narasi bid. sosial dan budaya

95
BAB VIII PEMBANGUNAN SOSIAL DAN BUDAYA A. UMUM Sesuai dengan Propenas 20002004, pembangunan sosial dan budaya merupakan bagian integral dari prioritas pembangunan nasional keempat, yaitu membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya. Prioritas pembangunan ini dilaksanakan melalui pembangunan bidang agama, bidang pendidikan, serta bidang sosial dan budaya. Tujuan pembangunan di bidang sosial dan budaya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar. Sasaran umum yang akan dicapai adalah meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya laju pertumbuhan penduduk, menurunnya angka kelahiran total, menurunnya angka kematian kasar, meningkatnya ketahanan sosial dan budaya, meningkatnya kedudukan dan peranan perempuan, meningkatnya partisipasi aktif pemuda, serta meningkatnya pembudayaan dan prestasi olahraga. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, telah dilaksanakan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan di bidang sosial dan budaya, yang

Upload: wiwi-arianti

Post on 17-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Secret

TRANSCRIPT

  • BAB VIII

    PEMBANGUNAN SOSIAL DAN BUDAYA

    A. UMUM

    Sesuai dengan Propenas 20002004, pembangunan sosial dan budaya merupakan bagian integral dari prioritas pembangunan

    nasional keempat, yaitu membangun kesejahteraan rakyat,

    meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya.

    Prioritas pembangunan ini dilaksanakan melalui pembangunan bidang

    agama, bidang pendidikan, serta bidang sosial dan budaya.

    Tujuan pembangunan di bidang sosial dan budaya adalah untuk

    mewujudkan kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan meningkatnya

    kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi

    perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar. Sasaran umum

    yang akan dicapai adalah meningkatnya usia harapan hidup,

    menurunnya laju pertumbuhan penduduk, menurunnya angka

    kelahiran total, menurunnya angka kematian kasar, meningkatnya

    ketahanan sosial dan budaya, meningkatnya kedudukan dan peranan

    perempuan, meningkatnya partisipasi aktif pemuda, serta

    meningkatnya pembudayaan dan prestasi olahraga. Untuk mencapai

    tujuan dan sasaran tersebut, telah dilaksanakan berbagai kebijakan dan

    program-program pembangunan di bidang sosial dan budaya, yang

  • VIII 2

    meliputi bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial, termasuk

    kependudukan dan keluarga berencana; kebudayaan; kedudukan dan

    peranan perempuan; serta pemuda dan olah raga.

    Secara garis besar arah kebijakan pembangunan sosial dan

    budaya adalah sebagai berikut.

    Di bidang kesehatan adalah peningkatan mutu sumber daya

    manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan

    paradigma sehat, serta peningkatan mutu lembaga dan pelayanan

    kesehatan.

    Di bidang kesejahteraan sosial meliputi pengembangan

    ketahanan sosial, peningkatan apresiasi terhadap penduduk lanjut usia

    dan veteran, peningkatan kepedulian terhadap penyandang masalah

    sosial, serta peningkatan aksesibilitas fisik dan nonfisik bagi

    penyandang cacat.

    Di bidang kependudukan dan keluarga berencana yaitu:

    peningkatan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran,

    penurunan angka kematian, peningkatan kualitas program keluarga

    berencana serta pengembangan dan keserasian kebijakan

    kependudukan dengan memperhatikan aspek kependudukan dan

    lingkungan sebagai sentral pembangunan.

    Di bidang kebudayaan dan pariwisata adalah pengembangan

    dan pembinaan kebudayaan nasional, perumusan nilai-nilai budaya

    Indonesia, pengembangan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya,

    pengembangan kebebasan berkreasi dalam berkesenian,

    pengembangan dunia perfilman Indonesia, pelestarian apresiasi nilai

    kesenian dan kebudayaan tradisional, perwujudan kesenian dan

    kebudayaan tradisional Indonesia sebagai wahana pengembangan

    pariwisata, dan pengembangan pariwisata dengan pendekatan sistem

    yang utuh berdasarkan pemberdayaan masyarakat.

    Di bidang kedudukan dan peranan perempuan meliputi:

    peningkatan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan

  • VIII 3

    berbangsa dan bernegara, dan peningkatan kualitas peran dan

    kemandirian organisasi perempuan.

    Di bidang pemuda dan olahraga meliputi: penumbuhan budaya

    olahraga, peningkatan usaha pembibitan dan pembinaan olahraga

    prestasi, pengembangan iklim kondusif bagi pengembangan generasi

    muda, pengembangan minat dan semangat kewirausahaan di kalangan

    generasi muda, dan pelindungan bagi generasi muda dari narkoba.

    Sementara itu, hasil-hasil yang dicapai, permasalahan dan

    tantangan, serta rencana tindak lanjut pembangunan sosial dan budaya

    dapat diuraikan sebagai berikut.

    Dalam pembangunan bidang kesehatan, hasil pelaksanaan

    pembangunan kesehatan antara lain dapat dilihat dari status kesehatan

    dan gizi masyarakat serta pola penyakit. Status kesehatan dan gizi

    masyarakat antara lain dapat dinilai melalui berbagai indikator

    kesehatan seperti angka kematian bayi, angka kematian balita, angka

    kematian ibu melahirkan, usia harapan hidup, dan keadaan gizi

    masyarakat. Angka kematian bayi (AKB) telah menurun dari 46 per

    1.000 kelahiran hidup (SDKI 1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran

    hidup (SDKI 2003). Angka kematian balita menurun dari 79 per 1.000

    kelahiran hidup (SDKI 1997) menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup

    (SDKI 2003). Sementara itu angka kematian ibu melahirkan (AKI)

    mengalami penurunan dari 334 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI

    1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2003). Sejalan

    dengan penurunan angka kematian bayi, usia harapan hidup

    meningkat dari 63 tahun (1990) menjadi 66 tahun (2002-2003),

    sementara itu, angka kurang gizi pada balita telah menurun dari

    sekitar 30 persen (1998) menjadi 27,5 persen (2003).

    Hasil pelaksanaan program pembangunan kesehatan pada tahun

    2003 berdasarkan indikator kinerja Propenas antara lain adalah: (1)

    cakupan universal child immunization (UCI) di tingkat desa mencapai

    80 persen; (2) angka kesembuhan penyakit tuberkulosis (TB) paru

    mencapai sekitar 85 persen; (3) cakupan pertolongan persalinan oleh

    tenaga kesehatan sekitar 70 persen; (4) cakupan pelayanan antenatal,

    postnatal dan neonatal sekitar 80 persen; (5) persentase keluarga yang

  • VIII 4

    mengkonsumsi garam beryodium dengan cukup sebesar 78,5 persen;

    (6) keluarga yang menggunakan air bersih di perkotaan dan perdesaan

    mencapai 80 persen; dan (7) keluarga yang menggunakan jamban

    yang memenuhi syarat kesehatan di perkotaan dan perdesaan

    mencapai 68 persen.

    Pencapaian kondisi kesehatan seperti dijelaskan di atas antara lain

    dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan

    pelayanan kesehatan. Sedangkan pelayanan kesehatan dipengaruhi

    oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas

    pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga

    kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan.

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi antara lain adalah

    pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan oleh fasilitas

    kesehatan yang belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat,

    terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Selain itu sistem

    rujukan pelayanan kesehatan perorangan di rumah sakit belum dapat

    berjalan dengan optimal. Ketersediaan, mutu, keamanan obat dan

    perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat

    dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu obat asli

    Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan dengan baik

    meskipun potensi yang dimiliki sangat besar. Dalam hal pengawasan

    terhadap keamanan dan mutu obat dan makanan permasalahan yang

    dihadapi antara lain adalah lemahnya dukungan peraturan perundang-

    undangan, kemampuan sumber daya manusia, standardisasi, penilaian

    hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik,

    produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.

    Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada

    hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Dalam hal

    pendanaan, pembiayaan kesehatan per kapita di Indonesia terendah di

    antara negara ASEAN. Dalam aspek manajemen pembangunan

    kesehatan, dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan,

    permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan

    antara pusat dan daerah, peningkatan kapasitas sumber daya manusia

    (SDM) daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem

    informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan

    serta struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten.

  • VIII 5

    Rencana tindak lanjut pembangunan kesehatan yang akan

    ditempuh antara lain: (1) meningkatkan upaya promosi kesehatan dan

    pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan; (2)

    meningkatkan upaya pemeliharaan, perlindungan/keselamatan,

    peningkatan kesehatan dalam rangka peningkatan status kesehatan dan

    status gizi terutama keluarga miskin dan kelompok rentan; (3)

    meningkatkan upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit; (4)

    meningkatkan upaya lingkungan sehat di kawasan pariwisata, industri,

    perumahan dan permukiman serta perbaikan sarana sanitasi dasar

    untuk permukiman kumuh dan keluarga miskin; (5) meningkatkan

    kualitas, keterjangkauan, dan pemerataan pelayanan kesehatan di

    fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi

    keluarga miskin, kelompok rentan dan penduduk di daerah terpencil,

    perbatasan dan rawan bencana/konflik; (6) meningkatkan upaya dan

    kecepatan penanggulangan masalah kesehatan akibat terjadinya

    wabah, Kejadian Luar Biasa (KLB), konflik dan bencana; (7)

    meningkatkan upaya pemerataan dan profesionalisme sumber daya

    manusia kesehatan; (8) meningkatkan upaya percepatan pelaksanaan

    desentralisasi bidang kesehatan serta peningkatan manajemen

    pembangunan kesehatan; (9) meningkatkan perumusan

    kebijakan/program pembangunan kesehatan berdasarkan hasil

    penelitian dan pengembangan kesehatan; (10) meningkatkan upaya

    penyediaan dan pemanfaatan obat esensial; (11) menjamin mutu,

    keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk terapetik/obat, obat

    tradisional, kosmetik, produk komplemen, dan produk pangan yang

    beredar; dan (12) melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen,

    sekaligus untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia di bidang

    farmasi, obat bahan alam, kosmetika dan makanan.

    Dalam pembangunan kesejahteraan sosial, selama kurun

    waktu empat tahun ini telah dilakukan berbagai upaya perbaikan

    kesejahteraan sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan

    sosial (PMKS). Dalam hal pemberdayaan keluarga miskin, sekitar

    371,1 ribu KK miskin, termasuk perempuan rawan sosial ekonomi dan

    Komunitas Adat Terpencil (KAT), telah mendapatkan bimbingan

    sosial, motivasi, dan bimbingan usaha disertai dengan pemberian

    modal usaha. Sekitar 9,3 ribu KK miskin di lingkungan kumuh

    perkotaan telah mendapatkan bantuan bahan bangunan rumah dan

  • VIII 6

    peralatan guna perbaikan rumah. Penanggulangan masalah pengungsi

    juga telah berhasil dilaksanakan melalui pemberian bantuan tanggap

    darurat dan pemulangan pengungsi ke tempat asal semula, ataupun

    relokasi bagi yang tidak dapat kembali. Penanganan anak terlantar

    termasuk anak jalanan juga telah diupayakan melalui upaya

    pemberdayaan. Hingga 2003, sekitar 192,4 ribu anak terlantar dan

    142,3 ribu anak jalanan telah mendapatkan pelayanan pemberdayaan

    sosial. Pelayanan rehabilitasi juga telah diberikan bagi penyandang

    cacat, anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, wanita tuna

    susila, gelandangan, pengemis, dan bekas narapidana. Selain itu,

    sekitar 30 ribu lanjut usia telah menerima santunan sosial.

