multifungsi capung@e-respiratory library usu
DESCRIPTION
Kita boleh senang kalau masih bisa bertemu banyak capung. Kenapa? Karena biondikator suatu lingkungan yang tercemar karena capung sangat menyukai lingkungan air yang bersih di danau, kolam dan sungai serta kategori serangga yang anti polutan (Siregar dkk., 1999; Siregar dkk., 2004), kontrol populasi hama pertanian dan perkebunan, pemakan jentik-jentik nyamuk, telur kodok, lintah, dan sumber protein tambahan bagi manusia.TRANSCRIPT
MULTIPERAN CAPUNG DALAM LINGKUNGAN KITA
Ameilia Zuliyanti SiregarFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
zuliyanti@yahoocom,[email protected]
Pendahuluan
Capung (Jawa: Kinjeng/Gantrung/Kutrik/Coblang, Sunda: Papatong/Kini-Kini, Batak:
Anakni Siri-Siri, Padang: Sipasin, Anak Sipatuang dan Banjarmasin: Kasasiur) selalu berada
dekat genangan air, aliran sungai, ataupun rawa-rawa. Capung menyukai cuaca yang cerah
dan terik matahari. Ada dua jenis yang biasa kita temui di alam, yaitu capung biasa
(dragonfly) dan capung jarum (damselfly), keduanya termasuk dalam ordo Odonata. Menurut
Lieftinck (1984) dan Askew (1988), capung jarum tubuhnya lebih kecil dan ramping, terbang
dengan lemah dengan luas jelajah terbatas, saat hinggap sayapnya tegak menyatu diatas
punggungnya. Manakala capung biasa tubuhnya cenderung besar, terlihat lebih kokoh,
terbang cepat, saat hinggap dengan sayap yang terbuka atau terbentang ke samping.
Capung (bangsa Odonata) adalah kelompok serangga yang mudah dikenali karena
beberapa jenis sering terlihat beterbangan di sekitar pemukiman, terutama yang berdekatan
dengan habitat perairan seperti lahan pertanian, sawah, sungai, kolam, danau, atau kubangan
air. Bahkan ada jenis capung yang sering datang ke teras atau masuk ke dalam rumah pada
malam hari, hinggap mendekati lampu karena tertarik sinar. Capung tersebut baru akan
terbang keluar rumah setelah matahari memancarkan sinarnya. Sejauh ini para ilmuwan telah
mendeskripsi 6.500 jenis capung yang ada di seantero dunia. Keragaman jenis capung dapat
dibedakan dari ukuran tubuh, panjang sayap, warna dan corak sayap maupun tubuhnya yang
sangat bervariasi.Ukuran panjang tubuh capung bervariasi dari kecil hingga sedang (20–60
mm) dengan panjang sayap 10 – 53 mm. Menurut Orr (2005), terdapat limabelas famili
Odonata dari Malaysia, terdiri dari 10 famili Zygoptera dan lima famili Anisoptera. Dalam
urutan klasifikasi, jumlah jenis dari suku Libellulidae paling banyak dibanding suku lainnya,
diperkirakan ada sekitar 1000 jenis di seluruh dunia (Orr 2004). Beberapa jenis dinamakan
capung peluncur, dikelompokkan dalam 2 marga yaitu marga Orthetrum dan marga Pantala
(Orr, 2005; Aswari, 2012). Capung peluncur marga Orthetrum sebarannya luas, meliputi
daratan Eropa, Afrika dan Asia, sedang di Indonesia ada sekitar 17 jenis (Lieftinck 1984)
diantaranya adalah Orthetrum sabina dan Pantala flavescens. Capung ini tersebar di
Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku hingga Papua.1
Capung Dominan Famili Libellulidae
Orthetrum sabina
Capung jenis ini sangat umum, pada pagi hingga siang hari sering terlihat terbang di
sekitar pemukiman atau pekarangan rumah, kebun, kolam, semak-semak, lahan pertanian,
bahkan sampai kawasan hutan. Ketika sore hari mempunyai kebiasaan menggantung vertikal
pada ranting tanaman. Capung berukuran sedang ini, mempunyai panjang abdomen (perut)
bervariasi 30 – 36 mm, sama dengan panjang sayap belakang. Tubuh capung, baik jantan
maupun betina berwarna kombinasi hijau kekuningan dengan hitam kecoklatan dan bercorak.
