m e m o - kementerian ppn/bappenas :: home · web viewproses reposisi tni/polri yang belum berjalan...

66
BAB II BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN A. PENDAHULUAN Amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melalui Tap MPR Nomor X/MPR/2001 menetapkan pemberian laporan pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001. Berdasar pada Tap MPR tersebut, maka kebijakan di bidang politik dan keamanan yang diselenggarakan sepenuhnya mengacu kepada perwujudan amanat dalam Tap MPR tersebut di atas. B. KEBIJAKAN BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN Agenda Bidang Politik dan Keamanan tahun 2002 1. Menuntaskan penyelesaian konflik di Poso, Maluku Utara, dan Ambon; 2. Menuntaskan penyelesaian dalam membasmi gerakan separatis bersenjata di Aceh dan Irian Jaya; II – 1

Upload: lydien

Post on 12-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

BAB II

BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN

A. PENDAHULUAN

Amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melalui Tap MPR Nomor X/MPR/2001 menetapkan pemberian laporan pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001. Berdasar pada Tap MPR tersebut, maka kebijakan di bidang politik dan keamanan yang diselenggarakan sepenuhnya mengacu kepada perwujudan amanat dalam Tap MPR tersebut di atas.

B. KEBIJAKAN BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN

Agenda Bidang Politik dan Keamanan tahun 2002

1. Menuntaskan penyelesaian konflik di Poso, Maluku Utara, dan Ambon;

2. Menuntaskan penyelesaian dalam membasmi gerakan separatis bersenjata di Aceh dan Irian Jaya;

3. Penindakan terhadap pelanggaran hukum, peningkatan kualitas peradilan, penegakkan hukum dan pelayanan masyarakat;

4. Pemulihan dan pemeliharaan keamanan, ketenteraman, dan ketertiban masyarakat.

II – 1

Page 2: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Prioritas dari sejumlah agenda utama bidang politik dan keamanan dalam tahun 2002 adalah:

Pertama, intensifikasi penyelesaian konflik dengan lini kesatu Aceh, Papua, Maluku, dan lini kedua Poso, Maluku Utara, Atambua, dan Kalimantan.

Kedua, peningkatan langkah-langkah penegakan hukum dengan sasaran utama sinkronisasi penegakan hukum, penyelesaian kasus-kasus besar, serta pencegahan KKN baru.

Ketiga, upaya pemeliharaan ketertiban umum dengan sasaran mencegah terjadinya kerusuhan sosial yang meluas, dan apabila tindakan pencegahan gagal dilakukan aksi penanggulangan yang cepat dan tepat harus dilakukan.

Keempat adalah berkaitan dengan langkah-langkah memerangi terorisme, baik dalam perspektif kewajiban internasional Indonesia sebagai anggota PBB dan masyarakat dunia, maupun kepentingan kita sendiri untuk melindung keselamatan rakyat serta memelihara keamanan dalam negeri.

C. PELAKSANAAN PUTUSAN MPR-RI BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN

1. Ancaman Disintegrasi

1.1 Permasalahan

Ancaman disintegrasi bangsa melalui gerakan politik dan bersenjata yang mengancam keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama yang terjadi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua belum sepenuhnya dapat diatasi. Pembentukan Undang-undang Otonomi Khusus bagi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan bagi Propinsi Papua merupakan salah satu upaya kongkret dan konstitusional bagi pemecahan

II – 2

Page 3: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

ketidakpuasan masyarakat yang berkaitan dengan kesejahteraan, keadilan, dan kehormatan di daerah tersebut, sehingga akan mendorong penyelesaian yang adil dan bermartabat.

1.2 Penugasan kepada Presiden

Menetapkan kebijakan bagi pelaksanaan Undang-undang Otonomi Khusus Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Papua secara nyata dan sistematis dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mempercepat pemulihan kehidupan sosial ekonomi di daerah tersebut, perlu ditetapkan kebijakan yang memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat setempat sehingga dapat terwujud pembangunan di semua sektor dan perluasan kesempatan kerja. Sejalan dengan itu perlu terus ditingkatkan dialog yang melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk mendapatkan kesamaan pandangan bagi penyelesaian konflik secara damai, bermartabat, dan konstitusional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta menyelesaikan perkara pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum lainnya.

1.3 Pelaksanaan

1.3.1 Penyelesaian Masalah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi NAD telah diundangkan sejak tanggal 7 Agustus 2001. Untuk pelaksanaannya secara operasional masih dibutuhkan peraturan pelaksanaan dalam bentuk Qanun (setingkat Perda). Penyusunan qanun dikonsultasikan dengan pemerintah pusat yang terkait. Qanun yang diterbitkan juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dengan kepentingan publik, kecuali yang telah diatur dalam Undang-undang NAD. Pengaturan paling prinsip dan harus segera diselesaikan berkaitan dengan dana kekhususan dari hasil migas.

II – 3

Page 4: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Pada saat ini pemerintah daerah telah menyelesaikan 5 (lima) buah Qanun dari 24 (duapuluh empat) buah rancangan Qanun, dan telah dimonitor bahwa Rancangan Qanun untuk pembentukan Mahkamah Syariah dalam proses penyelesaian.

Undang-undang Otonomi khusus Propinsi NAD secara positif berimplikasi politis, yaitu:

1. Bukti bahwa pemerintah secara serius memperhatikan aspirasi masyarakat Aceh dengan memberlakukan Syariat Islam.

2. Substansi otonomi khusus dapat menjadi bagian prinsip dalam membahas masa depan Propinsi NAD yang dilakukan dalam dialog kemasyarakatan.

3. Penerapan otonomi khusus Propinsi NAD khususnya dalam penerimaan dan pembiayaan dapat menunjukkan perhatian pemerintah untuk membangun secara lebih cepat dan menyeluruh bagi Propinsi NAD.

4. Memberlakukan otonomi khusus bagi Propinsi NAD mulai Agustus 2001 sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 dapat menjadi momentum pelaksanaan kebijakan pemerintah secara komprehensif tentang Propinsi NAD antara lain:

a. Peningkatan administrasi wilayah dan pelayanan masyarakat;

b. Efektivitas pemerintahan Kabupaten yang baru: Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Jaya, Nagan Raya, dan Aceh Taming;

c. Peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan selaras dengan upaya peningkatan efektivitas pemerintah yang baru ditingkatkan menjadi daerah otonomi;

II – 4

Page 5: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

d. Dan lain-lain.

Berdasarkan data statistik, terekam kondisi yang sudah lebih baik setelah upaya direktori bersama dengan Inpres Nomor 4 Tahun 2001 dan Inpres Nomor 1 Tahun 2002, dimana sebanyak 136 (seratus tigapuluh enam) kecamatan yang berfungsi dari 210 (duaratus sepuluh) kecamatan. Dalam upaya mendorong perbaikan administrasi wilayah, Depdagri telah menyampaikan sebanyak 5.969 paket pedoman administrasi wilayah (sebanyak 72.829 buah buku model administrasi umum, administrasi penduduk, administrasi keuangan).

Kasus Teuku Bantaqiah di Aceh Barat tanggal 23 Juli 1999. Sejumlah 25 terdakwa yang terdiri dari 24 anggota TNI dan seorang sipil telah disidangkan secara koneksitas di Mahmil Aceh pada bulan Mei 2000. Para terdakwa TNI (dari pangkat Pratu sampai dengan Kapten) dihukum penjara antara 8 sampai dengan 10 tahun penjara.

Kasus perkosaan Sumiati di Kabupaten Pidie di Desa Dayah Teumaneh tanggal 16 Agustus 1996. Terdakwa Praka H.M. Sitorus anggota Yonif 126 Kualasaksi telah disidangkan di Mahmil Medan pada bulan Juli 2000 dan diputus dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan dipecat dari TNI.

Kasus penganiayaan dan pembunuhan di rumah Geudong di Kab. Pidie Aceh tahun 1997–1998. Tersangka Lettu Inf. Par (Anggota Kopasus) dan kawan-kawan diantaranya orang sipil. Perkaranya sedang dalam proses penyidikan.

Kasus pembunuhan dan penghilangan orang di Desa Idi Cut Aceh Timur pada tanggal 2 Pebruari 1999. Perkaranya sedang dalam proses penyidikan dalam rangka penentuan tersangka dan pengumpulan barang bukti.

Kasus penembakan di simpang KKA di Desa Cut Murong Aceh Utara tanggal 3 Mei 1999. Perkaranya sedang dalam proses

II – 5

Page 6: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

penyelidikan dalam rangka penentuan tersangka dan pengumpulan barang bukti.

Hambatan yang dijumpai penyidik sampai sekarang adalah masih belum berhasil menemukan tersangka.

Untuk menangani konflik Propinsi NAD telah ditetapkan kebijakan sebagai berikut:

1. Pendekatan Menyeluruh (comprehensive approach) dalam rangka mengatasi ketidakadilan sosial (social injustice) dan ketidakpuasan sosial (social discontent) dan separatisme bersenjata, melalui 6 agenda terpadu di bidang politik, ekonomi, sosial, hukum dan ketertiban, pemulihan keamanan serta informasi dan komunikasi.

