modul praktikum kimfis dan kitik.doc

137

Click here to load reader

Upload: endahsasmita

Post on 25-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

modul

TRANSCRIPT

BUKU PANDUAN PRAKTIKUMKIMIA FISIKA DAN KIMIA ANALITIK

LABORATORIUM DASAR PROSES KIMIA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012Daftar isiDAFTAR ISIHalaman

DAFTAR ISI1

TATA TERTIB PRAKTIKUM2

SUSUNAN PEMBUATAN LAPORAN PRAKTIKUM4

PETUNJUK PENGGUNAAN PERALATAN6

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA DAN KIMIA ANALITIK

Percobaan 1 : Adsorpsi Isotermis9

Percobaan 2 : Pengaruh Konsentrasi dan Suhu padaLlaju Reaksi13

Percobaan 3 : Sistem Zat Cair 3 Komponen16

Percobaan 4 : Sifat Koligatif Larutan20

Percobaan 5 : Kesetimbangan Kimia dan Prinsip Le Chatelier22

Percobaan 6 : Penentuan Sifat Molekul Berdasarkan Pengukuran Massa Jenis Gas25

Percobaan 7 : Analisis Gravimetri28

Percobaan 8 : Metoda Potensiometri33

Percobaan 9 : Spektofotometri Sinar Tampak49

Percobaan 10 : Metoda Konduktometri62

Percobaan 11 : Kromatografi Gas66

DAFTAR PUSTAKA75

TATA TERTIB PRAKTIKUM1.Semua Praktikan diwajibkan mengenakan Jas Praktikum yang berwarna putih selama melaksanakan praktikum.

2.Hadir 15 menit sebelum tes awal dimulai, dan menyerahkan kartu monitoring praktikum kepada asisten.

3.Menyerahkan buku Laporan Pendahuluan dan Jurnal Praktikum (lihat bagian Contoh Penulisan Laporan Pendahuluan dan Jurnal) kepada Asisten. Buku tersebut dapat diminta lagi ke Asisten setelah mengikuti tes awal.

4.Mengikuti tes awal sebelum percobaan dilakukan sampai Asisten yang bertanggung jawab menilai bahwa Praktikan pantas dan mampu melaksanakan percobaan yang telah ditentukan. Apabila Praktikan tidak mengikuti tes awal, percobaan dinyatakan gugur. Tes awal berlangsung kira-kira 15 - 30 menit.

5.Mencatat semua hasil pengamatan dari percobaan yang dilakukan di dalam buku laporan Pendahuluan dan Jurnal Praktikum. Pada akhir percobaan semua hasil pengamatan harus diketahui dan ditandatangani oleh Asisten

6.Buku Laporan Praktikum (lihat bagian Contoh Penulisan Laporan praktikum) harus telah diserahkan kepada Asisten minggu sebelumnya, sedangkan buku laporan Pendahuluan dan jurnal praktikum diserahkan kepada Asisten sebelum tes awal dimulai. Keterlambatan penyerahan akan dikenai sangsi, yaitu tidak boleh mengikuti praktikum pada hari penyerahan Buku Laporan Praktikum. Buku laporan dapat diambil kembali 2 hari setelah diserahkan di ruang Laboratorium Dasar Proses Kimia, atau langsung ke Asisten yang bersangkutan.

7.Kekurang sempurnaan laporan praktikum harus diperbaiki dan diserahkan kepada asisten yang bersangkutan paling lambat seminggu setelah dinyatakan perlu perbaikan.

8.Peminjaman alat-alat praktikum harus seijin petugas laboratorium dan dikembalikan kepada petugas laboratorium dalam keadaan yang sama. Praktikan harus menandatangani lembar inventarisasi alat dan mengembalikan alat-alat praktikum.

9.Sebelum meninggalkan laboratorium, praktikan harus membersihkan meja kerja dan alat- alat praktikum serta mengatur kembali letak bahan-bahan praktikum.

10. Penggunaan alat-alat dan pemakaian bahan kimia harus hati-hati, tidak boleh sampai ada

bahan kimia yang tercecer atau tumpah.

11. Kesalahankerja atau kelalaian Praktikan sehingga terjadi kerusakan alatatau bahan yang terbuang, wajib diganti oleh Praktikan dengan bahan/alat yang sama.

12. Bersikap sopan pada Asisten.

13. Ketidakhadiran praktikan pada waktu yang telah dijadwalkan dinyatakan gugur, kecuali ada alasan yang kuat.

14. Ketidakhadiran praktikan karena sakit, percobaannya dapat dilakukan di luar jadwal praktikum dengan persetujuan asisten, setelah mendapat ijin dari Dosen Koordinator Praktikum. Dispensasi perubahan jadwal praktikum karena sakit hanya dibolehkan satu kali selama periode praktikum.

15. lulus praktikum:

Telah mengikuti tes pendahuluan sebelum praktikum dimulai.

Telah melaksanakan semua percobaan pada semester yang sama dan dinyatakan lulus oleh asisten.

Menyerahkan laporan praktikum untuk semua percobaan yang telah dilaksanakan dan dinilai oleh asisten.

Lulus ujian akhir praktikum.

SUSUNAN PEMBUATAN LAPORAN PRAKTIKUM1. Kulit Luar/CoverBUKU LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR SEMESTER GANJIL 2012/2013Nama : . NPM : . Kelompok : .

LABORATORIUM DASAR PROSES KIMIA DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2012

2. Penulisan Laporan Pendahuluan dan JurnalJUDUL Percobaan 1I. TUJUAN

II. PRINSIP KERJA III. TEORI

IV. ALAT/BAHAN

V. PROSEDUR DAN PENGAMATANProsedu KerjaHasil Pengamatan

A. 1.

2.

3.

4.

Prosedu KerjaHasil Pengamatan

B. 1.

2.

3.

4.

Tanda Tangan Asisten

(.)

3. Penulisan Laporan PraktikumJUDUL Percobaan 1I. TEORI

II. PENGOLAHAN DATA III. HASIL PENGAMATAN IV. KESIMPULAN/SARAN

V. JAWABAN TUGAS/PERTANYAAN VI. DAFTAR PUSTAKA

Praktikan :

1. , NPM

2. , NPM

3. , NPM Tanda Tangan Asisten

(.)

PETUNJUK PENGGUNAAN PERALATANUntuk memperoleh hasil percobaan yang benar maka harus diketahui lebih dulu cara-cara pokok dalam penggunaan alat-alat laboratorium.