    Sedangkan permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi

    dalam pencapaian indikator kinerja pembangunan kesejahteraan sosial

    antara lain adalah sulitnya memprediksi waktu kejadian bencana alam

    maupun bencana sosial, data mengenai bencana juga masih belum

    akurat dan tidak tepat waktu (up-to-date). Di samping itu, sarana dan

    prasarana bagi penyelenggaraan kegiatan pelayanan, rehabilitasi, dan

    re-integrasi masih jauh dari memadai, serta masih sangat terbatasnya

    jumlah SDM di bidang kesejahteraan sosial yang profesional. Selain

    itu, beragamnya indikator dan kriteria penyandang masalah

    kesejahteraan sosial juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan

    program kesejahteraan sosial, terutama dalam penentuan sasaran,

    monitoring dan evaluasi kinerja.

    Tindak lanjut yang diperlukan di antaranya adalah: meningkatkan

    jangkauan dan kemampuan pelaku pembangunan kesejahteraan sosial

    dari unsur masyarakat sebagai sumber dan potensi kesejahteraan sosial;

    meningkatkan intensitas sosialisasi ke daerah dan semua pihak terkait

    dalam pembangunan kesejahteraan sosial; meningkatkan sistem

    pendataan dan pelaporan, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan

    menyusun standardisasi pembangunan dan pelayanan sosial termasuk

    standardisasi kelembagaan Unit Pelaksana Teknis (Panti, Pusat

    Rehabilitasi, dan Balai Diklat).

    Dalam pembangunan kependudukan dan keluarga

    berencana, jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus

    meningkat meskipun laju pertumbuhannya semakin menurun.

  • VIII 7

    Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 1990 dan 2000, jumlah

    penduduk Indonesia sebesar 179,4 juta jiwa dan 206,2 juta jiwa,

    dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen pada periode

    1990-2000, atau lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode

    1980-1990 (1,97 persen). Keberhasilan dalam pengendalian

    pertumbuhan penduduk ditunjukkan dengan menurunnya tingkat

    kelahiran yang cukup bermakna. Pada tahun 1997, angka kelahiran

    total (TFR) diperkirakan 2,8 anak per wanita usia reproduksi, dan

    telah turun menjadi 2,6 anak pada tahun 2002 (Survei Demografi dan

    Kesehatan Indonesia-SDKI, 2002). Penurunan TFR ini antara lain

    merupakan akibat dari meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi

    (prevalensi) pada pasangan usia subur. Angka prevalensi 57 persen

    pada tahun 1997, telah meningkat menjadi 60 persen pada tahun 2002

    (SDKI 2002-03). Guna penataan dan pengembangan sistem informasi

    administrasi kependudukan, telah dilakukan ujicoba di 13

    Kabupaten/Kota di 6 propinsi (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.

    Yogyakarta, Bali, dan Sulawesi Utara). Di samping itu, telah disusun

    dukungan peraturan perundang-undangan berupa penyusunan RUU

    Administrasi Kependudukan dan naskah akademis perlindungan data

    pribadi penduduk.

    Permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi di bidang

    kependudukan dan keluarga berencana antara lain adalah masih

    tingginya kenaikan jumlah penduduk secara absolut. Meskipun telah

    terjadi penurunan fertilitas yang cukup bermakna, namun secara

    absolut pertambahan penduduk Indonesia meningkat sekitar 3 sampai

    4 juta jiwa per tahun. Apabila penanganan masalah kependudukan

    tersebut tidak ditangani dengan baik, maka dapat berakibat pada

    semakin beratnya upaya pemenuhan pelayanan sosial dasar penduduk.

    Demikian pula, menurunnya tingkat kelahiran telah membawa

    perubahan pada struktur penduduk menurut kelompok umur. Proporsi

    penduduk usia muda telah menurun, penduduk usia produktif

    meningkat, dan penduduk usia lanjut juga meningkat. Sebagai

    dampaknya, rasio beban ketergantungan menurun dan struktur

    penduduk Indonesia cenderung semakin menua. Sementara itu, tertib

    administrasi kependudukan belum dilaksanakan secara menyeluruh.

  • VIII 8

    Tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah: meningkatkan

    hasil dari pelaksanaan pemberdayaan keluarga melalui pembinaan

    usaha ekonomi produktif keluarga; peningkatan kualitas dan kuantitas

    kegiatan advokasi, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dan

    konseling; meningkatkan akses dan kualitas pelayanan; peningkatan

    partisipasi pria dalam ber KB serta peningkatan partisipasi dan

    kemandirian masyarakat agar program dapat dilaksanakan secara lebih

    efektif dan efisien, mempercepat terbitnya UU Administrasi

    Kependudukan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat melalui

    sosialisasi dan advokasi dalam bidang administrasi informasi

    kependudukan.

    Dalam pembangunan kebudayaan, hasil yang dicapai program

    pelestarian dan pengembangan kebudayaan antara lain: (1)

    penyelenggaraan temu budaya dan dialog budaya; (2) penyebarluasan

    informasi budaya; (3) penulisan sejarah Indonesia; (4)

    penyelenggaraan festival seni pertunjukan; (5) pengiriman misi

    kesenian ke luar negeri; (6) pemugaran dan pemeliharaan Benda

    Cagar Budaya; (7) pembangunan lanjutan Museum Nasional; (8)

    bantuan kepada organisasi/lembaga seni dan budaya; (9) pembinaan

    perfilman nasional; (10) preservasi dan alih media pustaka langka; dan

    (11) pengembangan minat baca masyarakat.

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan

    kebudayaan adalah ketahanan budaya yang masih rentan, antara lain

    ditinjau dari disorientasi tata nilai, keterbatasan sikap kritis terhadap

    nilai budaya, krisis identitas, dan lemahnya kemampuan dalam

    mengelola keragaman budaya. Rapuhnya ketahanan budaya dapat

    mengancam integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik

    Indonesia. Sementara itu, globalisasi telah mengakibatkan masuknya

    arus informasi yang sangat beragam dan nyaris tanpa batas

    dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap budaya bangsa menjadi

    semakin rentan.

    Untuk menjawab permasalahan dan tantangan tersebut, kebijakan

    pembangunan kebudayaan diarahkan pada upaya sebagai berikut: (1)

    mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indonesia

    yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional

  • VIII 9

    yang mengandung nilai-nilai universal termasuk kepercayaan terhadap

    Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung terpeliharanya

    kerukunan hidup bermasyarakat dan membangun peradaban bangsa;

    (2) merumuskan nilai-nilai kebudayaan Indonesia, sehingga mampu

    memberikan rujukan sistem nilai terhadap totalitas perilaku kehidupan

    ekonomi, politik, hukum dan kegiatan kebudayaan dalam rangka

    pengembangan kebudayaan nasional dan peningkatan kualitas

    berbudaya masyarakat; (3) mengembangkan sikap kritis terhadap

    nilai-nilai budaya dalam rangka memilah-milah nilai budaya yang

    positif dan serasi untuk menghadapi tantangan pembangunan bangsa

    di masa depan; (4) mengembangkan kebebasan berkreasi dalam

    berkesenian untuk mencapai sasaran sebagai pemberi inspirasi bagi

    kepekaan rasa terhadap totalitas kehidupan dengan tetap mengacu

    pada etika, moral, estetika dan agama, serta memberikan perlindungan

    dan penghargaan terhadap hak cipta dan royalti bagi pelaku seni dan

    budaya; (5) mengembangkan dunia perfilman Indonesia secara sehat

    sebagai media kreatif yang memuat keberagaman jenis kesenian untuk

    meningkatkan moralitas agama serta kecerdasan bangsa, pembentukan

    opini publik yang positif dan peningkatan nilai tambah secara

    ekonomi; (6) melestarikan apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan

    tradisional serta menggalakkan dan memberdayakan sentra-sentra

    kesenian untuk merangsang berkembangnya kesenian nasional yang

    lebih kreatif dan inovatif, sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan

    nasional; dan (7) menjadikan kesenian dan kebudayaan tradisional

    Indonesia sebagai wahana bagi pengembangan pariwisata nasional

    dan mempromosikannya ke luar negeri secara konsisten sehingga

    dapat menjadi wahana persahabatan antarbangsa.

    Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan, hasil-hasil

    utama yang dicapai sampai dengan tahun 2004 antara lain adalah

    pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) pada 38 program

    pembangunan nasional sehingga menjadi responsif gender. Program-

    program tersebut meliputi pembangunan hukum, ekonomi

    (ketenagakerjaan, pertanian, dan koperasi dan usaha kecil menengah),

    politik, pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, kesejahteraan

    sosial, dan lingkungan hidup, serta pengembangan kegiatan khusus

    untuk peningkatan kualitas hidup perempuan.

  • VIII 10

    Permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam

    pembangunan pemberdayaan perempuan adalah nilai sosial budaya

    masyarakat yang masih bersifat patriarkhi, dan keterbatasan data

    terpilah menurut jenis kelamin, sehingga menyebabkan tidak

    teridentifikasinya permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi laki-laki

    dan perempuan secara tepat pada setiap bidang dan program

    pembangunan.

    Tindak lanjut yang diperlukan dalam menghadapi permasalahan

    dan tantangan tersebut antara lain adalah melakukan pengarusutamaan

    gender pada semua bidang dan program pembangunan baik di tingkat

    nasional maupun di tingkat daerah, termasuk meningkatkan

    pemahaman tentang kesetaraan dan keadilan gender, dan

    mengembangkan data terpilah menurut jenis kelamin.

    Dalam pembangunan olahraga, hasil-hasil utama yang telah

    dicapai adalah terumuskannya konsep kebijakan yang mendukung

    perkembangan olahraga nasional dan pedoman mekanisme pembinaan

    olahraga dan kesegaran jasmani; dan tersusunnya Rancangan Undang-

    Undang Olahraga untuk mendukung perkembangan olahraga nasional,

    dan tersusunnya Sport Development Index (SDI). Selain itu, untuk

    meningkatkan upaya pemanduan bakat dan pembibitan olahraga telah

    dilaksanakan pembinaan olahraga di kalangan pelajar termasuk pelajar

    penyandang cacat, organisasi olahraga dan masyarakat; dan

    meningkatnya jumlah pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi olahraga

    yang mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan standar

    kompetensi; serta meningkatnya jumlah dan mutu bibit olahragawan.