2. Penerbitan Inpres Nomor 4 Tahun 2001, Inpres Nomor 7 Tahun 2001, dan Inpres Nomor 1 Tahun 2002 dengan kebijakan dasar sebagai berikut:

a. Tetap menggunakan pendekatan terpadu, karena dengan pendekatan keamanan saja tidak akan dapat menyelesaikan masalah, dan sebaliknya, dengan hanya melaksanakan dialog juga permasalahan tidak akan kunjung selesai.

b. GAM/GSBA merupakan ancaman terhadap kedaulatan dan intergritas negara melalui kegiatan bersenjata sehingga harus dihentikan.

c. Social injustice and social discontent menjadi perhatian utama bagi pemerintah; baik melalui agenda dibidang ekonomi, sosial, hukum, dan ketertiban, maupun agenda lainnya.

d. Pilar utama dalam penyelesaian Propinsi NAD bertumpu pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi NAD, sehingga

II – 6

Page 7: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

tanggung jawab penyelesaian masalah ada pada Pemda Propinsi NAD, dan pemerintah pusat hanya membantu.

e. Tetap membuka dan melanjutkan dialog, khususnya dialog yang melibatkan seluruh komponen masyarakat Aceh, termasuk GAM/ GSBA, dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Ada batas waktu (kerangka waktu) yang jelas.

2) NKRI adalah final.

3) Otonomi khusus bagi NAD sebagai modalitas.

4) Apa yang disepakati di Jenewa harus dipatuhi dan dilaksanakan di lapangan, utamanya penerimaan Undang-undang Propinsi NAD.

5) Harus ada kehendak untuk menghentikan tindak kekerasan.

Untuk mengefektifkan kebijakan tersebut diatas, maka Operasi Pemulihan Keamanan tetap dilanjutkan dan diintensifkan dalam arti:

1. Mempercepat dan meningkatkan upaya untuk menghilangkan “kemauan dan kemampuan GSBA”.

2. Korban masyarakat sipil dalam operasi ditekan seminimal mungkin.

3. Operasi Bhakti TNI tetap dilanjutkan; dalam rangka ikut serta mempercepat pembangunan, sekaligus sebagai imbangan bagi pelaksanaan operasi pemulihan keamanan; khususnya di daerah-daerah “senja”, dimana masih ada unsur GAM/GSBA yang melaksanakan teror dan tindak kekerasan.

II – 7

Page 8: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Perkembangan situasi politik dan keamanan pasca pemberlakuan Inpres Nomor 4 Tahun 2001 secara umum belum mencerminkan keberhasilan upaya pemerintah dalam menangani penyelesaian masalah Aceh. Keadaan ini telah melumpuhkan roda pemerintahan dan roda perekonomian serta timbulnya kerugian personil dan materiil baik rakyat, pemerintah, TNI/Polri dan pihak GSBA sendiri. Hal ini telah menimbulkan rasa takut pada masyarakat dan menimbulkan gelombang pengungsian baik penduduk asli maupun pendatang ke daerah yang lebih aman.

Pasca pemberlakuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2002 ditandai dengan berbagai peristiwa yang secara umum mencerminkan keberhasilan upaya komprehensif pemerintah dalam menyelesaikan masalah Aceh. Penjabaran Undang-undang Otonomi Khusus dalam sejumlah peraturan daerah (Qanun) dan penjabaran Instruksi Presiden dalam bentuk direktif-direktif tentang Operasi Pemulihan Keamanan semakin menyulitkan GSBA baik secara politik/hukum maupun secara taktik militer. Terlebih ketika dunia internasional terutama Pemerintah Swedia sepenuhnya mendukung upaya Pemerintah RI dalam menyelesaikan masalah Aceh secara damai melalui dialog dengan otonomi khusus sebagai modalitas. Masyarakat Aceh sendiri merespon positif pemberlakuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 dan tidak lagi memperdebatkannya.

Dalam rangka penyelesaian masalah Aceh secara komprehensif dan damai telah dilakukan berbagai upaya diantaranya melalui dialog dan kunjungan sebagai berikut:

Pada tanggal 23 Februari 2002 telah dilangsungkan dialog antara Pemerintah RI dan GSBA yang difasilitasi “Henry Dunant Centre” (HDC) di Jenewa dengan materi dialog penyelesaian masalah Aceh secara damai dan pelaksanan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Propinsi NAD menghasilkan butir-butir untuk pembahasan lebih lanjut:

1. Menyetujui digunakannya Undang-undang Otonomi Khusus sebagai titik awal pembicaraan.

II – 8

Page 9: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

2. Kesepakatan menuju proses penghentian permusuhan (Cessation of Hostilities).

3. Menyelenggarakan dialog politik “all inclusive dialog”.

4. Pelaksanaan pemilu yang demokratis.

5. Penjajagan untuk mengadakan pertemuan lanjutan guna membahas langkah-langkah konkret bagi penghentian permusuhan dan modalitas dialog politik.

Pada tanggal 17–19 April 2002 Menko Polkam RI beserta rombongan mengadakan kunjungan kerja ke Swedia dengan maksud menjelaskan perkembangan masalah Propinsi NAD secara komprehensif sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2002. Hasilnya pertemuan berupa pernyataan simpati Pemerintah Swedia atas upaya Indonesia menyelesaikan masalah Propinsi NAD secara damai dan komprehensif dan menyambut baik pemberlakuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, mendukung upaya perundingan atas dasar pemberian otonomi khusus, serta menghormati dan mengakui sepenuhnya integritas NKRI.

Pada tanggal 9–10 Mei 2002 telah dilangsungkan dialog antara Pemerintah RI dengan GAM/GSBA di Jenewa dengan HDC sebagai fasilitator telah menghasilkan pernyataan bersama (joint statement) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, yang isinya:

1. Diterimanya Undang-undang Propinsi NAD sebagai langkah awal penyelesaian masalah Propinsi Aceh.

2. Akan dilaksanakannya pertemuan berikutnya untuk membicarakan penghentian permusuhan.

3. Pada tanggal 9–13 Juli 2002, Menko Polkam, Menko Kesra, Mendagri, Panglima TNI, Deputi Operasi Kapolri, dan Kepala BIN, serta Eselon I dari beberapa Departemen mengadakan kunjungan ke Propinsi NAD dalam rangka mencari masukan untuk penyelesaian masalah Aceh secara

II – 9

Page 10: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

komprehensif dengan mengumpulkan pendapat dari semua pihak yang berkompeten di Propinsi NAD.

Untuk mengatasi kekurangan Hakim dan Jaksa, Pemerintah telah mengirimkan 24 orang Hakim ke Propinsi NAD, serta mendidik dan melatih secara khusus 50 (lima puluh) orang pegawai negeri yang berkualifikasi Sarjana Hukum yang berasal dari Propinsi NAD. Selain itu dibangunnya kembali kantor dan perumahan Jaksa dan Hakim yang dirusak GAM/GSBA.

Dalam rangka menyelesaikan masalah Aceh secara damai, pihak aparat keamanan TNI/Polri telah menghimbau dan mengajak GAM/GSBA untuk menyerah dan kembali ke pangkuan NKRI guna membangun daerah Aceh agar menjadi daerah yang maju, namun upaya ini belum berhasil bahkan disambut dengan tantangan dan akan mengusir TNI/Polri dari Aceh.

Menghadapi tindak kekerasan GSBA terhadap sasaran sipil, Apkam TNI/Polri dan Pemerintah, melalui Mabes TNI dan Mabes Polri telah dikeluarkan Direktif Panglima TNI Nomor Dir/02/III/2002 tanggal 4 Maret 2002 tentang perpanjangan Operasi Lawan Insurjensi (OLI) untuk mengatasi dan menanggulangi GSBA selama 6 bulan terhitung mulai tanggal 10 Februari–10 Agustus 2002.

Selanjutnya Kapolri telah mengeluarkan Direktif Nomor Pol: R/Dir/01/II/ 2002 tanggal 18 Februari 2002 dan Rencana Operasi Nomor Pol: R/RENOPS/ 04/II/2002 tanggal 20 Februari 2002 untuk digunakan sebagai pedoman/acuan dalam pelaksanaan operasi.

Untuk mendukung kelancaran tugas Opslihkam dan menjamin tercapainya keamanan wilayah di Propinsi NAD, Panglima TNI telah mengeluarkan surat Nomor R/31/08/01/SRU tanggal 29 Jauari 2002 tentang Persetujuan Pembentukan Kodam Iskandar Muda dan ditindaklanjuti oleh Keputusan KSAD Nomor Kep/1/I/2002 tanggal 29 Januari 2002 tentang Pembentukan Kodam Iskandar Muda.