1. PemanasanKebanyakan dari proses pemanasan dalam laboratorium dilakukan dengan menggunakan alat pembakar gas, meski demikian untuk beberapa hal dipakai peralatan oven. Pembakaran atau bunsen seperti tergambar di bawah ini pada umumnya memiliki sebuah katup pengatur gas dan pengatur udara.

Untuk menyalakan bunsen, dilakukan tahap sebagai berikut:

Katup udara dalam keadaan tertutup dan katup gas terbuka.

Nyalakan dengan korek api, pada tahap ini akan dihasilkan nyala berwarna merah yang tak terlalu panas.

Untuk mendapatkan nyala yang baik dan temperatur pembakaran yang lebih tinggi, katup udara dibuka perlahan-lahan hingga didapat nyala biru.

Setelah selesai digunakan, matikan bunsen dengan cara menutup katup aliran gas.

Jika bunsen digunakan untuk memanaskan zat dalam tabung reaksi/beaker gelas, tata caranya dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:

Perhatikan mulut tabung jangan mengarah ke wajah atau kearah orang lain!

2. PenyaringanPenyaringan bertujuan untuk memisahkan suatu cairan dari bahan padat dengan cara melewatkan cairan pada bahan penyaring, misalnya kertas saring. Tata cara penyaringan adalah sebagai berikut:

Lipat kertas saring seperti gambar di bawah ini:

Perhatikan posisi tepi kertas saring harus 1/2 sampai 1 sentimeter dari tepi atas corong dan jumlah endapan 2/3 dari ketinggian kertas saring (maksimum).

Pasang corong pada penyangga dan taruhlah wadah penampung di bawahnya.

Tuanglah cairan melalui batang pengaduk dengan hati-hati.

Bilaslah beberapa kali dengan air suling hingga benar-benar bersih.

3. Pembacaan SkalaPada alat-alat pengukur volume cairan tertera tanda garis-garis melingkar yang menunjukkan batas tinggi cairan pada volume tertentu. Sebagai batas pembacaan adalah bagian permukaan lengkung cairan, kecuali untuk cairan yang berwarna pekat/gelap, dibaca pada bagian atas permukaan lengkung cairan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

4. Pencucian AlatAlat-alat yang digunakan dalam laboratorium kimia harus dalam keadaan bersih. Alat yang bersih dapat diketahui bila permukaannya dibasahi maka akan terdapat suatu lapisan cairan yang merata. Adanya lemak atau debu akan menyebabkan lapisan tersebut tidak merata.

Pencucian/pembersihan alat dilakukan dengan cara pencucinya dengan ditergen dan bila

PERCOBAAN I ADSORPSI ISOTERMISI. Tujuan PercobaanMengamati peristiwa adsorpsi suatu larutan pada suhu tetap oleh padatan.

II. Teori DasarAdsorbsi adalah peristiwa penyerapan cairan pada permukaan zat penyerap (adsorbsi). Zat yang diserap disebut adsorbat. Zat padat terdiri dari atom-atom atau molekul-molekul yang saling tarik menarik dengan daya tarik Van Der Waals. Kalau ditinjau molekul- molekul di dalam zat padat, maka gaya tarik menarik antara satu molekul dengan molekul yang lain disekelilingnya adalah seimbang. Sebab gaya tarik yang satu akan dinetralkan oleh yang lain yang letaknya simetri (atau resultantenya = 0).

Lain halnya dengan molekul-molekul yang letaknya dipermukaan, gaya tarik kedua molekul tersebut tidak seimbang karena pada salah satu arah disekeliling molekul tersebut tidak ada molekul lain yang menariknya. Akibatnya zat tersebut akan menarik molekul- molekul gas aatau solute kepermukaannya. Fenomena ini disebut adsorbsi. Adsorbsi dipengaruhi :

Macam adsorben

Macam zat yang diadsorbsi (Adsorbat)

Konsentrasi masing-masing zat

Luas permukaan

Temperatur

Tekanan

Untuk adsorben dengan luas permukaan tertentu, makin tinggi konsentrasi adsorbat makin besar zat yang dapat diserap. Proses adsorbsi berada dalam keadaan setimbang apabila kecepatan desorbsi sama dengan kecepatan adsorbsi. Apabila salah satu zat ditambah atau dikurangi maka akan terjadi kesetimbangan baru.

Desorbsi adalah kebalikan adsorbsi, yaitu peristiwa terlepasnya kembali adsorbat dari permukaan adsorben. Adsorbsi isotermis adalah adsorbsi yang terjadi pada temperatur tetap. Untuk menerangkan fenomena adsorbsi secara kuantitatif kita mendasarkan pada teori termodinamika dari Gibbs dan Vant Hoff.

Persamaan empiris dari Adsorbsi isotermis Freundlich:

dimana,

X = berat zat (solut) yang teradsorbsi (gram)

m = berat adsorben (gram)

C = konsentrasi larutan setelah diadsorbsi (setelah setimbang)

k = konstanta Freundlich n = konstanta lain

Persamaan teoritis dari Langmuir:

dimana,

N = mol asam yang teradsorbsi per gram karbon aktif

C = konsentrasi akhir dari asam dalam mol/liter

K = konstanta Langmuir

Nm = jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon aktif.

Baik persamaan Freundlich maupun persamaan Langmuir hanya sesuai/cocok jika zat yang diserap membentuk lapisan tunggal (monolayer) pada permukaan adsorben. Kedua isoterm tersebut tidak cocok lagi pada tekanan yang lebih tinggi, karena lapisan adsorbat yang terserap tidak lagi berbentuk lapisan tunggal, tetapi menjadi lapisan multi molekuler.

Untuk kondisi ini, isoterm yang lebih sesuai dipakai adalah isoterm BET (Brunauer Emmet and Teller). Isoterm ini dibuat atas dasar anggapan bahwa kekuatan yang ada dipakai untuk kondensasi dan energi ikat adsorbsi multimolekuler. Kalor adsorbsi gas pada

Apabila solute relatif lebih besar teradsorbsi daripada adsorbent. Contoh: zat warna oleh aluminium atau Chromium.

b. Adsorbsi negatifApabila solvent relatif lebih besar teradsorbsi daripada solute dalam larutan. Contoh: Alkaloid dengan karbon aktif

c. Berdasarkan kondisi kita mengenal dua jenis adsorbsi1. Adsorbsi fisika (physisorption)

Apabila adsorbsi berjalan pada temperatur rendah dan prosesnya reversibel jumlah asam yang hilang karena diadsorp = pengurangan konsentrasi asam dalam larutan.

2. Adsorbsi kimia (chemisorption, activated adsorbsion)

Apabila adsorbsi berjalan pada temperature tinggi disertai dengan reaksi kimia yang reversibel.

