neuro umn
TRANSCRIPT
-
8/11/2019 neuro UMN
1/76
1
1. Patofisiologi
1.1.Koma
Koma adalah suatu keadaan dimana pasien sama sekali tidak sadar
baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya, dan
tidak mampu untuk merespon secara berarti terhadap rangsangan dari
luar
Etiologi
Koma disebabkan oleh gangguan umum dari hemisfer serebri, dan atau
sistem retikular menuju pusat. Ada bermacam-macam penyebab dari
koma, dan dapat diklasifikasikan sebagai disfungsi otak fokal ataupun
menyeluruh.
Disfungsi otak fokal
otak
Dangguan vaskuler (CVA)
Demyelinanisasi
infeksi, seperti cerebral abcess
focal head injuryDisfungsi otak menyeluruh
infeksi, seperti meningitis atau encephalitis
epilepsi
hipoxia dan hiperkarbia
obat-obatan, keracunan dan overdosis (termasuk alkohol)
Penyebab metabolik/endokrine, seperti koma diabeika, gagal hepatik
atau renal, hipothroidisme, gangguan elektrolit yang berat
hipotensi, atau krisis hipertensi
cedera kepala difus
perdarahan subarachnoid
hipothermia, hiperthermia
Dalam eksperimen, koma dapat dibangkitkan jika lapisan substansua
griseakedua hemisferium dibuang (dekortikasi), atau jika inti intralaminar
talaimik semuanya dirusak atau jika substansia grisea ddi sekitar
aquadukus Sylvii dihancurkan. Akibat dekortikasi, sudah jelas bahwa
korteks kedua sisi tidak ada sehingga dalam kenyataannya adalah sama
artinya dengan keadaan pada mana penyaluran impuls asendens aspesifik
-
8/11/2019 neuro UMN
2/76
2
tersumbat pada nuklei intralaminares atau di substansia grisea di sekitar
akuaduktus Sylvii.
Kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari bahan autopsi manusia
sesuai dengan hasil penyelidikan eksperimental. Semua gangguan yang
dapat menimbulkan koma dapat tercakup dalam gangguan di substansia
retikulatis bagian batang otak yang paling rostral dan gangguan difus
pada kedua hemisferium. Bagiah rostral batang otak merupakan bagian
batang otak yang sebagian terletak infratentorial dan sebagian
supratentorial. Hemisferium kedua sisi dapat terganggu secara
menyeluruh jika sel-sel yang menyusun korteks serebri kedua sisi
mengalami gangguan metabolik, baik akibst racun endogenik atau
eksogenik. Maka dari itu koma dapat dibagi dalam.:
1. Koma supratentorlial diensefalik
2. Koma infratentorial diensefalik dan
3. Koma bihemisferik difus.
Koma supratentorial diensefalikSemua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan
kompresi pada substansia retikularis diensefalon (nuklei intralaminares)
akan menimbulkan koma. Destruksi dalam arti destruksi morfologik,
dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi dan metastasis tumor ganas.
Destruksi dalam arti destruksi biokimia, dijumpai pada meningitis. Dan
kompresi yang tersebut di atas disebabkan oleh proses desak ruang, baik
yang berupa hematoma atau neoplasma. Pertama proses desak ruang
mendesak secara radial kemudian ia akan mendesak ke bawah secara
progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai satu-satunya pintu
dari suatu ruang yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu, secara
berturut-turut mesensefalon, pons atau medula oblongata akan mengalami
desakan. Sehingga sindrom lesi transversal setinggi mesensefalon, pons
dan medula oblongata, akan timbul secara bergiliran.
Koma supratentorial akibat proses desak ruang menunjukkan tahap-tahap
progresi yang sesuai dengan gangguan di tingkat diensefalon,
mesensefalon, pons dan medula oblongata. jika jenis proses desak ruang
itu berupa hematoma atau abses, progresi yang lazimnya bertahap sesuai
-
8/11/2019 neuro UMN
3/76
3
dengan urutan rostro-kaudal batang otak itu, bisa mendadak berakhir pada
kematian karena ruptur abses ke dalam ventrikel ketiga.
Proses-proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma
supratentorial dapat dibagi dalam 3 golongan:
1. Proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang
intrakranial supratentorial secara akut,
2. Lesi yang menimbulkan sindrom unkus.
3. Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal
terhadap batang otak.
Koma infratentorial diensefalik
Adapun dua macam proses patologik di dalam ruang infratentorial yang
dapat menimbulkan koma, ialah (1) Proses patologik di dalam batang
otak yang merusak substansia retikularis dan (2) Proses di luar batang
otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia retikularis. Lesi
vaskular yang merusak substansia retikularis mesensefali terjadi akibat
penyumbatan arteria serebeli superior. Yang mengakibatkan lesi vaskular
di pons ialah penyumbatan arteri-arteri perforantes yang berinduk padaarteria basilaris. Di samping lesi vaskular, perdarahan karena trauma
kapitis dapat merusak tegmentum batang otak berikut substansia
retikularis. Neoplasma, granuloma, abses dan perdarahan di dalam
serebelum mendesak batang otak dari luar.
Kompresi karena proses desak ruang di fosa kranii posterior
(infratentorial) dapat menimbulkan koma dengan cara berikut (1)
Penekanan langsung terhadap tegmentum, biasanya tegmentum pontis.
(2) Herniasi serebelum ke rostral dan dengan demikian menimbulkan
jiratan transversal terhadap mesensefalon. (3) Herniasi tonsil serebelum di
foramen magnum dan dengan demikian menimbulkan jiratan terhadap
medula oblongata.
Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis
mesensefalon mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi lagi.
Hal ini timbul akibat perdarahan. Frekuensi perdarahan di batang otak,
lebih sering merusak tegmentum pontis daripada mesensefalon. Karena
masifnya perdarahan tersebut, maka koma akan timbul serentak dengan
terjadinya perdarahan. Lagi pula perdarahan yang masif itu seringkali
merupakan infark hemoragik sepanjang tegmentum mesensefalon dan
-
8/11/2019 neuro UMN
4/76
4
pons. Gejala-gejala gangguan pupil, pernafasan, okular dan tekanan darah
berikut nadi yang menandakan terlibatnya tegmentum mesensefalon, pons
dan medula oblongata akan dijumpai juga pada pemburukan koma
subtentorial.
Koma hihemisferik difus
Koma ini terjadi karena metabolisme neuronal kedua belah hemisferium
terganggu secara difus. Unsur fungsional utama neuron-neuron ialah
kemampuan untuk dapat digalakkan sehingga menghasilkan potensial
aksi. Gaya listrik inilah yang mewujudkan fenomen perasaan dan
gerakan. Proses-proses yang memelibara kehidupan neuron-neuron serta
unsur-unsur selular otak ialah metabolisme oksidatif. Proses biokimia ini
(1) Menyediakan dan mengatur keseimbangan natrium dan kalium di
dalam. dan di luar sel. (2) membuat zat-zat yang diperlukan unluk
memungkinkan serah terima potensial aksi antar neuron, yang dinamakan
neurotransmitter, dan (3) mengolah katabolit-katabolit yang akan
dimanfaatkan untuk resintesis enzim dan unsur-unsur sel. maka otak tidak
mendapat bahan energi dari luar, maka metabolisme oksidatif serebralakan berjalan dengan enersi intrinsik. Maka bahan enersi diri-sendiri
tidak lagi mencukupi kebutuhan, maka otak akan tetap memakai enersi
yang terkandung oleh neuron-neuronnya untuk masih bisa berfungsi
sebagaimana mestinya. maka keadaan ini berlangsung cukup lama,
neuron-neuron akan menghancurkan diri sendiri. Bahan yang diperlukan
untuk metabolisme oksidatif serebral ialah glukose dan zat asam. Yang
mengangkut glukose dan oksigen ke otak ialah aliran darah serebral.
Semua proses yang menghalang-halangi transportasi itu dapat
mengganggu dan akhirnya memusnahkan neuron-neuron otak.
Jika neuron-neuron kedua belah hemisferium tidak lagi berfungsi, maka
koma menjadi suatu kenyataan. Koma akibat proses patologik itu
disebabkan oleh 2 golongan penyakit, yaitu:
(1) Ensefalopati metabolik primer dan
(2) Ensefalopati sekunder.
