multifungsi capung@e-respiratory library usu

20
MULTIPERAN CAPUNG DALAM LINGKUNGAN KITA Ameilia Zuliyanti Siregar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara zuliyanti@yahoocom,[email protected] Pendahuluan Capung (Jawa: Kinjeng/Gantrung/Kutrik/Coblang, Sunda: Papatong/Kini-Kini, Batak: Anakni Siri-Siri, Padang: Sipasin, Anak Sipatuang dan Banjarmasin: Kasasiur) selalu berada dekat genangan air, aliran sungai, ataupun rawa-rawa. Capung menyukai cuaca yang cerah dan terik matahari. Ada dua jenis yang biasa kita temui di alam, yaitu capung biasa (dragonfly) dan capung jarum (damselfly), keduanya termasuk dalam ordo Odonata. Menurut Lieftinck (1984) dan Askew (1988), capung jarum tubuhnya lebih kecil dan ramping, terbang dengan lemah dengan luas jelajah terbatas, saat hinggap sayapnya tegak menyatu diatas punggungnya. Manakala capung biasa tubuhnya cenderung besar, terlihat lebih kokoh, terbang cepat, saat hinggap dengan sayap yang terbuka atau terbentang ke samping. Capung (bangsa Odonata) adalah kelompok serangga yang mudah dikenali karena beberapa jenis sering terlihat beterbangan di sekitar pemukiman, terutama yang berdekatan dengan habitat perairan seperti lahan pertanian, sawah, sungai, kolam, danau, atau kubangan air. Bahkan ada jenis capung yang sering datang ke teras atau masuk ke dalam rumah pada malam hari, hinggap mendekati lampu karena tertarik sinar. Capung tersebut baru akan terbang keluar rumah setelah 1

Upload: ameilia-zuliyanti-siregar

Post on 03-Jan-2016

231 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Kita boleh senang kalau masih bisa bertemu banyak capung. Kenapa? Karena biondikator suatu lingkungan yang tercemar karena capung sangat menyukai lingkungan air yang bersih di danau, kolam dan sungai serta kategori serangga yang anti polutan (Siregar dkk., 1999; Siregar dkk., 2004), kontrol populasi hama pertanian dan perkebunan, pemakan jentik-jentik nyamuk, telur kodok, lintah, dan sumber protein tambahan bagi manusia.

TRANSCRIPT

Page 1: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

MULTIPERAN CAPUNG DALAM LINGKUNGAN KITA

Ameilia Zuliyanti SiregarFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

zuliyanti@yahoocom,[email protected]

Pendahuluan

Capung (Jawa: Kinjeng/Gantrung/Kutrik/Coblang, Sunda: Papatong/Kini-Kini, Batak:

Anakni Siri-Siri, Padang: Sipasin, Anak Sipatuang dan Banjarmasin: Kasasiur) selalu berada

dekat genangan air, aliran sungai, ataupun rawa-rawa. Capung menyukai cuaca yang cerah

dan terik matahari. Ada dua jenis yang biasa kita temui di alam, yaitu capung biasa

(dragonfly) dan capung jarum (damselfly), keduanya termasuk dalam ordo Odonata. Menurut

Lieftinck (1984) dan Askew (1988), capung jarum tubuhnya lebih kecil dan ramping, terbang

dengan lemah dengan luas jelajah terbatas, saat hinggap sayapnya tegak menyatu diatas

punggungnya. Manakala capung biasa tubuhnya cenderung besar, terlihat lebih kokoh,

terbang cepat, saat hinggap dengan sayap yang terbuka atau terbentang ke samping.

Capung (bangsa Odonata) adalah kelompok serangga yang mudah dikenali karena

beberapa jenis sering terlihat beterbangan di sekitar pemukiman, terutama yang berdekatan

dengan habitat perairan seperti lahan pertanian, sawah, sungai, kolam, danau, atau kubangan

air. Bahkan ada jenis capung yang sering datang ke teras atau masuk ke dalam rumah pada

malam hari, hinggap mendekati lampu karena tertarik sinar. Capung tersebut baru akan

terbang keluar rumah setelah matahari memancarkan sinarnya. Sejauh ini para ilmuwan telah

mendeskripsi 6.500 jenis capung yang ada di seantero dunia. Keragaman jenis capung dapat

dibedakan dari ukuran tubuh, panjang sayap, warna dan corak sayap maupun tubuhnya yang

sangat bervariasi.Ukuran panjang tubuh capung bervariasi dari kecil hingga sedang (20–60

mm) dengan panjang sayap 10 – 53 mm. Menurut Orr (2005), terdapat limabelas famili