III. Peralatan dan BahanA. Alat Kertas Saring

Labu erlenmeyer 7 buah

Cawan porselin 1 buah

Corong 1 buah

Pipet ukur 1 buah

Buret 1 buah

Statif/klem 1 buah

Bunsen/kaki tiga/kasa 1 buah

9elas arloji 1 buah

1bu takar/gelas ukur 50 ml, 100 ml.

B. Bahan NaOH 0,1 N

Asam Asetat

Carbon aktif 6 gram

HCL

Indikator PP/MO

IV. Prosedur PercobaanSebagai adsorben dipakai karbon aktif dan sebagai adsorbat dipakai suatu asam (ditentukan oleh asisten, misal asam asetat).

1.Panaskan karbon dalam cawan porselin, jaga jangan sampai membara, kemudian didinginkan dalam exicator. Masukkan dalam enam buah labu erlenmeyer dengan berat karbon masing-masing 1 gram.

2. Buatlah larutan asam dengan konsentrasi 0,15; 0,12; 0,09; 0,06; 0,03 dan 0,015 M

dengan volume masing-masing 100 ml. Larutan ini dibuat dari pengenceran larutan

0,15 N.

3.Satu enlenmeyer yang tidak ada karbon aktifnya disi 100 ml 0,03M larutan asam asetat, contoh ini akan dipakai sebagai kontrol.

4.Tutup semua labu tersebut dan kocoklah secara periodik selama 30 menit, kemudian biarkan diam untuk paling sedikit 1 jam agar terjadi kesetimbangan.

5.Saringlah masing-masing larutan memakai kertas saring halus, buang 10 ml pertama dari filtrat untuk menghindarkan kesalahan akibat adsorbsi karena kertas saring.

6. Titrasi 25 ml larutan filtrat dengan 0,1 N NaOH baku dengan indikator PP.

Lakukan 2 kali untuk masing-masing larutan

V. Tugas1. Hitung konsentrasi akhir dari asam asetat dari masing-masing tabungnya.

2.Hitunglah jumlah mol sebelum dan sesudah adsorbs dan hitung pula jumlah mol yang telah teradsorbsi.

3. Hitunglah mol asam yang teradsorbsi per gram karbon aktif pada masing-masing tabung.

4.Hitunglah jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal pada karbon aktif (Nm).

VI. Bahan Untuk Uji Pendahuluan1.Bagaimana membuat larutan 0,15 M asam asetat dari asam asetat absolut.

2.2.Bagaimana membuat larutan 0,12M, 0,09M, 0,06M, 0,03M, 0,015M dari larutan 0,15M

asam asetat dengan volume masing-masing 100 ml.

Tuliskanlah rumus pH larutan yang terdiri dari campuran asam lemah dengan basa

kuat.

3.Mengapa kita pilih larutan NaOH untuk menitrasi larutan filtrat pada prosedur no. 6

dan bukan larutan yang basa lemah?

PERCOBAAN IIPENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU PADA LAJU REAKSII. Tujuan Mempelajari pengaruh perubahan konsentrasi pada laju reaksi.

Mempelajari pengaruh suhu pada laju reaksi

II. Teori DasarPercobaan ini bersifat semi kualitatif yang dapat digunakan untuk menentukan pengaruh perubahan konsentrasi dan pengaruh suhu pada laju reaksi. Reaksi yang diamati adalah reaksi pengendapan koloid belerang yang terbentuk apabila tiosulfat direaksikan dengan asam. Yang diukur dalam percobaan ini adalah waktu yang dperlukan agar koloid belerang mencapai suatu intensitas tertentu. Reaksi pengendapan belereng

dapat ditulis sebagai berikut:

III. Peralatan dan BahanA. Alat Gelas ukur

Stopwatch Erlenmeyer

Termometer

Bunsen, Kaki tiga dan kasa

Pipet Volum

B. Bahan HCL

IV. Prosedur PercobaanBagian A1. Tempatkan 50 ml natrium tiosulfat 0,25 M dalam gelas ukur yang mempunyai alas

yang dibuat pada kertas putih tsb, sehingga ketika dilihat dari atas melalui larutan tiosulfat, tanda silang itu jelas terlihat.

3.Tambahkan 2 ml HCL 1 M dan tepat ketika penambahan dilakukan nyalakan stop watch. Larutan diaduk agar pencampuaran menjadi merata, sementara pengamatan dari atas tetap dilakukan.

4. Catat waktu yanag diperlukan sampai tanda silang hitam tidak dapat diamati dari atas.

5. Suhu larutan diukur dan dicatat.

6.Ulangi langkah-langkah di atas dengan volume larutan tiosulfat dan volume air yang berbeda-beda.

Tugas A1.Dalam percobaan ini 1/waktu digunakan untuk mengukur laju reaksi. Buatlah kurva laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi tiosulfat

2. Hitung order reaksi terhadap tiosulfat

Bagian B1.Masukkan 10 ml larutan Na-tiosulfat 0,5 M kedalam gelas ukur, lalu encerkan hingga volumenya mencapai 50 ml

2.Ambil 2 ml HCL 1 M, masukkan ke dalam tabung reaksi, tempatkan gelas ukur dan tabung reaksi tersebut pada penangas air yang suhunya 35oC. Biarkan kedua larutan tersebu beberapa lama, sampai mencapai suhu kesetimbangan. Ukur suhu dengan menggunakan termometer dan catat.

3.Tambahkan asam kedalam larutan tiosulfat, dan pada saat yang bersamaan nyalakan stopwatch. Larutan diaduk lalu tempatkan gelas ukur diatas tanda silang hitam. Catat waktu yang dibutuhkan sampai tanda silang tidak terlihat lagi bila dilihat dari atas.

4.Ulangi langkah diatas untuk berbagai suhu sampai 60oC (lakukan untuk 4 suhu yang berbeda).

Tugas B1. Laju reaksi dinyakan sebagai 1/waktu. Buat kurva laju reaksi sebagai fungsi suhu

(oC). Buat kurva log laju reaksi sebagai fungsi 1/suhu (1/oK).

2. Beri komentar mengenai bentuk kurva yang diperoleh.

V. Pertanyaan1. Faktor apa yang mempengaruhi kecepatan reaksi ?

2. Apa yang dimaksud dengan konstanta kecepatan reaksi ?

3.Peningkatan suhu tidak selalu berarti peningkatan laju reaksi. Beri komentar anda mengenai hal ini !

