kode etik mpr finalweb

Upload: riokamal

Post on 10-Oct-2015

37 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    1/37

    1

    MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

    REPUBLIK INDONESIA

    ---------

    KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

    REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 / MPR / 2010

    TENTANG

    PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

    REPUBLIK INDONESIA

    BAB IKETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan:

    1. Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disingkat MPR, adalah MajelisPermusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.

    2. Anggota MPR, selanjutnya disebut Anggota, adalah anggota MPR sebagaimana dimaksuddalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terdiri atas

    anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah.

    3. Presiden adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    4. Wakil Presiden adalah Wakil Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    5. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyatsebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

    6. Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah

    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

    7. Mahkamah Konstitusi, selanjutnya disingkat MK, adalah Mahkamah Konstitusisebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

    8. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga penyelenggarapemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

    9. Peraturan Tata Tertib MPR adalah ketentuan yang mengatur susunan, kedudukan, dankeanggotaan serta tata cara MPR dalam melaksanakan tugas, wewenang, hak, dan

    kewajiban MPR.

    10. Hari adalah hari kerja.

    Pasal 2

    MPR melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan Pancasila dan Undang-

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    2/37

    2

    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undanganlainnya.

    BAB II

    SUSUNAN, KEDUDUKAN, TUGAS, DAN WEWENANG MPR

    Bagian KesatuSusunan dan Kedudukan

    Pasal 3

    MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.

    Pasal 4

    MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaganegara.

    Bagian KeduaTugas dan Wewenang

    Pasal 5

    MPR mempunyai tugas dan wewenang:

    a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;

    b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;

    c. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalammasa jabatannya, setelah MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presidenterbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa

    Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atauWakil Presiden;

    d. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadikekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;

    e. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan,atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2(dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik ataugabungan partai politik yang pasangan calon tersebut meraih suara terbanyak pertama dankedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya;

    f. mengubah dan menetapkan Peraturan Tata Tertib MPR dan Kode Etik MPR;g. memilih dan menetapkan Pimpinan MPR; dan

    h. membentuk alat kelengkapan MPR.

    Pasal 6

    (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, MPRmenyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

    (2) Dalam menyusun program dan kegiatan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untukmemenuhi kebutuhannya, MPR dapat menyusun standar biaya khusus danmengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.

    (3) Pengelolaan anggaran MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan olehSekretariat Jenderal MPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (4) MPR menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran MPR dalam peraturan MPRsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    3/37

    3

    (5) MPR melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaluiSekretariat Jenderal MPR kepada publik pada akhir tahun anggaran.

    BAB III

    KEANGGOTAAN, HAK, DAN KEWAJIBAN MPR

    Bagian KesatuKeanggotaan

    Pasal 7

    (1) Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden.

    (2) Masa jabatan Anggota adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat Anggota yang barumengucapkan sumpah/janji.

    Pasal 8

    (1) Anggota sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama

    dipandu oleh Ketua MA dalam Sidang Paripurna MPR yang dipimpin oleh PimpinanSementara MPR.

    (2) Anggota yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama sebagaimanadimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janjinya dipandu oleh Pimpinan MPR,paling lambat30 (tiga puluh) hari setelah dilantik sebagai anggota DPR atau anggota DPD.

    (3) Anggota pengganti antarwaktu mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Pimpinan MPRpaling lambat30 (tiga puluh) hari setelah dilantik sebagai anggota DPR atau anggota DPD.

    Pasal 9

    Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sebagai berikut:

    Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

    bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua MajelisPermusyawaratan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturanperundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;

    bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demitegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripadakepentingan pribadi, seseorang, dan golongan;

    bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah yang saya wakili untukmewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik

    Indonesia.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    4/37

    4

    Pasal 10

    (1) Penggantian antarwaktu Anggota dilakukan apabila terjadi penggantian antarwaktuanggota DPR atau anggota DPD.

    (2) Pemberhentian dan pengangkatan sebagai akibat penggantian antarwaktu Anggotadiresmikan dengan keputusan Presiden.

    Bagian Kedua

    Hak dan Kewajiban AnggotaParagraf 1

    Hak Anggota

    Pasal 11

    (1) Setiap Anggota berhak mengikuti semua kegiatan MPR.

    (2) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,setiap Anggota mempunyai hak:

    a. mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

    b. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan;

    c. memilih dan dipilih;

    d. membela diri;

    e. imunitas;

    f. protokoler; dan

    g. keuangan dan administratif.

    (3) Hak protokoler, keuangan, dan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf fdan huruf g dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Paragraf 2

    Kewajiban Anggota

    Pasal 12

    Anggota mempunyai kewajiban:

    a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;

    b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

    menaati peraturan perundang-undangan;

    c. memasyarakatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;

    d. memperkukuh dan memelihara kerukunan nasional serta menjaga keutuhan NegaraKesatuan Republik Indonesia dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika;

    e. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;

    f. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan/atau wakil daerah;

    g. menaati Peraturan Tata Tertib MPR dan Kode Etik; dan

    h. menjaga integritas MPR.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    5/37

    5

    BAB IV

    HAK IMUNITAS, LARANGAN, DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA

    Bagian KesatuHak Imunitas

    Pasal 13(1) Anggota mempunyai hak imunitas.

    (2) Anggota tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan,dan/atau pendapat yang dikemukakannya, baik secara lisan maupun tertulis di dalamataupun di luar sidang atau rapat MPR yang berkaitan dengan tugas dan wewenang MPR.

    (3) Anggota tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/ataupendapat yang dikemukakannya, baik di dalam maupun di luar sidang atau rapat MPRyang berkaitan dengan tugas dan wewenang MPR.

    (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal Anggota yangbersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untukdirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Bagian Kedua

    LaranganPasal 14

    (1) Anggota dilarang merangkap jabatan sebagai:

    a. pejabat negara lainnya;

    b. hakim pada badan peradilan; atau

    c. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha milik negara,badan usaha milik daerah, dan/atau badan lain yang anggarannya bersumber dariAPBN/APBD.

    (2) Anggota dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikanswasta, akuntan publik, konsultan, advokat, notaris, dan pekerjaan lain yang berhubungandengan tugas, wewenang, dan hak sebagai Anggota.

    Bagian Ketiga

    Penyidikan

    Pasal 15(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap Anggota yang diduga

    melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.

    (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan olehPresiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanyapermohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan.

    (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila Anggota:

    a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;

    b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana matiatau seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dankeamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau

    c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    6/37

    6

    BAB V

    FRAKSI DAN KELOMPOK ANGGOTABagian Kesatu

    FraksiPasal 16

    (1) Fraksi adalah pengelompokan Anggota yang mencerminkan konfigurasi partai politik.

    (2) Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suaradalam penentuan perolehan kursi DPR.

    (3) Setiap Anggota yang berasal dari anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi.

    (4) Fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR dan Anggota dalam melaksanakantugasnya sebagai wakil rakyat.

    (5) Pengaturan internal fraksi sepenuhnya menjadi urusan fraksi masing-masing.

    (6) Sekretariat Jenderal MPR menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaranpelaksanaan tugas fraksi.

    Bagian Kedua

    Kelompok Anggota

    Pasal 17

    (1) Kelompok Anggota adalah pengelompokan Anggota yang berasal dari seluruh anggotaDPD.

    (2) Kelompok Anggota dibentuk untuk meningkatkan optimalisasi dan efektivitas kinerja MPRdan Anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil daerah.

    (3) Pengaturan internal Kelompok Anggota sepenuhnya menjadi urusan Kelompok Anggota.

    (4) Sekretariat Jenderal MPR menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaranpelaksanaan tugas Kelompok Anggota.

    BAB VI

    ALAT KELENGKAPAN MPRPasal 18

    Alat kelengkapan MPR disusun dan dibentuk menurut pengelompokan kegiatan dankebutuhan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang MPR, terdiri atas:

    a. pimpinan;

    b. panitia ad hoc MPR; danc. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk dalam Sidang Paripurna.

    BAB VII

    PIMPINAN MPR

    Bagian Kesatu

    Susunan dan Masa Jabatan

    Pasal 19

    (1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua.

    (2) Pimpinan MPR dipilih dari dan oleh Anggota dalam 1 (satu) paket.

    (3) Bakal calon Pimpinan MPR dari fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota disampaikan didalam Sidang Paripurna.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    7/37

    7

    (4) Tiap fraksi dapat mengajukan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebanyak 1(satu) orang.

    (5) Kelompok Anggota mengajukan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) palingsedikit sebanyak jumlah fraksi yang ada di MPR.

    (6) Paket calon Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang calon ketua dan 4 (empat) orang

    calon wakil ketua yang mencerminkan 3 (tiga) orang dari unsur anggota DPR dan 2 (dua)orang dari unsur anggota DPD yang berasal dari bakal calon yang disampaikan padaSidang Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk kemudian ditetapkan.

    (7) Apabila hanya terdapat 1 (satu) paket calon Pimpinan MPR, paket calon tersebut langsungditetapkan sebagai Pimpinan MPR.

    (8) Apabila terdapat lebih dari 1 (satu) paket calon Pimpinan MPR, pemilihan Pimpinan MPRdiupayakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.

    (9) Apabila musyawarah untuk mencapai mufakat tidak tercapai, pemilihan dilaksanakandengan pemungutan suara dan putusan ditetapkan dengan suara terbanyak.

    (10) Setiap Anggota memilih salah satu paket calon Pimpinan MPR yang telah ditetapkansebagaimana dimaksud pada ayat (6).