    Selanjutnya, untuk meningkatkan prestasi olahraga termasuk olahraga

    bagi penyandang cacat telah berhasil ditingkatkan pembinaan peserta

    didik dalam cabang olahraga prestasi, dan meningkatnya

    penyelenggaraan kompetisi olahraga secara berjenjang dan

    berkesinambungan. Sedangkan dalam pembangunan pemuda, hasil-

    hasil yang telah dicapai adalah tersusunnya data dan informasi

    kepemudaan; meningkatnya kemampuan manajerial usaha muda;

    meningkatnya jumlah wirausahawan muda yang mengikuti pelatihan

    keterampilan dan manajemen; terlaksananya upaya untuk

    meningkatkan peran aktif pemuda dalam penanggulangan narkoba,

    HIV/AIDS, kriminalitas termasuk tawuran di kalangan pelajar dan

  • VIII 11

    pemuda; dan terlaksananya upaya untuk meningkatkan pemahaman

    dan penghormatan terhadap supremasi hukum dan HAM.

    Permasalahan dan tantangan program pembangunan pemuda dan

    olahraga adalah: lemahnya sumber daya manusia di bidang

    pemanduan bakat; lemahnya manajemen olahraga; kurang intensifnya

    upaya-upaya pembibitan; menurunnya pembinaan dan kurangnya

    penerapan dan pemanfaatan iptek secara tepat dan benar dalam

    olahraga; minimnya sarana dan prasarana umum untuk berolahraga

    sehingga masyarakat enggan berolahraga; kurangnya kompetisi

    olahraga baik dalam skala nasional maupun regional; masih rendahnya

    tingkat pendidikan di kalangan pemuda; minimnya ruang-ruang publik

    bagi kalangan pemuda untuk mengekspresikan dirinya.

    Tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan pemuda dan

    olahraga adalah: melaksanakan peningkatan kapasitas (capacity

    building) di bidang pembangunan olahraga; mengembangkan olahraga

    rekreasi, olahraga lanjut usia, olahraga penyandang cacat, dan

    olahraga tradisional; melakukan pembinaan olahraga usia dini, kelas

    olahraga, klub olahraga pelajar dan mahasiswa, dan kelompok berlatih

    olahraga; melakukan bimbingan dan kompetisi olahraga pelajar secara

    berjenjang dan teratur dalam rangka menanamkan disiplin, nilai-nilai

    sportivitas, dan menggali bakat olahraga; meningkatkan kepedulian

    masyarakat dan dunia usaha mengenai pentingnya dukungan

    pendanaan olahraga terutama olahraga prestasi; meningkatkan

    keterampilan dan keahlian tenaga kerja pemuda; mengembangkan

    kewirausahaan pemuda; meningkatkan partisipasi lembaga

    kepemudaan dalam pembangunan ekonomi; memperluas kesempatan

    pemuda terdidik untuk berpartisipasi dalam pembangunan di

    pedesaan; mengembangkan jaringan kerjasama pemuda antardaerah,

    antarpropinsi dan antarbangsa; meningkatkan peran aktif pemuda

    dalam penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba, minuman

    keras (miras), penyebaran penyakit HIV/AIDS serta penyakit menular

    seksual, dan kriminalitas di kalangan pemuda.

  • VIII 12

    B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

    Pembangunan bidang sosial budaya yang telah dilaksanakan pada

    tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 dapat dikelompokkan dalam

    program pembangunan kesehatan dan kesejahteraan sosial;

    kebudayaan dan pariwisata; kedudukan dan peranan perempuan; serta

    pemuda dan olahraga dengan uraian sebagai berikut.

    1. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

    1.1 Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakat

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Program ini bertujuan untuk: (1) mewujudkan mutu

    lingkungan hidup yang sehat yang mendukung tumbuh kembang

    anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat,

    dan memungkinkan interaksi sosial, serta melindungi masyarakat

    dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga

    tercapai derajat kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat

    yang optimal; dan (2) memberdayakan individu, keluarga dan

    masyarakat dalam bidang kesehatan untuk memelihara,

    meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri dan

    lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan

    produktif.

    Sasaran yang akan dicapai adalah: (1) tersusunnya kebijakan

    dan konsep peningkatan kualitas lingkungan di tingkat lokal,

    regional dan nasional dengan kesepakatan lintas sektoral tentang

    tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan; (2)

    terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial, dan

    budaya masyarakat dengan memaksimalkan potensi sumberdaya

    secara mandiri; (3) meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab

    masyarakat untuk memelihara lingkungan sehat; (4)

    meningkatnya cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap

    air bersih yang memenuhi kualitas bakteriologis dan sanitasi

    lingkungan di perkotaan dan perdesaan; (5) tercapainya

  • VIII 13

    permukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat

    kesehatan di perdesaan dan perkotaan termasuk penanganan

    daerah kumuh; (6) terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat-

    tempat umum termasuk sarana dan cara pengelolaannya; (7)

    terpenuhinya lingkungan sekolah dengan ruang yang memadai

    dan kondusif untuk menciptakan interaksi sosial dan mendukung

    perilaku hidup sehat; (8) terpenuhinya persyaratan kesehatan di

    tempat kerja, perkantoran, dan industri, termasuk bebas radiasi;

    (9) terpenuhinya persyaratan kesehatan di seluruh rumah sakit

    dan sarana pelayanan kesehatan lain termasuk pengolahan

    limbah; (10) terlaksananya pengolahan limbah industri dan polusi

    udara oleh industri maupun sarana transportasi; (11) menurunnya

    tingkat paparan pestisida dan insektisida di lingkungan kerja

    pertanian dan industri serta pengawasan terhadap produk-

    produknya untuk keamanan konsumen; (12) meningkatnya

    perwujudan kepedulian perilaku hidup bersih dan sehat dalam

    kehidupan bermasyarakat; (13) menurunnya prevalensi perokok,

    penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

    (NAPZA), serta meningkatnya lingkungan sehat bebas rokok, dan

    bebas NAPZA di sekolah, tempat kerja dan tempat-tempat umum;

    (14) menurunnya angka kematian dan kecacatan akibat

    kelahiran/persalinan, kecelakaan dan rudapaksa; (15) menurunnya

    prevalensi dan dampak gangguan jiwa masyarakat; (16)

    meningkatnya keterlibatan dan tanggung jawab laki-laki dalam

    kesehatan keluarga; dan (17) berkembangnya sistem jaringan

    dukungan masyarakat, sehingga pada akhirnya, kebutuhan

    masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dapat meningkat.

    Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas, arah

    kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok: (1)

    meningkatkan promosi hygiene dan sanitasi di tingkat individu,

    keluarga, dan masyarakat; (2) meningkatkan mutu lingkungan

    perumahan dan permukiman termasuk pengungsian; (3)

    meningkatkan hygiene dan sanitasi tempat-tempat umum dan

    pengelolaan makanan; (4) meningkatkan kesehatan dan

    keselamatan kerja; (5) meningkatkan wilayah/kawasan sehat

    termasuk kawasan bebas rokok; (6) meningkatkan kepedulian

    terhadap perilaku hidup bersih dan sehat; (7) meningkatkan

  • VIII 14

    kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak; (8)

    meningkatkan upaya anti tembakau dan NAPZA; (9)

    meningkatkan pencegahan kecelakaan dan rudapaksa; (10)

    meningkatkan upaya kesehatan jiwa masyarakat; dan (11)

    memperkuat sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai dengan

    potensi dan budaya setempat.

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil pelaksanaan program yang dicapai secara umum

    menunjukkan kecenderungan meningkat antara lain meliputi:

    (1) persentase keluarga menggunakan jamban yang

    memenuhi syarat kesehatan meningkat dari 61,5 persen pada

    tahun 2001 menjadi 68 persen pada tahun 2003; (2)

    persentase keluarga menggunakan air bersih di perkotaan dan

    perdesaaan mencapai 77,2 persen pada tahun 2001 menjadi

    80 persen pada tahun 2003. Hasil pencapaian indikator

    kinerja lainnya dapat dilihat pada matriks terlampir.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program ini antara lain meliputi: (1) rendahnya

    akses masyarakat terhadap lingkungan permukiman dan

    kualitas air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan

    sehingga menyebabkan masih tingginya resiko dan gangguan

    kesehatan akibat penyebaran penyakit berbasis lingkungan;

    (2) rendahnya kondisi sanitasi perumahan, ancaman vektor

    penyakit, rawan terhadap pencemaran lingkungan, rawan

    keracunan makanan akibat rendahnya hygiene dan sanitasi

    makanan; (3) belum optimalnya dukungan kebijakan dan

    manajemen program perilaku bersih dan sehat; (4) belum

    optimalnya kerjasama lintas program dan lintas sektor; dan

    (5) terbatasnya dukungan sumber daya kesehatan, terutama

    sumber pendanaan promosi kesehatan.

  • VIII 15

    iii. Tindak Lanjut

    Berdasarkan permasalahan dan tantangan yang dihadapi,

    rencana tindak lanjut yang diperlukan antara lain meliputi:

    (1) menyusun kerangka kebijakan kesehatan lingkungan,

    promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; (2)

    mengembangkan media promosi kesehatan dan teknologi

    komunikasi, informasi dan edukasi (KIE); (3) menumbuhkan

    dan mengembangkan model promosi kesehatan menurut

    spesifik daerah;(4) mengembangkan jejaring dan kemitraan

    dengan pihak lintas sektor, swasta, dan lembaga swadaya

    masyarakat; (5) mengembangkan upaya kesehatan bersumber

    masyarakat dan generasi muda; (6) meningkatkan

    kemampuan tenaga pengelola program promosi kesehatan;

    (7) meningkatkan kemampuan upaya kesehatan lingkungan;

    (8) meningkatkan kemampuan kewaspadaan dini, investigasi

    dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB); (9)

    meningkatkan jejaring dan kemitraan dalam upaya kesehatan

    lingkungan; dan (10) meningkatkan dukungan administrasi

    dan operasional program.

    1.2 Program Upaya Kesehatan

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan

    mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna serta

    terjangkau oleh segenap anggota masyarakat. Sasaran umum

    program ini adalah tersedianya pelayanan kesehatan dasar dan

    rujukan baik pemerintah maupun swasta yang didukung oleh

    peranserta masyarakat dan sistem pembiayaan pra upaya.

    Perhatian utama diberikan pada pengembangan upaya kesehatan,

    sesuai masalah setempat, yang mempunyai daya ungkit tinggi

    terhadap peningkatan derajat kesehatan.