-
8/11/2019 neuro UMN
5/76
5
1.2. Infeksi SSP
1.2.1. Meningitis
Meningitis adalah sebuah kondisi ketika selaput (meninges)
yang mengelilingi sistem saraf pusat, yaitu otak dan sumsum
tulang belakang mengalami peradangan. Setelah itu, selaput
tersebut akan membengkak. Memang, penyakit ini akan membaik
dengan sendirinya dalam waktu beberapa minggu. Namun, bila
dibiarkan begitu saja dan tidak melakukan pengobatan, penyakit
ini akan menimbulkan komplikasi serius dan semakin lama akan
semakin parah.
Etiologi
Jenis penyakit ini biasanya timbul akibat adanya infeksi virus.
Namun, bisa juga karena infeksi bakteri yang dianggap paling
serius dan dapat mengancam jiwa. Selain itu, infeksi jamur juga
bisa menjadi penyebab dari penyakit meningitis walaupun hal ini
jarang terjadi. Biasanya, infeksi tersebut dapat menular dari satu
orang ke orang lain, misalnya dari batuk, bersin, mencium,berbagi peralatan makan, sikat gigi, ataupun rokok. Hal itulah
yang menjadikan penyakit ini dibedakan menjadi beberapa jenis
sesuai dengan faktor penyebabnya. Berikut penjelasan
selengkapnya:
1. Meningitis bakteri
Jenis penyakit ini dapat terjadi ketika bakteri masuk ke dalam
aliran darah dan kemudian bermigrasi ke otak dan sumsum
tulang belakang. Namun, bakteri tersebut bisa langsung
menyerang meninges sebagai akibat dari infeksi telinga atau
sinus, patah tulang tengkorak, atau setelah melakukan operasi.
Ada beberapa jenis bakteri yang umumnya dapat
menyebabkan penyakit meningitis, yakni:
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)
Bakteri ini merupakan penyebab yang paling umum dari
penyakit meningitis bakteri pada bayi, anak-anak, dan
orang dewasa di Amerika Serikat. Jenis bakteri ini juga
dapat menyebabkan penyakit pneumonia atau infeksi
-
8/11/2019 neuro UMN
6/76
6
telinga atau sinus. Namun, dapat mengurangi risiko
terkena infeksi dengan melakukan vaksinasi.
Neisseria meningitidis (meningococcus)
Jenis bakteri ini juga menjadi penyebab utama dari jenis
meningitis bakteri lainnya. Penyakit meningitis yang
diakibatkan oleh penyakit ini disebut dengan istilah
meningitis meningokokus dan biasanya terjadi ketika
bakteri hasil infeksi saluran pernapasan masuk ke dalam
aliran darah. Jenis infeksi ini sangatlah menular dan
umumnya dialami oleh remaja dan orang dewasa. Namun,
dapat mengurangi risiko terkena infeksi ini dengan cara
melakukan vaksinasi.
Haemophilus influenzae (Haemophilus)
Bakteri haemophilus influenzae tipe b (Hib) umumnya
menyerang anak-anak dan menyebabkan penyakit
meningitis. Namun, telah dibuktikan bahwa melakukan
imunisasi rutin dengan vaksin Hib dapat mengurangijumlah kasus dari jenis meningitis, khususnya di Amerika
Serikat.
Listeria monocytogenes (listeria)
Jenis bakteri ini dapat ditemukan dalam keju luna, hot dog,
dan daging. Pasti sering mengkonsumsi ketiga jenis
makanan tersebut. Namun, untungnya, orang yang keadaan
tubuhnya sehat bila terkena bakteri listeria tidak akan
menjadi sakit. Tapi, bagi ibu hamil, bayi yang baru lahir,
orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah lebih
rentan terinfeksi oleh bakteri ini. Jenis bakteri ini dapat
melintasi penghalang plasenta dan bila sang ibu
mengalami infeksi pada akhir kehamilan, hal itu dapat
menyebabkan si bayi meninggal segera setelah lahir.
2. Meningitis viral
Jenis penyakit meningitis ini disebabkan oleh infeksi virus, seperti
herpes simplex virus, HIV, gondok, virus West Nile dan lain-lain.
Penyakit meningitis viral tergolong ringan dan dapat sembuh
-
8/11/2019 neuro UMN
7/76
7
dengan sendirinya.
3. Meningitis kronis
Meningitis kronis dapat terjadi ketika organisme tertentu
menyerang selaput dan cairan yang mengelilingi otak .
Berbeda dengan meningitis akut, penyakit ini akan
berkembang lebih dari dua minggu atau lebih. Namun, t dan
gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan meningitis akut,
seperti sakit kepala, demam, dan muntah.
4. Meningitis jamur
Penyakit meningitis yang disebabkan oleh jamur memang
jarang terjadi. Namun, penyakit ini dapat mengarah kepada
meningitis kronis. Penyakit ini tidak akan menular dari orang
ke orang. Salah satu jenis jamur yang sering mempengaruhi
orang dengan defisiensi imun, seperti AIDS adalah meningitis
kriptokokus. Bila tidak segera diobati, yaitu dengan obat
antijamur, penyakit ini dapat mengancam jiwa.
Penyakit meningitis juga dapat disebabkan oleh beberapa hallain, seperti reaksi kimia, alergi terhadap obat, beberapa jenis
kanker, dan penyakit inflamasi seperti sarkoidosis. Namun,
masih ada beberapa hal lain yang turut meningkatkan risiko
dari penyakit ini, yaitu:
Melewatkan vaksinasi
Lakukan vaksinasi dengan teratur. Sebab, bila sering
melewatkannya, risiko meningitis akan lebih tinggi.
Usia
Sebagian besar kasus meningitis virus terjadi pada anak
yang usinya masih di bawah 5 tahun. Sedangkan,
meningitis bakteri biasanya mempengaruhi orang-orang
yang usianya masih di bawah 20 tahun.
Kehamilan
Ibu hamil akan lebih berisiko tertular listeriosis, infeksi
yang disebabkan oleh bakteri listeria yang juga dapat
menyebabkan penyakit meningitis. Jika hamil dan
memiliki listeriosis, bayi yang ada dalam kandungan ikut
berisiko mengalaminya.
-
8/11/2019 neuro UMN
8/76
8
Kondisi hidup
Orang yang hidup dalam lingkungan yang cenderung
berdesak-desakan, akan lebih berisiko mengalami
meningitis meningokokus. Sebab, bakteri sangat mudah
menyebar, misalnya melalui jalur pernapasan.
Sistem kekebalan tubuh
Bila menderita penyakit AIDS, diabetes, sering
mengonsumsi alkohol, dan menggunakan obat
imunosupresan, sistem kekebalan tubuh akan melemah.
Hal itu akan menyebabkan rentan terserang penyakit
meningitis. Selain itu, apabila pernah melakukan operasi
pengangkatan limpa, risiko terserang penyakit meningitis
juga akan meningkat.
Gejala
Tanda dan gejala dari penyakit meningitis dapat muncul dalam
hitungan jam atau bahkan lebih dari satu atau dua hari. Tanda dan
gejala ini dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada bayi yangbaru dilahirkan. Namun, ada beberapa tanda yang berbeda antara
bayi dengan orang dewasa yang telah menderita penyakit
meningitis. Berikut beberapa gejala yang mungkin akan dialami
oleh anak-anak (usia lebih dari dua tahun) dan orang dewasa yang
telah mengalami penyakit ini:
Mendadak demam tinggi
Sakit kepala parah tanpa sebab yang jelas
Leher kaku
Mual atau muntah
Sulit berkonsentrasi
Selalu mengantuk dan sulit bangun dari tidur
Sensitif terhadap cahaya
Tidak nafsu makan dan minum
Kejang
Ruam kulit
Sedangkan, pada bayi yang baru lahir, mereka tidak akan
mengalami sakit kepala. Mereka akan menunjukkan t-t sebagai
berikut:
-
8/11/2019 neuro UMN
9/76
9
Demam tinggi
Lebih sering menangis karena merasa tidak nyaman, terlebih
ketika diangkat dari tempat tidur
Sering mengantuk
Sering marah
Tidak aktif
Lesu
Pola makan buruk
Terdapat tonjolan di ubun-ubun yang letaknya di atas kepala
bayi
Tubuh dan leher terasa kaku
Pengobatan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyakit
meningitis bisa saja sembuh walaupun tidak melakukan
pengobatan. Namun, penyakit ini bisa juga berkembang menjadi
lebih perah dan dapat menimbulkan komplikasi, seperti pada
penyakit meningitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Hal inisangat membutuhkan pengobatan antibiotik untuk mempercepat
proses pemulihan. Bila menunda pengobatan, hal itu akan
meningkatkan risiko kerusakan permanen pada otak dan berujung
kepada kematian.