    (11) Paket calon Pimpinan MPR yang mendapatkan suara terbanyak, ditetapkan menjadiPimpinan MPR.

    (12) Apabila paket Calon Pimpinan MPR memperoleh suara terbanyak yang sama, dilakukanpemilihan ulang terhadap paket calon Pimpinan MPR yang memperoleh suara terbanyakyang sama tersebut.

    (13) Pimpinan MPR ditetapkan dengan Keputusan MPR.

    (14) Selama Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpilih, SidangParipurna MPR dipimpin oleh Pimpinan Sementara MPR.

    (15) Pimpinan Sementara MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (14) adalah Ketua DPRsebagai Ketua Sementara MPR dan Ketua DPD sebagai Wakil Ketua Sementara MPR.

    Pasal 20

    Masa jabatan Pimpinan MPR sama dengan masa jabatan keanggotaan MPR,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).

    Pasal 21

    (1) Sebelum memangku jabatannya, Pimpinan MPR bersumpah/berjanji dipandu oleh KetuaMA dalam Sidang Paripurna MPR.

    (2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:

    Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

    bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai ketua/wakil ketua MajelisPermusyawaratan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya;

    bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan;

    bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada bangsa dannegara;

    bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah yang saya wakili untuk

    mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan RepublikIndonesia.

    (3) Apabila Pimpinan MPR telah bersumpah/berjanji, Pimpinan Sementara MPRmenyerahkan pimpinan kepada Pimpinan MPR terpilih.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    8/37

    8

    Bagian Kedua

    Tugas, Wewenang, dan Hak PimpinanPasal 22

    (1) Pimpinan MPR bertugas:

    a. memimpin sidang MPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;

    b.

    menjadi juru bicara MPR;

    c. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakilketua;

    d. melaksanakan putusan MPR;

    e. mengoordinasikan Anggota untuk memasyarakatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    f. membentuk tim kerja sebagai alat kelengkapan Pimpinan MPR dalam rangkamembantu pelaksanaan tugas dan wewenangnya;

    g. menetapkan arah, kebijakan umum, program, dan anggaran MPR;

    h. mewakili MPR di pengadilan;

    i. meneliti surat-surat yang berhubungan dengan keanggotaan MPR;

    j. mengundang Anggota untuk bersidang;

    k. mengundang Panitia Ad Hoc MPR untuk mengadakan sidang;

    l. mempersiapkan rancangan acara sidang;

    m. menjaga ketertiban dalam rapat dengan melaksanakan asas demokrasi yangberintikan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan untukmencapai mufakat; dan

    n.

    menyampaikan laporan kinerja pimpinan dalam Sidang Paripurna MPR pada akhirmasa jabatan.

    (2) Pimpinan MPR berwenang:

    a. mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden dan/atau pimpinanlembaga negara lainnya untuk memasyarakatkan Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    b. mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden dan/atau pimpinanlembaga negara lainnya dalam rangka pelaksanaan Pancasila dan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    c.

    mengundang pimpinan fraksi-fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota untukmengadakan Rapat Gabungan;

    d. membentuk tim verifikasi persyaratan calon Presiden dan/atau Wakil Presiden.

    (3) Pimpinan MPR memiliki hak:

    a. protokoler;

    b. keuangan dan administratif; dan

    c. merekrut dan menggunakan tenaga ahli yang diperlukan guna menunjangkelancaran tugas dan wewenang tersebut.

    (4) Ketentuan mengenai tata cara hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf adilaksanakan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

    (5) Hak keuangan dan administratif Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3)huruf b disusun dan ditetapkan oleh Pimpinan MPR serta dilaksanakan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    9/37

    9

    (6) Sekretariat Jenderal MPR menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaranpelaksanaan tugas dan wewenang Pimpinan MPR.

    Bagian Ketiga

    Tim Kerja MPR

    Pasal 23(1) Tim Kerja MPR adalah alat kelengkapan Pimpinan MPR yang dibentuk dan ditetapkan

    oleh Pimpinan MPR dalam rangka membantu pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

    (2) Tim Kerja MPR terdiri atas:

    a. Tim Kerja Sosialisasi MPR;

    b. Tim Kode Etik MPR;

    c. Tim Anggaran MPR; dan

    d. tim kerja lainnya yang diperlukan.

    (3) Pembentukan Tim Kerja MPR didahului dengan Rapat Gabungan Pimpinan MPR,Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggota untuk menentukan kedudukan,keanggotaan, tata kerja, dan masa tugas dari Tim Kerja MPR yang ditetapkan denganKeputusan Pimpinan MPR.

    (4) Sekretariat Jenderal MPR menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaranpelaksanaan tugas dan wewenang Tim Kerja MPR.

    Bagian Keempat

    Tim Kerja Sosialisasi MPR

    Paragraf 1

    KedudukanPasal 24

    Tim Kerja Sosialisasi MPR merupakan alat kelengkapan Pimpinan MPR yang bertugasmenyusun materi dan metodologi, melaksanakan, serta memantau dan mengevaluasipenyelenggaraan kegiatan memasyarakatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 secara menyeluruh.

    Paragraf 2

    Keanggotaan

    Pasal 25

    (1) Tim Kerja Sosialisasi MPR dibentuk oleh Pimpinan MPR dan anggotanya mencerminkanperwakilan secara proporsional dari fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota.

    (2) Pimpinan Tim Kerja Sosialisasi MPR dipilih dari dan oleh Anggota Tim.

    Paragraf 3

    Tata Kerja

    Pasal 26

    (1) Tim Kerja Sosialisasi MPR melaksanakan tugas yang diberikan oleh Pimpinan MPR.

    (2) Setelah terbentuk, tim kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera melaksanakantugas yang diberikan oleh Pimpinan MPR.

    (3) Tim Kerja Sosialisasi MPR bertugas:

    a. menyusun materi dan metodologi, melaksanakan, serta memantau danmengevaluasi penyelenggaraan kegiatan memasyarakatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara menyeluruh;

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    10/37

    10

    b. dalam melaksanakan tugasnya, Tim Kerja Sosialisasi MPR mengikuti pembagiantugas yang ditetapkan oleh Pimpinan MPR; dan

    c. melaporkan hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada huruf a dan bkepada Pimpinan MPR.

    (4) Tim Kerja Sosialisasi MPR dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sebuah Tim Ahli

    dan Kesekretariatan yang direkrut sesuai dengan keperluan.(5) Pembicaraan, pembahasan serta materi yang berkembang dalam kegiatan

    memasyarakatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 oleh Tim Kerja Sosialisasi MPR disusun dalam suatu naskah laporan hasilsosialisasi.

    Bagian Kelima

    Tim Kode Etik MPRParagraf 1

    Kedudukan

    Pasal 27Tim Kode Etik MPR merupakan alat kelengkapan Pimpinan MPR yang dibentuk oleh

    Pimpinan MPR untuk menindaklanjuti laporan masyarakat atas dugaan pelanggaran PeraturanKode Etik MPR yang dilakukan oleh Anggota.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    11/37

    11

    Paragraf 2

    Keanggotaan

    Pasal 28

    (1) Tim Kode Etik MPR dibentuk oleh Pimpinan MPR dan anggotanya mencerminkanperwakilan secara proporsional dari fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota.

    (2) Pimpinan Tim Kode Etik MPR dipilih dari dan oleh anggota tim.

    Paragraf 3

    Tata KerjaPasal 29

    (1) Tim Kode Etik MPR melaksanakan tugas yang diberikan oleh Pimpinan MPR.

    (2) Setelah terbentuk, tim kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera melaksanakantugas yang diberikan oleh Pimpinan MPR.

    (3) Tim Kode Etik MPR memiliki tugas dan wewenang:

    a. menindaklanjuti keputusan Pimpinan MPR untuk menyelidiki laporan masyarakatatas dugaan pelanggaran Peraturan Kode Etik yang dilakukan oleh Anggota;

    b. memanggil Anggota yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada huruf a untukmemberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yangdilakukan;

    c. memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak lain yang terkait untuk dimintaiketerangan, termasuk untuk dimintai keterangan berupa dokumen atau bukti lain;

    d. memutuskan jenis sanksi kepada Anggota yang terbukti melanggar Peraturan KodeEtik MPR; dan

    e. melaporkan putusan akhir hasil penyelidikan kepada Pimpinan MPR.(4) Pimpinan MPR menindaklanjuti laporan hasil penyelidikan Tim Kode Etik MPR sesuai

    dengan Peraturan Kode Etik MPR yang diatur dalam Keputusan MPR tersendiri.

    (5) Tim Kode Etik MPR dibubarkan setelah tugasnya selesai.

    Bagian Keenam

    Tim Anggaran MPR

    Paragraf 1

    KedudukanPasal 30

    Tim Anggaran MPR merupakan alat kelengkapan Pimpinan MPR yang dibentuk olehPimpinan MPR untuk menyusun arah, kebijakan umum, program, dan anggaran MPR.

    Paragraf 2

    Keanggotaan

    Pasal 31

    (1) Tim Anggaran MPR dibentuk oleh Pimpinan MPR dan anggotanya mencerminkanperwakilan secara proporsional dari fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota.

    (2) Pimpinan Tim Anggaran MPR dipilih dari dan oleh anggota tim.

    Paragraf 3Tata Kerja

    Pasal 32

    (1) Tim Anggaran MPR melaksanakan tugas yang diberikan oleh Pimpinan MPR.

    (2) Setelah terbentuk, tim kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera melaksanakan

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    12/37

    12

    tugas yang diberikan oleh Pimpinan MPR.