PERCOBAAN IIISISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONENI. TujuanMembuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam dua cairan tertentu.II. Teori

Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untukmenyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai :dimana,

F = jumlah derajat kebebasan

C = jumlah komponen

P = jumlah fasa

F = C P + 2

Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekaanan dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :

F = 3 PJika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner.

Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling larut

antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan

B saling larut sebagian. Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan

memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B.

Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip menggambarkan komposisi dalam

diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan (2) di bawah ini.

Gambar 1Titik A, B, dan C menyatakan komponen murni. Titik-titik pada sisi AB, BC

dan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z.

Gambar 2Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A =25%, B=25% dan C=50%

Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner.

III. Peralatan dan BahanA. Alat Labu tertutup 100 ml 5 buah

Erlenmeyer 250 ml 3 buah

Burat 50 ml 3 buah

Neraca

Termometer

B. Bahan Aseton

Benzena

Kloroform

Etanol

Asam asetat glasial

Aquades

IV. Prosedur Percobaan1.Dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan tertutup, buatlah 9 macam campuran cairan A dan C yang saling larut sempurna dengan komposisi sebagai berikut :

Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ml A

2 4 6 8 10 12 14 16 18 ml B

18 16 14 12 10 8 6 4 2

Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret

2. Titrasi tiap campuran dalam labu 1 s/d 9 dengan zat B sampai tepat timbul

perlahan-lahan

3. Tentukan rapat massa masing-masing cairan murni A, B dan C

4. Catat suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan

V. Tugas1. Lakukan percoban di atas untuk zat A, B dan C sesuai dengan tugas dari asisten.

Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang memiliki sifat A, B

dan C. Beberapa kemungkinan tugas adalah sebagai berikut :

a. Kloroform-aseton-air, b. Aseton-benzena-air,

c. Air-kloroform-asam asetat dan d. Air- benzena-etanol

2.Hitung konsentrasi ketiga komponen dalam fraksi mol untuk tiap campuran ketika terjadi perubahan jumlah fasa, dengan rumus :

3.Gambarkan kesembilan titik itu pada kertas grafik segi tiga dan buat kurva binoidalnya sampai memotong sisi AB dari segitiga

VI. Pertanyaan1.Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan dalam persen volum? Jelaskan!

2.Apa arti garis hubung (tie line) serta bagaimana cara menentukannya secara eksperimental.

3. Apa pula arti titik kritik dalam diagram terner ? berapa derajat kebebasannya ?

4.Gambarkan diagram terner untuk sistem yang mempunyai dua pasang cairan yang saling larut sebagian, pasangan itu, misalnya A dan B serta B dan C.

PERCOBAAN IVSIFAT KOLIGATIF LARUTAN (KENAIKAN TITIK DIDIH)I. TujuanUntuk menentukan berat molekul suatu zat dengan metode kenaikan titik didih.

II. Teori DasarApabila zat padat yang tidak mudah menguap dilarutkan dalam pelarut, maka tekanan uap akhirnya akan turun sehingga titik didih larutan akan naik dan titik bekunya akan turun dibandingkan dengan pelarut murni.

Untuk larutan ideal, menurut Raoult kenaikan titik didih sebanding dengan jumlah

zat terlarut dan dapat ditunjukkan dengan hubungan:

dimana

T : Kenaikan titik didih

: Tetapan kenaikan titik didih molal m : Molalitas zat terlarut

: Massa pelarut (gram)

: Massa zat terlarut (gram) : Berat molekul zat terlarut

Harga Kb dapat diketahui jika massa m zat terlarut diketahui. Jadi dari penentuan titik didih pelarut murni dan kenaikan titik didih larutan yang diketahui konsentrasinya, dapat ditentukan berat molekul zat terlarut.

III. Peralatan dan BahanA. Alat Gelas piala

Termometer

Tabung reaksi

Bunsen

Pengaduk

B. Bahan NaCl

KCl

Zat X

IV. Prosedur Percobaan1. Keringkan alat -alat yang akan digunakan

2. Isi gelas piala kira-kira dengan 300 ml air dan panaskan menggunakan bunsen.

3. Ukurlah titik didih pelarut murni.

4.Ukur titik didih larutan yang diketahui berat molekulnya, massa zat terlarut, dan massa pelarut (3 kali).

5. Ulangi langkah 4 untuk zat terlarut yang diberikan oleh asisten (3 kali).

V. Tugas1. Amati betul-betul suhu pada butir 4.

2. Tentukan berat molekul zat X.

VI. Pertanyaan1. Mengapa tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni?

2. Mengapa titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murni?

3.Bagaimana persamaan untuk menentukan kenaikan titik didih pada teori jika larutannya adalah larutan elektrolit (gunakan persamaan ini untuk menghitung hasil percobaan yang menggunakan larutan elektrolit).

PERCOBAAN V TETAPAN KESETIMBANGANII. Tujuan Mengukur tetapan kesetimbangan.

Memperlihatkan bahwa tetapan kesetimbangan tidak bergantung pada konsentrasi awal reaktan.

III. Teori DasarDalam pengukuran tetapan kesetimbangan, pada praktiknya akan ditemui beberapa kesulitan. Dalam menentukan nilai Kc suatu reaksi, pertama kali reaksi harus ditunggu sampai ia mencapai kesetimbangan. Kemudian konsentrasi reaktan dan produk diukur, baru nilai Kc dapat ditentukan. Akan tetapi dalam pengukuran konsentrasi reaktan atau produk seringkali sejumlah larutan diambil untuk dianalisis. Pengambilan larutan ini akan mempengaruhi kesetimbangan. Idealnya harus digunakan suatu metode yang tidak melibatkan pengambilan larutan untuk dianalisis seperti metode di atas. Salah satu metode yang tidak melibatkan pengambilan larutan dalam menentukan konsentrasi reaktan atau produk adalah metode kalorimeter.

+ + Reaksi ini berlangsung sangat lambat, tetapi dapat dikatalisis oleh ion H+. Walaupun telah dikatalisis, untuk mencapai kesetimbangan masih diperlukan waktu beberapa hari, karena reaksinya sangat lambat. Konsentrasi reaktan atau produk dapat ditentukan dengan titrasi yang dilakukan dengan cepat agar tidak mengganggu

kesetimbangan secara nyata. Tetapan kesetimbangan selanjutnya dapat dihitung menggunakan persamaan:IV. Peralatan dan BahanA. Alat Buret

Erlenmeyer tertutup

Neraca

Pipet volum

B. Bahan HCl 2M

Etanol (kandungan airnya diketahui)

Asam asetat

Indikator phenolpthalein (PP)

V. Prosedur Percobaan1.Kesetimbangan reaksi yang akan dicoba baru tercapai satu minggu kemudian, sehingga larutan harus dibuat terlebih sekarang, dan dititrasi seminggu kemudian.

