myastenia gravis- dr, ayub, sps
TRANSCRIPT
MYASTENIA GRAVIS
Pembimbing:
Dr. Ayub L. Pattinama, SpS
Disusun Oleh :
Haryo Wicaksono
02 – 099
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2008
1
MYASTENIA GRAVIS
PENDAHULUAN
Myastenia gravis yang berarti “kelemahan otot yang serius” adalah satu-
satunya penyakit neuromuscular yang menggabungkan kelelahan cepat otot voluntary
dan waktu penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat butuh waktu 10 hingga 20
kali lebih lama daripada normal). Dahulu, angka kematian mencapai 90%. Angka
kematian menurun drastis sejak tersedia pengobatan dan unit perawatan pernafasan.
Sindrom klinis pertama kali dijelaskan pada tahun 1600. pada akhir tahun
1800-an, myasthenia gravis (MG) dibedakan dari kelemahan otot akibat palsi bulbaris
sebenarnya. Pada tahun 1920-an, seorang dokter yang menderita myasthenia gravis
merasakan perbaikan setelah minum efedrin untuk mengatasi kejang perut sejak
menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934, doktren lain dari Inggris (Mary Walker)
memperhatikan kemiripan gejala pada MG dan keracunan kurare. Dia menggunakan
fisostigmin anatagonis kurare untuk mengobati MG dan mengamati perbaikan yang
terjadi.
Prevalensi MG diperkirakan 14 per 100.000 populasi, dengan 36.000 kasus
terjadi di Amerika Serikat. Puncak usia awitan adalah 20 tahun, dengan rasio
perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 3:1. puncak kedua walaupun
lebih rendah dari yang pertama, terjadi pada laki-laki tua usia dalam dekade tujuh
puluhan atau delapan puluhan.
Kematian umumnya disebabkan oleh insufiensi pernapasan, walaupun dengan
perkembangan dalam perawatan intensif pernapasan, komplikasi ini lebih dapat
ditangani. Remisi spontan dapat timbul pada 10% hingga 20% pasien dan dapat
disebabkan oleh timektomi efektif pada pasien tertentu. Perempuan muda yang berada
pada stadium dini penyakit ini (5 tahun pertama setelah awitan) dan yang tidak
merespons terapi obat dengan baik sebagian besar mendapat keuntungan dari prosedur
ini.
PATOFISIOLOGI
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermielin yang
berasal dari sel kornu anterior mendulla spinalis dan batang otak. Nervus ini
mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer.
2
Nervus yang bersangkutan bercabang bekali-kali dan mampu merangsang 2000 serat
otot rangka. Kombinasi saraf motorik dengan serabut otot yang dipersarafinya disebut
unit motorik. Walaupun masing-masing neuron motorik mempersarafi banyak serabut
otot, namun masing-masng serabut otot dipersarafi oleh neuron motorik tunggal.
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot
disebut sinaps atau taut neuoromuskular. Taut neuoromuskular adalah sinaps kimia
antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar : elemen prasinaptik,
elemen pascasinaptik, dan celah sinaptik dengan lebar sekitar 200A diantara dua
elemen. Elemen prasinaptik terdiri dari akson terminal yang berisi veksikel sinaptik
dengan neurotransmiter asetilkolin. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson
terminal (bouton). Membran plasma akson terminal disebut membran prasinaps.
Elemen pascasinaptik terdiri dari membran pascasinaps (membran pasca-
penghubung), atau ujung lempeng motorik dari serat otot. Membran pascasinaps
dibentuk oleh invaginasi yang disebut saluran sinaps membran otot atau sarkolema ke
dalam tonjolan akson terminal. Membran pascasinaps memiliki banyak lipatan (celah
sub neural), yang sangat meningkatkan luas permukaan. Membran pascasinaps juga
mengandung reseptor asetilkolin dan mampu membangkitkan lempeng akhir motorik
yang sebaliknya dapat menghasilkan potensial aksi otot. Asetilkolinesterase yaitu
enzim yang merusak asetilkolin juga terdapat dalam membran pascasinaps. Celah
sinaptik mengacu pada ruangan antara membran prasinaptik dan membran
pascasinaptik. Ruang tersebut terisi oleh bahan gelatin yang dapat menyebar melalui
cairan ekstraselular (ECF).