  • VIII 16

    Sasaran yang akan dicapai adalah (1) menurunnya angka

    kesakitan penyakit demam berdarah dengue (DBD) menjadi

    kurang dari 5 per 100.000 penduduk; angka kesakitan malaria

    menurun 75 persen dari kondisi tahun 2000; angka kesembuhan

    penyakit tuberculosis (TB) paru lebih dari 85 persen; prevalensi

    human immunodeficiency virus (HIV) kurang dari 1 persen;

    angka kematian pneunomia balita menurun menjadi 3 per 1000;

    angka kematian diare pada balita menurun menjadi 1,25 per 1000;

    eliminasi penyakit kusta; pencapaian Universal Child

    Immunization (UCI) 90 persen; dan eradikasi polio; serta

    mencegah masuknya penyakit-penyakit baru seperti Ebola, dan

    radang otak; (2) menurunnya kejadian penyakit tidak menular

    seperti penyakit jantung, stroke, gangguan mental, dan kematian

    akibat kecelakaan; (3) meningkatnya rasio tenaga dan fasilitas

    pelayanan kesehatan dibanding penduduk; terjangkaunya 90

    persen masyarakat di daerah rawan kesehatan oleh pelayanan

    kesehatan; dan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan

    kesehatan; (4) meningkatnya persentase fasilitas pelayanan

    kesehatan dasar dan rujukan yang memenuhi standar baku mutu

    (quality assurance), dan meningkatnya kepuasan masyarakat

    terhadap pelayanan kesehatan; (5) meningkatnya penggunaan

    obat secara rasional; (6) meningkatnya cakupan pertolongan

    persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 69,0 persen; cakupan

    penanganan komplikasi kasus obstetri minimal 20 persen dari

    seluruh persalinan; cakupan pembinaan kesehatan balita dan anak

    usia pra-sekolah menjadi 80 persen, cakupan pelayanan antenatal,

    postnatal, dan neonatal menjadi 90 persen; (7) menurunnya angka

    kematian akibat perubahan kondisi matra seperti angka kematian

    jemaah haji dan pengungsi; (8) berkembangnya pelaksanaan

    sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB), pencegahan

    dan penanggulangan bencana secara terpadu dan melibatkan

    peran serta aktif masyarakat; dan (9) berkembangnya pelayanan

    kesehatan rehabilitasi bagi kelompok penderita kecacatan, dan

    pelayanan kesehatan bagi kelompok lanjut usia.

    Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, arah kebijakan

    program ini dituangkan dalam kegiatan pokok meliputi: (1)

    meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunisasi;

  • VIII 17

    (2) meningkatkan upaya pemberantasan penyakit tidak menular;

    (3) meningkatkan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan

    yang terdiri atas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan

    kesehatan rujukan; (4) meningkatkan pelayanan kesehatan

    penunjang; (5) membina dan mengembangkan pengobatan

    tradisional; (6) meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi;

    (7) meningkatkan pelayanan kesehatan matra; (8)

    mengembangkan survailans epidemiologi; dan (9) melaksanakan

    penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan.

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil pelaksanaan program yang dicapai pada tahun

    2001 dan 2003 antara lain meliputi: (1) cakupan imunisasi

    Universal Child Immunization (UCI) mencapai 72,9 persen

    dan 80 persen; dan (2) cakupan pertolongan persalinan oleh

    tenaga kesehatan 68 persen dan 70 persen. Hasil pelaksanaan

    program lainnya berdasarkan indikator kinerja pada tahun

    2000 sampai dengan tahun 2004 dapat dilihat pada matriks

    terlampir.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program ini antara lain meliputi: (1) terdapatnya

    kantong-kantong endemis beberapa penyakit menular pada

    daerah resiko tinggi; (2) perubahan lingkungan dan pola

    penyakit; (3) terjadinya emerging diseases seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikunguya, SARS,

    serta penyakit-penyakit re-emerging diseases seperti malaria dan TBC; (4) rendahnya akses masyarakat terhadap

    lingkungan permukiman dan kualitas air yang memenuhi

    persyaratan kesehatan sehingga menyebabkan masih

    tingginya resiko dan gangguan kesehatan akibat penyebaran

    penyakit menular berbasis lingkungan; (5) pemerataan dan

    keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala

  • VIII 18

    karena fasilitas kesehatan seperti puskesmas belum

    sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama

    terkait dengan biaya dan jarak transportasi; (6) sistem

    rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum dapat

    berjalan dengan optimal; (7) terbatasnya dukungan sumber

    daya kesehatan, terutama kualitas dan pemerataan tenaga

    kesehatan; dan (8) belum optimalnya dukungan sistem

    informasi kesehatan, termasuk pencatatan dan pelaporan

    terutama di daerah.

    iii. Tindak Lanjut

    Dengan mempertimbangkan permasalahan dan

    tantangan tersebut di atas, rencana tindak lanjut yang akan

    ditempuh adalah melalui pelaksanan program upaya

    kesehatan masyarakat, upaya kesehatan perorangan, serta

    program pencegahan dan pemberantasan penyakit.

    Melalui program upaya kesehatan masyarakat akan

    ditempuh kegiatan antara lain: (1) menyusun kerangka

    kebijakan upaya kesehatan masyarakat; (2) melaksanakan

    advokasi, sosialisasi dan koordinasi upaya kesehatan

    masyarakat; (3) memberikan dukungan penyelenggaraan

    pelayanan kesehatan dasar dengan meningkatkan jangkauan

    dan mutu pelayanan terutama bagi penduduk miskin dan

    masyarakat rentan di daerah terpencil dan perbatasan; (4)

    melaksanakan pembinaan dan fasilitasi upaya kesehatan

    masyarakat; (5) melaksanakan perumusan peraturan dan

    kebijakan teknis dan pembinaan pelayanan kesehatan kerja;

    dan (6) meningkatkan dukungan administrasi dan operasional

    program.

    Sedangkan program upaya kesehatan perorangan

    meliputi kegiatan antara lain: (1) menyusun kerangka

    kebijakan upaya kesehatan perorangan; (2) memberikan

    pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin di RS dan

    pelayanan rujukan lainnya; (3) melakukan advokasi dan

    sosialisasi kebijakan upaya kesehatan perorangan; (4)

  • VIII 19

    melakukan fasilitasi dan pembinaan dalam penyelenggaraan

    kegiatan upaya kesehatan perorangan; (5) melakukan kajian

    dan monitoring dan evaluasi kegiatan upaya kesehatan

    perorangan; (6) melengkapi sarana, prasarana dan alat UPT

    vertikal; (7) memberikan bantuan/dukungan pada RS afiliasi

    dan RS satelit pendidikan dan daerah terpencil dan

    pemekaran; dan (8) memberikan dukungan administrasi dan

    operasional program.

    Selanjutnya melalui program pencegahan dan

    pemberantasan penyakit, akan dilaksanakan kegiatan antara

    lain: (1) menyusun kerangka kebijakan pencegahan dan

    pemberantasan penyakit serta kesehatan matra; (2)

    meningkatkan kemampuan pencegahan dan pemberantasan

    penyakit serta kesehatan matra; (3) meningkatkan

    kemampuan kewaspadaan dini, investigasi dan

    penanggulangan kejadian luar biasa (KLB); (4)

    meningkatkan jejaring dan kemitraan dalam pencegahan,

    pemberantasan penyakit dan kesehatan matra; dan (5)

    meningkatkan dukungan administrasi dan operasional

    program.

    1.3 Program Perbaikan Gizi Masyarakat

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kemandirian

    keluarga dalam upaya perbaikan status gizi; (2) meningkatkan

    pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan

    menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih; dan (3)

    meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan bermutu

    untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.

    Sasaran yang akan dicapai program ini adalah (1)

    menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita menjadi 20

    persen; (2) menurunnya prevalensi gangguan akibat kurang

    yodium (GAKY) berdasarkan total goitre rate (TGR) pada anak

  • VIII 20

    menjadi kurang dari 5 persen; (3) menurunnya anemia gizi besi

    (AGB) pada ibu hamil menjadi 40 persen, dan kurang energi

    kronis (KEK) ibu hamil menjadi 20 persen; (4) tidak ditemukan

    kurang vitamin A (KVA) klinis pada balita dan ibu hamil; (5)

    mencegah meningkatnya prevalensi gizi lebih, menjadi kurang

    dari 10 persen; (6) menurunnya prevalensi bayi berat lahir rendah;

    (7) meningkatnya jumlah rumah tangga yang mengkonsumsi

    garam beryodium menjadi 90 persen; (8) meningkatnya

    pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif menjadi 80 persen; (9)

    meningkatnya pemberian makanan pendamping ASI yang baik

    mulai usia bayi 4 bulan; (10) tercapainya konsumsi gizi seimbang

    dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 2.200 kkal per kapita

    per hari dan protein 50 gram per kapita per hari; dan (11)

    sekurang-kurangnya 70 persen keluarga telah mandiri sadar gizi.

    Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas, arah

    kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok: (1)

    meningkatkan penyuluhan gizi masyarakat; (2) menanggulangi

    gizi kurang dan menekan kejadian gizi buruk pada balita serta

    menanggulangi KEK pada wanita usia subur termasuk ibu hamil

    dan ibu nifas; (3) menanggulangi GAKY; (4) menanggulangi

    anemia gizi besi; (5) menanggulangi KVA; (6) meningkatkan

    penanggulangan kurang gizi mikro lainnya (misalnya calsium,

    zinc, dan lain-lain); (7) meningkatkan penanggulangan gizi lebih;

    (8) melaksanakan fortifikasi dan keamanan pangan; (9)

    memantapkan pelaksanaan sistem kewaspadaan pangan dan gizi

    (SKPG); (10) mengembangkan dan membina tenaga gizi; (11)

    melaksanakan penelitian dan pengembangan gizi; (12)

    melaksanakan perbaikan gizi institusi (misalnya sekolah, RS,

    perusahaan, dan lain-lain); dan (13) melaksanakan perbaikan gizi

    akibat dampak sosial, pengungsian, dan bencana alam.

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil yang telah dicapai pelaksanaan program pada

    tahun 2001 dan 2003 berdasarkan indikator kinerja antara

  • VIII 21

    lain: (1) prevalensi gizi kurang pada balita adalah 26,1 persen

    dan 27,5 persen; (2) prevalensi ibu hamil kurang energi

    kronik (KEK) 20,1 persen dan 16,7 persen; (3) prevalensi ibu

    hamil anemia gizi besi (AGB) 40,1 persen dan 45 persen; (4)

    prevalensi balita yang mengalami kekurangan vitamin A

    (KVA) 0,33 persen; (5) rumah tangga yang mengkonsumsi

    garam yodium 64 persen dan 78,5 persen; dan (6) pemberian

    air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi 0 4 bulan sebesar 52 persen dan 53 persen. Hasil pencapaian indikator kinerja

    lainnya dapat dilihat pada matriks terlampir.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program ini antara lain meliputi: (1) belum

    optimalnya pelaksanaan kebijakan desentralisasi, khususnya

    di bidang perbaikan gizi; (2) tingkat pendapatan sebagian

    besar kelompok masyarakat yang masih rendah; dan (3)

    perubahan pola makan dan pola hidup yang tidak mendukung

    upaya perbaikan gizi

    iii. Tindak Lanjut

    Tindak lanjut yang akan dilaksanakan antara lain

    meliputi: (1) menyusun kerangka kebijakan perbaikan gizi

    masyarakat; (2) meningkatkan pemberdayaan keluarga; (3)

    memantau dan mempromosikan pertumbuhan anak; (4)

    meningkatkan pendidikan gizi; (5) melaksanakan

    suplementasi gizi; (6) melaksanakan fortifikasi bahan

    makanan; (7) melaksanakan pelayanan gizi; (8)

    melaksanakan surveilens gizi; (9) meningkatkan

    penganekaragaman konsumsi pangan; dan (10)

    meningkatkan dukungan administrasi dan operasional

    program.

