neuro umn

Upload: nadia-anggry-liani

Post on 03-Jun-2018

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 neuro UMN

    1/76

    1

    1. Patofisiologi

    1.1.Koma

    Koma adalah suatu keadaan dimana pasien sama sekali tidak sadar

    baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya, dan

    tidak mampu untuk merespon secara berarti terhadap rangsangan dari

    luar

    Etiologi

    Koma disebabkan oleh gangguan umum dari hemisfer serebri, dan atau

    sistem retikular menuju pusat. Ada bermacam-macam penyebab dari

    koma, dan dapat diklasifikasikan sebagai disfungsi otak fokal ataupun

    menyeluruh.

    Disfungsi otak fokal

    otak

    Dangguan vaskuler (CVA)

    Demyelinanisasi

    infeksi, seperti cerebral abcess

    focal head injuryDisfungsi otak menyeluruh

    infeksi, seperti meningitis atau encephalitis

    epilepsi

    hipoxia dan hiperkarbia

    obat-obatan, keracunan dan overdosis (termasuk alkohol)

    Penyebab metabolik/endokrine, seperti koma diabeika, gagal hepatik

    atau renal, hipothroidisme, gangguan elektrolit yang berat

    hipotensi, atau krisis hipertensi

    cedera kepala difus

    perdarahan subarachnoid

    hipothermia, hiperthermia

    Dalam eksperimen, koma dapat dibangkitkan jika lapisan substansua

    griseakedua hemisferium dibuang (dekortikasi), atau jika inti intralaminar

    talaimik semuanya dirusak atau jika substansia grisea ddi sekitar

    aquadukus Sylvii dihancurkan. Akibat dekortikasi, sudah jelas bahwa

    korteks kedua sisi tidak ada sehingga dalam kenyataannya adalah sama

    artinya dengan keadaan pada mana penyaluran impuls asendens aspesifik

  • 8/11/2019 neuro UMN

    2/76

    2

    tersumbat pada nuklei intralaminares atau di substansia grisea di sekitar

    akuaduktus Sylvii.

    Kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari bahan autopsi manusia

    sesuai dengan hasil penyelidikan eksperimental. Semua gangguan yang

    dapat menimbulkan koma dapat tercakup dalam gangguan di substansia

    retikulatis bagian batang otak yang paling rostral dan gangguan difus

    pada kedua hemisferium. Bagiah rostral batang otak merupakan bagian

    batang otak yang sebagian terletak infratentorial dan sebagian

    supratentorial. Hemisferium kedua sisi dapat terganggu secara

    menyeluruh jika sel-sel yang menyusun korteks serebri kedua sisi

    mengalami gangguan metabolik, baik akibst racun endogenik atau

    eksogenik. Maka dari itu koma dapat dibagi dalam.:

    1. Koma supratentorlial diensefalik

    2. Koma infratentorial diensefalik dan

    3. Koma bihemisferik difus.

    Koma supratentorial diensefalikSemua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan

    kompresi pada substansia retikularis diensefalon (nuklei intralaminares)

    akan menimbulkan koma. Destruksi dalam arti destruksi morfologik,

    dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi dan metastasis tumor ganas.

    Destruksi dalam arti destruksi biokimia, dijumpai pada meningitis. Dan

    kompresi yang tersebut di atas disebabkan oleh proses desak ruang, baik

    yang berupa hematoma atau neoplasma. Pertama proses desak ruang

    mendesak secara radial kemudian ia akan mendesak ke bawah secara

    progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai satu-satunya pintu

    dari suatu ruang yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu, secara

    berturut-turut mesensefalon, pons atau medula oblongata akan mengalami

    desakan. Sehingga sindrom lesi transversal setinggi mesensefalon, pons

    dan medula oblongata, akan timbul secara bergiliran.

    Koma supratentorial akibat proses desak ruang menunjukkan tahap-tahap

    progresi yang sesuai dengan gangguan di tingkat diensefalon,

    mesensefalon, pons dan medula oblongata. jika jenis proses desak ruang

    itu berupa hematoma atau abses, progresi yang lazimnya bertahap sesuai

  • 8/11/2019 neuro UMN

    3/76

    3

    dengan urutan rostro-kaudal batang otak itu, bisa mendadak berakhir pada

    kematian karena ruptur abses ke dalam ventrikel ketiga.

    Proses-proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma

    supratentorial dapat dibagi dalam 3 golongan:

    1. Proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang

    intrakranial supratentorial secara akut,

    2. Lesi yang menimbulkan sindrom unkus.

    3. Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal

    terhadap batang otak.

    Koma infratentorial diensefalik

    Adapun dua macam proses patologik di dalam ruang infratentorial yang

    dapat menimbulkan koma, ialah (1) Proses patologik di dalam batang

    otak yang merusak substansia retikularis dan (2) Proses di luar batang

    otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia retikularis. Lesi

    vaskular yang merusak substansia retikularis mesensefali terjadi akibat

    penyumbatan arteria serebeli superior. Yang mengakibatkan lesi vaskular

    di pons ialah penyumbatan arteri-arteri perforantes yang berinduk padaarteria basilaris. Di samping lesi vaskular, perdarahan karena trauma

    kapitis dapat merusak tegmentum batang otak berikut substansia

    retikularis. Neoplasma, granuloma, abses dan perdarahan di dalam

    serebelum mendesak batang otak dari luar.

    Kompresi karena proses desak ruang di fosa kranii posterior

    (infratentorial) dapat menimbulkan koma dengan cara berikut (1)

    Penekanan langsung terhadap tegmentum, biasanya tegmentum pontis.

    (2) Herniasi serebelum ke rostral dan dengan demikian menimbulkan

    jiratan transversal terhadap mesensefalon. (3) Herniasi tonsil serebelum di

    foramen magnum dan dengan demikian menimbulkan jiratan terhadap

    medula oblongata.

    Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis

    mesensefalon mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi lagi.

    Hal ini timbul akibat perdarahan. Frekuensi perdarahan di batang otak,

    lebih sering merusak tegmentum pontis daripada mesensefalon. Karena

    masifnya perdarahan tersebut, maka koma akan timbul serentak dengan

    terjadinya perdarahan. Lagi pula perdarahan yang masif itu seringkali

    merupakan infark hemoragik sepanjang tegmentum mesensefalon dan

  • 8/11/2019 neuro UMN

    4/76

    4

    pons. Gejala-gejala gangguan pupil, pernafasan, okular dan tekanan darah

    berikut nadi yang menandakan terlibatnya tegmentum mesensefalon, pons

    dan medula oblongata akan dijumpai juga pada pemburukan koma

    subtentorial.

    Koma hihemisferik difus

    Koma ini terjadi karena metabolisme neuronal kedua belah hemisferium

    terganggu secara difus. Unsur fungsional utama neuron-neuron ialah

    kemampuan untuk dapat digalakkan sehingga menghasilkan potensial

    aksi. Gaya listrik inilah yang mewujudkan fenomen perasaan dan

    gerakan. Proses-proses yang memelibara kehidupan neuron-neuron serta

    unsur-unsur selular otak ialah metabolisme oksidatif. Proses biokimia ini

    (1) Menyediakan dan mengatur keseimbangan natrium dan kalium di

    dalam. dan di luar sel. (2) membuat zat-zat yang diperlukan unluk

    memungkinkan serah terima potensial aksi antar neuron, yang dinamakan

    neurotransmitter, dan (3) mengolah katabolit-katabolit yang akan

    dimanfaatkan untuk resintesis enzim dan unsur-unsur sel. maka otak tidak

    mendapat bahan energi dari luar, maka metabolisme oksidatif serebralakan berjalan dengan enersi intrinsik. Maka bahan enersi diri-sendiri

    tidak lagi mencukupi kebutuhan, maka otak akan tetap memakai enersi

    yang terkandung oleh neuron-neuronnya untuk masih bisa berfungsi

    sebagaimana mestinya. maka keadaan ini berlangsung cukup lama,

    neuron-neuron akan menghancurkan diri sendiri. Bahan yang diperlukan

    untuk metabolisme oksidatif serebral ialah glukose dan zat asam. Yang

    mengangkut glukose dan oksigen ke otak ialah aliran darah serebral.

    Semua proses yang menghalang-halangi transportasi itu dapat

    mengganggu dan akhirnya memusnahkan neuron-neuron otak.

    Jika neuron-neuron kedua belah hemisferium tidak lagi berfungsi, maka

    koma menjadi suatu kenyataan. Koma akibat proses patologik itu

    disebabkan oleh 2 golongan penyakit, yaitu:

    (1) Ensefalopati metabolik primer dan

    (2) Ensefalopati sekunder.

  • 8/11/2019 neuro UMN

    5/76

    5

    1.2. Infeksi SSP

    1.2.1. Meningitis

    Meningitis adalah sebuah kondisi ketika selaput (meninges)

    yang mengelilingi sistem saraf pusat, yaitu otak dan sumsum

    tulang belakang mengalami peradangan. Setelah itu, selaput

    tersebut akan membengkak. Memang, penyakit ini akan membaik

    dengan sendirinya dalam waktu beberapa minggu. Namun, bila

    dibiarkan begitu saja dan tidak melakukan pengobatan, penyakit

    ini akan menimbulkan komplikasi serius dan semakin lama akan

    semakin parah.

    Etiologi

    Jenis penyakit ini biasanya timbul akibat adanya infeksi virus.