II – 10

Page 11: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

1.3.2 Penyelesaian Masalah Propinsi Papua

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Propinsi Irian Jaya sebagai Propinsi Papua harus didukung oleh peraturan pelaksanaan sebagai pedoman dengan 2 (dua) Undang-undang, 9 (sembilan) Peraturan Pemerintah, dan 2 (dua) Keppres yang meliputi: lambang daerah, kawasan khusus, perjanjian internasional, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Majelis Rakyat Papua, perangkat propinsi, DPRD, dan MPR, pembentukan parpol, tata cara pembuatan Perdasus dan Perdasi, pinjaman luar negeri, hak ulayat, hak kekayaan intelektual masyarakat asli, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Kekuasaan Kehakiman dan Pertanggungjawaban Gubernur selaku Wakil Pemerintah.

Penerapan otonomi khusus Papua melalui Undang-undang Nomor 21 tahun 2001, akan berimplikasi secara positif karena mengatur hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Papua, aktualisasi politik dan aksesnya terhadap perekonomian, keadilan, dan hak-hak masyarakatnya.

Aspek-aspek yang ditangani dalam otonomi khusus Papua meliputi: sosial budaya dan perlindungan hak adat penduduk asli, substansi kewenangan, aspek keuangan, aspek pembangunan, representasi politik, penyelenggaraan HAM dan rekonsiliasi, pengawasan penyelenggaraan pemerintahan, pemekaran propinsi, dan evaluasi akan Undang-undang.

Kehadiran Undang-undang ini dapat mendorong pembangunan Propinsi Papua baru yang maju, makmur, sejahtera, dan berkeadilan dengan substansi Undang-undang tersebut. Undang-undang tersebut merupakan bentuk pengakuan dan penghormatan atas kekhususan yang diberikan kepada Propinsi Papua.

Kebijakan yang diambil pemerintah:

Kebijakan umum adalah memulihkan kepercayaan dan simpati masyarakat terhadap Pemerintah Nasional TNI/Polri. Strategi yang ditempuh adalah:

II – 11

Page 12: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

1. Membentuk kembali kekuatan kewilayahan di Propinsi Papua yang mampu mengatasi ancaman terhadap stabilitas daerah tersebut.

2. Membentuk satuan-satuan tugas (civic missions) yang melibatkan seluruh potensi kekuatan wilayah untuk rehabilitasi kondisi fisik dan psikis akibat konflik.

3. Membentuk jaring pengaman desa untuk mencegah masuk dan berkembangnya separatisme.

4. Memfokuskan program penyelesaian konflik pada akar permasalahan, yaitu “social injustice ” dan “social discontent”.

5. Pemberian kewenangan otonomi khusus sebagaimana amanat Tap MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Untuk upaya mengatasi konflik, antara lain :

1. Diperlukan pembentukan Pokja yang berbasis dari putra asli daerah untuk menjadi tenaga sosialisasi otonomi khusus ke seluruh wilayah Propinsi Papua. Pokja ini tentunya dibekali lebih dahulu oleh Pemerintah Pusat.

2. Percepatan penyelesaian peraturan pendukung Undang-undang Otonomi Khusus Papua termasuk dukungan penyusunan Undang-undang, PP, Keppres, Perdasus dan lain-lain.

3. Penyelesaian kasus kematian Theys secara cepat dan akurat.

4. Dukungan alokasi anggaran khusus dalam mempercepat pelaksanaan Otsus.

II – 12

Page 13: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Khusus untuk penyelesaian Papua, pemerintah masih terus melaksanakan komitmennya yang bertumpu pada enam (6) hal pokok yaitu pelaksanaan sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001, bantuan listrik tenaga surya, pemekaran wilayah Kabupaten baru yang telah disetujui Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, ganti rugi tanah Lanud AU Sentani, pemberian abolisi dalam kasus Wamena, dan penyelesaian kasus tewasnya Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay melalui pembentukan Komisi Penyelidik Nasional (KPN). Kondisi sosial politik di Papua relatif mengalami banyak kemajuan yang ditandai dengan meredanya situasi konflik.

2. Konflik Horisontal

2.1 Permasalahan

Penanganan yang lamban, belum tuntas, dan tidak menyentuh akar persoalan terhadap berbagai kerusuhan, seperti di Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Kalimanatan Tengah, dan Poso (Sulawesi Tengah), telah menimbulkan banyak korban jiwa, harta benda, dan menimbulkan berbagai masalah sosial lainnya serta mendorong berkembangnya masalah yang sama di daerah lain.

2.2 Penugasan kepada Presiden

Mengambil tindakan yang tegas terhadap siapapun yang menjadi dalang, provokator, dan pelaku kerusuhan secara tepat, terarah, dan terkoordinasi sesuai ketentuan hukum yang berlaku, memfasilitasi semua upaya dengan arah rekonsiliasi dan rehabilitasi serta berusaha mencegah kemungkinan terjadinya hal yang sama di daerah lain.

2.3 Pelaksanaan

Khusus mengenai Maluku dan Maluku Utara, Majelis menugaskan kepada Presiden untuk segera melanjutkan dan

II – 13

Page 14: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

meningkatkan kebijakan yang ditempuh selama ini, antara lain, melalui rekonsiliasi sosial, rehabilitasi fisik dan non fisik, upaya penegakan hukum, dan penanganan masalah pengungsi dengan penyediaan dana yang memadai melalui anggaran khusus.

Kebijakan pemerintah untuk menangani konflik Maluku dan Propinsi Maluku Utara adalah: Penghentian permusuhan, Rehabilitasi sosial dan rekonstruksi, serta Rekonsiliasi.

Pelaksanaan kebijakan tersebut diatas telah mencapai berbagai kemajuan yang positif terutama di Propinsi Maluku Utara yang dapat dikatakan telah mencapai kondisi kondusif untuk melanjutkan pembangunan akibat relatif selesainya masalah konflik horisontal. Selanjutnya, untuk Propinsi Maluku telah diambil langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penarikan senjata api dari tangan masyarakat dengan hasil :

1) Senjata api organik : 256 pucuk2) Senjata api rakitan : 1.671 pucuk3) Handak/amunisi/sajam dll : 33.838 buah(data sampai dengan 15 Juli 2002)

b. Penangkapan tokoh FKM antara lain Dr. Alex Manuputty dan kawan-kawan, dan penangkapan Panglima Laskar Jihad Ahlu Sunnah Wal Jamaah Ja’far Umar Thalib.

c. Restrukturisasi Organisasi Operasi Pemulihan Keamanan.

d. Percepatan pembangunan terhadap sarana dan prasarana yang rusak akibat kerusuhan yang terjadi dengan perkiraan selesai sampai dengan akhir tahun 2002.

e. Pengisian tenaga-tenaga personil Jaksa dan Hakim yang meninggalkan tempat penugasannya dengan mendapatkan hak-hak khusus berupa pengawalan terhadap keselamatan pribadi.

II – 14

Page 15: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Penerbitan instruksi lanjutan penanganan masalah hukum oleh Menko Polkam yang meliputi:

a. Menuntaskan kasus-kasus pada tanggal 3 April 2002 yaitu peledakan bom di Jalan Yan Pays, pembakaran Kantor Gubernur Maluku, serta rangkaian peristiwa sejak tanggal 25 April 2002 hingga kini, dalam hal ini laksanakan proses hukum secara tegas dan adil terhadap yang diduga kuat terlibat.

b. Melaksanakan sweeping dan atau perlucutan senjata secara paksa dan serentak.

c. Melaksanakan langkah hukum kearah pelarangan dan pembubaran organisasi RKM dan RMS.

d. Melaksanakan langkah hukum kearah upaya mengeluarkan Laskar Jihad dari Maluku.

e. Meningkatkan kekompakan dan efektivitas pelaksanaan tugas PDSPM berikut perangkat pembantunya.

Penyelesaian Masalah Poso

Kebijakan yang diambil oleh pemerintah didalam menangani konflik Poso adalah: Penghentian permusuhan, Rehabilitasi sosial dan rekonstruksi, serta Rekonsiliasi.

Dengan telah dicapainya Deklarasi Malino I tanggal 20 Desember 2001 maka eskalasi ketegangan di daerah ini secara perlahan-lahan mulai mereda, utamanya dengan dilaksanakannya Operasi Sintuwu Muroso yang melibatkan segenap lapisan masyarakat.

Pemerintah telah mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah terulangnya kembali konflik antara pihak-pihak yang bertikai yaitu dengan mengambil tindakan antara lain:

II – 15

Page 16: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

a. Berusaha untuk melakukan pengamanan dengan menempatkan personil keamanan, baik TNI maupun Polri, pada daerah-daerah rawan konflik.

b. Memenuhi kebutuhan biaya untuk perbaikan sarana dan prasarana yang rusak sesuai dengan hasil yang dilaporkan.

c. Melakukan disarmament (perlucutan senjata) dengan jalan menyerahkan senjata api kepada pihak yang berwenang.

d. Mempekerjakan tenaga-tenaga yang berasal dari penduduk lokal utamanya korban konflik sehingga dengan adanya pekerjaan yang diberikan upah yang sesuai maka diharapkan akan melupakan permusuhan diantara mereka.