Apabila impuls saraf mencapai taut neuromuskular, membran akson
prasinaptik terminal terdepolarisasi, menyebabkan pelepasan asetilkolin kedalam
celah sinaptik. Asetilkolin menyeberangi celah sinaptik secara difus dan menyatu
dengan bagian reseptor asetilkolin dalam membran pascasinaptik. Masuknya ion Na
secara mendadak dan keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi ujung lempeng,
yang diketahui sebagai ujung lempeng potensial (endplate potential, EPP). Ketika
EPP mencapai puncak, EPP akan menghasilkan potensial aksi dalam membran otot
tidak bertaut yang menyebar sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini merangkai
serangkaian reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi trasmisi
melewati penghubung neuromuskular, asetilkolin akan dirusak oleh enzim
asetilkolinesterase. Pada orang normal, jumlah asetilkolin yang dilepaskan lebih dari
cukup untuk menyebabkan suatu potensial aksi.
3
Dalam MG, konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah reseptor
asetilkolin normal menjadi menurun yang diyakini terjadi akibat cenderung autoimun.
Antbodi terhadap protein reseptor asetilkolin telah ditemukan dalam serum banyak
penderita MG. Penentuan bahwa hal ini akibat kerusakan reseptor primer atau
sekunder yang disebabkan oleh agen primer yang tidak diketahui akan sangat
bermanfaat daam menentukan patogenesis pasti dari MG.
Pada penderita MG, otot tampaknya normal secara makroskopik, walaupun
mungkin terdapat antrofi disuse. Atrofi terjadi akibat kurangnya latihan atau aktivitas.
Secara mikroskopik, pada beberapa pasien dapat ditemukan infiltrat limfosit dalam
otot dan organ lain namun kelainan tidak selalu ditemukan dalam otot rangka.
KLASIFIKASI
Menurut Ossreman dan Genkins myasthenia gravis dibagi menjadi :
Myasthenia gravis pada usia dewasa
- Grade I : Hanya kelemahan okular (20 %)
- Grade II : Kelelahan umum yang ringan (30 %)
- Grade III : Kelelahan umum yang sedang (11 %), berlangsung cepat.
- Grade IV : Berlangsung perlahan (9 %), terjadi lebih dari 2 tahun setelah
onset, bersifat berat atau parah.
Neonatal Transient Myasthenia Gravis
1/6 ibu penderita MG menurunkan kelainan genetik pada bayinya. Hanya
berlangsung beberapa minggu pertama.
Syndroma Myasthenia Kongenital
MANIFESTASI KLINIS
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat hipotesis terbaru dari MG
adalah suatu gangguan autoimun yang mengganggu fungsi reseptor asetilkolin dan
menurunkan efisiensi taut neuromuskular. MG paling sering timbul sebagai penyakit
tersembunyi bersifat progresif, yang ditandai oleh kelemahan dan kelelahan otot.
4
Namun keadaan tersebut tetap terbatas pada kelompok otot tertentu. Perjalanan
penyakit sangat bervariasi pada setiap pasien sehingga sulit menentukan prognosis.
Pada 90% pasien gejala awal melibatkan otot okular yang menyebabkan ptosis dan
diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dnegan memperhatikan otot levator palpebra
kelopak mata. Bila penyakit terbatas pada otot mata, perjalana penyakit sangat ringan
dan tidak meningkatkan angka mortalitas.
Otot wajah, laring, dan faring juga sering terlibat dalam MG. Keterlibatan ini
dapat mengakibatkan regurgitas melalui hidung ketika berusaha menelan (otot
palatum); bicara hidung yang abnormal; dan tidak dapat menutup mulut, yang disebut
sebagai tanda rahang menggantung (hanging jaw sign). Dengan terkenanya otot
wajah, pasien akan terlihat seperti menggeram bila mencoba tersenyum.
Keterlibatan otot pernapasan dibuktikan dengan batuk lemah, dan akhirnya
serangan dispnea, dan ketidakmampuan untuk membersihkan mukus dari cabang
trakheobronkial. Gelang bahu dan pelvis dapat terkena pada kasus berat; dapat terjadi
kelemahan umum pada otot skelet. Berdiri, berjalan atau bahkan menahan lengan
diatas kepala (misalnya, ketika menyisir rambut) dapat sulit dilakukan.
