file · web viewkemampuan menulis narasi bahasa jawa ngoko andhap dengan media gambar...
TRANSCRIPT
KEMAMPUAN MENULIS NARASI BAHASA JAWA NGOKO ANDHAP DENGAN MEDIA GAMBAR BERSERI SISWA KELAS VIII SMP
NEGERI 1 PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR TAHUN PELAJARAN 2007/2008
SKRIPSI
OLEHARIS YULI KRISTANTO
NIM 104211472065
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH
41
42
MEI 2008KEMAMPUAN MENULIS NARASI BAHASA JAWA NGOKO ANDHAP
DENGAN MEDIA GAMBAR BERSERI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR TAHUN
PELAJARAN 2007/2008
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana
Pendidikan
OlehAris Yuli KristantoNIM 104211472065
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAHMei 2008
43
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas kasih,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan
Media Gambar Berseri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Panggungrejo
Kabupaten Blitar Tahun Pelajaran 2007/2008 dengan baik dan lancar serta
dapat selesai tepat pada waktu yang telah ditetapkan.
Skripsi merupakan salah satu persyaratan bagi mahasiswa semua
jurusan yang menempuh pendidikan S1 untuk memeroleh gelar sarjana di
Universitas Negeri Malang (UM). Kelancaran dan kesuksesan penulis dalam
menulis karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, atas semua
bantuan yang telah diberikan.
1. Prof. Dr. H. Soeparno, selaku Rektor Universitas Negeri Malang (UM).
2. Dr. H. Dawud, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang (UM).
3. Dwi Sulistyorini, S.S., M.Hum selaku dosen pembimbing dan dosen mata
kuliah yang telah memberikan bimbingan dengan maksimal dalam penulisan
skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Sastra Indonesia yang telah banyak memberikan
materi dan ilmu dalam perkuliahan yang membantu penulis dalam penulisan
skiripsi ini.
44
5. Kedua orang tua, yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingan
internal kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman off B angkatan 2004 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan
Daerah serta teman-teman seperjuangan lain, yang telah banyak membantu
dan memberikan masukan serta motivasi kepada penulis.
7. Seluruh pihak yang turut membantu, baik secara moril maupun materiil, dalam
penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki,
penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan, baik secara individu maupun
kelompok, dan diridhoi oleh Allah SWT.
Malang, 19 Mei 2008
Penulis
45
ABSTRAK
Kristanto, Aris Yuli. 2008. Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Panggungrejo Kabupaten Blitar Tahun Pelajaran 2007/2008. Skripsi, Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Pembimbing: Dwi Sulistyorini, S.S., M.Hum.
Kata kunci: kemampuan menulis, narasi, bahasa Jawa ngoko andhap, media gambar berseri.
Pembelajaran bahasa daerah dalam kurikulum 1994 termasuk dalam klasifikasi mata pelajaran nonwajib atau muatan lokal. Akan tetapi, setelah adanya perubahan peraturan pemerintah tentang kurikulum pendidikan, mata pelajaran bahasa Jawa menjadi mata pelajaran wajib. Dengan dipelajarinya bahasa daerah dan masuk dalam kurikulum pendidikan, merupakan sebuah langkah positif yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menjaga eksistensi kebudayaan nasional. Pembelajaran bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa, sudah dilaksanakan pada jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama untuk Propinsi Jawa Timur.
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Panggungrejo Kabupaten Blitar pada tanggal 9 dan 11 Februari 2008. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan instrumen berupa soal tes menulis narasi berbahasa Jawa ngoko andhap dan mengambil sampel penelitian, yaitu memilih satu kelas dari lima kelas pada kelas VIII di sekolah tersebut di atas. Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan penskoran hasil tes menulis narasi berbahasa Jawa siswa berdasarkan rubrik penilaian menulis narasi berbahasa Jawa dan kemudian mengklasifikasikan skor berdasarkan klasifikasi kemampuan yang sudah ditetapkan. Acuan rentangan skor, yaitu skor 8,5-10 termasuk dalam klasifikasi sangat baik atau A, skor 7,0-8,4 termasuk dalam kategori baik atau B, skor 5,5-6,9 termasuk dalam kategori cukup atau C, dan skor 4,0-5,4 termasuk dalam kategori kurang atau K.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis narasi berbahasa Jawa dari aspek diksi dalam kategori baik, yaitu sejumlah 61,8% memperoleh skor antara 7,0-8,4. Pada aspek keruntutan isi cerita termasuk dalam kategori baik, yaitu sejumlah 88,2% memperoleh skor antara 7,0-8,4. Sedangkan pada aspek kreativitas isi sejumlah 50% siswa memperoleh nilai antara 5,5-6,9 atau dengan kategori cukup baik. Pada aspek ketepatan ejaan dan tanda baca, sejumlah 73,5% siswa termasuk dalam ketegori kemampuan cukup baik, yaitu berada pada rentangan nilai 5,5-6,9. Secara keseluruhan atau dari aspek keutuhan karangan, sejumlah 55,9% termasuk dalam kategori kemampuan baik, yaitu pada skor 7,0-8,4.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut, misalnya tentang aspek kerangka karangan narasi, pengembangan alur, metode pembelajaran menulis narasi, paragraf deskripsi
46
bahasa Jawa atau jenis paragraf lainnya, dan aspek lain dalam konteks peningkatan mutu pembelajaran untuk ruang lingkup mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia atau bahasa Jawa. Saran untuk lembaga atau instansi pendidikan dan pemeritah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
47
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
ABSTRAK...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... x
BAB I PENDAHULUANI.1 Latar Belakang........................................................................... 1 I.2 Masalah....................................................................................... 9
I.2.1 Ruang Lingkup Masalah.................................................... 9I.2.2 Batasan Masalah............................................................... 10I.2.3 Rumusan Masalah............................................................. 10
I.3 Tujuan........................................................................................ 11I.4 Manfaat...................................................................................... 11I.5 Asumsi....................................................................................... 12I.6 Definisi Operasional.................................................................. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA2.1 Keterampilan Berbahasa dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)................................................................... 152.2 Keterampilan Menulis............................................................... 18
2.2.1 Hakikat Menulis............................................................... 182.2.2 Menulis sebagai Keterampilan Dasar............................... 192.2.3 Keterampilan Menulis Siswa SMP.................................. 21
2.3 Paragraf Narasi.......................................................................... 232.3.1 Pengertian Narasi............................................................. 232.3.2 Ragam Narasi................................................................... 25
2.4 Media dalam Pembelajaran Menulis......................................... 272.5 Pembelajaran Menulis dalam Muatan Lokal Bahasa Jawa di Sekolah Menengah Pertama...................................................... 32
2.5.1 Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa Sekolah Menengah Pertama........................................................... 322.5.2 Pembelajaran Menulis dalam Muatan Lokal Bahasa Jawa Sekolah Menengah Pertama.................................... 37
48
BAB III METODE PENELITIAN3.1 Rancangan Penelitian................................................................ 413.2 Populasi dan Sampel................................................................. 433.3 Data dan Sumber Data............................................................... 44
3.3.1 Data.................................................................................. 443.3.2 Sumber Data..................................................................... 45
3.4 Teknik Pengumpulan Data........................................................ 453.5 Instrumen Penelitian.................................................................. 463.6 Uji Instrumen Penelitian............................................................ 483.7 Teknik Analisis Data................................................................. 513.8 Prosedur Penelitian.................................................................... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi...................................................................... 564.2 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Keruntutan Isi Cerita.................................................................................... 594.3 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Kreativitas Isi........... 624.4 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ejaan dan Tanda Baca................................................................................ 654.5 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri secara Utuh.............................. 68
BAB V PEMBAHASAN5.1 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi...................................................................... 745.2 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Keruntutan Isi Cerita.................................................................................... 785.3 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Kreativitas Isi........... 805.4 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ejaan dan Tanda Baca................................................................................ 825.5 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri secara Utuh.............................. 86
49
BAB VI PENUTUP6.1 Simpulan.................................................................................... 90
6.1.1 Simpulan Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar
Berseri dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi......... 906.1.2 Simpulan Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Keruntutan Isi Cerita............................ 906.1.3 Simpulan Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Kreativitas Isi.................................................... 916.1.4 Simpulan Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ejaan dan Tanda Baca....................................... 926.1.5 Simpulan Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri secara Utuh....................................................................... 92
6.2 Saran.......................................................................................... 936.2.1 Peneliti Lain..................................................................... 936.2.2 Lembaga atau Instansi Pendidikan................................... 946.2.3 Masyarakat....................................................................... 956.2.4 Pemerintah........................................................................ 95
DAFTAR RUJUKAN.................................................................................... 96
50
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perbedaaan Narasi Eksposotoris dan Narasi Sugestif................................ 26
3.1 Kriteria Penskoran Hasil Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap..... 52
3.2 Rekapitulasi Penilaian Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap............................................................................................ 52
4.1 Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi........................................................................................ 57
4.2 Persentase Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap Siswa dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi...................................... 58
4.3 Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Keruntutan Isi Cerita................. 60
4.4 Persentase Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dari Segi Keruntutuan Isi Cerita................................................................. 61
4.5 Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Kriativitas Isi............................. 63
4.6 Persentase Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dari Segi Kreativitas Isi.............................................................................. 64
4.7 Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ketepatan Ejaan dan Tanda Baca................................................................................. 66
4.8 Persentase Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dari Segi Ketepatan Ejaan dan Tanda Baca....................... 67
4.9 Rekapitulasi Penilaian Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri................................. 69
4.10 Persentase Skor Keseluruhan Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap secara Utuh................................................ 70
4.11 Daftar Skor Akhir Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri....................................... 71
4.12 Persentase Skor Akhir Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap secara Utuh..................................................................... 72
51
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Prosedur/Langkah Penelitian Kuantitatif.................................................... 55
52
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Nama Siswa Kelas VIII D SMP Negeri 1 Panggungrejo Tahun Pelajaran 2007/2008................................................................................... 99
2. Daftar Nama Siswa Sampel Uji Instrumen Penelitian................................ 100
3. Instrumen Penelitian................................................................................... 101
4. Rubrik Penilaian Menulis Narasi Berbahasa Jawa Ngoko Andhap............ 102
5. Data Hasil Uji Instrumen Penelitian........................................................... 104
6. Hasil Analisis Uji Instrumen...................................................................... 141
7. Data Lengkap Hasil Penelitian................................................................... 156
8. Foto Kegiatan Penelitian............................................................................. 193
9. Surat Ijin Penelitian.................................................................................... 194
10. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian............................................... 195
11. Pernyataan Keaslian Tulisan....................................................................... 196
12. Riwayat Hidup............................................................................................ 197
53
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai negara yang kaya akan budaya dan suku bangsa, Indonesia
memiliki ragam bahasa daerah yang termasuk dalam kekayaan kebudayaan
nasional. Bahasa daerah yang merupakan alat komunikasi kedaerahan, memiliki
nilai historis yang tinggi. Bahasa daerah merupakan identitas sebuah komunitas
atau suku bangsa di Indonesia yang harus terus dijaga kelestariannya. Keragaman
bahasa daerah di Indonesia perlu untuk tetap eksis, walaupun kondisi peradaban
yang semakin maju dengan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen di
dalamnya. Dengan eksistensi bahasa daerah, identitas Indonesia sebagai negara
yang kaya akan kebudayaan selalu tetap terjaga. Salah satu cara efektif dan efisien
dalam rangka menjaga kelestarian dan eksistensi bahasa daerah adalah melalui
bidang pendidikan.
Dalam kurikulum pendidikan Indonesia, bahasa daerah merupakan salah
satu mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa pada jenjang Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bahasa daerah mampu memberikan
pengetahuan yang lebih dan berbeda dengan mata pelajaran lain. Pembelajaran
bahasa daerah dalam kurikulum 1994 termasuk dalam klasifikasi mata pelajaran
nonwajib atau muatan lokal. Namun, dengan dipelajarinya bahasa daerah dan
masuk dalam kurikulum pendidikan, merupakan sebuah langkah positif yang
dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya menjaga eksistensi kebudayaan
54
nasional. Hal pokok yang menjadi bahan pertimbangan dalam pembelajaran
bahasa daerah adalah penanaman nilai dan sikap berbudi pekerti luhur yang sangat
perlu dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia, khususnya para siswa sebagai
generasi penerus bangsa. Bahasa daerah merupakan sarana dan sumber belajar
yang mampu memberikan pendidikan afektif itu.
Pembelajaran bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa, sudah dilaksanakan
pada jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama untuk propinsi Jawa
Timur. Bahasa Jawa yang merupakan bahasa komunikasi sehari-hari dalam
kehidupan masyarakat merupakan sebuah nilai tambah dalam pembelajaran
bahasa Jawa. Siswa secara kognitif telah memiliki pengetahuan dasar tentang
bahasa Jawa, sehingga siswa tidak akan mengalami kesulitan yang sangat besar
dalam mempelajari bahasa Jawa di sekolah.
Apresiasi terhadap mapel bahasa Jawa tersebut akan segera berubah
dengan adanya ketentuan bahwa bahasa Jawa bukanlah mapel muatan lokal.
Ketentuan pertama adalah UU RI No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang disahkan 8 Juli 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 No.78). Seperti penjelasan Sunoto (2007:1) seperti di bawah ini.
Pada Pasal 37 ayat (1) dinyatakan kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan, dan muatan lokal. Selanjutnya dalam Penjelasan atas UU RI No 20 Th 2003 tersebut (Tambahan Lembaran Negara RI Th 2003 No 4301) khususnya Pasal 37 ayat (1) tentang butir bahasa dijelaskan sebagai berikut: Bahan kajian bahasa mencakup bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dengan pertimbangan: satu, bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional. Dua, bahasa daerah merupakan bahasa ibu peserta didik. Tiga, bahasa asing terutama bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat penting kegunaannya dalam pergaulan global.
55
Selain peraturan pemerintah tersebut, ada beberapa peraturan lain yang
mengatur bahwa bahasa Jawa merupakan mata pelajaran wajib yang harus
dipelajari di sekolah dari jenjang SD sampai SMP. Peraturan pemerintah lain
tentang pembelajaran bahasa Jawa menyebutkan bahwa ketentuan yang
menyatakan bahasa Jawa bukan merupakan mata pelajaran mulok adalah
Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/188/KPTS/013/2005 tentang
kurikulum mata pelajaran bahasa Jawa tahun 2005 untuk jenjang pendidikan
SD/SDLB/MI dan SMP/SMPLB/MTs Negeri dan Swasta Propinsi Jawa Timur
tanggal 11 Juli 2005 (Depdikbud, 2005:1). Dari keputusan tersebut dapat
disimpulkan bahwa mata pelajaran bahasa Jawa bukan lagi mata pelajaran yang
dianggap tidak terlalu penting lagi dan harus dipelajari oleh siswa dari jenjang
Sekolah Dasar dan yang sederajat sampai Sekolah Menengah Pertama dan yang
sederajat, khususnya untuk daerah propinsi Jawa Timur.
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, pembelajaran bahasa Jawa,
khususnya di propinsi Jawa Timur, hendaknya dapat lebih ditingkatkan kualitas
dan kuantitasnya. Peraturan-peraturan yang mengatur pembelajaran bahasa Jawa
tersebut dapat menjadi motivator, supaya mata pelajaran bahasa Jawa tidak lagi
menjadi mata pelajaran yang dianggap tidak terlalu penting dalam kenaikan kelas
dan kelulusan siswa. Bahkan, untuk jenjang SMA dan yang sederajat, akan sangat
bermanfaat, terutama dalam membelajarkan hal tentang moral dan nilai luhur
budaya Jawa, apabila diadakan pembelajaran bahasa Jawa, seperti yang telah
dilakukan di propinsi Jawa Tengah yang sebenarnya memiliki karakteristik bahasa
dan budaya Jawa yang sama dengan propinsi Jawa Timur.
56
Berdasarkan uraian di atas, perlu ditekankan bahwa para guru bahasa Jawa
perlu memperhatikan karakteristik kurikulum bahasa Jawa tahun 2005 sampai
pedoman terbaru, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Hal
tersebut adalah menekankan pada fungsi bahasa Jawa sebagai alat komunikasi,
menggunakan pembelajaran terpadu; keterampilan mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis meliputi kemampuan bahasa dan kemampuan bersastra.
Pembelajaran berpusat pada siswa dalam bentuk pengalaman belajar, guru
berperan sebagai fasilitator, penulis skenario pembelajaran, dan sutradara
pembelajaran serta berorientasi kepada pencapaian kompetensi siswa, yaitu
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan nilai-nilai dasar atau
sikap (afektif). Guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran untuk
menciptakan kondisi belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi siswa.
Metode pembelajaran bahasa Jawa tidak disajikan secara khusus. Hal ini
bertujuan agar guru dapat memilih metode yang dianggap tepat dan sesuai dengan
tujuan, bahan, dan keadaan siswa (Depdikbud, 1994:133). Kegiatan belajar lebih
ditekankan menggunakan metode yang kreatif dan beragam. Untuk menghindari
kejenuhan, kegiatan belajar dapat dilakukan di luar kelas dengan tujuan yang lebih
disesuaikan. Tugas-tugas dapat diformat secara perseorangan, berpasangan, atau
kelompok. Pada dasarnya pembelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa
menjadi berkesan akan sangat membantu memudahkan siswa dalam memahami
materi pelajaran tersebut.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bahasa Jawa, mata
pelajaran bahasa Jawa memiliki ruang lingkup yang mencangkup dua aspek
kemampuan, yaitu kemampuan bahasa dan kemampuan bersastra. Kedua aspek
57
tersebut memiliki empat kemampuan dasar, yaitu mendengarkan, membaca,
berbicara, dan menulis. Keempat kemampuan bahasa tersebut dilaksanakan secara
terpadu (Depdikbud, 1994:132). Dari keempat kemampuan dasar tersebut,
menulis merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh siswa dan terintegrasi
dengan kemampuan bahasa yang lain, misalnya membaca-menulis,
mendengarkan-menulis, ataupun berbicara-menulis. Dalam Standar Isi Kurikulum
BSNP (2006:231) menyebutkan bahwa kegiatan menulis merupakan salah satu
cara berkomunikasi secara efektif dan efisien untuk meningkatkan potensi dan
membina bakat serta minat peserta didik. Kemampuan menulis ini bukan hanya
pada aspek kebahasaan (nonfiksi) saja, melainkan juga pada aspek kesastraan atau
karya-karya fiksi.
Menulis merupakan kegiatan produktif. Artinya, dalam kegiatan ini hasil
akhirnya berupa karya tulis yang isinya memiliki maksud dan tujuan tertentu yang
ditujukan kepada pembacanya. Dalam menulis, seseorang membutuhkan skemata
atau pengetahuan yang luas mengenai topik yang akan ditulis. Menulis merupakan
kegiatan yang menggabungan beberapa kemampuan, sehingga membutuhkan
konsentrasi yang tinggi untuk menuangkan gagasan abstrak menjadi sebuah
bahasa verbal dalam bentuk simbol-simbol bahasa yang kongkret.
Dalam pembelajaran menulis narasi, khususnya dalam mata pelajaran
bahasa Jawa merupakan kegiatan yang hampir sama dengan menulis narasi dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia, hanya perbedaannya terletak pada bahasa yang
digunakan dalam menuangkan ide dan gagasan. Penggunaan kosakata bahasa
Jawa yang efektif dan efisien akan memberikan hasil yang lebih baik bagi karya
tulis siswa. Berdasarkan fakta lapangan menunjukkan bahwa dalam kegiatan
58
pembelajaran menulis, siswa masih banyak mengalami kesulitan dan metode
pembelajaran masih kurang menarik minat siswa. Hal ini disebabkan oleh banyak
faktor, diantaranya pemanfaatan media dan kegiatan pembelajaran yang kurang
bervariasi, sehingga menyebabkan minat dan semangat siswa dalam pembelajaran
menjadi berkurang dan hasil yang dicapai tidak maksimal. Media pembelajaran
menulis narasi dalam muatan lokal bahasa Jawa selama ini masih kurang
bervariasi, guru cenderung mengabaikan media dan hanya menyuruh siswa tanpa
adanya alat, baik fisik maupun nonfisik, yang dapat membantu siswa dalam
menulis narasi, sehingga hasil yang didapatkan kurang maksimal.