Larvanya berkembang didalam danau, kolam, rawa, genangan bekas sawah, sungai atau
selokan yang mengalir lambat. Serangga pemangsa ini larva dan dewasanya sangat rakus,
larva memangsa hewan yang hidup di air, terutama serangga air. Capung dewasa sambil
terbang menyambar mangsanya, antara lain nyamuk, lalat, kupu berukuran kecil
(Lycaenidae), berbagai jenis capung bahkan berkompetisi dengan sesama jenisnya (Watanabe
and Higahsi, 1989; Orr, 2005; Siregar dkk., 2008; Aswari, 2012).
Pantala flavescens
Capung ini berukuran panjang abdomen 29 – 35 mm, panjang sayap belakang 38 - 41
mm. Kepalanya besar, pangkal sayap belakang melebar, ini merupakan karakter yang mudah
dibedakan dari jenis lainnya. Warna abdomen bervariasi dari kuning hingga coklat tua,
mengikuti perkembangan umur. Dikenal sebagai jenis yang suka bermigrasi, dapat ditemukan
hingga ketinggian 2800 m dpl. Capung dewasa sering terlihat aktif terbang membentuk
koloni hingga ratusan individu yaitu pada area terbuka, sepanjang jalan di kawasan kebun,
petak-petak/lapangan rumput, sawah atau pada daerah-daerah perbukitan yang terbuka,
terutama yang terkena sinar matahari. Ketinggian terbang bisa sekitar 10 m dengan distribusi
jelajah terbang hingga 50 m. Daur hidup capung mengalami 3 tahap yaitu telur –nimfa –
dewasa. Telur berkembang menjadi nimfa yang hidup dengan insang di dalam air. Nimfa
capung hidup di dalam air selama beberapa bulan hingga tahun. Kemudian ia akan naik ke
permukaan dengan memanjat pada batang dan daun tumbuhan air sebelum akhirnya
melepaskan kulitnya untuk menjadi capung dewasa (Siregar dkk., 2008).
2
Karakteristik Capung
Menurut Orr (2005), keunikan capung adalah sebagai berikut ini:
1. Capung merupakan salah satu serangga purba yang ada di bumi sejak 300 juta tahun yang
lalu. Fosil capung terbesar yang pernah ditemukan di bumi mempunyai ukuran lebar sayap
lebih dari 3 meter.
2. Badan beruas-ruas dengan 3 pasang kaki beruas-ruas, sepasang mata, sepasang antena di
kepala, dua pasang sayap yang tumbuh setelah ukuran tubuh mencapai 1.5 cm, dengan
rahang seperti gayung atau sabit bergerigi yang berfungsi sebagai tangan untuk memotong
mangsa.
3. Bentuk perut oval dengan perbandingan ukuran panjang dan lebar tubuh 2 : 1 atau 3 : 1.
Kita mungkin sering melihat seekor capung berada di atas permukaan air. Mengapa
demikian? Ternyata di atas permukaan air capung meletakkan telur-telurnya yang
kemudian akan menetas menjadi larva. Capung akan menjaga perkembangan komunitas
dengan mempertahankan wilayah kekuasaannya.
4. Sejak menetas dari telur, capung adalah predator/prey yang mengkonsumsi plankton, ikan-
ikan kecil, serta larva hewan lainnya (Siregar dkk., 2005). Di saat sayap mereka mulai
berkembang, capung muda memiliki bagian tubuh khusus yang berada di sekitar
kepalanya yang berfungsi sebagai tongkat untuk memudahkan menangkap ikan-ikan kecil.
Di saat dewasa, capung merupakan predator alami dari nyamuk, sehingga populasi capung
yang banyak bisa menjadi pengontrol yang efektif dalam menanggulangi penyebaran
nyamuk pada suatu tempat. Bahkan sekarang capung digunakan sebagai pemangsa hama-
hama tanaman dominan pertanian seperti hama tanaman padi (Siregar dkk., 2005; Siregar
dkk., 2008), tanaman hortikultura dan lainnya.
5. Hampir seluruh masa hidup capung dihabiskan pada saat larva. Larva capung hidup kira-
kira berumur 3 tahun, setelah itu bermetamorfosis menjadi capung dewasa yang bersayap.