Secara umum, beristirahat dan agen antikolinesterase dapat meringankan
gejala MG. Gejala diperberat oleh (1) perubahan keseimbangan hormonal (misal,
selama kehamilan, fluktuasi dalam siklus menstruasi, atau gangguan funsi tiroid); (2)
penyakit yang terjadi pada waktu yang bersamaan khususnya infeksi traktus
pernapasan atas dan yang berkaitan dengan diare dan demam; (3) emosi kecewa –
sebagian besar pasien mengalami kelemahan otot yang lebih ketika kecewa; (4)
alkohol (khususnya dengan air tonik yang terdiri dari kuinin, yaitu obat yang
meninggalkan kelemahan otot) dan obat-obat lain.
DIAGNOSIS
Diagnosis myasthenia gravis ditegakan dari anamnesa dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesa didapatkan pasien mengalami kelemahan otot saat melakukan
aktivitas yang akan membaik setelah beristirahat, kelopak mata yang jatuh dll.
Pemeriksaan neurologik :
Tanda
Tanda meliputi :
Kelemahan otot wajah termasuk kelopak mata yang menggantung
5
Penglihatan ganda
Kesulitan bernafas, berbicara dan mengunyah
Kelemahan pada otot tangan dan kaki
Kelelahan yang disebabkan karena factor emosional
Gejala
Gejala yang umum yang terlihat pada pasien dengan Miastenia Gravis adalah :
Diplopia (penglihatan ganda)
Ptosis (kelopak mata tang menggantung)
Diplopia
Penglihatan danda yang terjadi ketika mata tidak dapat memfokuskan,
dikarenakan lemahnya satu atau lebih otot luar mata yang mengontrol pergerakan
mata. Hal ini lebih sering muncul ketika melihat ke atas atau ke samping. Untuk
menghilangkan kelemahan ini pasien akan memiringkan wajahnya kea rah otot mata
yang lebih baik.
Ptosis
Ptosis (kelopak mata yang menggantung) juga disebabkab lemahnya otot.
Kedipan mata atau kernyitan kelopak mata yang menggantung kadang-kadang dapat
terlihat. Bila kedua kelopak mata menggantung, umumnya satu mata lebih
menggantung dibandingkan yang lainnya.
Elektromiografi (EMG) memperlihatkan satu ciri khas penurunan dalam
amplitudo unit motorik potensial dengan penggunaan yang terus menerus. Tes khusus
MG adalah adanya antibodi serm terhadap reseptor asetilkolin. Setidaknya 80%
penderita MG memiliki kadar antibodi serum tertinggi yang abnormal, tetapi
penderita bentuk penyakit MG okular yang ringan atau tunggal dapat memiliki hasil
negatif palsu. Diagnosis dipastikan dengan tes Tensilon. Endrofonium klorida
(Tensilon) adalah suatu obat penghambat kolinesterase, yang diberikan secara
intravena. Pada pasien MG terlihat perbaikan kekuatan otot dalam 30 detik. Ketika
didapatkan hasil positif, perlu didapatkan diagnosis banding antara MG sejati dengan
sindrom miastenik. Penderita sindrom miastenia memiliki gejala yang sama dengan
MG sejati, namun penyebabkannya berkaitan dengan proses patologis lain (seperti
diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang menyebar). Usia awitan dua keadaan ini
6
adalag faktor pembeda yang penting. Penderita MG sejati biasanya berusia muda,
sedangkan pendeita sindrom miastenia cenderung lebih tua. Gejala sindrom miastenia
biasanya menghilang bila penyakit dasarnya dapat dikontrol.
Pada MG terjadi kelainan kelenjar timus. Walaupun terlalu kecil untuk dapat
dilihat secara radiologis, kelenjar timun sebagian besar pasien secara histologis adalah
abnormal. Perempuan usia muda cenderung mengalami hiperplasia timus sedangkan
laki-laki usia tua cenderung mengalami neoplasma timus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Foto Rontgen
Kebanyakan 20 % pasien dengan Miastenia gravis mempunyai Kelainan di
Timoma, di mana sekitar 70 % adalah Pembesaran Tymus.