Pada umumnya guru mengajarkan menulis narasi pada mata pelajaran
bahasa Jawa mengalami kesulitan dalam menentukan media, bahkan mengabaikan
kegiatan belajar menulis narasi ini. Para guru tidak membelajarkan kegiatan
menulis narasi bahasa Jawa ini, sehingga siswa kurang menguasai materi menulis
dan hasil belajar dalam tes akhir semester banyak siswa yang mendapatkan nilai
kurang. Selain itu, kurang minatnya siswa pada mata pelajaran bahasa Jawa
membuat kegiatan menulis dengan bahasa Jawa merupakan kegiatan yang tidak
menarik dan menyulitkan.
Hal itu disebabkan oleh metode dan media yang digunakan guru dalam
pembelajaran menulis bahasa Jawa yang kurang inovatif dan kreatif. Dengan
media yang berupa gambar berseri akan memudahkan siswa dalam menuangkan
gagasannya, jika dibandingkan dengan gambar tunggal atau tanpa adanya media
berupa gambar (media visual). Hal itu dikarenakan, dengan adanya gambar
berseri, secara tidak langsung membantu siswa dalam menulis sebuah pokok
bahasan yang sudah tersusun dan secara jelas ada peristiwa atau kejadian dalam
59
gambar, sehingga siswa lebih mudah dalam mengembangkan gagasan dari
peristiwa-peristiwa yang sudah ada di dalam gambar secara berurutan.
Hasil penelitian sebelumnya dalam hal menulis narasi bahasa Jawa yang
dilakukan oleh Suharnanik (2005) kepada siswa MI menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan yang signifikan. Kemampuan menulis narasi bahasa
Jawa yang sebelumnya sangat kurang apabila diajarkan dengan sederhana dan
seadanya. Setelah guru memberikan hal lain, seperti penggunaan media belajar
menulis narasi berupa kartun berseri, siswa menjadi lebih bersemangat dan
antusias. Hasil yang diperoleh pun sangat baik dan memuaskan. Selain itu, teknik
pembelajaran dalam kegiatan menulis narasi pada penelitian Suharnanik (2005)
ini juga sangat kreatif dan bervariasi. Siswa memperoleh pengalaman balajar yang
lebih dan lain dari yang pernah diajarkan sebelumnya. Siswa merasa nyaman dan
senang dalam kegiatan belajarnya.
Hasil penelitian lain dalam hal menulis narasi juga menggambarkan
kondisi yang positif setelah guru secara kreatif dan inovatif melaksanakan
pembelajaran. Dalam penelitian Artharini (2006) kemampuan menulis narasi
siswa salah satu SMP di kota Malang memperoleh hasil yang baik dan
memuaskan. Penelitian untuk mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia ini
menggunakan media pengalaman pribadi siswa. Dari hasil penelitian Artharini ini
dapat diketahui bahwa kemampuan menulis narasi siswa sangat baik, dengan
perolehan skor antara 7,5 sampai 9 pada jumlah sampel penelitian sebanyak 40
siswa.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pedoman Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran bahasa Jawa yang menyebutkan bahwa
60
pada jenjang SMP untuk kelas VIII pada semester satu, siswa mempelajari materi
tentang menulis narasi berdasarkan pengalaman pribadi. Penelitian ini bermaksud
mendeskripsikan tingkat kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa
dengan media gambar berseri. Penelitian sebelumnya telah dilaksanakan pada
jenjang SD dengan karakteristik (dialek) bahasa Jawa yang berbeda dengan
penelitian yang akan dilakukan saat ini.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Suharnanik
(2005) di MI Tarbiyatul Huda Arjowinangun, Malang. Selain jenjang sekolah
yang berbeda, bahasa daerah Malang juga memiliki karakteristik yang berbeda
dengan bahasa daerah (bahasa Jawa) daerah tempat penelitian saat ini, sehingga
instrumen yang dikembangkan peneliti untuk memperoleh data sangat berbeda.
Demikian juga dengan penelitian Artharini (2006) memiliki karakteristik sendiri,
karena penelitian dilakukan pada mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia,
walaupun dengan bidang yang sama, yaitu menulis narasi. Selain itu,
karakteristik bahasa yang diteliti juga sangat berbeda, sehingga instrumen dan
data yang diperoleh juga sangat berbeda. Akan tetapi, pada dasarnya kedua
penelitan sebelumnya dan penelitian lain yang sejenis memiliki tujuan yang sama
secara umum.
Tujuan tersebut adalah demi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia,
khususnya untuk bidang menulis narasi, baik untuk mata pelajaran bahasa Jawa
maupun bahasa dan sastra Indonesia. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan
mampu untuk memberikan motivasi lebih atau semangat kepada semua pihak
yang berkaitan dengan dunia pendidikan untuk bekerja keras mewujudkan cita-
cita bangsa Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alenia keempat, yaitu
61
mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara implisit, penelitian tentang bahasa Jawa
ini merupakan sebuah motivasi dalam hal pembelajaran afektif yang selama ini
sudah mulai hilang di tengah-tengah masyarakat dan sangat merugikan bagi
generasi muda, sebagai generasi penerus bangsa dan juga atribut bangsa Indonesia
yang terkenal sebagai bangsa yang ramah dan bertatakrama, yaitu nilai-nilai luhur
budaya bangsa yang tercermin dalam adat sopan santun dan berbudi pekerti luhur.
Hasil menulis narasi bahasa Jawa ini merupakan sedikit cerminan tingkat
penguasaan kosakata dan budaya Jawa siswa serta merupakan titik awal
pengembangan pembelajaran afektif tentang adat sopan santun dan tatakrama
untuk kalangan pelajar yang harus segera dibangun kembali. Berdasarkan
permasalahan dan fenomena yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini akan
mengkaji tentang kemampuan menulis narasi bahasa Jawa siswa SMP. Penelitian
ini berjudul Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan
Media Gambar Berseri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Panggungrejo Tahun
Pelajaran 2007/2008.
I.2 Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) ruang
lingkup masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah.
I.2.1 Ruang Lingkup Masalah
Penelitian ini memiliki ruang lingkup masalah yang cukup luas. Dari segi
proses pembelajaran, menulis narasi bahasa Jawa ini memiliki beberapa tahap,
yaitu pramenulis, saat menulis, dan pascamenulis. Dari segi peningkatan
pembelajaran meliputi: (a) proses pembelajaran, yaitu motivasi dan keaktifan, (b)
62
produk belajar, (c) sumber belajar, yaitu bahan-bahan yang dapat digunakan siswa
sebagai sumber belajar.
I.2.2 Batasan Masalah
Penelitian ini tidak membahas seluruh aspek atau permasalahan seperti
yang diuraikan dalam ruang lingkup masalah. Pembahasan dalam penelitian ini
hanya dibatasi pada produk belajar siswa dalam kegiatan menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap pada mata pelajaran (muatan lokal) bahasa Jawa.
I.2.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa
ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi
ketepatan dan keefektifan diksi?
2. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa
ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi
keruntutan jalan cerita?
3. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa
ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi
kreativitas isi?
4. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa
ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi
ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca?
5. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa
ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri secara utuh?
63
I.3 Tujuan
Penelitian ini memiliki deskripsi tujuan seperti di bawah ini.
1. Untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi
ketepatan dan keefektifan diksi.
2. Untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi
keruntutan jalan cerita.
3. Untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi
kreativitas isi.
4. Untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi
ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca.
5. Untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap dengan menggunakan media gambar berseri secara
utuh.
I.4 Manfaat
Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan
siswa dan guru dalam pembelajaran bahasa Jawa. Materi tentang menulis narasi
dengan menggunakan media gambar berseri dapat membantu siswa dalam
kegiatan belajar bahasa Jawa yang lain. Selain itu, teori-teori tentang
pembelajaran menulis narasi ini dapat dijadikan sebagai penentu strategi
64
pembelajaran lain dalam mata pelajaran bahasa Jawa atau mata pelajaran lain
yang sesuai.
Secara praktis semua hal yang berkaitan dengan penelitian ini, baik bagian
pendahuluan sampai hasil penelitian, dapat digunakan oleh berbagai pihak,
khususnya bagi guru dan siswa, sebagai bahan pertimbangan yang dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran, terutama untuk mata pelajaran bahasa Jawa.
Cara atau strategi belajar yang dicontoh dari penelitian ini, diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam hal menulis atau
kemampuan lain pada mata pelajaran bahasa Jawa.
I.5 Asumsi
Asumsi yang dikemukakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. pembelajaran menulis narasi bahasa Jawa telah diajarkan di SMP
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
2. siswa kelas VIII telah mampu untuk menuangkan ide, gagasan, dan pikiran
dalam bentuk karya tulis, baik fiksi maupun nonfiksi,
3. mata pelajaran bahasa Jawa di SMP telah diajarkan dari kelas VII sampai
kelas IX, dan
4. guru di SMP mampu mengajarkan menulis narasi bahasa Jawa dengan
menggunakan media gambar berseri.
I.6 Definisi Operasional
Definisi-definisi yang dikemukakan dan berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti dalam penelitian dijelaskan seperti di bawah ini.
65
1. Kemampuan Menulis
Kemampuan menulis merupakan sebuah kesanggupan, kekuatan,
kekuasaan, atau kebolehan untuk melakukan salah satu keterampilan bahasa yang
berupa kegiatan memaparkan ide, gagasan, pikiran, dan perasaan dengan
menggunakan bahasa tulis dalam bentuk suatu karya tulis berdasarkan
kemampuan bahasa penulis.
2. Narasi
Narasi merupakan penceritaan pengisahan suatu kejadian yang beralur
cerita (Salim, 2002:1042).
3. Bahasa Jawa Ngoko Andhap
Bahasa Jawa ngoko andhap menurut Harjawiyana (2001:42) dibedakan
menjadi dua, yaitu bahasa ngoko antya-basa dan bahasa ngoko basa-antya.
Bahasa ngoko antya-basa dalam bahasa Jawa biasa disebut bahasa ngoko alus.
Bahasa ngoko antya-basa merupakan bahasa Jawa ngoko yang kosakatanya
adalah percampuran antara bahasa ngoko dengan bahasa krama inggil yang
bertujuan untuk menghormati orang yang diajak berkomunikasi. Sedangkan,
bahasa Jawa ngoko basa-antya merupakan percampuran kosakata bahasa ngoko,
krama, dan krama inggil dengan tujuan untuk lebih menghargai orang yang diajak
berkomunikasi.
Akan tetapi, pada saat ini untuk bahasa ngoko basa-antya jarang
digunakan. Hal ini disebabkan dalam bahasa Jawa ngoko basa-antya
menggunakan tiga tingkatan tutur dalam bahasa Jawa, yaitu ngoko, krama, dan
krama inggil dan hal itu dianggap terlalu kompleks serta menyulitkan apabila
digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dengan demikian dapat disimpulkan
66
bahwa bahasa Jawa ngoko andhap merupakan salah satu tataran tingkat tutur
bahasa dalam bahasa Jawa yang kosakatanya merupakan percampuran antara
bahasa Jawa ngoko dengan bahasa Jawa krama.
4. Media Gambar Berseri
Media gambar berseri merupakan alat, sarana yang berupa gambar tiruan
benda, orang atau pemandangan yang dihasilkan pada permukaan rata, misalnya
dengan melukis atau memotret yang terdiri dari beberapa gambar yang saling
berhubungan dan berurutan (peristiwa) antara gambar yang satu dengan gambar
yang lainnya.
67
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini dipaparkan kajian-kajian pustaka atau landasan teori yang
mendukung penelitian, yaitu (1) keterampilan berbahasa dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (2) keterampilan menulis, (3) paragraf narasi,
(4) media pembelajaran menulis, dan (5) pembelajaran menulis dalam muatan
lokal bahasa Jawa di SMP.
2.1 Keterampilan Berbahasa dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial,
dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
mempelajari semua bidang studi (BSNP, 2006:231). Pembelajaran bahasa
diharapkan membantu perserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya
orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat yang merupakan sebuah komunitas bahasa yang heterogen.
Diharapkan dengan bekal keterampilan bahasa yang dipelajari, peserta didik dapat
mengaplikasikan kemampuan analitis dan imajinatif yang terdapat pada dirinya.
Tujuan pembelajaran keterampilan berbahasa, baik dalam mata pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia maupun muatan lokal bahasa Jawa, sesuai dengan
standar isi kurikulum yang telah disusun BSNP (2006:231) dijelaskan bahwa
peserta didik diharapkan memiliki kemampuan seperti di bawah ini.
68
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia dan Bahasa daerah, sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dan sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara (bahasa Indonesia).
3. Memahami bahasa Indonesia dan bahasa daerah serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
4. Menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (BSNP, 2008:5). KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh
dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (BSNP, 2008:5). KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (BSNP,
2008:5). Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya untuk
mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia serta muatan lokal bahasa Jawa,
memiliki empat hal pokok atau aspek yang menjadi titik tolak pengembangan dan
peningkatan keterampilan siswa, yaitu (1) aspek mendengarkan, (2) aspek
membaca, (3) aspek menulis, dan (4) aspek berbicara.
Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut dikembangkan dalam
kurikulum pembelajaran secara seimbang (proporsional) dan bersifat satu
kesatuan. Artinya, setiap aspek keterampilan bukan merupakan satu aspek yang
69
terpisah-pisah, melainkan satu kesatuan yang dalam pembelajaran dapat saling
terintegrasi antara satu keterampilan dengan keterampilan berbahasa yang lain,
misalnya antara kegiatan membaca dengan menulis, berbicara dengan menulis,
membaca dengan berbicara, dan lain sebagainya.
Aspek keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa
yang dalam kegiatan pembelajaran untuk mata pelajaran bahasa dan sastra
Indonesia serta mata pelajaran bahasa Jawa merupakan kegiatan yang sering
dilakukan siswa. Kegiatan menulis ini membutuhkan alokasi waktu yang banyak,
karena merupakan kegiatan yang bersifat produktif. Artinya, pada setiap akhir
kegiatan menulis, siswa dituntut untuk menghasilkan suatu karya tulis yang di
dalamnya berisi cerminan kompetensi siswa dalam hal menuangkan ide, gagasan,
dan pikirannya.
Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, menulis merupakan salah satu
kegiatan yang berupa wahana atau alat komunikasi yang efektif dan efisien dalam
hal menuangkan ide dan gagasan siswa mengenai suatu topik, baik yang bersifat
fiksi maupun nonfiksi (BSNP, 2006:231). Kegiatan pembelajaran menulis dalam
muatan lokal bahasa Jawa hampir sama dengan menulis pada mata pelajaran
bahasa dan sastra Indonesia. Unsur pembeda hanya pada penggunaan bahasa.
Mengenai materi, kegiatan menulis dalam muatan lokal bahasa Jawa memiliki
kemiripan dengan materi pada pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, misalnya
menulis puisi, menulis cerpen, menulis paragraf deskripsi, narasi, menulis teks
berita, dan lain sebagainya.
70
2.2 Keterampilan Menulis
2.2.1 Hakikat Menulis
Hampir semua orang mengerti dan mengetahui tentang menulis. Bahkan,
pada dasarnya manusia memiliki kemampuan untuk menulis, walaupun dengan
tingkat kemampuan menulis yang sederhana. Pada umumnya masyarakat
Indonesia telah belajar menulis sejak sekolah pada tingkat awal, dalam hal ini
pada saat sekarang lebih dikenal dengan nama taman kanak-kanak dan play
group.
Menulis merupakan usaha menuangkan ide, pikiran, perasaan, dan
kemauan dengan wahana bahasa tulis (Nurchasanah, 1994:1). Menulis merupakan
salah satu keterampilan bahasa yang kompleks. Artinya, dalam kegiatan menulis
melibatkan berbagai pengetahuan (skemata) dan pengalaman untuk mengolah dan
mengembangkan ide menjadi sebuah karya tulis, baik fiksi maupun nonfiksi.
Pengalaman dan pengetahuan ibarat bahan bakar (Roekhan, 1991:23). Dengan
banyak pengalaman dan pengetahuan tentang semua hal, akan memudahkan
penulis dalam menuangkan ide atau gagasannya dalam bentuk karya tulis yang
kreatif.
Daya kreativitas dalam menulis juga dituntut untuk dikembangkan.
Kreativitas dalam menulis dapat diwujudkan dalam berbagai hal, misalnya
membuat karya tulis yang berbeda dengan karya tulis pada umumnya,
menciptakan karya tulis baru yang lebih baik dan inovatif, menciptakan suatu
karya tulis yang cenderung menentang suatu pemikiran umum dan bersifat rinci,
71
dapat pula menciptakan suatu karya tulis yang orisinil, tidak ada sebelumnya
(Roekhan, 1991:5).
Dalam definisi lain menulis juga dimaknai sebagai kegiatan menurunkan
atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan bahasa yang
dapat dipahami oleh seseorang (Tarigan, 1986:21). Definisi ini menjelaskan
bahwa lambang-lambang grafik tersebut harus memiliki makna agar maksud atau
pesan dari karya tulis yang ditulis dapat dipahami oleh pembacanya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan tentang sebuah definisi
menulis secara umum. Pada hakikatnya menulis merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang kegiatannya berusaha untuk memaparkan ide,
gagasan, perasaan, dan pikiran mengenai suatu topik permasalahan dengan
wahana tulis berdasarkan kaidah bahasa yang digunakan oleh penulis tersebut.
2.2.2 Menulis sebagai Keterampilan Dasar
Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa merupakan hal yang
penting dalam menentukan kecakapan hidup seseorang. Sebagai siswa yang
membutuhkan banyak keterampilan dan ilmu pengetahuan guna menunjang masa
depannya, keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi yang harus
dikuasai dan terus untuk diasah. Dengan terampil menulis, siswa dapat
mengembangkan kemampuannya dalam banyak hal dan praktisnya dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan menulis ini sangat berguna untuk berbagai
kegiatan dan keperluan hidup bermasyarakat, dari hal yang sederhana sampai pada
kegiatan yang rumit dan kompleks.
72
Dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan menulis yang merupakan
keterampilan dasar manusia memiliki manfaat yang banyak. Dengan terampil
menulis, seseorang dapat merekam dalam bentuk catatan mengenai suatu
informasi atau peristiwa yang terjadi di sekitar (Nurchasanah, 1994:5). Selain itu,
dengan terampil menulis seseorang dapat meyakinkan, melaporkan, dan
mempengaruhi orang lain melalui karya tulis yang ditulisnya. Seseorang yang
kritis terhadap persoalan-persoalan hidup dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi
tidak mampu untuk menyampaikan secara lisan, akan sangat terbantu dengan
keterampilan menulis yang dimilikinya. Setiap ide, gagasan, dan perasaannya
dapat disampaikan secara tertulis dan lebih sistematis dengan sebuah karya tulis.
Keterampilan menulis bagi para siswa sangat dibutuhkan dalam upaya
meningkatkan daya kreativitas dan imajinasi dalam hal tulis menulis. Manfaat dari
pembelajaran menulis bagi siswa akan sangat dirasakan ketika siswa berinteraksi
dengan masyarakat dan ketika siswa memasuki jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Hal ini disebabkan dengan memiliki keterampilan menulis, siswa akan
sangat terbantu dalam bersosialisasi dan menyelesiakan setiap pekerjaan atau
tugas. Dengan menulis, siswa akan berupaya menuangkan ide yang masih abstrak
menjadi sebuah sesuatu yang berwujud dan dapat direspon oleh orang lain
(Roekhan, 1991:28). Keterampilan menulis memberikan daya atau kekuatan
dalam diri seseorang untuk berani menuangkan ide, gagasan, dan perasaannya
yang bisa saja bermanfaat dan dibutuhkan oleh orang lain.
Dalam menulis, ada beberapa tahapan kegiatan yang dilalui oleh seorang
penulis dalam menuangkan ide, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk karya
tulis. Tahap-tahap kegiatan tersebut diantaranya, (1) tahap pemilihan topik atau
73
pokok bahasan, (2) tahap pengumpulan informasi dan bahan, (3) tahap evaluasi
informasi dan bahan, (4) tahap pengelolaan pokok-pokok pikiran, dan (5) tahap
penulisan (Parera, 1987:3-4). Kelima tahap tersebut secara alamiah dilalui oleh
seorang penulis apabila akan menulis sebuah karya tulis, baik dalam hal fiksi
maupun nonfiksi. Akan tetapi, penulis tidak menyadari bahwa telah melakukan
beberapa tahapan kegiatan tersebut. Karya tulis yang dihasilkan seolah-olah
keluar begitu saja dari pemikirannya dan kemudian langsung ditulis menjadi
sebuah karya tulis.