Untuk memastikan apakah positif menderita penyakit meningitis
atau tidak, harus memeriksakan diri ke dokter. Biasanya, dokter
akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Ada beberapa jenis
pemeriksaan untuk mendiagnosa penyakit ini, antara lain:
1. Tes darah
Dokter akan mengambil sampel darah dari pembuluh vena
dan kemudian sampel darah tersebut diuji di laboratorium.
Dokter akan meletakkan sampel darah tersebut pada piring
khusus untuk diperiksa di bawah mikroskop, apakah darah
tersebut ditumbuhi oleh mikroorganisme atau tidak, terutama
bakteri. Setelah itu, dokter mungkin akan menambahkan noda
ke sampel darah tersebut dan kembali diuji di bawah
mikroskop.
2. Tes pencitraan
-
8/11/2019 neuro UMN
10/76
10
Pilihan tes pencitraan, antara lain X-ray dan computerized
tomography (CT) scan . Kedua jenis tes pencitraan tersebut
dilakukan dari kepala, dada, atau sinus untuk melihat apakah
terjadi pembengkakan atau peradangan. Jenis tes ini juga dapat
membantu dokter untuk mendeteksi infeksi di daerah lain dari
tubuh yang mungkin berhubungan dengan penyakit
meningitis.
3. Spinal tap (pungsi lumbal)
Diagnosis definitif meningitis memerlukan analisis cairan
serebrospinal (CSF), di mana cairan tersebut dikumpulkan
dengan melakukan sebuah prosedur yang dikenal dengan
istilah spinal tap. Pada orang dengan meningitis, cairan CSF
sering menunjukkan kadar gula (glukosa) rendah diiringi
dengan peningkatan jumlah sel darah putih dan meningkatkan
protein. Analisis CSF juga dapat membantu dokter
mengidentifikasi bakteri yang tepat yang menyebabkan
penyakit. Jika dokter mencurigai meningitis virus, ia dapatmemerintahkan tes DNA berbasis yang dikenal dengan istilah
polymerase chain reaction (PCR) amplifikasi atau tes untuk
memeriksa antibodi terhadap virus tertentu untuk memeriksa
penyebab spesifik dari meningitis. Hal ini dapat membantu
untuk menentukan perawatan yang tepat dan prognosis
Selama melakukan pemeriksaan, dokter mungkin akan
melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat t-t infeksi pada
kepala, telinga, tenggorokan, dan kulit di sepanjang tulang
belakang. Jika benar-benar mengalami penyakit meningitis,
dokter pasti akan merujuk untuk melakukan pengobatan.
Pilihan pengobatan bergantung pada jenis meningitis yang
miliki. Berikut penjelasannya:
1. Meningitis bakteri
antibiotik intravena atau dengan obat kortison. Keduanya
dapat membantu proses pemulihan sekaligus mengurangi
risiko komplikasi, seperti pembengkakan otak dan kejang.
Jenis antibiotik yang digunakan juga bergantung pada jenis
bakteri penyebab infeksi.
-
8/11/2019 neuro UMN
11/76
11
2. Meningitis viral
Jenis meningitis ini tidak dapat disembuhkan oleh
antibiotik. Namun, dari kebanyakan kasus, jenis penyakit
ini dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa
minggu. Pasien perlu banyak beristirahat, minum banyak
cairan, mengkonsumsi obat yang dapat mengurangi demam
dan meringankan nyeri pada tubuh.
Penyakit meningitis dapat dicegah dengan melakukan
imunisasi dengan teratur. Ada beberapa jenis vaksinasi yang
dapat digunakan, yaitu:
Vaksin haemophilus influenzae tipe b (Hib)
Jenis vaksin ini dianjurkan bagi beberapa orang dewasa,
termasuk mereka yang memiliki penyakit sel sabit atau
AIDS dan mereka yang tidak memiliki limpa.
Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
Jenis vaksin ini harus rutin didapatkan, khususnya bagianak-anak yang berusia dua tahun hingga lima tahun yang
berisiko tinggi terserang penyakit pneumokokus,
menderita penyakit jantung kronis, paru-paru, bahkan
kanker.
Vaksin haemophilus influenzae tipe b dan neisseria
meningitidis serogrup C dan Y (Hib-MenCY)
Vaksin ini dianjurkan untuk anak-anak yang usinya lebih
muda dari 19 bulan, tetapi tidak lebih muda dari 6 minggu,
di mana mereka juga berisiko tinggi mengalami penyakit
meningokokus. Vaksin ini diberikan dalam empat dosis
yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan antara usia
12 bulan dan 15 bulan.
Vaksin Pneumococcal polysaccharide (PPSV)
Anak-anak dan orang dewasa yang membutuhkan
perlindungan dari bakteri pneumokokus dapat menerima
vaksin ini. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
merekomendasikan vaksin PPSV untuk semua orang
dewasa yang lebih tua dari 65 tahun, orang dewasa muda
-
8/11/2019 neuro UMN
12/76
12
dan anak-anak yang memiliki sistem kekebalan tubuh
lemah atau penyakit kronis seperti penyakit jantung,
diabetes atau anemia sel sabit, dan bagi mereka yang tidak
memiliki limpa.
Vaksin meningococcal conjugate (MCV4)
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
merekomendasikan bahwa dosis tunggal MCV4 diberikan
kepada anak-anak usia 11 sampai 12, kemudian suntikan
penguat diberikan pada usia 16 tahun. Bila vaksin pertama
diberikan antara usia 13 tahun dan 15 tahun, suntikan
penguat dianjurkan untuk diberikan antara usia 16 tahun
dan 18 tahun. Sedangkan, jika suntikan pertama diberikan
pada usia 16 tahun atau lebih tua, tidak dibutuhkan
suntikan penguat. Jenis vaksin ini juga dapat diberikan
kepada anak muda yang berisiko tinggi terserang penyakit
meningitis bakteri atau bahkan yang telah mengalaminya.
Jenis komplikasi yang mungkin akan muncul, antara laingangguan pada pendengaran, kerusakan pada otak, gagal
ginjal, syok, masalah pada memori, dan masalah berjalan.
Selain itu, risiko kejang dan kerusakan saraf permanen
akan terjadi bila tidak melakukan pengobatan dengan
cepat. Hal itu secara tidak langsung akan mengancam jiwa
-
8/11/2019 neuro UMN
13/76
13
1.2.2. Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam
mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi
peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak dan medula spinalis.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan
oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP)
yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang
nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus
kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh
enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi
pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi
pertusis.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya.
Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis
adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli,Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus
penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili, virus
rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan
B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
Etiologi
a.Virus
b.Bakteri
c.Jamur
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan
Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur,
spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut
sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer,
2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi
toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar
air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering
ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung
-
8/11/2019 neuro UMN
14/76
14
menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik
atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta
epidemiologinya ialah:
Infeksi virus yang bersifat endemik
1. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie,
virus ECHO.
2. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St.
Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese
B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,
Murray valley encephalitis.
Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes
simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps,
Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela,
pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosisinfeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik.(Robin cit. Hassan,
1997)
Tanda dan Gejala
1.Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan
hiperpireksia
2.Kesadaran dengan cepat menurun
3.Muntah
4.Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau
twitching saja (kejang-kejang di muka)
5.Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-
sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis,
afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997
6.Perubahan perilaku
7.Gelisah
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut,
dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium,
bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan
-
8/11/2019 neuro UMN
15/76
15
asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan
involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan
saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan
menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput
lender permukaan atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam
darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak
di organ tersebut.
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak
di perukaan selaput lender dan menyebar melalui system
persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi
klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari
ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntahnyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat.
Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-
muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi
mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang
disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain
berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan
kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia,
ataksia, dan paralisis saraf otak.
Manifestasi Klinis
Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai
dengan demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri
tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat.
Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya
tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala
tersebut berupa:
1.Gelisah
-
8/11/2019 neuro UMN
16/76
16
2.Iritabel
3.Streming attack
4.Perubahan perilaku
5.Gangguan kesadaran
6.Kejang
Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa :
1)Afasia
2)Hemiparesia
3)Hemiplagia
4)Ataksia
5)Paralisis saraf otak
Tanda rangsangan meningela dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen. Ruam kulitkadang di dapatkan pada
beberapa tipe ensefalitis misalnyapada enterovirus dan
varisela zoster.
Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :1.Retardasi mental
2.Iritabel
3.Gangguan motorik
4.Epilepsi
5.Emosi tidak stabil
6.Sulit tidur
7.Halusinasi
8.Enuresis
9.Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial
lain.
Pemeriksaan Penunjang
1.Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
2.Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urin
1) Sukar oleh karena uremia berlangsung singkat
2) Dapat membantu mengidentifikasikan daerah pusat
infeksi dan penyebab infeksi
4. CT Scan/ MRI
1) Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak
-
8/11/2019 neuro UMN
17/76
17
ventrikel, hematom, daerah cerebral, hemoragic, atau
tumor
5. EEG
1) Terlihat aktivitas listrik (gelombang) yang menurun,
sosial dengan tingkat kesadaran yang menurun
2) Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu
(aktivitas lambat bilateral)
Penatalaksanaan
1. Isolasi.
Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar
dan sebagai tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang
mungkin dianjurkan oleh dokter :
Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen
antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkanmortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir
diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per
hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah
kekambuhan (Victor, 2001).
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan
antibiotika secara polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial,
manajemen edema otak
Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis
dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan
anak.
Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari
disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan
edema otak.
Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga
digunakan untuk menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera
untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah
-
8/11/2019 neuro UMN
18/76
18
valium dan atau luminal.
Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/kali
Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang
dengan dosis yang sama
Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih
kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24
jam.
5.Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan
O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).
6.Penatalaksanaan shock septik
7.Mengontrol perubahan suhu lingkungan
8.Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada
permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar,
misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai
hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari danphenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau
intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol
bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per
oral.
1.2.3. Malaria serebral
Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut
WHO definisi malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma
yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang menetap > 30
menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang dapat
ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah
disingkirkan.3
EPIDEMIOLOGI
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di
seluruh dunia.Kira-kira lebih dua milyar atau lebih 40 %
penduduk dunia hidup di daerah bayang-bayang malaria.Jumlah
-
8/11/2019 neuro UMN
19/76
19
kasus malaria di Indonesia kira-kira 30 juta/tahun, angka kematian
100.000/ tahun.
ETIOLOGI
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa
intraseluler dari genus plasmodium. Empat spesies dari
plasmodium menyebabkan malaria pada manusia antara lain:
Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale
dan Plasmodium malariae. Plasmodium falsiparum adalah infeksi
yang paling serius dan yang sering memberi komplikasi malaria
berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian
tinggi.1,2,8
Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak
dan orang dewasa yang non-imun adalah malaria serebral.9
PATOGENESIS
Patogenesis dari malaria serebral masih belum memuaskan dan
belum dimengerti dengan baik.10,11
Patogenesis dari malaria
serebral berdasar pada kelainan histologis. Eritrosit yangmengandung parasit (EP) muda (bentuk cincin) bersirkulasi dalam
darah perifer tetapi EP matang menghilang dalam sirkulasi dan
terlokalisasi pada pembuluh darah organ disebut
sekuester.Eritrosit matang tercantel pada sel endotel vaskular
melalui knobyang terdapat pada permukaan eritrosit sehingga EP
matang melekat pada endotel venula/ kapiler yang disebut
sitoadherens.Kira-kira sepuluh atau lebih eritrosit yang tidak
terinfeksi menyelubungi 1 EP matang membentuk roset. Adanya
sitoadherens, roset, sekuester dalam organ otak dan menurunnya
deformabilitas EP menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi
akibatnya hipoksia jaringan.3
GAMBARAN KLINIS
Penderita malaria falsiparum yang non imun bila diagnosa
terlambat, penundaan terapi, absorbsi gagal karena muntah-
muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah panas, dapat
menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk
cepat dengan nyeri kepala yang bertambah dan penurunan derajat
kesadaran dari letargi, sopor sampai koma. Kesadaran menurun
-
8/11/2019 neuro UMN
20/76
20
dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8 senilai dengan sopordan
anak-anak dinilai skor dari Balantere somnolen atau delir
disertai disfungsi serebral.Pada dewasa kesadaran menurun
setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-anak lebih pendek
dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari
sedangkan anak-anak pulih kesadaran lebih cepat setelah
mendapat pengobatan. Gejala motorik seperti tremor, myoclonus,
chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi hemiparesa, cortical
blindness dan ataxia cerebelarjarang
LABORATORIUM
a. Pemeriksaan Mikroskopis
pemeriksaan sediaan darah tebal dan hapusan darah tipis dapat
ditemukan parasit plasmodium. Pemeriksaan ini dapat
menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis parasit. Bila
hasil , diulangi tiap 6-12 jam.
b. QBC (semi quantitative buffy coat)
Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodiumyang dapat mengikat acridine orangeakan
mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC
adalah cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium
dan hitung parasit.
c. Rapid Manual Test
RMT adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan
menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10
menit. Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya 82,5 %.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Adalah pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk
mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam darah.
Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita
walaupun parasitemia rendah.3
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis malaria serebral:4
Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah
endemis
Demam atau riwayat demam yang tinggi
-
8/11/2019 neuro UMN
21/76
21
Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran
dengan atau tanpa gejala neurologis lain, sedangkan
kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.
Ditemukan parasit malaria dalam sediaan darah tepi
Tidak ditemukan kelainan cairan serebrospinal yang berarti.
PENATALAKSANAAN1
A. Tindakan Umum
Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah
malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan
dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu:
1. Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan
dan nutrisi
2. Hindarkan trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur
3. Hati-hati komplikasi: kateterisasi, defekasi, edema paru karena
over hidrasi
4. Monitoring; temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam.
Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan.
5. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot.
6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
7. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi
trendelenburg, perhatikan warna dan temperatur kulit
8. Cegah hiperpireksi
9. Pemberian cairan: oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml bila
tidak ada dehidrasi
10.Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbihidrat dan
garam
11.Perhatiksn kebersihan mulut
12.Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi
13.Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan
14.Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kain/ gaas
lembab
15.Perawatan anak: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering
mungkin, letakkan posisi kepala sedikit rendah, posisi dirubah
cukup sering dan pemberian cairan dan obat harus hati-hati.
-
8/11/2019 neuro UMN
22/76
22
Penanganan Komplikasi3,13
1. Kejang; Kejang merupakan salah satu komplikasi dari malaria
serebral.Penanganan/ pencegahan kejang penting untuk
menghindarkan aspirasi. Penanganan kejang:
Diazepam: i.v 10 mg; atau intra rektal 0,5-1,0 mg/ KgBB.
Paradelhid: 0,1 mg/ KgBB.
Klormetiazol (dipakai untuk kejang berulang-ulang)
Fenitoin: 5 mg/ KgBB i.v diberikan perlahan-lahan.
Fenibarbital: pemberian fenobarbital 3,5 mg/ KgBB (umur diatas
6 tahun) mengurangi terjadinya konvulsi.
2. Hipoglikemi; Bila kadar gula darah kurang dari 50 mg% maka:
Beri 500 ml Dekstrose 40 % i.v dilanjutkan dengan
Glukosa 10 % per infus 4-6 jam
Monitor gula darah tiap 4-6 jam, sering kadar gula berulang-ulang
turun.
Bila perlu diberikan obat yang menekan produksi insulin seperti
diazoxide, glukagon atau analog somatostatin.3. Hiperpireksi; Hiperpireksi yang lama dapat menimbulkan
kelainan neurologik yang menetap.
Menurunkan temperatur dengan pendinginan fisik: kipas angin,
kompres air/es, selimut dingin dan perwawatan di ruangan yang
sejuk.
Pemberian anti piretik: Parasetamol 15 mg/ KgBB atau aspirin 10
mg/ KgBB (kontraindikasi untuk kehamilan dan gejala
perdarahan)
4. Anemi; Bila anemi whole blood ataupacked cells.
5.Gangguan Fungsi Ginjal; serimg terjadi pada orang
dewasa.Kelainan fungsi ginjal dapat bersifat pre renal, atau renal
yaitu nekrosis tubuler.Gangguan pre-renal terjadi pada 50 % kasus
sedangkan nekrosis tubuler hanya pada 5-10 % kasus. Bila
oliguria tidak ditangani akan terjadi anuria. Tatalaksana bertujuan
mencegah iskemi ginjal dengan mengatur keseimbangan
elektrolit.
6. Hiperparasitemia; Exchange transfusion (transfusi ganti)
terutama pada penderita parasitemia berat. Indikasi bila
-
8/11/2019 neuro UMN
23/76
23
parasitemia > 5 % dengan komplikasi berat.Tapi transfusi ganti
bukanlah tindakan mudah, dan perlu ada fasilitas screening
darah.Darah yang dipakai berkisar 5-12 liter.Transfusi ganti
memperbaiki anemi, mengembalikan faktor pembekuan darah,
trombosit juga mengurangi toksin.