2.Pertamakali buret-buret yang tersedia diisi dengan larutan HCl, Asam asetat glasial, dan Etanol.

3.Kemudian ke dalam empat buah labu erlenmeyer tertutup dibuat larutan dengan komposisi seperti pada tabel di bawah. Segera setelah larutan dibuat, labu erlenmeyer tadi ditutup dengan penutupnya untuk mencegah terjadinya penguapan. Jangan lupa memberi tanda pada setiap labu erlenmeyer.

NomorHCl (ml)Etanol (ml)Asam asetat (ml)

1514

2523

3532

4541

4. Letakkan larutan yang telah dibuat pada penangas bertermostat pada suhu ruang selama satu minggu (dapat juga ditempatkan pada tempat yang variasi suhu udaranya kecil).

5. Setelah satu minggu (minimum 3 hari)

a. Titrasi setiap larutan secara cepat dengan 0.1M NaOH. Gunakan indikator PP dan catat hasilnya.

b. Titrasi 5 ml HCl 2M dengan 0.1M NaOH. Gunakan indikator PP dan catat hasilnya.

c. Catat suhu ruang atau suhu penangas.

d. Pipet 5 ml HCl 2M, Etanol, dan Asam asetat, lalu timbang dengan menggunakan neraca analitik.

VI. Tugas1. Hitung massa jenis asam asetat, etanol, dan HCl 2M.

2.Hitung jumlah mol air pada awal pencampuran (air berasal dari larutan HCl 2M). Untuk menghitung jumlah mol air, partamakali hitung berapa mol HCl yang terdapat dalam 5 ml HCl 2M dan kemudian hitung berat HCl yang terdapat pada 5 ml HCl 2M. Dari berat larutan 5 ml HCl, massa air dapat dihitung sehingga jumlah mol air juga dapat ditentukan.

3.Hitung jumlah mol asam asetat pada awal pencampuran (gunakan masa jenis dan volum asam asetat pada awal pencampuran).

4. Hitung jumlah mol etanol pada awal pencampuran.

5.Hitung jumlah mol asam asetat pada awal kesetimbangan. Untuk menghitungnya kurangi volume 1M NaOH yang diperlukan untuk menetralisir campuran dengan volum

1M NaOH yang diperlukan untuk menetralisir 5 ml HCl 2M.

6.Hitung jumlah mol etanol pada saat kesetimbangan. Perlu diingat bahwa untuk setiap mol asam asetat yang bereaksi akan membutuhkan etanol sebanyak satu mol.

7. Hitung konsentrasi etil asetat pada saat kesetimbangan.

8. Hitung jumlah mol air pada saat kesetimbangan.

9. Hitung konsentrasi asam asetat, etanol, etil asetat dan air pada saat kesetimbangan

(volum total adalah 10 ml)

10. Hitung tetapan kesetimbangan, Kc.

VII.Pertanyaan1.Nilai H pembentukan ester adalah positip. Bila campuran dipanaskan bagaimana pengaruh suhu ini terhadap Kc?

2. Apakah tetapan kesetimbangan Kc bergantung pada konsentrasi awal reaktan? Jelaskan!

PERCOBAAN VIPENENTUAN MR SENYAWA BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GASI. Tujuan Menentukan berat molekul senyawa yang mudah menguap (volatile) berdasarkan pengukuran massa jenis gas

Melatih menggunakan persamaan gas ideal.II. Teori

Persamaan gas ideal dan massa jenis gas dapat digunakan untuk menentukan beratsenyawa yang mudah menguap. Dari persamaan gas ideal didapat

PV = n R Tatau

Dengan mengubah persamaan di mana:

BM : Berat molekul

P : Tekanan gas

V : Volume gas

T : Suhu absolut

R : Tetapan gas ideal

: Massa jenis

PV = (m/BM) RT P(BM) = (m/V) RT = RT

III. Peralatan dan Bahan Labu erlenmeyer 150 ml

Gelas piala 600 ml

Alumunium foil

Karet gelang

Jarum

Neraca

Desikator

Cairan yang mudah menguap (misal CHCl3)

IV. Prosedur Percobaan1.Ambil sebuah labu erlenmeyer berleher kecil yang bersih dan kering, tutup labu tersebut dengan aluminium foil, lalu kencangkan tutup tadi dengan karet gelang.

2. Timbang labu erlenmeyer yang telah ditutup tadi.

3.Masukkan sekitar 5 ml cairan yang mudah menguap ke dalam labu erlenmeyer, kemudian tutup kembali dengan kencang sehingga kedap gas. Lalu beri lubang kecil pada tutup aluminium foil agar udara dapat keluar.

4.Rendam labu erlenmeyer dalam penangas air bersuhu sekitar 100C sedemikian sehingga air sekitar 1 cm di bawah aluminium foil.

5.Biarkan labu erlenmeyer tersebut dalam penangas air sampai semua cairan di dalamnya menguap. Catat suhu penangas air.

6.Angkat labu dari penangas, keringkan air yang terdapat pada bagian luar labu denganlap, lalu tempatkan labu dalam desikator untuk mendinginkan dan mengeringkannya. Udara akan masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer melalui lubang kecil dan uap cairan volatil yang terdapat dalam labu akan mengembun kembali menjadi cairan.

7.Timbang labu erlenmeyer dengan jalan mengisinya dengan air sampai penuh dan mengukur massa air yang terdapat dalam labu. Ukur suhu air untuk mengetahui massa jenis air, sehingga akhirnya volum air dalam labu yang juga merupakan volum labu erlenmeyer dapat dihitung.

8. Ukur tekanan atmosfir dengan menggunakan barometer.

Faktor koreksi:Nilai BM hasil perhitungan akan mendekati nilai sebenarnya, tetapi masih mengandung kesalahan. Ketika labu erlenmeyer kosong ditimbang, labu ini penuh dengan udara. Setelah pemanasan dan pendinginan dalam desikator, tidak semua uap cairan kembali kebentuk cairannya, sehingga akan mengurangi jumlah udara yang masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer. Jadi massa labu erlenmeyer dalam keadaan ini lebih kecil dari pada massa labu erlenmeyer dalam keadaan semua uap cairan kembali kebentuk cairannya. Oleh karena itu massa cairan X sebenarnya harus ditambahkan dengan massa udara yang tidak dapat masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer karena adanya uap cairan yang tidak mengembun. Massa udara tersebut dapat dihitung dengan

menganggap bahwa tekanan parsial udara yang tidak dapat masuk sama dengan tekanan uap cairan pada suhu kamar. Nilai ini dapat diketahui dari literatur. Sebagai contoh

Dimana P adalah tekanan uap dalam mmHg dan T adalah suhu dalam derajat celsius. Jadi dengan menggunakan persamaan di atas, tekanan uap CHCl3 pada berbagai suhu dapat dihitung.