    (3) Tim Anggaran MPR bertugas:

    a. merencanakan arah kebijakan umum anggaran untuk tiap 1 (satu) tahun anggaran;

    b. menyusun program, kegiatan dan anggaran MPR;

    c. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran; dan

    d. menyusun standar biaya khusus anggaran, program dan kegiatan MPR.

    (4) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Anggaran MPR dibantu oleh Sekretariat JenderalMPR.

    (5) Program, kegiatan,dan anggaran MPR yang disusun oleh Tim Anggaran MPR dan telahdisetujui oleh Pimpinan MPR selanjutnya diusulkan Sekretariat Jenderal MPR kepadapemerintah.

    (6) Pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran dilakukan oleh Sekretariat Jenderal MPR.

    (7) Sekretariat Jenderal MPR melaporkan pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaransebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Pimpinan MPR

    (8) MPR melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) melaluiSekretariat Jenderal MPR kepada publik pada akhir tahun anggaran.

    Bagian Ketujuh

    Pemberhentian dan Penggantian Pimpinan

    Pasal 33

    (1) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berhenti dari jabatannyakarena:

    a. meninggal dunia;

    b. mengundurkan diri; atau

    c. diberhentikan.

    (2) Pimpinan MPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:

    a. diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD; atau

    b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagaipimpinan MPR.

    (3) Dalam hal Pimpinan MPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2), Anggota dari fraksi atau Kelompok Anggota asal Pimpinan MPR yang

    bersangkutan menggantikannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pimpinan berhentidari jabatannya.

    (4) Penggantian Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengankeputusan Pimpinan MPR dan dilaporkan dalam Sidang Paripurna MPR berikutnya ataudiberitahukan secara tertulis kepada Anggota.

    (5) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disertai dengan daftar riwayat hidup.

    Pasal 34

    (1) Dalam hal salah seorang Pimpinan MPR atau lebih berhenti dari jabatannya, para anggotapimpinan lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas sementara

    sampai terpilihnya pengganti definitif.

    (2) Dalam hal Pimpinan MPR dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidanayang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, Pimpinan MPR yang

    bersangkutan tidak boleh melaksanakan tugasnya.

    (3) Dalam hal Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak terbukti

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    13/37

    13

    melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap, Pimpinan MPR yang bersangkutan melaksanakan tugasnya kembalisebagai Pimpinan MPR.

    BAB VIII

    PANITIA AD HOC MPR

    Bagian KesatuKedudukan

    Pasal 35

    Panitia Ad Hoc MPR merupakan alat kelengkapan MPR yang dibentuk oleh MPR untukmelaksanakan tugas-tugas tertentu yang diperlukan dalam Sidang Paripurna MPR.

    Bagian Kedua

    Keanggotaan

    Pasal 36

    (1) Panitia Ad Hoc MPR terdiri atas Pimpinan MPR dan paling sedikit 5% (lima persen) darijumlah Anggota dan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah Anggota secaraproporsional dari setiap fraksi dan Kelompok Anggota.

    (2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh setiap fraksi dan KelompokAnggota.

    Bagian Ketiga

    Tata Kerja

    Pasal 37

    (1) Panitia Ad Hoc MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) melaksanakan tugasyang diberikan oleh MPR.

    (2) Setelah terbentuk, Panitia Ad Hoc MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)segera menyelenggarakan rapat untuk membahas dan memusyawarahkan tugas yangdiberikan oleh MPR.

    Pasal 38

    (1) Panitia Ad Hoc MPR bertugas:

    a. mempersiapkan bahan sidang MPR; dan

    b. menyusun rancangan putusan MPR.

    (2) Panitia Ad Hoc MPR melaporkan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dalam Sidang Paripurna MPR.

    (3) Panitia Ad Hoc MPR dibubarkan setelah tugasnya selesai.

    Pasal 39

    (1) Panitia Ad Hoc MPR dibantu oleh sekretariat.

    (2) Panitia Ad Hoc MPR dapat membentuk tim ahli untuk membantu pelaksanaan tugasnya.

    (3) Pembicaraan dalam Panitia Ad Hoc MPR disusun dalam suatu risalah.

    (4) Sekretariat Jenderal MPR menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaranpelaksanaan tugas dan wewenang Panitia Ad Hoc MPR.

    BAB IX

    PERSIDANGAN DAN RAPAT MPR

    Bagian Kesatu

    Persidangan

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    14/37

    14

    Pasal 40

    (1) MPR bersidang sedikitnya satu kali dalam 5 (lima) tahun di ibu kota negara.

    (2) Persidangan MPR diselenggarakan untuk melaksanakan tugas dan wewenang MPRsebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

    (3) Selain persidangan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2), MPR mengadakan Sidang

    Paripurna Akhir Masa Jabatan untuk mendengarkan laporan pelaksanaan tugas danwewenang serta kinerja Pimpinan MPR.

    Pasal 41

    Rancangan acara sidang disampaikan oleh Pimpinan MPR kepada Sidang ParipurnaMPR untuk disahkan.

    Bagian Kedua

    Jenis Rapat

    Pasal 42

    Jenis rapat MPR terdiri atas:

    a. Sidang Paripurna MPR;

    b. Rapat Gabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan KelompokAnggota;

    c. Rapat Pimpinan MPR;

    d. Rapat Konsultasi dan Koordinasi Pimpinan MPR dengan Presiden dan/ataupimpinan lembaga negara lainnya;

    e. Rapat Panitia Ad Hoc MPR;

    f.

    Rapat Alat Kelengkapan MPR lainnya; dang. Rapat Fraksi atau Kelompok Anggota.

    Bagian Ketiga

    Persiapan dan Persyaratan RapatPasal 43

    (1) Undangan untuk Sidang Paripurna MPR harus telah disampaikan kepada Anggota palinglambat 3 (tiga) hari sebelum Sidang Paripurna dimulai.

    (2) Undangan untuk rapat MPR lainnya harus telah disampaikan kepada Anggota sebelumrapat yang bersangkutan dimulai.

    (3) Bahan untuk Sidang Paripurna dan rapat MPR lainnya harus telah disampaikan kepadaAnggota sebelum sidang atau rapat dimulai.

    (4) Sebelum menghadiri sidang atau rapat, setiap Anggota menandatangani daftar hadir.

    (5) Jika pada waktu yang telah ditetapkan untuk dimulainya sidang atau rapat, daftar hadirtelah ditandatangani sesuai dengan ketentuan kuorum jenis persidangan atau rapat,pimpinan sidang atau rapat membuka sidang atau rapat.

    (6) Untuk dapat mengambil putusan yang memerlukan kuorum akan diatur pada bab tersendiridalam Peraturan Tata Tertib ini.

    Bagian Keempat

    Tata Laksana Sidang atau RapatPasal 44

    Di dalam Sidang Paripurna MPR, setelah sidang dibuka, Sekretaris Jenderal MPRmembacakan surat masuk yang menjadi agenda Sidang MPR dan risalah yang dianggap perlu.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    15/37

    15

    Pasal 45

    (1) Anggota berbicara di tempat yang disediakan setelah mendapat izin dari pimpinan sidangatau rapat.

    (2) Pimpinan sidang atau rapat hanya dapat berbicara untuk menunjukkan duduk perkara yangsebenarnya atau untuk mengembalikan kepada pokok pembicaraan.

    (3) Apabila pimpinan sidang atau rapat ingin berbicara dengan menggunakan hak sebagaiAnggota tentang hal yang dirundingkan, ia menyerahkan kepada pimpinan yang lain untukmemimpin sidang atau rapat.

    (4) Pembicara tidak boleh diganggu selama berbicara dalam konteks permasalahan yangdibahas.

    Pasal 46

    (1) Pimpinan sidang atau rapat dapat menetapkan mengenai batas waktu para Anggotaberbicara.

    (2) Apabila pembicara melampaui batas waktu yang ditetapkan atau keluar dari pokokpermasalahan yang dibahas, pimpinan sidang atau rapat memperingatkan pembicarasupaya mengakhiri pembicaraannya dan pembicara harus menaati peringatan itu.

    Pasal 47

    (1) Anggota yang akan berbicara mendaftarkan nama terlebih dahulu, pendaftaran tersebutdapat juga dilakukan oleh fraksi atau Kelompok Anggotanya.

    (2) Anggota yang belum mendaftarkan namanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidakberhak berbicara kecuali jika menurut pendapat pimpinan sidang atau rapat ada alasan-alasan yang dapat diterima dan disetujui olehsidang atau rapat.

    Pasal 48

    (1) Giliran berbicara diberikan menurut urutan pendaftaran.

    (2) Untuk kelancaran sidang atau rapat, pimpinan sidang atau rapat dapat mengadakanperubahan dari urutan berbicara seperti dimaksud pada ayat (1).

    Pasal 49

    (1) Pimpinan sidang atau rapat dapat memberikan kesempatan interupsi kepada anggotauntuk:

    a. mengajukan koreksi mengenai pelaksanaan Peraturan Tata Tertib MPR;

    b. minta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai soal yangdibicarakan;

    c. menjelaskan persoalan yang menyangkut dirinya;

    d. mengajukan usul tata cara mengenai hal yang sedang dibicarakan; atau

    e. mengajukan usul untuk menunda sementara rapat.

    (2) Pimpinan sidang atau rapat dapat menghentikan pembicara yang melakukan interupsiapabila tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Pasal 50Sebelum melanjutkan agenda pembahasan di dalam sidang atau rapat, pimpinan sidang

    atau rapat dapat mengambil putusan terhadap usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1)huruf d dan huruf e.