Capung dewasa bertahan hidup beberapa minggu bertujuan agar dapat bermetamorfosis
untuk menemukan pasangan hidup agar bisa kawin dan mendapatkan keturunan.
3
6. Sayap capung bagian depan lebih panjang daripada sayap capung bagian belakang. Bentuk
sayap seperti ini membuat capung dapat terbang sangat cepat hingga 50 km/jam, serta
dapat melakukan variasi manuver di udara (bergerak ke samping, belakang sampai
menyusuri suatu permukan benda).
7. Salah satu hal paling menarik yang ada pada capung adalah bentuk matanya. Serangga ini
memiliki mata yang besar dengan ribuan lensa yang bersegi-segi seperti pada lebah.
Dengan mata yang besar dan bersegi-segi tersebut, capung dapat melihat ke segala arah.
Hal inilah yang membuat kita agak kesulitan ketika ingin menangkap serangga ini.
Capung Berkaitan Dengan Perikanan
Tanpa kita sadari, sebagian serangga air sebenarnya merupakan predator benih ikan
yang tidak kalah berbahayanya. Meskipun berukuran kecil, serangga air umumnya memiliki
populasi yang besar di kolam benih atau kolam pendederan, sehingga menimbulkan ancaman
kerugian yang tidak kecil bagi usaha pembenihan dan pendederan ikan. Terutama jika
pembenih ikan tidak menyadari kehadiran serangga air ini di kolamnya. Umumnya, serangga
air yang menjadi predator benih ikan adalah capung yang salah satu fase hidupnya (biasanya
fase larva) di dalam air. Selanjutnya setelah post larva (nimfa atau serangga muda) dan
kemudian menjadi dewasa hidup di darat. Pada fase dewasa, serangga tersebut bukan lagi
predator langsung benih ikan, Beberapa jenis serangga air yang menjadi predator benih
mematikan adalah ucrit; kini-kini; notonecta dan lintah. Capung pada fase larva merupakan
predator benih ikan yang sangat ganas (Chowdhury and Rahman, 1984). Larva capung
menjadi salah satu faktor ketakutan bagi usaha pembenihan ikan di beberapa daerah sentra
perikanan budidaya.
Kehidupan capung tidak pernah jauh dari air. Insekta ini berkembang biak dengan
bertelur. Telurnya diletakkan pada tetumbuhan yang berada di air. Ada jenis capung yang
senang menaruh telurnya di air yang menggenang, namun ada pula jenis capung yang senang
menaruh telurnya di air yang agak deras. Setelah terjadi perkawinan, telur hasil perkawinan
akan kelihatan keesokan harinya di permukaan air. Bentuknya seperti telur kodok yang
dibaluti lendir panjang lendir antara 1 - 3 cm. Telurnya tidak begitu kentara namun jika
dipegang terasa licin di tangan. Dalam waktu 2 hari biasanya telur sudah menetas. Setelah
menetas, larva meninggalkan cangkang berlendirnya yang berada di permukaan air dan hidup
melayang-layang dalam air.
4
Untuk menjamin kelangsungan hidup telur dan anakannya, capung meletakkan telur-
telurnya di air yang dianggapnya aman dan tidak tercemar racun yang mematikan. Selain itu,
mereka sepertinya punya insting untuk meletakkan telurnya di lokasi yang banyak tersedia
makanan. Sehingga tidak heran bila telur-telur capung banyak ditemukan di areal persawahan
yang banyak serangga airnya dan juga perkolaman yang banyak benih ikannya. Setelah
menetas, larva (tempayak) dan nimfa (post larva) capung hidup dan berkembang di dasar
perairan, mengalami metamorfosis, dan akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa.
Sebagian besar siklus hidup capung adalah di dalam air. Seealh bermetamorfosis, capung
dengan panjang total 2 - 3 cm mulai memanjat tonggak-tonggak kayu atau pematang kolam
yang tak jauh dari permukaan air. Metamorfosis didahului terbukanya kulit atau cangkang di
sekitar pangkal sayap atau tengkuknya. Selanjutnya kepala muncul secara perlahan-lahan.
Seterusnya badan dan bagian ekor akan menyusul sehingga seluruh tubuhnya keluar,
termasuk kaki dan sayapnya.