PROGNOSIS
Diagnosis dini dan pengobatan tepat prognosis sangat baik.Pada
koma dalam, tanda-tanda herniasi, kejang berulang, hipoglikemi
berulang dan hiperparasitemia risiko kematian tinggi.Juga
prognosis tergantung dari jumlah dan berat kegagalan fungsi
organ. Anak-anak mengalami kecacatan 3
-
8/11/2019 neuro UMN
24/76
24
1.2.4. Tetanus
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai
dengan spasme otot yang periodik dan berat.(5)
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik
yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan
neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.Spora
Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka
pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar
serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ).
ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani
Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda,
juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi
dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa
bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang
atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan
memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin
yang bernama tetanospasmin.(1)
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada
neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan
yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus
neonatorum.
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia
mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara
menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi
otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter
adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut.
Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang
kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis
sehingga timbul spasme otot yang khas .
PATHOLOGI
-
8/11/2019 neuro UMN
25/76
25
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending
bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS.
Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural.
Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara
luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau
lebih lama 3 atau beberapa minggu ).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni
1. Localited tetanus ( TetanusLokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanusumum)
Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus
Kharekteristik dari tetanus
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap
selama 5 -7 hari.
Setelah 10 harikejang mulai berkurang frekwensinya
Setelah 2 minggukejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada
rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut(
trismus, lockjaw ) karena spasme Otot masetter.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk( opistotonus , nuchal
rigidity )
Risussardonicuskarena spasme otot muka dengan gambaranalis
tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir
tertekan kuat .
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan
opistotonus, tungkai dengan
Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran
tetap baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia
dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna
vertebralis( padaanak ).
DIAGNOSIS
-
8/11/2019 neuro UMN
26/76
26
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien
sewaktu istirahat, berupa :1.Gejala klinik
1. Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (
sardonic smile ).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah
dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya,
dimana :
1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )
2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi
bisa lebih pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya
penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makinpendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.
Prognosa tetanus neonatal jelek bila:
1. Umur bayi kurang dari 7 hari
2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
4. Dijumpai muscular spasm.
Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan
tetanus neonatorum > 60%.
PENATALAKSANAAN
A. UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani,
menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan
memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
-membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi
jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta
kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan,
-
8/11/2019 neuro UMN
27/76
27
terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan
pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan Membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus,
makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan
tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
B. Obat- obatan
B.1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hariselama 10
hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan
Penicilinedosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitive terhadap peniciline,
obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis
30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gramdan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia
Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000
unit /kgBB/24 jam, dibagi 6 dosisselama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetative
dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila
dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spectrum dapat dilakukan.
B.2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin
( TIG) dengandosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja,
secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG
mengandung "anti complementary aggregates of globulin ",
yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus
antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U,
dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin
dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan
diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
-
8/11/2019 neuro UMN
28/76
28
diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang
tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada
sebelah luar.
B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang
berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian
dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai
imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
B.4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah
kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm
beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat obatan
sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
1.2.5. HIV AIDS
HIV/AIDS akan memasuki darah dan menunju limfossitmencari T Helper bereplikasi dan hancurkan sel inangnya
sehingga terjadi leukopeni berat dan penurunan produksi CD4.
Ketika Imunologi seseorang menurun akan terjadi masalah lain
termasuk masalah yang berhubungan dengan saraf
Penyakit saraf akibat HIV/AIDS
a. Primer yakni penyakit yang murni diakibatkan penurunan
limfosit T CD4 dan fungsi otak
b. Sekunder yakni infeksi oportunistik lain missal toksoplasma
dan ensefalitis serta neoplasa dan berbagai komplikasi terapi
Demensia akibat HIV/AIDS 50% diderita oleh penderita
HIV/AIDS dengan CD4
-
8/11/2019 neuro UMN
29/76
29
yang lebih lanjut lagi ytakni ataksia, inkontinensia, tremor,
gangguan regresi lobus kiri.
Stadium dalam dimensia ini adalah:
0 normal
0,5 subklinis. Cepat melupakan suatu hal
1 Ringan, Gangguan motorik dan kognitif tidak nyata.
Memerlukan bantuan dalam melakukan pekerjaan
2. Sedang, Gangguan motorik dan kognitif. Memerlukan
bantuan untuk melakukan kegiatamn seharihari
3. Berat, gangguan kecerdasan mayor
4. Sangat berat, vegetative, tidak dapat melakukan kegiatan
seharihari
Diagnosis Klinis
Pungsi Lumbal untuk mendapatkan LCS, hal iui dapat
membedakan demensia karena HIV/AIDS dengan demensia lain
karena terdapat:
1. Protein dan IgG tinggi2. Anti bodi HIV
3. Sitokin, mikroglobunin Beta 2, neuroprotein, asam
kuinolin
4. Dopamine menurun
Terapi
Obat antiretroviral yang dapatmenembus sawar otak missal
Lamivudin,stavudin, zidovudin. Sering dijumpai halusinasi maka
obat psikoaktif dapat dipertimbangkan
Diagnosis Banding
1. Neurosifilis
2. Wrenicle Ensefalitis
3. Primary CNS Limfoma.
1.2.6. Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan
tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran
ventrikel (Hassan, 1983). Pelebaran ventrikuler ini akibat
-
8/11/2019 neuro UMN
30/76
30
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal (Huttenlocher, 1983). Hidrosefalus bukan suatu
penyakit yang berdiri sendiri. Sebenarnya, hidrosefalus selalu
bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.
Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi
besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun
(Wiknjosastro, 1994).
Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan
serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya (Hassan et al, 1985). Tempat predileksi
obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvis, foramen
Luschka, foramen Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis
(Harsono, 1996). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak
dengan kecepatan absorbsi yang normal akan menyebabkanterjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi,
misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada
adenomata pleksus koroidalis. Berkurangnya absorbsi CSS pernah
dilaporkan dalam kepustakaan pada obstruksi kronik aliran vena
otak pada trombosis sinus longitudinalis.
Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan
derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS
(Huttenlocher, 1983). Selain itu gambaran klinik hidrosefalus
dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, dan lokasi obstruksi.
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya
hipertensi intrakranial (Harsono, 1996). Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal yang merupakan gambaran
tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Pada kasus
hidrosefalus kongenital yang berat dimana kepala bayi yang besar
-
8/11/2019 neuro UMN
31/76
31
dapat mempersulit proses kelahiran, sedangkan pada bentuk yang
lebih ringan, kepala berukuran normal saat lahir, tetapi kemudian
tumbuh dengan laju berlebihan (Huttenlocher, 1983). Lingkaran
kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan
ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Pada anak hidrosefalus, umur satu tahun lingkaran
kepala itu menjadi 45 cm (Ngoerah, 1991). Pada masa neonatus,
pengukuran lingkar kepala setiap harinya penting dalam
menentukan proresivitas dari hidrosefalus. Kranium terdistensi
dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal
(Huttenlocher, 1983). Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa.
Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas.
Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi
samping kepala tampak melebar dan berkelok. Sering terjadi
retraksi kelopak mata yang terus-menerus (Sidharta, 1995). Pada
hidrosefalus infantil yang berat, tampak suatu fenomena matahari
terbenam (sunset phenomenon) pada bola mata. Fenomena initimbul karena tekanan intrakranial yang tinggi dapat menekan
tulang atap orbita yang sangat tipis. Tulang atap orbita ini lantas
menekan pada bola mata sehingga bola-bola mata itu terputar ke
bawah (Huttenlocher, 1983). Dengan kedudukan mata demikian,
banyak putih sklera terlihat diantara limbus atas dari kornea dan
tepi kelopak mata atas. Tanda tersebut bisa dikorelasikan dengan
dilatasi ventrikel ke-3 atau akuaduktus Sylvii yang sekaligus
melumpuhkan gerakan elevasi bola mata (Sidharta, 1995). Pada
funduskopi dapat tampak suatu atrofi papil primer akibat
kompresi saraf optikus dan kiasma, terjadi pada kasus kronik yang
tidak diterapi. Disamping itu dapat terlihat adanya anosmi kanan
dan kiri. Mungkin pula terdapat strabismus karena adanya paralise
dari satu atau beberapa nervi kranialis. Penderita memperlihatkan
pula adanya retardasi mental dan konvulsi. Sewaktu-waktu
tampak nistagmus. Bila dilakukan perkusi sedikit di belakang
tempat pertemuan os frontale dengan os temporale maka dapat
timbul resonansi seperti bunyi kendi retak (cracked pot
resonance). Tanda ini dinamai Macewens sign. Tidak jarang
-
8/11/2019 neuro UMN
32/76
32
dijumpai tanda-tanda paraparesis spastik dengan reflek tendon
lutut atau Achilles yang meningkat serta dengan Babinski yang
positif kanan dan kiri.