2.2.3 Keterampilan Menulis Siswa SMP
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan atau lebih dikenal dengan
nama KTSP, keterampilan menulis, khususnya pada jenjang SMP, sudah memiliki
variasi kegiatan yang dapat menunjang peningkatan keterampilan menulis siswa,
karena jenis keterampilan menulis yang dikembangkan lebih banyak dan lebih
variatif. Dari menulis paragraf yang sederhana, sampai pada kegiatan menulis
sebuah wacana yang lebih luas, misalnya menulis cerpen atau menulis teks berita.
Keterampilan menulis yang diajarkan kepada siswa, khususnya siswa SMP, telah
menuntun siswa menuju penguasaan keterampilan yang lebih kompleks.
Hal tersebut dipengaruhi oleh perkembangan aspek kognitif siswa SMP
yang lebih baik dan setingkat lebih berkembang dari siswa SD dan dibawahnya.
Dari segi perkembangan mental dan psikologinya, siswa SMP lebih siap untuk
menerima suatu hal yang lebih rumit dan kompleks dari pada siswa SD yang
cenderung masih pada taraf berpikir konkret dan sederhana.
74
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, kegiatan menulis, baik
menulis fiksi maupun nonfiksi, sering dilakukan siswa. Menulis merupakan
keterampilan berbahasa dan suatu keterampilan akan dapat dicapai apabila banyak
berlatih (Nurchasanah, 1994:70). Setiap kegiatan pembelajaran menulis akan
menghasilkan suatu karya tulis siswa. Karya-karya siswa ini akan bermanfaat
apabila dapat diapresiasi oleh orang lain, baik guru, siswa lain, maupun orang tua.
Pembelajaran menulis di SMP menuntut guru untuk lebih kreatif dan
inovatif dalam menentukan ragam kegiatan dan media pembelajaran. Hal ini akan
sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh siswa dalam pembelajaran.
Siswa akan lebih nyaman, senang, dan dapat menikmati pembelajaran menulis,
apabila guru kreatif dalam memilih dan menentukan strategi serta media
pembelajaran. Dalam kurikulum pembelajaran menulis di SMP, memuat beberapa
hal tentang kegiatan menulis, baik dalam bentuk menulis fiksi maupun nonfiksi.
Menulis fiksi, misalnya melatih siswa menulis puisi, pantun, dongeng, dan lain
sebagainya. Sedangkan untuk menulis nonfiksi, misalnya menulis narasi
berdasarkan pengalaman pribadi, menulis buku harian, menulis teks
pengumuman, menulis surat pribadi, dan masih banyak lagi kegiatan menulis
yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk setiap kelas dalam jenjang SMP ini pun telah ditata dan dipilih
berdasarkan tingkat kemampuan siswa menurut usianya. Keterampilan menulis
untuk kelas VII SMP berbeda dengan keterampilan menulis yang diajarkan di
kelas VIII dan juga kelas IX. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan
belajar bagi siswa dalam meningkatkan kemampuan menulisnya. Siswa akan
dibimbing menulis dari hal yang paling sederhana menuju ke hal yang lebih rumit.
75
Dengan cara itu, pemerolehan pengetahuan siswa akan terorganisir dan tersistem
menurut perkembangan mental dan psikologinya. Hal ini sesuai dengan prinsip
belajar yang bertolak pada hal yang sederhana menuju ke hal yang lebih rumit dan
kompleks. Dengan sistem belajar tersebut, siswa akan merasa lebih mudah dan
lebih memahami tentang materi belajar.
2.3 Narasi
2.3.1 Pengertian Narasi
Paragraf merupakan kumpulan dari dua atau lebih kalimat yang di
dalamnya terdapat kalimat yang merupakan ide pokok dan kalimat lain sebagai
ide penjelas. Paragraf dalam tata bahasa, pada awal kalimat ditulis lebih menjorok
ke dalam dari garis tepi. Paragraf menurut Salim (2002:1095) merupakan bagian
bab dalam suatu karangan yang penulisannya dimulai dengan baris baru dan
biasanya mengandung satu gagasan pokok. Jenis paragraf dilihat dari sifat isinya
ada lima, yaitu paragraf argumentasi, paragraf eksposisi, paragraf narasi, paragraf
persuasi, dan paragraf deskripsi. Kelima jenis paragraf ini memiliki karakteristik
yang berbeda dalam pola pengembangan isinya.
Penelitian ini menelaah tentang kemampuan menulis siswa dalam bentuk
paragraf narasi. Narasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk wacana yang
berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa, sehingga tampak seolah-olah
pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu (Keraf, 2004:135-136).
Menurut definisi lain, narasi merupakan satu bentuk pengembangan karangan dan
76
tulisan yang bersifat menyejarahkan sesuatu berdasarkan perkembangannya dari
waktu ke waktu (Parera, 1987:5).
Dalam bentuk pengembangan narasi, unsur yang paling menonjol adalah
adanya urutan peristiwa atau rangkaian waktu, kejadian atau kisah cerita
mengenai suatu peristiwa. Dengan kata lain, narasi lebih mementingkan urutan
kronologis suatu peristiwa, kejadian, dan masalah. Hal pokok lain dalam narasi
adalah adanya perbuatan atau tindakan. Apabila dalam narasi hanya
menyampaikan suatu kejadian atau peristiwa, maka narasi akan tampak sulit
dibedakan dengan deskripsi. Hal ini disebabkan karena dalam pola pengembangan
deskripsi, peristiwa dan kejadian dapat pula digunakan.
Sebuah narasi memiliki pola tertentu. Seorang pengarang dapat mengelola
bentuk narasi menjadi berbagai pola. Menurut Parera (1987:8) menjelaskan bahwa
pola narasi tertua yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah pola narasi yang
lebih umum digunakan saat ini. Sebuah narasi memiliki beberapa bagian, yaitu
bagian awal, tengah, dan akhir. Bagian awal berisikan, (1) sudut yang membawa
pembaca ke dalam cerita dan menarik pembaca, (2) informasi latar belakang yang
diperlukan untuk dapat memahami narasi, dan (3) pembayangan tentang sesuatu
yang akan menjadi bagian akhir cerita. Bagian tengah narasi merupakan bagian
aksi dan konflik yang didramatisasi. Sedangkan, bagian akhir merupakan bagian
penyelesaian dari konflik yang terjadi dalam cerita.
Jadi, ada dua unsur pokok yang menjadi dasar konten narasi, yaitu
perbuatan atau tindakan dan rangkaian waktu. Dalam batasan yang lebih relevan,
narasi merupakan suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-
tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam
77
suatu kesatuan waktu atau dapat juga dirumuskan sebagai suatu bentuk wacana
yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu
peristiwa yang telah terjadi (Keraf, 2004:136).
2.3.2 Ragam Narasi
Narasi dibedakan menjadi dua, yaitu narasi ekspositoris dan narasi
sugestif. Kedua jenis narasi ini memiliki perbedaan yang mencolok dalam
pengembangannya.
a. Narasi Ekspositoris
Narasi ekspositoris bertujuan untuk memberi informasi kepada pembaca
agar pengetahuannya bertambah luas. Narasi ekspositoris bertugas menggugah
pikiran pembaca untuk mengetahui hal yang dikisahkan (Keraf, 2004:136).
Sebagai sebuah bentuk narasi, narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap
kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan atau tindakan kepada para pembaca.
Runtutan kejadian atau peristiwa yang disajikan itu dimaksudkan untuk
menyampaikan informasi untuk memperluas pengetahuan atau pengertian
pembaca.
Narasi ekspositoris bersifat khas atau khusus dan bersifat generalisasi.
Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan
suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula
dilakukan secara berulang-ulang (Keraf, 2004:137). Contoh dari narasi
generalisasi ini, diantaranya narasi yang menceritakan cara pembuatan nasi
goreng, membuat roti, dan lain sebagainya.
78
Narasi yang bersifat khas atau khusus merupakan narasi yang berusaha
menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Contoh dari
jenis narasi ini, diantaranya narasi tentang peristiwa pembunuhan seseorang,
narasi tentang pengalaman pertama kali masuk perguruan tinggi, dan lain
sebagainya.
b. Narasi Sugestif
Narasi sugestif merupakan bentuk narasi yang berisi rangkaian peristiwa
yang disajikan beberapa macam, sehingga merangsang daya khayal para pembaca
(Keraf, 2004:138). Pembaca menarik suatu makna baru di luar hal yang
diungkapkan secara eksplisit. Sesuatu yang eksplisit adalah sesuatu yang tersurat
mengenai objek atau subjek yang bergerak dan bertindak, sedangkan makna yang
baru adalah sesuatu yang tersirat. Makna yang baru akan jelas dipahami sesudah
narasi itu selesai dibaca. Secara jelas kedua jenis narasi, yaitu narasi ekspositoris
dan narasi sugestif, dibedakan menurut Keraf (2004:138-139) seperti yang
terdapat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif
No. Narasi Ekspositoris No. Narasi Sugestif
1 Memperluas pengetahuan. 1 Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.
2 Menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian.
2 Menimbulkan daya khayal.
3 Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional.
3 Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.
4 Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat penggunaan kata denotatif.
4 Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan titik berat penggunaan kata konotatif.
2.4 Media dalam Pembelajaran Menulis
79
Istilah media dalam dunia pendidikan mencangkup hal yang luas. Dalam
beberapa definisi, istilah media mengalami perbedaan antara definisi yang satu
dengan yang lain. Istilah media dijelaskan sebagai media yang lahir dari revolusi
komunikasi, yang dapat digunakan untuk keperluan instruksional bersama-sama
guru, buku teks, dan papan tulis (Wilkinson, 1984:1). Istilah media menurut
definisi tersebut sangat terbatas pada alat-alat yang bersifat mesin yang
sesungguhnya hanya sebagian kecil dari media pendidikan pada saat ini.
Definisi lain yang lebih luas mengenai media menjelaskan, bahwa media
merupakan suatu cara yang sistematik dalam mendesain, melaksanakan, dan
mengevaluasi keseluruhan proses belajar mengajar dengan tujuan yang spesifik
berdasarkan penelitian mengenai komunikasi dan belajar manusia dan
memanfaatkan suatu kombinasi dari sumber-sumber manusia dan nonmanusia
untuk tercapainya pengajaran yang lebih efektif (Wilkinson, 1984:2). Definisi ini
memaparakan media yang tidak hanya berupa alat-alat yang bersifat mesin, tetapi
juga berupa suatu desain sistem pembelajaran yang kreatif yang dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu dari pembelajaran
itu sendiri. Dalam buku lain menjelaskan bahwa media sebagai alat yang dapat
digunakan untuk menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran
(Arsyad, 2002:4). Difinisi yang terakhir lebih mengarah langsung pada
pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam istilah lain, media dalam dunia pendidikan merupakan semua alat
dan bahan selain buku teks yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi
dalam suatu situasi belajar mengajar. Media dalam pembelajaran sangat penting
peranannya dalam membantu siswa mempelajari dan menguasai suatu
80
kompetensi. Media pembelajaran merupakan hal yang penting dalam kegiatan
belajar mengajar saat ini. Ketidakadaannya media akan sangat mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam menguasai suatu kompetensi dalam belajar. Guru
sebagai sutradara pembelajaran dituntut kreatif dan inovatif dalam menentukan
media yang akan digunakan dalam pembelajaran. Media pembelajaran adalah
suatu sarana yang memudahkan siswa dalam belajar, sehingga dalam menentukan
media harus berpedoman pada subjek didiknya, seperti dalam penjelasan
Schramm dalam Wilkinson (1984:16).
Siswa yang telah bermotivasi dalam belajar dari medium apa saja jika media itu dipakai menurut kemampuannya dan disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam keterbatasan fisiknya, tiap media dapat menampilkan tugas pendidikan apa saja. Soal apakah seorang siswa belajar lebih banyak dari suatu media tertentu ketimbang dari media yang lain, setidak-tidaknya lebih bergantung pada bagaimana media yang bersangkutan digunakan ketimbang pada media apa yang digunakan.
Media dalam dunia pendidikan memiliki karakteristik tersendiri
dibandingkan dengan istilah media yang digunakan dalam bidang lain. Menurut
Arsyad (2002:12) dijelaskan bahwa ciri media pendidikan dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu ciri fiksatif, ciri manipulatif, dan ciri distributif. Ketiga ciri
tersebut menunjukkan bahwa peran media dalam kegiatan belajar mengajar sangat
penting.
Ciri fiksatif ini menggambarkan kemampuan media untuk merekam,
menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek
(Arsyad, 2002:12). Suatu peristiwa atau objek dapat diurutkan dan disusun
kembali dengan media, misalnya fotografi, video tape, audio tape, disket
komputer, dan lain sebagainya. Hal ini sangat penting bagi guru, karena kejadian-
81
kejadian atau peristiwa dan suatu objek yang pernah terjadi dan dapat direkam
untuk menjadi media pembelajaran tidak akan mudah untuk ditemukan kembali
atau terjadi lagi, sehingga peran perekam dan alat atau media lain untuk
mengabadikan fenomena atau objek tersebut sangat penting. Misalnya, sebuah
peristiwa atau kegiatan siswa dalam belajar dapat direkam dan kemudian rekaman
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media untuk dianalisis dan dikritik oleh
siswa lain secara perorangan atau kelompok. Peristiwa semacam itu tidak akan
dapat ditemukan dengan mudah dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga
membutuhkan media fiksatif ini.
Ciri kedua media pendidikan adalah manipulatif. Kinerja dari media
manipulatif ini adalah mentransformasi suatu kejadian atau objek dengan
mempercepat atau memperlambat suatu proses peristiwa. Suatu kejadian atau
objek yang memerlukan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa sebagai
media pembelajaran dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan
gambar time-lapse recording (Arsyad, 2002:12). Media (rekaman video atau
audio) dapat diedit, sehingga guru hanya menampilkan bagian-bagian penting dari
suatu kejadian atau objek, misalnya potongan pidato, ceramah, dan khotbah.
Manipulasi kejadian atau objek dengan cara mengedit hasil rekaman dapat
menghemat waktu. Akan tetapi, kemampuan media dengan ciri manipulatif ini
memerlukan perhatian khusus, karena apabila dalam proses penyederhanaan atau
pengaturan kembali suatu kejadian atau objek mengalami kesalahan akan
berakibat pada kesalahan pemahaman atau penafsiran siswa mengenai kejadian
atau objek yang dipelajari.
82
Ciri ketiga dari media pendidikan adalah distributif. Dari ciri ini
memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang dan
secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan
stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian atau objek tersebut
(Arsyad, 2002:13). Dengan pendistribusian media yang tidak terbatas pada satu
kelas atau beberapa kelas, akan memperluas dan mempermudah siswa secara luas
di beberapa daerah untuk mempelajari suatu pokok bahasan tertentu dengan media
pembelajaran yang sesuai. Sekali informasi direkam dalam berbagai format
media, dapat direproduksi beberapa kali dan dapat digunakan secara bersama-
sama di berbagai tempat atau dapat digunakan secara berulang-ulang di suatu
tempat.
Fungsi utama dari media pendidikan adalah sebagai alat bantu mengajar
yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan
diciptakan oleh guru (Arsyad, 2002:15). Dalam pembelajaran suatu pokok
bahasan tertentu, media merupakan sarana atau alat bantu yang dapat
mempermudah siswa dalam memahami materi atau pokok bahasan tersebut,
sehingga dalam pemilihan atau penentuan media dalam pembelajaran harus
disesuaikan dengan kondisi lingkungan belajar. Hal tersebut dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran. Menurut Arsyad
(2002:26) menjelaskan beberapa manfaat praktis dari penggunaan media
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.
83
1. Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi, sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses serta hasil belajar.
2. Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak, sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
3. Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
4. Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungan, misalnya melalui karyawisata, kunjungan ke museum, atau kebun binatang.
Dalam pembelajaran menulis, media yang dapat digunakan sangat
bervariasi. Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis, diantaranya
dapat bersifat fisik dan nonfisik. Media fisik dapat berupa alat-alat atau media
yang berwujud benda, misalnya kaset rekaman sebuah peristiwa, gambar-gambar
yang unik dan menarik, teks puisi, artikel, dan masih banyak media yang lain.
Sedangkan media yang bersifat nonfisik yang dapat digunakan dalam
pembelajaran menulis, misalnya rangsang konteks peristiwa, pengalaman menarik
siswa, kegiatan-kegiatan siswa di sekolah, aktivitas masyarakat, dan lain
sebagainya.
Media yang digunakan dalam pembelajaran menulis harus sesuai dengan
tujuan pembelajaran dan bertujuan memudahkan atau membantu siswa dalam
menulis. Atribut media yang manakah yang memudahkan belajar untuk jenis
siswa yang bagaimana, dan untuk tugas apa (Wilkinson, 1984:11). Pernyataan
Wilkinson tersebut secara ekplisit jelas bahwa media pembelajaran bagi siswa
84
harus sesuai dan cocok dengan segenap hal yang berhubungan dengan siswa,
misalnya kemampuan siswa, baik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik serta
jenis kegiatan belajar siswa. Penentuan media dalam pembelajaran, khususnya
dalam pembelajaran menulis, sangat bergantung dengan kondisi lingkungan
belajar serta harus menyesuaikan dengan strategi pembelajaran yang
dikembangkan. Misalnya, guru mengajarkan menulis pengalaman pribadi yang
menarik dengan kelas yang sangat heterogen, hendaknya guru lebih membatasi
tema topik untuk mempermudah pengelolaan kelas dan lebih memfokuskan pada
suatu materi pembelajaran. Penggunaan media gambar atau visual dapat
membantu siswa dalam menulis pengalaman yang menarik. Siswa dapat melihat
dan tergugah emosinya ketika melihat suatu gambar yang menarik.
2.5 Pembelajaran Menulis dalam Muatan Lokal Bahasa Jawa di SMP
2.5.1 Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa SMP
Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang ditetapkan oleh daerah sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing (Utomo, 1997:1). Muatan
lokal memuat berbagai materi seni dan budaya serta bahasa daerah untuk setiap
daerah atau propinsi. Masing-masing daerah diberi kebebasan untuk
mengembangkan pembelajaran muatan lokal ini. Hal itu, didasarkan pada potensi
masing-masing daerah atau propinsi yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya, misalnya untuk daerah di propinsi Jawa Timur, mayoritas mempelajari
85
bahasa Jawa, walaupun ada beberapa daerah yang mengembangkan pembelajaran
bahasa daerah lain, seperti bahasa Osing di daerah Banyuwangi dan bahasa
Madura di daerah atau di pulau Madura.
Ruang lingkup pembelajaran muatan lokal di sekolah mencangkup tiga
hal. Tiga hal tersebut, diantaranya pendidikan budaya daerah, pendidikan
keterampilan, dan pendidikan lingkungan (Utomo, 1997:2). Pendidikan budaya
daerah mencangkup bahasa daerah, kesenian daerah, adat istiadat, dan olah raga
daerah. Untuk pendidikan keterampilan mencangkup keterampilan daerah,
kerajinan, dan keterampilan lain yang diperlukan, bergantung kekayaan budaya
daerah. Sedangkan, pendidikan lingkungan mencangkup wawasan tentang
lingkungan pendidikan budi pekerti dan lain sebagainya.
Ketiga hal pokok tersebut merupakan pedoman standar dalam
pembelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah, mulai dari jenjang Sekolah Dasar
(SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), bahkan pada daerah tertentu
sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam kurikulum muatan lokal meliputi
berbagai macam mata pelajaran. Hal itu disesuaikan dengan bahan kajiannya,
misalnya mata pelajaan bahasa daerah dengan kajian bahasa daerah, mata
pelajaran keterampilan dan kesenian dengan bahan kajian keterampilan dan
kesenian tertentu, mata pelajaran tata busana dengan bahan kajian keterampilan
dalam hal busana, dan mata pelajaran lainnya yang pengembangannya
berdasarkan kondisi sosial budaya masing-masing daerah.
