus, dan chronic kidney disease. Diagnosis ini

dibuktikan dengan:

1. Anamnesis

a. Keluhan utama sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan

memberat pada hari masuk rumah sakit.

b. Sesak napas dirasakan seperti tertindih beban berat dan berlangsung terus

menerus.

c. Sesak napas dirasakan saat berbaring terlentang dan berkurang bila pasien

beristirahat dengan posisi setengah duduk. Sesak napas bertambah dengan

aktifitas. Pasien menggunakan 3 bantal saat tidur. Pada malam hari, pasien

sering terbangun dari tidur karena merasakan sesak napas.

d. Sesak napas tidak disertai bunyi ngik-ngik. Pasien tidak mengeluhkan batuk

yang disertai dahak berbuih dan berwarna merah jambon.

e. Keluhan tambahan mudah lelah, lemas, pusing, ujung jari tangan dan kaki

dingin, kedua kaki bengkak, perut membesar dan sebah, BAK sedikit, dan

nafsu makan menjadi berkurang.

f. Pasien menderita keluhan yang sama (sesak napas) sejak 2 tahun yang lalu.

g. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak ± 10 tahun yang lalu (baru kontrol

rutin dalam 2 tahun terakhir).

h. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak ± 10 tahun yang lalu.

i. Pasien mengatakan sering mondok di rumah sakit selama 2 tahun terakhir, 5x

di RSMS, di luar RSMS tidak terhitung.

j. Pasien ditransfusi 3 kali dalam 2 tahun terakhir ini.

k. Pasien mempunyai kebiasaan jarang mengonsumsi sayuran, ia lebih suka

mengonsumsi yang asin-asin serta lebih banyak makanan pokoknya

(singkong). Namun, setelah sakit, pasien membatasi konsumsi garam dan air.

2. Pemeriksaan Fisik

KU/Kesadaran : Tampak sesak/Compos mentis

Vital sign

45

Page 46: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Tekanan darah: 180/100 mmHg

Nadi : 84 ×/menit reguler-reguler, isi cukup

Pernapasan : 28 ×/menit

Suhu : 35,4 °C

Status generalis

Kepala : Venektasi temporal (+/+)

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)

Hidung : Napas cuping hidung (+)

Mulut : Bibir sianosis (+), Lidah sianosis (+)

Leher : Deviasi trakea (-), JVP 5+4 cmH2O

Status lokalis

e. Pemeriksaan pulmo

Inspeksi : Dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi

interkostal (+)

f. Pemeriksaan cor

Inspeksi : IC terlihat di SIC VI 2 jari lateral LMCS

Pulsasi Parasternal (-), Pulsasi Epigastrium (-)

Palpasi : IC teraba di SIC VI 2 jari lateral LMCS, kuat angkat (-)

Perkusi : Kanan atas di SIC II LPSD

Kiri atas di SIC II LPSS

Kanan bawah di SIC IV LPSD

Kiri bawah di SIC VI 2 jari lateral LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, gallop (-), murmur (+) pansistolik, punctum

maximum di apex cor, menjalar ke axilla, derajat III, tidak

dipengaruhi inspirasi

g. Pemeriksaan abdomen: asites

Inspeksi : cembung

Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)

Palpasi : Supel, undulasi (+)

Hepar : teraba 2 jari BACD, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi

kenyal

46

Page 47: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

h. Pemeriksaan ekstremitas

Superior: edema(-/-), akral dingin(+/+), sianosis(+/+), clubbing finger(-/-)

Inferior: edema(+/+), akral dingin(+/+), sianosis(+/+), clubbing finger(-/-)

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

d. Anemia ringan

e. Hiperglikemia

f. LFG = 7,88 ml/menit/1,73 m2

Berdasarkan, penilaian singkat status hemodinamik, pasien pada kasus ini

termasuk dalam kelas C (wet and cold), yaitu adanya tanda-tanda kongesti dan

penurunan perfusi.