Ciri Morfologis Larva Capung
Meski menjadi penyebab penurunan komoditas pembenihan ikan, namun sampai saat
ini belum banyak tulisan membahas kehidupan capung dalam memangsa benih ikan. Menurut
Orr (2004), ciri-ciri morfologis capung adalah sebagai berikut:
1. Capung menghabiskan masa hidupnya di dalam air sejak dari telur, menetas menjadi larva
hingga mencapai panjang 2 cm. Setelah itu bermetamorfosa menjadi nimfa dan
selanjutnya akan melepaskan diri dari kulit (karapas) menjadi anak capung. Setelah
periode ini masa hidupnya pun beralih ke darat.
2. Larva capung bernafas di dalam air menggunakan insang internal.
3. Larva dan capung nimfa mampu hidup di luar air apabila ditaruh di darat berjam lamanya.
4. Larva capung memiliki kemampuan berenang cepat yang digerakkan oleh alat renang di
bagian ujung ekornya.
5. Larva suka bersembunyi dan menempel dengan cengkeraman kakinya pada akar atau
tanaman air, lumpur berlumut di dasar bak, kolam, substrat tanaman di perairan.
6. Larva capung memangsa benih ikan dengan cara menyergap secepat kilat dengan
tangannya.
7. Capung memiliki sifat membunuh sesamanya (kanibal) dan capung suka berjingkrak-
jingkrak dengan mengangkat bagian perutnya.
5
Menurut pengamatan Folsom (1980) dan Khairul dan Toguan (2008) di lapangan
menunjukkan ada beberapa jenis capung yang menjadi ancaman serius bagi benih ikan, yaitu:
- Jenis 1. Capung ini tergolong paling banyak ditemukan. Berasal dari induk-induk capung
yang beraneka warna seperti kuning, merah, cokelat dan biru. Larva capung ini
memiliki mata dengan posisi tepat di kiri-kanan bagian atas kepalanya. Bentuk
kepalanya mirip segitiga meruncing ke bawah jika dilihat dari depan. Warna
dominan tubuhnya agak kuning-kecokelatan. Bentuk rahang mirip gayung air
berfungsi sebagai tangan menangkap dan memotong mangsa. Contohnya capung
dari famili Aeshnidae, Libellulidae, Calopteygidae, Coenagrionidae dan famili lain.
- Jenis 2. Jenis capung kedua ini tergolong sering ditemukan saat pengeringan dan panen
benih ikan dalam kolam. Namun jenis yang ditemui tidak sebanyak jumlah jenis
pertama. Berasal dari induk yang memiliki mata menyerupai tanduk menyembul
dengan posisi di bagian depan kiri-kanan kepala. Warna dominan tubuhnya agak
kuning-kecokelatan. Pembeda dengan jenis pertama adalah ukuran tubuhnya lebih
besar serta kaki-kakinya lebih panjang. Selain itu, memiliki rahang bentuk sabit
bergerigi kuat yang berfungsi sebagai tangan dan pemotong mangsa. Contohnya
capung dari famili Aeshnidae, Libellulidae, Gomphidae, dan famili lainnya.
- Jenis 3. Capung jenis ketiga ini tergolong jarang ditemukan. Merupakan larva dari capung
berwarna belang hijau-kehitaman. Larva capung ini memiliki mata yang relatif
kecil. Posisinya di tepi kiri-kanan kepalanya. Bentuk badannya lebih kecil dan
lebih keras dibanding dengan jenis pertama dan kedua. Selain itu, memiliki warna
badan dominan hitam dan posisi kaki tidak mengangkang, tetapi melipat seukuran
badannya. Bila dibanding dengan jenis pertama dan kedua, jenis ketiga ini tidak
memiliki rahang untuk menangkap dan memotong mangsanya, sehingga efeknya
bagi hasil produksi benih tidak terlalu merugikan. Contohnya capung dari famili
Aeshnidae, Calopteygidae dan Libellulidae.
- Jenis 4. Capung golongan ini jarang ditemukan. Merupakan larva dari capung yang
badannya lebih kecil dan ukurannya 0,25 kali ukuran tubuh capung jenis pertama,
kedua dan ketiga. Memiliki mata yang tergolong besar jika dibandingkan dengan
besar kepalanya. Bentuk badannya kecil memanjang dengan perbandingan panjang
total dan lebar total badannya adalah 13 : 1. Warna badannya cokelat kekuning-
kuningan. Contohnya capung dari famili Coenagrionidae dan Calopterygidae.