Dengan menggunakan nilai tekanan uap pada suhu kamar, bersama-sama dengan data mengenai volum labu erlenmeyer dan berat molekul udara (28.8 gr/mol), dapat dihitung faktor koreksi yang harus ditambahkan pada massa cairan X. Dengan memasukkan faktor koreksi akan diperoleh nilai BM yang lebih tepat.

V. TugasHitung faktor koreksi dan nilai BM dari data yang diperoleh!

VI. Pertanyaan1. Apakah yang menjadi sumber kesalahan dalam percobaan ini?

2. Dari hasil analisis penentuan berat molekul suatu cairan X yang volatile diperoleh nilai

120 gr/mol. Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur tersebut mengandung: Karbon

10%, Klor 89%, dan Hidrogen 1%.

3. Tentukanlah rumus molekul senyawa ini!

PERCOBAAN VII ANALISIS GRAVIMETRII. Tujuan Mengendapkan Barium Klorida dan menentukan persentasi hasil dari Barium Sulfat.

Mendalami dan menggunakan hukum stoikiometri dalam reaksi kimia.

II. Teori DasarGravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhanaan itu jelas terlihat karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain.

Tahap pengukuran dalam metode gravimetrik adalah penimbangan. analitnya secara fisik dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun dari pelarutnya. Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan.

Analisis gravimetri dapat berlangsung baik, jika persyaratan berikut dapat terpenuhi:

1. Komponen yang ditentukan harus dapat mengendap secara sempurna (sisa analit yang tertinggal dalam larutan harus cukup kecil, sehingga dapat diabaikan), endapan yang dihasilkan stabil dan sukar larut.

2. Endapan yang terbentuk harus dapat dipisahkan dengan mudah dari larutan (dengan penyaringan).

3. Endapan yang ditimbang harus mempunyai susunan stoikiometrik tertentu (dapat diubah menjadi sistem senyawa tertentu) dan harus bersifat murni atau dapat dimurnikan lebih lanjut .

Dalam analisis Gravimetri terdapat tiga metode yang digunakan yaitu: metode

pengendapan, metode penguapan, dan metode elektrolisis untuk metode pengandapan

prinsip kerjanya yaitu senyawa yang akan dianalisis diendapkan dengan menambahkan pereaksi yang sesuai dan selanjutnya dipisahkan endapannya. Untuk metode Penguapan prinsipnya yaitu zat yang mudah menguap diadsorpsi dengan adsorben yang sesuai, dimana sebelumnya bisa ditambahkan pereaksi untuk membuat suatu zat menjadi lebih mudah

menguap atau lebih sulit menguap. Untuk metode elektrolisis prinsipnya senyawa ion yang

akan diendapkan dipisahkan secara elektrolisis pada elektrode-elektrode yang sesuai.

Metode gravimetri ditujukan untuk memisahkan suatu sampel menajdi komponennya. Proses yang dilibatkan adalah proses dimana zat yang dipisahkan itu digunakan untuk membentuk suatu fase baru yaitu endapan padat zat yang sukar larut dalam air (mengendap) berada dalam kesetimbangan dengan ion-ionnya yang larut dalam air. Harga Ksp untuk kesetimbangan itu kecil sekali. Besarnya konsentrasi ion-ion sulit melarut dalam air tergantung pada kelarutan zat itu. Sedangkan Ksp adalah hasil kali konsentrasi ion-ionnya dipangkatkan koefisien.

Suatu zat akan mengendap apabila hasil kali kelarutan ion ionnya lebih besar daripada harga Ksp. Pada percobaan ini larutan barium klorida diendapkan dengan larutan kalium kromat.

BaCI2 (aq) + K2CrO4 (aq) BaCrO4 (s) + 2 KCI (aq)

Endapan barium kromat disaring, hasil teoritis barium kromat dihitung dari endapan yang terbentuk. Semua barium klorida dianggap berubah menjadi hasil. Hasil teoritis ditentukan dari stoikiometri reaksi.

Dalam analisis melalui pengendapan untuk mendapatkan endapan yang sempurna maka dilakukan penambahan ion sejenis. Adanya ion sejenis dalam larutan menyebabkan kelarutan menjadi lebih kecil. Larutan jenuh adalah suatu keadaan ketika suatu larutan telah mengandung suatu zat dengan konsentrasi yang maksimum. Nilai konsentrasi maksimum yang dapat dicapai oleh suatu zat inilah yang dimaksud dengan kelarutan. Larutan yang masih bisa melarutkan zat terlarut disebut larutan kurang jenuh. Larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terbentuk endapan disebut larutan lewat jenuh. Semakin besar kelarutan suatu zat, makin zat tersebut larut.

Suatu metode analisis gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti:

a A + r R AaRr

dimana a molekul analit, A bereaksi dengan r molekul reagennya R. Produknya yakini AarR, biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bisa ditimbang setelah pengeringan untuk kemudian ditimbang. Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan.

Corong Dan Kertas SaringDalam prosedur gravimetri, konstituen yang diinginkan seringkali dipisahkan dalam

bentuk endapan. endapan ini harus dikumpulkan, dicuci agar bebas dari kontaminan yang

setelah diubah kesuatu bentuk lain. Penyaringan merupakan cara lazim untuk mengumpulkan endapan, dan pencucian sering dilaksanakan selama penyaringan itu. penyaringan dilakukan dengan corong dan kertas saring atau dengan krus (crucible) saring. Faktor penting dalam pemilihan salah satu diantara keduanya adalah temperatur dimana endapan harus dipanaskan untuk mengubahnya kebentuk penimbangan yang diinginkan.

Serat selulosa (dari) kertas saring cenderung mempertahankan kelembabannya, dan selembar kertas saring yang membungkus suatu endapan tidak akan dapat dikeringkan dan ditimbang langsung dengan ketepatan tinggi.

Kertas saring lingkaran tersedia dalam berbagai diameter. Ukuran yang akan digunakan tergantung pada kuantitas endapan, bukan volume larutan yang akan disaring. Hendaknya dihindari penggunaan ukuran kertas yang lebih besar dari keperluan: kertas dan corong itu hendaknya sesuai dengan ukurannya. Yang penting adalah kertas tidak melampaui pinggir corong, tetapi berjarak 1 atau 2 cm dari pinggir corong. Endapan hendaknya 1/3 kerucut kertas dan tidak lebih dari setengahnya.