    Pasal 51

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    16/37

    16

    (1) Apabila seorang pembicara dalam sidang atau rapat menggunakan perkataan yang tidakpatut, mengganggu ketertiban, atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang

    bertentangan dengan hukum, pimpinan rapat dapat memperingatkan pembicara supayatertib kembali.

    (2) Apabila terjadi hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan sidang atau rapatmemberi kesempatan kepada pembicara yang bersangkutan untuk menarik kembali kata-

    kata yang menyebabkan ia diberi peringatan. Jika ia memenuhi permintaan pimpinansidang atau rapat, kata-kata tersebut tidak dimuat dalam risalah, laporan, atau catatantentang pembicaraan itu dan dianggap sebagai tidak diucapkan.

    (3) Apabila seorang pembicara tidak mengindahkan peringatan pimpinan sidang atau rapatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau mengulangi pelanggaran tersebut, pimpinansidang atau rapat dapat menghentikan pembicaraan yang bersangkutan.

    Pasal 52

    (1) Apabila seorang Anggota melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban sidang ataurapat, pimpinan sidang atau rapat memperingatkan Anggota tersebut agar menghentikan

    perbuatan itu.

    (2) Jika peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diindahkan, pimpinan sidangatau rapat dapat menyuruh Anggota itu untuk meninggalkan ruangan sidang atau rapat.

    (3) Apabila Anggota tersebut tidak mengindahkan perintah sebagaimana dimaksudpada ayat(2), atas perintah pimpinan sidang atau rapat ia dapat dikeluarkan dengan paksa dariruangan sidang atau rapat.

    (4) Ruangan sidang atau rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ialah ruangan yangdipergunakan untuk sidang atau rapat, termasuk ruangan untuk umum, undangan, danpara tamu lainnya.

    Pasal 53

    (1) Apabila pimpinan sidang atau rapat menganggap perlu, ia dapat menunda sidang ataurapat setelah mendapat persetujuan Anggota.

    (2) Lamanya penundaan sidang atau rapat tidak boleh melebihi waktu 24 (dua puluh empat)jam.

    Pasal 54

    (1) Sidang Paripurna MPR diadakan berdasarkan putusan Pimpinan MPR dan dapatmendengarkan saran atau pertimbangan Pimpinan fraksi-fraksi atau Pimpinan KelompokAnggota bila dipandang perlu.

    (2) Dalam hal di dalam Sidang Paripurna MPR diadakan Pemandangan Umum, jumlahpembicara dan batas waktu berbicara ditetapkan oleh Pimpinan MPR.

    (3) Pimpinan MPR memberikan putusan apabila dalam Sidang Paripurna MPR timbulperbedaan pendapat mengenai suatu ketentuan di dalam Peraturan Tata Tertib MPR.

    Pasal 55

    (1) Rapat Pimpinan MPR dapat diadakan jika dipandang perlu untuk mengusahakantercapainya kebulatan pendapat MPR terhadap suatu masalah.

    (2) Dalam rangka mencapai kebulatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diadakanRapat Gabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan KelompokAnggota.

    Bagian Kelima

    Sifat-Sifat RapatPasal 56

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    17/37

    17

    (1) Sidang Paripurna MPR bersifat terbuka.

    (2) Rapat Panitia Ad Hoc MPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali apabila rapat yangbersangkutan memutuskan rapat tersebut bersifat tertutup.

    (3) Rapat Pimpinan MPR dan Rapat Gabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi danPimpinan Kelompok Anggota bersifat tertutup.

    Pasal 57

    (1) Rapat terbuka selain dihadiri oleh para Anggota, juga dapat dihadiri oleh bukan AnggotaMPR, baik yang diundang maupun tidak.

    (2) Rapat tertutup hanya dihadiri oleh para Anggota dan mereka yang diundang.

    Pasal 58

    Pada rapat yang bersifat terbuka, kemudian diputuskan menjadi rapat yang bersifattertutup, Pimpinan Rapat segera memerintahkan yang tidak berkaitan dengan rapat untukmeninggalkan ruang rapat.

    Pasal 59

    (1) Pembicaraan dalam rapat tertutup tidak boleh diumumkan, kecuali jika rapat memutuskanuntuk mengumumkan seluruhnya atau sebagian.

    (2) Rapat dapat pula memutuskan bahwa pembicaraan dalam rapat tertutup bersifat rahasia,berdasarkan usul Pimpinan salah satu fraksi atau Kelompok Anggota.

    (3) Penghapusan sifat rahasia itu dapat dilakukan terhadap seluruhnya atau sebagian daripembicaraan.

    (4) Rahasia itu juga harus dipegang teguh oleh mereka yang karena pekerjaan dan

    keahliannya, mengetahui apa yang dibicarakan.

    Bagian Keenam

    Risalah Rapat

    Pasal 60

    Untuk setiap sidang atau rapat dibuat risalah resmi, yakni laporan tertulis dan rekaman,yang selain memuat pengumuman dan pembicaraan yang telah dilakukan dalam rapat, jugamencantumkan:

    a. tempat dan acara sidang atau rapat;

    b. hari/tanggal sidang atau rapat dan jam dibuka serta ditutupnya sidang atau rapat;

    c. ketua dan sekretaris sidang atau rapat;

    d. nama-nama Anggota yang hadir dan yang tidak hadir;

    e. nama-nama pembicara dan pendapat masing-masing; dan

    f. keterangan-keterangan tentang putusan atau kesimpulan.

    Pasal 61

    (1) Setelah rapat selesai, risalah sementara secepatnya dikirimkan kepada para Anggota sidangatau rapat.

    (2) Dalam waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah menerima risalah, paraAnggota yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk mengadakan koreksi dalambagian risalah tanpa mengubah maksud semula.

    (3) Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlewati, dalam waktu 24 (duapuluh empat) jam risalah sementara ditetapkan menjadi risalah resmi.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    18/37

    18

    (4) Dalam hal terdapat perbedaan tafsiran terhadap risalah sidang atau rapat, pimpinan sidangatau rapat menetapkan berdasarkan hasil rekaman.

    Pasal 62

    (1) Segala kegiatan yang dilakukan oleh MPR dapat diketahui oleh Anggota.

    (2) Segala kegiatan MPR diumumkan dan disebarluaskan melalui siaran pers, baik media cetakmaupun elektronik, dan penerbitan MPR setelah mendapat persetujuan dari PimpinanMPR.

    BAB X

    PUTUSAN MPR

    Bagian KesatuPengambilan Putusan

    Pasal 63

    Putusan MPR adalah putusan yang diambil di dalam persidangan MPR.

    Pasal 64

    (1) Putusan MPR pada dasarnya diambil berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakatsebagaimana dimaksud sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin olehhikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

    (2) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,putusan dilakukan dengan pemungutan suara.

    (3) Pengambilan putusan pada Rapat Pimpinan MPR dan Rapat Gabungan Pimpinan MPR,

    Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggota tidak dapat dilakukanpemungutan suara.

    Bagian Kedua

    Syarat Sahnya Pengambilan Putusan

    Pasal 65

    Syarat sahnya pengambilan putusan adalah syarat-syarat yang mengatur keabsahanpersidangan MPR dan rapat-rapat Alat Kelengkapan MPR serta mengatur keabsahan putusanMPR.

    Bagian KetigaPersyaratan Kuorum

    Pasal 66

    Persyaratan kuorum adalah persyaratan sahnya persidangan MPR dan rapat-rapat AlatKelengkapan MPR berdasarkan kehadiran fisik peserta rapat serta dibuktikan dengan daftar hadir.

    Pasal 67

    (1) Syarat kuorum pengambilan putusan persidangan MPR terpenuhi apabila:

    a. dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota dan disetujuioleh sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) Anggota dari

    seluruh Anggota untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.

    b. dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah Anggota dan disetujuioleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota yang hadir untukmemutuskan usul DPR tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden;

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    19/37

    19

    c. dihadiri sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah Anggotaditambah 1 (satu) Anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% (lima puluhpersen) ditambah 1 (satu) Anggota dari seluruh Anggota yang hadir untuk sidangselain sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.

    (2) Syarat kuorum pengambilan putusan Alat Kelengkapan MPR, selain Pimpinan MPR,apabila dihadiri sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) dari

    seluruh anggota Alat Kelengkapan MPR tersebut.

    Pasal 68

    (1) Pengambilan putusan dilakukan dalam rapat yang telah memenuhi syarat kuorumsebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.

    (2) Apabila syarat kuorum rapat pengambilan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak terpenuhi, rapat ditunda sampai paling banyak 2 (dua) kali dalam selang waktu palinglama 24 (dua puluh empat) jam.

    (3) Apabila setelah 2 (dua) kali penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum

    terpenuhi, maka:a. jika terjadi di dalam Sidang Paripurna MPR, agenda bahasan menjadi batal; atau

    b. jika terjadi di dalam Rapat Panitia Ad Hoc MPR dan Rapat Alat Kelengkapan MPRlainnya, pemecahannya dilakukan oleh Pimpinan MPR setelah mendengarkan saranatau pertimbangan Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggota.

    Bagian Keempat

    Putusan Berdasarkan Mufakat

    Pasal 69

    (1) Putusan berdasarkan mufakat adalah putusan yang diambil secara musyawarah untuk

    mufakat sebagaimana dimaksud sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpinoleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

    (2) Putusan berdasarkan mufakat adalah sah jika diputuskan dalam rapat yang telah memenuhisyarat kuorum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.

    (3) Pengambilan putusan tentang pengubahan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa

    jabatannya, pengangkatan Wakil Presiden menjadi Presiden, dan pemilihan Presidendan/atau Wakil Presiden baru dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden berhalangantetap, diatur dalam pasal tersendiri.