Odonata dari Malaysia, terdiri dari 10 famili Zygoptera dan lima famili Anisoptera. Dalam

urutan klasifikasi, jumlah jenis dari suku Libellulidae paling banyak dibanding suku lainnya,

diperkirakan ada sekitar 1000 jenis di seluruh dunia (Orr 2004). Beberapa jenis dinamakan

capung peluncur, dikelompokkan dalam 2 marga yaitu marga Orthetrum dan marga Pantala

(Orr, 2005; Aswari, 2012). Capung peluncur marga Orthetrum sebarannya luas, meliputi

daratan Eropa, Afrika dan Asia, sedang di Indonesia ada sekitar 17 jenis (Lieftinck 1984)

diantaranya adalah Orthetrum sabina dan Pantala flavescens. Capung ini tersebar di

Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku hingga Papua.1

Page 2: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

Capung Dominan Famili Libellulidae

Orthetrum sabina

Capung jenis ini sangat umum, pada pagi hingga siang hari sering terlihat terbang di

sekitar pemukiman atau pekarangan rumah, kebun, kolam, semak-semak, lahan pertanian,

bahkan sampai kawasan hutan. Ketika sore hari mempunyai kebiasaan menggantung vertikal

pada ranting tanaman. Capung berukuran sedang ini, mempunyai panjang abdomen (perut)

bervariasi 30 – 36 mm, sama dengan panjang sayap belakang. Tubuh capung, baik jantan

maupun betina berwarna kombinasi hijau kekuningan dengan hitam kecoklatan dan bercorak.

Larvanya berkembang didalam danau, kolam, rawa, genangan bekas sawah, sungai atau

selokan yang mengalir lambat. Serangga pemangsa ini larva dan dewasanya sangat rakus,

larva memangsa hewan yang hidup di air, terutama serangga air. Capung dewasa sambil

terbang menyambar mangsanya, antara lain nyamuk, lalat, kupu berukuran kecil

(Lycaenidae), berbagai jenis capung bahkan berkompetisi dengan sesama jenisnya (Watanabe

and Higahsi, 1989; Orr, 2005; Siregar dkk., 2008; Aswari, 2012).

Pantala flavescens

Capung ini berukuran panjang abdomen 29 – 35 mm, panjang sayap belakang 38 - 41

mm. Kepalanya besar, pangkal sayap belakang melebar, ini merupakan karakter yang mudah

dibedakan dari jenis lainnya. Warna abdomen bervariasi dari kuning hingga coklat tua,

mengikuti perkembangan umur. Dikenal sebagai jenis yang suka bermigrasi, dapat ditemukan

hingga ketinggian 2800 m dpl. Capung dewasa sering terlihat aktif terbang membentuk

koloni hingga ratusan individu yaitu pada area terbuka, sepanjang jalan di kawasan kebun,

petak-petak/lapangan rumput, sawah atau pada daerah-daerah perbukitan yang terbuka,

terutama yang terkena sinar matahari. Ketinggian terbang bisa sekitar 10 m dengan distribusi

jelajah terbang hingga 50 m. Daur hidup capung mengalami 3 tahap yaitu telur –nimfa –

dewasa. Telur berkembang menjadi nimfa yang hidup dengan insang di dalam air. Nimfa

capung hidup di dalam air selama beberapa bulan hingga tahun. Kemudian ia akan naik ke

permukaan dengan memanjat pada batang dan daun tumbuhan air sebelum akhirnya

melepaskan kulitnya untuk menjadi capung dewasa (Siregar dkk., 2008).

2

Page 3: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

Karakteristik Capung

Menurut Orr (2005), keunikan capung adalah sebagai berikut ini:

1. Capung merupakan salah satu serangga purba yang ada di bumi sejak 300 juta tahun yang

lalu. Fosil capung terbesar yang pernah ditemukan di bumi mempunyai ukuran lebar sayap

lebih dari 3 meter.

2. Badan beruas-ruas dengan 3 pasang kaki beruas-ruas, sepasang mata, sepasang antena di

kepala, dua pasang sayap yang tumbuh setelah ukuran tubuh mencapai 1.5 cm, dengan

rahang seperti gayung atau sabit bergerigi yang berfungsi sebagai tangan untuk memotong

mangsa.

3. Bentuk perut oval dengan perbandingan ukuran panjang dan lebar tubuh 2 : 1 atau 3 : 1.

Kita mungkin sering melihat seekor capung berada di atas permukaan air. Mengapa

demikian? Ternyata di atas permukaan air capung meletakkan telur-telurnya yang

kemudian akan menetas menjadi larva. Capung akan menjaga perkembangan komunitas

dengan mempertahankan wilayah kekuasaannya.