6
Kebiasaan Memangsa Capung
Capung yang berukuran besar dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan.
Capung memangsa benih ikan dengan jalan mengisap darah benih ikan.
Sebagai pernangsa, kini-kini dilengkapi alat khusus berupa rahang yang kuat dan besar serta
"tangan" yang digunakan untuk memotong mangsanya. Mangsa dipotong agar mudah
dimakan dengan cepat. Pergerakan kini-kini sangat cepat karena dilengkapi tangan dan kaki
serta alat bantu renang yang terdapat di bagian ekornya. Selain itu, capung bisa juga
melakukan penyamaran dengan bersembunyi di dasar kolam maupun di dinding bak atau
pematang dengan jalan menempel pada tanaman air atau benda lain seperti ranting
kayu/tanaman air yang ada kolam.
Capung mulai memangsa benih ikan sejak ukuran panjang badannya 5 mm. Capung
menjadi lebih ganas jika ukuran panjang total badannya sudah mencapai 1,5 - 2,0 cm hingga
menjelang masa metamorfosis menjadi anak capung. Keganasannya ini dipengaruhi oleh
daya renangnya, daya cengkeramannya dan ukuran tubuhnya yang semakin besar sehingga
mampu melumpuhkan benih ikan dalam jumlah lebih banyak. Benih yang lebih mudah
dimangsa adalah larva ikan yang masih berusia muda di bawah 1 bulan. Dari pengalaman di
lapangan menunjukkan bahwa benih ikan mas, ikan gurami, ikan sepat merupakan mangsa
favorit capung. Benih ikan nila jarang dimangsa kini-kini karena memiliki duri dan sisik yang
keras serta pergerakan yang lincah.
Umumnya ikan-ikan yang memiliki pertumbuhan lambat seperti benih gurami atau
benih ikan yang tidak dipelihara dengan baik,tidak dibarengi dengan pemberian pakan
intensif (sehingga pertumbuhannya lambat), menjadi mangsa empuk capung. Selain itu, besar
kecilnya ukuran kolam juga memberi andil dalam proses pemangsaan ikan oleh capung.
Kolam yang lebih sempit memudahkan capung untuk melakukan pemangsaan. Capung
bahkan masih sempat memangsa benih ikan yang ditampung di baskom saat panen. Jika saat
panen di antara benih terdapat larva capung, predator ini harus segera ditangkap dan
dipindahkan kelokasi perairan agar tumbuh menjadi capung dewasa yang berguna sebagai
predator bagi bidang pertanian dan perkebunan.
7
Indikator Keberadaan Capung
Jika banyak capung beterbangan di sekitar kolam, dipastikan terdapat larva capung
yang banyak disekitar perairan kolam tersebut. Makin banyak capung beterbangan di lokasi,
makin banyak pula populasi larva capung. Masa pergantian kulit (molting) capung mirip
proses perkembangan jenis udang-udangan. Pada saat ini kondisinya sangat lemah dan
tubuhnya lunak. Kondisi seperti ini merupakan masa bahaya baginya dari serangan musuh.
Alat pemangsanya pun tidak berfungsi. Saat berganti kulit ini ia akan mengalami
pertambahan besar yang cepat, seakan-akan ia mengembang dan hari demi hari kulitnya akan
mengeras. Begitu selanjutnya hingga ia mengalami pergantian kulit beberapa kali. Sisa kulit
atau karapasnya itu biasanya terapung di permukaan kolam. Ini bisa menjadi indikator bahwa
di kolam terdapat larva capung. Semakin banyak larva dan capung dewasa di temukan di
suatu ekosistem perairan menandakan kawasan perairan dikategorikan bersih dan belum
tercemar karena capung tidak toleran hidup diperairan tercemar (Siregar dkk., 1999; Siregar
dkk., 2004).
Pengendalian Capung Dalam Bidang Perikanan
Kehadiran capung di kolam benih ikan dapat dikendalikan sedini mungkin.
Pengendalian dapat dilakukan secara mekanis, biologis maupun kimiawi. Pengendalian
secara mekanis antara lain dengan mengendalikan perkembangbiakan induk, telur serta larva
capung. Pengendalian biologis menekankan pada upaya pemeliharaan benih yang tahan atau
bisa terhindar dari larva capung. Sementara pengendalian secara kimiawi umumnya
dilakukan dengan pemberantasan menggunakan insektisida.