Gambar 1. Cara Melipat Kertas Saring

III. Alat dan BahanA. Alat Gelas kimia

Kertas saring

Hot plate

Pengaduk

Kaca arloji

Neraca analitik

Gelas ukur 50 ml

Corong

Spatula

Pipet tetes

B. Bahan Serbuk / butiran BaCI2 Aquadest

Larutan K2CrO4 0,2 M

IV. Prosedur Percobaan1.Menimbang kira-kira 1 gram (0,8 sampai 1,0) BaCI2 dan memasukkan kedalam gelas piala 250 ml.

2.Menambahkan 25 ml air suling, mengaduk-aduk sampai larutan homogen, sesudah itu memasukkan lagi K2CrO4 0,2 M sebanyak 25 ml, mengaduk-aduk dan mengamati endapan yang terbentuk. Menguji larutan dengan beberapa tetes larutan K2CrO4 apakah endapan masih terbentuk.

3. Jika endapan dari B2CrO4 masih terbentuk, menambahkan terus K2CrO4 sampai endapan

B2CrO4 tidak terbentuk lagi.

4.Memanaskan sampai mendidih, mengangkat dari api dan menyaring selagi panas dengan kertas saring yang telah ditimbang massanya.

5.Mengambil kertas saring beserta endapannya mengeringkan, menimbang dan mencatat bobotnya.

6. Menghitung hasil teoritis endapan BaCrO4 dan menentukan juga persentasi hasilnya.

V. Tugas1. Terangkan perbedaan antara:

a. Koloid dan endapan kristalin b. Presipitasi dan kopresipitasi c. Peptisasi dan koagulasi

d. Oklusi dan pembentukan kristal campuran e. Nukleasi dan pertumbuhan partikel

2. Jelaskan yang dimaksud dengan:

a. degetion

b. adsorption

c. supersaturation

d. counter-ion layer e. mother liquor

3.Berapa berat AgI yang dihasilkan dalam analisi garvimetri untuk 0,24 gr cuplikan yang mengandung 30,6% MgI2?

4. Jelaskan factor-faktor apa saja dalam analisis gravimetri yang saudara lakukan yang dapat

mempengaruhi hasil analisis!

5.Berikan saran-saran untuk memperoleh hasil analisis gravimetri yang lebih akurat dan singkat!

PERCOBAAN VIIIMETODA POTENSIOMETRII. Teori DasarMetoda potensiometri didasarkan pada pengukuran perbedaan potensial dua buah elektroda yang dicelupkan dalam larutan. Rangkaian elektroda dan larutan tersebut disebut sel- elektrokimia. Perbedaan potensial diukur dengan pH/voltameter. Satu elektroda disebut elektroda indikator yang digunakan untuk memberikan respon pada spesis yang diamati di dalam larutan dengan aktivitas tertentu. Elektroda kedua disebut dengan elektroda referensi yang mempunyai nilai potensial setengah sel tidak berubah.

Potensial elektrokimia suatu sel-elektrokimia diberikan:

Esel = potensial sel-elektrokimia

Eind = potensial setengah sel elektroda indikator (katoda) Eref = potensial setengah sel elektroda referensi (anoda) Eij = potensial liquid junction

(1)

Potensial liquid junction timbul pada antar fasa dua elektroda, biasanya ditemukan pada junction antar elektroda referensi dan larutan dalam sel. Potensial setengat sel elektroda indikator menunjukkan respon perubahan aktivitas spesies sesuai dengan persamaan Nernst. Misal dalam kasus kawat perak yang dicelupkan dalam larutan Ag+, maka reaksi pada elektroda indikator

adalah:

dan persamaan Nernst untuk elektroda indikator adalah:

atau dapat ditulis

(2) (3)

(4)dimana:

E = potensial reduksi standar

R = 8,314 V.C/k.mol

T = Temperatur Kelvin

N = jumlah elektron equiv/mol

F = konstanta Faraday = 96485 Coulomb/equivalen

= aktivitas Ag+ = koefisien aktivitas Ag+[Ag+] = konsentrasi molar Ag+Substitusi (4) ke (1) menghasilkan:

(5)Pada larutan encer koefisien aktivitas bernilai satu. Karena Eref, E dan Eij besaran yang

tetap untuk setiap jenis percobaan, maka persamaan (5) dapat ditulis:(6)

dimana: E* tetap,dana ditentukan dengan kalibrasi dengan larutan standar. Hubungan linier antara Esel dan log [Ag+] merupakan basis analisa potensiometri.

ELEKTRODA REFERENSIElektroda referensi mempunyai potensial setengah reaksi yang tetap, tidak bergantung pada sifat larutan dimana elektroda tersebut dicelupkan. Contoh yang paling umum dipakai adalah elektroda kalomel dan elektroda perak-perakelektroda. Diantara elektroda kalomel, saturated calomel electrode (SCE) adalah yang paling populer. Dua tipe SCE ditunjukkan dalam

gambar 1a dan 1b.a b cGambar 1. Elektroda Referensi

Persamaan Nernst dan reaksi setengah-sel dalam SCE dan potensial elektroda referensi

ditulis sebagai berikut: (7)

(standar hitungan elektroda) (8)Reaksi setengah-sel dalam elektroda perak-perak klorida (gambar 1c) mempunyai persamaan Nernst dan reaksi setengah sel sebagai berikut:

A (9)

(standar hitungan elektroda) (10)

ELEKTRODA INDIKATORElektroda indikator responsif terhadap aktivitas spesis di dalam larutan. Elektroda ini menunjukkan respon yang selektif terhadap spesis tertentu dalam larutan dan tidak terhadap senyawa yang lain.

1.Elektroda redoks memberikan respon pada potensial redoks dalam sel elektrokimia yang ditimbulkan oleh satu atau lebih pasangan redoks. Logam inert seperti platina bila dipakai

sebagai elektroda memberikan respon pada beberapa pasangan redoks. Sewaktu elektrodaplatina dicelupkan dalam larutan yang mengandung Fe2+ dan Fe3+

maka elektroda ini

menunjukkan potensial yang bergantung pada ration aktivitas kedua spesis.

(11) (12)

Elektroda platina ini digunakan untuk menentukan Fe2+.

2.Elektroda orde-pertama, terdiri atas logam kontak dengan larutan yang mengandung logam tersebut. Misalnya kawat perak yang memberikan respon pada larutan Ag2+ (persamaan 2 dan 3).