3. Tindakan Anarkhis

3.1 Permasalahan

Penyalahgunaan kebebasan atas nama demokrasi dan hak asasi manusia telah menimbulkan dampak negatif berupa tindakan anarkis yang menghambat pertumbuhan demokrasi dan melanggar hak asasi manusia.

3.2 Penugasan kepada Presiden

Menindak dengan tegas para pelaku anarki dan pelanggar hak asasi manusia sesuai dengan hukum yang berlaku.

3.3 Pelaksanaan

Anarkhisme masih terjadi dan karenanya kewibawaan aparat keamanan perlu ditingkatkan dan tidak ragu bertindak tegas dengan memperhatikan hak asasi manusia. Sementara itu dilakukan berbagai

II – 16

Page 17: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

upaya simultan melalui penataan perundangan, profesionalisme dan kemandirian penegak hukum dan kamtibmas. Ketegaran aparatur hukum dan keamanan perlu untuk mendorong pemulihan ekonomi. Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 adalah faktor positif bagi peningkatan kapasitas dan profesionalisme. Untuk waktu sekarang harus diakui bahwa eforia reformasi berkurang dan masyarakat lelah dengan ketidaktertiban namun masih rawan.

Dalam hubungan dengan gangguan ketertiban umum, maka upaya penting adalah mencegah dan menghentikan potensi gangguan ketertiban umum yang berskala besar dengan mengedepankan Polri dibantu oleh Pemda, TNI, dan masyarakat. Demo atau unjuk rasa yang tidak tertib dan anarkhis dapat dikendalikan dengan menegakkan aturan yang berkenaan dengan kewajiban untuk memberitahukan setiap ada unjuk rasa kepada pihak Kepolisian sehingga dapat diantisipasi pengamanannya dan dicegah ketakutan dalam masyarakat.

Hal yang perlu diperhatikan lainnya adalah pemogokan perburuhan yang menjadi hambatan dan ancaman bagi pengembangan investasi dan produksi. Untuk itu aspirasi mereka disalurkan dalam serikat buruh yang membuka jalan komunikasi yang intensif dan dialog yang lelih baik bersama pengusaha. Terhadap unjuk rasa mahasiswa besar-besaran dilakukan dialog antara pemerintah dengan kampus. Gejala lainnya yang perlu diantisipasi adalah penggunaan dan mobilisasi massa oleh Ormas, Ornop, LSM, dan Partai Politik dengan kegiatan komunikatif serta tindakan yang tegas, terukur dan persuasif.

Dari pihak masyarakat juga dibangun kesadaran hukum dan mewaspadai provokator yang dapat merugikan masyarakat sendiri melalui pemantapan pengamanan swakarsa dan memberikan kepercayaan kepada aparat keamanan dan hukum. Potensi aksi massa besar sehingga harus tetap diwaspadai.

II – 17

Page 18: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

4. Reposisi TNI/Polri

4.1 Permasalahan

Proses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum meratanya sosialisasi pemisahan TNI dan Polri, menimbulkan terganggunya hubungan kedua institusi tersebut yang berdampak negatif terhadap masyarakat, sehingga mempengaruhi kinerja, wibawa, serta citra TNI dan Polri.

Belum mantapnya profesionalitas TNI dan Polri yang seharusnya menjadi prioritas sebagai akibat masih kurangnya daya dukung menjadi hambatan dalam meningkatkan daya tangkal negara di bidang Pertahanan dan Keamanan.

4.2 Penugasan kepada Presiden

Untuk kepentingan Pertahanan dan Keamanan Negara Presiden perlu segera menuntaskan reposisi TNI dan Polri serta mengembalikan kewibawaan dan kemampuannya, termasuk daya dukung, sehingga dapat melaksanakan fungsi dan perannya secara optimal.

Agar Presiden bersama DPR segera menyusun dan menetapkan Undang-undang tentang TNI demi adanya kepastian hukum.

4.3 Pelaksanaan

Upaya pembangunan pertahanan dan keamanan diarahkan untuk membangun TNI yang profesioinal sebagai komponen utama fungsi pertahanan negara yang mampu melindungi, memelihara, dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Polri yang profesional sebagai komponen utama sistem keamanan negara yang mampu memelihara keamanan dan ketertiban

II – 18

Page 19: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

masyarakat, melindungi masyarakat dari berbagai tindakan berdimensi kekerasan, mencegah eskalasi pertentangan atau permusuhan yang mengarah pada tindakan anarkhis.

TNI sebagai institusi pertahanan negara, dengan keterbatasan kuantitas dan kualitas personil maupun alat utama sistem senjata (alutsista) serta dengan kondisi geografis yang berat, diupayakan mampu menjangkau seluruh wilayah kepulauan Indonesia guna mempertahankan kedaulatan negara. Sedangkan Polri sebagai penegak hukum yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat diupayakan mampu menegakkan hukum, dan memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dari berbagai tindakan berdimensi kekerasan serta mencegah eskalasi pertentangan atau permusuhan yang mengarah pada tindakan anarkhi.

Dalam rangka pemberian kepastian hukum maka pemerintah bersama DPR telah berhasil menetapkan landasan hukum penataan organisasi TNI dan Polri, sesuai amanat Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Nomor VII/MPR/2000, mengenai pemisahan TNI dan Polri, serta Peran TNI dan Polri. Penetapan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dengan beberapa peraturan pelaksanaannya, merupakan dasar bagi penyempurnaan lingkup tugas, wewenang dan tanggung jawab kelembagaan dan personil sebagai upaya peningkatan kinerja dan profesionalitas TNI dan Polri. Penataan organisasi TNI dan Polri adalah bagian inti dari penataan aparat penegak hukum dan pembela kedaulatan negara.

Reposisi TNI/Polri sudah mengalami cukup banyak perkembangan positif, walaupun tantangan ke depan masih sangat berat. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara makin menegaskan peran dan posisi TNI dan Polri sebagai alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara. Kedua perundang-undangan ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan upaya Tap MPR Nomor VII/MPR/2000

II – 19

Page 20: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

tentang Peran TNI dan Polri, serta Tap MPR Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2001, yang antara lain diharapkan untuk bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri di dalam politik praktis.

5. Hubungan Luar Negeri

5.1 Permasalahan

Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dirasakan kurang konsisten dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan.

Perkembangan hubungan internasional yang semakin cepat menuntut peningkatan peran Indonesia dalam percaturan politik internasional. Namun, masyarakat Indonesia menilai peran diplomasi para perwakilan Indonesia di luar negeri masih belum optimal dalam memperjuangkan kepentingan nasional, khususnya dalam mengatasi krisis nasional.

Sering terjadi pelanggaran batas wilayah teritorial Indonesia oleh pihak-pihak asing yang mengakibatkan kerugian negara.

5.2 Penugasan kepada Presiden

5.2.1 Agar kebijakan politik luar negeri Indonesia tetap berpegang pada prinsip politik luar negeri yang bebas aktif.

5.2.2 Agar aktif dan selektif mengambil peran di dalam berbagai forum internasional, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral, terutama dalam rangka mempercepat upaya pemulihan krisis nasional, sehingga peran para diplomat RI di luar negeri harus ditingkatkan secara optimal.

II – 20

Page 21: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

5.2.3 Menyelesaikan batas wilayah teritorial Indonesia yang bermasalah sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.

5.3 Pelaksanaan

Pelaksanaan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif difokuskan pada upaya-upaya diplomasi untuk meraih dukungan dari negara-negara lain terhadap integritas wilayah dan keutuhan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta dukungan terhadap proses pemulihan ekonomi nasional.

Dalam rangka menjaga integritas wilayah NKRI, berbagai kunjungan Presiden maupun Menlu ke beberapa negara telah berhasil menampakkan hasil dengan adanya dukungan negara–negara sahabat maupun organisasi intrenasional. Disamping itu, telah berhasil dilakukan kerjasama sebagai upaya untuk mencegah penyelundupan senjata, orang, uang, dan barang yang digunakan untuk mendukung gerakan separatis.

Dalam rangka upaya mendukung pemulihan ekonomi, Indonesia membutuhkan lingkungan yang stabil, aman, damai, dan berkemakmuran. Di tingkat ASEAN, telah dicapai upaya-upaya di berbagai bidang. Di bidang perdamaian dan keamanan, semua negara ASEAN telah sepakat dengan Bali Treaty of Amity and Cooperation tahun 1976 yang ditujukan untuk mendukung upaya penyelesaian konflik secara damai. Di bidang ekonomi, telah diberlakukan AFTA sejak 1 Januari 2002 di 6 (enam) negara ASEAN dan telah meningkatkan jumlah transaksi perdagangan rata-rata 26 persen, dimana tahun lalu nilainya telah mencapai US$ 75 miliar. Di bidang kerjasama antar kawasan semua negara anggota ASEAN telah sepakat dan berupaya aktif dalam forum seperti APEC, ARF, ASEM, dan FEALA (Forum for East Asian and Latin America).