    Namun, bisa juga karena infeksi bakteri yang dianggap paling

    serius dan dapat mengancam jiwa. Selain itu, infeksi jamur juga

    bisa menjadi penyebab dari penyakit meningitis walaupun hal ini

    jarang terjadi. Biasanya, infeksi tersebut dapat menular dari satu

    orang ke orang lain, misalnya dari batuk, bersin, mencium,berbagi peralatan makan, sikat gigi, ataupun rokok. Hal itulah

    yang menjadikan penyakit ini dibedakan menjadi beberapa jenis

    sesuai dengan faktor penyebabnya. Berikut penjelasan

    selengkapnya:

    1. Meningitis bakteri

    Jenis penyakit ini dapat terjadi ketika bakteri masuk ke dalam

    aliran darah dan kemudian bermigrasi ke otak dan sumsum

    tulang belakang. Namun, bakteri tersebut bisa langsung

    menyerang meninges sebagai akibat dari infeksi telinga atau

    sinus, patah tulang tengkorak, atau setelah melakukan operasi.

    Ada beberapa jenis bakteri yang umumnya dapat

    menyebabkan penyakit meningitis, yakni:

    Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)

    Bakteri ini merupakan penyebab yang paling umum dari

    penyakit meningitis bakteri pada bayi, anak-anak, dan

    orang dewasa di Amerika Serikat. Jenis bakteri ini juga

    dapat menyebabkan penyakit pneumonia atau infeksi

  • 8/11/2019 neuro UMN

    6/76

    6

    telinga atau sinus. Namun, dapat mengurangi risiko

    terkena infeksi dengan melakukan vaksinasi.

    Neisseria meningitidis (meningococcus)

    Jenis bakteri ini juga menjadi penyebab utama dari jenis

    meningitis bakteri lainnya. Penyakit meningitis yang

    diakibatkan oleh penyakit ini disebut dengan istilah

    meningitis meningokokus dan biasanya terjadi ketika

    bakteri hasil infeksi saluran pernapasan masuk ke dalam

    aliran darah. Jenis infeksi ini sangatlah menular dan

    umumnya dialami oleh remaja dan orang dewasa. Namun,

    dapat mengurangi risiko terkena infeksi ini dengan cara

    melakukan vaksinasi.

    Haemophilus influenzae (Haemophilus)

    Bakteri haemophilus influenzae tipe b (Hib) umumnya

    menyerang anak-anak dan menyebabkan penyakit

    meningitis. Namun, telah dibuktikan bahwa melakukan

    imunisasi rutin dengan vaksin Hib dapat mengurangijumlah kasus dari jenis meningitis, khususnya di Amerika

    Serikat.

    Listeria monocytogenes (listeria)

    Jenis bakteri ini dapat ditemukan dalam keju luna, hot dog,

    dan daging. Pasti sering mengkonsumsi ketiga jenis

    makanan tersebut. Namun, untungnya, orang yang keadaan

    tubuhnya sehat bila terkena bakteri listeria tidak akan

    menjadi sakit. Tapi, bagi ibu hamil, bayi yang baru lahir,

    orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah lebih

    rentan terinfeksi oleh bakteri ini. Jenis bakteri ini dapat

    melintasi penghalang plasenta dan bila sang ibu

    mengalami infeksi pada akhir kehamilan, hal itu dapat

    menyebabkan si bayi meninggal segera setelah lahir.

    2. Meningitis viral

    Jenis penyakit meningitis ini disebabkan oleh infeksi virus, seperti

    herpes simplex virus, HIV, gondok, virus West Nile dan lain-lain.

    Penyakit meningitis viral tergolong ringan dan dapat sembuh

  • 8/11/2019 neuro UMN

    7/76

    7

    dengan sendirinya.

    3. Meningitis kronis

    Meningitis kronis dapat terjadi ketika organisme tertentu

    menyerang selaput dan cairan yang mengelilingi otak .

    Berbeda dengan meningitis akut, penyakit ini akan

    berkembang lebih dari dua minggu atau lebih. Namun, t dan

    gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan meningitis akut,

    seperti sakit kepala, demam, dan muntah.

    4. Meningitis jamur

    Penyakit meningitis yang disebabkan oleh jamur memang

    jarang terjadi. Namun, penyakit ini dapat mengarah kepada

    meningitis kronis. Penyakit ini tidak akan menular dari orang

    ke orang. Salah satu jenis jamur yang sering mempengaruhi

    orang dengan defisiensi imun, seperti AIDS adalah meningitis

    kriptokokus. Bila tidak segera diobati, yaitu dengan obat

    antijamur, penyakit ini dapat mengancam jiwa.

    Penyakit meningitis juga dapat disebabkan oleh beberapa hallain, seperti reaksi kimia, alergi terhadap obat, beberapa jenis

    kanker, dan penyakit inflamasi seperti sarkoidosis. Namun,

    masih ada beberapa hal lain yang turut meningkatkan risiko

    dari penyakit ini, yaitu:

    Melewatkan vaksinasi

    Lakukan vaksinasi dengan teratur. Sebab, bila sering

    melewatkannya, risiko meningitis akan lebih tinggi.

    Usia

    Sebagian besar kasus meningitis virus terjadi pada anak

    yang usinya masih di bawah 5 tahun. Sedangkan,

    meningitis bakteri biasanya mempengaruhi orang-orang

    yang usianya masih di bawah 20 tahun.

    Kehamilan

    Ibu hamil akan lebih berisiko tertular listeriosis, infeksi

    yang disebabkan oleh bakteri listeria yang juga dapat

    menyebabkan penyakit meningitis. Jika hamil dan

    memiliki listeriosis, bayi yang ada dalam kandungan ikut

    berisiko mengalaminya.

  • 8/11/2019 neuro UMN

    8/76

    8

    Kondisi hidup

    Orang yang hidup dalam lingkungan yang cenderung

    berdesak-desakan, akan lebih berisiko mengalami

    meningitis meningokokus. Sebab, bakteri sangat mudah

    menyebar, misalnya melalui jalur pernapasan.

    Sistem kekebalan tubuh

    Bila menderita penyakit AIDS, diabetes, sering

    mengonsumsi alkohol, dan menggunakan obat

    imunosupresan, sistem kekebalan tubuh akan melemah.

    Hal itu akan menyebabkan rentan terserang penyakit

    meningitis. Selain itu, apabila pernah melakukan operasi

    pengangkatan limpa, risiko terserang penyakit meningitis

    juga akan meningkat.

    Gejala

    Tanda dan gejala dari penyakit meningitis dapat muncul dalam

    hitungan jam atau bahkan lebih dari satu atau dua hari. Tanda dan

    gejala ini dapat terjadi pada siapa saja, termasuk pada bayi yangbaru dilahirkan. Namun, ada beberapa tanda yang berbeda antara

    bayi dengan orang dewasa yang telah menderita penyakit

    meningitis. Berikut beberapa gejala yang mungkin akan dialami

    oleh anak-anak (usia lebih dari dua tahun) dan orang dewasa yang

    telah mengalami penyakit ini:

    Mendadak demam tinggi

    Sakit kepala parah tanpa sebab yang jelas

    Leher kaku

    Mual atau muntah

    Sulit berkonsentrasi

    Selalu mengantuk dan sulit bangun dari tidur

    Sensitif terhadap cahaya

    Tidak nafsu makan dan minum

    Kejang

    Ruam kulit

    Sedangkan, pada bayi yang baru lahir, mereka tidak akan

    mengalami sakit kepala. Mereka akan menunjukkan t-t sebagai

    berikut:

  • 8/11/2019 neuro UMN

    9/76

    9

    Demam tinggi

    Lebih sering menangis karena merasa tidak nyaman, terlebih

    ketika diangkat dari tempat tidur

    Sering mengantuk

    Sering marah

    Tidak aktif

    Lesu

    Pola makan buruk

    Terdapat tonjolan di ubun-ubun yang letaknya di atas kepala

    bayi

    Tubuh dan leher terasa kaku

    Pengobatan

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyakit

    meningitis bisa saja sembuh walaupun tidak melakukan

    pengobatan. Namun, penyakit ini bisa juga berkembang menjadi

    lebih perah dan dapat menimbulkan komplikasi, seperti pada

    penyakit meningitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Hal inisangat membutuhkan pengobatan antibiotik untuk mempercepat

    proses pemulihan. Bila menunda pengobatan, hal itu akan

    meningkatkan risiko kerusakan permanen pada otak dan berujung

    kepada kematian.

    Untuk memastikan apakah positif menderita penyakit meningitis

    atau tidak, harus memeriksakan diri ke dokter. Biasanya, dokter

    akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Ada beberapa jenis

    pemeriksaan untuk mendiagnosa penyakit ini, antara lain:

    1. Tes darah

    Dokter akan mengambil sampel darah dari pembuluh vena

    dan kemudian sampel darah tersebut diuji di laboratorium.

    Dokter akan meletakkan sampel darah tersebut pada piring

    khusus untuk diperiksa di bawah mikroskop, apakah darah

    tersebut ditumbuhi oleh mikroorganisme atau tidak, terutama

    bakteri. Setelah itu, dokter mungkin akan menambahkan noda

    ke sampel darah tersebut dan kembali diuji di bawah

    mikroskop.

    2. Tes pencitraan

  • 8/11/2019 neuro UMN

    10/76

    10

    Pilihan tes pencitraan, antara lain X-ray dan computerized

    tomography (CT) scan . Kedua jenis tes pencitraan tersebut

    dilakukan dari kepala, dada, atau sinus untuk melihat apakah

    terjadi pembengkakan atau peradangan. Jenis tes ini juga dapat

    membantu dokter untuk mendeteksi infeksi di daerah lain dari

    tubuh yang mungkin berhubungan dengan penyakit

    meningitis.