4. Sejak menetas dari telur, capung adalah predator/prey yang mengkonsumsi plankton, ikan-

ikan kecil, serta larva hewan lainnya (Siregar dkk., 2005). Di saat sayap mereka mulai

berkembang, capung muda memiliki bagian tubuh khusus yang berada di sekitar

kepalanya yang berfungsi sebagai tongkat untuk memudahkan menangkap ikan-ikan kecil.

Di saat dewasa, capung merupakan predator alami dari nyamuk, sehingga populasi capung

yang banyak bisa menjadi pengontrol yang efektif dalam menanggulangi penyebaran

nyamuk pada suatu tempat. Bahkan sekarang capung digunakan sebagai pemangsa hama-

hama tanaman dominan pertanian seperti hama tanaman padi (Siregar dkk., 2005; Siregar

dkk., 2008), tanaman hortikultura dan lainnya.

5. Hampir seluruh masa hidup capung dihabiskan pada saat larva. Larva capung hidup kira-

kira berumur 3 tahun, setelah itu bermetamorfosis menjadi capung dewasa yang bersayap.

Capung dewasa bertahan hidup beberapa minggu bertujuan agar dapat bermetamorfosis

untuk menemukan pasangan hidup agar bisa kawin dan mendapatkan keturunan.

3

Page 4: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

6. Sayap capung bagian depan lebih panjang daripada sayap capung bagian belakang. Bentuk

sayap seperti ini membuat capung dapat terbang sangat cepat hingga 50 km/jam, serta

dapat melakukan variasi manuver di udara (bergerak ke samping, belakang sampai

menyusuri suatu permukan benda).

7. Salah satu hal paling menarik yang ada pada capung adalah bentuk matanya. Serangga ini

memiliki mata yang besar dengan ribuan lensa yang bersegi-segi seperti pada lebah.

Dengan mata yang besar dan bersegi-segi tersebut, capung dapat melihat ke segala arah.

Hal inilah yang membuat kita agak kesulitan ketika ingin menangkap serangga ini.

Capung Berkaitan Dengan Perikanan

Tanpa kita sadari, sebagian serangga air sebenarnya merupakan predator benih ikan

yang tidak kalah berbahayanya. Meskipun berukuran kecil, serangga air umumnya memiliki

populasi yang besar di kolam benih atau kolam pendederan, sehingga menimbulkan ancaman

kerugian yang tidak kecil bagi usaha pembenihan dan pendederan ikan. Terutama jika

pembenih ikan tidak menyadari kehadiran serangga air ini di kolamnya. Umumnya, serangga

air yang menjadi predator benih ikan adalah capung yang salah satu fase hidupnya (biasanya

fase larva) di dalam air. Selanjutnya setelah post larva (nimfa atau serangga muda) dan

kemudian menjadi dewasa hidup di darat. Pada fase dewasa, serangga tersebut bukan lagi

predator langsung benih ikan, Beberapa jenis serangga air yang menjadi predator benih

mematikan adalah ucrit; kini-kini; notonecta dan lintah. Capung pada fase larva merupakan

predator benih ikan yang sangat ganas (Chowdhury and Rahman, 1984). Larva capung

menjadi salah satu faktor ketakutan bagi usaha pembenihan ikan di beberapa daerah sentra

perikanan budidaya.

Kehidupan capung tidak pernah jauh dari air. Insekta ini berkembang biak dengan

bertelur. Telurnya diletakkan pada tetumbuhan yang berada di air. Ada jenis capung yang

senang menaruh telurnya di air yang menggenang, namun ada pula jenis capung yang senang

menaruh telurnya di air yang agak deras. Setelah terjadi perkawinan, telur hasil perkawinan

akan kelihatan keesokan harinya di permukaan air. Bentuknya seperti telur kodok yang

dibaluti lendir panjang lendir antara 1 - 3 cm. Telurnya tidak begitu kentara namun jika

dipegang terasa licin di tangan. Dalam waktu 2 hari biasanya telur sudah menetas. Setelah

menetas, larva meninggalkan cangkang berlendirnya yang berada di permukaan air dan hidup

melayang-layang dalam air.