Pengendalian Secara Mekanis
Keberadaan capung di sekitar areal perkolaman umumnya disebabkan oleh dua hal.
Pertama, faktor ketersediaan makanan bagi capung dewasa dan kedua, faktor air sebagai
media untuk peletakan telur dan membesarkan larva. Selain itu, tanaman semak dan perdu
memudahkan capung untuk hinggap. Untuk mengendalikannya, jagalah kebersihan pematang
atau tanggul kolam baik dari rerumputan/semak maupun perdu. Usahakan rumput/semak di
tanggul tidak terlalu tinggi. Kolam atau bak pemeliharaan benih yang berukuran kecil (< 50
ml) dapat ditutup dengan kain waring/jaring sehingga capung tidak bisa meletakkan telurnya
ke dalam bak. Jika di dalam kolam ditemukan telur capung, langsung ciduk menggunakan
8
seser atau serokan halus. Telur yang berhasil disero dibuang ke tanah dengan cara
mengempas-empaskan seser agar lendir yang menempel terlepas.
Jika populasi larva capung di kolam cukup banyak, lakukan perburuan. Memburu larva
capung lebih efektif jika dilakukan pada malam hari karena saat itu larva capung lebih aktif,
dan keberadaan manusia tidak mudah diketahui. Perburuan dilakukan memakai senter yang
terang, baskom penampung yang diisi sedikit air dan seser halus sebagai penangkap. Untuk
lebih mudahnya, gunakan senter yang ditaruh di kepala. Larva capung pada malam hari
biasanya sering berada di sekitar dasar kolam atau tebing pematang dan jelas terlihat apabila
air kolam tidak keruh, atau pada kolam beton.
Pengendalian Secara Biologis
Pengendalian secara biologis pada dasarnya memanfaatkan kelemahan larva capung
dan juga kelebihan benih ikan jenis tertentu. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa
populasi larva capung hanya sedikit di kolam pemeliharaan benih ikan yang memiliki
pertumbuhan relatif cepat, gerakan berenang aktif, omnivora seperti ikan mas dan nila atau
pemakan hewan-hewan renik (karnivora) seperti lele dumbo. Hal ini kemungkinan karena
populasi larva capung terdesak oleh populasi benih ikan di mana ukuran benih ikan lebih
cepat besar dibandingkan denga larva capung sehingga sulit untuk dimangsa. Sebaliknya,
banyak larva capung ditemukan pada kolam pemeliharaan benih gurami yang
pertumbuhannya lambat, herbivora, serta gerakan berenangnya kurang aktif.
Ukuran benih gurami rata-rata kalah besar dibanding larva capung, sehingga wajar bila
benih gurami mudah dimangsa. Apalagi pada malam hari (saat kini-kini aktif mencari
makan), benih gurami sangat jinak berenang di sekitar permukaan air, sehingga mudah
dimangsa. Selain itu, meski perlu pengamatan lebih jauh, ada kecenderungan bahwa benih
yang berwarna terang lebih disenangi kini-kini dibanding yang berwarna gelap.
Semakin besar ukuran benih ikan, semakin bebas benih itu dari gangguan larva capung.
Namun terbatasnya tempat dan biaya, membuat larva ikan harus segera ditebarkan ke kolam.
Semakin cepat larva ikan ditebarkan ke kolam, semakin kecil ukurannya. sehingga menjadi
mangsa yang mudah disantap larva capung. Untuk itu ada baiknya benih yang ditebar di
kolam adalah benih yang berukuran lebih besar. Benih yang masih kecil sebaiknya dipelihara
lebih lama di dalam wadah tertutup (bak beton permanen, bak fiberglass atau akuarium)
dengan pemberian pakan yang berkualitas seperti kutu air, cacing sutera dan artemia,
sehingga pertumbuhannya cepat dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Untuk benih
9
gurami yang pertumbuhannya lambat akan lebih aman ditebar dengan sistem mutasi/pindah
dari kolam yang satu ke kolam lainnya setiap 15 hari. Kelihatannya lebih merepotkan tetapi
relatif menjadi lebih aman.
Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi menggunakan insektisida (racun serangga) merupakan
cara terakhir untuk memberantas kini kini. Penyemprotan pertama dilakukan sebelum benih
ditebar dan penyemprotan susulan dilakukan setelah benih ditebar. Penyemprotan susulan ini
sifatnya optional (hanya dilakukan jika populasi kini-kini sangat banyak) dan dilakukan
secara hati-hati. Sebab, pada saat penyemprotan susulan kolam telah berisi benih ikan.
Dilemanya, dosis penyemprotan terlalu rendah tidak akan mematikan larva capung.
Sebaliknya, jika dosis dinaikkan, benih ikan ikut mati. Ada yang menyarankan,
penyemprotan susulan tidak perlu dilakukan. Sebagai gantinya, dilakukan pemberantasan
secara mekanis dengan menangkapi larva capung menggunakan tangan/serer dan dibunuh
agar benih ikan dapat hidup dengan aman.
Jenis insektisida yang sering digunakan pembenih adalah Ripcord 50 EC dengan dosis
4 cc untuk 1 m3 air kolam. Kondisi air kolam dibiarkan tergenang agar daya racun tidak
berkurang. Dosis ini adalah untuk penyemprotan pertama sebelum larva ikan ditebarkan.
Penyemprotan dilakukan menjelang Siang hari pada saat terik matahari jangan menyemprot
pada saat hujan karena akan sia-sia. Pada saat penyemprotan, aliran air masuk dan air keluar
ditutup. Insektisida yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam tangki handsprayer lalu
diencerkan dengan air. Selanjut nya disemprotkan secara merata ke permukaan kolam. Jika
tidak ada handsprayer, dapat juga menggunakan baskom dan larutan insektisida dengan cara
dipercik-percikkan secara merata ke seluruh permukaan kolam.
Manfaat Capung Dalam Kehidupan
Kita boleh senang kalau masih bisa bertemu banyak capung. Kenapa? Karena telur
dan nimfa capung hanya bisa berkembang biak dan bertahan hidup di perairan air yang tidak
tercemar. Sudah pasti kalau air tercemar karena limbah industri atau obat-obat pembasmi
hama, maka capung tidak bisa berkembang biak dengan baik. Capung berfungsi sebagai
biondikator suatu lingkungan yang tercemar karena capung sangat menyukai lingkungan air
10
yang bersih di danau, kolam dan sungai serta kategori serangga yang anti polutan (Siregar
dkk., 1999; Siregar dkk., 2004).
Sungai Brantas merupakan sungai dengan panjang 320 km. Bermata air di Desa
Sumber Brantas (Kota Batu), sungai ini mengaliri 16 kabupaten/kota di Jawa Timur seperti
Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Sayangnya, sungai sepanjang
Brantas pun tak luput dari pencemaran yang berasal dari pestisida, limbah pertanian, limbah
pemukiman sampai limbah industri. Padahal masyarakat di sepanjang aliran sungai Brantas
sangat bergantung dalam hal irigasi untuk areal persawahan dan untuk bahan baku air minum.
Sama juga dengan capung yang kena imbasnya karena habitat mereka makin lama makin
tidak layak untuk dijadikan sebagai tempat hidup. Tak jauh beda dengan nasib Sungai Deli,
Sungai Babura, Sungai Wampu, Sungai Denai, dan sungai-sungai lainya di kota Medan
mengalami nasib yang sama seperti yang dialami Sungai/Kali Brantas.
Disamping itu, jenis-jenis capung bermanfaat dalam menekan populasi hama disuatu
lahan pertanian. Capung yang dikategorikan sebagai predator diidentifikasi pada lahan
pertanaman padi di Desa Manik Rambung, Sumatera Utara, khususnya dari jenis
Agriocnemis pygmaea, A. femina, Ishnura senegalensis, Orthetrum sabina, Pantala
flavescens dan species lainnya yang memakan hama-hama dominan tanaman padi, seperti
Nephotetix, Nilaparvata lugens, Sogatella furcipera, Scircophaga innotata, Chilo supressalis,
Nymphula depunctalis, Valanga, Oxya, Lepidoptera dan hama-hama padi lainnya (Folsom
1980; Watanabe 1989; Baehaki, 1992; Schaffner and Bradley, 1998. Che Salmah 1996; Anna
and Bradley 2007).