Upaya-upaya confidence building, preventive diplomacy dan rule making di ASEAN juga terus berkembang dan telah mulai menampakkan hasil-hasil konkret seperti dalam konteks kawasan bebas senjata nuklir. Demikian pula, ASEAN Regional Forum

II – 21

Page 22: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

sebagai wadah dialog dan konsultasi keamanan kawasan, yang melibatkan negara-negara besar, dianggap semakin penting peranannya. Yang paling patut dicatat adalah derajat kematangan hubungan antar negara-negara ASEAN juga telah memungkinkan penyelesaian konflik, melalui perundingan maupun melalui adjudikasi pihak ketiga. Kasus Sipadan-Ligitan di Mahkamah Internasional, telah melampaui tahap akhir dengan penyampaian argumentasi lisan dari kedua pihak pada awal Juni 2002 di Den Haag. Mahkamah Internasional akan mengambil keputusan atas kasus pulau Sipadan-Ligitan pada akhir 2002 atau paling lambat awal 2003.

Khusus berkaitan dengan masalah terorisme internasional, dalam kesempatan kunjungan ke negara-negara ASEAN pada Agustus 2001, Pemerintah telah menekankan pentingnya kerjasama regional untuk mengatasi masalah terorisme. Karena pada kenyataannya kegiatan terorisme lintas negara memang sudah menjadi ancaman nyata bagi kita. Karena itu pulalah maka Indonesia termasuk negara pertama yang secara tegas mengutuk serangan teroris pada tanggal 11 September 2001 di Amerika Serikat. Bersama dengan itu, untuk memerangi terorisme, Indonesia juga telah mendesak masyarakat internasional agar membentuk koalisi global, yang secara inklusif melibatkan semua peradaban dan semua agama, dengan PBB yang memegang peranan utama.

Guna memerangi terorisme secara efektif, Indonesia masih perlu meningkatkan kapasitas institusional dan infrastruktur hukum. Untuk itulah, pada tingkat nasional telah dilengkapi peraturan perundang-undangan yang diperlukan, dengan pengesahan Undang-undang tentang Pencucian Uang dan penyususnan Rancangan Undang-undang tentang Anti Terorisme serta melalui pengesahan konvensi-konvensi internasional terkait. Indonesia juga telah menggalang berbagai bentuk kerjasama dengan negara lain untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dalam bentuk kerjasama pertukaran informasi untuk mengatasi terorisme dan kejahatan lintas negara antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina yang telah ditandatangani Menteri Luar Negerinya pada tanggal 7 Mei 2002 di Kuala Lumpur. Sedangkan di tingkat global, kita sebagai anggota II – 22

Page 23: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

PBB terus berusaha memenuhi kewajiban-kewajiban kita dalam melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373.

Dalam rangka memperkokoh interaksi dengan negara-negara tetangga di kawasan Timur, telah diupayakan membangun tiga struktur hubungan baru. Struktur pertama, partisipasi sebagai mitra wicara pada Pacific Island Forum, yang sangat penting artinya bagi penegasan identitas kebhinnekaan bangsa Indonesia. Struktur kedua, membangun dialog dengan negara-negara dikawasan Pasifik Barat Daya, yang terdiri dari Timor Timur, Papua Nugini, Filipina, Australia, dan Selandia Baru. Gagasan Indonesia untuk membentuk “Southwest Pacific Dialogue” telah mendapat tanggapan positif, dimana forum dialog antar Menteri Luar Negeri akan diluncurkan pada awal Oktober 2002 di Timika, Propinsi Papua. Struktur ketiga adalah konsultasi trilateral antara Indonesia, Timor Timur, dan Australia yang telah diluncurkan pada akhir Februari 2002.

Berkenaan dengan Timor Timur, Pemerintah secara konsisten berupaya membina hubungan bertetangga baik yang rekonsiliatif, dengan memandang ke masa depan, dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Konsisten dengan posisi dasar tersebut dan dengan memperhatikan strategi politik luar negeri yang sedang kita bangun di kawasan Pasifik Barat Daya, serta dengan kebesaran hati, maka kunjungan Presiden ke Dili dalam rangka peresmian negara Republik Demokratik Timor Timur kiranya dapat dipahami dan disikapi secara positif. Presiden tetap mencermati dan memperhatikan aspirasi seluruh komponen bangsa, namun untuk keperluan orientasi ke depan sebagai konsekuensi logis dari terbentuknya Timor Timur sebagai negara baru, kunjungan Presiden ke Timor Timur telah mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat internasional.

Pada lingkungan yang lebih luas, kita terus meningkatkan upaya diplomasi yang efektif dan terarah dengan negara-negara penting di kawasan Asia Timur, termasuk yang menyangkut konsepsi “Masyarakat Asia Timur” yang sudah mulai digulirkan dalam proses ASEAN+3. Dalam kerangka ASEAN+3, terus dikembangkan hubungan bilateral dengan negara-negara utama di

II – 23

Page 24: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

kawasan seperti Jepang, Korea Selatan, RRC, dan India, yang merupakan mitra kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi yang semakin penting. Terdapat berbagai peluang yang perlu kita manfaatkan melalui pengembangan hubungan baik dengan keempat negara tersebut. Kunjungan Presiden ke negara-negara tersebut adalah bagian dari upaya untuk memperkokoh hubungan bilateral sekaligus untuk meraih peluang-peluang yang terbuka dari kedekatan hubungan dengan negara-negara itu.

Sementara, kunjungan Presiden ke Amerika Serikat pada tanggal 18 September 2001 seminggu setelah peristiwa terorisme tanggal 11 September 2001, merupakan satu tonggak penting dalam upaya membangun era hubungan baru antara Indonesia dan Amerika Serikat guna menciptakan stabilitas dan kemakmuran.

Sebagai perwujudan amanat konstitusi, perhatian terus diberikan juga pada hubungan-hubungan yang didasarkan pada kedekatan ideologis dan solidaritas dengan sesama negara anggota Gerakan Non Blok (GNB), Organisasi Konperensi Islam (OKI), Kelompok 77, dan Kelompok 15, dan tentunya memanfaatkan PBB sebagai satu-satunya organisasi yang bersifat universal bagi pencapaian kepentingan-kepentingan nasional kita dan juga kepentingan negara-negara berkembang.

Indonesia masih terus prihatin dengan situasi di wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel. Dalam hal ini, Indonesia telah secara tegas dan berulang-ulang mengutuk agresi militer yang dilakukan Israel dan menuntut negara itu untuk segera mematuhi resolusi-resolusi PBB terkait, termasuk menghormati hak bangsa Palestina untuk mendirikan negara berdaulat. Indonesia juga terus menyuarakan solidaritas dan dukungan bagi rakyat Palestina dalam perjuangan mereka serta mendesak untuk segera dimulai kembali proses perundingan damai, termasuk pentingnya partisipasi Presiden Yasser Arafat dalam proses tersebut. Disamping memberikan dukungan di berbagai forum internasional dan bantuan kemanusiaan, Indonesia terus berperan aktif dalam menggalang solidaritas negara-negara anggota GNB dan OKI.

II – 24

Page 25: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Sebagaimana dimaklumi, kepedulian dan dukungan kita terhadap perjuangan bangsa Palestina merupakan wujud nyata dari semangat cita-cita proklamasi dan amanat konstitusi kita yang mengharuskan penghapusan penjajahan dari muka bumi. Dalam kaitan ini, patut kita ingat bahwa Dasa Sila Bandung dan semangat yang melandasi Konperensi Asia Afrika tahun 1955 telah menjadi sumber aspirasi bagi bangsa-bangsa di dunia untuk keluar dan belenggu penjajahan. Jasa Indonesia dalam hal ini terus dihargai dan sesungguhnya merupakan modal politik yang sangat besar politik luar negeri kita.

Di bidang perdagangan dunia Indonesia telah berperan aktif dalam proses reformasi tata perdagangan dunia, khususnya melalui konperensi tingkat menteri organisasi perdagangan dunia (WTO) di Doha, Qatar bulan November 2001, yang telah berhasil menampung berbagai kepentingan Indonesia dan negara berkembang pada umumnya melalui penguatan aspek-aspek pembangunan dalam semua sektor perdagangan yang akan diliberalisasikan.

Selain itu, Indonesia bersama negara-negara berkembang lainnya terus berusaha memperbaiki ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam sistem-sistem pengelolaan global tersebut. Ini kita lakukan baik dalam kerangka PBB, forum-forum kerjasama antar negara berkembang, maupun forum-forum dialog antara negara-negara berkembang dan negara maju. Salah satu wujud konkretnya baru-baru ini adalah partisipasi aktif dan kepemimpinan nasional dalam mempersiapkan KTT Dunia mengenai Pembangunan Berkelanjutan, antara lain yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, kesehatan, ketersediaan air bersih, konservasi energi dan kepentingan utama Indonesia seperti upaya mengatasi masalah penangkapan ikan dan penebangan kayu ilegal, perlindungan sumber daya alam serta upaya penyelesaian utang luar negeri melalui skema pertukaran utang dengan program pembangunan dan perlindungan lingkungan.