4

Page 5: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

Untuk menjamin kelangsungan hidup telur dan anakannya, capung meletakkan telur-

telurnya di air yang dianggapnya aman dan tidak tercemar racun yang mematikan. Selain itu,

mereka sepertinya punya insting untuk meletakkan telurnya di lokasi yang banyak tersedia

makanan. Sehingga tidak heran bila telur-telur capung banyak ditemukan di areal persawahan

yang banyak serangga airnya dan juga perkolaman yang banyak benih ikannya. Setelah

menetas, larva (tempayak) dan nimfa (post larva) capung hidup dan berkembang di dasar

perairan, mengalami metamorfosis, dan akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa.

Sebagian besar siklus hidup capung adalah di dalam air. Seealh bermetamorfosis, capung

dengan panjang total 2 - 3 cm mulai memanjat tonggak-tonggak kayu atau pematang kolam

yang tak jauh dari permukaan air. Metamorfosis didahului terbukanya kulit atau cangkang di

sekitar pangkal sayap atau tengkuknya. Selanjutnya kepala muncul secara perlahan-lahan.

Seterusnya badan dan bagian ekor akan menyusul sehingga seluruh tubuhnya keluar,

termasuk kaki dan sayapnya.

Ciri Morfologis Larva Capung

Meski menjadi penyebab penurunan komoditas pembenihan ikan, namun sampai saat

ini belum banyak tulisan membahas kehidupan capung dalam memangsa benih ikan. Menurut

Orr (2004), ciri-ciri morfologis capung adalah sebagai berikut:

1. Capung menghabiskan masa hidupnya di dalam air sejak dari telur, menetas menjadi larva

hingga mencapai panjang 2 cm. Setelah itu bermetamorfosa menjadi nimfa dan

selanjutnya akan melepaskan diri dari kulit (karapas) menjadi anak capung. Setelah

periode ini masa hidupnya pun beralih ke darat.

2. Larva capung bernafas di dalam air menggunakan insang internal.

3. Larva dan capung nimfa mampu hidup di luar air apabila ditaruh di darat berjam lamanya.

4. Larva capung memiliki kemampuan berenang cepat yang digerakkan oleh alat renang di

bagian ujung ekornya.

5. Larva suka bersembunyi dan menempel dengan cengkeraman kakinya pada akar atau

tanaman air, lumpur berlumut di dasar bak, kolam, substrat tanaman di perairan.

6. Larva capung memangsa benih ikan dengan cara menyergap secepat kilat dengan

tangannya.

7. Capung memiliki sifat membunuh sesamanya (kanibal) dan capung suka berjingkrak-

jingkrak dengan mengangkat bagian perutnya.

5

Page 6: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

Menurut pengamatan Folsom (1980) dan Khairul dan Toguan (2008) di lapangan

menunjukkan ada beberapa jenis capung yang menjadi ancaman serius bagi benih ikan, yaitu:

- Jenis 1. Capung ini tergolong paling banyak ditemukan. Berasal dari induk-induk capung

yang beraneka warna seperti kuning, merah, cokelat dan biru. Larva capung ini

memiliki mata dengan posisi tepat di kiri-kanan bagian atas kepalanya. Bentuk

kepalanya mirip segitiga meruncing ke bawah jika dilihat dari depan. Warna

dominan tubuhnya agak kuning-kecokelatan. Bentuk rahang mirip gayung air

berfungsi sebagai tangan menangkap dan memotong mangsa. Contohnya capung

dari famili Aeshnidae, Libellulidae, Calopteygidae, Coenagrionidae dan famili lain.

- Jenis 2. Jenis capung kedua ini tergolong sering ditemukan saat pengeringan dan panen

benih ikan dalam kolam. Namun jenis yang ditemui tidak sebanyak jumlah jenis

pertama. Berasal dari induk yang memiliki mata menyerupai tanduk menyembul

dengan posisi di bagian depan kiri-kanan kepala. Warna dominan tubuhnya agak

kuning-kecokelatan. Pembeda dengan jenis pertama adalah ukuran tubuhnya lebih

besar serta kaki-kakinya lebih panjang. Selain itu, memiliki rahang bentuk sabit

bergerigi kuat yang berfungsi sebagai tangan dan pemotong mangsa. Contohnya

capung dari famili Aeshnidae, Libellulidae, Gomphidae, dan famili lainnya.

- Jenis 3. Capung jenis ketiga ini tergolong jarang ditemukan. Merupakan larva dari capung

berwarna belang hijau-kehitaman. Larva capung ini memiliki mata yang relatif

kecil. Posisinya di tepi kiri-kanan kepalanya. Bentuk badannya lebih kecil dan

lebih keras dibanding dengan jenis pertama dan kedua. Selain itu, memiliki warna

badan dominan hitam dan posisi kaki tidak mengangkang, tetapi melipat seukuran

badannya. Bila dibanding dengan jenis pertama dan kedua, jenis ketiga ini tidak

memiliki rahang untuk menangkap dan memotong mangsanya, sehingga efeknya

bagi hasil produksi benih tidak terlalu merugikan. Contohnya capung dari famili

Aeshnidae, Calopteygidae dan Libellulidae.