    3. Spinal tap (pungsi lumbal)

    Diagnosis definitif meningitis memerlukan analisis cairan

    serebrospinal (CSF), di mana cairan tersebut dikumpulkan

    dengan melakukan sebuah prosedur yang dikenal dengan

    istilah spinal tap. Pada orang dengan meningitis, cairan CSF

    sering menunjukkan kadar gula (glukosa) rendah diiringi

    dengan peningkatan jumlah sel darah putih dan meningkatkan

    protein. Analisis CSF juga dapat membantu dokter

    mengidentifikasi bakteri yang tepat yang menyebabkan

    penyakit. Jika dokter mencurigai meningitis virus, ia dapatmemerintahkan tes DNA berbasis yang dikenal dengan istilah

    polymerase chain reaction (PCR) amplifikasi atau tes untuk

    memeriksa antibodi terhadap virus tertentu untuk memeriksa

    penyebab spesifik dari meningitis. Hal ini dapat membantu

    untuk menentukan perawatan yang tepat dan prognosis

    Selama melakukan pemeriksaan, dokter mungkin akan

    melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat t-t infeksi pada

    kepala, telinga, tenggorokan, dan kulit di sepanjang tulang

    belakang. Jika benar-benar mengalami penyakit meningitis,

    dokter pasti akan merujuk untuk melakukan pengobatan.

    Pilihan pengobatan bergantung pada jenis meningitis yang

    miliki. Berikut penjelasannya:

    1. Meningitis bakteri

    antibiotik intravena atau dengan obat kortison. Keduanya

    dapat membantu proses pemulihan sekaligus mengurangi

    risiko komplikasi, seperti pembengkakan otak dan kejang.

    Jenis antibiotik yang digunakan juga bergantung pada jenis

    bakteri penyebab infeksi.

  • 8/11/2019 neuro UMN

    11/76

    11

    2. Meningitis viral

    Jenis meningitis ini tidak dapat disembuhkan oleh

    antibiotik. Namun, dari kebanyakan kasus, jenis penyakit

    ini dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa

    minggu. Pasien perlu banyak beristirahat, minum banyak

    cairan, mengkonsumsi obat yang dapat mengurangi demam

    dan meringankan nyeri pada tubuh.

    Penyakit meningitis dapat dicegah dengan melakukan

    imunisasi dengan teratur. Ada beberapa jenis vaksinasi yang

    dapat digunakan, yaitu:

    Vaksin haemophilus influenzae tipe b (Hib)

    Jenis vaksin ini dianjurkan bagi beberapa orang dewasa,

    termasuk mereka yang memiliki penyakit sel sabit atau

    AIDS dan mereka yang tidak memiliki limpa.

    Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)

    Jenis vaksin ini harus rutin didapatkan, khususnya bagianak-anak yang berusia dua tahun hingga lima tahun yang

    berisiko tinggi terserang penyakit pneumokokus,

    menderita penyakit jantung kronis, paru-paru, bahkan

    kanker.

    Vaksin haemophilus influenzae tipe b dan neisseria

    meningitidis serogrup C dan Y (Hib-MenCY)

    Vaksin ini dianjurkan untuk anak-anak yang usinya lebih

    muda dari 19 bulan, tetapi tidak lebih muda dari 6 minggu,

    di mana mereka juga berisiko tinggi mengalami penyakit

    meningokokus. Vaksin ini diberikan dalam empat dosis

    yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan antara usia

    12 bulan dan 15 bulan.

    Vaksin Pneumococcal polysaccharide (PPSV)

    Anak-anak dan orang dewasa yang membutuhkan

    perlindungan dari bakteri pneumokokus dapat menerima

    vaksin ini. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit

    merekomendasikan vaksin PPSV untuk semua orang

    dewasa yang lebih tua dari 65 tahun, orang dewasa muda

  • 8/11/2019 neuro UMN

    12/76

    12

    dan anak-anak yang memiliki sistem kekebalan tubuh

    lemah atau penyakit kronis seperti penyakit jantung,

    diabetes atau anemia sel sabit, dan bagi mereka yang tidak

    memiliki limpa.

    Vaksin meningococcal conjugate (MCV4)

    Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit

    merekomendasikan bahwa dosis tunggal MCV4 diberikan

    kepada anak-anak usia 11 sampai 12, kemudian suntikan

    penguat diberikan pada usia 16 tahun. Bila vaksin pertama

    diberikan antara usia 13 tahun dan 15 tahun, suntikan

    penguat dianjurkan untuk diberikan antara usia 16 tahun

    dan 18 tahun. Sedangkan, jika suntikan pertama diberikan

    pada usia 16 tahun atau lebih tua, tidak dibutuhkan

    suntikan penguat. Jenis vaksin ini juga dapat diberikan

    kepada anak muda yang berisiko tinggi terserang penyakit

    meningitis bakteri atau bahkan yang telah mengalaminya.

    Jenis komplikasi yang mungkin akan muncul, antara laingangguan pada pendengaran, kerusakan pada otak, gagal

    ginjal, syok, masalah pada memori, dan masalah berjalan.

    Selain itu, risiko kejang dan kerusakan saraf permanen

    akan terjadi bila tidak melakukan pengobatan dengan

    cepat. Hal itu secara tidak langsung akan mengancam jiwa

  • 8/11/2019 neuro UMN

    13/76

    13

    1.2.2. Ensefalitis

    Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam

    mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi

    peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput

    pembungkus otak dan medula spinalis.

    Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan

    oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.

    Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP)

    yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang

    nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus

    kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh

    enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi

    pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi

    pertusis.

    Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya.

    Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis

    adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli,Mycobacterium, dan T.Pallidium. Sedangkan ensefalitis virus

    penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili, virus

    rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan

    B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.

    Etiologi

    a.Virus

    b.Bakteri

    c.Jamur

    Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan

    Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur,

    spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah

    Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.

    Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut

    sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer,

    2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi

    toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar

    air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering

    ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung

  • 8/11/2019 neuro UMN

    14/76

    14

    menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik

    atau vaksinasi terdahulu.

    Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta

    epidemiologinya ialah:

    Infeksi virus yang bersifat endemik

    1. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie,

    virus ECHO.

    2. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St.

    Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese

    B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,

    Murray valley encephalitis.

    Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes

    simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps,

    Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang

    dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

    Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela,

    pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosisinfeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi

    traktus respiratorius yang tidak spesifik.(Robin cit. Hassan,

    1997)

    Tanda dan Gejala

    1.Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan

    hiperpireksia

    2.Kesadaran dengan cepat menurun

    3.Muntah

    4.Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau

    twitching saja (kejang-kejang di muka)

    5.Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-

    sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis,

    afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997

    6.Perubahan perilaku

    7.Gelisah

    Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut,

    dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium,

    bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan

  • 8/11/2019 neuro UMN

    15/76

    15

    asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan

    involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

    Patofisiologi

    Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan

    saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan

    menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :

    Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput

    lender permukaan atau organ tertentu.

    Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam

    darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak

    di organ tersebut.

    Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak

    di perukaan selaput lender dan menyebar melalui system

    persarafan.

    Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi

    klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari

    ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntahnyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat.

    Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-

    muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi

    mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang

    disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan

    penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain

    berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan

    kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda

    neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia,

    ataksia, dan paralisis saraf otak.

    Manifestasi Klinis

    Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai

    dengan demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri

    tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat.

    Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya

    tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala

    tersebut berupa:

    1.Gelisah

  • 8/11/2019 neuro UMN

    16/76

    16

    2.Iritabel

    3.Streming attack

    4.Perubahan perilaku

    5.Gangguan kesadaran

    6.Kejang

    Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa :

    1)Afasia

    2)Hemiparesia

    3)Hemiplagia

    4)Ataksia

    5)Paralisis saraf otak

    Tanda rangsangan meningela dapat terjadi bila peradangan

    mencapai meningen. Ruam kulitkadang di dapatkan pada

    beberapa tipe ensefalitis misalnyapada enterovirus dan

    varisela zoster.

    Komplikasi

    Komplikasi pada ensefalitis berupa :1.Retardasi mental

    2.Iritabel

    3.Gangguan motorik

    4.Epilepsi

    5.Emosi tidak stabil

    6.Sulit tidur

    7.Halusinasi

    8.Enuresis

    9.Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial

    lain.

    Pemeriksaan Penunjang

    1.Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)

    2.Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urin

    1) Sukar oleh karena uremia berlangsung singkat

    2) Dapat membantu mengidentifikasikan daerah pusat

    infeksi dan penyebab infeksi

    4. CT Scan/ MRI

    1) Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak

  • 8/11/2019 neuro UMN

    17/76

    17

    ventrikel, hematom, daerah cerebral, hemoragic, atau

    tumor

    5. EEG

    1) Terlihat aktivitas listrik (gelombang) yang menurun,

    sosial dengan tingkat kesadaran yang menurun

    2) Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu

    (aktivitas lambat bilateral)

    Penatalaksanaan

    1. Isolasi.

    Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar

    dan sebagai tindakan pencegahan.

    2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang

    mungkin dianjurkan oleh dokter :

    Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

    Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

    Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen

    antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkanmortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir

    diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per

    hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah

    kekambuhan (Victor, 2001).

    Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan

    antibiotika secara polifragmasi.

    3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial,

    manajemen edema otak

    Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis

    dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan

    anak.

    Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari

    disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan

    edema otak.

    Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga

    digunakan untuk menghilangkan edema otak.

    4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera

    untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah

  • 8/11/2019 neuro UMN

    18/76

    18

    valium dan atau luminal.

    Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5

    mg/kgBB/kali

    Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang

    dengan dosis yang sama

    Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih

    kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24

    jam.

    5.Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan

    O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).

    6.Penatalaksanaan shock septik

    7.Mengontrol perubahan suhu lingkungan

    8.Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada

    permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar,

    misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,

    daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai

    hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari danphenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau

    intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga

    diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol

    bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per

    oral.

    1.2.3. Malaria serebral

    Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut

    WHO definisi malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma

    yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang menetap > 30

    menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang dapat

    ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah

    disingkirkan.3

    EPIDEMIOLOGI

    Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di

    seluruh dunia.Kira-kira lebih dua milyar atau lebih 40 %

    penduduk dunia hidup di daerah bayang-bayang malaria.Jumlah

  • 8/11/2019 neuro UMN

    19/76

    19

    kasus malaria di Indonesia kira-kira 30 juta/tahun, angka kematian

    100.000/ tahun.

    ETIOLOGI

    Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa

    intraseluler dari genus plasmodium. Empat spesies dari

    plasmodium menyebabkan malaria pada manusia antara lain:

    Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale

    dan Plasmodium malariae. Plasmodium falsiparum adalah infeksi

    yang paling serius dan yang sering memberi komplikasi malaria

    berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian

    tinggi.1,2,8

    Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak

    dan orang dewasa yang non-imun adalah malaria serebral.9

    PATOGENESIS

    Patogenesis dari malaria serebral masih belum memuaskan dan

    belum dimengerti dengan baik.10,11

    Patogenesis dari malaria

    serebral berdasar pada kelainan histologis. Eritrosit yangmengandung parasit (EP) muda (bentuk cincin) bersirkulasi dalam

    darah perifer tetapi EP matang menghilang dalam sirkulasi dan

    terlokalisasi pada pembuluh darah organ disebut

    sekuester.Eritrosit matang tercantel pada sel endotel vaskular

    melalui knobyang terdapat pada permukaan eritrosit sehingga EP

    matang melekat pada endotel venula/ kapiler yang disebut

    sitoadherens.Kira-kira sepuluh atau lebih eritrosit yang tidak

    terinfeksi menyelubungi 1 EP matang membentuk roset. Adanya

    sitoadherens, roset, sekuester dalam organ otak dan menurunnya

    deformabilitas EP menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi

    akibatnya hipoksia jaringan.3

    GAMBARAN KLINIS

    Penderita malaria falsiparum yang non imun bila diagnosa

    terlambat, penundaan terapi, absorbsi gagal karena muntah-

    muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah panas, dapat

    menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk

    cepat dengan nyeri kepala yang bertambah dan penurunan derajat

    kesadaran dari letargi, sopor sampai koma. Kesadaran menurun

  • 8/11/2019 neuro UMN

    20/76

    20

    dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8 senilai dengan sopordan

    anak-anak dinilai skor dari Balantere somnolen atau delir

    disertai disfungsi serebral.Pada dewasa kesadaran menurun

    setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-anak lebih pendek

    dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari

    sedangkan anak-anak pulih kesadaran lebih cepat setelah

    mendapat pengobatan. Gejala motorik seperti tremor, myoclonus,

    chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi hemiparesa, cortical

    blindness dan ataxia cerebelarjarang

    LABORATORIUM

    a. Pemeriksaan Mikroskopis

    pemeriksaan sediaan darah tebal dan hapusan darah tipis dapat

    ditemukan parasit plasmodium. Pemeriksaan ini dapat

    menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis parasit. Bila

    hasil , diulangi tiap 6-12 jam.

    b. QBC (semi quantitative buffy coat)

    Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodiumyang dapat mengikat acridine orangeakan

    mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC

    adalah cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium

    dan hitung parasit.

    c. Rapid Manual Test

    RMT adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan

    menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10

    menit. Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya 82,5 %.

    d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

    Adalah pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk

    mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam darah.

    Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita

    walaupun parasitemia rendah.3

    DIAGNOSIS

    Kriteria diagnosis malaria serebral:4

    Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah

    endemis

    Demam atau riwayat demam yang tinggi

  • 8/11/2019 neuro UMN

    21/76

    21

    Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran

    dengan atau tanpa gejala neurologis lain, sedangkan

    kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.

    Ditemukan parasit malaria dalam sediaan darah tepi

    Tidak ditemukan kelainan cairan serebrospinal yang berarti.

    PENATALAKSANAAN1

    A. Tindakan Umum

    Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah

    malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan

    dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu:

    1. Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan

    dan nutrisi

    2. Hindarkan trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur

    3. Hati-hati komplikasi: kateterisasi, defekasi, edema paru karena

    over hidrasi

    4. Monitoring; temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam.

    Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan.

    5. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot.

    6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan

    7. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi

    trendelenburg, perhatikan warna dan temperatur kulit

    8. Cegah hiperpireksi

    9. Pemberian cairan: oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml bila

    tidak ada dehidrasi

    10.Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbihidrat dan

    garam

    11.Perhatiksn kebersihan mulut

    12.Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi

    13.Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan

    14.Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kain/ gaas

    lembab

    15.Perawatan anak: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering

    mungkin, letakkan posisi kepala sedikit rendah, posisi dirubah

    cukup sering dan pemberian cairan dan obat harus hati-hati.

  • 8/11/2019 neuro UMN

    22/76

    22

    Penanganan Komplikasi3,13

    1. Kejang; Kejang merupakan salah satu komplikasi dari malaria

    serebral.Penanganan/ pencegahan kejang penting untuk

    menghindarkan aspirasi. Penanganan kejang:

    Diazepam: i.v 10 mg; atau intra rektal 0,5-1,0 mg/ KgBB.

    Paradelhid: 0,1 mg/ KgBB.

    Klormetiazol (dipakai untuk kejang berulang-ulang)

    Fenitoin: 5 mg/ KgBB i.v diberikan perlahan-lahan.

    Fenibarbital: pemberian fenobarbital 3,5 mg/ KgBB (umur diatas

    6 tahun) mengurangi terjadinya konvulsi.

    2. Hipoglikemi; Bila kadar gula darah kurang dari 50 mg% maka:

    Beri 500 ml Dekstrose 40 % i.v dilanjutkan dengan

    Glukosa 10 % per infus 4-6 jam

    Monitor gula darah tiap 4-6 jam, sering kadar gula berulang-ulang

    turun.

    Bila perlu diberikan obat yang menekan produksi insulin seperti

    diazoxide, glukagon atau analog somatostatin.3. Hiperpireksi; Hiperpireksi yang lama dapat menimbulkan

    kelainan neurologik yang menetap.

    Menurunkan temperatur dengan pendinginan fisik: kipas angin,

    kompres air/es, selimut dingin dan perwawatan di ruangan yang

    sejuk.

    Pemberian anti piretik: Parasetamol 15 mg/ KgBB atau aspirin 10

    mg/ KgBB (kontraindikasi untuk kehamilan dan gejala

    perdarahan)

    4. Anemi; Bila anemi whole blood ataupacked cells.

    5.Gangguan Fungsi Ginjal; serimg terjadi pada orang

    dewasa.Kelainan fungsi ginjal dapat bersifat pre renal, atau renal

    yaitu nekrosis tubuler.Gangguan pre-renal terjadi pada 50 % kasus

    sedangkan nekrosis tubuler hanya pada 5-10 % kasus. Bila

    oliguria tidak ditangani akan terjadi anuria. Tatalaksana bertujuan

    mencegah iskemi ginjal dengan mengatur keseimbangan

    elektrolit.

    6. Hiperparasitemia; Exchange transfusion (transfusi ganti)

    terutama pada penderita parasitemia berat. Indikasi bila

  • 8/11/2019 neuro UMN

    23/76

    23

    parasitemia > 5 % dengan komplikasi berat.Tapi transfusi ganti

    bukanlah tindakan mudah, dan perlu ada fasilitas screening

    darah.Darah yang dipakai berkisar 5-12 liter.Transfusi ganti

    memperbaiki anemi, mengembalikan faktor pembekuan darah,

    trombosit juga mengurangi toksin.

    PROGNOSIS

    Diagnosis dini dan pengobatan tepat prognosis sangat baik.Pada

    koma dalam, tanda-tanda herniasi, kejang berulang, hipoglikemi

    berulang dan hiperparasitemia risiko kematian tinggi.Juga

    prognosis tergantung dari jumlah dan berat kegagalan fungsi

    organ. Anak-anak mengalami kecacatan 3

  • 8/11/2019 neuro UMN

    24/76

    24

    1.2.4. Tetanus

    Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh

    neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai

    dengan spasme otot yang periodik dan berat.(5)

    Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik

    yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan

    neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.Spora

    Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka

    pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar

    serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ).

    ETIOLOGI

    Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani

    Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda,

    juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi

    dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa

    bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang

    atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan

    memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin

    yang bernama tetanospasmin.(1)

    Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada

    neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan

    yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus

    neonatorum.

    Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia

    mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara

    menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.

    Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang

    menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi

    otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter

    adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut.

    Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang

    kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis

    sehingga timbul spasme otot yang khas .