Menurut Harsono (1996), pada neonatus gejala yang paling umum
dijumpai adalah iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan
minum, dan kadang-kadang kesadaran menurun ke arah letargi.
Anak kadang-kadang muntah, jarang yang bersifat proyektil. Pada
masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum tampak.
Kecurigaan akan hidrosefalus bisa berdasarkan gejala-gejala
tersebut di atas, sehingga dapat dilakukan pemantauan secara
teratur dan sistemik.
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Jika hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak, maka
pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi pada umumnya anak
mengeluh nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial.
Lokasi nyeri kepala tidak khas atau tidak menentu. Kadang-
kadang anak muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhanpenglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.
Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan
cara berjalan. Hal demikian ini disebabkan oleh peregangan
serabut kortikospinal korteks parietal sebagai akibat pelebaran
ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang lebih kecil yang
melayani tungkai akan terlebih dahulu tertekan, sehingga
menimbulkan pola berjalan yang khas (Harsono, 1996).
Kombinasi spastisitas dan ataksia yang lebih mempengaruhi
tungkai daripada lengan sering ditemukan, demikian pula
inkontinensia urin (Huttenlocher, 1983).
Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses
belajar, terutama dalam tahun pertama sekolah. Apabila dilakukan
pemeriksaan psikometrik maka akan terlihat adanya labilitas
emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi (Harsono,
1996). Fungsi bicara seringkali masih baik, sehingga
bermanifestasi sebagai ocehan kosong yang agak karakteristik
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran
-
8/11/2019 neuro UMN
33/76
33
abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania
mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal, atau
persentil 98 dari kelompok usianya. Makrokrania biasanya disertai
empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1. Fontanel anterior yang sangat tegang. Biasanya fontanel
anterior dalam keadaan normal tampak datar atau bahkan sedikit
cekung ke dalam pada bayi dalam posisi berdiri (tidak menangis).
2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol. Perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat
(cracked pot sign).
4. Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon). Tampak
kedua bola mata deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik.
Fenomena ini seperti halnya tanda Perinaud, yang ada gangguan
pada daerah tektam. Estropia akibat parese n. VI, dan kadang ada
parese n. III, dapat menyebabkan pengelihatan ganda danmempunyai resiko bayi menjadi ambliopia.
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih
besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri
kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan
pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak
akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah; spastisitas yang biasanya
melibatkan ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan
traktus piramidal sekitar ventrikel lateral yang dilatasi) dan
berlanjut sebagai gangguan berjalan, gangguan endokrin (karena
distraksi hipotalamus dan pituitari stalk oleh dilatasi ventrikel
III.
Diagnosis
Prosedur dari diagnosis suatu penyakit didasarkan atas suatu
anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Gejala hidrosefalus sebelum menunjukan manifestasi
klinis adalah sangat bervariasi sehingga anamnesis memerlukan
pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas dalam praktek,
-
8/11/2019 neuro UMN
34/76
34
tetapi hal tersebut tidak selalu mudah dicapai. Dilain pihak,
pemberi informasi (penderita dan atau keluarganya) juga sangat
berperan dalam proses anamnesis. Apabila informasi tidak jelas
atau tidak lengkap maka diagnosis akan sulit ditegakkan.
Kekeliruan atau kesalahan dalam menegakkan diagnosis dapat
terjadi di seluruh disiplin kedokteran, baik preklinik, paraklinik,
maupun klinik. Kesalahan diagnosis secara umum dapat
disebabkan oleh karena, (a) kurangnya pengetahuan dan atau
pengertian tentang penyakit, (b) kurangnya pengalaman
menangani kasus penyakit, (c) keterbatasan informasi dari
penderita atau keluarganya, dan (d) belum berfungsinya sistem
rujukan secara optimal sehingga belum menunjukan interaksi
yang baik antara puskesmas atau rumah sakit umum kabupaten
atau dokter praktek swasta (dokter umum) dengan RSUP rujukan
atau dokter spesialis (Harsono, 1994).
Upaya penegakan diagnosis suatu kelainan dalam hal ini
hidrosefalus dapat dilakukan dengan melakukan skrining ataudeteksi dini gangguan tumbuh kembang anak. Skrining terdiri dari
penemuan faktor resiko dan deteksi adanya kelainan. Faktor
resiko adalah faktor-faktor atau keadaan yang mempengaruhi
perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu.
Istilah mempengaruhi mengandung pengertian menimbulkan
resiko lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjadinya
status kesehatan atau kelainan tertentu (Pratiknya, 1986). Faktor
resiko ini mungkin baru dalam tahap kecurigaan, perkiraan atau
memang sudah terbuktikan kebenarannya.
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-
samar maupun yang khas seperti yang telah diterangkan di atas,
maka kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan
menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. USG adalah
pemeriksaan penunjang yang mempunyai peranan penting dalam
mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode prenatal dan
pascanatal selama fontanelnya tidak menutup. Pada neonatus,
USG dapat cukup bermanfaat, untuk anak yang lebih besar,
umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI (Magnetic
-
8/11/2019 neuro UMN
35/76
35
Resonance Imaging) dapat memastikan diagnosis hidrosefalus
dalam waktu yang relatif singkat (Harsono, 1996). Pemeriksaan
dengan CT scan ini dapat memperlihatkan susunan ventrikel yang
membesar secara simetris (Ngoerah, 1991). Dengan CT scan ini
sistem ventrikel dan seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih
terperinci, serta dalam memperkirakan prognosa kasus tersebut di
masa depan. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat
diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain
yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk
identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. MRI sebenarnya juga
merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus-kasus
yang efektif. Namun, mengingat waktu pemeriksaannya yang
cukup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pembiusan. Untuk
menentukan apakah seorang bayi dalam kandungan adalah
hidrosefal atau tidak, adalah suatu tugas yang tidak mudah, namun
pemeriksaan dengan USG sudah sangat dapat membantu
(Ngoerah, 1991).Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus,
yaitu :
1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus
khoroidalis dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi,
akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Obat-obatan yang
berpengaruh disini antara lain ; diamox (asetazolamid), isosorbit,
manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan fenobarbital,
2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan
tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang
subaraknoid. Misalnya Torkildsen ventrikulosisternostomi pada
stenosis akuaduktus Silvius. Pada anak hasilnya kurang baik
karena sudah ada insufisisensi fungsi absorbsi
3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial dengan
cara ; ventrikuloperitoneal drainage, ventrikulopleural drainage,
lumboperitoneal drainage, ventrikuloretrostomi, mengalirkan
kedalam antrum mastoid, mengalirkan CSS kedalam vena
jugularis melalui kateter berventil (Hoten-velve).
-
8/11/2019 neuro UMN
36/76
36
1.2.7. Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut
pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan
ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing,
kucing dan kera.
ETIOLOGI
Virus rabies, termasuk rhabdo virus bersifat neurotrop.
Cara Penularan Rabies:
Virus rabies ditemukan dalam jumlah banyak pada air liur hewan
yang menderita rabies. Virus ini akan ditularkan ke hewan lain
atau ke manusia terutama melalui :
*Luka gigitan
*Jilatan pada luka / kulit yang tidak utuh
*Jilatan pada selaput mukosa yang utuh
*Menghirup udara yang tercemar virus rabies ( meskipun sangat
jarang terjadi namun telah dilaporkan 2 kasus yang menimpa
penjelajah yang menghirup udara di dalam goa yang terdapatbanyak kelelawar )
Masa Inkubasi:
Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya
gejala penyakit . Masa inkubasi penyakit rabies pada anjing dan
kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari14 hari). Pada manusia 2-
3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi tergantung dari:
*Lokasi gigitan, biasanya paling pendek pada orang yang digigit
di daerah kepala, tempat yang tertutup celana pendek
*Bila gigitan terdapat di banyak tempat
*Umur
* Virulensi (banyaknya virus yang masuk melalui gigitan / jilatan)
PATOFISIOLOGI
Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi,
menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan
atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk
melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang
merupakan tempat mereka berkembangbiak dengan kecepatan
-
8/11/2019 neuro UMN
37/76
37
3mm / jam. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke
kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada
tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit
ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi
mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan
meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita
akan mengeluarkan air liur.
Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa
sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan
daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin
sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan
kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat
minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan
akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk pada otot-
otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang
dapat mengakibatkan kematian.GAMBARAN KLINIS
Stadium Prodromal. Gejala-gejala awal berupa demam,
malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa
hari.
Stadium Sensoris. Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai
kesemutan pada tempat bekas gigitan. Kemudian disusul
dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap
rangsang sensorik.
Stadium Eksitasi. Tonus otot-otot dan aktifitas simpatik
meningkat dengan gejala hiperhidrosis (banyak berkeringat),
hipersalivasi (banyak air liur), hiperlakrimasi (banyak air
mata) dan dilatasi pupil. Bersamaan dengan stadium eksitasi
penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium
ini ialah adanya bermacam- macam fobia, yang sangat
terkenal diantaranya ialah hidrofobia (takut air). Kontraksi
otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat pula
ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara
ke muka penderita (aerophobia) atau dengan menjatuhkan
-
8/11/2019 neuro UMN
38/76
38
sinar ke mata (photophobia) atau dengan bertepuk tangan ke
dekat telinga penderita (audiophobia). Pada stadium ini dapat
terjadi apneu, sianosis, kejang dan takikardi, cardiac arrest,
tingkah laku penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal
disertai dengan respons yang berlebihan. Gejala-gejala eksitasi
dapat berlangsung sampai pasien meninggal, tetapi pada saat
kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemas,
sehingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
Stadium Paralisis. Sebagian besar penderita rabies meninggal
dalam stadium eksitasi. Kadang- kadang ditemukan juga kasus
tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paralisis otot-otot yang
bersifat progresif. Hal ini karena gangguan saraf tulang
belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot
pernapasan.
PENATALAKSANAAN
Penanganan luka gigitan hewan penular rabies
Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies (anjing, kucing,
kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera mungkin.
Untuk mengurangi/ mematikan virus rabies yang masuk pada
luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka
gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau
deterjen selama 1015 menit, kemudian diberi alkohol 70%.
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) sesudah digigit (Post
Exposure Treatment). Dosis dan cara pemberian VAR
(Purified Vero Rabies Vaccine = PVRV) : Diberikan 4 x
suntikan @ 0,5 ml pada hari ke-0 sebanyak 2 dosis sekaligus
di regio deltoideus kanan dan kiri, hari ke-7 dan 21 masing-
masing 1 dosis secara intramuskuler (i.m). Dosis sama untuk
semua umur.
Perawatan rabies pada manusia
Pasien dirujuk ke rumah sakit
Sebelum dirujuk, pasien diinfus dengan ringer laktat atau
NaCl 0,9%,
-
8/11/2019 neuro UMN
39/76
39
1.3. Trauma
1.3.1. Hematom epidural
Perdarahan yang terjadi ekstradural yang disebabkan karena
pecahnya arteri meningea media. Pecahnya arteri meningea media
biasanya disebabkan karena fraktur linier os temporal. Hematom
epidural ini biasanya memburuk dengan cepat.
Gejala
adanya fase interval yaitu waktu bebas gejala. Saat pertama
terjadi trauma akan terjadi penurunan kesadaran, namun akan
kembali normal. Akan tetapi, 6-24 jam kemudian kesadaran
akan menurun dan koma
Gangguan nervus III karena herniasi tentorii berupa, ptosis,
pupil midriasis dan anisokor
Hemiparesis
gangguan pernafasan karena ada penekanan pada batang otak
1.3.2. Hematom Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di
antara duramater dan arakhnoid. Terjadi paling sering akibat
robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining.
Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau
substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain
itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta
biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari
hematoma epidural.
Klasifikasi :
Perdarahan akut
Gejala timbul segera kurang dari 72 jam setelah trauma. Terjadi pada
cedera kepala cukup berat. Biasanya sudah terganggu kesadaran dan
-
8/11/2019 neuro UMN
40/76
40
tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi
melebar luas. Gambaran Ct-scan, didapatkan lesi hiperdens.
Perdarahan sub akut
Berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-21 hari sesudah trauma.
Pasien mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan
status neurologi yang bertahap kemudian penderita memperlihatkan
tanda-tanda status neurologis yang memburuk. Pasien menjadi sulit
dibangunkan dan tidak berespon terhadap rangsang nyeri atau
verbalmeningkatnya tekanan intrakrania. Dapat terjadi sindrom
herniasi dan menekan batang otak. Pada gambaran skening tomografi
didapatkan lesi isodens atau hipodens. Lesi isodens didapatkan karena
terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.
Perdarahan kronik
Terjadi setelah 21 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Gejalanya
bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah
trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya
terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabilapasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan
darah. Hematoma lama kelamaan bisa menjadi membesar secara
perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi.
Didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma, pada
yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah
permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila
terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung
pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater.
Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat
menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru
yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam
kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan
dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan
menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar
hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas
50 tahun. Gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens.
Etiologi
-
8/11/2019 neuro UMN
41/76
41
a. Trauma
Trauma kapitis
Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya
geseran atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada
orang yang jatuh terduduk
Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini
lebih mudah terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari
atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak anak.
b. Non trauma
Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di
dalam ruangan subdural
Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan
perdarahan subdural yang spontan, dan keganasan ataupun
perdarahan dari tumor intracranial
Patofisiologi
Subdural hematoma dapat disebabkan oleh suatu mekanisme cedera
akselerasi-deselerasi (akselerasi: kepala pada bidang sagital dari
posterior ke anterior dan deselerasi: kepala dari anterior ke posterior)
akibat adanya perbedaan relative arah gerakan antara otak terhadap
fenomena yang didasari oleh keadaan otak dapatbergerak bebas dalam
batas-batas tertentu di dalam rongga tengkorak dan pada saat mulai
gerakan (sesaat mulai akselerasi) otak tertinggal di belakang gerakan
tengkorak untuk beberapa waktu yang singkat. Akibatnya otak akan
relative bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater, kemudian
terjadi cedera pada permukaannya terutama pada vena-vena
penggantung (bridging veins).
Adanya suatu massa yang berkembang membesar (hematom, abses, atau
pembengkakan otak) di semua lokasi kavitas intracranial menyebabkan
pergeseran dan distorsi otak, yang bersamaan dengan peningkatan TIK
dan mengarah pada herniasi otak, keluar dari kompartemen intracranial
dimana massa tersebut berada. Makin lebar atau deviasi pergeseran otak
akan menimbulkan peningkatan TIK yang relative lebih tinggi terhadap
distorsi otak yang ditimbulkannya.
Manifestasi Klinis
-
8/11/2019 neuro UMN
42/76
42
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang
terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume
SDH. Gejalanya cenderung berubah-ubah, diantaranya:
Cedera dini (trauma pada kepala)
Kehilangan kesadaran pasca cedera kepala (bisa sadar kembali atau
tidak untuk suatu periode, penurunan ketajaman perrhatian setelah
kesadaran awal)
Mengantuk
Sakit kepala (menetap, temporer / berubah-ubah)
Penurunan / gangguan penglihatan (buta, bisa mata kiri / kanan)
Penurunan sensasi (wajah, ekstremitas, dan deficit neurologis)
Kurangnya perhatian terhadap lingkungan
Paralisis
Delirium
Penurunan memori
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang
mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah
atau nadi (circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. Periksa nadi
dan tekanan memantau apakah terjadi hipotensi, syok atau terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau syok harus
segera dilakukan pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang. Terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan
refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia danbradipnea.
1.4. Stroke
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik
fokal maupun global yang berlangsung cepat, lebih dari 24 jam, atau
berakhir dengan kematian tanpa ditemukan penyebab selain gangguan
vascular.
Menurut WHO, stroke terbagi atas:
1. Stroke Nonhemoragik (iskemik), yang terbagi lagi atas:
a. Stroke trombotik
b. Stroke emboli
-
8/11/2019 neuro UMN
43/76
43
2. Stroke Hemoragik, terbagi lagi atas:
a. Perdarahan Sub-arakhnoid (PSA)
b. Perdarahan Intra-serebral (PIS)
STROKE HEMORAGIK
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang terjadi didalam
parenkim otak sendiri. Penyebab utama perdarahan intraserebral
adalah pecahnya arteri dalam otak karena hipertensi yang kronis.