Mata pelajaran bahasa Jawa merupakan program pengajaran bahasa untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Jawa serta sikap
positif bahasa. Pendekatan pengajaran bahasa Jawa lebih ditekankan pada
86
penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar terlebih ungggah-ungguhing basa
untuk berkomunikasi (Sumarto, 1986:4). Pembelajaran bahasa Jawa merupakan
salah satu langkah yang ditempuh untuk meningkatkan kecintaan terhadap budaya
daerah, khususnya budaya Jawa. Dalam nilai-nilai budaya Jawa, seseorang yang
dapat menggunakan bahasa Jawa dengan baik sesuai dengan tata aturan atau
dalam teori bahasa Jawa disebut undha usuk, akan mendapat penghormatan
(status sosial) yang lebih baik. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya
Jawa akan tetap terjaga dan lestari, apabila dapat dipelajari dalam dunia
pendidikan. Pembelajaran afektif ini dapat memberikan manfaat yang banyak dan
tidak ditemukan dalam mata pelajaran lain.
Menurut Utomo (1997:6) ada dua manfaat bagi siswa dalam mempelajari
mata pelajaran muatan lokal, seperti bahasa daerah maupun mata pelajaran
lainnya. Manfaat tersebut diantaranya, pengetahuan yang diperoleh siswa akan
lengkap dan utuh. Siswa bukan hanya menguasai materi dalam kurikulum
nasional saja, melainkan juga mengenal lingkungan milik mereka sendiri secara
lebih mendalam, serta manfaat yang kedua adalah siswa akan memiliki bekal
keterampilan yang dapat membantu orang tua dan diri mereka sendiri jika tidak
melanjutkan pendidikan.
Pada poin kedua penjabaran manfaat pembelajaran muatan lokal
di atas, mengandung arti bahwa pembelajaran muatan lokal, seperti
bahasa daerah, keterampilan dan kesenian daerah lainnya, dirancang
sedemikian rupa untuk memberikan pengetahuan secara teoritis dan juga
keterampilan-keterampilan yang bersifat aplikatif atau praktis kepada
siswa. Tujuan dari sistem pembelajaran tersebut adalah memberikan
87
bekal keterampilan kepada siswa untuk dikembangkan secara individu
guna mendukung dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik bagi siswa
yang melanjutkan pendidikan maupun bagi siswa yang tidak
melanjutkan pendidikan. Dengan keterampilan dan pengetahuan yang
pernah dipelajari di sekolah, khususnya untuk mata pelajaran muatan
lokal, siswa yang tidak melanjutkan sekolah diharapkan dapat
menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya
tersebut untuk menunjang dan membantu dalam hidup bermasyarakat.
Dalam kurikulum muatan lokal SMP, pembelajaran bahasa Jawa untuk
keempat aspek keterampilan berbahasa sudah setingkat lebih maju. Hal ini
dibuktikan dengan tingkatan yang tidak jauh berbeda pada setiap kegiatan dari
keempat keterampilan berbahasa itu dengan kegiatan belajar yang dikembangkan
dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Artinya, setiap kegiatan yang
dikerjakan siswa bertujuan memberikan pengetahuan, pengalaman, dan
keterampilan bagi siswa, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat atau bersifat aplikatif dan biasa
disebut ilmu praktis.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa
bahasa Jawa merupakan bahasa ibu bagi anak-anak Jawa, yaitu bahasa pertama
sebelum mereka mempelajari bahasa nasional yang merupakan bahasa kedua.
Proses belajar bahasa kedua banyak dipengaruhi dan ditentukan oleh penguasaan
bahasa pertama. Keberhasilan atau kegagalan pengajaran bahasa Jawa di SMP
akan menjadi bahan masukan untuk meramalkan proses belajar bahasa kedua dan
belajar bahasa asing pada masa yang akan datang. Penguasaan bahasa merupakan
88
kunci utama mempelajari ilmu pengetahuan dan jenis pelajaran nonbahasa
(Sumarto, 1986:9).
Berdasarkan teori kebudayaan dalam Sumarto (1986:8), pengajaran bahasa
Jawa di SMP memenuhi aspek-aspek kebudayaan, seperti sosiologis, linguistis,
psikologis, kultural, dan pedagogis seperti dijelaskan dibawah ini.
1. Pengajaran bahasa Jawa diselenggarakan secara sosiologis berarti bahwa penguasaan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah memperlancar komunikasi antarpersonal dengan penutur bahasa Jawa.
2. Pengajaran bahasa Jawa diselenggarakan secara linguistis berarti bahwa penguasaan bahasa Jawa akan memperlancar proses belajar bahasa Indonesia, sebab bahasa Jawa serumpun dengan bahasa Melayu yang menjadi induk bahasa Indonesia.
3. Pengajaran bahasa Jawa diselenggarakan secara psikologis. Tahap-tahap mempelajari bahasa dimulai dari bahasa ibu, dalam hal ini bahasa Jawa, kemudian mempelajari bahasa kedua, yaitu bahasa Indonesia. Struktur pola bahasa Jawa yang telah dikuasai murid akan mempermudah proses mempelajari pola struktur bahasa Indonesia.
4. Pengajaran bahasa Jawa diselenggarakan secara kultural dengan dasar bahwa penguasaan bahasa Jawa berarti menguasai unsur budaya daerah yang menjadi pola dasar pengembangan menjadi kebudayaan nasional.
5. Pengajaran bahasa Jawa diselenggarakan secara pedogogis. Artinya, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bahasa Jawa dapat melalui jalur formal, jalur nonformal, dan bahkan juga jalur informal. Salah satu bentuk jalur formal adalah melalui pelajaran bahasa Jawa di sekolah dengan mencantumkannya dalam kurikulum.
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa disajikan secara terpadu. Artinya,
bahwa beberapa aspek kemampuan berbahasa disajikan secara serentak dalam
pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk memudahkan siswa dalam menerima
keterampilan dan pengetahuan tentang materi tertentu untuk mencapai tujuan
akhir pembelajaran yang maksimal. Misalnya, dalam pembelajaran puisi atau
89
gurit, siswa dapat diarahkan untuk melakukan kegiatan, seperti membaca puisi
atau gurit (pembelajaran membaca), mengapresiasi puisi atau gurit (pembelajaran
sastra), dan dapat juga dikembangkan untuk pembelajaran menulis puisi atau gurit
berdasarkan contoh atau model gurit yang diberikan.
Sebagai bahasa yang masih hidup dan dibina oleh penuturnya sesuai
dengan penjelasan UUD 1945, bahasa Jawa perlu dibina dan dikembangkan.
Pembinaan dan pengembangan yang paling baik adalah melalui pengajaran bahasa
di sekolah (Suryono, 1987:1). Agar pembinaan dan pengembangan bahasa Jawa
berhasil, maka perlu adanya suatu penelitian tentang bahasa Jawa. Penelitian-
penelitian tersebut harus bersifat inovatif dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran dan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang muatan
lokal, khususnya bahasa Jawa.
2.5.2 Pembelajaran Menulis dalam Muatan Lokal Bahasa Jawa SMP
Pembelajaran menulis dalam kurikulum muatan lokal bahasa Jawa SMP
memiliki kemiripan dengan kurikulum untuk pembelajaran menulis dalam mata
pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dengan kata lain, apa dan bagaimana
mengajar bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa, sama dengan mengajar bahasa
Indonesia. Unsur pembeda dalam pembelajaran kedua mata pelajaran bahasa ini
adalah bahasa yang digunakan dan tema pembelajaran. Tema pembelajaran dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia berbeda dengan tema pembelajaran dalam mata
pelajaran bahasa Jawa. Tema yang dipelajari dalam bahasa Jawa berbeda,
bergantung pada jenis lingkungan budaya yang sesuai dengan bahasa daerah
tersebut (Utomo, 1997:21).
90
Pada dasarnya tujuan dari pembelajaran menulis adalah memberikan
keterampilan yang sebanyak-banyaknya tentang menulis kepada siswa, sehingga
guru dituntut untuk mampu memberikan model keterampilan menulis yang
lengkap kepada siswa, baik dalam hal menulis fiksi maupun nonfiksi. Menulis
sebagai salah satu keterampilan bahasa sangat diperlukan siswa dalam banyak hal
dan kepentingan. Dalam kurikulum muatan lokal siswa dibimbing untuk
menguasai beberapa keterampilan menulis, seperti menulis karangan narasi
berbahasa Jawa, menulis geguritan (puisi bahasa Jawa), menulis cerkak (cerpen
bahasa Jawa), dan masih banyak keterampilan menulis sastra Jawa lainnya.
Sedangkan untuk aspek kebahasaan, siswa dibimbing untuk menguasai
keterampilan menulis, seperti menulis teks berita, menulis surat berbahasa Jawa,
menulis pengumuman berbahasa Jawa, dan kemampuan menulis lainnya. Semua
keterampilan menulis tersebut sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari siswa,
sehingga perlu dorongan atau motivasi yang lebih kepada siswa untuk mampu
mengembangkan keterampilan berbahasa itu.
Menulis merupakan suatu proses. Dalam menulis memerlukan beberapa
tahapan untuk menjadi sebuah karya tulis akhir. Dari kegiatan pramenulis sampai
pada tahap pengakhiran atau penyelesaian (Parera, 1987:3). Mata pelajaran bahasa
Jawa mengajarkan keterampilan menulis ini dengan beberapa prinsip, yaitu dari
yang mudah ke yang sulit, dari sederhana ke yang kompleks, dan dari hal yang
abstrak ke hal yang konkret. Siswa akan mengalami beberapa tahapan dalam
kegiatan menulis. Kegiatan yang dilaksanakan siswa dari tahap yang paling
mudah sampai menuju ke tahap atau kegiatan menulis yang memiliki tingkat
kesulitan yang lebih tinggi. Misalnya, untuk siswa Sekolah Dasar (SD) yang
91
dipelajari dalam kegiatan menulis adalah dari menulis kosakata bahasa Jawa
sampai pada kegiatan menulis huruf Jawa. Sedangkan, pada jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP), siswa akan lebih ditantang pada kegiatan menulis
yang lebih rumit, misalnya menulis karangan atau cerita berbahasa Jawa sampai
pada menulis gurit (puisi bahasa Jawa) dan bahkan sampai pada menulis naskah
drama bahasa Jawa.
Pembelajaran menulis dalam muatan lokal bahasa Jawa juga tidak jauh
dari konsep pembelajaran kontekstual, sehingga dalam pembelajaran harus
berpedoman pada pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Dalam hal ini, perlu
adaya strategi pembelajaran yang sesuai dengan konsep tersebut. Jadi, konsep
pembelajaran kontekstual tidak hanya dimiliki oleh mata pelajaran utama, seperti
bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran lain, tetapi juga
dalam muatan lokal, khususnya mata pelajaran bahasa Jawa.
Pembelajaran keterampilan menulis dalam muatan lokal, terintegrasi
dengan keterampilan berbahasa lainnya, seperti membaca-menulis, mendengarkan
menulis, berbicara-menulis. Semua aspek ini dapat dipelajari secara terintegrasi
dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam belajar dan meningkatkan
kemampuan siswa dalam berbagai kompetensi berbahasa. Misalnya, dalam
menulis geguritan atau puisi bahasa Jawa yang sebelumnya siswa mendengarkan
pembacaan geguritan untuk merangsang siswa sebelum menulis gurit tersebut.
Diharapkan dengan diperdengarkan pembacaan gurit tersebut, siswa dapat
mencontoh atau terinspirasi untuk menulis gurit dengan bahasa masing-masing
siswa. Tidak berhenti pada hal itu saja, kegiatan menulis juga harus mengarahkan
siswa agar mengetahui dan memahami kondisi riil di masyarakat. Hal ini
92
bertujuan untuk memberikan ilmu dan keterampilan, khususnya menulis bahasa
Jawa, yang bersifat praktis, sehingga keterampilan dan ilmu pengetahuan yang
didapat dari bangku sekolah tersebut dapat diaplikasikan kelak ketika siswa hidup
dalam sebuah komunitas dalam masyarakat.
Pembelajaran menulis dalam mata pelajaran bahasa Jawa akan sangat
bermakna apabila pembelajaran tersebut sesuai dengan konteks kehidupan dan
lingkungan siswa berada. Menulis pengalaman pribadi dalam bentuk paragraf
narasi merupakan suatu kegiatan yang kontekstual dan dapat memanfaatkan
lingkungan sekitar siswa dan juga siswa itu sendiri dalam proses kegiatan belajar
mengajarnya. Hal ini akan dirasakan siswa sebagai kegiatan belajar yang
menyenangkan dan dapat membangkitkan motivasi belajar mereka.
93
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan metode penelitian yang digunakan oleh
peneliti dalam penelitiannya. Bagian-bagian dalam metode penelitian dibagi
menjadi delapan sub bahasan, diantaranya: (1) rancangan penelitian, (2) populasi
dan sampel, (3) sumber data dan data, (4) teknik pengumpulan data, (5) instrumen
penelitian, (6) uji keabsahan data, (7) teknik analisis data, dan (8) prosedur
penelitian.
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang data-data disajikan dalam bentuk angka-angka dengan
menggunakan rumus statistik tertentu (Arikunto, 2002:12). Dalam penelitian
kuantitatif keterlibatan peneliti secara langsung di lapangan tidak terlalu
diutamakan, karena dalam pengambilan data dan proses penelitian dapat
diwakilkan oleh orang lain.
Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang bersifat prosedural.
Artinya, dalam pelaksanaan penelitian, peneliti hanya mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan sebelumnya secara konsisten (Hadjar, 1996:35). Dalam penelitian
kuantitatif, prosedur dan langkah-langkah, misalnya teknik pemilihan populasi
dan sampel, penetapan instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data,
94
serta teknik analisis data yang akan dikumpulkan, secara detil telah ditetapkan
terlebih dahulu oleh peneliti.
Sesuai dengan sifat penelitian kuantitatif yang di dalamnya berisi data-
data berupa angka statistik, penelitian ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1)
penelitian ini mengkaji hasil pembelajaran menulis narasi bahasa Jawa siswa,
terutama siswa kelas VIII secara sampling per individu, (2) peneliti bukan
instrumen utama dalam penelitian, sehingga dalam pengumpulan data
memungkinkan untuk diwakilkan, (3) penelitian ini mengedapankan hasil tes
belajar siswa, khususnya dalam kegiatan menulis narasi bahasa Jawa dengan
menggunakan media gambar berseri. Selanjutnya, (4) data dipaparkan secara
angka-angka statistik, berdasarkan acuan rumus statistik setelah diolah sedemikian
rupa.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk menyelidiki subjek yang sama dalam jangka waktu
tertentu untuk melihat perubahan yang terjadi dalam aspek yang menjadi fokus
penelitian (Hadjar, 1996:276). Penelitian ini berusaha mendeskripsikan hasil tes
kemampuan siswa dalam hal menulis narasi bahasa Jawa dengan menggunakan
media gambar berseri pada jenjang SMP kelas VIII.
Deskripsi data-data temuan akan dijabarkan secara numerik atau angka-
angka dengan persentase tertentu yang mencerminkan hasil dari kemampuan
siswa dalam kegiatan menulis. Penelitian deskriptif kuantitatif ini merupakan
akumulasi data dasar yang dideskripsikan secara numerik yang tidak perlu
menerangkan adanya hubungan antara dua atau lebih variabel yang berbeda.
95
3.2 Populasi dan Sampel
Menurut Borg dan Gall dalam (Suharto, 1988:64) dijelaskan bahwa
populasi disebut juga keseluruhan-semesta (universe) dan dapat didefinisikan
sebagai anggota dari suatu kesatuan orang, kejadian, atau benda yang akan kita
jadikan sasaran generalisasi hasil-hasil penelitian kita. Populasi menurut Suharto
(1988:65) berdasarkan karakteristiknya dibagi menjadi dua macam, yaitu populasi
yang homogen atau seragam dan populasi heterogen atau beragam. Populasi
disebut homogen apabila seluruh karakteristik yang ada secara merata dipunyai
oleh setiap anggota populasi (Suharto, 1988:65). Sedangkan, populasi disebut
heterogen menurut Suharto (1988:65) apabila sejumlah anggota populasi hanya
mempunyai satu atau beberapa karakteristik yang ada dalam populasi.
Penelitian ini mengambil populasi siswa SMP, sedangkan sampel
penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Panggungrejo kelas VIII. Sampel
disebut juga anggota-anggota populasi (Suharto, 1988:65). Dalam definisi lain
sampel penelitian mengacu kepada sejumlah anggota dari populasi yang sekaligus
dapat dijadikan wakil dari populasi tersebut atau biasa disebut cuplikan dari
populasi (Suharto,1988:65). Dari keseluruhan siswa SMP Negeri 1 Panggungrejo
kelas VIII diambil satu kelas dari lima kelas yang ada. Satu kelas, yaitu kelas VIII
D, sebagai sampel penelitian berjumlah 37 siswa dengan rincian 19 siswa laki-laki
dan 18 siswa perempuan. Siswa kelas VIII D secara kognitif, afektif, dan
psikomotorik memiliki tingkat kemampuan yang bervariasi atau memiliki
heterogenitas yang tinggi. Daftar nama siswa kelas VIII D SMP Negeri 1
Panggungrejo tahun pelajaran 2007/2008 yang merupakan sampel penelitian dapat
dilihat secara detil pada lampiran 1.
96
Alasan mengambil subjek penelitian siswa kelas VIII adalah berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan, diantaranya: (1) siswa kelas VIII sudah
mendapatkan materi pelajaran menulis narasi bahasa Jawa sesuai dengan
kurikulum muatan lokal yang telah ditentukan oleh pemerintah, (2) siswa kelas
VIII secara mental atau psikologis sudah mampu menuangkan ide, gagasan, dan
pikiran dalam bentuk karya tulis, baik fiksi maupun nonfiksi mengenai suatu
topik, (3) siswa kelas VIII masih dalam periode pertengahan dan tidak mengalami
kesibukan yang cukup banyak, seperti UAN atau ujian praktik yang biasanya
dilakukan oleh kelas IX dalam penentuan kelulusan sekolah.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Panggungrejo dipilih sebagai
tempat penelitian karena sekolah tersebut merupakan sekolah negeri yang belum
berkembang yang berpotensi besar untuk mendapat masukan dan perbaikan
pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran bahasa Jawa. Selain itu, sekolah
tersebut berdasarkan fakta lapangan masih sebagian besar menggunakan sistem
pembelajaran yang konvensional, sehingga banyak permasalahan dalam proses
belajar mengajar di kelas, terutama dalam mata pelajaran muatan lokal bahasa
Jawa. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan akan dapat memacu prestasi
belajar siswa dan secara umum dapat mempengaruhi peningkatan mutu
pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
3.3 Data dan Sumber Data
3.3.1 Data
Data dalam penelitian ini merupakan data hasil tes siswa dalam hal
menulis narasi bahasa Jawa dengan menggunakan media gambar berseri.
97
Menurut Ensiklopedi Indonesia dalam Aminuddin (1990:62), menyebutkan bahwa
data merupakan bahan dasar atau bahan baku pertama yang nyata untuk menyusun
seluruh pengetahuan. Data berbeda dengan objek penelitian. Data juga diartikan
sebagai hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka
(Arikunto, 2002:96). Objek penelitian biasa disebut variabel yang merupakan hal
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.
Data awal penelitian ini berupa data verbal hasil tes siswa. Setelah data
dikumpulkan, setiap hasil tes siswa kemudian dilakukan penskoran dan pencatatan
data untuk memilih data-data yang dapat digunakan sebagai hasil temuan. Data
verbal berupa jawaban tertulis siswa berupa narasi bahasa Jawa.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data merupakan subjek dari mana data dapat diperoleh
(Arikunto,2002:107). Peneliti menggunakan teknik tes, maka sumber data berupa
tester. Dalam penelitian ini sumber data berupa siswa yang melaksanakan
kegiatan menulis narasi bahasa Jawa pada mata pelajaran muatan lokal bahasa
Jawa. Sumber data tersebut merupakan kemampuan siswa dalam menulis narasi
bahasa Jawa dengan media gambar berseri yang didokumentasikan. Dari sumber
data tersebut akan didapat kemampuan siswa rendah atau tinggi dalam
pembelajaran menulis narasi bahasa Jawa pada muatan lokal bahasa Jawa.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik
tes. Tujuan penggunaan teknik tes ini adalah untuk mengukur kemampuan siswa
dalam hal menulis narasi bahasa Jawa dengan menggunakan media gambar
98
berseri. Jadi, data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan alat berupa
soal tes yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
menulis narasi bahasa Jawa dengan menggunakan media gambar berseri.