    PATHOLOGI

  • 8/11/2019 neuro UMN

    25/76

    25

    Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending

    bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS.

    Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural.

    Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara

    luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

    GEJALA KLINIS

    Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau

    lebih lama 3 atau beberapa minggu ).

    Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni

    1. Localited tetanus ( TetanusLokal )

    2. Cephalic Tetanus

    3. Generalized tetanus (Tctanusumum)

    Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus

    Kharekteristik dari tetanus

    Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap

    selama 5 -7 hari.

    Setelah 10 harikejang mulai berkurang frekwensinya

    Setelah 2 minggukejang mulai hilang.

    Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada

    rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut(

    trismus, lockjaw ) karena spasme Otot masetter.

    Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk( opistotonus , nuchal

    rigidity )

    Risussardonicuskarena spasme otot muka dengan gambaranalis

    tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir

    tertekan kuat .

    Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan

    opistotonus, tungkai dengan

    Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran

    tetap baik.

    Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia

    dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna

    vertebralis( padaanak ).

    DIAGNOSIS

  • 8/11/2019 neuro UMN

    26/76

    26

    Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien

    sewaktu istirahat, berupa :1.Gejala klinik

    1. Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (

    sardonic smile ).

    2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah

    dilupakan.

    3. Kultur: C. tetani (+).

    4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

    PROGNOSIS

    Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya,

    dimana :

    1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )

    2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum

    3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

    Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi

    bisa lebih pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya

    penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makinpendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.

    Prognosa tetanus neonatal jelek bila:

    1. Umur bayi kurang dari 7 hari

    2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang

    3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam

    4. Dijumpai muscular spasm.

    Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan

    tetanus neonatorum > 60%.

    PENATALAKSANAAN

    A. UMUM

    Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani,

    menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan

    memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan

    tersebut dapat diperinci sbb :

    1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

    -membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi

    jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta

    kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan,

  • 8/11/2019 neuro UMN

    27/76

    27

    terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan

    pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.

    2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung

    kemampuan Membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus,

    makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

    3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan

    tindakan terhadap penderita

    4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

    5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

    B. Obat- obatan

    B.1. Antibiotika :

    Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hariselama 10

    hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan

    Penicilinedosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM

    diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitive terhadap peniciline,

    obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis

    30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gramdan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia

    Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000

    unit /kgBB/24 jam, dibagi 6 dosisselama 10 hari.

    Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetative

    dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila

    dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad

    spectrum dapat dilakukan.

    B.2. Antitoksin

    Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin

    ( TIG) dengandosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja,

    secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG

    mengandung "anti complementary aggregates of globulin ",

    yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.

    Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus

    antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U,

    dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin

    dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan

    diberikan secara intravena, pemberian harus sudah

  • 8/11/2019 neuro UMN

    28/76

    28

    diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang

    tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada

    sebelah luar.

    B.3.Tetanus Toksoid

    Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan

    bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang

    berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

    dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai

    imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

    B.4. Antikonvulsan

    Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah

    kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm

    beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat obatan

    sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

    1.2.5. HIV AIDS

    HIV/AIDS akan memasuki darah dan menunju limfossitmencari T Helper bereplikasi dan hancurkan sel inangnya

    sehingga terjadi leukopeni berat dan penurunan produksi CD4.

    Ketika Imunologi seseorang menurun akan terjadi masalah lain

    termasuk masalah yang berhubungan dengan saraf

    Penyakit saraf akibat HIV/AIDS

    a. Primer yakni penyakit yang murni diakibatkan penurunan

    limfosit T CD4 dan fungsi otak

    b. Sekunder yakni infeksi oportunistik lain missal toksoplasma

    dan ensefalitis serta neoplasa dan berbagai komplikasi terapi

    Demensia akibat HIV/AIDS 50% diderita oleh penderita

    HIV/AIDS dengan CD4

  • 8/11/2019 neuro UMN

    29/76

    29

    yang lebih lanjut lagi ytakni ataksia, inkontinensia, tremor,

    gangguan regresi lobus kiri.

    Stadium dalam dimensia ini adalah:

    0 normal

    0,5 subklinis. Cepat melupakan suatu hal

    1 Ringan, Gangguan motorik dan kognitif tidak nyata.

    Memerlukan bantuan dalam melakukan pekerjaan

    2. Sedang, Gangguan motorik dan kognitif. Memerlukan

    bantuan untuk melakukan kegiatamn seharihari

    3. Berat, gangguan kecerdasan mayor

    4. Sangat berat, vegetative, tidak dapat melakukan kegiatan

    seharihari

    Diagnosis Klinis

    Pungsi Lumbal untuk mendapatkan LCS, hal iui dapat

    membedakan demensia karena HIV/AIDS dengan demensia lain

    karena terdapat:

    1. Protein dan IgG tinggi2. Anti bodi HIV

    3. Sitokin, mikroglobunin Beta 2, neuroprotein, asam

    kuinolin

    4. Dopamine menurun

    Terapi

    Obat antiretroviral yang dapatmenembus sawar otak missal

    Lamivudin,stavudin, zidovudin. Sering dijumpai halusinasi maka

    obat psikoaktif dapat dipertimbangkan

    Diagnosis Banding

    1. Neurosifilis

    2. Wrenicle Ensefalitis

    3. Primary CNS Limfoma.

    1.2.6. Hidrosefalus

    Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan

    bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan

    tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran

    ventrikel (Hassan, 1983). Pelebaran ventrikuler ini akibat

  • 8/11/2019 neuro UMN

    30/76

    30

    ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan

    serebrospinal (Huttenlocher, 1983). Hidrosefalus bukan suatu

    penyakit yang berdiri sendiri. Sebenarnya, hidrosefalus selalu

    bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.

    Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi

    besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun

    (Wiknjosastro, 1994).

    Etiologi

    Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan

    serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat

    pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi

    dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi

    ruangan CSS diatasnya (Hassan et al, 1985). Tempat predileksi

    obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvis, foramen

    Luschka, foramen Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis

    (Harsono, 1996). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak

    dengan kecepatan absorbsi yang normal akan menyebabkanterjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi,

    misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada

    adenomata pleksus koroidalis. Berkurangnya absorbsi CSS pernah

    dilaporkan dalam kepustakaan pada obstruksi kronik aliran vena

    otak pada trombosis sinus longitudinalis.

    Manifestasi Klinis

    Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan

    derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS

    (Huttenlocher, 1983). Selain itu gambaran klinik hidrosefalus

    dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, dan lokasi obstruksi.

    Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya

    hipertensi intrakranial (Harsono, 1996). Manifestasi klinis dari

    hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan,

    yaitu :

    1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

    Meliputi pembesaran kepala abnormal yang merupakan gambaran

    tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Pada kasus

    hidrosefalus kongenital yang berat dimana kepala bayi yang besar

  • 8/11/2019 neuro UMN

    31/76

    31

    dapat mempersulit proses kelahiran, sedangkan pada bentuk yang

    lebih ringan, kepala berukuran normal saat lahir, tetapi kemudian

    tumbuh dengan laju berlebihan (Huttenlocher, 1983). Lingkaran

    kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan

    ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama

    kehidupan. Pada anak hidrosefalus, umur satu tahun lingkaran

    kepala itu menjadi 45 cm (Ngoerah, 1991). Pada masa neonatus,

    pengukuran lingkar kepala setiap harinya penting dalam

    menentukan proresivitas dari hidrosefalus. Kranium terdistensi

    dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal

    (Huttenlocher, 1983). Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa.

    Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas.

    Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi

    samping kepala tampak melebar dan berkelok. Sering terjadi

    retraksi kelopak mata yang terus-menerus (Sidharta, 1995). Pada

    hidrosefalus infantil yang berat, tampak suatu fenomena matahari

    terbenam (sunset phenomenon) pada bola mata. Fenomena initimbul karena tekanan intrakranial yang tinggi dapat menekan

    tulang atap orbita yang sangat tipis. Tulang atap orbita ini lantas

    menekan pada bola mata sehingga bola-bola mata itu terputar ke

    bawah (Huttenlocher, 1983). Dengan kedudukan mata demikian,

    banyak putih sklera terlihat diantara limbus atas dari kornea dan

    tepi kelopak mata atas. Tanda tersebut bisa dikorelasikan dengan

    dilatasi ventrikel ke-3 atau akuaduktus Sylvii yang sekaligus

    melumpuhkan gerakan elevasi bola mata (Sidharta, 1995). Pada

    funduskopi dapat tampak suatu atrofi papil primer akibat

    kompresi saraf optikus dan kiasma, terjadi pada kasus kronik yang

    tidak diterapi. Disamping itu dapat terlihat adanya anosmi kanan

    dan kiri. Mungkin pula terdapat strabismus karena adanya paralise

    dari satu atau beberapa nervi kranialis. Penderita memperlihatkan

    pula adanya retardasi mental dan konvulsi. Sewaktu-waktu

    tampak nistagmus. Bila dilakukan perkusi sedikit di belakang

    tempat pertemuan os frontale dengan os temporale maka dapat

    timbul resonansi seperti bunyi kendi retak (cracked pot

    resonance). Tanda ini dinamai Macewens sign. Tidak jarang

  • 8/11/2019 neuro UMN

    32/76

    32

    dijumpai tanda-tanda paraparesis spastik dengan reflek tendon

    lutut atau Achilles yang meningkat serta dengan Babinski yang

    positif kanan dan kiri.