  • VIII 22

    1.4 Program Sumber Daya Kesehatan

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah kebijakan

    Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan jumlah, mutu

    dan penyebaran tenaga kesehatan; (2) meningkatkan jumlah,

    efektifitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan; dan (3)

    meningkatkan ketersediaan sarana, prasarana, dan dukungan

    logistik pada sarana pelayanan kesehatan yang semakin merata,

    terjangkau dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

    Sasaran yang akan dicapai adalah: (1) tersusunnya kebijakan

    dan rencana pengembangan tenaga kesehatan masyarakat dan

    pemerintah di semua tingkat; (2) meningkatnya pendayagunaan

    tenaga kesehatan yang ada dan pengembangan pembinaan karier

    seluruh tenaga kesehatan; (3) meningkatnya fungsi lembaga

    pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan yang mengutamakan

    pengembangan peserta didik dalam rangka meningkatkan

    profesionalisme; (4) meningkatnya persentase penduduk yang

    menjadi peserta sistem pemeliharaan kesehatan dengan

    pembiayaan pra upaya; (5) meningkatnya jumlah badan usaha

    yang menyelenggarakan upaya sistem pembiayaan pra upaya; (6)

    tersedianya jaringan pemberi pelayanan kesehatan paripurna yang

    bermutu, baik pemerintah maupun swasta, sesuai dengan

    kebutuhan sistem pembiayaan pra upaya; (7) meningkatnya

    jumlah unit jaringan pelayanan dokter keluarga sebagai

    penyelenggara pelayanan kesehatan sistem pembiayaan pra upaya

    yang menyelenggarakan pelayanan paripurna dan bermutu; (8)

    tersedianya peralatan kesehatan baik medik maupun non medik

    yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat; dan (9)

    tersedianya perbekalan kesehatan yang memadai baik jenis

    maupun jumlahnya, yang sesuai dengan permasalahan setempat

    dan kebutuhan masyarakat.

    Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, arah kebijakan

    program dituangkan dalam kegiatan pokok: (1) meningkatkan

    perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; (2)

    meningkatkan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan; (3)

  • VIII 23

    mengembangkan sistem pembiayaan pra-upaya; dan (4)

    mengembangkan sarana, prasarana dan dukungan logistik

    pelayanan kesehatan.

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil pelaksanaan program yang telah dicapai pada

    tahun 2001 dan 2003 antara lain meliputi: (1) penduduk yang

    menjadi peserta sistem pembiayaan pra-upaya 20 persen dan

    21,8 persen; dan (2) proporsi tenaga kesehatan dibandingkan

    jumlah penduduk mencapai 85,64 per 100.000 penduduk dan

    120,46 per 100.000 penduduk. Hasil pencapaian indikator

    kinerja lainnya dapat dilihat pada matriks terlampir.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program antara lain meliputi: (1) rendahnya

    kualitas tenaga kesehatan; (2) belum optimalnya pelaksanaan

    kebijakan pemerataan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.

    Hal ini terlihat dari rasio tenaga kesehatan dengan penduduk

    yang masih jauh dari target dan variasi antar daerah masih

    ada kesenjangan; (3) perencanaan sumber daya tenaga

    kesehatan selama ini masih dilakukan berdasarkan kebutuhan

    pemerintah, belum mengakomodasi kebutuhan dan potensi

    masyarakat, serta kurang berorientasi pada paradigma sehat,

    globalisasi serta kebutuhan spesifik daerah; (4) sistem

    penempatan, penghargaan dan sanksi serta peningkatan

    karier belum tertata dengan baik; (5) pendidikan dan

    pelatihan tenaga kesehatan belum menghasilkan lulusan yang

    sesuai dengan kebutuhan, dan (6) sistem informasi sumber

    daya manusia kesehatan masih terfragmentasi sehingga

    belum mendukung perencanaan, pendayagunaan dan

    pengadaan tenaga kesehatan.

  • VIII 24

    iii. Tindak Lanjut

    Tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah: (1)

    menyusun kerangka kebijakan sumber daya kesehatan dan

    organisasi profesi; (2) meningkatkan perencanaan dan

    pendayagunaan tenaga kesehatan melalui penetapan jenis,

    jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai dengan

    kebutuhan pembangunan kesehatan, pemerataan,

    pemanfaatan di dalam dan luar negeri dan pembinaan SDM

    kesehatan; (3) meningkatkan mutu pendidikan dan pelatihan

    SDM kesehatan melalui penyelenggaraan pendidikan dan

    pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan

    kualifikasi yang dibutuhkan; (4) mengembangkan sistem

    pembiayaan dan jaminan pemeliharaan kesehatan; dan (5)

    meningkatkan dukungan administrasi dan operasional

    program.

    1.5 Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Tujuan program ini adalah: (1) melindungi masyarakat dari

    bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat, psikotropika,

    narkotika, zat adiktif (NAPZA) dan bahan berbahaya lainnya; (2)

    melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi,

    makanan dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan

    mutu dan keamanan; (3) menjamin ketersediaan, keterjangkauan

    dan pemerataan obat yang bermutu yang dibutuhkan masyarakat;

    dan (4) meningkatkan potensi daya saing industri farmasi

    terutama yang berbasis sumber daya alam dalam negeri.

    Sasaran program ini adalah (1) terkendalinya penyaluran obat

    dan NAPZA; (2) teramankannya masyarakat dari penyalahgunaan

    dan kesalahgunaan obat dan narkoba; (3) dicegahnya

    penyalahgunaan NAPZA; (4) dicegahnya resiko atau akibat

    samping penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai dampak

    pengelolaan yang tidak memenuhi syarat; (5) terjaminnya mutu

  • VIII 25

    produk farmakes yang beredar; (6) terhindarnya masyarakat dari

    informasi penggunaan farmakes yang tidak objektif dan

    menyesatkan; (7) tercapainya tujuan medis penggunaan obat

    secara efektif dan aman sekaligus efisiensi pembiayaan obat; (8)

    diterapkannya Good Regulatory Practice; (9) terlaksananya Good

    Management Practice (GMP) melalui peningkatan pelayanan

    perizinan/registrasi yang profesional dan tepat waktu; (10)

    terakuinya kemampuan pengujian PPOM/BPOM dalam sistem

    Akreditasi Internasional; (11) meningkatnya potensi daya saing

    industri nasional menghadapi globalisasi; (12) terjaminnya mutu

    sarana cara produksi obat yang baik (CPOB), pengadaan dan

    penyaluran produk farmasi dan alat kesehatan (farmakes) yang

    beredar; (13) terjaminnya kecukupan obat esensial generik bagi

    pelayanan kesehatan dasar di sektor publik; dan (14) terjaminnya

    mutu pengelolaan obat di kabupaten/kota dalam rangka

    desentralisasi.

    Untuk mencapai tujuan dan sasaran program, kebijakan

    program diarahkan melalui kegiatan pokok yaitu: (1)

    meningkatkan pengamanan bahaya penyalahgunaan dan

    kesalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan

    bahan berbahaya yang lain; (2) meningkatkan pengamanan dan

    pengawasan makanan dan bahan tambahan makanan (BTM); (3)

    meningkatkan pengawasan obat, obat tradisional, kosmetika dan

    alat kesehatan termasuk pengawasan terhadap promosi/iklan; (4)

    meningkatkan penggunaan obat rasional; (5) menerapkan obat

    esensial; (6) mengembangkan obat asli Indonesia; (7) membina

    dan mengembangkan industri farmasi; (8) meningkatkan mutu

    pengujian laboratorium pengawasan obat dan makanan (POM);

    (9) mengembangkan standar mutu obat dan makanan; dan (10)

    mengembangkan sistem dan layanan informasi POM.

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil pelaksanaan program antara lain meliputi: (1)

    pengamanan terhadap bahaya penyalahgunaan dan

  • VIII 26

    kesalahgunaan obat, narkotika, psikotropika dan zat adiktif

    (NAPZA) mencapai 100 persen dari kasus yang diproses

    pada tahun 2003; (2) pemeriksaan terhadap 65 persen sarana

    produksi dan distribusi farmakes dalam rangka Good

    Management Practice (GMP) tahun 2003; (3) penerapan

    konsepsi obat esensial (Daftar Obat Esensial

    Nasional/DOEN) sebagai instrumen untuk mengendalikan

    penggunaan obat yang lebih rasional dan cost effective; (4) penetapan daftar obat dan harga patokan tertinggi obat

    pelayanan kesehatan dasar sebagai pedoman bagi

    kabupaten/kota dalam pengadaan obat; dan (5) pengadaan

    buffer stock obat generik essensial untuk menanggulangi

    kekosongan obat di kabupaten/kota akibat bencana alam,

    kerusuhan sosial, wabah dan sebagainya. Di samping itu pada

    tahun 2003 melalui program kompensasi pengurangan

    subsidi bahan bakar minyak (PKPS-BBM) telah

    direalisasikan pengadaan obat untuk keluarga miskin. Hasil

    pelaksanaan program berdasarkan indikator kinerja dapat

    dilihat pada matriks pencapaian indikator kinerja.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program antara lain meliputi: (1) ketersediaan,

    mutu, keamanan obat dan perbekalan kesehatan masih belum

    optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh

    masyarakat; (2) obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya

    dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki

    sangat besar; (3) lemahnya dukungan peraturan perundang-

    undangan dalam pengawasan obat dan makanan; (4)

    terbatasnya kemampuan sumber daya manusia; dan (5)

    belum optimalnya standardisasi, penilaian hasil penelitian

    produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk

    terapetik/obat, dan sistem informasi.

  • VIII 27

    iii. Tindak Lanjut

    Tindak lanjut yang diperlukan antara lain meliputi upaya

    peningkatan program obat dan perbekalan kesehatan,

    pengawasan obat dan makanan, serta pengembangan obat asli

    Indonesia.