Etiologi
Menurut Caplan :
P I S Primer : - Hipertensi Kronis 50 %
- Arteriopati
P I S Sekunder : - Tekanan Darah Normal
- Anomali Vascular Congenital (20%)
- Koagulopati
- Tumor Otak
- Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)- Post Stroke Iskemia
- Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik
- Obat simpatomimetik
Manifestasi Klinis
Kriteria PIS
Umur >40 tahun
Onset Saat aktivitas
Perjalanan Cepat
Gejala
Sakit kepala ++
Muntah ++
Vertigo -
Kesadaran / Koma
Kaku kuduk +/-
Kelumpuhan
Hemiplegi
Tangan = kaki
Afasia -
-
8/11/2019 neuro UMN
44/76
44
Darah Lumbal
Pungsi (LP)
+ / -
Arteriografi Shift midline
CT scan Hiperdens
Intraserebral
Diagnosis
1.Anamnesis
a. Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah
ini:
- Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu
sisi secara tiba-tiba.
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara
tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
b. Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan
pada 1 atau 2 mata, atau diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
c. Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat
trauma, infeksi, kejang, penggunaan obat kontrasepsi, nyeri
kepala, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
b. Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
c. Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan
untuk memeriksa ada tidaknya kontusio, laserasi, maupun
deformitas sebagai penyebab stroke. Auskultasi leher, jika ada
bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.
d. Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan
adanya aritmia jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu
-
8/11/2019 neuro UMN
45/76
45
dengan auskultasi, tak jarang ditemukan pula murmur atau
gallop.
e. Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang
asimetris pada ekstremitas mengindikasikan adanya diseksi
aorta
3. Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografimencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb &
Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan
pemberian antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan
subarachnoid
Tatalaksana PIS:
Medis:Cegah komplikasi + atur tensi hati-2
Atur Tensi
- Tensi diturunkan bila TDS >180 TDD>100
- Tidak lebih dari 25% Tekanan Darah Arteri
Kontrol Kenaikan Tekanan IntraKranial (TIK)
- Gelisah: CPZ
- Naikkan Kepala 300
- Hiperventilasi sampai PCO2 29-35mg/Hg
- Manitol 20% Bolus 1 gr/KgBB/ 20 menit
(0,25 gr-0,5 gr/KgBB/ 4-6 jam)
- Furosemide 1 mg/KgBB/ I.V ( + Albumin)
- Dexamethasone 10 mg/ I.V / awal 1 mg/ IV / 6 jam
Kalau Kejang: Anti Konvulsi
Cegah Infeksi
Neuroprotektan: Nimodipine 4 x 1 tab
Nutrisi yang Cukup
Cegah Stress Ulcer: H2 Blocker
Cegah Obstipasi: Laxant
-
8/11/2019 neuro UMN
46/76
46
Cegah Decubitus: Phisio Terapi dini
Operasi setelah 1224 jam, bila:
- Besar Hematoma 10-30 cc (non dominant subcortical
frontal/temporal
- 30 cc (Subkortikal, Putaminal, Cerebellar, tanpa herniasi)
- Komplikasi Hidrocephalus
Prognosis
90 % penderita stroke hemoragik meninggal.
PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK PSA(PERDARAHAN SUB
ARACHNOID)
Klasifikasi PSA: WFNS Grading System (WFNS, 1988)
WFNS Grade GCS Score Motor deficit
I 15 Absent
II 14-13 Absent
III 14-13 Present
IV 12-7 Present / absent
V 6-3 Present / absent
Diagnosis
Anamnesis
Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:
- wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-
tiba.
-
Gejala :- Nyeri kepala hebat- Selanjutnya terjadi
penurunan
kesadaran pd 50% kasus
Komplikasi :
Menyebabkan tersumbatnyaaliran liquor sehingga terjadiHIDROSEFALUS
-
8/11/2019 neuro UMN
47/76
47
- Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.
- Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur
- Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas
Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:
- Hemiparesis atau hemiplegi akut
- Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1
atau 2 mata, atau diplopia.
- Disarthria atau afasia
- Ataxia, nistagmus, atau vertigo
- Penurunan kesadaran
Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma,
infeksi, kejang, penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-
lain.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)
Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.
Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk
memeriksa ada tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas
sebagai penyebab stroke. Auskultasi leher, jika ada bruit berarti
penyebab stroke ada pada arteri karotis.
Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan
adanya aritmia jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan
auskultasi, tak jarang ditemukan pula murmur atau gallop.
Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris
pada ekstremitas mengindikasikan adanya diseksi aorta
Pemeriksaan penunjang
- CT scan
- MRI
- Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah
- Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb &
Hematokrit
- Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan
pemberian antikoagulan
- Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan
subarachnoid
-
8/11/2019 neuro UMN
48/76
48
1.5. Tumor
1.5.1. Tumor Primer
Kanker otak primer bermula dari satu jenis jaringan atau sel di
dalam otak ataupun sumsum tulang belakang.
Glioma : tumor yang tersusun dari neuroglia dalam setiap
tahap perkembangannya; kadang- kadang diperluas mencakup
semua neoplasma otak dan medula spinalis intrinsik, seperti
astrositoma, ependimomas, dan lain- lain. Sejumlah tumor
yang bisa dikelompokkan glioma :
Glioblastoma : setiap astrositoma yang ganas;
biasanyaterdapat pada otak tetapi tidak terdapat pada batang
otak atau medula spinalis.
Astrocytomas : tumor yang terdiri dari astrosit; jenis tumor
yang paling lazim dan juga ditemukan di sepanjang sistem
saraf pusat; diklasifikasikan berdasarkan histologi atau dalam
hubungannya dengan keganasan (I- IV).
Oligodendrogliomas : neoplasma dari dan tersusun dari
oligodendrosit (sel oligodendroglia; sel neo-neural yang
berasal dari ektodermal, membentuk bagian struktur
adventisial (neuroglia) sistem saraf pusat.
Ependymomas : neoplasma, biasanya tumbuh lambat dan
jinak, terdiri dari sel- sel ependimal (membran yang melapisi
ventrikel otak dan kanalis sentralis medula spinalis) yang
terdiferensiasi.
Meningioma: tumor pada selaput pelindung otak (meninges)
jinak yang tumbuh lambat, biasanya terletak bersebelahan
dengan dura mater (lapisan yang paling luar, paling kuat dari
tiga selaput otak (meninges) dan sumsum tulang belakang)
yang dapat menginvasi tulang tengkorak atau menyebabkan
hiperostosis (pertumbuhan jaringan bertulang yang
berlebihan), dan sering menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial anatomi.
Medulloblastomas : tumor; ganas embrional invasif otak
kecil yang lebih sering terjadi pada anak- anak; sel yang tidak
-
8/11/2019 neuro UMN
49/76
49
terdeferensiasi pada tabung neural yang bisa berkembang baik
menjadi neuroblast maupun spongioblas.
Gangliogliomas : ganglioneuroma (neoplasma jinak
yang tersusun atas serabut saraf dan sel ganglion masak) pada
sistem saraf pusat.
Schwannomas : neoplasma yang berasal dari sel
schwann (selubung mielin) neuron; meliputi neurofibroma
(tumor saraf tepi akibat proliferasi (reproduksi atau
multiplikasi bentuk serupa, khususnya sel) sel schwann yang
abnormal) dan neurilemomas (tumor selubung saraf perifer
(neurilema), jenis tumor neurogenik yang paling umum,
biasanya jinak).
Gejala Umum Tumor Otak :
Sebuah serangan kejang (baru) pada orang dewasa
Mudah goyah/ hilang keseimbangan, terutama jika
dikaitkan dengan sakit kepala
Pandangan kabur, terutama jika dikaitkan dengan sakit
kepala
Gangguan pendengaran dengan atau tanpa pusing
Mual, muntah yang hebat dipagi hari
1.5.2. Sekunder
Tumor otak sekunder / metastatik adalah tumor yang dihasilkan
dari kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan kemudian
merambat ke otak. Tumor otak sekunder paling sering terjadi padaorang yang memiliki catatan dengan kanker. Tapi dapat juga
terjadi walaupun jarang, tumor otak metastatik merupakan tanda
awal kanker yang dimulai dari bagian tubuh lainnya.
Kanker apapun dapat menyebar ke otak, tapi jenis yang paling
umum antara lain:
Kanker payudara
Kanker usus besar
Kanker ginjal
Kanker paru-par