    Menurut Harsono (1996), pada neonatus gejala yang paling umum

    dijumpai adalah iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan

    minum, dan kadang-kadang kesadaran menurun ke arah letargi.

    Anak kadang-kadang muntah, jarang yang bersifat proyektil. Pada

    masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum tampak.

    Kecurigaan akan hidrosefalus bisa berdasarkan gejala-gejala

    tersebut di atas, sehingga dapat dilakukan pemantauan secara

    teratur dan sistemik.

    2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

    Jika hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak, maka

    pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi pada umumnya anak

    mengeluh nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial.

    Lokasi nyeri kepala tidak khas atau tidak menentu. Kadang-

    kadang anak muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhanpenglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.

    Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan

    cara berjalan. Hal demikian ini disebabkan oleh peregangan

    serabut kortikospinal korteks parietal sebagai akibat pelebaran

    ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang lebih kecil yang

    melayani tungkai akan terlebih dahulu tertekan, sehingga

    menimbulkan pola berjalan yang khas (Harsono, 1996).

    Kombinasi spastisitas dan ataksia yang lebih mempengaruhi

    tungkai daripada lengan sering ditemukan, demikian pula

    inkontinensia urin (Huttenlocher, 1983).

    Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses

    belajar, terutama dalam tahun pertama sekolah. Apabila dilakukan

    pemeriksaan psikometrik maka akan terlihat adanya labilitas

    emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi (Harsono,

    1996). Fungsi bicara seringkali masih baik, sehingga

    bermanifestasi sebagai ocehan kosong yang agak karakteristik

    Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien

    hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran

  • 8/11/2019 neuro UMN

    33/76

    33

    abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania

    mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala

    lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal, atau

    persentil 98 dari kelompok usianya. Makrokrania biasanya disertai

    empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:

    1. Fontanel anterior yang sangat tegang. Biasanya fontanel

    anterior dalam keadaan normal tampak datar atau bahkan sedikit

    cekung ke dalam pada bayi dalam posisi berdiri (tidak menangis).

    2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.

    3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial

    menonjol. Perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat

    (cracked pot sign).

    4. Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon). Tampak

    kedua bola mata deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik.

    Fenomena ini seperti halnya tanda Perinaud, yang ada gangguan

    pada daerah tektam. Estropia akibat parese n. VI, dan kadang ada

    parese n. III, dapat menyebabkan pengelihatan ganda danmempunyai resiko bayi menjadi ambliopia.

    Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih

    besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri

    kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan

    pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak

    akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).

    Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah; spastisitas yang biasanya

    melibatkan ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan

    traktus piramidal sekitar ventrikel lateral yang dilatasi) dan

    berlanjut sebagai gangguan berjalan, gangguan endokrin (karena

    distraksi hipotalamus dan pituitari stalk oleh dilatasi ventrikel

    III.

    Diagnosis

    Prosedur dari diagnosis suatu penyakit didasarkan atas suatu

    anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    penunjang. Gejala hidrosefalus sebelum menunjukan manifestasi

    klinis adalah sangat bervariasi sehingga anamnesis memerlukan

    pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas dalam praktek,

  • 8/11/2019 neuro UMN

    34/76

    34

    tetapi hal tersebut tidak selalu mudah dicapai. Dilain pihak,

    pemberi informasi (penderita dan atau keluarganya) juga sangat

    berperan dalam proses anamnesis. Apabila informasi tidak jelas

    atau tidak lengkap maka diagnosis akan sulit ditegakkan.

    Kekeliruan atau kesalahan dalam menegakkan diagnosis dapat

    terjadi di seluruh disiplin kedokteran, baik preklinik, paraklinik,

    maupun klinik. Kesalahan diagnosis secara umum dapat

    disebabkan oleh karena, (a) kurangnya pengetahuan dan atau

    pengertian tentang penyakit, (b) kurangnya pengalaman

    menangani kasus penyakit, (c) keterbatasan informasi dari

    penderita atau keluarganya, dan (d) belum berfungsinya sistem

    rujukan secara optimal sehingga belum menunjukan interaksi

    yang baik antara puskesmas atau rumah sakit umum kabupaten

    atau dokter praktek swasta (dokter umum) dengan RSUP rujukan

    atau dokter spesialis (Harsono, 1994).

    Upaya penegakan diagnosis suatu kelainan dalam hal ini

    hidrosefalus dapat dilakukan dengan melakukan skrining ataudeteksi dini gangguan tumbuh kembang anak. Skrining terdiri dari

    penemuan faktor resiko dan deteksi adanya kelainan. Faktor

    resiko adalah faktor-faktor atau keadaan yang mempengaruhi

    perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu.

    Istilah mempengaruhi mengandung pengertian menimbulkan

    resiko lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjadinya

    status kesehatan atau kelainan tertentu (Pratiknya, 1986). Faktor

    resiko ini mungkin baru dalam tahap kecurigaan, perkiraan atau

    memang sudah terbuktikan kebenarannya.

    Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-

    samar maupun yang khas seperti yang telah diterangkan di atas,

    maka kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan

    menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. USG adalah

    pemeriksaan penunjang yang mempunyai peranan penting dalam

    mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode prenatal dan

    pascanatal selama fontanelnya tidak menutup. Pada neonatus,

    USG dapat cukup bermanfaat, untuk anak yang lebih besar,

    umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI (Magnetic

  • 8/11/2019 neuro UMN

    35/76

    35

    Resonance Imaging) dapat memastikan diagnosis hidrosefalus

    dalam waktu yang relatif singkat (Harsono, 1996). Pemeriksaan

    dengan CT scan ini dapat memperlihatkan susunan ventrikel yang

    membesar secara simetris (Ngoerah, 1991). Dengan CT scan ini

    sistem ventrikel dan seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih

    terperinci, serta dalam memperkirakan prognosa kasus tersebut di

    masa depan. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat

    diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain

    yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk

    identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. MRI sebenarnya juga

    merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus-kasus

    yang efektif. Namun, mengingat waktu pemeriksaannya yang

    cukup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pembiusan. Untuk

    menentukan apakah seorang bayi dalam kandungan adalah

    hidrosefal atau tidak, adalah suatu tugas yang tidak mudah, namun

    pemeriksaan dengan USG sudah sangat dapat membantu

    (Ngoerah, 1991).Terapi

    Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus,

    yaitu :

    1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus

    khoroidalis dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi,

    akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Obat-obatan yang

    berpengaruh disini antara lain ; diamox (asetazolamid), isosorbit,

    manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan fenobarbital,

    2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan

    tempat absorbsi yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang

    subaraknoid. Misalnya Torkildsen ventrikulosisternostomi pada

    stenosis akuaduktus Silvius. Pada anak hasilnya kurang baik

    karena sudah ada insufisisensi fungsi absorbsi

    3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial dengan

    cara ; ventrikuloperitoneal drainage, ventrikulopleural drainage,

    lumboperitoneal drainage, ventrikuloretrostomi, mengalirkan

    kedalam antrum mastoid, mengalirkan CSS kedalam vena

    jugularis melalui kateter berventil (Hoten-velve).

  • 8/11/2019 neuro UMN

    36/76

    36

    1.2.7. Rabies

    Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut

    pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan

    ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing,

    kucing dan kera.

    ETIOLOGI

    Virus rabies, termasuk rhabdo virus bersifat neurotrop.

    Cara Penularan Rabies:

    Virus rabies ditemukan dalam jumlah banyak pada air liur hewan

    yang menderita rabies. Virus ini akan ditularkan ke hewan lain

    atau ke manusia terutama melalui :

    *Luka gigitan

    *Jilatan pada luka / kulit yang tidak utuh

    *Jilatan pada selaput mukosa yang utuh

    *Menghirup udara yang tercemar virus rabies ( meskipun sangat

    jarang terjadi namun telah dilaporkan 2 kasus yang menimpa

    penjelajah yang menghirup udara di dalam goa yang terdapatbanyak kelelawar )

    Masa Inkubasi:

    Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya

    gejala penyakit . Masa inkubasi penyakit rabies pada anjing dan

    kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari14 hari). Pada manusia 2-

    3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi tergantung dari:

    *Lokasi gigitan, biasanya paling pendek pada orang yang digigit

    di daerah kepala, tempat yang tertutup celana pendek

    *Bila gigitan terdapat di banyak tempat

    *Umur

    * Virulensi (banyaknya virus yang masuk melalui gigitan / jilatan)

    PATOFISIOLOGI

    Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi,

    menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan

    atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk

    melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang

    merupakan tempat mereka berkembangbiak dengan kecepatan

  • 8/11/2019 neuro UMN

    37/76

    37

    3mm / jam. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke

    kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.

    Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada

    tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit

    ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi

    mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan

    meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita

    akan mengeluarkan air liur.

    Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa

    sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan

    daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin

    sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan

    kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat

    minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut air). Lama-kelamaan

    akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk pada otot-

    otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang

    dapat mengakibatkan kematian.GAMBARAN KLINIS

    Stadium Prodromal. Gejala-gejala awal berupa demam,

    malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa

    hari.

    Stadium Sensoris. Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai

    kesemutan pada tempat bekas gigitan. Kemudian disusul

    dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap

    rangsang sensorik.