    Melalui program obat dan perbekalan kesehatan,

    kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain meliputi: (1)

    menyusun kerangka kebijakan obat dan perbekalan

    kesehatan; (2) menerapkan penggunaan obat esensial melalui

    pengembangan, monitoring dan evaluasi daftar obat esensial

    secara berkala, serta merevitalisasi pemasyarakatan konsepsi

    obat esensial generik pada fasilitas pelayanan kesehatan

    pemerintah maupun swasta; (3) meningkatkan penggunaan

    obat rasional antara lain mencakup pengembangan dan

    penerapan pedoman pengobatan yang rasional di berbagai

    tingkat pelayanan, pemberdayaan komite farmasi dan terapi

    di rumah sakit serta pendidikan dan pelatihan; (4)

    melaksanakan pengadaan buffer stock obat dan perbekalan

    kesehatan sangat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar,

    obat-obatan jangka panjang yang tidak terjangkau oleh daya

    beli masyarakat dan orphan drugs (obat-obatan langka) serta memfasilitasi daerah dalam penyediaan obat-obatan,

    alat-alat medis, peralatan terapi medis dan perbekalan

    kesehatan; (5) meningkatkan kemampuan manajemen

    pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di

    pelayanan kesehatan dasar; (6) meningkatkan

    profesionalisme tenaga farmasi melalui pelaksanaan jabatan

    fungsional apoteker dan asisten apoteker; (7)

    memberdayakan masyarakat dalam penggunaan obat, alat

    kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga melalui

    komunikasi, informasi dan edukasi terhadap resiko

    penggunaan produk yang tidak memenuhi persyaratan; (8)

    membina dan mengembangkan industri farmasi nasional; (9)

    membina dan mengembangkan standar mutu obat, obat

    tradisional, kosmetika, alat kesehatan, perbekalan kesehatan,

    produk komplemen dan produk pangan; dan (10)

  • VIII 28

    meningkatkan dukungan administrasi dan operasional

    program.

    Melalui program pengawasan obat dan makanan,

    kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain meliputi: (1)

    menyusun kerangka kebijakan di bidang pengawasan obat

    dan makanan; (2) meningkatkan kinerja evaluasi produk

    sebelum beredar; (3) meningkatkan efektifitas upaya inspeksi

    melalui pengambilan sampling dan pengujian laboratorium

    produk beredar, termasuk penegakan hukumnya; (4)

    memantapkan pelaksanaan sistem monitoring label dan iklan

    produk beredar, termasuk rokok; (5) memantapkan dan

    menerapkan sistem standar dan regulasi terkini di bidang

    obat dan makanan termasuk bahan berbahaya lainnya; (6)

    memantapkan dan menerapkan sistem jamian mutu

    laboratorium di lingkungan Badan POM; (7) meningkatkan

    efektifitas pelaksanaan surveilan keamanan pangan, kosmetik

    dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) termasuk

    monitoring harga obat; (8) memantapkan pelaksanaan

    investigasi, dan memperkokoh jaringan kerjasama lintas

    sektor dalam pemberantasan obat palsu dan produk illegal,

    termasuk penanggulangan penyalahgunaan narkotika,

    psikotropika, prekursor, serta penertiban peredaran obat

    keras; (9) mengembangkan sistem informasi obat dan

    makanan termasuk informasi keracunan dan sistem layanan

    pengaduan konsumen; (10) meningkatkan profesionalisme

    SDM dan menerapkan proses pembelajaran dalam organisasi

    yang berkelanjutan; (11) meningkatkan komunikasi,

    informasi, dan edukasi masyarakat terhadap resiko

    penggunaan produk yang tidak memenuhi persyaratan; (12)

    meningkatkan sarana dan prasarana kerja yang semakin

    lengkap mendukung lingkungan kerja yang kondusif; (13)

    meningkatkan manajemen dan dasar hukum operasional

    POM; (14) meningkatkan kompetensi aparatur pemerintah

    daerah di bidang pengawasan produk obat dan makanan yang

    beredar; dan (15) meningkatkan dukungan administrasi dan

    operasional program.

  • VIII 29

    Melalui program pengembangan obat asli Indonesia,

    kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain meliputi: (1)

    menyusun kerangka kebijakan pengembangan obat asli

    Indonesia; (2) mendorong dan memfasilitasi pengembangan

    dan penelitian tanaman obat unggulan mulai dari uji pre-

    klinik termasuk toksisitas, uji klinis dan pengembangan

    formulasi produk jadi; (3) memperkokoh jaringan kerjasama

    antar lembaga penelitian dan industri terkait; (4)

    mengembangkan monografi dan standar mutu, baik simplisia

    maupun ekstraknya termasuk penyusunan farmakope herbal

    Indonesia; (5) mengembangkan data base tanaman obat

    mencakup survey etno-farmacognosi, pemetaan budidaya

    tanaman obat serta penggunaan simplisia; (6) meningkatkan

    promosi pemanfaatan obat bahan alam Indonesia; dan (7)

    meningkatkan dukungan administrasi dan operasional

    program.

    1.6 Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Tujuan program ini adalah agar penyelenggaraan upaya

    kesehatan sesuai dengan tujuan, kebijakan, dan strategi yang telah

    ditetapkan. Untuk itu dibutuhkan kebijakan dan manajemen

    sumberdaya yang efektif dan efisien yang didukung oleh ilmu

    pengetahuan dan teknologi kesehatan, sehingga dapat tercapai

    pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas. Sumberdaya

    tersebut terdiri dari sumberdaya tenaga, pembiayaan, fasilitas,

    ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi. Sumberdaya yang

    mendukung tercapainya tujuan, kebijakan, dan strategi tersebut

    berasal dari pemerintah dan masyarakat termasuk swasta.

    Sasaran yang akan dicapai adalah (1) terciptanya kebijakan

    kesehatan yang menjamin tercapainya sistem kesehatan yang

    efisien, efektif, berkualitas, dan berkesinambungan; (2)

    terciptanya kebijakan kesehatan yang mendukung reformasi

  • VIII 30

    bidang kesehatan; (3) tersedianya sumberdaya manusia di bidang

    kesehatan yang mampu melakukan berbagai kajian kebijakan

    kesehatan; (4) berjalannya sistem perencanaan kesehatan melalui

    pendekatan wilayah dan sektoral dalam mendukung

    desentralisasi; (5) terciptanya organisasi dan tatalaksana di

    berbagai tingkat administrasi sesuai dengan azas desentralisasi

    dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik; (6) tertatanya

    administrasi keuangan dan perlengkapan yang efisien dan

    fleksibel di seluruh jajaran kesehatan; (7) terciptanya mekanisme

    pengawasan pengendalian di seluruh jajaran kesehatan; (8)

    tersusunnya berbagai perangkat hukum di bidang kesehatan

    secara menyeluruh; (9) terlaksananya inventarisasi, kajian dan

    analisis secara akademis seluruh perangkat hukum yang berkaitan

    dengan penyelenggaraan upaya kesehatan; (10) tersedianya

    perangkat hukum guna dilaksanakannya proses legislasi dan

    mitigasi dalam penyelesaian konflik hukum bidang kesehatan;

    (11) tersedianya informasi kesehatan yang akurat, tepat waktu,

    dan lengkap sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan

    dalam pengelolaan pembangunan kesehatan, serta menyediakan

    informasi untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi

    program kesehatan dan meningkatkan kewaspadaan di semua

    tingkat administrasi; dan (12) tersusunnya kebijakan dan konsep

    pengelolaan program mendukung desentralisasi.

    Untuk mencapai tujuan dan sasaran program, arah kebijakan

    program dituangkan dalam kegiatan pokok: (1) mengembangkan

    kebijakan program kesehatan; (2) mengembangkan manajemen

    pembangunan kesehatan; (3) mengembangkan hukum kesehatan,

    termasuk penyempurnaan UU No. 23 Tahun 1992 tentang

    Kesehatan dan penyusunan RUU tentang Jaminan Pemeliharaan

    Kesehatan Masyarakat serta RUU tentang Praktek Kedokteran;

    (4) mengembangkan sistem informasi kesehatan; dan (5)

    mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

  • VIII 31

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil pelaksanaan program yang telah dicapai pada

    tahun 2001 dan tahun 2003 antara lain meliputi: (1)

    penetapan peraturan perundangan yang menjadi kebijakan

    program kesehatan sebanyak 62 peraturan dan 56 peraturan;

    (2) penelitian bidang kesehatan sebanyak 221 penelitian dan

    199 penelitian, antara lain mencakup studi kebijakan,

    penelitian bidang pelayanan teknologi kesehatan, bidang

    pemberantasan penyakit menular, bidang ekologi, bidang

    farmasi dan obat tradisional, bidang gizi dan makanan, survei

    kesehatan nasional, riset operasional intensifikasi

    pemberantasan penyakit menular, riset pembinaan kesehatan;

    dan (3) publikasi ilmiah hasil penelitian sebanyak 103 dan

    174 artikel. Hasil pencapaian indikator lainnya dapat dilihat

    pada matriks.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program ini antara lain: (1) belum optimalnya

    pelaksanaan kebijakan dan manajemen pembangunan

    kesehatan pada era desentralisasi dan otonomi daerah (2)

    kurangnya sinkronisasi kegiatan antara pusat dan daerah; (3)

    terbatasnya dukungan sumber daya kesehatan terutama dalam

    perencanaan, sistem informasi, dan terbatasnya pemahaman

    terhadap peraturan perundangan serta struktur organisasi

    kesehatan. Rendahnya pembiayaan kesehatan menjadi salah

    satu faktor yang menghambat percepatan peningkatan derajat

    kesehatan. Pembiayaan kesehatan di Indonesia selama 10

    tahun rata-rata 2,2 persen dari PDB, hal ini masih jauh dari

    anjuran WHO yakni 5 persen dari PDB; (4) belum

    optimalnya pemanfaatan hasil penelitian; dan (5)

    pengembangan sistem informasi dan manajemen kesehatan

    masih terfragmentasi, terutama di tingkat daerah.

  • VIII 32

    iii. Tindak Lanjut

    Tindak lanjut yang diperlukan antara lain meliputi: (1)

    mengembangkan kebijakan melalui pengkajian kebijakan,

    peningkatan kemampuan tenaga dan kelembagaan; (2)

    mengembangkan manajemen pembangunan kesehatan

    melalui penyusunan sistem perencanaan dan penganggaran,

    pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan

    penyempurnaan administrasi keuangan; (3) melaksanakan

    perumusan peraturan perundang-undangan, pelayanan

    pertimbangan dan bantuan hukum serta pembinaan organisasi

    dan tata laksana; (4) melaksanakan penyusunan dan evaluasi

    akuntabilitas kelembagaan; (5) mengembangkan sistem

    informasi kesehatan melalui pengaturan sistem informasi

    yang komprehensif dan pengembangan jaringan kerjasama;

    (6) meningkatkan dukungan administrasi dan operasional

    program; (7) menyusun kerangka kebijakan penelitian dan

    pengembangan kesehatan (litbangkes); (8) melakukan

    penelitian dan pengembangan perilaku dan pemberdayaan

    masyarakat, lingkungan sehat serta gizi dan makanan; (9)

    melakukan pengembangan manajemen litbangkes; (10)

    melakukan penelitian dan pengembangan kebijakan dan

    manajemen pembangunan kesehatan; (11) menyebarluaskan

    hasil litbangkes; (12) meningkatkan sumber daya tenaga

    peneliti; (13) mengembangkan sarana dan prasarana

    penelitian; dan (14) meningkatkan dukungan administrasi

    dan operasional program.