Tes disusun berdasarkan teori dan dengan konsultasi dosen ahli untuk
memperoleh data yang valid dan reliabel tentang kemampuan menulis narasi
bahasa Jawa siswa. Tes diberikan kepada seluruh sampel penelitian dengan
perlakuan dan bentuk tes yang sama antara satu sampel dengan sampel yang lain
yang telah ditentukan. Dari tes tersebut akan diperoleh data verbal karangan narasi
siswa untuk kemudian dilakukan penskoran untuk mengetahui prestasi belajar
siswa dalam hal menulis narasi bahasa Jawa.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam
rangka memperoleh atau mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik (Arikunto, 2002:136). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes. Tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta
alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto,
2002:128). Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengukur kemampuan
menulis narasi bahasa Jawa Siswa SMP kelas VIII.
Kategori tes dalam penelitian ini adalah tes prestasi (Achievement test),
yang merupakan sejenis tes untuk mengukur pencapaian prestasi siswa setelah
mempelajari sesuatu (Arikunto, 2002:128). Jadi, penelitian ini mengukur prestasi
siswa dalam hal menulis narasi bahasa Jawa yang sebelumnya sudah
99
dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran di kelas. Dalam instrumen penelitian ini
juga disusun patokan penskoran, khususnya patokan penskoran untuk skor
kegiatan menulis narasi bahasa Jawa. Patokan penskoran merupakan langkah
yang sangat penting dan harus disiapkan dalam penelitian kuantitatif. Dengan
adanya patokan penskoran akan membantu peneliti mempermudah
mengklasifikasikan dan mengolah data hasil penelitian. Menurut Arikunto
(2002:190) menyebutkan beberapa manfaat adanya patokan penskoran,
diantaranya (1) untuk menyamakan ukuran bagi pengumpul data agar tidak
banyak terpengaruh faktor subjektif, (2) untuk menjaga kestabilan data yang
dikumpulkan dalam waktu yang berbeda, dan (3) untuk mempermudah peneliti
dalam mengolah data agar siapa pun dapat melakukannya.
Instrumen dalam penelitian ini berupa soal tes esai. Soal tes dilengkapi
dengan media gambar berseri dengan jumlah lima buah gambar yang saling
berurutan kejadiannya. Soal atau pertanyaan tes berjumlah satu butir soal dengan
sub soal sejumlah dua butir. Media yang digunakan berupa gambar kartun yang
bertemakan peristiwa atau kegiatan penting keagamaan. Gambar tersebut dipilih
berdasarkan kompetensi dasar dalam kurikulum mata pelajaran bahasa Jawa yang
menitikberatkan pada pengalaman menarik siswa untuk dikembangkan menjadi
sebuah karya tulis yang berupa karangan narasi. Dengan siswa kelas VIII D
sebagai sampel peneletian yang sebagian besar beragama Islam, media gambar
dengan tema kegiatan hari raya Idul Fitri, akan membantu siswa dalam
menuangkan ide atau gagasananya dalam hal peristiwa hari raya Idul Fitri dalam
bentuk karangan narasi, karena sudah tidak asing lagi dengan kegiatan tersebut.
100
Ketentuan penskoran dalam instrumen berupa soal tes meliputi skor
pencapaian hasil menulis siswa yang mencangkup lima aspek atau permasalahan
dalam penelitian, diantaranya adalah: (1) skor kemampuan menulis narasi bahasa
Jawa dengan menggunakan media gambar berseri dalam hal diksi antara 0-10, (2)
skor kemampuan menulis narasi bahasa Jawa dengan menggunakan media gambar
berseri dalam hal keruntutan isi cerita adalah antara 0-10, (3) skor kemampuan
menulis narasi bahasa Jawa dengan menggunakan media gambar berseri dalam
hal kreativitas pengembangan isi adalah antara 0-10, dan (4) skor kemampuan
menulis narasi bahasa Jawa dengan menggunakan media gambar berseri dalam
hal penulisan ejaan dan tanda baca antara 0-10, dan (5) skor kemampuan menulis
narasi bahasa Jawa secara utuh atau utuh antara 0-10.
Instrumen penunjang dalam penelitian ini kamera untuk dokumentasi
kegiatan penelitian menulis narasi bahasa Jawa ini. Kamera digunakan peneliti
sebagai instrumen penunjang untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian di
kelas atau kegiatan lain yang mendukung proses penelitian dalam bentuk gambar,
dalam hal ini berupa foto, sehingga aktivitas siswa pada pelaksanaan penelitian,
khususnya pada saat pengumpulan data, dapat diabadikan dalam bentuk foto dan
merupakan data penunjang yang cukup penting. Secara jelas instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagian lampiran, yaitu pada
lampiran 2 .
3.6 Uji Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif, perlu adanya suatu uji keterandalan
instrumen. Uji ini dilakukan untuk mengecek tingkat validitas dan reliabilitas
101
instrumen penelitian. Validitas instrumen merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto,
2002:144). Sebuah instrumen dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang akan diukur. Artinya, instrumen penelitian tersebut mampu untuk
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Reliabilitas instrumen merupakan suatu instrumen yang memiliki
kemampuan untuk cukup dipercaya digunakan sebagai alat pengumpul data,
karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2002:154). Instrumen yang baik
tidak akan bersifat tendensius. Artinya, bahwa instrumen tersebut secara alamiah
tidak akan mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.
Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel, akan menghasilkan data
yang dapat dipercaya juga. Apabila data yang diambil memang benar-benar sesuai
dengan fakta, maka berapa kali pun data tersebut diambil akan tetap menunjukkan
hasil yang sama.
Dalam penelitian ini uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan
dengan mengujikan soal tes menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap pada
siswa SMP yang berbeda, tetapi dengan karakteristik sampel dan jenjang kelas
yang sama. Apabila data yang diperoleh dari hasil uji instrumen tersebut sudah
memenuhi dan sesuai dengan yang seharusnya, berarti bahwa instrumen yang
dikembangkan peneliti sudah baik dan dapat digunakan untuk mengambil data
sebenarnya dalam penelitan.
Uji instrumen dalam penelitian ini dilaksanakan pada siswa SMP Negeri 3
Kademangan Kabupaten Blitar dengan mengambil sampel siswa kelas VIII A
yang berjumlah 37 siswa. Hasil uji instrumen penelitian ini kemudian dianalisis
102
berdasarkan rubrik penilaian yang telah disusun untuk menentukan tingkat
validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Selain itu, hasil uji instrumen juga
dianalisis dengan melibatkan beberapa pihak, yaitu pemeriksaan teman sejawat
dan diskusi dengan guru sebagai mitra peneliti dan dosen ahli, dalam hal ini dosen
pembimbing. Diskusi dengan teman sejawat merupakan hal penting dalam
penelitian. Teman sejawat dapat membantu dalam menganalisis data dalam hal
memberikan masukan berkaitan dengan data-data hasil temuan, karena teman
sejawat yang berusia tidak jauh beda memiliki kerangka berpikir yang hampir
sama dalam hal menafsirkan data-data hasil temuan.
Diskusi dengan guru dan dosen ahli yang juga merupakan dosen
pembimbing tentang hasil uji instrumen merupakan salah cara untuk menentukan
valid tidaknya instrumen penelitian yang digunakan. Berdiskusi dengan guru kelas
yang juga merupakan mitra peneliti sangat bermanfaat untuk mendapatkan
informasi yang akurat tentang keakuratan data hasil temuan, karena guru kelas
merupakan orang yang lebih mengetahui kondisi sebenarnya siswa di kelas dalam
pembelajaran.
Dosen ahli yang merupakan dosen pembimbing merupakan orang yang
kompeten dalam bidang penelitian ini, sehingga lebih mengetahui secara lebih
dalam dan luas kecenderungan-kecenderungan temuan penelitian. Selain itu,
diskusi dengan dosen ahli juga dapat digunakan sebagai bahan pembanding data-
data temuan uji instrumen penelitian, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman
bagi peneliti untuk membuat laporan temuan penelitian yang berkualitas. Hasil
analisis uji instrumen secara detil dapat dilihat pada lampiran 5.
103
3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses-proses yang membawa urutan, susunan,
dan makna terhadap sejumlah data yang terkumpul (Faisal, 1994:95). Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik penskoran dan pencatatan data. Setelah
data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan penskoran atau mengubah
data-data ke dalam bentuk angka-angka kuantitatif. Sebelum penskoran dilakukan,
perlu adanya pemeriksaan terlebih dahulu untuk mengetahui dan mengecek
kesesuaian data dengan instrumen yang disusun sebelumnya (Hadjar, 1996:208).
Data-data yang sudah terkumpul diberi skor dengan menggunakan patokan
tertentu yang telah ditentukan (lihat lampiran 3). Patokan atau rumus yang
digunakan dalam menentukan persentase kemampuan menulis narasi bahasa Jawa
dengan media gambar berseri untuk masing-masing aspek atau permasalahan
penelitian seperti di bawah ini.
∑ y
∑ xX 100 %=P
Keterangan: P = Persentase kemampuan menulis narasi bahasa Jawa
∑ y = Jumlah siswa dengan skor kemampuan menulis narasi bahasa Jawa dari aspek tertentu
∑ x = Jumlah siswa sampling
104
Kriteria penskoran hasil kerja siswa berupa karangan narasi bahasa Jawa
diklasifikasikan berdasarkan patokan seperti pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kriteria Penskoran Hasil Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap
Skor Kategori
8,5 – 10
7,0 – 8,4
5,5 – 6,9
4,0 – 5,4
< 4,0
Sangat Baik (A)
Baik (B)
Cukup (C)
Kurang (K)
Kurang Sekali (KS)
Data yang berupa data kualitatif diubah menjadi data kuantitatif ke dalam
angka-angka. Data-data tersebut kemudian ditelaah lebih lanjut oleh peneliti
bersama mitra peneliti, yaitu guru untuk menentukan data yang sesuai dan dapat
digunakan sebagai data hasil temuan. Data yang berupa skor kemampuan menulis
narasi bahasa Jawa dengan media gambar berseri secara keseluruhan, yang
meliputi empat aspek penilaian dimasukkan dalam format seperti pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Rekapitulasi Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap
No. Kode Siswa
Nama Siswa
Aspek Penilaian
Jumlah SkorDiksi Keruntutan
IsiKreativita
s Isi
Ejaan dan
Tanda Baca
1.2.3.4.5.dst.
105
Pada tahap menyimpulkan dan verifikasi, peneliti melakukan penyimpulan
terhadap seluruh hasil temuan penelitian yang diarahkan kepada permasalahan
penelitian yang sebelumnya ditentukan, sehingga simpulan penelitian merupakan
jawaban dari seluruh permasalahan yang diajukan peneliti dalam penelitiannya.
Simpulan dalam penelitian ini dapat bersifat sementara dan bersifat simpulan
akhir.
Menarik simpulan penelitian harus selalu berdasarkan pada semua data
yang diperoleh dalam kegiatan penelitian (Arikunto, 2002:311). Dengan kata lain,
penarikan simpulan harus didasarkan atas data, bukan atas angan-angan atau
keinginan peneliti, sehingga terjadi manipulasi data dan tindak kecurangan dalam
penelitian.
3.8 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang secara umum banyak dikembangkan dalam
penelitian secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembuatan
rancangan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pembuatan laporan penelitian
(Arikunto, 2002:20). Langkah-langkah penelitian dalam penelitian ini
dikembangkan sebagai berikut: (1) memilih masalah, (2) merumuskan masalah,
(3) merumusakan asumsi, (4) memilih pendekatan, (5) menentukan sumber data
(populasi dan sampel), (6) menentukan dan menyusun instrumen, (7) menguji
instrumen, (8) mengumpulkan data, (9) menganalisis data hasil temuan, (10)
menarik simpulan, dan (11) menyusun laporan hasil penelitian.
Kesebelas langkah atau prosedur penelitian tersebut dilaksanakan secara
bertahap dan berurutan. Setelah menentukan instrumen yang digunakan untuk
106
mengambil data, peneliti mengadakan uji keterhandalan instrumen. Uji instrumen
ini penting dilakukan untuk memperoleh gambaran validitas dan reabilitas
instrumen penelitian. Apabila dalam uji instrumen sudah dapat memperoleh data
yang sesuai, berarti instrumen tersebut dapat digunakan pada penelitian
sebenarnya untuk mengambil data.
Setelah data diperoleh peneliti menganalisis dan mengolah data
berdasarkan teknik yang ditentukan. Penelitian kuantitatif ini mengolah data
berdasarkan parameter-parameter yang telah disusun sebelumnya, khususnya
parameter untuk mengukur kemampuan menulis narasi bahasa Jawa dengan
menggunakan media gambar berseri siswa kelas VIII SMP. Prosedur penelitian
ini secara lengkap dan jelas dapat dilihat dalam gambar 3.1 bagan arus kegiatan
penelitian.
Gambar 3.1 Prosedur/Langkah Penelitian Kuantitatif (disadur dari Arikunto, 2002:21)
56
Langkah 2Merumuskan Masalah
Langkah 3Merumuskan Asumsi
Langkah 4Memilih Pendekatan
Langkah 5 aMenentukan Sumber Data
Langkah 5 bMenentukan Populasi dan
Sampel
Langkah 6Menentukan Instrumen
Langkah 7Uji Instrumen
Langkah 8Mengumpulkan Data
Langkah 9Menganalisis Data
Langkah 10Menarik Simpulan
Langkah 11Menyusun Laporan
Langkah 1Memilih Masalah
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan temuan penelitian yang meliputi lima masalah,
yaitu (1) pemaparan hasil tentang kemampuan siswa menulis narasi bahasa Jawa
ngoko andhap dengan media gambar berseri dari segi ketepatan dan keefektifan
diksi, (2) kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap
dengan menggunakan media gambar berseri dari segi keruntutan jalan cerita, (3)
kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan
menggunakan media gambar berseri dari segi kreativitas isi, (4) kemampuan siswa
dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan menggunakan media
gambar berseri dari segi ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca, dan (5)
kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan
menggunakan media gambar berseri secara utuh.
4.1 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi
Setelah dilakukan tes kepada sampel dalam hal kemampuan menulis narasi
bahasa Jawa ngoko andhap dengan media gambar berseri, dari segi ketepatan dan
keefektifan diksi menunjukkan adanya kebervariasian atau heterogenitas
kompetensi siswa. Hal ini ditunjukkan dengan pemerolehan skor yang bervariasi
antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dalam satu kelas. Secara jelas
dan rinci hasil tes kemampuan menulis narasi bahasa Jawa siswa dalam hal
pemilihan kata (diksi) terdapat dalam tabel 4.1.
58
Tabel 4.1 Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi
No. Presensi Kode Siswa L/P Skor
(Ketepatan dan Keefektifan Diksi)1 DY P 7,52 DV P 8,53 DP P 6,54 DM L 7,55 ES L 6,56 FA L 6,57 GC L 6,58 HT P 7,59 LN P 8,510 AP L 811 AS* (S) L -12 AH L 7,513 AR L 7,514 HJ L 7,515 HR* (A) L -16 HS P 6,517 HM L 7,518 IW P 819 IL P 7,520 ID P 821 EW P 722 MW L 6,523 MV L 6,524 MR L 6,525 ND L 7,526 ED P 727 EY P 8,528 FI P 7,529 HP P 7,530 WE L 6,531 WH L 732 YP* (A) L -33 YD L 834 DW P 7,535 DA P 736 ER P 7,537 EA P 6,5
* Tidak mengikuti tes dengan keterangan alpha (A) dan sakit (S).
Dari data tabel 4.1 tentang hasil tes menulis narasi bahasa Jawa ngoko
andhap dari segi keefektifan dan ketepatan diksi di atas dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa tingkat kemampuan. Pengklasifikasian berdasarkan
pemerolehan skor siswa dengan menghitung menggunakan rumus statistik yang
59
telah ditentukan sebelumnya. Di bawah ini merupakan persentase kemampuan
menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap berdasarkan pedoman atau patokan
penskoran yang disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Persentase Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dari Segi Keefektifan dan Ketepatan Diksi
No. Skor Frekuensi Persentase Kategori1 8,5 – 10 3 8,8% Sangat Baik (A)
2 7,0 – 8,4 21 61,8% Baik (B)
3 5,5 – 6,9 10 29,4% Cukup (C)
4 4,0 – 5,4 0 0% Kurang (K)
5 < 4,0 0 0% Kurang Sekali (KS)
Jumlah 34 100% -
Dari data tabel 4.2 di atas, dapat diuraikan bahwa kemampuan menulis
narasi bahasa Jawa ngoko andhap dari segi keefektifan dan ketepatan diksi
menunjukkan kebervariasian pencapaian hasil. Siswa yang mendapat skor antara
8,5-10 sebesar 8,8% dari jumlah keseluruhan sampel. Rinciannya adalah siswa
yang mendapat skor 8,5-10 sebanyak 3 siswa dari 34 sampel dan ketiga siswa
tersebut mendapat skor yang sama yaitu 8,5. Sedangkan, siswa yang memperoleh
skor antara 7,0-8,4 sebesar 61,8% dari seluruh jumlah sampel, yaitu sejumlah 21
siswa dari 34 sampel. Secara rinci 21 siswa yang memperoleh skor antara 7,0-8,4
diantaranya, sejumlah 4 siswa memperoleh skor 7, 13 siswa memperoleh skor 7,5,
dan 4 siswa memperoleh skor 8.
Pada kriteria skor antara 5,5-6,9 dalam hasil tes menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap menunjukkan bahwa sejumlah 29,4% dari keseluruhan
sampel, termasuk dalam kriteria itu. Rinciannya adalah sejumlah 10 siswa
memperoleh skor yang sama, yaitu 6,5 dari 34 sampel. Sedangkan, siswa yang
60
memperoleh skor di bawah 6,5 atau yang termasuk dalam kriteria skor di bawah
5,5 dalam hasil tes menulis narasi tersebut sebesar 0% atau nihil.
4.2 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri dari Segi Keruntutan Isi Cerita
Pada hasil tes menulis narasi bahasa Jawa ini menunjukkan heterogenitas
kemampuan siswa dalam satu kelas. Dalam kriteria yang kedua, yaitu kemampuan
menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan media gambar berseri dari segi
keruntutan isi cerita juga menunjukkan perbedaan kemampuan. Skor yang dicapai
siswa diklasifikasikan sesuai kriteria penskoran dalam tabel persentase masing-
masing kemampuan.
Pada kriteria ini, yaitu keruntutan isi cerita, yang menjadi pedoman atau
acuan penskoran adalah tingkat keterampilan dan kualitas hasil karangan siswa
yang ditulis dengan berpedoman pada urutan gambar dan berdasarkan rangkaian
peristiwa pada masing-masing gambar. Pemerolehan skor secara rinci dapat
dilihat dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3 Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Keruntutan Isi Cerita
No. Presensi Kode Siswa L/P Skor
(Keruntutan Isi Cerita)1 DY P 92 DV P 93 DP P 84 DM L 95 ES L 7
61
6 FA L 77 GC L 88 HT P 89 LN P 910 AP L 811 AS* (S) L -12 AH L 813 AR L 814 HJ L 715 HR* (A) L -16 HS P 717 HM L 718 IW P 819 IL P 820 ID P 821 EW P 822 MW L 723 MV L 724 MR L 725 ND L 826 ED P 727 EY P 828 FI P 829 HP P 830 WE L 731 WH L 832 YP* (A) L -33 YD L 834 DW P 835 DA P 736 ER P 837 EA P 7
* Tidak mengikuti tes dengan keterangan alpha (A) dan sakit (S).
Dari data tabel 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa siswa memperoleh skor
antara 7-9 dan termasuk dalam kategori nilai baik sampai nilai sangat baik.
Kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan
media gambar berseri dari segi keruntutan isi cerita dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkat kemampuan seperti pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Persentase Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dari Segi Keruntutuan Isi Cerita
No. Skor Frekuensi Persentase Kategori1 8,5 – 10 4 11,8% Sangat Baik (A)
2 7,0 – 8,4 30 88,2% Baik (B)
3 5,5 – 6,9 0 0% Cukup (C)
62
4 4,0 – 5,4 0 0% Kurang (K)
5 < 4,0 0 0% Kurang Sekali (KS)
Jumlah 34 100% -
Dari segi keruntutan isi cerita, menurut data tabel 4.4 di atas menunjukkan
bahwa kemampuan menulis narasi bahasa Jawa siswa sudah dalam kategori baik.
Sejumlah 11,8% dari seluruh sampel penelitian yang berjumlah 34 siswa
memperoleh skor antara 8,5-10. Rinciannya adalah sebanyak 4 siswa memperoleh
skor 9 dari 34 siswa yang termasuk dalam kategori skor itu.
Siswa yang memperoleh skor dalam kategori skor kedua, yaitu antara 7,0-
8,4 sebesar 88,2% dari seluruh sampel penelitian. Sebanyak 30 siswa dari total
keseluruhan sampel, yaitu 34 siswa memperoleh skor antara 7,0-8,4. Rinciannya
adalah siswa yang memperoleh skor 7 sebanyak 12 siswa dan siswa yang
memperoleh skor 8 sebanyak 18 siswa. Sedangkan, siswa yang mendapat skor di
bawah skor 7 adalah tidak ada atau nihil, sehingga hanya mencapai 0%.
4.3 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri dari Segi Kreativitas Isi
Kriteria penskoran untuk aspek yang ketiga dalam hal menulis narasi
bahasa Jawa ngoko andhap dengan media gambar berseri adalah dari segi
kreativitas isi. Aspek yang dinilai dalam kreativitas isi karangan narasi siswa
adalah penggunaan kosakata yang bervariasi dan pengembangan tema cerita yang
kreatif atau tidak monoton. Selain itu, ketiga unsur pokok dalam karangan narasi
harus ada dan dikembangkan secara kreatif oleh siswa. Ketiga unsur tersebut
adalah tokoh, peristiwa atau rangkain kejadian, dan urutan waktu. Hal lain yang
63
juga masuk dalam penilaian adalah kreativitas siswa dalam memberikan judul
yang sesuai pada hasil karangannya.
Hasil pencapaian siswa untuk aspek yang ketiga ini diklasifikasikan
berdasarkan kriteria penskoran yang sudah ditentukan. Pemerolehan siswa
dijabarkan dengan persentase yang menunjukkan tingkat penguasaan dan
kemampuan siswa dari aspek yang ketiga, yaitu kreativitas isi. Hal ini dapat
menunjukkan beberapa siswa dengan pencapaian hasil yang berbeda dalam satu
kelas atau sampel penelitian. Secara rinci data kemampuan menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap dengan media gambar berseri dari segi kreativitas isi seperti
pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Kreativitas Isi
No. Presensi Kode Siswa L/P Skor
(Kreativitas Isi)1 DY P 8,52 DV P 93 DP P 6,54 DM L 7,55 ES L 6,56 FA L 6,57 GC L 78 HT P 79 LN P 8,510 AP L 7,511 AS* (S) L -12 AH L 813 AR L 6,514 HJ L 6,515 HR* (A) L -16 HS P 6,5
64
17 HM L 718 IW P 7,519 IL P 820 ID P 6,521 EW P 6,522 MW L 6,523 MV L 6,524 MR L 625 ND L 826 ED P 6,527 EY P 8,528 FI P 6,529 HP P 7,530 WE L 6,531 WH L 732 YP* (A) L -33 YD L 6,534 DW P 8,535 DA P 6,536 ER P 8,537 EA P 6,5
* Tidak mengikuti tes dengan keterangan alpha (A) dan sakit (S).
Dari data tebel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa pemerolehan hasil
belajar siswa bervariasi. Tingkat kreativitas siswa dalam mengembangkan isi
karangan narasi berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya pemerolehan skor yang bervariasi. Secara rinci tingkat
kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dari segi
kreativitas isi dapat dilihat dalam tabel 4.6.
Tabel 4.6 Persentase Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dari Segi Kreativitas Isi
No. Skor Frekuensi Persentase Kategori1 8,5 – 10 6 17,6% Sangat Baik (A)
2 7,0 – 8,4 11 32,4% Baik (B)
3 5,5 – 6,9 17 50% Cukup (C)
4 4,0 – 5,4 0 0% Kurang (K)
5 < 4,0 0 0% Kurang Sekali (KS)
Jumlah 34 100% -
65
Dari data tabel 4.6 di atas, dapat diketahui bahwa siswa yang memperoleh
skor pada kreteria antara 8,5-10 sebesar 17,6% dari keseluruhan jumlah sampel.
Secara rinci pemerolehan tersebut terdiri dari sebanyak 5 siswa memperoleh skor
8,5 dan seorang siswa memperoleh skor 9. Untuk kriteria skor 7,0-8,4 dari
keseluruhan sampel siswa yang memperoleh skor antara skor tersebut sebesar
32,4% dengan rincian sejumlah 4 siswa memperoleh skor 7, dan 4 siswa
memperoleh skor 7,5, serta 3 siswa memperoleh skor 8.
Siswa yang memperoleh skor antara 5,5-6,9 sebesar 50% atau setengah
dari jumlah sampel. Sejumlah 17 siswa memperoleh skor 6,5 untuk aspek
kreativitas isi karangan narasi bahasa Jawa ngoko andhap. Sedangkan untuk
kriteria skor di bawah 6,9 tidak ditemukan data siswa yang memperoleh skor
tersebut atau nihil.
4.4 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri dari Segi Ejaan dan Tanda Baca
Dalam kegiatan menulis masalah ejaan dan tanda baca merupakan hal
yang penting untuk diperhatikan. Menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap
dengan media gambar berseri ini juga memperhatikan masalah ejaan dan tanda
baca. Kriteria aspek ini meliputi penggunaan ejaan dan tanda baca yang harus
benar sesuai dengan kaidah tata bahasa yang berlaku.
Dari hasil penelitian, data mengenai aspek ejaan dan tanda baca ini
diklasifikasikan juga berdasarkan kriteria penskoran yang sudah ditentukan.
Setelah diberi skor, karangan narasi bahasa Jawa siswa diklasifikasikan
berdasarkan kriteria skor dengan kategori masing-masing sesuai dengan skor yang
66
diperoleh siswa. Secara rinci hasil penskoran karangan narasi bahasa Jawa ngoko
andhap siswa dari aspek ejaan dan tanda baca ini dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri dari Segi Ketepatan Ejaan dan Tanda Baca
No. Presensi Kode Siswa L/P Skor
(Ketepatan Ejaan dan Tanda Baca)1 DY P 6,52 DV P 83 DP P 64 DM L 75 ES L 66 FA L 6,57 GC L 68 HT P 6,59 LN P 7,510 AP L 711 AS* (S) L -12 AH L 613 AR L 614 HJ L 6,515 HR* (A) L -16 HS P 617 HM L 618 IW P 6,519 IL P 6,520 ID P 6,521 EW P 6,522 MW L 623 MV L 6,524 MR L 625 ND L 7,526 ED P 6,527 EY P 7,5
67
28 FI P 6,529 HP P 6,530 WE L 631 WH L 6,532 YP* (A) L -33 YD L 734 DW P 735 DA P 636 ER P 7,537 EA P 6
* Tidak mengikuti tes dengan keterangan alpha (A) dan sakit (S).
Data tabel 4.7 di atas, menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam
menulis narasi bahasa Jawa dari aspek ketepatan ejaan dan tanda baca.
Pemerolehan skor yang bervariasi menunjukkan bahwa tingkat kemampuan siswa
sangat beragam. Dari data pemerolehan skor di atas dapat diklasifikasikan
berdasarkan kriteria atau pedoman penskoran yang ditentukan. Secara lebih rinci
persentase pemerolehan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa dari segi
ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca seperti dalam tabel 4.8.
Tabel 4.8 Persentase Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dari Segi Ketepatan Ejaan dan Tanda Baca
No. Skor Frekuensi Persentase Kategori1 8,5 – 10 0 0% Sangat Baik (A)
2 7,0 – 8,4 9 26,5% Baik (B)
3 5,5 – 6,9 25 73,5% Cukup (C)
4 4,0 – 5,4 0 0% Kurang (K)
5 < 4,0 0 0% Kurang Sekali (KS)
Jumlah 34 100% -
Kemampuan menulis narasi bahasa Jawa siswa dari aspek ketepatan
penggunaan ejaan dan tanda baca dari data di atas menunjukkan bahwa 26,5%
siswa dari keseluruhan jumlah sampel memperoleh skor antara 7,0-8,4. Secara
rinci skor yang diperoleh siswa diantaranya adalah sebanyak 4 siswa memperoleh
68
skor 7, sebanyak 4 siswa memperoleh skor 7,5, dan sebanyak 1 orang siswa
memperoleh skor 8.
Skor yang paling dominan diperoleh siswa adalah pada kriteria
pemerolehan skor antara 5,5-6,9. Pemerolehan skor siswa pada kriteria skor ini
sebesar 73,5% dari jumlah keseluruhan sampel penelitian. Siswa yang
memperoleh skor 6 sejumlah 12 siswa, sedangkan siswa yang memperoleh skor
6,5 sejumlah 13 siswa. Untuk kriteria skor antara 8,5-10 menurut hasil penskoran
tidak ditemukan data skor siswa yang termasuk dalam kategori skor tersebut.
Begitu juga, dengan kriteria skor antara 4,0-5,4 dan kurang dari 4,0 tidak
ditemukan data skor siswa yang termasuk dalam kategori skor tersebut, sehingga
memperoleh data temuan nol persen (0%).
4.5 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri secara Utuh
Kemampuan menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan media
gambar berseri secara utuh merupakan gabungan empat aspek kemampuan yang
meliputi ketepatan dan keefektifan diksi, keruntutan isi cerita, kreativitas isi, dan
ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca. Hasil tes menunjukkan keempat
aspek tersebut dicapai siswa dengan hasil atau skor yang bervariasi.
Penilaian aspek keutuhan sebuah karangan narasi ini dengan
menjumlahkan semua skor yang diperoleh dari keempat aspek tersebut di atas.
Untuk mendapatkan skor akhir kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap dengan media gambar berseri adalah dengan menggunakan
rumus yang telah ditentukan dalam rubrik penilaian yang dapat dilihat dengan
69
rinci pada lampiran 3. Daftar rekapitulasi skor keseluruhan siswa dalam menulis
narasi bahasa Jawa dapat dilihat dalam tabel 4.9.
Tabel 4.9 Rekapitulasi Skor Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri
No. Kode Siswa Nama Siswa
Aspek Penilaian Jumlah SkorDiksi Keruntutan
IsiKreativitas
IsiEjaan dan
Tanda Baca1. DY Daryanti 7,5 9 8,5 6,5 31,52. DV Devitasari 8,5 9 9 8 34,53. DP Diana Pungki 6,5 8 6,5 6 274. DM Dimas Pandri S 7,5 9 7,5 7 315. ES Eko Susanto 6,5 7 6,5 6 266. FA Fikri Ardi Pratama 6,5 7 6,5 6,5 26,57. GC Guntur Condro Susilo 6,5 8 7 6 27,58. HT Hartatik Tri W 7,5 8 7 6,5 299. LN Liska Nindika 8,5 9 8,5 7,5 33,510. AP Agung Prasetya 8 8 7,5 7 30,511. AS Agung Setyawan* (S) - - - - -12. AH Agus Handika W 7,5 8 8 6 29,513. AR Ahmad Ridwan 7,5 8 6,5 6 2814. HJ Hanib Juniawan 7,5 7 6,5 6,5 27,515. HR Harianto* (A) - - - - -16. HS Heni Sulistyowati 6,5 7 6,5 6 2617. HM Heru Mustofa 7,5 7 7 6 27,518. IW Ifut Wahyuni 8 8 7,5 6,5 3019. IL Intan Lutfiana 7,5 8 8 6,5 3020. ID Ika Damayanti 8 8 6,5 6,5 2921. EW Eki Wahyuni 7 8 6,5 6,5 2922. MW Mohamad Widodo 6,5 7 6,5 6 2623. MV Mu’in Venika 6,5 7 6,5 6,5 26,524. MR Mustakim Ridho’i 6,5 7 6 6 25,525. ND Nur Dita Susanto 7,5 8 8 7,5 3126. ED Endang Setiawan 7 7 6,5 6,5 2727. EY Evi Yulianti 8,5 8 8,5 7,5 32,528. FI Fifianti Is Setyo 7,5 8 6,5 6,5 28,529. HP Heni Puspitasari 7,5 8 7,5 6,5 29,530. WE Wawan Estiawan 6,5 7 6,5 6 2631. WH Wira Harya Seta 7 8 7 6,5 28,532. YP Yoga Prasetya* (A) - - - - -33. YD Yudi Pranoto 8 8 6,5 7 29,534. DW Dani Widyawati 7,5 8 8,5 7 3135. DA Deni Antika 7 7 6,5 6 26,536. ER Erwin Wahyuni 7,5 8 8,5 7,5 31,5
70
37. EA Evi Agustina 6,5 7 6,5 6 26* Siswa tidak hadir pada kegiatan pembelajaran (tes) dengan keterangan A
(alpa) dan S (sakit)
Dari tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa pencapaian siswa secara
keseluruhan dalam kegiatan menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan
media gambar berseri sangat beragam. Skor yang diperoleh antara skor 6 yang
merupakan skor terendah dan skor 9 yang merupakan pencapaian skor tertinggi
siswa. Di bawah ini terdapat tabel 4.10 tentang daftar klasifikasi skor akhir
pencapaian siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa dari empat aspek penilaian.
Tabel 4.10 Persentase Skor Keseluruhan Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap secara Utuh
No. Skor Frekuensi Persentase Kategori1 36 – 40 0 0% Sangat Baik (A)
2 31 – 35,5 8 23,53% Baik (B)
3 26 – 30,5 25 73,53% Cukup (C)
4 21 – 25,5 1 2,94% Kurang (K)
5 < 21 0 0% Kurang Sekali (KS)
Jumlah 34 100% -
Dari tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa pencapaian hasil siswa dalam
menulis narasi bahasa Jawa secara utuh sebanyak 23,53% siswa memperoleh skor
antara 31-35,5 atau sebanyak 8 siswa memperoleh skor antara 31-35,5 dari 34
siswa. Sedangkan, pada skor antara 26-30,5 menunjukkan jumlah persentase
sebesar 73,53% dari seluruh sampel penelitian atau sejumlah 25 siswa
memperoleh skor antara 26-30,5. Pada kriteria skor 21-25,5 hanya menunjukkan
persentase sebesar 2,94% atau hanya 1 orang siswa yang memperoleh skor antara
21-25,5 tersebut. Untuk kriteria skor antara 36-40 dan skor di bawah 20,5 tidak
71
ditemukan data skor siswa yang masuk dalam kategori kriteria skor tersebut,
sehingga diperoleh persentase 0%.
72
Pemerolehan skor akhir secara utuh dari hasil penelitian tentang
kemampuan menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan media gambar
berseri terdapat dalam tabel 4.11.
Tabel 4.11 Daftar Skor Akhir Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media Gambar Berseri
No. Kode Siswa Nama Siswa Skor
Keseluruhan Skor Akhir
1. DY Daryanti 31,5 7,92. DV Devitasari 34,5 8,63. DP Diana Pungki 27 6,84. DM Dimas Pandri S 31 7,85. ES Eko Susanto 26 6,56. FA Fikri Ardi Pratama 26,5 6,67. GC Guntur Condro Susilo 27,5 6,98. HT Hartatik Tri W 29 7,39. LN Liska Nindika 33,5 8,410. AP Agung Prasetya 30,5 7,611. AS Agung Setyawan* (S) - -12. AH Agus Handika W 29,5 7,413. AR Ahmad Ridwan 28 714. HJ Hanib Juniawan 27,5 6,915. HR Harianto* (A) - -16. HS Heni Sulistyowati 26 6,517. HM Heru Mustofa 27,5 6,918. IW Ifut Wahyuni 30 7,519. IL Intan Lutfiana 30 7,520. ID Ika Damayanti 29 7,321. EW Eki Wahyuni 29 7,322. MW Mohamad Widodo 26 6,523. MV Mu’in Venika 26,5 6,624. MR Mustakim Ridho’i 25,5 6,425. ND Nur Dita Susanto 31 7,826. ED Endang Setiawan 27 6,827. EY Evi Yulianti 32,5 8,128. FI Fifianti Is Setyo 28,5 7,129. HP Heni Puspitasari 29,5 7,430. WE Wawan Estiawan 26 6,531. WH Wira Harya Seta 28,5 7,132. YP Yoga Prasetya* (A) - -33. YD Yudi Pranoto 29,5 7,434. DW Dani Widyawati 31 7,835. DA Deni Antika 26,5 6,636. ER Erwin Wahyuni 31,5 7,937. EA Evi Agustina 26 6,5
* Tidak mengikuti tes dengan keterangan alpha (A) dan sakit (S).
Dalam menentukan skor akhir menggunakan rumus seperti yang tercantum
dalam lampiran 3. Rumus yang digunakan seperti di bawah ini.
SKOR KESELURUHAN (aspek 1+aspek 2+aspek 3+aspek 4 )4
= SKOR AKHIR
Dari data dalam tabel 4.11, skor akhir untuk kemampuan menulis narasi
bahasa Jawa ngoko andhap secara utuh dan utuh dapat diklasifikasikan
berdasarkan kriteria penskoran yang telah ditentukan. Dari skor akhir
dikelompokkan berdasarkan skor pemerolehan untuk dikategorikan tingkat
kemampuan masing-masing skor. Secara rinci klasifikasi kemampuan menulis
narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan media gambar berseri secara utuh
seperti pada tabel 4.12.
Tabel 4.12 Persentase Skor Akhir Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap secara Utuh
No. Skor Frekuensi Persentase Kategori1 8,5 – 10 1 2,9% Sangat Baik (A)
2 7,0 – 8,4 19 55,9% Baik (B)
3 5,5 – 6,9 14 41,2% Cukup (C)
4 4,0 – 5,4 0 0% Kurang (K)
5 < 4,0 0 0% Kurang Sekali (KS)
Jumlah 34 100% -
Menurut data dalam tabel 4.12 kemampuan menulis narasi bahasa Jawa
ngoko andhap sebesar 2,9% memperoleh skor dengan kriteria sangat baik atau
hanya 1 orang siswa dari 34 siswa yang memerolah nilai A dengan skor 8,6.
Untuk kriteria nilai baik data hasil penelitian menunjukkan sebesar 55,9% siswa
mendapat skor antara 7,0-8,4 atau mendapat nilai B atau sejumlah 19 siswa
memperoleh skor antara 7,0-8,4 dari 34 siswa yang diambil sebagai sampel.
Sedangkan, untuk kriteria skor 5,5-6,9 yang termasuk dalam skor tersebut sebesar
89
90
41,2% dari keseluruhan sampel penelitian. Dengan kata lain, sejumlah 14 siswa
memperoleh skor yang termasuk dalam kategori skor antara 5,5-6,9 yang berarti
termasuk dalam kategori nilai C atau cukup.
Dari data tabel 4.11 dapat diketahui juga bahwa tidak ada data skor siswa
yang termasuk dalam kriteria skor antara 4,0-5,4 dan di bawah skor 4,0, sehingga
dengan kata lain untuk kriteria nilai kurang (K) dan kurang sekali (KS) adalah
nihil atau sebesar 0%.
BAB V
91
PEMBAHASAN
Pada bab ini dipaparkan pembahasan terhadap temuan penelitian yang
meliputi lima aspek, yaitu (1) kemampuan siswa menulis narasi bahasa Jawa
ngoko andhap dengan media gambar berseri dari segi ketepatan dan keefektifan
diksi, (2) kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap
dengan menggunakan media gambar berseri dari segi keruntutan jalan cerita, (3)
kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan
menggunakan media gambar berseri dari segi kreativitas isi, (4) kemampuan siswa
dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan menggunakan media
gambar berseri dari segi ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca, dan (5)
kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan
menggunakan media gambar berseri secara utuh.