CT – scan
Tampak kelainan pada semua pasien dengan miastenia gravis dengan CT-scan
with kontras.
Tes Tensilon (Edrophonium chloride)
Edrophonium choride (Tensilon) adalah Short-acting acetycholine esterase
inhibitor.
Selama test, pasien harus diperhatikan monitoring jantung.
Juga, Atropine harus diberikan pada pasien dalam keadaan bradikardia.
Dosis total 10 mg edrophonium digunakan.
Beberapa pasien mempunyai efek samping kolinergik seperti peningkatan
saliva, peningkata air mata, otot fasikulasi atau sakit abdomen
Elektromiografi (EMG)
Alat ini menggunakan elektroda yang menstimulasi otot dan mengevaluasi
fungsi otot. Kontraksi otot yang makin melemah menunjukkan adanya MG.
Single-fiber EMG
Digunakan untuk meningkatkan fiber otot dari motor unit yang sama.
Peningkatan ini disebut Jitter.
Untuk pasien Miastenia Gravis peningkatan jitter
7
Single-fiber EMG adalah kebanyakan test sensitive untuk mendemostrasikan
neuromuskulas transmission (>95%), tetapi tidak spesifik.
PENGOBATAN
Bila pasien bertahan selama 10 tahun, penyakit tersebut biasanya tetap jinak,
dan kematian akibat MG itu sendiri jarang terjadi. Pasien harus belajar hidup dalam
batasan penyakitnya; pasien ini butuh waktu 10 jam untuk tidur dimalam hari dan
bangun dalam keadaan segar, dan pasien juga membutuhkan pekerjaan alternatif dan
waktu istirahat; mereka juga harus menghindari faktor pencetus dan harus minum
obat tepat waktu.
1. Acetylcholinesterase inhibitors
Pilihan Pengobatan pertama untuk terapi simtomatis.
Kebanyakan pasien menggunakan Pyridostigmine bromide.
Acetylcholinesterase inhibitor efektif untuk peningkatan neurotransmitter
(acetylcholine) yang terdapat pada NeuroMuskularJunction (NMJ).
Dosis optimal pyridostigmine bervariasi terhadap setiap pasien.
Umum : pasien mengawali dosis 30 mg (setengah tablet) setiap 4 – 6 jam .
Pengobatan medis dengan obat antikolenesterase adalah terapi terpilih untuk
menetralkan gejala MG. Neostigmin menon-aktifkan atau merusak kolinesterase
sehingga asetilkolin tidak cepat rusak. Efeknya adalah pemulihan aktivitas otot
mendekati normal, paling tidak 80% hingga 90% dari kekuatan atau daya tahan otot
sebelumnya. Selain neostigmin (Prostigmin), piridostigmin (Mestinon), dan
ambenonium (Mytelase), digunakan juga analog sintetik lain dari obat awal yang
digunakan yaitu fifiotigmin (Eserine). Efek samping dalam traktus GI yang tidak
disenangi (kejang perut, diare) disebut efek samping muskarinik. Pasien harus
menyadari bahwa gejala-gejala ini menandakan sudah terlalu banyak obat yang
diminum setiap hari sehingga dosis selanjutnya harus diturunkan untuk mencegah
terjadinya krisis kolinergik.neostigmin paling cenderung menyebabkan efek
muskarinik, maka awalnya dapat diterangkan pada pasien untuk berhati-hati terhadap
efek samping yang nyata. Piridostigmin tersedia dalam bentuk yang berjangka waktu
dan sering digunakan sebelum tidur sehingga pasien dapat tidur sepanjang malam
tanpa harus bangun untuk minum obat
8
2. Terapi Imumunosupresive
Miastenia gravis adalah penyakit Autoimmune, dimana terapi untuk membantu
sistem immune.
Steroid Therapi
Kebanyakan pasien dengan Miastenia gravis yang menggunakan therapy
steroid mempunyai keuntungan terapi.
Steroid mempunyai potensial untuk mengurangi titer AcH-Ab pada pasien
dengan Miastenia gravis.
Dosis Prednison : 1 mg /kgbb/hari.
