myoma geburt

16
STATUS PASIEN DOKTER MUDA BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO-RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA 1. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. F Umur : 27 Tahun Alamat : Jl. Gatot subroto Pekerjaan : URT Agama : Islam Ruangan : Intensive Care Unit RSUD Undata Palu Tanggal Masuk : 10 maret 2015 Tanggal Pemeriksaan : 10 maret 2015 No.Rek.Medis : 464945 2.ANAMNESIS Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk ke ruang operasi cito dengan diagnosis G2P1A0 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas SC 1 kali + Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) + riwayat penyakit asma. Pasien diketahui didiagnosis menderita SLE sejak tahun 2012. Keluhan yang timbul sehubungan dengan penyakit SLE yaitu nyeri sendi lutut dan pergelangan tangan, nyeri tersebut hilang timbul dan memberat ketika malam hari atau saat cuaca dingin. Pasien 2 bulan sebelumnya saat umur kehamilan 7 bulan pernah masuk poliklinik penyakit dalam dengan keluhan yang sama disertai malar rash (butterfly rash). Riwayat terapi

Upload: dmd

Post on 13-Sep-2015

60 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

STATUS PASIEN DOKTER MUDA BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASIFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO-RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

1. IDENTITAS PENDERITA

Nama

: Ny. F

Umur

: 27 Tahun

Alamat

: Jl. Gatot subroto Pekerjaan

: URT

Agama

: Islam

Ruangan

: Intensive Care Unit RSUD Undata Palu Tanggal Masuk

: 10 maret 2015 Tanggal Pemeriksaan: 10 maret 2015 No.Rek.Medis

: 4649452. ANAMNESIS

Riwayat Penyakit Sekarang

:

Pasien masuk ke ruang operasi cito dengan diagnosis G2P1A0 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas SC 1 kali + Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) + riwayat penyakit asma. Pasien diketahui didiagnosis menderita SLE sejak tahun 2012. Keluhan yang timbul sehubungan dengan penyakit SLE yaitu nyeri sendi lutut dan pergelangan tangan, nyeri tersebut hilang timbul dan memberat ketika malam hari atau saat cuaca dingin. Pasien 2 bulan sebelumnya saat umur kehamilan 7 bulan pernah masuk poliklinik penyakit dalam dengan keluhan yang sama disertai malar rash (butterfly rash). Riwayat terapi steroid yakni metilprednisolon 2 x 4 mg sebelum hamil ini. Riwayat Penyakit Sebelumnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE) positif

Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Diabetes Melitus disangkal

Riwayat operasi section cessaria (+)3. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis

Keadaan Umum: Sakit Sedang

Kesadaran

: Composmentis (GCS E4 V5 M6)Berat Badan

: 52 kgStatus Gizi

: Gizi Baik Primary Survey

Airway: Paten

Breathing: Respirasi 18 kali/menit

Circulation: Tekanan darah: 111/75 mmHg (sebelum operasi 120/90 mmHg)

Nadi

: 82 kali/menit, reguler, kuat angkat Secondary SurveyKepala:

Bentuk

: Normocephal Rambut

: Ikal, warna hitam distribusi padat Kulit kepala: Psoriasis (-), lesi (-) Wajah

: Simetris, paralisis facial (-), afek ekspresi serasi, deformitas (-) Kulit

: Keriput (-), pucat (+), sianosis (-), massa (-), turgor 3 detik.Mata : Eksoftalmus (-), enophtalmus (-), palpebra edema (-) dermatitis seborea (-), ptosis (-), kalazion (-), pembengkakan saccus lacrimalis (-), konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-) Kornea : Katarak (-) Pupil

: Bentuk isokor, bulat, diameter 2mm/2mm, refleks cahaya

langsung +/+ refleks cahaya tidak langsung +/+.Telinga:Keloid (-), kista epidermoid (-), serumen minimal, membrana timpani normal.

Hidung & Sinus:Deviasi septum nasi (-), polip (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-), nyeri tekan pada sinus (-)

Mulut & Faring:Bibir : sianosis (-), pucat (+)

Gusi: gingivitis (-)

Gigi: karies dentis (-)

Lidah: deviasi lidah (-), lidah kotor (-), tremor (-)Leher:Inspeksi: jaringan parut (-), massa (-)

Palpasi :pembengkakan kelenjar limfe (-), pembesaran pada kelenjar tiroid (+), nyeri tekan (-), JVP : R5 + 2 cm H2OTrakhea: Deviasi trakhea (-)

Thorax

Inspeksi:Normochest, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-), spider nevi (-) Palpasi:nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris kiri dan kanan, fremitus taktil kesan normal. Perkusi:sonor (+) diseluruh lapang paru, batas paru hepar SIC VI dextra.