Peningkatan kerjasama bilateral dengan berbagai negara juga terus dilakukan dengan tujuan utama mendukung program-program normalisasi kehidupan ekonomi nasional. Fokus utamanya adalah

II – 25

Page 26: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

peningkatan upaya memulihkan citra dan penonjolan perkembangan di bidang stabilitas politik, keamanan, penegakan hukum, penghormatan HAM dan upaya pemerintah dalam penyempurnaan berbagai infrastruktur ekonomi yang kondusif bagi penanaman modal di Indonesia. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memulihkan kepercayaan dan dukungan dari negara-negara mitra serta lembaga keuangan internasional bahwa Indonesia tengah berupaya sungguh-sungguh untuk memulihkan perekonomian melalui langkah-langkah pembenahan di semua bidang bagi terciptanya kehidupan bernegara yang demokratis.

6. Imigran gelap

6.1 Permasalahan

Penyusupan imigran gelap sebagai akibat terbukanya wilayah Indonesia secara geografis telah menimbulkan berbagai implikasi sosial dan politik.

6.2 Penugasan kepada Presiden

Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan melibatkan aparat keamanan, meningkatkan kegiatan diplomasi dalam menyelesaikan masalah imigran gelap, serta membangun jaringan sistem informasi yang komprehensif.

6.3 Pelaksanaan

Sumber dari IOM pada posisi tanggal 5 April 2002 menyebutkan bahwa imigran asal Afghanistan yang sudah dikirim sebagai pengungsi ke negara ketiga sebagai penerima, berjumlah 5 (lima) orang dengan rincian:

1) Ke Canada sejumlah 2 orang2) Ke Finlandia sejumlah 1 orang

II – 26

Page 27: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

3) Ke Swedia sejumlah 1 orang 4) Ke Australia sejumlah 1 orang

Sumber dari UNHCR pada posisi tanggal 28 Februari 2002 menerangkan bahwa dari sejumlah 630 orang imigran asal Afghanistan yang berstatus pengungsi tercatat 52 orang, dan yang mencari suaka tercatat 578 orang.

Secara keseluruhan data/informasi tentang imigran gelap yang berada di Indonesia sebagai berikut:

a. Sumber IOM per tanggal 5 April 2002 berjumlah 3.761 orang dengan rincian:

1) Pemegang status pengungsi : 653 orang2) Melarikan diri : 1.619 orang3) Yang sudah dikirim ke negara ke tiga : 125 orang4) Telah pulang sukarela ke negara asal : 230 orang5) Yang masih dalam proses : 1.133 orang

b. Negara ketiga penerima pengungsi: Canada (2), Finlandia (11), Denmark (9), Swedia (71), Norwegia (18), Australia (3), dan Inggris (11) orang.

c. Pengungsi yang masih dalam proses sebanyak 1.133 orang yang berlokasi di berbagai penampungan, yaitu:

1) Wilayah Hukum Polda Metro Jaya:

a) Hotel Bintang Kejora : 52 orangb) Hotel Borneo : 71 orangc) Wisma Delima : 33 orang

2) Wilayah Hukum Polda Jatim :

a) Hotel Geneva Surabaya : 7 orangb) Hotel Asri Situbondo : 56 orangc) Hotel Baru Situbondo : 55 orang

II – 27

Page 28: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

3) Wilayah Hukum Polda Jabar:

a) Wisma Palar : 105 orangb) Wisma Lamido Bogor : 23 orangc) Hotel Sulanjana I Bogor : 58 orangd) Hotel Sulanjana II Bogor : 32 orange) Villa Kiki Bogor : 20 orangf) Hotel Mawar Merah Bogor : 17 orang

4) Wilayah Hukum Polda Bali di Hotel Damai : 10 orang

5) Wilayah Hukum Polda Sumut di Tanjung Balai Asahan: 10 orang

6) Wilayah Hukum Polda Riau:

a) Kantor Imigrasi Lama Batam : 45 orangb) Karantina Pekan Baru : 9 orang

7) Wilayah Polda Kalbar di Karantina Imigrasi Singkawang: 13 orang

8) Wilayah hukum Polda Nusa Tenggara Barat:

a) Wisma Nusantara Mataram : 209 orangb) Wisma Nusantara II Mataram : 37 orangc) Hotel Wisata Mataram : 67 orangd) Hotel Iriguna Mataram : 67 orange) Hotel Tambora Sumbawa Besar : 10 orang

9) Wilayah Hukum Polda Lampung di Hotel Bhayangkara : 117 orang

10) Wilayah Hukum Polda Maluku di Wisma Polisi Tual Ambon: 10 orang

II – 28

Page 29: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

d. Sumber dari UNHCR pada posisi tanggal 28 Februari 2002 diinformasikan sebagai berikut:

1) Jumlah pengungsi 526 orang (terdiri dari 285 orang sudah berstatus pengungsi dan 243 orang masih dalam proses/menunggu) dengan rincian negara asal:

a) Irak : 445 orangb) Afghanistan: 52 orangc) Somalia : 11 orangd) Iran : 4 orange) Srilangka : 4 orangf) Palestina : 2 orangg) Algeria : 2 orangh) Vietnam : 2 orangi) Bahrain : 1 orangj) Chadian : 1 orangk) Liberia : 1 orangl) Sierra Leone : 1 orang

2) Jumlah pencari suaka 952 orang (terdiri dari 677 orang sudah berstatus pencari suaka dan 275 orang masih dalam proses/menunggu) dengan rincian negara asal:

a) Irak : 301 orangb) Afghanistan: 578 orangc) Iran : 30 orangd) Srilangka : 12 orange) Pakistan : 4 orangf) Sierra Leone : 3 orangg) Somalia : 3 orangh) Sudan : 3 orangi) Algeria : 2 orangj) Bangladesh : 2 orangk) Tanzania : 3 orangl) Turki : 2 orangm) Kongo : 1 orangn) Ethiopia : 1 orang

II – 29

Page 30: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

o) Ghana : 1 orangp) Liberia : 1 orangq) Afrika Selatan : 1 orangr) Uganda : 1 orangs) China (CHI) : 1 orang

7. Otonomi Daerah

7.1 Permasalahan

Dalam pelaksanaan otonomi daerah ditemukan berbagai peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih dan bahkan ada yang bertentangan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

7.2 Penugasan kepada Presiden

Agar membentuk Tim Verifikasi Nasional untuk semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

7.3 Pelaksanaan

Dalam implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 dimaklumi masih adanya perbedaan penafsiran antar instansi baik di tingkat pusat maupun daerah, kelemahan koordinasi antar instansi serta hambatan pelaksanaan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Berbagai peraturan pelaksanaan perundang-undangan dan peraturan pemerintah terus diupayakan dan diwujudkan untuk dapat lebih meningkatkan kewajiban kepemerintahan dan pelayanan masyarakat, termasuk pembagian kewenangan antara pusat dan daerah di berbagai aspek.

II – 30

Page 31: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Terhadap aspirasi otonomi, harus hati-hati karena berkaitan dengan keutuhan wilayah, terutama yang menggunakan pendekatan suku, ras dan agama. Perlu upaya untuk mencegah terjadinya distorsi pemahaman otonomi yang dapat menimbulkan ketidakpatuhan dan ketidaktaatan daerah serta hal-hal yang mengarah kepada gejala separatisme. Untuk itu, sosialisasi Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya perlu ditingkatkan, termasuk peninjauan dan penyempurnaan Undang-undang.

Upaya verifikasi perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah dilakukan oleh instansi terkait, yang pada umumnya dikonsultasikan dengan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Melalui pembahasan dalam Dewan itu saat ini sedang dikaji berbagai peraturan perundang-undangan yang diperkirakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. Pemerintah juga terus menyusun peraturanperaturan perundang-undangan untuk melengkapi Undang-undang Pemerintahan Daerah tersebut. Berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah untuk melengkapi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah dikeluarkannya 23 Undang-undang, 36 Peraturan Pemerintah, 13 Keputusan Presiden, dan sejumlah Keputusan Menteri, Surat Edaran serta peraturan daerah mengenai pelaksanaan peraturan perundang-undangan diatasnya. Juga telah dilakukan penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual kebijakan sektoral serta pelatihan dan fasilitasi kepada pemerintah daerah dalam bidang masing-masing. Untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua telah disusun Undang-undang Otonomi Khusus.

Pemerintah juga akan terus (i) mengkaji berlakunya otonomi daerah pada tingkat pemerintahan propinsi, kabupaten/kota maupun desa; (ii) menginventarisasi instrumen pelaksanaan kewenangan kabupaten/kota; (iii) melakukan kajian kelembagaan dan hubungan antar lembaga di lingkungan pemerintah daerah; (iv) melanjutkan penyusunan dan penyesuaian kebijakan pelaksanaan otonomi daerah; dan (v) menyelenggarakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah.

II – 31

Page 32: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

8. Persiapan Pemilihan Umum

8.1 Permasalahan

Dengan terjadinya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 khususnya yang menyangkut pemilihan umum, persiapan yang kurang memadai tidak akan menghasilkan suatu pemilu yang berkualitas.