5.1 Kemampuan Siswa Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan
Media Gambar Berseri dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi.
Dalam sebuah karya tulis, masalah diksi merupakan hal yang sangat
penting. Pengertian diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari sekedar memilah
dan memilih kata. Menurut Keraf (1999:22) istilah diksi atau pilihan kata ini
bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata yang mana yang dipakai
untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan
fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Sesuai dengan pernyataan tersebut, dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa suatu kekhilafan yang besar apabila
92
menganggap persoalan pilihan kata merupakan persolaan yang sederhana dan
persoalan yang tidak perlu dibicarakan dalam sebuah karya tulis. Ketepatan
pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa
yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis (Keraf, 1999:87). Dengan kosakata
yang kaya dan lebih bervariasi akan memungkinkan penulis lebih bebas memilih
kata yang dianggapnya paling tepat yang dapat mewakili pikiran atau gagasannya.
Dalam penelitian ini, menurut hasil analisis data menunjukkan bahwa
masalah diksi, terutama bahasa Jawa, belum secara maksimal diperhatikan dalam
hasil karangan narasi siswa yang menggunakan bahasa Jawa. Pilihan kata yang
digunakan secara umum sudah cukup baik. Akan tetapi, ada sebuah persoalan
yang secara umum ditemukan dalam karangan narasi bahasa Jawa siswa, yaitu
penggunaan kata-kata bahasa Jawa yang merupakan bukan kosakata standar atau
kosakata umum bahasa Jawa. Artinya, dalam karangan narasi siswa masih banyak
menggunakan bahasa Jawa dialek sehari-hari yang menurut tata bahasa Jawa
bukan termasuk bahasa baku untuk bahasa tulis dalam bahasa Jawa. Misalnya,
masih banyak penggunaan kata bodo, sêrku, mangkat, ndorong-ndorong, cekat-
ceket, dan lain sebagainya. Seperti dalam penggalan karangan siswa di bawah ini.
”...sakwise ndelok bal-balan aku ndorong-ndorong karo maca cerita....””...ora kerasa wis 06.30, sarapan wis siap aku mara cekat-ceket sarapan....””...ngangge kethu lan wangi-wangi jam 07.30 aku langsung mangkat....””...tapekno aku balek ora melok genduren....””...ngarepne bodo aku ditumbasne klambi....”
Kosakata tersebut merupakan kosakata bahasa Jawa yang sangat kental
dan akrab untuk bahasa Jawa daerah Blitar, Kediri, Tulungagung, dan sekitarnya,
sehingga apabila menjadi bahasa tulis untuk konsumsi orang dengan bahasa Jawa
93
daerah lain akan mengalami kesulitan dalam memaknai gagasan atau ide yang
disampaikan dalam karya tulisnya. Kata-kata tersebut bersinonim dengan riyaya,
karepku, budhal, lungguh-lungguh, dan cepet-cepet. Kata-kata yang terakhir ini
merupakan kosakata standar yang digunakan dalam bahasa Jawa, khususnya
dalam bahasa tulis. Apabila dalam bahasa Indonesia, kata-kata tersebut memiliki
arti, yaitu hari raya Idul Fitri, maksudku, berangkat, duduk-duduk, dan cepat-
cepat.
Hasil analisis data karangan narasi bahasa Jawa siswa juga menunjukkan
bahwa secara umum bahasa Jawa yang digunakan sudah memenuhi kriteria yang
telah ditentukan, yaitu bahasa Jawa ngoko andhap. Misalnya, penggunaan kata
sungkem, ngapura, numbasne. Kosakata bahasa Jawa yang digunakan secara
umum sudah cukup baik, karena bahasa Jawa yang digunakan adalah bahasa Jawa
ngoko andhap, hanya saja penggunaan bahasa atau kosakata dialek sehari-hari
yang masih sangat kental. Di bawah ini penggalan hasil karangan siswa yang
memuat data-data tersebut
”...sakwise sungkem-sungkeman, aku lan kluwargaku mangan bareng-bareng....””...sakwise sholat Id aku langsung njaluk ngapura marang bapa lan ibu....””...teko omah ibukku wis numbasne klambi anyar....”
Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menulis narasi
bahasa Jawa siswa dari segi ketepatan dan keefektifan diksi sangat bervariasi.
Rentangan skor yang dicapai siswa, yaitu antara skor 6,5-8,5. Dengan
pemerolehan tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis narasi bahasa
Jawa pada tingkatan cukup baik. Tidak ada siswa yang memperoleh skor di bawah
standar. Dengan adanya media belajar yang berupa gambar berseri memudahkan
siswa dalam menulis narasi. Siswa lebih mudah dalam menuangkan ide atau
94
gagasan dalam bentuk karangan narasi apabila ada suatu media, terutama media
gambar yang berupa media visual yang sesuai dengan tingkat pola pikir dan
perkembangan mental siswa usia SMP. Pada dasarnya, menurut Keraf (1999:65-
66) menyebutkan bahwa pada usia remaja, seorang anak yang dahulunya masih
berkenalan hanya dengan lingkungan keluarga dekat, maka sekarang sudah
melangkah lebih jauh mengenal orang-orang sekitar, sehingga proses tersebut
akan disertai dengan proses perluasan kosakata tentang berbagai hal yang baru
dialaminya. Hal ini sudah terlihat dalam karangan narasi siswa.
Bahasa Jawa yang digunakan siswa sudah setingkat lebih variatif. Hal ini
dapat dilihat dari hasil karangan siswa yang mayoritas atau sejumlah 61,8% atau
sejumlah 21 siswa dari 34 sampel penelitian termasuk dalam kriteria penilaian
baik (B) dengan skor antara 7,0-8,4. Diksi bahasa Jawa yang digunakan lebih
bervariasi, walaupun ada beberapa yang masih bercampur dengan bahasa
Indonesia, seperti penggunaan kata macem-macem, keliling, mohon maaf, umat
Islam, dan lain sebagainya. Akan tetapi, secara keseluruhan tingkat ketepatan dan
kefektifan diksi bahasa Jawa yang digunakan dalam karangan narasi siswa sudah
baik. Dari sejumlah 34 siswa, hanya 29,4% atau sejumlah 10 siswa yang memiliki
skor antara 5,5 sampai 6,9. Sedangkan, untuk skor yang di bawah standar atau
dengan kriteria kurang adalah 0% atau tidak ada.
5.2 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri dari Segi Keruntutan Isi Cerita.
95
Dalam karangan atau karya tulis narasi ada tiga unsur utama sebagai unsur
pembangun isi karangan. Ketiga unsur tersebut merupakan ciri atau karakteristik
yang terdapat dalam sebuah karangan narasi. Tiga unsur tersebut adalah tokoh,
rangkaian waktu, dan kronologis peristiwa atau tindakan. Menurut Ahmadi
(1991:37) menjelaskan bahwa karangan yang dikembangkan dengan narasi berarti
itu menuturkan cerita, yang biasanya dari sudut pandang orang pertama (Aku)
atau sudut pandang orang ketiga (Ia) dengan mengikuti urutan yang jelas dan
mudah dipahami. Dari karangan siswa, setelah diidentifikasi ditemukan bahwa
semua siswa yang merupakan sampel penelitian menggunakan sudut pandang
orang pertama atau menggunakan pronomina (kata ganti orang) ”aku” dalam
mengembangkan ide cerita.
Dalam karangan narasi bahasa Jawa siswa ini unsur urutan atau kronologis
cerita sangat dominan dan tampak secara jelas. Keruntutan isi cerita dijalin
dengan menggunakan kata sambung atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan
konjungsi. Konjungsi tersebut pada akhirnya akan membangun sebuah kohesi dan
koherensi karangan. Dalam karangan siswa sudah banyak menggunakan pola-pola
ini, misalnya penggunaan kata banjur, sakwise, saktekane, mari iku. Kata-kata
tersebut merupakan konjungsi yang dalam bahasa Jawa biasa disebut tembung
panggandheng dan digunakan untuk merangkai kalimat yang saling berurutan dan
berhubungan. Sedangkan, unsur kohesi dan koherensi dalam karangan yang
membangun keruntutan cerita juga dapat ditemukan dalam karangan siswa.
Misalnya, ada kata ganti wengi iku yang merupakan kata ganti dari malem
tekbiran. Selain itu, penggunaan kata hubung atau konjungsi (tembung
panggandheng) merupakan salah satu tanda adanya kohesi dan koherensi
96
karangan. Di bawah ini petikan karangan narasi bahasa Jawa siswa yang
menunjukkan adanya keruntutan isi cerita.
”...jama’ah nglaksanakne sholat Id khusyuk banget ( 3). Sakwise mari sholat, para jama’ah pada salam-salaman....( 4)””...ketara selak awan aku terus adus lan macak nggawe klambi muslim sing anyar.... ( 2). Saktekane ing mesjid kabeh wong wis pada teka.... ( 3)””...lan alat musik liyane, gunane kanggo ngiringi tekbiran ( 1). Wengi kuwi, ibuku maringi klambi anyar....( 2)”
Dalam petikan karangan siswa di atas dapat diketahui bahwa keruntutan isi
cerita sudah dibangun dengan baik. Siswa secara umum sudah mengerti
pemakaian kata sambung atau kata hubung yang baik. Kohesi dan koherensi
secara tidak langsung juga terbangun atas pemakaian konjungsi dan kata ganti
tersebut. Dari lima gambar yang merupakan gambar berseri dan masing-masing
gambar memiliki topik permasalahan atau peristiwa tertentu yang berbeda, siswa
dapat menyusun kelima gambar tersebut menjadi sebuah karangan yang utuh dan
lengkap serta padu.
Dari hasil analisis data menunjukkan sejumlah 11,8% atau 4 siswa
memperoleh skor antara 8,5-10. Artinya, siswa yang masuk klasifikasi ini
termasuk dalam siswa yang memperoleh nilai dengan kriteria sangat baik dalam
hal keruntutan isi cerita. Sedangkan, sejumlah 88,2% atau 30 siswa memperoleh
skor antara 7,0-8,4 yang merupakan termasuk dalam klasifikasi baik. Dari hasil
analisis data juga ditemukan bahwa tidak ada siswa atau sejumlah 0% yang
memperoleh skor di bawah 7,0 dalam hal keruntutan isi cerita ini. Keruntutan isi
cerita juga dipengaruhi oleh adanya media yang berupa gambar berseri. Siswa
lebih mudah dalam mengurutkan peristiwa untuk dirangkai menjadi sebuah
karangan yang utuh dan lengkap. Media gambar atau media yang berbasis visual
dapat menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi
97
materi pelajaran dengan dunia nyata (Arsyad, 2002:89). Penelitian ini
menggunakan media gambar berseri dengan mengambil tema pengalaman pribadi
yang menarik. Gambar berseri yang digunakan adalah gambar dengan tema
kegiatan hari besar agama Islam, yaitu rangkaian peristiwa seputar hari raya Idul
Fitri yang semua siswa atau sampel penelitian mengerti dan mengalami peristiwa
ini.
5.3 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri dari Segi Kreativitas Isi.
Kreativitas pengembangan karangan narasi bahasa Jawa sangat bergantung
pada penguasaan variasi kosakata, khususnya kosakata bahasa Jawa. Dengan
kosakata yang bervariasi, kreativitas dan daya imajinasi penulis dapat
berkembang. Kreativitas isi karangan narasi bahasa siswa dapat diukur dari dua
aspek, yaitu isi karangan ditulis menggunakan kosakata yang bervariasi dengan
bahasa Jawa ngoko andhap dan dikembangkan secara kreatif, tidak monoton dan
dalam karangan narasi tersebut terdapat tiga unsur pokok, yaitu tokoh, peristiwa,
dan urutan waktu. Kedua aspek tersebut apabila dikembangkan secara maksimal
akan dapat membentuk sebuah karangan narasi yang baik.
Secara umum hasil karangan siswa sudah cukup kreatif. Pola
pengembangan karangan sudah baik dan penggunaan kosakata yang cukup
bervariasi. Hanya saja, ada beberapa siswa yang masih mengalami kesulitan
dalam mengembangkan ide cerita masing-masing gambar. Dari hasil analisis data
diperoleh hasil bahwa sejumlah 17,6% atau sejumlah 6 siswa memperoleh skor
antara 8,5-10 dalam hal kreativitas isi. Sedangkan, sejumlah 32,4% atau sejumlah
98
11 siswa memperoleh skor antara 7,0-8,4 dan sisanya sejumlah 50% atau 17 siswa
memperoleh skor antara 5,5-6,9. dari pemerolehan itu, kemampuan siswa dalam
hal kreativitas isi menulis karangaan narasi sudah cukup baik. Di bawah ini
petikan karangan narasi siswa yang menunjukkan adanya kreativitas isi dari segi
kreativitas kosakata dan pengembangan tiga hal pokok, yaitu tokoh, peristiwa atau
rangkain kejadian, dan urutan waktu dalam karangan narasi, khususnya untuk
narasi bahasa Jawa.
”...wengi iku, tanggal 12 Oktober 2007, aku lan kanca-kancaku melu tekbiran keliling. Sakwise buka, aku banjur budal. Aku mampiri kancaku disek, Rika jenenge. Terus aku lan Rika budal mlumpuk ing mesjid Alma’unah....”(1)
”...srengenge wis metu saka wetan, aku nyepakne klambi lan liya-liyane kanggo sholah Id. Sakwise nyepakne wis mari aku adus ing sumur....”(2)
”...sholat Id sampun rampung, tiyang-tiyang pada salaman. Aku salaman karo ibukku disek. Lan bar iku aku salam-salaman karo kanca-kancaku....”(3)
Pada kutipan atau petikan pertama (1) siswa sudah mampu
mengembangkan ide atau gagasannya dengan menggunakan pola urutan waktu
dan juga menggunakan sudut pandang orang pertama dengan penanda kata ”aku”
dalam karangannya. Dari kutipan tersebut sangat jelas adanya urutan peristiwa
dan urutan waktu. Sedangkan, pada kutipan kedua (2), siswa menggunakan
deskripsi keadaan alam, dengan adanya hal tersebut lebih menambah kuat unsur
narasi dalam karangan. Penggunaan kata-kata puitis dalam karangan narasi siswa
dapat menambah kesan imajinasi yang kuat dan membuat pembaca lebih
berkesan. Pada kutipan ketiga (3) terdapat penggunaan kosakata bahasa Jawa
halus yang bercampur dengan kosakata bahasa Jawa ngoko atau bahasa sehari-hari
yang biasa digunakan oleh siswa usia SMP. Secara tata bahasa, hal tersebut tidak
dibenarkan. Akan tetapi, dari segi penguasaan atau perbendaharaan kosakata,
99
siswa tersebut setingkat lebih baik dan lebih kreatif. Kreativitas dalam pemilihan
kata sangat menentukan kualitas karangan atau tulisan. Bahasa yang digunakan
dalam karangan narasi bahasa Jawa ini cenderung menggunakan gaya bahasa
tidak resmi. Artinya, bahasa yang digunakan adalah bahasa standar atau gaya
bahasa yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak bersifat
konservatif (Keraf, 1999:118). Oleh karena itu, daya kreativitas dalam
menuangkan ide dari kelima gambar tentang suatu rangkain peristiwa dapat
diketahui dengan jelas. Gaya bahasa yang tidak formal lebih mudah digunakan
dan lebih banyak pilihan kosakatanya dari pada gaya bahasa yang resmi atau
formal.
5.4 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri dari Segi Ejaan dan Tanda Baca.
Dalam sebuah karya tulis, masalah ejaan dan tanda baca merupakan
perihal yang penting. Kejelasan dan ketepatan dua hal tersebut menentukan
kualitas sebuah karya tulis. Dengan penggunaan ejaan dan tanda baca yang tepat,
ide atau gagasan yang disampaikan penulis kepada pembaca akan secara mudah
dan jelas dapat diterima atau diterjemahkan. Penggunaan ejaan dalam karya tulis
lebih mengarah pada penggunaan bahasa yang standar atau bahasa baku. Ragam
bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis, yang artinya memiliki kaidah
dan aturan yang tetap (Alwi, 2003:13-14). Pernyataan tersebut berarti bahwa
bahasa baku atau standar merupakan bahasa yang tidak dapat berubah setiap saat.
Selain itu, sifat dari bahasa standar atau baku adalah memiliki sifat
cendekia, yang artinya bahwa bahasa standar dalam kalimat, dan satuan bahasa
100
lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur,
logis, dan masuk akal (Alwi, 2003:14). Selain itu, dalam bukunya, Alwi
(2003:14), juga menyebutkan ciri ketiga dari bahasa baku atau bahasa standar,
yaitu dalam bahasa standar terdapat adanya penyeragaman kaidah, bukan
penyamaan ragam bahasa atau penyeragaman variasi bahasa. Dalam sebuah karya
tulis juga sangat mementingkan tanda baca. Penggunaan tanda baca yang tepat
berpengaruh terhadap kejelasan makna kalimat yang ditulis, sehingga pesan atau
gagasan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh pembaca.
Semua hal tersebut di atas bukan hanya berlaku dalam sebuah karya tulis
yang menggunakan bahasa Indonesia, melainkan juga dalam bahasa daerah dan
juga bahasa asing. Akan tetapi, aturan yang digunakan menyesuaikan dengan
aturan dalam kaidah tata bahasa masing-masing. Bahasa Jawa yang digunakan
dalam karangan narasi siswa ini juga tidak lepas dari masalah ejaan dan tanda
baca yang benar. Kriteria atau aturan yang dipakai dalam bahasa Jawa dalam
karangan nartasi siswa, khususnya untuk ejaan bahasa menyesuaikan dengan
kaidah tata bahasa bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan harus menggunakan
bahasa standar yang dipakai dalam bahasa tulis bahasa Jawa. Hal ini disebabkan
oleh adanya beberapa perbedaan bahasa tulis dengan bahasa lisan suatu kata.
Misalnya, dalam bahasa Jawa kata menika yang artinya dalam bahasa Indonesia
adalah ”itu”, apabila ditulis dalam sebuah karya tulis menjadi punika.
Dalam hasil analisis data secara umum penggunaan ejaan dan tanda baca
dalam karangan narasi bahasa Jawa siswa dalam kategori cukup baik atau berada
antara skor 5,5-6,9. Hal tersebut, apabila dilihat dari skor yang diperoleh masih
belum maksimal dan kebanyakan siswa masih mengalami kesulitan dalam
101
penggunaan ejaan dan tanda baca ini. Di bawah ini terdapat kutipan penggalan
hasil karangan narasi bahasa Jawa siswa yang menunjukkan adanya kesalahan
penggunaan ejaan.
”...aku mampiri koncoku disêk....””...masku arep melok tekbiran sêrku aku melu tapi malah aku ora oleh....””...ngarepne bodo aku ditumbasne klambi anyar....””...ketara selak awan aku terus adus....””...aku dijak nyang kamar basan wis teko kamar aku diwei klambi anyar....””...sakwise arep riyaya aku sak kluwarga....”
Dalam kutipan di atas terdapat beberapa kesalahan dalam hal ejaan atau
kosakata yang digunakan. Kata-kata yang dicetak tebal di atas merupakan
kosakata yang tidak standar dalam bahasa tulis bahasa Jawa. Kata mampiri
seharusnya ngampiri, sedangkan kata disêk juga bukan bahasa standar bahasa
tulis. Dalam kutipan dua juga terdapat kosakata atau ejaan yang tidak standar, kata
melok yang dalam bahasa Indonesia berarti ”ikut” seharusnya melu, sedangkan
kata sêrku yang dalam bahasa Indonesia berarti ”inginku” seharusnya karepku.
Begitu juga dengan kutipan ketiga, kata bodo dalam bahasa Indonesia berarti ”hari
raya Idul Fitri”, seharusnya apabila ditulis dalam karangan narasi tersebut menjadi
riyaya. Dalam kutipan selanjutnya, terdapat beberapa kata yang juga termasuk
dalam ejaan yang tidak standar untuk bahasa tulis bahasa Jawa. Kata dijak, nyang,
dan diwei apabila digunakan dalam bahasa tulis seharusnya diajak, menyang, dan
diwenehi. Pada kutipan terakhir, terdapat kesalahan mendasar dalam hal
kelogisan makna kata sakwise dan arep pada dasarnya memiliki makna yang
berbeda dan seharusnya digunakan secara terpisah.