Auskultasi:vesicular +/+, bunyi tambahan (-).Jantung

Inspeksi:lctus cordis tidak tampak Palpasi:lctus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s), thrill (-) Perkusi:Batas atas: SIC II linea parasternal dextra et sinistraBatas kanan: SIC V linea parasternal dextra

Batas kiri: SIC V linea midclavicula sinistra Auskultasi:Bunyi jantung I/II reguler murni, murmur (-), gallop (-)Abdomen Inspeksi:Bentuk cembung terhadap thorax dan symphisis pubis, massa (-), cicatrix (+) bekas operasi sc, caput medusae (-) Auskultasi:Peristaltik (+) kesan normal ( 20 kali/menit) diseluruh kuadran abdomen , Bruit (-), friction rub (-) Perkusi:Hipertimpani (+) diseluruh kuadran abdomen, ascites (-) Palpasi:hepar tidak terabaSpleen tidak teraba

Nyeri tekan (+)Ginjal tidak terabaUterus terabaGenitalia : terdapat lokia rubraEkstremitas:

Atas : Edema (-), Akral hangat (+/+), ROM normal, refleks fisiologis normal, refleks patologis (-), kekuatan 5/5, tonus normal

Bawah : Edema (-), Akral hangat (+/+), ROM normal, refleks fisiologis normal, refleks patologis (-), kekuatan 5/5, tonus normal4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium tanggal 6 februari 2014 : Rheumatoid Factor : 256 IU/ml Laboratorium tanggal 7 agustus 2014 : Anti DsDNA-NcX : 261 IU/ml

Hematologi Rutin 9 maret 2015ParameterHasilSatuanRange Normal

RBC

Hemoglobin (Hb)

Hematokrit

PLT

WBCBleeding Time

Clothing Time4.0110.1

32.24828.84 10

8 30106/mm3

gr/dl

%

103/mm3

103/mm33,80-5,80

11,5-16,0

37,0-47,0

150-500

4,0-10,01-5 menit

4-10 menit

Hematologi Rutin 10 maret 2015ParameterHasilSatuanRange Normal

RBC

Hemoglobin (Hb)

Hematokrit

PLT

WBC3.007.924.344210.6106/mm3

gr/dl

%

103/mm3

103/mm33,80-5,80

11,5-16,0

37,0-47,0

150-500

4,0-10,0

Hematologi Rutin 10 maret 2015 post transfusi

ParameterHasilSatuanRange Normal

RBC

Hemoglobin (Hb)

Hematokrit

PLT

WBC3.779.730.252116.8106/mm3

gr/dl

%

103/mm3

103/mm33,80-5,80

11,5-16,0

37,0-47,0

150-500

4,0-10,0

5. Diagnosis Kerja:

G2P1A0 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas SC 1 kali + Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) 6. Penatalaksanaan:

Airway: O2 4 Lpm via nasal kanulBreathing: Spontan

Circulation: IVFD RL 1000 ccDrug: a. Premedikasi : Ondansentron 4 mg

Midazolam 5 mg

Dexametason 5 mg

b. Medikasi : Ketamine 50 mcg + 50 mcg + 50 mcg Oxytocin 10 IU + 10 IU

Metilergometrin 0.2 mg

Ketorolac 30 mg

LAPORAN ANESTESI

1. Diagnosis Pra Bedah: G2P1A0 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas SC 1 kali + Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) 2. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis Pembedahan: Sectio caesareab. Posisi: Supinasi