8.2 Penugasan kepada Presiden

8.2.1 Untuk bersama-sama dengan DPR segera merevisi tiga Undang-undang bidang politik yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

8.2.2 Segera menciptakan iklim yang kondusif di seluruh tanah air khususnya di daerah-daerah yang mengalami konflik, agar siap mengikuti pemilihan umum yang akan datang.

8.3 Pelaksanaan

Dalam rangka mempersiapkan Pemilu, Pemerintah sudah mengajukan draft RUU Pemilu yang merupakan penyempurnaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi penyelenggaraan Pemilu 2004 atau Pemilu 2009 yang lebih demokratis. Hal ini antara lain berupa upaya memperjelas posisi, hak dan kewajiban anggota TNI/Polri dalam Pemilu, posisi pejabat publik dalam proses Pemilu serta memperjelas persyaratan keikutsertaan partai-partai. Namun

II – 32

Page 33: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

demikian, diperlukan konsistensi dan kejelasan dalam perumusan peran, hak dan kewajiban TNI/Polri seperti tercantum dalam Tap MPR Nomor VII/MPR/2000, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dengan materi yang tercantum dalam RUU Pemilu, khususnya mengenai hak TNI/Polri dalam Pemilu.

Berkenaan dengan upaya peningkatan transparansi dan pertanggungjawaban Pemilu, pemerintah melantik para anggota KPU yang independen dan non partisan yang merupakan hasil proses pemilihan dengan melibatkan DPR. Perumusan program kerja dan kinerja KPU dalam mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu 2004 antara lain akan sangat ditentukan oleh finalisasi amandemen UUD 1945 dan revisi peraturan perundang-undangan di bidang politik. Dalam menghadapi pemilu 2004 penentuan batas perolehan suara minimal (electoral treshold) antara 2 persen bagi partai peserta Pemilu, diharapkan dapat memacu partai kecil yang pada Pemilu 1999 memperoleh suara kurang dari 2 persen untuk menggabungkan diri pada partai besar yang paling sesuai dengan kepentingan politik dan ideologi masing-masing partai kecil. Diharapkan dengan peningkatan kinerja KPU, dapat menghasilkan Pemilu yang lebih baik dibandingkan Pemilu 1999 lalu.

9. Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

9.1 Permasalahan

Tindak pidana korupsi di Indonesia telah terjadi secara sistematis dan meluas, berakibat tidak hanya merugikan keuangan negara, bahkan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas serta pemeriksaan tindak pidana korupsi belum dilakukan secara luar biasa, konsisten, cepat, tegas, dan transparan serta tuntas.

9.2 Penugasan kepada Presiden

II – 33

Page 34: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

9.2.1 Melanjutkan dan meningkatkan langkah-langkah konkret guna terwujudnya Pemerintah dan Penyelenggara Negara yang bersih serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

9.2.2 Mengusut secara tuntas seluruh tindak pidana korupsi di bidang keuangan dan perbankan termasuk kasus bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

9.2.3 Memperhatikan secara sungguh-sungguh kesejahteraan, peningkatan kualitas dan kuantitas aparatur penegak hukum, serta peningkatan sarana dan prasarana

9.3 Pelaksanaan

Selama ini Pemerintah telah berusaha untuk melakukan salah satu agenda reformasi yang lain yaitu pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme dan penanganan pelanggaran hak asasi manusia.

Dalam hal penyelenggaraan negara, sangat disadari bahwa Pemerintah dewasa ini masih mendapat banyak sorotan. Masih banyak diterima keluhan dan kritik dari masyarakat mengenai kinerja Pemerintah dalam memberikan pelayanan, maupun penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Untuk mengatasi KKN, pemerintah secara terus menerus berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaksanaan pengawasan khususnya pengawasan internal Pemerintah.

Dalam pada itu, untuk memantapkan penanganan kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme, telah dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang diharapkan dapat semakin memperkecil gerak untuk melakukan tindak pidana korupsi melalui perluasan pengertian korupsi dan pengaturan mengenai pembuktian terbalik, namun tetap berdasarkan prinsip asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Sejalan dengan

II – 34

Page 35: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

itu, Pemerintah telah mengajukan Rancangan Undang-undang Tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Komisi Antikorupsi). Komisi ini mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya seperti di bidang perbankan, pasar modal, perpajakan dan di bidang moneter keuangan yang bersifat lintas sektoral.

Untuk mengantisipasi kejahatan korupsi yang bersifat lintas negara, Pemerintah telah menatapkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundring) yang ditujukan untuk mencegah hasil kejahatan dalam bentuk harta kekayaan baik yang dilakukan dalam batas wilayah negara Republik Indonesia maupun yang melintasi batas wilayah negara. Adanya undang-undang tersebut di atas diharapkan akan semakin meningkatkan upaya pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi secara menyeluruh.

Terkait dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan, peningkatan kualitas dan kuantitas aparatur penegak hukum, serta peningkatan sarana dan prasarana, khusus terhadap langkah meningkatkan kesejahteraan adalah dengan melakukan kajian mendalam mengenai sistem remunerasi yang melibatkan instansi terkait seperi Menpan, BKN, LAN, Bappenas, dan Departemen Keuangan. Diharapkan dari kajian tersebut akan merekomendasikan tingkat kesejahteraan yang memadai pegawai negeri pada umumnya dan aparat penegak hukum pada khususnya. Peningkatan kualitas dan kuantitas aparat penegak hukum terus menerus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Peningkatan kualitas dilakukan khususnya untuk mendukung aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia antara lain pendidikan dan pelatihan di bidang investigasi khusus terhadap tindak pidana korupsi, kejahatan komputer, pencucian uang (money laundring), dan peningkatan pemahaman hak asasi manusia.

II – 35

Page 36: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Penambahan jumlah aparat penegak hukum juga terus dilakukan agar terjadi keseimbangan pelayanan keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat dengan jumlah aparat penegak hukum di tiap-tiap daerah.

Untuk memperkuat kelembagaan peradilan, pemerintah menginginkan meningkatnya kewibawaan pengadilan sebagai tempat pencari keadilan. Tetapi pemerintah juga sadar bahwa hal itu terutama menjadi kewenangan lembaga yudikatif. Dalam mendorong terwujudnya pengadilan yang lebih transparan dan akuntabel, pemerintah berusaha membina aparat kehakiman sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Pemerintah.

Dalam tahun 2001 dan 2001 jajaran penyidik dan penuntut umum telah dan sedang mengajukan tuntutan terhadap tersangka pelaku pelanggaran HAM berat dalam kasus Timor Timur tahun 1999 yang segera akan disusul dengan kasus Tanjung Priok tahun 1984.

Untuk mendukung proses peradilan HAM, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM Berat dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi dari Korban Pelanggaran HAM Berat.

Adapun hasil yang telah dicapai dapat digambarkan secara umum sebagai berikut:

9.3.1 Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung RI sampai dengan bulan Juni 2002 meliputi:

9.3.1.1 Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)

II – 36

Page 37: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

1. Jumlah kasus 52 (lima puluh dua) kasus dengan perincian sebagai berikut:

a) Kasus yang berasal dari laporan hasil temuan/audit BPK/BPKP sebanyak 48 kasus

b) Kasus yang berasal dari temuan Kejaksaan Agung sendiri sebanyak 4 kasus

2. Penyelesaian:

a) Tahap penyelidikan sebanyak 15 kasus

b) Dihentikan penyelidikannya sebanyak 2 kasus

c) Tahap penyidikan sebanyak 17 kasus

d) Dihentikan penyidikannya sebanyak 1 kasus

e) Ditingkatkan ketahap penuntutan/ persidangan sebanyak 12 kasus

f) Belum ditangani, yaitu Bank Take Over (BTO) sebanyak 5 kasus

3. Kegiatan penyelidikan dan penyidikan BLBI yang merupakan hasil temuan/audit BPK/BPKP ditangani secara Crash Program, melibatkan tambahan tenaga jaksa dari berbagai daerah dimulai sejak awal bulan Oktober 2001.

9.3.1.2 Kasus Non Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Non BLBI)

1. Kasus Tindak Pidana Korupsi lainnya (Non BLBI) yang berasal dari laporan masyarakat/instansi pemerintah maupun temuan Kejaksaan Agung berjumlah 52 kasus.

2. Penyelesaian:

II – 37

Page 38: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

a) Telah selesai penyidikan sebanyak 22 kasus (telah ditingkatkan tahap penuntutan/sidang)

b) Dalam tahap penyidikan sebanyak 30 kasus

3. Penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia tahap penuntutan periode Januari 2002 sampai dengan Juni 2002:

Perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan dengan rincian:

a) Melanggar Undang-undang Nomor 31 Tahun 1971 sebanyak 129 perkara

b) Melanggar Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebanyak 114 perkara

c) Jumlah yang telah diputus oleh Pengadilan sebanyak 62 perkara

d) Dalam proses persidangan sebanyak 181 perkara

10. Penegakan Hukum

10.1 Permasalahan

Belum kuatnya tekad dan komitmen aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk melakukan penegakan hukum dalam tindak pidana yang menyangkut sumber daya alam, perbankan, dan keuangan yang merugikan keuangan negara serta kejahatan-kejahatan lain yang mengganggu ketenteraman dan keamanan masyarakat maupun masa depan bangsa.