Kosakata di atas merupakan contoh penggunaan ejaan tidak standar dalam
bahasa tulis untuk bahasa Jawa. Apabila hasil karangan narasi siswa tersebut
dibaca atau dikonsumsi oleh masyarakat dengan karakteristik bahasa Jawa yang
102
lain atau di daerah dengan gaya bahasa Jawa yang lain akan menimbulkan
persepsi makna yang lain. Hal ini disebabkan oleh karakteristik bahasa Jawa yang
berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya, misalnya bahasa Jawa daerah
Jawa Timur yang sangat berbeda dengan bahasa Jawa daerah Jawa Tengah. Gaya
bahasa Jawa untuk daerah Jawa Tengah lebih mengarah ke bahasa standar atau
bahasa Jawa yang halus, sedangkan bahasa Jawa untuk daerah Jawa Timur
cenderung sudah mengalami akulturasi atau percampuran bahasa yang cenderung
lebih kasar, kecuali ada berberapa daerah di Jawa Timur yang karakteristik bahasa
Jawa lebih identik dengan daerah Jawa Tengah.
Penggunaan tanda baca, seperti tanda koma, titik, dan tanda baca lainnya
dalam karangan narasi bahasa Jawa siswa juga terdapat beberapa kesalahan. Siswa
masih belum menerapkan secara maksimal dan benar tanda baca dalam kegiatan
menulis. Bahkan, ada beberapa siswa yang tidak menggunakan tanda baca dalam
karya tulisnya. Hal ini menyebabkan pembaca mengalami kesulitan dalam
memahami gagasan atau ide dalam karya tulisnya. Di bawah ini beberapa kutipan
penggalan karangan narasi siswa yang di dalamnya terdapat penggunaan tanda
baca yang tidak tepat.
”...wengi iku tanggal 26 Oktober 2007 aku lan kanca-kancaku....””...aku budhal bareng karo kanca-kancaku ing mesjid aku teko langsung....”” ...aku, lusi, karo ani pas arep neng mesjid....””...dina riyaya wingi 22 oktober 2007 pancen rame banget rudi, yayan, lan konco-konco liyane....”
Pada kutipan di atas dapat dilihat dengan jelas kesalahan penggunaan
tanda baca. Kutipan pertama seharusnya setelah kata iku dan sesudah kata 2007
terdapat tanda koma, karena frasa tersebut merupakan keterangan waktu, yaitu
tanggal dan merupakan aposisi dari kata wengi iku. Sedangkan, pada kutipan
103
kedua, tanda titik seharusnya terdapat setelah kata mesjid, karena kalimat
selanjutnya sudah berupa bentuk kalimat baru dengan adanya unsur subjek, yaitu
aku. Hal itu juga berperan dalam kejelasan makna untuk mendukung gagasan
penulis. Untuk kutipan ketiga terdapat kesalahan penulisan ejaan. Huruf pertama
nama orang seharusnya ditulis dengan huruf kapital, walaupun kata itu berada
bukan pada awal kalimat, misalnya ditengah atau di akhir kalimat. Demikian juga
pada kutipan keempat, kesalahan terdapat pada penulisan nomina, yaitu nama
orang. Dari beberapa kutipan karangan narasi bahasa Jawa yang diambil secara
acak sejumlah siswa menunjukkan bahwa secara umum kesalahan penulisan tanda
baca terletak pada ketidaktepatan dalam menempatkan tanda baca yang berupa
tanda koma dan tanda titik. Siswa cenderung mengabaikan penggunaan tanda baca
tersebut dalam karangannya, sehingga keterbacaan karangannya kurang maksimal.
5.5 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan Media
Gambar Berseri secara Utuh.
Keempat aspek penskoran dalam kegiatan menulis narasi bahasa Jawa
siswa, yang meliputi aspek ketepatan dan keefektifan diksi, keruntutan isi cerita,
kreativitas pengembangan isi, dan ketepatan penulisan ejaan dan tanda baca,
merupakan aspek pokok dalam menentukan kualitas karangan tersebut. Secara
menyeluruh empat aspek tersebut yang menentukan baik atau buruk karangan
siswa. Keutuhan karangan narasi bahasa Jawa siswa dapat ditentukan dengan
melihat keempat aspek tersebut. Skor akhir yang diperoleh siswa merupakan skor
total keempat aspek penilaian tersebut.
104
Hasil yang dicapai siswa dari keempat aspek penilaian tersebut
menunjukkan adanya heterogenitas kemampuan. Skor yang diperoleh bervariasi,
tetapi skor yang diperoleh siswa berada di atas skor standar minimal. Artinya,
tidak ada siswa yang memperoleh skor di bawah standar yang telah ditentukan.
Skor yang diperoleh siswa adalah antara 6,4-10. Skor terendah adalah 6,4 dan
skor tertinggi adalah 8,6. Dengan pemerolehan atau hasil akhir seperti tersebut di
atas menunjukkan bahwa kemampuan menulis narasi bahasa Jawa siswa pada
tingkatan baik. Walaupun ada beberapa siswa yang masih perlu untuk lebih diasah
dan ditingkatkan lagi kemampuan menulisnya.
Media gambar berseri yang digunakan sangat membantu siswa dalam
menulis karangan narasi bahasa Jawa. Siswa dapat mengembangkan ide atau
gagasan berdasar gambar yang ada dengan padu. Keterpaduan suatu bergantung
pada susunan yang logis dari suatu gagasan, yaitu agar pembaca dapat dengan
mudah mengikuti pikiran seperti yang diinginkan pengarang (Ahmadi, 1991:43).
Secara utuh karangan siswa sudah menunjukkan keterpaduan gagasan. Hal itu
juga ditunjang dengan adanya media gambar berseri dengan topik atau peristiwa
yang saling berhubungan antara gambar yang satu dengan gambar yang lain.
Siswa hanya tinggal merangkaikan atau menghubungkan antara peristiwa satu
dengan peristiwa yang lainnya pada masing-masing gambar (lima gambar) dengan
menggunakan kompetensi bahasa yang dimilikinya, dalam hal ini adalah bahasa
Jawa.
Dari keempat aspek penilaian, secara keseluruhan siswa mengalami
kesulitan dalam hal ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca. Skor yang
diperoleh siswa dari aspek ini berada pada kriteria cukup. Sedangkan tiga aspek
105
yang lain, yaitu diksi, keruntutan isi cerita, dan kreativitas isi termasuk dalam
kategori baik. Skor yang diperoleh mayoritas siswa berada pada kriteria 7,0-8,4
dan hal itu masih bisa untuk ditingkatkan dengan lebih banyak lagi mengadakan
kegiatan menulis, baik menulis karya yang berupa fiksi maupun nonfiksi, untuk
melatih siswa menuangkan ide atau gagasannya melalui karya tulis.
BAB VI
PENUTUP
106
Pada bab VI ini dipaparkan tentang simpulan dari temuan penelitian
tentang kemampuan menulis narasi bahasa Jawa siswa yang meliputi lima aspek
permasalahan yang diteliti, yaitu (1) kemampuan siswa menulis narasi bahasa
Jawa ngoko andhap dengan media gambar berseri dari segi ketepatan dan
keefektifan diksi, (2) kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko
andhap dengan menggunakan media gambar berseri dari segi keruntutan jalan
cerita, (3) kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap
dengan menggunakan media gambar berseri dari segi kreativitas isi, (4)
kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan
menggunakan media gambar berseri dari segi ketepatan penggunaan ejaan dan
tanda baca, dan (5) kemampuan siswa dalam menulis narasi bahasa Jawa ngoko
andhap dengan menggunakan media gambar berseri secara utuh. Selain itu, dalam
bab VI ini juga memaparkan tentang saran-saran yang berhubungan dengan
temuan, hasil pembahasan, dan simpulan penelitian yang bertujuan untuk lebih
meningkatkan kualitas penelitian selanjutnya dan mencapai hasil yang lebih baik.
6.1 Simpulan
6.1.1 Kemampuan Siswa Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan
Media Gambar Berseri dari Segi Ketepatan dan Keefektifan Diksi.
107
Dari temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam
menulis narasi bahasa Jawa ngoko andhap dengan menggunakan media gambar
berseri mayoritas atau sejumlah 61,8% atau sejumlah 21 siswa memperoleh skor
antara 7,0-8,4 dan termasuk dalam kriteria B (baik), sehingga secara umum
kemampuan menulis narasi siswa pada aspek ketepatan dan keefektifan diksi ini
termasuk dalam klasifikasi baik. Siswa tidak mengalami kesulitan yang berarti
dalam memilih dan menentukan kata yang sesuai, terutama kosakata bahasa Jawa.
Hal ini disebabkan, bahasa Jawa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari
tidak jauh berbeda atau identik dengan karakteristik bahasa Jawa standar yang
digunakan dalam bahasa tulis untuk bahasa Jawa.
6.1.2 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan
Media Gambar Berseri dari Segi Keruntutan Isi Cerita.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa karangan narasi bahasa Jawa
siswa jika ditinjau dari segi keruntutan isi cerita termasuk dalam kategori baik.
Sejumlah 88,2% dari jumlah sampel penelitian atau sejumlah 30 siswa
memperoleh skor antara 7,0-8,4. Sedangkan, sejumlah 11,8% atau sejumlah 4
siswa memperoleh skor atau skor antara 8,5-10 dan termasuk kategori sangat baik.
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan yang
berarti dalam hal menyusun ide cerita untuk membentuk kohesi dan koherensi.
Hal ini ditandai dengan penggunaan kata hubung atau konjungsi antar kalimat
maupun konjungsi dan kata ganti antar paragraf yang menunjukkan adanya
sebuah kohesi dan koherensi .
Media menulis narasi dalam bentuk gambar berseri yang digunakan juga
sangat membantu siswa dalam menyusun keruntutan isi cerita, karena masing-
108
masing gambar yang digunakan menunjukkan adanya sebuah alur cerita yang
tersusun dengan baik, sehingga siswa mudah untuk menyusun menjadi sebuah
rangkaian cerita yang runtut dan menarik.
6.1.3 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan
Media Gambar Berseri dari Segi Kreativitas Isi.
Hasil penelitian menulis narasi bahasa bahasa Jawa dari segi kreativitas isi
menunjukkan bahwa sejumlah 17,6% siswa atau sejumlah 6 siswa memperoleh
skor antara 8,5-10 dan termasuk dalam kriteria penilaian sangat baik. Sedangkan
sejumlah 32,4% siswa atau sejumlah 11 siswa memperoleh skor antara 7,0-8,4
dengan kriteria penilaian baik. Dari segi pengembangan atau kreativitas isi ini,
mayoritas siswa atau sejumlah 50% sampel penelitian memperoleh nilai cukup,
yaitu antara skor 5,5-6,9.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa cukup baik
dalam mengembangkan isi cerita berdasarkan media rangsang gambar berseri.
Tidak ada siswa yang memperoleh skor di bawah standar. Siswa harus lebih
belajar lagi dan lebih menguasai banyak kosakata atau lebih kaya kosakata,
khususnya kosakata bahasa Jawa, agar dapat mengembangkan isi karangan secara
maksimal.
6.1.4 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan
Media Gambar Berseri dari Segi Ejaan dan Tanda Baca.
Dari temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis
narasi bahasa Jawa siswa dari segi ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca
109
cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan pemerolehan skor atau skor mayoritas
siswa, yaitu sejumlah 73,5% dari keseluruhan sampel penelitian memperoleh skor
antara 5,5-6,9 dan dalam klasifikasi nilai C atau cukup. Secara umum karangan
siswa kurang maksimal dalam penggunaan ejaan dan tanda baca yang benar.
Siswa cenderung mengabaikan kegunaan atau sifat penting dari ejaan dan tanda
baca.
Hal yang paling banyak ditemukan kesalahan dalam karangan narasi
bahasa Jawa siswa adalah masalah penggunaan tanda baca, seperti penggunaan
tanda koma, titik, dan tanda baca lainnya. Selain itu, penggunaan kosakata bahasa
Indonesia dalam karangan narasi siswa yang bercampur dengan bahasa Jawa juga
membuat hasil karangan siswa kurang maksimal dalam pemerolehan skor.
6.1.5 Kemampuan Menulis Narasi Bahasa Jawa Ngoko Andhap dengan
Media Gambar Berseri secara Utuh.
Pada poin penilaian kelima ini merupakan penilaian secara keseluruhan,
yaitu keempat aspek penilaian dari diksi, keruntutan isi, kreativitas pengembangan
isi, dan ejaan dan tanda baca. Keutuhan karangan siswa dinilai berdasarkan
jumlah skor atau skor keempat aspek tersebut. Secara umum, kemampuan menulis
narasi bahasa Jawa siswa secara utuh dan menyeluruh adalah dalam kategori baik.
Hal ini ditunjukkan oleh skor pemerolehan mayoritas siswa dari keempat aspek
tersebut berada pada skor antara 7,0-8,4. Sejumlah 55,9% siswa atau sejumlah 19
siswa dari keseluruhan sampel penelitian memperoleh skor tersebut dan tidak ada
siswa yang memperoleh skor di bawah 6.
Adanya media gambar berseri yang merupakan sebuah alat bantu belajar
siswa yang secara nyata mampu memberikan kemudahan bagi siswa, bukan hanya
110
dalam menentukan topik, melainkan juga dalam pengembangan karangan. Siswa
pada jenjang SMP, khususnya untuk kelas VIII, sudah memilki kemampuan yang
baik untuk menulis salah satu pola pengembangan, yaitu narasi dan bahkan
dengan bahasa komunikasi kedua, yaitu bahasa Jawa.
6.2 Saran
Secara keseluruhan penelitian ini masih jauh dari sempurna dan butuh
adanya sebuah inovasi baru untuk dikembangkan lagi guna menemukan suatu hal
yang lebih baru dan lebih baik lagi, terutama dalam aspek pembelajaran,
khususnya untuk bidang studi bahasa Jawa dan juga bahasa Indonesia. Uraian dan
penjelasan tentang penelitian ini merupakan hal-hal yang berdasar pada data-data
yang sebenarnya dan apa adanya, tanpa ada unsur rekayasa. Penulis mengajukan
saran agar selanjutnya dalam penelitian yang sejenis atau pengembangan dari
yang sudah ada ini dapat secara maksimal memuat hasil penelitian yang lengkap
dan berkualitas. Saran-saran mengenai penelitian ini seperti di bawah ini.
6.2.1 Peneliti Lain
1. Penelitian ini hanya membahas tentang aspek permasalahan, seperti diksi,
isi karangan, dan tanda baca serta ejaan. Untuk penelitian selanjutnya
dapat mengambil sudut pandang permasalahan dari aspek lain, seperti
kerangka karangan, sudut pandang penceritaan, pengembangan alur, dan
lain sebagainya.
2. Dalam penelitian deskriptif ini hanya memanfaatkan media sebagai alat
atau sarana untuk membelajarkan menulis narasi bahasa Jawa. Untuk
penelitian selanjutnya dapat menggunakan bukan hanya media, melainkan
111
metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif, bahkan menggunakan
kedua hal tersebut, yaitu media dan metode pembelajaran yang berbasis
pada pembelajaran kontekstual.
3. Penelitian pada mata pelajaran atau bidang studi bahasa Jawa ini berfokus
pada salah satu pola pengembangan menulis paragaraf, yaitu narasi.
Penelitian yang akan datang dapat menyoroti tentang pola pengembangan
yang lain, seperti deskripsi, argumentasi, eksposisi, maupun persuasi yang
semua hal tersebut dalam tata cara penulisannya tetap menggunakan
bahasa Jawa.
4. Permasalahan bahasa Jawa yang diteliti adalah bahasa Jawa ngoko andhap
atau bahasa ngoko alus yang merupakan salah satu tataran atau tingkatan
bahasa dalam konteks bahasa Jawa. Untuk penelitian selanjutnya dapat
menggunakan bahasa Jawa pada tingkatan lain, seperti bahasa krama,
krama inggil, maupun krama madya atau bahasa Indonesia untuk
permasalahan yang sama atau dengan rancangan penelitian dengan topik
permasalahan yang lain.
6.2.2 Lembaga atau Instansi Pendidikan
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi sekolah,
khususnya sekolah pada jenjang SMP, untuk lebih meningkatkan kualitas
pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Jawa. Data-data tentang temuan
penelitian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pembelajaran dan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
pembelajaran selanjutnya yang lebih baik.
112
2. Hasil Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian dan
perbandingan untuk pengajaran penelitian di kampus tentang aspek
kebahasaan, khususnya dalam kuliah bahasa Jawa.
6.2.3 Masyarakat
Hasil penelitian ini hendaknya dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan
gambaran pembelajaran bahasa Jawa di sekolah, khususnya untuk jenjang SMP.
Masyarakat dapat menentukan atau memberikan penilaian dan sekaligus evaluasi
tentang pembelajaran bahasa Jawa guna tercapainya peningkatan mutu pendidikan
secara umum dan peningkatan kemampuan peserta didiknya dalam mata pelajaran
bahasa Jawa.
6.2.4 Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu ukuran
pencapaian keberhasilan aplikasi kurikulum yang telah disusun sebelumnya untuk
mata pelajaran bahasa Jawa. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan
sebagai sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan yang baru untuk
meningkatkan mutu pendidikan secara umum dalam penyusunan kurikulum yang
lebih baik dan lebih sesuai dengan kondisi empiris masyarakat Indonesia.
113
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Mukhsin.1991. Penyusunan dan Pengembangan Paragraf serta Penciptaan Gaya Bahasa Karangan. Malang: YA3
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh (YA3)
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Artharini, Citra Yuli. 2006. Skripsi tidak diterbitkan. Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Siswa Kelas VII SMP Sriwedari Malang dengan Pembelajaran Menulis yang Berorientasi pada Pengalaman Pribadi. Malang: Program Sarjana
BSNP.2006. Standar Isi Kurikulum 2006. Jakarta:BSNP
BSNP.2008. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah,(Online),(http:// www.google.com, diakses 6 Januari 2008)
Depdikbud.1994. Kurikulum Muatan Lokal Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Surabaya: Dinas P&K Jawa Timur
Depdikbud. 2005. Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa Jawa Sekolah Dasar. Surabaya: Dinas P&K Jawa Timur
Faisal, Sanapiah. 1994. Merancang Penyelenggaraan Penelitian Kualitatif. Malang: IKIP Malang
Hadjar, Ibnu. 1996. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Harjawiyana, Harjana. 2001. Marsudi Unggah-Ungguh Basa Jawa. Yogyakarta: Kanisius
Keraf, Gorys.2004. Argumentasi dan Narasi, Komposisi lanjutan III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Keraf, Gorys.1999. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
114
Nurchasanah dan Widodo Hs.1994. Keterampilan Menulis dan Pengajarannya. Malang: UM Press
Parera, Jos Daniel.1987. Menulis Tertib dan Sistematik (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga
Roekhan.1991.Menulis Kreatif, Dasar-Dasar dan Petunjuk Penerapannya. Malang: YA3
Salim, Peter.Yenny Salim.2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English PRESS
Suharnanik. 2005. Skripsi tidak diterbitkan. Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Berbahasa Jawa Siswa Kelas V MI Tarbiyatul Huda Arjowinangun Malang dengan Penggunaan Media Kartun Berseri. Malang: Program Sarjana
Suharto. 1988. Metodologi Penelitian dalam Pendidikan Bahasa, Suatu Pengantar. Jakarta: Depdikbud
Sumarto, Mukidi Adi. Sarjana Hadiatmaja. Sadjijo Prawiradisastra. Sukimin.1986. Pengajaran Bahasa Jawa di SMTP Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Sunoto. 2007. Bahasa Jawa Bukan Muatan Lokal, (Online), (http:// www.suara merdeka.com, diakses 7 Desember 2007)
Suryono. Ari Setyadi.Tina Hartrina. Gufron.1987. Frasa Verba dalam Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Tarigan, Henry Guntur.1986. Menulis, sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Utomo, Erry, Sumiyati, Suwandi. 1997. Pokok-Pokok Pengertian dan Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal. Jakarta: Depdikbud (Bagian Proyek Pengembangan Buku dan Minat Baca)
Wilkinson, Gene L.1984. Media dalam Pembelajaran, Penelitian Selama 60 Tahun. Jakarta: Rajawali
115