    Bagian KelimaPutusan Berdasarkan Suara Terbanyak

    Pasal 70

    (1) Putusan berdasarkan suara terbanyak adalah putusan yang diambil melalui pemungutansuara.

    (2) Pengambilan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengadakanpenghitungan suara secara langsung dari Anggota.

    Pasal 71

    (1) Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dilakukan apabila

    musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2).

    (2) Pemungutan suara dilakukan oleh pimpinan rapat apabila peserta yang hadir telahmemenuhi kuorum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67.

    (3) Dalam hal pengambilan putusan berdasarkan suara terbanyak sebagaimana dimaksud padaayat (2) tidak tercapai, dilakukan pemungutan suara ulang.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    20/37

    20

    (4) Dalam hal pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hasilnya masihbelum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku ketentuan:

    a. pengambilan keputusan ditangguhkan sampai sidang berikutnya; atau

    b. usul yang bersangkutan ditolak.

    Pasal 72

    Pemungutan suara tentang orang dan/atau masalah yang dipandang penting olehsidang/rapat dilakukan dengan rahasia atau tertutup.

    Bagian Keenam

    Pelaksanaan Putusan

    Pasal 73

    Setiap putusan, baik berdasarkan hasil mufakat maupun suara terbanyak, harus diterimadan dilaksanakan dengan kejujuran, kesungguhan, dan tanggung jawab.

    Bagian Ketujuh

    Jenis PutusanPasal 74

    (1) Jenis putusan MPR adalah:

    a. Perubahan dan penetapan Undang-Undang Dasar;

    b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; dan

    c. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

    (2) Perubahan dan penetapan Undang-Undang Dasar adalah putusan MPR yang

    a. mempunyai kekuatan hukum sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia; dan

    b. tidak menggunakan nomor putusan MPR.

    (3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah putusan MPR yang

    a. berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschiking);

    b. mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar MPR sebagaimanadiatur dalam Ketetapan MPR Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan TerhadapMateri dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementaradan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 SampaiDengan Tahun 2002; dan

    c. menggunakan nomor putusan MPR.

    (4) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah putusan MPR yang

    a. berisi aturan/ketentuan internal MPR;

    b. mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam MPR; dan

    c. menggunakan nomor putusan MPR.

    (5) Semua putusan MPR tersebut berlaku sejak ditetapkan.

    Bagian Kedelapan

    Proses Pembentukan PutusanPasal 75

    Pembentukan putusan MPR dilakukan melalui tiga tingkat pembicaraan yaitu:

    a. Tingkat I :

    Pembahasan oleh Sidang Paripurna MPR yang didahuluioleh penjelasan Pimpinan MPR

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    21/37

    21

    dan dilanjutkan dengan Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi dan Kelompok Anggota.

    b. Tingkat II:

    Pembahasan oleh Panitia Ad Hoc MPR terhadap semua hasil pembicaraan Tingkat I.Hasil pembahasan pada Tingkat II ini merupakan rancangan putusan MPR.

    c. Tingkat III:

    Pengambilan putusan oleh Sidang Paripurna MPR setelah mendengar laporan dariPimpinan Panitia Ad Hoc MPR dan bilamana perlu dengan kata akhir dari fraksi-fraksi danKelompok Anggota.

    Pasal 76

    Sebelum dilakukan pembicaraan Tingkat I, Tingkat II, dan Tingkat III sebagaimanadimaksud dalam Pasal 75 dapat didahului dengan Rapat Gabungan Pimpinan MPR, Pimpinanfraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggota.

    Pasal 77

    Fraksi atau Kelompok Anggota berhak mengajukan usul atau pendapat dalam bentukpokok-pokok pikiran untuk bahan Putusan MPR di dalam Pembicaraan Tingkat I, Tingkat II, danTingkat III.

    BAB XI

    TATA CARA PERESMIAN KEANGGOTAAN MPR

    Bagian Kesatu

    Peresmian KeanggotaanPasal 78

    (1) Sekretariat Jenderal MPR berkoordinasi dengan KPU mengundang anggota DPR dananggota DPD untuk mengikuti Sidang Paripurna MPR dalam rangka peresmiankeanggotaan MPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

    (2) Sidang peresmian keanggotaan MPR dipimpin oleh Pimpinan Sementara MPR.

    (3) Sekretaris Jenderal MPR membacakan keputusan Presiden tentang peresmian keanggotaan.

    (4) Pengucapan sumpah/janji dilaksanakan sesuai dengan kelompok agama dan dipandu olehKetua MA.

    (5) Peresmian Anggota ditandai dengan penandatanganan berita acara pengucapansumpah/janji.

    (6) Susunan acara peresmian keanggotaan MPR adalah sebagai berikut:

    a. Sekretariat Jenderal MPR mengumumkan Pimpinan Sementara MPR;

    b. menyanyikan lagu Indonesia Raya oleh seluruh Anggota dan undangan;

    c. mengheningkan cipta;

    d. pembukaan Sidang Paripurna MPR oleh Pimpinan Sementara MPR;

    e. pembacaan Keputusan Presiden oleh Sekretaris Jenderal MPR ;

    f. pengucapan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua MA;

    g. penandatanganan berita acara pengucapan sumpah/janji;

    h. pembacaan doa; dan

    i. penutupan sidang.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    22/37

    22

    Bagian Kedua

    Peresmian Keanggotaan Pengganti AntarwaktuPasal 79

    (1) Pimpinan MPR mengundang anggota DPR dan/atau anggota DPD pengganti antarwaktuuntuk mengikuti peresmian keanggotaan MPR sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku, paling lambat 2 (dua) minggu setelah pengucapan sumpah/janjisebagai anggota DPR atau anggota DPD.

    (2) Sekretaris Jenderal MPR membacakan Keputusan Presiden tentang peresmian Anggotapengganti antarwaktu.

    (3) Pengucapan sumpah/janji Anggota pengganti antarwaktu dipandu oleh Pimpinan MPR.

    (4) Peresmian Anggota pengganti antarwaktu ditandai dengan penandatanganan berita acarapengucapan sumpah/janji.

    (5) Susunan acara peresmian keanggotaan MPR pengganti antarwaktu adalah sebagai berikut:

    a. pembacaan Keputusan Presiden oleh Sekretaris Jenderal;

    b. pengucapan sumpah/janji yang dipandu oleh Pimpinan MPR;

    c. penandatanganan berita acara pengucapan sumpah/janji; dan

    d. sambutan Pimpinan MPR.

    BAB XII

    TATA CARA PEMILIHAN PIMPINAN MPR

    Pasal 80

    (1) Setiap fraksi dan Kelompok Anggota menyampaikan nama-nama bakal calon Pimpinan

    MPR di depan Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3)sampai dengan ayat (5).

    (2) Usulan paket calon Pimpinan MPR dibentuk berdasarkan nama-nama yang berasal daribakal calon Pimpinan MPR yang disampaikan setiap fraksi dan Kelompok Anggotasebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) sampai dengan ayat (5).

    (3) Usulan paket calon Pimpinan MPR selanjutnya disampaikan oleh setiap fraksi danKelompok Anggota serta ditetapkan menjadi paket calon Pimpinan MPR di dalam SidangParipurna MPR berikutnya.

    (4) Dalam Hal terdapat lebih dari 1 (satu) paket calon Pimpinan MPR, Pimpinan SementaraMPR, atas persetujuan Sidang Paripurna MPR, menetapkan nama penyebutan tiap paket

    untuk dipilih oleh Anggota.

    (5) Setiap Anggota memilih 1 (satu) nama penyebutan paket calon Pimpinan MPRsebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan cara yang ditentukan di dalam SidangParipurna MPR.

    Pasal 81

    (1) Pemilihan paket calon Pimpinan MPR apabila terdapat lebih dari 1 (satu) paket calonPimpinan MPR terdiriatas 3 (tiga) langkah, yaitu:

    a. pemungutan suara;

    b. penghitungan suara; dan

    c. penetapan hasil penghitungan suara.

    (2) Langkah-langkah pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah:

    a. pemanggilan nama Anggota secara berurutan berdasarkan daftar hadir per fraksi dan

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    23/37

    23

    Kelompok Anggota;

    b. Anggota yang disebutkan namanya menukarkan kartu bukti hadir dengan kartusuara;

    c. Anggota yang telah memiliki kartu suara melakukan pemilihan di bilik suara yangtelah disiapkan oleh petugas; dan

    d. setelah menggunakan hak suaranya, Anggota memasukkan kartu suara ke dalamkotak suara dan kembali ke tempat duduk semula.

    (3) Langkah penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah:

    a. petugas menghitung kartu bukti hadir dan kartu suara dihadapan para saksi;

    b. jika kartu bukti hadir dan kartu suara telah sesuai jumlahnya, selanjutnya petugasmenyebutkan pilihan dari tiap kartu suara di hadapan para saksi;

    c. petugas mencatat perolehan suara dalam lembar hasil pemungutan suara; dan

    d. lembar hasil pemungutan suara ditandatangani para saksi di akhir penghitungansuara.

    (4) Langkah penetapan hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf cadalah:

    a. petugas menyampaikan lembar hasil pemungutan suara yang telah ditandatanganipara saksi kepada pimpinan sidang; dan

    b. pimpinan sidang mengumumkan dan mengesahkan hasil pemungutan suara.

    (5) Para saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah 1 (satu) Anggota perwakilan daritiap fraksi dan Kelompok Anggota.

    (6) Bentuk kartu suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipersiapkan oleh SekretariatJenderal MPR atas persetujuan Pimpinan Sementara MPR.