- Jenis 4. Capung golongan ini jarang ditemukan. Merupakan larva dari capung yang

badannya lebih kecil dan ukurannya 0,25 kali ukuran tubuh capung jenis pertama,

kedua dan ketiga. Memiliki mata yang tergolong besar jika dibandingkan dengan

besar kepalanya. Bentuk badannya kecil memanjang dengan perbandingan panjang

total dan lebar total badannya adalah 13 : 1. Warna badannya cokelat kekuning-

kuningan. Contohnya capung dari famili Coenagrionidae dan Calopterygidae.

6

Page 7: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

Kebiasaan Memangsa Capung

Capung yang berukuran besar dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan.

Capung memangsa benih ikan dengan jalan mengisap darah benih ikan.

Sebagai pernangsa, kini-kini dilengkapi alat khusus berupa rahang yang kuat dan besar serta

"tangan" yang digunakan untuk memotong mangsanya. Mangsa dipotong agar mudah

dimakan dengan cepat. Pergerakan kini-kini sangat cepat karena dilengkapi tangan dan kaki

serta alat bantu renang yang terdapat di bagian ekornya. Selain itu, capung bisa juga

melakukan penyamaran dengan bersembunyi di dasar kolam maupun di dinding bak atau

pematang dengan jalan menempel pada tanaman air atau benda lain seperti ranting

kayu/tanaman air yang ada kolam.

Capung mulai memangsa benih ikan sejak ukuran panjang badannya 5 mm. Capung

menjadi lebih ganas jika ukuran panjang total badannya sudah mencapai 1,5 - 2,0 cm hingga

menjelang masa metamorfosis menjadi anak capung. Keganasannya ini dipengaruhi oleh

daya renangnya, daya cengkeramannya dan ukuran tubuhnya yang semakin besar sehingga

mampu melumpuhkan benih ikan dalam jumlah lebih banyak. Benih yang lebih mudah

dimangsa adalah larva ikan yang masih berusia muda di bawah 1 bulan. Dari pengalaman di

lapangan menunjukkan bahwa benih ikan mas, ikan gurami, ikan sepat merupakan mangsa

favorit capung. Benih ikan nila jarang dimangsa kini-kini karena memiliki duri dan sisik yang

keras serta pergerakan yang lincah.

Umumnya ikan-ikan yang memiliki pertumbuhan lambat seperti benih gurami atau

benih ikan yang tidak dipelihara dengan baik,tidak dibarengi dengan pemberian pakan

intensif (sehingga pertumbuhannya lambat), menjadi mangsa empuk capung. Selain itu, besar

kecilnya ukuran kolam juga memberi andil dalam proses pemangsaan ikan oleh capung.

Kolam yang lebih sempit memudahkan capung untuk melakukan pemangsaan. Capung

bahkan masih sempat memangsa benih ikan yang ditampung di baskom saat panen. Jika saat

panen di antara benih terdapat larva capung, predator ini harus segera ditangkap dan

dipindahkan kelokasi perairan agar tumbuh menjadi capung dewasa yang berguna sebagai

predator bagi bidang pertanian dan perkebunan.

7

Page 8: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

Indikator Keberadaan Capung

Jika banyak capung beterbangan di sekitar kolam, dipastikan terdapat larva capung

yang banyak disekitar perairan kolam tersebut. Makin banyak capung beterbangan di lokasi,

makin banyak pula populasi larva capung. Masa pergantian kulit (molting) capung mirip

proses perkembangan jenis udang-udangan. Pada saat ini kondisinya sangat lemah dan

tubuhnya lunak. Kondisi seperti ini merupakan masa bahaya baginya dari serangan musuh.

Alat pemangsanya pun tidak berfungsi. Saat berganti kulit ini ia akan mengalami

pertambahan besar yang cepat, seakan-akan ia mengembang dan hari demi hari kulitnya akan

mengeras. Begitu selanjutnya hingga ia mengalami pergantian kulit beberapa kali. Sisa kulit

atau karapasnya itu biasanya terapung di permukaan kolam. Ini bisa menjadi indikator bahwa

di kolam terdapat larva capung. Semakin banyak larva dan capung dewasa di temukan di

suatu ekosistem perairan menandakan kawasan perairan dikategorikan bersih dan belum

tercemar karena capung tidak toleran hidup diperairan tercemar (Siregar dkk., 1999; Siregar

dkk., 2004).