Penatalaksanaan pasien pada kasus ini berupa penatalaksanaan farmakologi

dan nonfarmakologi dengan prinsip:

1. Memperbaiki toleransi latihan

2. Mencegah atau memperlambat berkembangnya penyakit

3. Mengurangi komplikasi

47

Dry & Warm

Dry & ColdWet & Cold

Wet & Warm

No

No

Yes

Yes

Lowperfusion

at rest

Congestion at RestSigns/symptoms of congestion

Orthopnea / PND JV distension Ascites Edema Rales

Cool extremities Hypotension with ACE inhibitor Renal dysfunction (one cause)

Possible evidence of low perfusion Narrow pulse pressure Sleep/obtunded Low serum sodium

(Stevenson, 1999)

Fluid administrationNormal BP : VasodilatorsReduced BP: Inotropics or Vasopressor

DiureticVasodilators

Page 48: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

4. Menurunkan lama rawat

5. Memperbaiki prognosis

1. Farmakologi :

Penatalaksanaan TujuanOksigenasi Membantu perfusi jaringan/mempertahankan Pa O2

IVFD RL 10 tpm Untuk memasukkan obat dan antisipasi gawat darurat. Pemilihan RL karena pasien juga menderita DM (tidak diberikan D5%)

Furosemid Untuk menurunkan preload sehingga pengisian ventrikel menurun → isi sekuncup meningkat → curah jantung meningkat.

Levemir Insulin basal untuk mengontrol glukosa darah. Dosis insulin yang digunakan 0,3 unit/kgBB/hari karena Cr darah pasien 6,39 mg/dl.

Digoxin Meningkatkan kontraksi jantungISDN VasodilatasiValsartan Vasodilatasi dan mengurangi retensi natrium dan airAminoral Elektrolit untuk insufisiensi renalCaCO3 Pengikat fosfatAsam Folat Membantu sintesis sel darah merahTransfusi PRC 2 kolf

Transfusi darah, dilakukan secara cermat dengan tidak menyebabkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran Hb: 11-12 g/dl.

2. Non farmakologi :

a. Istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen dan menurunkan beban kerja

jantung.

b. Posisi setengah duduk untuk mengurangi venous return dan meningkatkan

volume udara paru oksigen.

c. Pengaturan diet

1) Diet jantung II dengan Diet Garam Rendah I

Diet jantung II diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung I atau

setelah fase akit dapat diatasi. Diet Jantung II diberikan dalam bentuk

makanan saring atau lunak. Pada pasien terdapat hipertensi beart dan

edema, sehingga diberikan Diet Jantung II Garam Rendah I dengan

Natrium 200-400 mg.

2) Kalori 1223 kkal/hari

48

Page 49: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Prinsip Diet Jantung adalah energi cukup untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan normal. Nilai kalori pada Diet Jantung II

yaitu 1223 kkal/hari

3) Asupan protein 29,4-39,2 g/hari

Pembatasan protein pada gagal ginjal kronik bertujuan untuk mengurangi

hiperfiltrasi glomerulus. Pada pasien nilai LFG adalah 7,88 ml/menit/1,73

m2 sehingga diberikan protein 0,6-0,8 g/kgBB/hari.

4) Asupan fosfat ≤490 g/hari

Pembatasan asupan fosfat untuk mencegah hiperfosfatemia. Pada pasien

nilai LFG adalah 7,88 ml/menit/1,73 m2 sehingga diberikan prdilakukan

pembatasan fosfat ≤10 g/kgBB/hari.

5) Kadar K 40-70 mEq

Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia janung yang fatal, sehingga

pemberian obat-obatan yang mengandung K dan makanan yang tinggi K

(seperti buah dan sayuran) harus dibatasi

6) Pembatasan cairan, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah

pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (±500 ml).

d. Cegah infeksi untuk mengendalikan faktor presipitasi eksaserbasi akut pada

gagal jantung kronik

e. Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit,

prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit

f. Monitoring

1) Keadaan klinis pasien vital sign, berat badan dan urine output 24 jam

2) Harus diperhatikan dan dicatat keseimbangan cairan pasien

3) Dilakukan pengawasan terhadap kalium plasma, natrium plasma, ureum

dan kreatinin

4) Efek samping obat

49

Page 50: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

50

Page 51: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

BAB V

KESIMPULAN

1. .

51

Page 52: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

DAFTAR PUSTAKA

Brainwauld, E. (2009). Heart Failure and cor pulmonale. Dalam H. L. Kasper, Horrison's Principal Internal Medicine (hal. 216-230). New York: McGrewHill.