    BAB XIII

    TATA CARA PENGISIAN KEKOSONGAN JABATAN PIMPINAN MPR

    Bagian KesatuPengisian Kekosongan Jabatan Ketua MPR

    Pasal 82

    (1) Kekosongan jabatan Ketua MPR terjadi dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat(1) dan ayat(2).

    (2) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Ketua MPR, Pimpinan MPR menyampaikan suratpemberitahuan kepada fraksi asal Ketua MPR, jika Ketua MPR berasal dari salah satufraksi, atau Kelompok Anggota, jika Ketua MPR berasal dari Kelompok Anggota.

    (3) Fraksi atau Kelompok Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnyamenetapkan nama pengganti calon Ketua MPR paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelahsurat Pimpinan MPR diterima fraksi atau Kelompok Anggota.

    (4) Fraksi atau Kelompok Anggota menyampaikan nama calon Ketua MPR kepada PimpinanMPR.

    Pasal 83

    (1) Calon Ketua MPR ditetapkan menjadi Ketua MPR dengan Surat Keputusan Pimpinan

    MPR dan dilaporkan dalam Sidang Paripurna MPR berikutnya atau diberitahukan secaratertulis kepada seluruh Anggota paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Pimpinan MPRmenetapkan Ketua MPR pengganti.

    (2) Ketua MPR yang telah ditetapkan mengucapkan sumpah/janji sebagaimana diatur dalamPasal 21 ayat (2) di hadapan Pimpinan MPR, Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Kelompok

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    24/37

    24

    Anggota.

    Bagian Kedua

    Pengisian Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MPR

    Pasal 84

    (1) Kekosongan jabatan Wakil Ketua MPR terjadi dalam hal sebagaimana diatur dalam Pasal

    33 ayat (1) dan ayat (2).

    (2) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Ketua MPR, Pimpinan MPR menyampaikansurat pemberitahuan kepada fraksi asal Wakil Ketua MPR, jika Wakil Ketua MPR berasaldari salah satu fraksi, atau Kelompok Anggota, jika Wakil Ketua MPR berasal dariKelompok Anggota.

    (3) Fraksi atau Kelompok Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnyamenetapkan nama pengganti calon Wakil Ketua MPR paling lambat 30 (tiga puluh) harisetelah surat Pimpinan MPR diterima Pimpinan DPR.

    (4) Fraksi atau Kelompok Anggota menyampaikan nama calon Wakil Ketua MPR kepadaPimpinan MPR.

    (5) Calon Wakil Ketua MPR ditetapkan menjadi Wakil Ketua MPR dengan Surat KeputusanPimpinan MPR dan dilaporkan dalam Sidang Paripurna MPR berikutnya ataudiberitahukan secara tertulis kepada seluruh Anggota paling lambat 7 (tujuh) hari setelahPimpinan MPR menetapkan Wakil Ketua MPR pengganti.

    (6) Wakil Ketua MPR yang telah ditetapkan mengucapkan sumpah/janji sebagaimana diaturdalam Pasal 21 ayat (2) dihadapan Pimpinan MPR, Pimpinan Fraksi, dan PimpinanKelompok Anggota.

    BAB XIVTATA CARA PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN PELAKSANAAN TUGAS PANITIA

    AD HOC MPR DAN ALAT KELENGKAPAN MPR LAINNYA

    Bagian KesatuPembentukan Panitia Ad Hoc

    Pasal 85

    Panitia Ad Hoc MPR dibentuk dan ditetapkan di dalam Sidang Paripurna MPR.

    Pasal 86

    (1) Rencana pembentukan Panitia Ad Hoc MPR dibahas dalam Rapat Gabungan PimpinanMPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggota.

    (2) Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan jumlah dan komposisikeanggotaan Panitia Ad Hoc MPR sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 36 ayat (1).

    (3) Pimpinan MPR mengundang Anggota untuk mengadakan Sidang Paripurna pembentukanPanitia Ad Hoc MPR.

    (4) Dalam Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditentukan rincian tugas,masa kerja dan Anggota Panitia Ad Hoc MPR untuk kemudian ditetapkan denganKeputusan MPR.

    Bagian KeduaSusunan Panitia Ad Hoc

    Pasal 87

    (1) Panitia Ad Hoc MPR terdiri atasPimpinan dan Anggota.

    (2) Pimpinan Panitia Ad Hoc MPR adalah Pimpinan MPR.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    25/37

    25

    Bagian Ketiga

    Tugas Panitia Ad Hoc

    Pasal 88

    (1) Panitia Ad Hoc MPR melaksanakan tugas sesuai dengan Keputusan MPR.

    (2) Dalam menjalankan tugasnya Panitia Ad Hoc MPR dapat:

    a. mengundang pakar/ahli, baik dari kalangan akademisi maupun profesional, untukmendengarkan pandangan keilmuannya yang dianggap dapat membantu dalampembahasan;

    b. mengadakan seminar; dan

    c. mengadakan penyerapan aspirasi masyarakat.

    Bagian Keempat

    Alat Kelengkapan MPR Lainnya

    Pasal 89(1) Alat Kelengkapan MPR lainnya dibentuk dan ditetapkan di dalam Sidang Paripurna MPR

    (2) Pembentukan Alat Kelengkapan MPR lainnya didahului dengan Rapat GabunganPimpinan MPR dengan Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggota.

    (3) Jumlah anggota, komposisi keanggotaan, susunan, rincian tugas, tata kerja, dan masa kerjaAlat Kelengkapan MPR lainnya mengikuti sebagaimana pengaturan tentang Panitia AdHoc MPR dan ditentukan di dalam Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)untuk kemudian ditetapkan di dalam Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud padaayat (1).

    BAB XV

    TATA CARA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

    Pasal 90

    (1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

    (2) Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota tidak dapat mengusulkan pengubahanterhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

    bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Pasal 91

    (1) Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah Anggota.

    (2) Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas pasal yangdiusulkan untuk diubah beserta alasannya.

    Pasal 92

    (1) Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945diajukan kepada Pimpinan MPR.

    (2) Penyerahan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acaranya.

    (3) Usul pengubahan pasal Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945tidak dapat diubah, diganti,dan/atau ditarik setelah 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jamsemenjak usul disampaikan kepada Pimpinan MPR.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    26/37

    26

    (4) Anggota pengusul pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menarikatau membatalkan dukungannya kembali setelah 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jamsemenjak usul disampaikan kepada Pimpinan MPR.

    (5) Setelah menerima usul pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan MPRmemeriksa kelengkapan persyaratannya yang meliputi:

    a.

    jumlah pengusul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1); danb. pasal yang diusulkan untuk diubah dan alasan pengubahan sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 91 ayat (2).

    (6) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh)hari sejak usul pengubahan diterima.

    Pasal 93

    Untuk menginformasikan dan memutuskan tindak lanjut terhadap usul pengubahantersebut setelah pemeriksaan terhadap usul pengubahan dilakukan, diselenggarakan RapatGabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggota

    Pasal 94

    (1) Dalam hal usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 92 ayat (5), Pimpinan MPR memberitahukan penolakan usulpengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya.

    (2) Dalam hal usul pengubahan dinyatakan oleh Pimpinan MPR memenuhi kelengkapanpersyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (5), Pimpinan MPR wajibmenyelenggarakan Sidang Paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari.

    (3) Anggota menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapanpersyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dilaksanakan Sidang ParipurnaMPR.

    Pasal 95

    Pengambilan putusan terhadap usul pengubahan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 dilaksanakan sesuai dengan Pasal 67 ayat (1) huruf a, Pasal 69,Pasal 70, Pasal 75, dan Pasal 76.

    Pasal 96

    Dalam Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2)dilakukan kegiatan sebagai berikut:

    a. pengusul menjelaskan usul pengubahan yang diajukan beserta alasannya;

    b. fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota MPR memberikan pemandangan umum terhadap usulpengubahan; dan

    c. membentuk Panitia Ad Hoc MPR untuk mengkaji usul pengubahan dari pihak pengusulyang waktunya disepakati dalam Sidang Paripurna MPR.

    Pasal 97

    (1) Dalam Sidang Paripurna MPR berikutnya yang waktunya ditentukan dalam sidangsebelumnya, Panitia Ad Hoc MPR melaporkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalamPasal 96 huruf c.

    (2) Fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota MPR menyampaikan pemandangan umum terhadaphasil kajian Panitia Ad Hoc MPR.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    27/37

    27

    Pasal 98

    (1) Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) dihadiri olehsekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota.

    (2) Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memutuskanpengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan

    persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah Anggota ditambah 1(satu) Anggota.

    (3) Jika usulan tersebut tidak mendapat persetujuan pada Sidang Paripurna MPR sebagaimanadimaksud pada ayat (2), usulan tersebut tidak dapat diajukan kembali pada masakeanggotaan yang sama.

    (4) Usulan pengubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 tidak dapat diajukan dalam 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaanMPR.

    BAB XVITATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN HASIL PEMILIHAN

    UMUM

    Pasal 99

    MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum dalam SidangParipurna MPR.

    Pasal 100

    (1) Pimpinan MPR mengundang Anggota untuk menghadiri Sidang Paripurna MPR dalamrangka pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum.

    (2) Pimpinan MPR mengundang pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih untukdilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden dalam Sidang Paripurna MPR.

    (3) Dalam Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, Pimpinan MPRmembacakan keputusan KPU mengenai penetapan pasangan calon Presiden dan WakilPresiden terpilih hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden.

    (4) Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan bersumpah menurut agama,atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Sidang Paripurna MPR.