Pengendalian Capung Dalam Bidang Perikanan

Kehadiran capung di kolam benih ikan dapat dikendalikan sedini mungkin.

Pengendalian dapat dilakukan secara mekanis, biologis maupun kimiawi. Pengendalian

secara mekanis antara lain dengan mengendalikan perkembangbiakan induk, telur serta larva

capung. Pengendalian biologis menekankan pada upaya pemeliharaan benih yang tahan atau

bisa terhindar dari larva capung. Sementara pengendalian secara kimiawi umumnya

dilakukan dengan pemberantasan menggunakan insektisida.

Pengendalian Secara Mekanis

Keberadaan capung di sekitar areal perkolaman umumnya disebabkan oleh dua hal.

Pertama, faktor ketersediaan makanan bagi capung dewasa dan kedua, faktor air sebagai

media untuk peletakan telur dan membesarkan larva. Selain itu, tanaman semak dan perdu

memudahkan capung untuk hinggap. Untuk mengendalikannya, jagalah kebersihan pematang

atau tanggul kolam baik dari rerumputan/semak maupun perdu. Usahakan rumput/semak di

tanggul tidak terlalu tinggi. Kolam atau bak pemeliharaan benih yang berukuran kecil (< 50

ml) dapat ditutup dengan kain waring/jaring sehingga capung tidak bisa meletakkan telurnya

ke dalam bak. Jika di dalam kolam ditemukan telur capung, langsung ciduk menggunakan

8

Page 9: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

seser atau serokan halus. Telur yang berhasil disero dibuang ke tanah dengan cara

mengempas-empaskan seser agar lendir yang menempel terlepas.

Jika populasi larva capung di kolam cukup banyak, lakukan perburuan. Memburu larva

capung lebih efektif jika dilakukan pada malam hari karena saat itu larva capung lebih aktif,

dan keberadaan manusia tidak mudah diketahui. Perburuan dilakukan memakai senter yang

terang, baskom penampung yang diisi sedikit air dan seser halus sebagai penangkap. Untuk

lebih mudahnya, gunakan senter yang ditaruh di kepala. Larva capung pada malam hari

biasanya sering berada di sekitar dasar kolam atau tebing pematang dan jelas terlihat apabila

air kolam tidak keruh, atau pada kolam beton.

Pengendalian Secara Biologis

Pengendalian secara biologis pada dasarnya memanfaatkan kelemahan larva capung

dan juga kelebihan benih ikan jenis tertentu. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa

populasi larva capung hanya sedikit di kolam pemeliharaan benih ikan yang memiliki

pertumbuhan relatif cepat, gerakan berenang aktif, omnivora seperti ikan mas dan nila atau

pemakan hewan-hewan renik (karnivora) seperti lele dumbo. Hal ini kemungkinan karena

populasi larva capung terdesak oleh populasi benih ikan di mana ukuran benih ikan lebih

cepat besar dibandingkan denga larva capung sehingga sulit untuk dimangsa. Sebaliknya,

banyak larva capung ditemukan pada kolam pemeliharaan benih gurami yang

pertumbuhannya lambat, herbivora, serta gerakan berenangnya kurang aktif.

Ukuran benih gurami rata-rata kalah besar dibanding larva capung, sehingga wajar bila

benih gurami mudah dimangsa. Apalagi pada malam hari (saat kini-kini aktif mencari

makan), benih gurami sangat jinak berenang di sekitar permukaan air, sehingga mudah

dimangsa. Selain itu, meski perlu pengamatan lebih jauh, ada kecenderungan bahwa benih

yang berwarna terang lebih disenangi kini-kini dibanding yang berwarna gelap.

Semakin besar ukuran benih ikan, semakin bebas benih itu dari gangguan larva capung.

Namun terbatasnya tempat dan biaya, membuat larva ikan harus segera ditebarkan ke kolam.

Semakin cepat larva ikan ditebarkan ke kolam, semakin kecil ukurannya. sehingga menjadi

mangsa yang mudah disantap larva capung. Untuk itu ada baiknya benih yang ditebar di

kolam adalah benih yang berukuran lebih besar. Benih yang masih kecil sebaiknya dipelihara

lebih lama di dalam wadah tertutup (bak beton permanen, bak fiberglass atau akuarium)

dengan pemberian pakan yang berkualitas seperti kutu air, cacing sutera dan artemia,

sehingga pertumbuhannya cepat dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Untuk benih

9

Page 10: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

gurami yang pertumbuhannya lambat akan lebih aman ditebar dengan sistem mutasi/pindah

dari kolam yang satu ke kolam lainnya setiap 15 hari. Kelihatannya lebih merepotkan tetapi

relatif menjadi lebih aman.

Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi menggunakan insektisida (racun serangga) merupakan

cara terakhir untuk memberantas kini kini. Penyemprotan pertama dilakukan sebelum benih

ditebar dan penyemprotan susulan dilakukan setelah benih ditebar. Penyemprotan susulan ini

sifatnya optional (hanya dilakukan jika populasi kini-kini sangat banyak) dan dilakukan

secara hati-hati. Sebab, pada saat penyemprotan susulan kolam telah berisi benih ikan.

Dilemanya, dosis penyemprotan terlalu rendah tidak akan mematikan larva capung.

Sebaliknya, jika dosis dinaikkan, benih ikan ikut mati. Ada yang menyarankan,

penyemprotan susulan tidak perlu dilakukan. Sebagai gantinya, dilakukan pemberantasan

secara mekanis dengan menangkapi larva capung menggunakan tangan/serer dan dibunuh

agar benih ikan dapat hidup dengan aman.

Jenis insektisida yang sering digunakan pembenih adalah Ripcord 50 EC dengan dosis

4 cc untuk 1 m3 air kolam. Kondisi air kolam dibiarkan tergenang agar daya racun tidak

berkurang. Dosis ini adalah untuk penyemprotan pertama sebelum larva ikan ditebarkan.

Penyemprotan dilakukan menjelang Siang hari pada saat terik matahari jangan menyemprot

pada saat hujan karena akan sia-sia. Pada saat penyemprotan, aliran air masuk dan air keluar

ditutup. Insektisida yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam tangki handsprayer lalu

diencerkan dengan air. Selanjut nya disemprotkan secara merata ke permukaan kolam. Jika

tidak ada handsprayer, dapat juga menggunakan baskom dan larutan insektisida dengan cara

dipercik-percikkan secara merata ke seluruh permukaan kolam.

Manfaat Capung Dalam Kehidupan

Kita boleh senang kalau masih bisa bertemu banyak capung. Kenapa? Karena telur

dan nimfa capung hanya bisa berkembang biak dan bertahan hidup di perairan air yang tidak

tercemar. Sudah pasti kalau air tercemar karena limbah industri atau obat-obat pembasmi

hama, maka capung tidak bisa berkembang biak dengan baik. Capung berfungsi sebagai

biondikator suatu lingkungan yang tercemar karena capung sangat menyukai lingkungan air

10

Page 11: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

yang bersih di danau, kolam dan sungai serta kategori serangga yang anti polutan (Siregar

dkk., 1999; Siregar dkk., 2004).

Sungai Brantas merupakan sungai dengan panjang 320 km. Bermata air di Desa

Sumber Brantas (Kota Batu), sungai ini mengaliri 16 kabupaten/kota di Jawa Timur seperti

Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Sayangnya, sungai sepanjang

Brantas pun tak luput dari pencemaran yang berasal dari pestisida, limbah pertanian, limbah

pemukiman sampai limbah industri. Padahal masyarakat di sepanjang aliran sungai Brantas

sangat bergantung dalam hal irigasi untuk areal persawahan dan untuk bahan baku air minum.

Sama juga dengan capung yang kena imbasnya karena habitat mereka makin lama makin

tidak layak untuk dijadikan sebagai tempat hidup. Tak jauh beda dengan nasib Sungai Deli,

Sungai Babura, Sungai Wampu, Sungai Denai, dan sungai-sungai lainya di kota Medan

mengalami nasib yang sama seperti yang dialami Sungai/Kali Brantas.

Disamping itu, jenis-jenis capung bermanfaat dalam menekan populasi hama disuatu

lahan pertanian. Capung yang dikategorikan sebagai predator diidentifikasi pada lahan

pertanaman padi di Desa Manik Rambung, Sumatera Utara, khususnya dari jenis

Agriocnemis pygmaea, A. femina, Ishnura senegalensis, Orthetrum sabina, Pantala

flavescens dan species lainnya yang memakan hama-hama dominan tanaman padi, seperti

Nephotetix, Nilaparvata lugens, Sogatella furcipera, Scircophaga innotata, Chilo supressalis,

Nymphula depunctalis, Valanga, Oxya, Lepidoptera dan hama-hama padi lainnya (Folsom

1980; Watanabe 1989; Baehaki, 1992; Schaffner and Bradley, 1998. Che Salmah 1996; Anna

and Bradley 2007).