Donald M. Lloyd-Jones,Martin.Larson,Daniel Levy,Ramachandran S. Vasan, and William B. Kannel. (2002). Lifetime Risk for Developing Congestive Heart Failure. Circulation , 106, 3068-3072.

Donald;Mercedes;Bruce;Todd. (2010). Heart Disease. AIHA , 165, 121-128.

Elliott M. Antman, Chair; Sidney C. Smith, FAHA, Vice Chair. (2005). ACC/AHA 2005 Guideline Update for the. ACC/AHA Practice Guidelines , 155-185.

Gautam V. Ramani, Patricia A. Uber, Pharm D, and Mandeep R. Mehra. (2010). Chronic Heart Failure: Contemporary Diagnosis and Management. Mayo Clin Proc , 85, 180–195.

Ghanie, A. (2006). Gagal Jantung Kronik. Dalam B. S. Aryo Sudaryo, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (hal. 1511-1530). Jakarta: FK UI.

Joseph L. Izzo, J. H. (2004). Mechanisms and management of. Med Clin N Am , 88, 1257-1271.

Kart, W. (2002). Aldosterone in congestie heart failure. NEJM , 345, 1689-1697.

Margaret Jean Hall, Shaleah Levant , and Mand Carol J. DeFrances. (2010). Hospitalization for Congestive Heart Failure. NCHS , 108, 223-230.

McMurray, J. J. (2002). Systolic Heart Failure. NEJM , 362, 228-228.

ROUNDS, A. P. (2002). Congestive Heart Failure. Am. J. Respir. Crit. Care Med , 165, 4-8.

Ryde´n, L. (1999). Diabetes mellitus and congestive heart failure. European Heart Journal , 20, 789-795.

Walter, B. A. (2002). Heart failure with preserved ejection fraction: pathophysiology, diagnosis, and treatment. Eur Heart J , 32, 670-679.

Khalil, H.H. Hypertension in elderly Egyptians. 1996. Eastern Mediterranean Health Journal Vol 2 [serial online]: 206-10.

52

Page 53: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

Hasan, R.2006. Hypertension Urgency and Emergency dan Abstract & Procceding

11 NCIHA and 15th ASHIMA. Departement of Cardiologi, Medical School USU Medan.

Vita Health. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Annemans, L., Nadia Demarteau, Shanlian Hu, Tae-Jin Lee, Zaher Morad, Thanom Supaporn, Wu-Chang Yang, Andrew J. Palmer (2008). "An Asian Regional Analysis of Cost-Effectiveness of Early Irbesartan Treatment versus Conventional Antihypertensive, Late Amlodipine, and Late Irbesartan Treatments in Patients with Type 2 Diabetes, Hypertension, and Nephropathy." Value In Health II Nomer 3: 354-364

Balakumar, P., Mandeep Kumar Arora, Manjeet Singh (2009). "Emerging role of PPAR ligands in the management of diabetic nephropathy." Pharmacological Research xxx: xxx–xxx.

Fauci, A. S., Braunwald Eugene, Kasper Dennis, Hauser Stephen, Longo, Larry Jameson, Joseph Loscalzo. (2008). Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth Edition. United States of America, The McGraw-Hill Companies.

Yamagishi, S., Nakamura, K., dan Telmisartan. 2006. Its Potential Therapeutic Implications in Cardiometabolic Disorders. Recent Patents on Cardiovascula Drug Discovery; 1: 79-83.

Schupp, M., et al. 2004. Angiotensin 1 receptor blockers induce peroxisome proliferators-activated receptor-gamma activity. Circulation: 2054-2056.

Kurtz, W.T. dan Prevenec, M. 2005. Antidiabetic mechansm of ACE Inhibitors and all receptor antagonist: Beyond the rennin angiotensin system. Journal of Hypertension; 22 (12):2253-2261.

Haffner, S.M. et al. 1998. N Engl J Med;339:229–234.

Benson, S. et al. 2004. Identification of temisartan as a unique angiotensin receptor antagonist with elective PPAR-g modulating activity. Hypertension 2004. 43: 93-1002.

Litosseliti, L. 2003. Using Focus Group in Research. Continuum London.

Krueger, Richard A. 1998. Focus Group A Practical Guide for Applied Research. SAGE Publication, Inc. Newbury Park, California.

53

Page 54: Newest Prescil Chf Dm Ht 'Puput Sesia Fadlan' (Dr.heppy)

54