Manakala, nimfa capung berperan sebagai serangga pemakan jentik-jentik nyamuk,
telur kodok, lintah, dan ikan-ikan kecil lainnya (capung tertentu dapat juga dikategorikan
sebagai pakan ikan). Selain itu, sebahagian masyarakat kita yang mengkonsumsi capung
sebagai sumber protein tambahan (Aswari, 2012).
11
Daftar Pustaka
Askew, R.R. 1988. The Dragonflies of Europe. Harley Books, Colchester, England. 291pp.Aswari, Pudji. 2012. Capung Peluncur (Orthtrum sabina dan Pantala flavesecens) (Odonata:
Anisoptera, Libelulidae). Warta Konservasi Lahan Basah 20 (4):14-15. Anna, K.S. and Bradley, R.A. 2007. Influence of predator presence and prey density on
behaviour and growth of damselfly larvae (Ishnura elegans) (Odonata: Zygoptera). Journal of insect Behaviour 11 (6): 793-809.
Baehaki. 1992. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Angkasa, Bandung.1-44pp.Che Salmah, M.R. 1996. Some Aspect of Biology and Ecology of Neurothemis tullia (Drury)
(Odonata: Libellulidae) in Laboratory and Rainfed Rice Field in Peninsular Malaysia. Ph.D thesis, Universiti Pertanian Malaysia, Serdang, Selangor.
Chowdhury, S.H. and Rahman, E. 1984. Food preference and rate of feeding in some dragonfly larvae (Anisoptera Odonata) Ann. Ent. 2:(1):1-6.
Folsom, T.C. 1980. Predation ecology and food of the larval dragonfly Anax junius (Aeshenidae). Ph.D Thesis, University of Toronto, Canada.
Kandibane, M, Raguraman, S. and Ganapathy, N. 2005. Relative abundance and diversity of Odonata in an irrigated rice field of Madurai, Tamil Nadu. Zoo’s Print Journal 20 (11): 2051-2052.
Khairul Amri dan Toguan Sihombing. 2008. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Krishnasamy N, Chautian O.P. and Das, R.K. 1984. Some common predators of rice insects
pests in Assam, India. Int. Rice Res, Newsl. 9(2): 15-16.Lieftinck, M,A., J.C. Lien, and T.C. Maa. 1984. Catalogue of Taiwanese Dragonflies
(Insecta: Odonata). Asian Ecological Society, Taichung, Taiwan. 81pp.Orr, A.G. 2004. Dragonflies of Borneo. Natural History Publications (Borneo), Malaysia.
Pp.1-125Orr, A.G. 2005. Dragonflies of Peninsular Malaysia and Singapore. Natural History
Publications (Borneo), Malaysia.1-125.Pritchard, G. 1964. The prey of dragonfly larvae (Odonata: Anisoptera) in ponds in Northern
Alberta. Can J Zool 42: 785-800.Schaffner, A. K., and Bradley, R. A. 1998. Influence of predator presence and prey density
on behavior and growth of damselfly larvae (Ischnura elegans) (Odonat: Zygoptera). Insect Behaviour 11 (6): 793-809. Schaffner and Bradley (1998);
Siregar, A.Z. 1999. Komposisi dan Kepelbagaian Serangga Akuatik di Lembangan Sungai Kerian (LSK), Kedah-Perak, Malaysia. Thesis Master. Universiti Sains Malaysia. 256 pp.
Siregar, A.Z. Che Salmah Md.Rawi and A. Hassan Ahmad. 2004. Komunitas Odonata (Serangga: Capung) di Perairan Sungai Tropis, Malaysia. J. Wetland Science 2 (1): 1-8.
Siregar, A.Z. Che Salmah Md.Rawi and A. Hassan Ahmad. 2005. The Diversity of Odonata in Relation to Ecosystem and Land Use in Northern Peninsular Malaysia. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura 40 (2):106-111.
Siregar, A. Z., Che Salmah Md. Rawi, and Zulkifli Nasution. 2008. List of Odonata in Upland Rice Field at Manik Rambung, Siantar, North of Sumatera. Jurnal Kultivar 1(2): 89-93.
Wanatabe, M. and Higashi, T. 1989. Sexual difference of lifetime movement in adults of the Japanese skimmer: Orthetrum japonicum (Odonata:Libellulidae) in a forest paddy field complex. Ecol. Res. 4:85-97.
12