    (5) Dalam hal MPR tidak dapat menyelenggarakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat(4), Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-

    sungguh di hadapan Sidang Paripurna DPR.(6) Dalam hal DPR tidak dapat menyelenggarakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat

    (5), Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA.

    (7) Berita Acara Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden ditandatangani oleh Presiden danWakil Presiden serta Pimpinan MPR.

    (8) Setelah mengucapkan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden, Presiden menyampaikanpidato awal masa jabatan.

    Pasal 101

    Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat(8) sebagai berikut:

    Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

    Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (WakilPresiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    28/37

    28

    Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

    Janji Presiden (Wakil Presiden):

    Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguhUndang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-

    lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

    BAB XVII

    TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM

    MASA JABATANNYA

    Pasal 102

    (1) MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masajabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    (2) Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diusulkan oleh DPR.

    Pasal 103

    (1) MPR wajib menyelenggarakan Sidang Paripurna MPR untuk memutuskan usul DPRmengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya palinglambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal102 ayat (2).

    (2) Usul DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (2) harus dilengkapi denganputusan MK bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran

    hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana beratlainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau WakilPresiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

    Pasal 104

    (1) Pimpinan MPR mengundang Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikanpenjelasan yang berkaitan dengan usulan pemberhentiannya dalam Sidang Paripurna MPRsebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1).

    (2) Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir untuk menyampaikan penjelasan,MPR tetap mengambil putusan terhadap usul pemberhentian Presiden dan/atau WakilPresiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1).

    (3) Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimanadimaksud pada ayat (2) harus diambil dalam Sidang Paripurna MPR yang dihadirisekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah Anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota yang hadir.

    Pasal 105

    (1) Dalam hal MPR memutuskan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden atasusul DPR, Presiden dan/atau Wakil Presiden berhenti dari jabatannya.

    (2) Dalam hal MPR memutuskan tidak memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presidenatas usul DPR, Presiden dan/atau Wakil Presiden melaksanakan tugas dan kewajiban

    jabatannya sampai berakhir masa jabatannya.(3) Putusan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan

    Ketetapan MPR.

    Pasal 106

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    29/37

    29

    Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri sebelum diambilputusan MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (3), Sidang Paripurna MPRsebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) tidak dilanjutkan.

    BAB XVIII

    TATA CARA PELANTIKAN WAKIL PRESIDEN MENJADI PRESIDEN DALAM HALTERJADI KEKOSONGAN JABATAN PRESIDEN

    Pasal 107

    Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukankewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai berakhir masa

    jabatannya.

    Pasal 108

    (1) Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera menyelenggarakan Sidang ParipurnaMPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi Presiden.

    (2) Sidang sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan paling lambat3 x 24 (tiga kali duapuluh empat) jam sejak terjadinya kekosongan.

    (3) Pimpinan MPR mengundang Anggota untuk mengikuti Sidang Paripurna MPR dalamrangka pelantikan Wakil Presiden menjadi Presiden.

    (4) Pimpinan MPR mengundang Wakil Presiden untuk mengikuti pelantikan sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dalam Sidang Paripurna MPR.

    (5) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan(2), Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapanSidang Paripurna DPR.

    (6) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5),Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapanPimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA.

    (7) Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan pengucapansumpah/janji menurut agama, dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR.

    (8) Berita Acara Pelantikan ditandatangani oleh Presiden dan Pimpinan MPR.

    Pasal 109

    Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108sebagai berikut:

    Sumpah Presiden (Wakil Presiden):Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (WakilPresiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguhUndang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

    Janji Presiden (Wakil Presiden):

    Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguhUndang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

    Pasal 110

    Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) ditetapkan dengan KetetapanMPR.

    Pasal 111

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    30/37

    30

    Setelah mengucapkan sumpah/janji, Presiden menyampaikan pidato pelantikan.

    BAB XIXTATA CARA PEMILIHAN DAN PELANTIKAN WAKIL PRESIDEN DALAM HAL

    TERJADI KEKOSONGAN JABATAN WAKIL PRESIDEN

    Pasal 112

    (1) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR menyelenggarakan Sidang ParipurnaParipurna MPR dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari untuk memilih WakilPresiden.

    (2) Waktu penyelenggaraan Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diputuskan di dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi danPimpinan Kelompok Anggota.

    (3) Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lambat 3 x 24(tiga kali dua puluh empat) jam setelah terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden.

    (4) Pimpinan MPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Presiden tentang hasilputusan Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 3 x 24 (tigakali dua puluh empat) jam setelah Rapat Gabungan dilaksanakan.

    (5) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampirkan dengan syarat-syarat yang harus dilengkapi oleh calon Wakil Presiden sesuai dengan peraturanperundang-undangan.

    (6) Presiden mengusulkan 2 (dua) calon Wakil Presiden beserta kelengkapan syarat-syaratkepada Pimpinan MPR, paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum penyelenggaraanSidang Paripurna MPR.

    (7) Paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sebelum batas waktu 14 (empat belas)hari bagi Presiden menyerahkan usul 2 (dua) calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksudpada ayat (6), MPR menyelenggarakan Rapat Gabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan Kelompok Anggota untuk membentuk Tim Verifikasi.

    (8) Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bertugas melakukan verifikasi terhadapkelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan 2 (dua) calon Wakil Presidensebagaimana dimaksud pada ayat (6).

    (9) Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7):

    a. terdiri atas sebanyak-banyaknya 5% (lima persen) dari Anggota yang susunannyamencerminkan fraksi dan Kelompok Anggota secara proporsional;

    b. keanggotaannya ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan MPR;

    c. masa kerjanya paling lama 7 (tujuh) hari sejak Presiden menyerahkan kelengkapansyarat-syarat bakal calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (6);

    d. dapat membentuk tim ahli; dan

    e. melaporkan hasil kerjanya kepada Pimpinan MPR.

    (10) Dalam hal laporan hasil kerja Tim Verifikasi menyatakan bahwa syarat-syarat dari salahsatu atau 2 (dua) calon Wakil Presiden yang diusulkan Presiden belum lengkap, PimpinanMPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Presiden untuk memperbaiki dan/ataumelengkapi dalam waktu paling lambat 4 (empat) hari sebelum Sidang Paripurna MPRsebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan.

    (11) Dalam hal syarat-syarat dinyatakan belum lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (10)maka Pimpinan MPR dapat memperpanjang masa kerja Tim Verifikasi sampai dengan 1 x24 (satu kali dua puluh empat) jam sebelum Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud padaayat (2) diselenggarakan.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    31/37

    31

    (12) Dalam hal syarat-syarat masih dinyatakan belum lengkap setelah masa kerja Tim Verifikasidiperpanjang sebagaimana dimaksud pada ayat (11) maka Pimpinan MPR dapatmengundang Rapat Gabungan untuk menunda penyelenggaraan Sidang Paripurnasebagaimana dimaksud pada ayat (2).

    (13) Penundaan penyelenggaraan Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (12) tidakmelebihi batas waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (14) Pimpinan MPR menetapkan 2 (dua) calon Wakil Presiden yang diusulkan oleh Presidensebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi Calon Wakil Presiden yang telah memenuhipersyaratan untuk dipilih berdasarkan laporan hasil kerja Tim Verifikasi.

    (15) 2 (dua) Calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (14) wajib menyampaikanpernyataan kesiapan pencalonan dalam Sidang Paripurna MPR sebelum dilakukanpemilihan.

    (16) Calon Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan di SidangParipurna MPR ditetapkan sebagai Wakil Presiden.

    (17) Dalam hal suara yang diperoleh tiap-tiap calon sama banyak, pemilihan diulang untuk 1

    (satu) kali lagi.

    (18) Dalam hal pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (17) hasilnya tetap sama, Presidenmemilih salah satu di antara calon Wakil Presiden.

    Pasal 113

    Wakil Presiden terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (16) atau ayat (18)ditetapkan dengan Ketetapan MPR.

    Pasal 114

    (1) MPR melantik Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (16) atau ayat

    (18) dalam Sidang Paripurna MPR dengan bersumpah menurut agama atau berjanji dengansungguh-sungguh di hadapan Sidang Paripurna MPR.

    (2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Sidang Paripurna DPR.

    (3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA.

    (4) Berita Acara Pelantikan ditandatangani oleh Wakil Presiden dan Pimpinan MPR atauPimpinan DPR.

    Pasal 115

    Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114sebagai berikut:

    Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

    Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (WakilPresiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguhUndang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

    Janji Presiden (Wakil Presiden):

    Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguhUndang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    32/37

    32

    BAB XX

    TATA CARA PEMILIHAN DAN PELANTIKAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDENAPABILA KEDUANYA BERHENTI SECARA BERSAMAAN DALAM MASA

    JABATANNYA

    Pasal 116(1) Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat

    melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugaskepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanansecara bersama-sama sampai dengan terpilih dan dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden

    baru oleh MPR.

    (2) Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Presiden danWakil Presiden hasil pemilihan umum.

    Pasal 117

    (1) Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapatmelakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 116 ayat (1), MPR menyelenggarakan Sidang Paripurna MPRpaling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara

    bersamaan.

    (2) Waktu penyelenggaraan Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diputuskan dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan PimpinanKelompok Anggota.

    (3) Rapat Gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lambat 1 x 24(satu kali dua puluh empat) jam setelah terjadi kekosongan jabatan Presiden dan WakilPresiden.

    (4) Paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Presiden dan Wakil Presidenmangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa

    jabatannya secara bersamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan MPRmemberitahukan kepada partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonpresiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalampemilihan umum sebelumnya untuk mengajukan pasangan calon Presiden dan WakilPresiden.