    1.7 Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Tujuan program ini adalah untuk mengembangkan

    kesadaran, kemampuan, tanggung jawab, dan peran aktif

    masyarakat dalam menangani permasalahan sosial di

    lingkungannya, serta memperbaiki kualitas hidup, dan

    kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial.

  • VIII 33

    Sasaran kinerja program ini adalah: (1) terpenuhinya hak-hak

    anak untuk tumbuh kembang; (2) terlindunginya anak, lanjut usia,

    dan perempuan dari tindak kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan

    salah; (3) tersedianya pelayanan sosial dan kemudahan untuk

    mengakses fasilitas umum bagi penduduk lanjut usia, veteran, dan

    penyandang cacat; (4) meningkatnya kemampuan penyandang

    cacat agar dapat melakukan fungsi sosialnya secara layak dan

    menjadi sumber daya manusia yang produktif; (5) terlindunginya

    hak-hak penyandang cacat ganda untuk hidup secara wajar; (6)

    terpeliharanya nilai-nilai kearifan penduduk lanjut usia dan

    veteran secara berkesinambungan pada generasi muda dan

    masyarakat umum; (7) pulih, terbebas, dan berdayanya anak

    nakal dan korban narkotika dari kenakalan dan penyalahgunaan

    narkoba; (8) pulihnya kemauan dan kemampuan tuna susila untuk

    melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar; (9) mandirinya fakir

    miskin dan kelompok rentan sebagai sumber daya produktif; (10)

    meningkatnya kemampuan masyarakat termasuk dunia usaha

    untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam penyelamatan

    penyandang masalah sosial, korban akibat bencana, termasuk

    korban kerusuhan sosial, dan warga masyarakat yang bermukim

    di daerah rawan bencana; (11) meningkatnya pendayagunaan

    potensi dan sumber-sumber sosial masyarakat dalam mencegah

    dan menangani permasalahan sosial; dan (12) dikembangkannya

    program jaminan, perlindungan, dan asuransi sosial.

    Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok

    yang meliputi: (1) memberdayakan anak terlantar termasuk anak

    jalanan; (2) menyebarkan informasi tentang hak-hak anak serta

    perlindungan sosial bagi anak perempuan dan lanjut usia yang

    diperlakukan salah; (3) menetapkan peraturan perundang-

    undangan dan menyediakan kemudahan akses pelayanan sosial

    dan fasilitas umum bagi lanjut usia, veteran, dan penyandang

    cacat; (4) memberikan santunan bagi lanjut usia dan veteran; (5)

    melakukan rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi penyandang

    cacat; (6) melakukan rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan

    korban penyalahgunaan narkotika; (7) melakukan rehabilitasi

    sosial bagi tuna sosial; (8) memberdayakan perempuan rawan

    sosial ekonomi, keluarga miskin, dan komunitas adat terpencil;

  • VIII 34

    (9) memberikan bantuan bagi korban bencana baik bencana alam

    maupun akibat ulah manusia; (10) meningkatkan jumlah dan

    kemampuan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM),

    relawan sosial, organisasi sosial kemasyarakatan, LSM, karang

    taruna, organisasi kepemudaan, lembaga-lembaga perlindungan

    sosial, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, dan kelompok-

    kelompok tingkat lokal; (11) melakukan penyuluhan sosial bagi

    masyarakat dan dunia usaha; (12) memberikan penghargaan bagi

    pihak-pihak yang berperan aktif menyelenggarakan pelayanan

    sosial; (13) meningkatkan sumbangan sosial masyarakat; dan (14)

    mengembangkan program jaminan, perlindungan, dan asuransi

    kesejahteraan sosial.

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004

    adalah: (1) pemberdayaan bagi sekitar 204,1 ribu anak

    terlantar dan 149,4 ribu anak jalanan; (2) rehabilitasi dan

    perlindungan sosial bagi sekitar 63 ribu penyandang cacat

    atau hanya sekitar 17 persen dari estimasi tahun 2002, yaitu

    sekitar 367 ribu orang; (3) pemberdayaan bagi sekitar 340,9

    ribu KK keluarga fakir miskin dari sekitar 16,7 juta jiwa fakir

    miskin dan 20,2 ribu Komunitas Adat Terpencil (KAT),

    melalui upaya kelompok usaha bersama (KUBE) dan

    pemberdayaan KAT; (4) rehabilitasi tuna sosial bagi sekitar

    10,6 ribu orang, yang terdiri dari wanita tuna susila,

    gelandangan, pengemis, dan bekas narapidana; (5)

    rehabilitasi sosial bagi sekitar 9,4 ribu anak nakal dan korban

    penyalahgunaan narkotika; (6) sekitar 1 juta pengungsi dari

    1,2 juta jiwa (Bakornas PBP 2002) mendapatkan bantuan

    tanggap darurat, dan sekitar 9 ribu KK mendapatkan bantuan

    pemulangan ke daerah asal dan sebagian kebutuhan sarana

    perumahan; (7) sekitar 48,9 ribu orang lanjut usia terlantar

    mendapatkan bantuan pelayanan kesejahteraan sosial; (8)

    sekitar 18 ribu TKSM, 3 ribu orsos dan LSM, dan 4 ribu

    Karang Taruna terlibat dalam pencegahan dan

  • VIII 35

    penanggulangan masalah-masalah sosial; dan (9) pengkajian

    pengembangan dan uji coba program jaminan, perlindungan,

    dan asuransi kesejahteraan sosial.

    Selain itu telah pula dilakukan sosialisasi mengenai hak-

    hak anak, dan perlindungan bagi perempuan, anak, dan

    pekerja migran korban tindak kekerasan, memberikan

    bantuan sosial bagi korban tindak kekerasan, melakukan

    penyuluhan sosial kepada masyarakat dan dunia usaha, dan

    membantu pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan

    dan kejuangan.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program adalah: (1) belum akuratnya populasi

    anak terlantar dan anak jalanan, serta adanya pola musiman,

    berpengaruh terhadap terjadinya fluktuasi yang besar

    terutama pada event-event tertentu yang menyulitkan

    pendataan dan penanganannya; (2) data tentang jumlah

    penyandang cacat yang mandiri belum optimal, di samping

    belum tersedianya fasilitas dan tenaga rehabilitasi yang

    memadai; (3) jumlah dan kemampuan tenaga kerja sosial

    masyarakat (TKSM) dan relawan sosial lainnya belum

    memadai dalam menangani permasalahan sosial termasuk

    tenaga pelayanan sosial bagi KAT; (4) entry-barrier yang

    tinggi dari penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

    menjadi penghambat utama dalam penanganan masalah

    rehabilitasi wanita tuna susila, gelandangan dan pengemis,

    dan bekas narapidana; (5) rehabilitasi sosial bagi anak nakal

    dan korban penyalahgunaan narkotika memerlukan waktu

    yang relatif lama dan ancaman re-lapse tetap tinggi setelah

    direhabilitasi; (6) sulitnya memprediksi waktu kejadian yang

    terkait dengan masalah bencana, belum tertatanya sistem

    pendataan dan informasi kejadian bencana alam dan sosial,

    dan terbatasnya SDM untuk pelaksanaan kegiatan tanggap

    darurat; (7) kurangnya koordinasi yang lebih baik antara

    instansi terkait dan dunia usaha, dalam pemberian bantuan

  • VIII 36

    kesejahteraan sosial bagi lansia terlantar; (8) lemahnya

    jaringan kerja antara TKSM, orsos, LSM, dan Karang

    Taruna; dan (9) belum ditemukannya model perlindungan

    sosial dalam bentuk asuransi sosial yang dapat bertahan dan

    berkembang (sustainable) bagi penduduk miskin.

    iii. Tindak Lanjut

    Tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah: (1)

    pendataan yang sistematis dan berkelanjutan mengenai

    jumlah dan kondisi anak terlantar dan anak jalanan serta pola

    dan fluktuasinya; (2) pendataan jumlah penyandang cacat

    baik yang belum mandiri maupun sudah mandiri dan

    penintegrasian mekanisme pendataan dengan sistem survai

    dan sensus nasional, serta peningkatan ketersediaan fasilitas

    dan tenaga rehabilitasi yang memadai bagi penyandang cacat

    di semua propinsi; (3) peningkatan jumlah dan kemampuan

    tenaga kerja sosial masyarakat (TKSM) dan relawan sosial

    lainnya terutama untuk memberikan pelayanan sosial bagi

    KAT; (4) peningkatan sosialisasi, KIE, dan konseling

    mengenai pelayanan rehabilitasi sosial terutama pada

    komunitas dan keluarga yang dekat dengan target rehabilitasi

    (wanita tuna susila, gelandangan dan pengemis) dan

    sosialisasi re-integrasi dan de-stigmatisasi kepada masyarakat

    mengenai bekas narapidana; (5) peningkatan kerjasama

    dengan organisasi sosial, keagamaan, dan kesehatan dalam

    penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan

    korban penyalahgunaan narkotika, dan peningkatan sarana

    dan tenaga rehabilitasi; (6) pengembangan sistem data dan

    informasi terutama mengenai waktu kejadian bencana

    terutama bencana alam agar dapat menyediakan data dan

    informasi secara akurat dan up-to-date, dan pelatihan SDM

    cadangan pada semua propinsi untuk pelaksanaan kegiatan

    tanggap darurat bencana alam dan sosial; (7) peningkatan

    koordinasi dengan Departemen Kesehatan, LSM, dan dunia

    usaha, dalam pemberian bantuan kesejahteraan sosial bagi

    lansia terlantar dan peningkatan promosi gerakan

    kesetiakawanan sosial; (8) fasilitasi upaya penguatan jaringan

  • VIII 37

    kerja TKSM, orsos, LSM, dan Karang Taruna; dan (9)

    pengembangan model perlindungan sosial dalam bentuk

    asuransi sosial yang dapat bertahan dan berkembang

    (sustainable) bagi penduduk miskin.

    1.8 Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan

    Profesionalisme Pelayanan Sosial

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan

    profesionalisme pelayanan sosial melalui pengembangan

    alternatif-alternatif intervensi di bidang kesejahteraan sosial,

    peningkatan kemampuan dan kompetensi pekerja sosial dan

    tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, serta penetapan

    standardisasi dan legislasi pelayanan sosial.

    Sasaran kinerja program ini adalah: (1) terumuskannya

    alternatif intervensi pelayanan sosial; (2) meningkatnya

    kemampuan dan kompetensi pekerja sosial dan tenaga

    kesejahteraan sosial masyarakat; (3) meningkatnya

    pendayagunaan tenaga-tenaga terdidik dan terlatih dalam

    menyelenggarakan pelayanan sosial; (4) tersedianya data dan

    informasi kesejahteraan sosial; dan (5) terumuskannya

    standardisasi legislasi pelayanan sosial.

    Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok

    yang meliputi: (1) melakukan penelitian dan pengembangan

    kesejahteraan sosial; (2) melakukan perencanaan, pendayagunaan,

    pelatihan, dan pendidikan tenaga kesejahteraan sosial; (3)

    menyusun standardisasi pelayanan sosial; (4) meningkatkan

    kualitas tenaga dan lembaga pelayanan sosial; (5)

    mengembangkan sistem informasi kesejahteraan sosial; dan (6)

    mengembangkan sistem legislasi kesejahteraan sosial.