c. Jenis Anestesi: Regional anesthesiad. Obat Anastesi: Bupivacainee. Teknik Anestesi: Subarachnoid blockf. Mulai Anestesi: 10 maret 2015, pukul 09.45 WITAg. Mulai Operasi: 10 maret 2015, pukul 09.50 WITAh. Pre Medikasi: Ondansentron 4 mg, Midazolam 5 mg, Dexametason 5 mgi. Medikasi: Ketamine 150 mcg, Oxytocin 20 IU, Metilergometrin 0.2 mg, Ketorolac 30 mgj. Selesai Operasi: Pukul 11.05 WITAPEMBAHASANPada kasus ini seorang wanita usia 27 tahun dilakukan operasi section cessaria (SC) cito atas pasien yang didiagnosis dengan G2P1A0 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas SC 1 kali + Sistemik Lupus Eritematosus (SLE). Systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan suatu penyakit autoimun dimana organ dan sel mengalami kerusakan oleh autoantibodi yang mengikat jaringan dan kompleks imun. 90% pasien adalah wanita yang mengalaminya sejak kecil selama bertahun-tahun. Pada penyakit SLE terdapat autoantibodi dalam jumlah besar yang dapat merusak jaringan secara langsung ataupun dalam bentuk kompleks imun. Telah diidentifikasi bahwa antibodi tersebut melawan komponen nuklear dan sitoplasma sel seorang pejamu yang tidak spesifik terhadap organ atau spesies.Oleh karena hal tersebut diatas, penyakit yang bersifat sistemik ini bisa menimbulkan kerusakan di berbagai organ. Sehingga pada pasien dengan SLE yang akan melakukan operasi perlu dilakukan evaluasi yang didasarkan pula pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :a. BUN/ kreatinin ( Nefritis lupus

b. PT, PTT yang didukung oleh CT & BT yang memanjang karena pada SLE ditemukan lupus antikoagulan pada 5-10% pasien yang menyebabkan pemanjangan PT dan PTT.c. EKG karena SLE termasuk penyakit peradangan kronik yang merupakan faktor risiko pada penyakit arteri koronerd. Fungsi hati ( autoimmune hepatitisBeberapa obat seperti metildopa (antihipertensi), hidralazin (antihipertensi), quinidine (anti aritmia), dan prokainamide (anti aritmia), bisa menyebabkan lupus like syndrome pada orang normal sehingga pada pasien dengan SLE sebaiknya diberikan obat terapi selain obat-obat tersebut.Teknik anestesi yang dilakukan adalah anestesi spinal subarachnoid block (SAB). Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Lokasi penyuntikan dilakukan pada regio lumbal antara vertebra L2-L3, L3-L4, L4-L5. Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Komplikasi yang mungkin terjadi pada penggunaan anestesi spinal adalah hipotensi, nyeri saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.Anestesi yang bisa dilakukan pada wanita hamil yang akan dilakukan SC, yaitu general anestesi dan regional anestesi. Anestesi regional lebih banyak dilakukan karena dapat mengurangi risiko terjadinya depresi pernapasan pada neonates dan kejadian aspirasi pulmonum. Namun, jika terdapat kontraindikasi untuk dilakukan regional anestesi (hipovolemi, infeksi darah tusukan, septicemia, kelainan neurologis, dan kelainan pembekuan darah) maka dapat digunakan anestesi umum dengan pemasangan endotracheal tube (ETT) terutama pada kasus pembedahan darurat. Selain dari hal di atas, anestesi regional dipilih pada pasien ini karena pada anestesi regional tidak diberikan begitu banyak obat, dimana semaikin banyak obat, semakin besar kemungkinan timbulnya kekambuhan pada pasien lupus. Karena pada orang normal beberapa obat bisa menimbulkan lupus like syndrome, maka pada orang yang memang telah terkena lupus lebih baik dihindari pemberian banyak obat yang mungkin bisa menyebabkan kekambuhan (flare).Pada pasien yang terkena penyakit SLE bisa terkena beberapa komplikasi seperti:

a. Miastenia gravis

Pasien dengan myasthenia gravis merupakan tantangan yang signifikan untuk anestesi. Kedua proses penyakit dan obat yang digunakan untuk mengobati menyebabkan kesulitan dalam manajemen anestesi. Klasik, pasien ini terlampau lemah setelah anestesi, tahan terhadap suksinilkolin, dan peka terhadap relaxants otot nondepolarisasi. Akibatnya, manajemen perioperatif mereka mungkin memerlukan konsultasi dari neurologist. Konsultasi neurologi dapat memberikan penilaian kuantitatif kerusakan baseline pasien, serta strategi untuk mempertahankan mereka rejimen pengobatan rumah melalui periode perioperatif, di mana pasien mungkin tidak dapat mengambil obat oral. Karena pasien dengan myasthenia gravis berada pada risiko yang lebih berat untuk kesulitan pernapasan perioperatif, penilaian preoperatif harus fokus pada faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pernapasan pasca operasi mengidentifikasi. Meskipun tes fungsi paru dapat memberikan penilaian kuantitatif mekanika ventilasi, riwayat gejala bulbar mungkin lebih informatif. Pasien dengan sulit menelan atau berbicara, kelemahan fleksi leher atau gerakan wajah beresiko sangat tinggi untuk gangguan pernapasan pasca operasi. Kehadiran steroid dalam rejimen pengobatan pasien menunjukkan pasien berisiko tinggi, dan operasi elektif harus ditunda jika memungkinkan pada pasien yang membutuhkan steroid. Imunoglobulin intravena (IVIg) atau pertukaran plasma dapat digunakan dalam kasus-kasus yang muncul. Jika pyridostigmine diperlukan, dosis IV adalah 1/30 dosis oral. Pasien harus mengambil dosis yang biasa pada pagi hari operasi, tetapi praktik ini dapat mengakibatkan perpanjangan tindakan mivakurium atau succinylcholine. 3 pasien sebelum operasi harus dievaluasi untuk hidup bersama penyakit. Penyakit yang berhubungan dengan myasthenia gravis termasuk diabetes, gangguan tiroid, lupus eritematosus sistemik (SLE), dan rheumatoid arthritis.b. Fibromyalgia

Fibromyalgia (FM) adalah sindrom multisymptomatic didefinisikan oleh rasa sakit kronis luas. FM adalah entitas umum yang mempengaruhi perempuan lebih dari laki-laki dan meningkat sejalan dengan usia. Meskipun kausal hubungan definitif belum ditetapkan, FM biasanya dipicu oleh trauma, stres, infeksi, atau faktor lainnya. Ini biasanya menyertai berbagai kondisi medis, termasuk rheumatoid arthritis (RA), nyeri pinggang, lupus eritematosus sistemik, sindrom Sjgren, osteoarthritis (OA), penyakit radang usus, sindrom iritasi usus, sakit kepala, gangguan mood, sindrom kaki gelisah, dan gangguan tidur, terutama stadium 4.

Pengobatan FM multidisiplin dan harus terdiri dari intervensi psikologis, terapi fisik, khususnya latihan berbasis air, pengobatan gangguan mental komorbiditas dan gangguan tidur yang terkait, dan terapi farmakologis. Pregabalin disetujui oleh Food and Drug Administration untuk FM. Antidepresan trisiklik (TCA) telah menjadi andalan dalam pengobatan FM dan memperbaiki tidur. NSAID digunakan pada pasien dengan FM dengan berbagai tingkat keberhasilan. Tramadol, sebuah reuptake inhibitor ganda norepinefrin dan serotonin dengan afinitas lemah -reseptor, terbukti berguna. Pramipexole, agonis dopamin antiparkinson, dengan dosis 4,5 mg juga tampaknya menjadi pilihan yang menjanjikan untuk pengobatan FM. Opioid belum terbukti efektif. Kebanyakan pasien FM cenderung memiliki masalah kronis, dengan eksaserbasi, remisi, dan gejala berfluktuasi.Sebelum dilakukan anestesi, pasien diberikan obat pre medikasi yaitu ondansentron 4 mg IV, midazolam 5 mg, dexametason 5 mg. Ondansentron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif dapat menekan mual dan muntah. Midazolam adalah obat golongan benzodiazepine yang sering digunakan untuk induksi anesthesia. Midazolam tidak bersifat teratogenik. Meskipun demikian midazolam masuk dalam kategori concern yaitu obat yang efeknya pada bayi dan ibu menyusui tidak diketahui tetapi harus diperhatikan. Sedangkan dexametason pada kasus ini digunakan sebagai imunosupresan. Obat ini mampu dapat mengurangi jumlah limfosit maupun respon imunnya dengan menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler dan ekspresi gen yang menyandi berbagai sitokin.Anestesi pada pasien ini menggunakan anestesi regional yaitu bupivacaine sebanyak 20 mg. Bupivakain masuk dalam obat golongan amida. Obat ini menghasilkan blokade saraf sensorik dan motorik. Larutan bupivakain hiperbarik adalah larutan anestesi lokal bupivakain yang mempunyai berat jenis lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal. Cara kerja larutan hiperbarik bupivakain mengikuti hukum gravitasi, yaitu suatu zat / larutan yang mempunyai berat jenis yang lebih besar dari larutan sekitarnya akan bergerak ke suatu tempat yang lebih rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran larutan bupivakain hiperbarik pada anestesi spinal :

