mpr konsep

13
MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA Majelis Permusyawaratan Rakyat Oleh : Kelas A Kelompok 2 Afif Adi Nugroho 200110140003 Yusinta Nurhanifah 200110140007 Fajar Nur Fadhilah 200110140013 Nurazizah Ramadhanti 200110140200 M. Farouq Ramdhani 200110140205 Anies Nuraeni 200110140206 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2014

Upload: rukfardhani

Post on 25-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

test

TRANSCRIPT

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Oleh :

Kelas A

Kelompok 2

Afif Adi Nugroho200110140003

Yusinta Nurhanifah200110140007

Fajar Nur Fadhilah200110140013

Nurazizah Ramadhanti200110140200

M. Farouq Ramdhani200110140205

Anies Nuraeni 200110140206

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 merupakan dasar hukum di Indonesia. Dalam UUD 1945 juga di jelaskan mengenai struktur kepemerintahan di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, lembaga-lembaga negara atau alat kelengkapan negara meliputi Majelis Permusyawaratan Rakyat, dewan perwakilan rakyat, Presiden, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Majelis permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga legislatif yang merupakan perwakilan rakyat. Dalam sejarahnya, pada rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa Badan Permusyawaratan berubah menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan anggapan bahwa majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan. Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen).

1.2 Tujuan

1. Mengetahui sejarah perkembangan MPR

2. Mengetahui UUD yang melandasi MPR

3. Megetahui pemilihan anggota MPR

4. Mengetahui hak dan kewajiban MPR

5. Mengetahui alat kelengkapan MPR

6. Mengetahui penyelenggaraan Sidang MPR

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan MPR

Sejak17 Agustus1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi negaranya. Landasan berpijaknya adalah ideologiPancasilayang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri.

Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara utuh karena gentingnya situasi saat itu. Hal ini telah diantispasi oleh para pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) menyebutkan bahwa sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.

Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lembaran pertama sejarah MPR, yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.

Pada masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950-1959), lembaga MPR tidak dikenal dalam konfigurasi ketatanegaraan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Konstituante yang diserahi tugas membuat Undang-Undang Dasar.

Namun, Konstituante yang semula diharapkan dapat menetapkan Undang-Undang Dasar ternyata menemui jalan buntu. Di tengah perdebatan yang tak berujung pangkal, pada tanggal 22 April 1959 Pemerintah menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945, tetapi anjuran ini pun tidak mencapai kesepakatan di antara anggota Konstituante.

Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu, tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan:

Pembubaran Konstituante,

Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara 1950,

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Pada masa reformasi menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi. Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat berjalan optimal.

Pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi: Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. , setelah perubahan Undang-Undang Dasar diubah menjadi Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara, yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang ditentukan oleh UUD 1945.

UUD yang melandasi MPR

Pasal 1(1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MajelisPermusyawaratan Rakyat.

BAB IIMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 3

1.Majelis Permusyawatan Rakyat mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Majelis Permusyawatan Rakyat melantik presiden dan / atau wakil presiden.

3.Majelis Permusyawatan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan / atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang.

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun

apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7B(1) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.Ketentuan itu dilatarbelakangi oleh sistem keta-tanegaraan kita yang menempatkan DPR dan Presiden dalam kedudukan yang setara/seimbang. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa Presiden tidak dapat membubarkan DPR dan DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu fungsi DPR adalah fungsi pengawasan terhadap Pre-siden (dan Wakil Presiden serta pemerintah secara umum). Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut, DPR dapat berpendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

5. Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa presiden dan/ atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela ; dan / atau terbukti bahwa presiden dan / wakil presiden, dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan / atau wakil presidenkepada Majelis Permusyawaratan Rakyat

6. Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul terebut.

7. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian presiden dan / atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang- kurangnya 3 / 4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang- kurangnya 2 / 3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah presiden dan / atau wakil presiden yang hadir, setelah presiden dan / atau wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat

PASAL 8

2. Dalam hal hal terjadi kekosongan wakil presiden, selambat- lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih wakil presiden dari dua calon yang diusul oleh presiden.

3. Jika Presiden dan wakil presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksanaan tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya 30 hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih presiden dan wakil presiden dari dua paket calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden dan wakil presiden yang meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya.

PASAL 9

1. Sebelum memangku jabatannya, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan bersungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang. Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanjo dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

BAB XVI

Perubahan Undang-Undang Dasar

PASAL 37

1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat di agendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya satu pertiga dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Majelis Permusyaratan Rakyat.

4. Putusan untuk mengubah Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurang 50% ditambah satu dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

ATURAN TAMBAHAN

PASAL 1

Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara dan ketetapan Majelis Permusywaratan Rakyat untuk diambil Putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 2003.

2.3 Pemilihan Anggota MPR

MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang ditetapkan undang-undang. Jumlah anggota MPR periode 20092014 adalah 692 orang yang terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama, mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan MPR.

2.4 Hak dan Kewajiban Anggota MPR

Hak anggota :

Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.

Memilih dan dipilih.

Membela diri.

Imunitas.

Protokoler.

Keuangan dan administratif.

Kewajiban anggota :

Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.

Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan.

Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.

Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

2.5 Alat dan Kelengkapan MPR

Pimpinan

Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari anggota DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD, yang ditetapkan dalam sidang paripurna MPR. Namun pada periode 2014 - 2019 pemilihan pimpinan MPR dilaksanakan dengan mengajukan 2 paket yang di usung oleh dua koalisi besar (KMP dan KIH) dengan struktur terdiri 4 orang dari DPR dan 1 orang dari DPD.

Panitia Ad Hoc

Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah anggota dan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang susunannya mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD secara proporsional dari setiap fraksi dan Kelompok Anggota MPR.

2.6 Penyelenggaraan Sidang MPR

MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara. Sidang MPR sah apabila dihadiri:

sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden

sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD

sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya

Putusan MPR sah apabila disetujui:

sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden

sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.

Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai hasil yang mufakat.