    Stadium Eksitasi. Tonus otot-otot dan aktifitas simpatik

    meningkat dengan gejala hiperhidrosis (banyak berkeringat),

    hipersalivasi (banyak air liur), hiperlakrimasi (banyak air

    mata) dan dilatasi pupil. Bersamaan dengan stadium eksitasi

    penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium

    ini ialah adanya bermacam- macam fobia, yang sangat

    terkenal diantaranya ialah hidrofobia (takut air). Kontraksi

    otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat pula

    ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara

    ke muka penderita (aerophobia) atau dengan menjatuhkan

  • 8/11/2019 neuro UMN

    38/76

    38

    sinar ke mata (photophobia) atau dengan bertepuk tangan ke

    dekat telinga penderita (audiophobia). Pada stadium ini dapat

    terjadi apneu, sianosis, kejang dan takikardi, cardiac arrest,

    tingkah laku penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal

    disertai dengan respons yang berlebihan. Gejala-gejala eksitasi

    dapat berlangsung sampai pasien meninggal, tetapi pada saat

    kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemas,

    sehingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

    Stadium Paralisis. Sebagian besar penderita rabies meninggal

    dalam stadium eksitasi. Kadang- kadang ditemukan juga kasus

    tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paralisis otot-otot yang

    bersifat progresif. Hal ini karena gangguan saraf tulang

    belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot

    pernapasan.

    PENATALAKSANAAN

    Penanganan luka gigitan hewan penular rabies

    Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies (anjing, kucing,

    kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera mungkin.

    Untuk mengurangi/ mematikan virus rabies yang masuk pada

    luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka

    gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau

    deterjen selama 1015 menit, kemudian diberi alkohol 70%.

    Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) sesudah digigit (Post

    Exposure Treatment). Dosis dan cara pemberian VAR

    (Purified Vero Rabies Vaccine = PVRV) : Diberikan 4 x

    suntikan @ 0,5 ml pada hari ke-0 sebanyak 2 dosis sekaligus

    di regio deltoideus kanan dan kiri, hari ke-7 dan 21 masing-

    masing 1 dosis secara intramuskuler (i.m). Dosis sama untuk

    semua umur.

    Perawatan rabies pada manusia

    Pasien dirujuk ke rumah sakit

    Sebelum dirujuk, pasien diinfus dengan ringer laktat atau

    NaCl 0,9%,

  • 8/11/2019 neuro UMN

    39/76

    39

    1.3. Trauma

    1.3.1. Hematom epidural

    Perdarahan yang terjadi ekstradural yang disebabkan karena

    pecahnya arteri meningea media. Pecahnya arteri meningea media

    biasanya disebabkan karena fraktur linier os temporal. Hematom

    epidural ini biasanya memburuk dengan cepat.

    Gejala

    adanya fase interval yaitu waktu bebas gejala. Saat pertama

    terjadi trauma akan terjadi penurunan kesadaran, namun akan

    kembali normal. Akan tetapi, 6-24 jam kemudian kesadaran

    akan menurun dan koma

    Gangguan nervus III karena herniasi tentorii berupa, ptosis,

    pupil midriasis dan anisokor

    Hemiparesis

    gangguan pernafasan karena ada penekanan pada batang otak

    1.3.2. Hematom Subdural

    Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di

    antara duramater dan arakhnoid. Terjadi paling sering akibat

    robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus draining.

    Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau

    substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain

    itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta

    biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari

    hematoma epidural.

    Klasifikasi :

    Perdarahan akut

    Gejala timbul segera kurang dari 72 jam setelah trauma. Terjadi pada

    cedera kepala cukup berat. Biasanya sudah terganggu kesadaran dan

  • 8/11/2019 neuro UMN

    40/76

    40

    tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi

    melebar luas. Gambaran Ct-scan, didapatkan lesi hiperdens.

    Perdarahan sub akut

    Berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-21 hari sesudah trauma.

    Pasien mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan

    status neurologi yang bertahap kemudian penderita memperlihatkan

    tanda-tanda status neurologis yang memburuk. Pasien menjadi sulit

    dibangunkan dan tidak berespon terhadap rangsang nyeri atau

    verbalmeningkatnya tekanan intrakrania. Dapat terjadi sindrom

    herniasi dan menekan batang otak. Pada gambaran skening tomografi

    didapatkan lesi isodens atau hipodens. Lesi isodens didapatkan karena

    terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.

    Perdarahan kronik

    Terjadi setelah 21 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Gejalanya

    bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah

    trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya

    terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabilapasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan

    darah. Hematoma lama kelamaan bisa menjadi membesar secara

    perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi.

    Didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma, pada

    yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah

    permukaan arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila

    terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung

    pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater.

    Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat

    menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma.

    Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru

    yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam

    kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan

    dari ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan

    menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar

    hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas

    50 tahun. Gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens.

    Etiologi

  • 8/11/2019 neuro UMN

    41/76

    41

    a. Trauma

    Trauma kapitis

    Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya

    geseran atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada

    orang yang jatuh terduduk

    Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini

    lebih mudah terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari

    atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak anak.

    b. Non trauma

    Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di

    dalam ruangan subdural

    Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan

    perdarahan subdural yang spontan, dan keganasan ataupun

    perdarahan dari tumor intracranial

    Patofisiologi

    Subdural hematoma dapat disebabkan oleh suatu mekanisme cedera

    akselerasi-deselerasi (akselerasi: kepala pada bidang sagital dari

    posterior ke anterior dan deselerasi: kepala dari anterior ke posterior)

    akibat adanya perbedaan relative arah gerakan antara otak terhadap

    fenomena yang didasari oleh keadaan otak dapatbergerak bebas dalam

    batas-batas tertentu di dalam rongga tengkorak dan pada saat mulai

    gerakan (sesaat mulai akselerasi) otak tertinggal di belakang gerakan

    tengkorak untuk beberapa waktu yang singkat. Akibatnya otak akan

    relative bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater, kemudian

    terjadi cedera pada permukaannya terutama pada vena-vena

    penggantung (bridging veins).

    Adanya suatu massa yang berkembang membesar (hematom, abses, atau

    pembengkakan otak) di semua lokasi kavitas intracranial menyebabkan

    pergeseran dan distorsi otak, yang bersamaan dengan peningkatan TIK

    dan mengarah pada herniasi otak, keluar dari kompartemen intracranial

    dimana massa tersebut berada. Makin lebar atau deviasi pergeseran otak

    akan menimbulkan peningkatan TIK yang relative lebih tinggi terhadap

    distorsi otak yang ditimbulkannya.

    Manifestasi Klinis

  • 8/11/2019 neuro UMN

    42/76

    42

    Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang

    terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume

    SDH. Gejalanya cenderung berubah-ubah, diantaranya:

    Cedera dini (trauma pada kepala)

    Kehilangan kesadaran pasca cedera kepala (bisa sadar kembali atau

    tidak untuk suatu periode, penurunan ketajaman perrhatian setelah

    kesadaran awal)

    Mengantuk

    Sakit kepala (menetap, temporer / berubah-ubah)

    Penurunan / gangguan penglihatan (buta, bisa mata kiri / kanan)

    Penurunan sensasi (wajah, ekstremitas, dan deficit neurologis)

    Kurangnya perhatian terhadap lingkungan

    Paralisis

    Delirium

    Penurunan memori

    Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang

    mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah

    atau nadi (circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. Periksa nadi

    dan tekanan memantau apakah terjadi hipotensi, syok atau terjadinya

    peningkatan tekanan intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau syok harus

    segera dilakukan pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang

    hilang. Terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan

    refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia danbradipnea.

    1.4. Stroke

    Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik

    fokal maupun global yang berlangsung cepat, lebih dari 24 jam, atau

    berakhir dengan kematian tanpa ditemukan penyebab selain gangguan

    vascular.

    Menurut WHO, stroke terbagi atas:

    1. Stroke Nonhemoragik (iskemik), yang terbagi lagi atas:

    a. Stroke trombotik

    b. Stroke emboli

  • 8/11/2019 neuro UMN

    43/76

    43

    2. Stroke Hemoragik, terbagi lagi atas:

    a. Perdarahan Sub-arakhnoid (PSA)

    b. Perdarahan Intra-serebral (PIS)

    STROKE HEMORAGIK

    Perdarahan Intraserebral

    Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang terjadi didalam

    parenkim otak sendiri. Penyebab utama perdarahan intraserebral

    adalah pecahnya arteri dalam otak karena hipertensi yang kronis.

    Etiologi

    Menurut Caplan :

    P I S Primer : - Hipertensi Kronis 50 %

    - Arteriopati

    P I S Sekunder : - Tekanan Darah Normal

    - Anomali Vascular Congenital (20%)

    - Koagulopati

    - Tumor Otak

    - Vaskulopati Non Hipertensif (C A A)- Post Stroke Iskemia

    - Obat Anti Koagulansia / Fibrinolitik

    - Obat simpatomimetik

    Manifestasi Klinis

    Kriteria PIS

    Umur >40 tahun

    Onset Saat aktivitas

    Perjalanan Cepat

    Gejala

    Sakit kepala ++

    Muntah ++

    Vertigo -

    Kesadaran / Koma

    Kaku kuduk +/-

    Kelumpuhan

    Hemiplegi

    Tangan = kaki

    Afasia -

  • 8/11/2019 neuro UMN

    44/76

    44

    Darah Lumbal

    Pungsi (LP)

    + / -

    Arteriografi Shift midline

    CT scan Hiperdens

    Intraserebral

    Diagnosis

    1.Anamnesis

    a. Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah

    ini:

    - Kelemahan wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu

    sisi secara tiba-tiba.

    - Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara

    tiba-tiba.

    - Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur

    - Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas

    b. Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:- Hemiparesis atau hemiplegi akut

    - Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan

    pada 1 atau 2 mata, atau diplopia.

    - Disarthria atau afasia

    - Ataxia, nistagmus, atau vertigo

    - Penurunan kesadaran

    c. Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat

    trauma, infeksi, kejang, penggunaan obat kontrasepsi, nyeri

    kepala, dan lain-lain.

    2. Pemeriksaan Fisik

    a. Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)

    b. Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.

    c. Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan

    untuk memeriksa ada tidaknya kontusio, laserasi, maupun

    deformitas sebagai penyebab stroke. Auskultasi leher, jika ada

    bruit berarti penyebab stroke ada pada arteri karotis.

    d. Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan

    adanya aritmia jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu

  • 8/11/2019 neuro UMN

    45/76

    45

    dengan auskultasi, tak jarang ditemukan pula murmur atau

    gallop.

    e. Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang

    asimetris pada ekstremitas mengindikasikan adanya diseksi

    aorta

    3. Pemeriksaan penunjang

    - CT scan

    - MRI

    - Arteriografimencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah

    - Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb &

    Hematokrit

    - Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan

    pemberian antikoagulan

    - Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan

    subarachnoid

    Tatalaksana PIS:

    Medis:Cegah komplikasi + atur tensi hati-2

    Atur Tensi

    - Tensi diturunkan bila TDS >180 TDD>100

    - Tidak lebih dari 25% Tekanan Darah Arteri

    Kontrol Kenaikan Tekanan IntraKranial (TIK)

    - Gelisah: CPZ

    - Naikkan Kepala 300

    - Hiperventilasi sampai PCO2 29-35mg/Hg

    - Manitol 20% Bolus 1 gr/KgBB/ 20 menit

    (0,25 gr-0,5 gr/KgBB/ 4-6 jam)

    - Furosemide 1 mg/KgBB/ I.V ( + Albumin)

    - Dexamethasone 10 mg/ I.V / awal 1 mg/ IV / 6 jam

    Kalau Kejang: Anti Konvulsi

    Cegah Infeksi

    Neuroprotektan: Nimodipine 4 x 1 tab

    Nutrisi yang Cukup

    Cegah Stress Ulcer: H2 Blocker

    Cegah Obstipasi: Laxant

  • 8/11/2019 neuro UMN

    46/76

    46

    Cegah Decubitus: Phisio Terapi dini

    Operasi setelah 1224 jam, bila:

    - Besar Hematoma 10-30 cc (non dominant subcortical

    frontal/temporal

    - 30 cc (Subkortikal, Putaminal, Cerebellar, tanpa herniasi)

    - Komplikasi Hidrocephalus

    Prognosis

    90 % penderita stroke hemoragik meninggal.

    PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK PSA(PERDARAHAN SUB

    ARACHNOID)

    Klasifikasi PSA: WFNS Grading System (WFNS, 1988)

    WFNS Grade GCS Score Motor deficit

    I 15 Absent

    II 14-13 Absent

    III 14-13 Present

    IV 12-7 Present / absent

    V 6-3 Present / absent

    Diagnosis

    Anamnesis

    Perlu ditanyakan adanya gejala-gejala (symptoms) di bawah ini:

    - wajah, lengan, atau tungkai terutama pada satu sisi secara tiba-

    tiba.

    -

    Gejala :- Nyeri kepala hebat- Selanjutnya terjadi

    penurunan

    kesadaran pd 50% kasus

    Komplikasi :

    Menyebabkan tersumbatnyaaliran liquor sehingga terjadiHIDROSEFALUS

  • 8/11/2019 neuro UMN

    47/76

    47

    - Kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami secara tiba-tiba.

    - Penglihatan pada satu atau kedua mata kabur

    - Sakit kepala dengan penyebab yang kurang jelas

    Perlu ditanyakan adanya tanda-tanda (signs) di bawah ini:

    - Hemiparesis atau hemiplegi akut

    - Hemianopia komplit atau parsial, kehilangan penglihatan pada 1

    atau 2 mata, atau diplopia.

    - Disarthria atau afasia

    - Ataxia, nistagmus, atau vertigo

    - Penurunan kesadaran

    Selain tanda dan gejala di atas juga perlu ditanyakan riwayat trauma,

    infeksi, kejang, penggunaan obat kontrasepsi, nyeri kepala, dan lain-

    lain.

    Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation (ABC)

    Pemeriksaan Vital sign, terutama tekanan darah.

    Pemeriksaan kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan untuk

    memeriksa ada tidaknya kontusio, laserasi, maupun deformitas

    sebagai penyebab stroke. Auskultasi leher, jika ada bruit berarti

    penyebab stroke ada pada arteri karotis.

    Pemeriksaan jantung. Pada pasien stroke sering juga ditemukan

    adanya aritmia jantung akibat atrial fibrillation. Selain itu dengan

    auskultasi, tak jarang ditemukan pula murmur atau gallop.

    Ekstremitas. Pulsasi aorta maupun tekanan darah yang asimetris

    pada ekstremitas mengindikasikan adanya diseksi aorta

    Pemeriksaan penunjang

    - CT scan

    - MRI

    - Arteriografi mencari lokasi terjadinya oklusi pembuluh darah

    - Pemeriksaan Darah lengkap mengetahui jumlah Hb &

    Hematokrit

    - Pemeriksaan Protrombin Time (PT) berkaitan dengan

    pemberian antikoagulan

    - Lumbal Pungsi jika dicurigai infeksi atau perdarahan

    subarachnoid

  • 8/11/2019 neuro UMN

    48/76

    48

    1.5. Tumor

    1.5.1. Tumor Primer

    Kanker otak primer bermula dari satu jenis jaringan atau sel di

    dalam otak ataupun sumsum tulang belakang.

    Glioma : tumor yang tersusun dari neuroglia dalam setiap

    tahap perkembangannya; kadang- kadang diperluas mencakup

    semua neoplasma otak dan medula spinalis intrinsik, seperti

    astrositoma, ependimomas, dan lain- lain. Sejumlah tumor

    yang bisa dikelompokkan glioma :

    Glioblastoma : setiap astrositoma yang ganas;

    biasanyaterdapat pada otak tetapi tidak terdapat pada batang

    otak atau medula spinalis.

    Astrocytomas : tumor yang terdiri dari astrosit; jenis tumor

    yang paling lazim dan juga ditemukan di sepanjang sistem

    saraf pusat; diklasifikasikan berdasarkan histologi atau dalam

    hubungannya dengan keganasan (I- IV).

    Oligodendrogliomas : neoplasma dari dan tersusun dari

    oligodendrosit (sel oligodendroglia; sel neo-neural yang

    berasal dari ektodermal, membentuk bagian struktur

    adventisial (neuroglia) sistem saraf pusat.

    Ependymomas : neoplasma, biasanya tumbuh lambat dan

    jinak, terdiri dari sel- sel ependimal (membran yang melapisi

    ventrikel otak dan kanalis sentralis medula spinalis) yang

    terdiferensiasi.

    Meningioma: tumor pada selaput pelindung otak (meninges)

    jinak yang tumbuh lambat, biasanya terletak bersebelahan

    dengan dura mater (lapisan yang paling luar, paling kuat dari

    tiga selaput otak (meninges) dan sumsum tulang belakang)

    yang dapat menginvasi tulang tengkorak atau menyebabkan

    hiperostosis (pertumbuhan jaringan bertulang yang

    berlebihan), dan sering menyebabkan peningkatan tekanan

    intrakranial anatomi.

    Medulloblastomas : tumor; ganas embrional invasif otak

    kecil yang lebih sering terjadi pada anak- anak; sel yang tidak

  • 8/11/2019 neuro UMN

    49/76

    49

    terdeferensiasi pada tabung neural yang bisa berkembang baik

    menjadi neuroblast maupun spongioblas.

    Gangliogliomas : ganglioneuroma (neoplasma jinak

    yang tersusun atas serabut saraf dan sel ganglion masak) pada

    sistem saraf pusat.

    Schwannomas : neoplasma yang berasal dari sel

    schwann (selubung mielin) neuron; meliputi neurofibroma

    (tumor saraf tepi akibat proliferasi (reproduksi atau

    multiplikasi bentuk serupa, khususnya sel) sel schwann yang

    abnormal) dan neurilemomas (tumor selubung saraf perifer

    (neurilema), jenis tumor neurogenik yang paling umum,

    biasanya jinak).

    Gejala Umum Tumor Otak :

    Sebuah serangan kejang (baru) pada orang dewasa

    Mudah goyah/ hilang keseimbangan, terutama jika

    dikaitkan dengan sakit kepala

    Pandangan kabur, terutama jika dikaitkan dengan sakit

    kepala

    Gangguan pendengaran dengan atau tanpa pusing

    Mual, muntah yang hebat dipagi hari

    1.5.2. Sekunder

    Tumor otak sekunder / metastatik adalah tumor yang dihasilkan

    dari kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan kemudian

    merambat ke otak. Tumor otak sekunder paling sering terjadi padaorang yang memiliki catatan dengan kanker. Tapi dapat juga

    terjadi walaupun jarang, tumor otak metastatik merupakan tanda

    awal kanker yang dimulai dari bagian tubuh lainnya.

    Kanker apapun dapat menyebar ke otak, tapi jenis yang paling

    umum antara lain:

    Kanker payudara

    Kanker usus besar

    Kanker ginjal

    Kanker paru-par