1. Gravitasi

Jika larutan hiperbarik yang diberikan kedalam cairan serebrospinal maka akan bergerak oleh gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah, sedangkan larutan hipobarik akan bergerak berlawanan arah dengan gravitasi dan jika larutan isobarik akan tetap dan sesuai dengan tempat injeksi.2. Tekanan intra abdomen

Peningkatan tekanan intra abdomen menyebabkan bendungan saluran pembuluh darah vena abdomen dan juga pelebaran saluran-saluran vena di ruang epidural bawah, sehingga ruang epidural akan menyempit dan akhirnya akan menyebabkan penekanan ke ruang subarakhnoid sehingga cepat terjadi penyebaran obat anestesi lokal ke kranial.3. Anatomi kolumna vertebralisAnatomi kolumna vertebralis akan mempengaruhi lekukan-lekukan saluran serebrospinal, yang akhirnya akan mempengaruhi tinggi anestesi spinal pada penggunaan anestesi lokal jenis hiperbarik.

4. Tempat penyuntikanMakin tinggi tempat penyuntikan, maka analgesia yang dihasilkan makin tinggi5. Posisi tubuhTidak terdapat pengaruh penyebaran jenis obat larutan isobarik pada posisi tubuh, sedangkan pada jenis larutan hiperbarik akan dipengaruhi posisi tubuh.

Pada pasien ini, tekanan darah saat preoperasi adalah 120/90 mmHg, dan setelah dilakukan anestesi spinal (dengan teknik SAB), tekanan darah pasien turun menjadi 100/60 mmHg. Penurunan tekanan darah setelah dilakukan anestesi spinal merupakan salah satu efek dari obat anestesi yang digunakan. Dimana, obat anestesi dengan segera dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Ketika terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang tidak diikuti dengan peningkatan cardiac output, maka akan terjadi penurunan tekanan darah yang berlanjut pada kurangnya perfusi ke jaringan perifer (Syok). Efek lain dari anestesi spinal adalah dapat menyebabkan relaksasi otot polos termasuk otot polos uterus, sehingga di butuhkan obat-obat yang bersifat uterotonik seperti oksitosin. Selain efek dari obat anestesi, penurunan tekanan darah pada pasien ini juga karena dilakukannya operasi yang memungkinkan terjadinya pengeluaran darah yang cukup banyak yaitu section cessaria. Berdasarkan hasil laboratorium darah lengkap menunjukkan kadar hemoglobin pasien post operasi adalah 7.9 gr/dl, maka pasien ini diberikan transfuse darah sebesar 350 cc. Hal ini ditujukan untuk menggantikan volume darah yang hilang akibat perdarahan melalui peningkatan cardiac output serta menghilangkan vasokonstriksi perifer. Secara fisiologis, pada wanita hamil, akan terjadi perubahan fungsi sirkulasi. Dimana, total blood volume (TBV) meningkat 30% terutama kenaikan plasma akibatnya hematocrit akan turun yang bermanifestasi klinis berupa anemia relatif. Namun jika keadaan ini tidak diikuti dengan adanya kompensasi maka dapat menyebabkan menurunnya perfusi oksigen ke jaringan. DAFTAR PUSTAKA1. Boulton, T., Blogg, C., 2002. Anestesiologi. Edisi 10. EGC. Jakarta.

2. Gunawan, S., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI. Jakarta. 3. Liou, S., 2013. Spinal and Epidural Anesthesia. Diakses dari: http://www.nlm.nih. gov/medlineplus/ency/article/007413.htm4. Mansjoer, A., et all. 2009. Anestesi Spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Media Aesculapius. Jakarta.

5. Siswo, H., 2006. Anestesi Regional, Aplikasi Klinis, dan Manfaat. Diakses dari: http://digilib.uns.ac.id

6. Kumar Vinay, Cotran Ramzi S, dan Robbins Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, ed.7. Jakarta. EGC.7. Loengnecker David, et al.2008. Anesthesiology. Mc Graw Hill Medical. New York. _1482734367.doc