Manakala, nimfa capung berperan sebagai serangga pemakan jentik-jentik nyamuk,

telur kodok, lintah, dan ikan-ikan kecil lainnya (capung tertentu dapat juga dikategorikan

sebagai pakan ikan). Selain itu, sebahagian masyarakat kita yang mengkonsumsi capung

sebagai sumber protein tambahan (Aswari, 2012).

11

Page 12: Multifungsi Capung@e-Respiratory Library USU

Daftar Pustaka

Askew, R.R. 1988. The Dragonflies of Europe. Harley Books, Colchester, England. 291pp.Aswari, Pudji. 2012. Capung Peluncur (Orthtrum sabina dan Pantala flavesecens) (Odonata:

Anisoptera, Libelulidae). Warta Konservasi Lahan Basah 20 (4):14-15. Anna, K.S. and Bradley, R.A. 2007. Influence of predator presence and prey density on

behaviour and growth of damselfly larvae (Ishnura elegans) (Odonata: Zygoptera). Journal of insect Behaviour 11 (6): 793-809.

Baehaki. 1992. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Angkasa, Bandung.1-44pp.Che Salmah, M.R. 1996. Some Aspect of Biology and Ecology of Neurothemis tullia (Drury)

(Odonata: Libellulidae) in Laboratory and Rainfed Rice Field in Peninsular Malaysia. Ph.D thesis, Universiti Pertanian Malaysia, Serdang, Selangor.

Chowdhury, S.H. and Rahman, E. 1984. Food preference and rate of feeding in some dragonfly larvae (Anisoptera Odonata) Ann. Ent. 2:(1):1-6.

Folsom, T.C. 1980. Predation ecology and food of the larval dragonfly Anax junius (Aeshenidae). Ph.D Thesis, University of Toronto, Canada.

Kandibane, M, Raguraman, S. and Ganapathy, N. 2005. Relative abundance and diversity of Odonata in an irrigated rice field of Madurai, Tamil Nadu. Zoo’s Print Journal 20 (11): 2051-2052.

Khairul Amri dan Toguan Sihombing. 2008. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Krishnasamy N, Chautian O.P. and Das, R.K. 1984. Some common predators of rice insects

pests in Assam, India. Int. Rice Res, Newsl. 9(2): 15-16.Lieftinck, M,A., J.C. Lien, and T.C. Maa. 1984. Catalogue of Taiwanese Dragonflies

(Insecta: Odonata). Asian Ecological Society, Taichung, Taiwan. 81pp.Orr, A.G. 2004. Dragonflies of Borneo. Natural History Publications (Borneo), Malaysia.

Pp.1-125Orr, A.G. 2005. Dragonflies of Peninsular Malaysia and Singapore. Natural History

Publications (Borneo), Malaysia.1-125.Pritchard, G. 1964. The prey of dragonfly larvae (Odonata: Anisoptera) in ponds in Northern

Alberta. Can J Zool 42: 785-800.Schaffner, A. K., and Bradley, R. A. 1998. Influence of predator presence and prey density

on behavior and growth of damselfly larvae (Ischnura elegans) (Odonat: Zygoptera). Insect Behaviour 11 (6): 793-809. Schaffner and Bradley (1998);

Siregar, A.Z. 1999. Komposisi dan Kepelbagaian Serangga Akuatik di Lembangan Sungai Kerian (LSK), Kedah-Perak, Malaysia. Thesis Master. Universiti Sains Malaysia. 256 pp.

Siregar, A.Z. Che Salmah Md.Rawi and A. Hassan Ahmad. 2004. Komunitas Odonata (Serangga: Capung) di Perairan Sungai Tropis, Malaysia. J. Wetland Science 2 (1): 1-8.

Siregar, A.Z. Che Salmah Md.Rawi and A. Hassan Ahmad. 2005. The Diversity of Odonata in Relation to Ecosystem and Land Use in Northern Peninsular Malaysia. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura 40 (2):106-111.

Siregar, A. Z., Che Salmah Md. Rawi, and Zulkifli Nasution. 2008. List of Odonata in Upland Rice Field at Manik Rambung, Siantar, North of Sumatera. Jurnal Kultivar 1(2): 89-93.

Wanatabe, M. and Higashi, T. 1989. Sexual difference of lifetime movement in adults of the Japanese skimmer: Orthetrum japonicum (Odonata:Libellulidae) in a forest paddy field complex. Ecol. Res. 4:85-97.

12