  • VIII 38

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004

    adalah: (1) sekitar 17 ribu TKSM, 3 ribu orsos dan LSM, dan

    4 ribu Karang Taruna mendapatkan peningkatan kemampuan

    dalam hal pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah

    sosial; (2) 20 penelitian telah dirampungkan dan

    diaplikasikan dalam bentuk model pelayanan kesejahteraan

    sosial termasuk model manajemen, bantuan dan rehabilitasi

    sosial; (3) data dan informasi perkiraan dan berdasarkan studi

    telah dapat diakses masyarakat namun masih terbatas pada

    media tertentu; dan (4) 5 naskah peraturan perundang-

    undangan bidang kesejahteraan sosial telah disusun dalam

    rangka penyesuaian dengan kebutuhan penanganan masalah-

    masalah sosial yang tidak diskriminatif.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program antara lain adalah: (1) terbatasnya

    tenaga pelatih/pengajar yang memiliki kualifikasi dan

    kualitas tinggi, serta terbatasnya sarana dan fasilitas untuk

    mendukung peningkatan kemampuan TKSM, orsos, LSM,

    dan Karang Taruna dalam hal pencegahan dan

    penanggulangan masalah-masalah sosial; (2) terbatasnya

    media informasi yang dapat diakses masyarakat luas

    terutama penduduk miskin dan dukungan dunia usaha di

    bidang media massa; dan (3) dinamika permasalahan sosial

    di masyarakat belum dapat diikuti dengan ketentuan

    peraturan perundangan sebagai penunjang perangkat hukum

    yang melindungi PMKS.

    iii. Tindak Lanjut

    Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka tindak lanjut

    yang diperlukan adalah: (1) peningkatan jumlah tenaga

  • VIII 39

    pelatih/pengajar dengan kualitas tinggi dan peningkatan

    sarana dan fasilitas untuk mendukung peningkatan

    kemampuan TKSM, orsos, LSM, dan Karang Taruna dalam

    hal pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah sosial;

    (2) peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah

    daerah dalam rangka pengembangan model pada skala yang

    lebih besar hingga skala nasional; (3) peningkatan cakupan

    dan pilihan media informasi yang dapat diakses masyarakat

    luas terutama penduduk miskin dan sosialisasi dan promosi

    pada dunia usaha di bidang media massa dalam rangka

    peningkatan dukungannya; dan (4) peningkatan koordinasi

    dengan instansi pemerintah, LSM, dan anggota legislatif

    yang terkait dalam rangka percepatan proses penyusunan

    perundang-undangan bidang kesejahteraan sosial yang sesuai

    dengan kebutuhan penanganan masalah-masalah sosial yang

    tidak diskriminatif.

    1.9 Program Pengembangan Keserasian Kebijakan Publik Dalam

    Penanganan Masalah-masalah Sosial

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian

    kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial ke

    arah terwujudnya ketahanan sosial masyarakat dan terlindunginya

    masyarakat dari dampak penyelenggaraan pembangunan dan

    perubahan sosial yang cepat melalui wadah jaringan kerja.

    Sasaran kinerja program adalah terumuskannya dan

    terlaksananya kebijakan penanganan masalah-masalah sosial

    dalam keselarasan antara pemerintah, dunia usaha, dan

    masyarakat melalui wadah jaringan kerja.

    Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok

    yang meliputi: (1) melakukan identifikasi dan inventarisasi data

    dan informasi mengenai masalah-masalah sosial; (2) melakukan

    pengkajian dan analisis data dan informasi mengenai masalah-

  • VIII 40

    masalah sosial; (3) merumuskan besaran masalah dalam

    penanganan masalah-masalah sosial; (4) melakukan pengkajian

    kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial; (5)

    menyampaikan rekomendasi kebijakan publik pada instansi yang

    terkait: (6) merumuskan kebijakan publik dalam penanganan

    masalah-masalah sosial; (7) melaksanakan kebijakan publik dan

    melakukan sosialisasi kebijakan publik dalam penanganan

    masalah-masalah sosial; dan (8) melakukan pemantauan dan

    evaluasi pelaksanaan kebijakan publik dalam penanganan

    masalah-masalah sosial.

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004

    adalah: (1) identifikasi, inventarisasi, dan analisis data dan

    informasi masalah-masalah sosial; (2) pengkajian dan

    perumusan besaran masalah dalam penanganan masalah-

    masalah sosial; dan (3) pengkajian dan perumusan kebijakan

    publik dalam penanganan masalah-masalah sosial, antara lain

    tentang diskriminasi, pelestarian nilai-nilai sosial, jaminan

    sosial masyarakat, peningkatan kesadaran masyarakat

    mengenai masalah kenakalan remaja dan perlindungan hak.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan program adalah: (1) bervariasinya data dan

    informasi masalah-masalah sosial sehingga menyulitkan

    dalam inventarisasi dan analisis kebijakan; dan (2) sulitnya

    perumusan kebijakan publik dalam penanganan masalah-

    masalah sosial yang dipengaruhi oleh perubahan

    ketatanegaraan dan perkembangan permasalahan sosial.

  • VIII 41

    iii. Tindak Lanjut

    Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) penetapan

    sumber-sumber data dan informasi masalah-masalah sosial

    yang resmi guna memudahkan inventarisasi dan analisis data

    dan informasi; (2) penetapan kriteria dan batasan dalam

    perumusan besaran masalah-masalah sosial melalui

    kesepakatan bersama dalam koordinasi lintas instansi dan

    wilayah; dan (3) peningkatan kerjasama dengan instansi

    pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta LSM terkait

    dalam perumusan kebijakan publik dalam penanganan

    masalah-masalah sosial secara terpadu.

    1.10 Program Pengembangan Sistem Informasi Masalah-masalah

    Sosial

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis data dan

    informasi yang diperlukan untuk bahan penentuan kebijakan

    masalah-masalah sosial, membangun sistem informasi yang

    diperlukan sebagai alat peringatan dini, dan meningkatkan fungsi

    dan koordinasi jaringan informasi kelembagaan dalam upaya

    pembentukan keterpaduan pengendalian masalah-masalah sosial.

    Sasaran kinerja program adalah: (1) tersusunnya sistem

    pengelolaan data dan informasi masalah-masalah sosial; (2)

    terwujudnya mekanisme penyelenggaraan sistem informasi

    masalah-masalah sosial; dan (3) teridentifikasinya berbagai

    indikator strategis masalah-masalah sosial.

    Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok

    yang meliputi: (1) mengembangkan sistem informasi masalah

    sosial; (2) membangun pusat informasi dan layanan masyarakat;

    dan (3) melakukan pengkajian masalah laten bangsa.

  • VIII 42

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004

    adalah: (1) pengembangan sistem informasi masalah-masalah

    sosial; (2) pembangunan pusat informasi dan layanan

    masyarakat; dan (3) pengkajian masalah laten bangsa.

    ii. Permasalahan dan Tantangan

    Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam

    pelaksanan program adalah: (1) terbatasnya jumlah SDM

    yang memiliki kompetensi untuk mendukung pembangunan

    dan pemeliharaan, serta manajemen pusat informasi dan

    layanan masyarakat; dan (2) masih lemahnya koordinasi

    lintas sektor dan lintas wilayah dalam mengkaji masalah-

    masalah laten bangsa.

    iii. Tindak Lanjut

    Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) penyusunan

    kriteria PMKS dan indikator kinerja penanganan masalah-

    masalah sosial yang baku, terutama dalam hal kemiskinan,

    kecacatan, keterlantaran, dan ketuna-sosialan dengan

    melibatkan instansi pemerintah pusat dan daerah serta LSM

    terkait agar tercapai kesepakatan bersama dapat lebih mudah

    diaplikasikan di lapangan/daerah; (2) peningkatan jumlah

    SDM dengan kompetensi yang sesuai dan memadai untuk

    mendukung pembangunan dan pemeliharaan dan manajemen

    pusat informasi dan layanan masyarakat; dan (3) peningkatan

    koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah dalam pengkajian

    dan perumusan kebijakan penanganan masalah-masalah laten

    bangsa.

  • VIII 43

    1.11 Program Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Kependudukan

    a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

    Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian

    kebijakan kependudukan di berbagai bidang pembangunan.

    Sasaran kinerja program ini adalah (1) terumuskannya dan

    terlaksananya kebijakan kependudukan bagi peningkatan

    kualitas, pengendalian pertumbuhan dan kuantitas, pengarahan

    mobilitas dan persebaran penduduk yang serasi dengan daya

    dukung alam dan daya tampung lingkungan, serta pengembangan

    informasi dan administrasi kependudukan; dan (2)

    terumuskannya dan terlaksananya kebijakan kependudukan yang

    serasi antara kebijakan kependudukan nasional dengan kebijakan

    kependudukan daerah dan wilayah.

    Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok

    yang meliputi: (1) melakukan pengkajian, pengembangan, dan

    penyediaan data dan informasi kependudukan yang akurat setiap

    saat dan lengkap serta menggambarkan karakteristik penduduk

    baik pada tingkat makro maupun mikro; (2) melakukan

    pengkajian kebijakan pembangunan kependudukan dalam aspek

    kuantitas, kualitas, dan mobilitas; (3) melakukan pengkajian dan

    penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang mengatur

    perkembangan dan dinamika kependudukan yaitu kuantitas,

    kualitas, dan mobilitas penduduk di semua tingkat wilayah

    administrasi; (4) melakukan pengkajian dan pengembangan

    kebijakan dan pranata hukum tentang informasi dan administrasi

    kependudukan, termasuk registrasi penduduk; (5) melakukan

    advokasi dan sosialisasi kebijakan kependudukan serta

    pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan kependudukan;

    (6) meningkatkan jumlah tenaga peneliti kependudukan yang

    berkualitas; (7) menyusun Rencana Aksi Nasional tentang

    penghapusan eksploitasi seksual komersial anak dan

    perdagangan anak; (8) menyusun Program Nasional bagi Anak

  • VIII 44

    Indonesia (PNBAI); dan (9) membentuk Komisi Perlindungan

    Anak.

    b. Pelaksanaan

    i. Hasil yang Dicapai

    Hasil yang telah dicapai sampai tahun 2004 adalah: (1)

    terumuskannya analisis kependudukan berdasarkan hasil

    proyeksi/prakiraan penduduk tingkat nasional dan daerah

    termasuk analisa lanjutannya; (2) terumuskannya hasil

    kajian peningkatan pelayanan di bidang administrasi

    kependudukan, catatan sipil, kuantitas, kualitas, dan

    persebaran penduduk; (3) terumuskannya kebijakan dan

    sistem administrasi kependudukan termasuk standardisasi

    dokumen kependudukan; (4) terumuskannya sistem

    penomoran penduduk termasuk Nomor Induk

    Kepe