    (5) Pemberitahuan Pimpinan kepada partai politik atau gabungan partai politik sebagaimanadimaksud pada ayat (4) disertai dengan pemberitahuan waktu penyelenggaraan Sidang

    Paripurna dan syarat-syarat yang harus dilengkapi oleh pasangan calon Presiden dan WakilPresiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    (6) Partai politik atau gabungan partai politik yang berhak mengajukan calon sebagaimanadimaksud pada ayat (4) adalah partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukanpasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang terdaftar di KPU.

    (7) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai nama calon yang diusulkan dari gabunganpartai politik untuk mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimanadimaksud pada ayat (6) maka yang berhak mengajukan adalah partai politik yangmemperoleh suara terbesar dalam pemilihan umum DPR, DPD, dan DPRD.

    (8) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dari Pimpinan MPR,partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4)menyampaikan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden beserta kelengkapanpersyaratan kepada Pimpinan MPR.

    (9) Presiden dan Wakil Presiden yang telah diberhentikan tidak dapat dicalonkan kembali olehpartai politik atau gabungan partai politik.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    33/37

    33

    (10) Partai politik atau gabungan partai politik pemenang kedua pada pemilihan Presiden danWakil Presiden terdahulu dapat mengajukan calon atau pasangan calon yang berbeda.

    (11) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan partai politik atau gabunganpartai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus memenuhi persyaratan sesuaidengan peraturan perundang-undangan.

    (12) Paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sebelum batas waktu 7 (tujuh) haribagi partai politik atau gabungan partai politik menyampaikan pasangan calon Presidendan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (8), MPR menyelenggarakan RapatGabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggotauntuk membentuk Tim Verifikasi.

    (13) Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (12) bertugas melakukan verifikasiterhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan 2 (dua) pasangan calonPresiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (8).

    (14) Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (12):

    a. terdiri atas sebanyak-banyaknya 5% (lima persen) dari Anggota yang susunannya

    mencerminkan fraksi dan Kelompok Anggota secara proporsional;

    b. keanggotaannya ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan MPR;

    c. masa kerjanya tidak lebih dari 7 (tujuh) hari sejak ditetapkan;

    d. dapat didampingi oleh tim ahli; dan

    e. melaporkan hasil kerjanya kepada Pimpinan MPR.

    (15) Dalam hal laporan hasil kerja Tim Verifikasi menyatakan bahwa syarat-syarat dari salahsatu atau 2 (dua) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden belum lengkap, PimpinanMPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada partai politik atau gabungan partaipolitik untuk memperbaiki dan/atau melengkapi dalam waktu paling lambat 4 (empat) hari

    sebelum Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan.

    (16) Dalam hal syarat-syarat dinyatakan belum lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (15)maka Pimpinan MPR dapat memperpanjang masa kerja Tim Verifikasi sampai dengan 1 x24 (satu kali dua puluh empat) jam sebelum Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksudpada ayat (2) diselenggarakan.

    (17) Dalam hal syarat-syarat masih dinyatakan belum lengkap setelah masa kerja Tim Verifikasidiperpanjang sebagaimana dimaksud pada ayat (16) maka Pimpinan MPR dapatmengundang Rapat Gabungan Pimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan PimpinanKelompok Anggota untuk menunda penyelenggaraan Sidang Paripurna MPR sebagaimanadimaksud pada ayat (2).

    (18) Penundaan penyelenggaraan Sidang Paripurna MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (17)tidak melebihi batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (19) Pimpinan MPR menetapkan 2 (dua) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yangdiusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat(8) menjadi pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang telah memenuhi persyaratanuntuk dipilih berdasarkan laporan hasil kerja Tim Verifikasi.

    Pasal 118

    (1) Dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117ayat (19) diberi kesempatan untuk menyampaikan visi dan misi masing-masing dalam

    Sidang Paripurna MPR sebelum dilakukan pemilihan.

    (2) Pemilihan dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Sidang Paripurna MPRsebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) dilakukan dengan pemungutan suara.

    (3) Dalam hal suara yang diperoleh setiap pasangan calon Presiden dan Wakil Presidensebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama banyak, pemungutan suara diulangi sekali lagi.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    34/37

    34

    (4) Dalam hal hasil pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap sama,MPR memutuskan untuk mengembalikan kedua pasangan calon presiden dan wakilpresiden kepada partai politik atau gabungan partai politik pengusul untuk dilakukanpemilihan ulang oleh MPR.

    (5) Dalam hal MPR memutuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berlaku ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 117.

    (6) Presiden dan Wakil Presiden terpilih ditetapkan dalam berita acara yang ditandatanganioleh Pimpinan MPR.

    Pasal 119

    (1) MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal118 ayat (6) dalam Sidang Paripurna MPR dengan bersumpah menurut agama atau berjanjidengan sungguh-sungguh di hadapan Sidang Paripurna MPR.

    (2) Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Sidang Paripurna DPR.

    (3) Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan MA.

    (4) Pimpinan MPR mengundang Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk mengikutipelantikan.

    (5) Berita Acara Pelantikan ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden serta PimpinanMPR.

    Pasal 120

    Sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119sebagai berikut:

    Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

    Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (WakilPresiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguhUndang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

    Janji Presiden (Wakil Presiden):

    Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh

    Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa.

    Pasal 121

    Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (1)ditetapkan dengan Ketetapan MPR.

    Pasal 122

    Setelah mengucapkan sumpah/janji, Presiden menyampaikan pidato pelantikan.

    BAB XXISEKRETARIAT JENDERAL MPR

    Pasal 123

    Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang MPR, dibentukSekretariat Jenderal MPR, yang susunan organisasi dan tata kerjanya diatur dengan peraturan

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    35/37

    35

    Presiden atas usul Pimpinan MPR.

    Pasal 124

    Sekretariat Jenderal MPR bertugas:

    a. mendukung sepenuhnya segala keperluan dan kegiatan MPR, Alat Kelengkapan MPR, danfraksi-fraksi atau Kelompok Anggota dalam melancarkan tugas dan tanggung jawabnya

    sesuai dengan anggaran MPR yang ditetapkan;

    b. membantu Pimpinan Panitia Ad Hoc MPR menyempurnakan redaksi Rancangan PutusanMPR hasil Panitia Ad Hoc MPR, selanjutnya hasil penyempurnaan tersebut diajukankembali kepada Pimpinan Panitia Ad Hoc MPR dan wakil fraksi-fraksi atau KelompokAnggota dalam Panitia Ad Hoc MPR untuk mendapatkan paraf pada setiap naskah yang

    bersangkutan sebagai tanda persetujuan masing-masing;

    c. membantu Pimpinan MPR menyempurnakan secara redaksional/teknis yuridis dariRancangan Putusan MPR, selanjutnya hasil penyempurnaan itu diajukan kembali kepadaPimpinan MPR untuk mendapatkan paraf pada setiap halaman naskah rancangan putusansebagai tanda persetujuannya;

    d. membantu menyiapkan Rencana Anggaran Belanja MPR untuk dibahas dan ditetapkanoleh Pimpinan MPR; dan

    e. membantu Pimpinan MPR dalam pengelolaan anggaran sesuaidengan kebutuhan MPR.

    Pasal 125

    (1) Sekretariat Jenderal MPR dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal MPR yangbertanggung jawab kepada Pimpinan MPR.

    (2) Sekretaris Jenderal MPR secara administratif diangkat oleh Presiden dan diproses sesuaidengan peraturan kepegawaian atas usul Pimpinan MPR.

    Pasal 126(1) Sekretariat Jenderal MPR wajib memberikan laporan umum tertulis secara berkala setiap 6

    (enam) bulan kepada Pimpinan MPR tentang pelaksanaan tugas Sekretariat Jenderal MPR.

    (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya disampaikan kepada seluruhAnggota setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan MPR.

    BAB XXII

    TATA CARA MEMPERLAKUKAN SURAT-SURAT MASUK DAN KELUAR MPR

    Bagian KesatuSurat-Surat Masuk

    Pasal 127

    (1) Semua surat masuk setelah diberi nomor agenda oleh Sekretariat Jenderal MPRdisampaikan kepada Pimpinan MPR.

    (2) Pimpinan MPR menentukan tindak lanjut terhadap surat-surat masuk tersebut.

    (3) Semua surat masuk disimpan di Sekretariat Jenderal MPR.

    Bagian Kedua

    Surat-Surat KeluarPasal 128

    (1) Semua surat keluar diberi nomor oleh Sekretariat Jenderal MPR.

    (2) Surat-surat keluar ditandatangani oleh Pimpinan MPR.

    (3) Semua arsip surat keluar disimpan di Sekretariat Jenderal MPR.

  • 5/20/2018 Kode Etik MPR FINALweb

    36/37

    36

    BAB XXIII

    PERUBAHAN TATA TERTIB MPR

    Pasal 129

    (1) Usul pengubahan dan tambahan mengenai peraturan tata tertib ini dapat diajukan olehsekurang-kurangnya 70 (tujuh puluh) orang Anggota.

    (2) Usul pengubahan dan tambahan sebagaimanadimaksud padaayat (1) ditandatangani olehpara pengusul dan disertai penjelasan. Setelah diberi nomor pokok dan diperbanyak olehSekretariat Jenderal disampaikan kepada Pimpinan MPR.

    (3) Pimpinan MPR menyampaikan usul pengubahan dan tambahan itu dalam rapat gabunganPimpinan MPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Kelompok Anggota untuk disetujuiseluruhnya, disetujui dengan pengubahan, atau ditolak.

    BAB XXIV

    KETENTUAN PERALIHANPasal 130