10.2 Penugasan kepada Presiden

II – 38

Page 39: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Melanjutkan dan menyelesaikan secara tuntas penegakan hukum yang menyangkut sumber daya alam, dan dana non budgeter, perbankan, dan keuangan, serta kejahatan-kejahatan lain yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

10.3 Permasalahan

Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya sudah tidak sesuai dengan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip keadilan serta berkelanjutan yang bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia

10.4 Penugasan kepada Presiden

Memprakarsai penyiapan penyusunan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya.

10.5 Pelaksanaan

Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya untuk menunjukkan tekad dan komitmen aparat penegak hukum dan instansi terkait dalam melakukan penegakan hukum dalam tindak pidana yang menyangkut sumber daya alam, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya untuk menunjukkan tekad dan komitmen aparat penegak hukum dan instansi terkait dalam melakukan penegakan hukum dalam tindak pidana yang menyangkut sumber daya alam, perbankan, dan keuangan dan kejahatan-kejahatan lain yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan melalui:

1. Peningkatan koordinasi antara Kepolisian, Kejaksaan, Departemen Kehutanan, Bank Indonesia, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemerintah Daerah dalam bentuk kerjasama dalam memerangi tindak pidana yang terkait dengan pencurian

II – 39

Page 40: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

kayu (illegal logging), pencucian uang, kejahatan internasional seperti perdagangan perempuan dan anak.

2. Pembenahan peraturan perundang-undangan yang dilakukan:

Pemerintah bekerjasama dengan LSM sedang menyusun Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (inisiatif Pemerintah bersama LSM) dan penyempurnaan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

11. Penyelesaian Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

11.1 Permasalahan

Penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia belum dilaksanakan secara cepat, adil, dan tuntas, bahkan masih terkesan lamban dan diskriminatif, sehingga belum memenuhi rasa keadilan masyarakat.

11.2 Penugasan kepada Presiden

Segera menyelesaikan proses penyidikan dan menuntaskan perkara-perkara dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

11.3 Pelaksanaan

Peningkatan penegakan hukum di bidang hak asasi manusia dilakukan antara lain melalui penetapan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2001 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Disamping itu, 4 (empat) Pengadilan HAM telah dibentuk, yaitu di Surabaya, Jakarta, Makassar, dan Medan.

II – 40

Page 41: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Dengan Keppres Nomor 53 Tahun 2001 telah dibentuk Pengadilan Ad-hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang disempurnakan dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2001 yang khusus menangani kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur dan Tanjung Priok.

Penuntut Umum Ad-hoc HAM juga telah ditunjuk seluruhnya berjumlah 24 orang dan untuk melaksanakan tugas persidangan perkara tersebut, di tingkat Pengadilan Negeri telah ditunjuk 12 orang Hakim dan 11 orang Hakim Ad-hoc, serta di tingkat Pengadilan Tinggi telah ditunjuk 5 orang Hakim dan 6 orang Hakim Ad-hoc.

Selain itu, upaya penegakan hukum di bidang hak asasi manusia juga akan diterapkan secara komprehensif di daerah-daerah konflik, dimana tidak dipungkiri adanya beberapa tindakan kekerasan yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun aparat yang bertentangan dengan hak asasi manusia.

11.3.1 Kasus Pelanggaran HAM Berat

1. Timor Timur

a) Penyidikan Tim Penyidik Ad-Hoc HAM telah selesai dilakukan dan berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Pengadilan HAM Ad-Hoc sebanyak 12 (dua belas) perkara dengan tersangka 18 (delapan belas) orang.

b) Saat ini persidangan perkara tersebut masih sedang berlangsung, bahkan ada yang sudah sampai pada penuntutan terhadap terdakwa.

c) Terdapat hambatan di persidangan yaitu sulitnya mendatangkan para saksi yang berdomisili di Timor Timur.

2. Tanjung Priok

II – 41

Page 42: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

a) Hasil penyelidikan dari Komnas HAM telah dilakukan penyidikan oleh Tim Penyidik Ad-Hoc HAM dan saat ini sedang diberkaskan 4 (empat) berkas perkara dengan jumlah tersangka sebanyak 12 (duabelas) orang.

b) Penyidikan/pemberkasan perkara tersebut masih sedang berlangsung dan penyitaan barang-barang bukti sedang dilakukan.

3. Abepura

a) Hasil penyelidikan yang diterima dari Komnas HAM saat ini telah dikembangkan dalam tahap penyidikan oleh Tim Penyidik Ad-Hoc HAM

b) Telah diperiksa dan didengar keterangan para saksi yang berjumlah 73 (tujuh puluh tiga) orang dan pemeriksaan saksi-saksi tersebut masih akan dilanjutkan.

c) Mengingat penyidikan tahap kesatu tanggal 28 Juni 2002 sudah berakhir, maka telah dimintakan perpanjangan penyidikan tahap kedua terhitung tanggal 28 September 2002 kepada Ketua Pengadilan Negeri Makassar selaku Ketua Pengadilan HAM Ad-Hoc.

4. Sampit

a) Hasil penyelidikan Komnas HAM telah diterima oleh Kejaksaan Agung.

b) Kesimpulan penyelidikan Komnas HAM tidak ditemukan pelanggaran HAM Berat di Sampit.

5. Trisakti, Semanggi I dan II

II – 42

Page 43: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

Hasil penyelidikan Komnas HAM telah diterima oleh Kejaksaan Agung. Namun dari hasil penelitian data-data yang disampaikan belum dapat dikualifikasikan sebagai hasil penyelidikan sebagaimana diatur dalam pasal 102 ayat (3) jo Pasal 75 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Jo Pasal 19 ayat (1) dan penjelasan atas Pasal 19 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

12. Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

12.1 Permasalahan

Amanat Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional, khususnya mengenai pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi belum direalisasikan.

12.2 Penugasan kepada Presiden

Agar Presiden bersama-sama DPR membentuk Undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

12.3 Pelaksanaan

Pemerintah sedang dalam proses menyusun RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

13. Berbagai Masalah Penting dan Mendesak Lainnya

1. Dalam rangka mengungkap kasus-kasus KKN, Kejaksaan Agung, dan KPKPN telah menandatangani Memorandum of Understanding (MOU). Bentuk MOU

II – 43

Page 44: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

antara lain yaitu KPKPN akan menyerahkan temuan-temuan hasil penelitian KPKPN yang berindikasikan adanya tindak pidana korupsi ke Kejaksaan Agung.

2. Kejaksaan Agung telah membentuk Tim Koneksitas Penyidikan kasus atas nama tersangka Ginandjar Kartasasmita, Cs, melengkapi Tim Koneksitas yang lama. Hal tersebut sehubungan dengan putusan kasasi Mahkamah Agung RI tentang Pra Peradilan yang mana penyidikan Kejaksaan dibenarkan/dinyatakan sah.

3. Kejaksaan Agung Bidang Tindak Pidana Khusus telah didengar dan telah memberikan penjelasan dalam Pansus DPR-RI kasus Pertamina yang berhubungan dengan penyidikan kasus pipanisasi dan kasus Technical Assistance Contract (TAC).

4. Kejaksaan Agung Jakarta Selatan telah membentuk Tim Medis yang terdiri dari beberapa orang dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk melakukan pemeriksaan kembali kesehatan H.M. Soeharto mantan Presiden RI. Tim Medis telah menyampaikan laporannya kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan juga telah dilakukan paparan oleh Tim Medis di depan Jaksa Agung dan pejabat-pejabat Eselon I dan pejabat-pejabat lainnya.

5. Proses ekstradisi terpidana Hendra Rahardja yang telah diputus dalam perjara tindak pidana korupsi secara In Absentia oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai saat ini belum terlaksana.

6. Proses ekstradisi terpidana Hendra Rahardja yang telah diputus dalam perkara tindak pidana korupsi secara In Absentia oleh Pengadilan Negeri sampai saat ini belum terlaksana. Yang bersangkutan saat ini berada dalam tahanan di Rumah Tahanan Sidney Australia. Alasan Pemerintah Australia belum menyerahkan yang

II – 44

Page 45: M E M O - Kementerian PPN/Bappenas :: Home · Web viewProses reposisi TNI/Polri yang belum berjalan sesuai dengan Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 dan Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 dan belum

bersangkutan untuk dibawa ke Indonesia, berdasarkan hukum Negara Australia peradilan In Absentia bertentangan dengan Undang-undang Australia Tahun 1986 tentang Human Rights and Equal Opportunity Commission Act yang diadopsi dari Konvensi Internasional PBB. Telah diupayakan memberikan penjelasan kepada Menteri Kehakiman Australia melalui Kedutaan Besar Australia di Jakarta bahwa peradilan In Absentia yang dilakukan terhadap Hendra Rahardja tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Namun sampai dengan saat ini upaya tersebut belum membawa hasil.

II – 45