Efek pengendalian MG jangka panjang menyebabkan pasien memiliki dua pilihan
terapi dasar. Pilihan pertama adalah obat imunosupresif, yang semuanya memiliki
indeks terapi rendah (rasio dosis toksik terhadap dosis terapi). Terapi kortikoteroid
menyebabkan perbaikan klinis pada banyak pasien, walaupun banyak efek samping
serius terjadi akibat penggunaan jangka panjang. Beberapa pasien berespons baik
terhadap regimen kombinasi antara kortikosteroid dan piridostigmin. Azatioprin
(yaitu suatu obat imunosupresif) telah digunakan dan memiliki hasil yang baik; efek
sampingnya ringan jika dibandingkan dengan akibat kortikosteroid, dan terutama
terdiri dari gangguan GI, peningkatan enzim hati, dan leukoponia.
Pertukaran plasma mungkin efektif dalam krisis miastenia karena mampu
memindahkan antibodi ke reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat dalam
penanganan penyakit kronik.
Pilihan pengobatan jangka panjang kedua adalah bedah toraks mayor untuk
mengangkat kelenjar timus (timektomi). Sekitar 15% penderita MG memiliki tumor
atau hiperplasi kelenjar timur yang disebut timoma. Timus terlibat dalam
perkembangan sistem imun sehingga pengangkatan kelenjar bersifat kuratif bagi
beberapa pasien. Keputusan untuk melakukan timektomi dibuat berdasarkan pasien
tersebut, karena keuntungan timektomi dalam mengurangi gejala tidak sebesar pada
pasien usia tua atau yang telah menderita MG lebih dari 5 tahun. Sekitar 30%
penderita MG timoma yang menjalani timektomi pada akhirnya mengalami remisi
bebas-pengobatan. Lima puluh persen yanng lain mengalami perbaikan nyata.
KRISIS DALAM MIASTENIA GRAVIS
9
Pasien miastenik dikatakan berada dalam krisis bila sudah tidak mampu
menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat. Dua
jenis krisi adalah (1) kriris miastenik, yaitu keadaan ketika pasien membutuhkan lebih
banyak obat antikolinesterase, dan (2) krisis kolinergik, yaitu keadaan yang terjadi
akibat kelebihan obat antikolinesterase. Pada keadaan lain, ventilasi dan jalan yang
adekuat harus dipertahankan. Edrofonium klorida (Tensilon) (2 hingga 5 mg)
diberikan secara intravena sebagai tes untuk membedakan jenis krisis. Obat tersebut
menghasilkan perbaikan sementara dalam krisis miastenik namun tidak memperbaiki
atau memperburuk gejala pada krisis kolinergik.
Bila terjadi krisis miastenik, pasien dipertahankan dengan respirator. Obat
antikolinesterase tidak dapat diberikan karena obat itu meningkatkan sekresi
pernapasan dan dapat mencetuskan krisis kolinegik. Pemberian obat dimulai lagi
secara bertahap dan seringkali dosis dapat diturunkan secara krisis.AR
Pada krisis kolinergik, pasien mungkin telah meminum obat secara berlebihan
karena kesalahan atau dosisnya mungkin berlebihan karena terjadi remisi spontan.
Banyak pasien yang mengalami krisis ini disebut sebagai miastenik rapuh. Episode ini
sulit dikendalaikan dengan pengobatan dengan kisaran nterapetik yang sempit antara
kekurangan dosis dan kelebihan dosis. Respons terhadap pengobatan ini seringkali
hanya sebagian. Pada krisis kolinergik, pasien dipertahankan dengan ventilasi buatan.
Obat antikolinergik tidak dapat diberikan, dan 1 mg atropin diberikan secara intravena
dan dapat diulang bila perlu. Ketika diberi atropin, pasien harus diawasi dengan hati-
hati karena sekret pernapasan dapat mengental sehingga terjadi kesulitan mengisap,
atau sumbatan mukus dapat menghambat bronkus sehingga terjadi atelektasis.
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Hartwig, MS. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.edisi 6.Price
SA, Wilson LM. Jakarta : EGC. 2005 : 1148-51
2. Review article, Myasthenia Gravis, JAOA, vol 104, No 9, September 2004,
377-384
3. Sidharta, P. Neurologi Klinis dalam praktek umum. Pustaka universitas, No
25, 174-176
4. Penn, Audrey.Merrit Neurology 10th edition. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2000.
11