3.Elektroda Orde-kedua, terdiri atas logam kontak dengan larutan jenuh dengan salah satu pasangan garam terlarutnya, (jenuh dapat diperoleh dengan melapisi garam pada metal tersebut), seperti yang ditunjukkan oleh sistem Ag/AgCl.

Elektroda Ag masih memberikan respon pada melalui transfer elektron. Tetapisekarang dikontrol oleh melalui konstanta keseimbangan pengendapan ksp. Kenaikan dalam larutan menaikkan konsumsi Ag+, menyebabkan penurunan . Jadi potensial elektroda memberikan respon terhadap aktivitas Cl- (persamaan 10), walaupun Cl- tidak

mengalami transfer elektron dengan kawat Ag.

4.Elektroda membran gelas, paling cocok dipakai untuk mengukur aktivitas ion hidrogen (pH), membran ini digunakan secara luas pada titrasi asam basa.

JENIS PENGUKURAN POTENSIOMETRIPotensiometri langsung: Elektroda indikator dan elektroda referensi dicelupkan dalam larutan yang dianalisa, konsentrasi diukur dengan cara mengukur potensial sel. Beberapa larutan standar perlu dibuat untuk mendapat kurva kalibrasi Esel vs log konsentrasi (persamaan 6).

TITRASI POTENSIOMETRITitrasi dilakukan pada cuplikan dan beda potensial antara kedua elektroda diukur selama titrasi. Titik akhir titrasi dilihat dari perubahan potensial yang tajam dan konsentrasi dihitung dari banyaknya penitrasi yang ditambahkan.

PENGUKURAN pHPengukuran pH biasanya dilakukan dengan menggunakan elektroda gelas. Salah satu tipe elektroda gelas adalah seperti dalam gambar 2.

Suatu tabung gelas, berisi kawat perak dilapisi AgCl, diisi larutan 0,1 M HCl yang jenuh dengan AgCl. Karena ion klorida tetap, maka potensial elektroda AgCl seperti definisi persamaan 10 dan berlaku sebagai elektroda referensi dalam (internal).

Elektroda referensi luar (eksternal) dibutuhkan melengkapi sirkuit untuk pengukuran beda

potensial elektroda membrane gelas.

Gambar 2. Membran Glass

Potensial yang berkembang pada membrane meruakan fungsi perbedaan aktivitas ion hidrogen pada kedua sisi membran.

Secara skematik persamaan sel dapat ditulis:

Ag | AgCl (sat), 0,1 M HCl | membran gelas | sampel |SCE|Elektroda gelas Elektroda referensi eksternal

Karena dalam membran dijaga tetap 0,1 M HCl, potensial sel membrane informasi mengenai pH larutan cuplikan.

( pada 25C)

Pengukuran potensial merupakan fungsi linier dari pH. Penentuan pH larutan berdasarkan

sel terukur dialurkan terhadap pHstandar, maka akan diperoleh suatu garis lurus seperti terdapat

pada gambar 3.Gambar 3. Plot Potensial Sel terhadap pH.

Dari gambar di atas terlihat bahwa temperatur mempengaruhi kemiringan atau slope kurva Esel vs pH. Untuk kalibrasi pH meter dapat digunakan dua pH standar, salah satu biasanya adalah buffer pH 7.00 (0 volt).

TITRASI POTENSIOMETRI UNTUK PENENTUAN KETETAPAN KESETIMBANGAN1. TujuanKonsentrasi HCl, H3PO4 dan NaHPO4 dapat ditentukan dengan metoda titrasi, dimana pH larutan diperolej sebagai besaran yang terukur. Data hasil titrasi dapat digunakan untuk penentuan konstanta kesetimbangan K1, K2, dan K3 dari H3PO4.

2. TeoriSelama titrasi, penambahan OH- tidak memberikan kenaikan pH campuran yang berarti, sampai semua HCl ternetralisasi dan H3PO4 berubah menjadi H2PO4-.

(1)

Penambahan OH- selanjutnya akan menaikkan pH campuran, yang menghasilkan patahan pertama dalam kurva titrasi pada titik ekivalen. Patahan pertama pada kurva titrasi tersebut terjadi karena ion OH- bereaksi dengan ion hidrogen kedua, mengubah menjadi .

(2)Selama asih ada, hanya sedikit sekali perubahan pH campurandengan penambahan

.

Pada saat telah habis bereaksi, terjadilah kenaikan tajam pH campuran. Hidrogen ketiga hanya bereaksi dengan , menghasilkan .

(3)pH campuran hanya naik perlahan-lahan seama penambahan kemudian.

Catatan :

Keberhasilan percobaan bergantung pada kecermatan penggunaan pH meter dan pengertian prinsip tirasi asam poliprotik.

barang yang mudah rusak, maka perlakukan dengan hati-hati dan jangan sampai terbentur atau tergores oleh pengaduk magnet. Perhatikan! Jangan mengangkat elektroda pada saat alat menyala.

Gambar 4. Kurva Titrasi Asam Fosfat

3. Bahan-Bahan Larutan 0,100 M NaOH

Buffer pH 4.00 standar dan pH 7.00 standar

Sampel 1: 0,1 M H3PO4 Sampel 2: 0,1 M H3PO4 + HCl atau M H3PO4 + NaH2PO44. Peralatan pH meter

Elektoda pH (glass)

Elektroda referensi (SCE atau Ag/AgCl) atau kombinasi elektroda pH

2 gelas kimia (beaker) 300ml

Gelas Ukur 100 ml

2 labu volumetrik, 100 ml

Buret 50 ml

Pipet 25 ml

5. Prosedur Percoban1. Plot pH vs millimeter NaOH

2. Tentukan titik akhir dari grafik yang saudara buat. (ada beberapa cara penentuan titik akhir, tanya asisten ).

3. Hitung molaritas larutan cuplikan (1 dan 2) dan hitung jumlah gram H3PO4 dan HCl dalam sampel.

4. Hitung konstanta kesetimbangan K1, K2 dan K3 pada persamaan 1, 2 dan 3 untuk sampel 1 dan sampel 2 (perhitungan kenaikkan volume pada perhitungan konsentrasi pada setiap titik dalam kurva). Bandingkan nilai K1 yang ditentukan dengan dua cara

yang berbeda. Bandingkan semua harga K dengan data literatur.Gambar 5. Susunan Peralatan untuk Metoda Potensiometri

PERHITUNGAN K1:Untuk semua H3PO4 murni, K1 dapat dihitung dari ionisasi

Sebagai:

Konsentrasi dapat dibaca pada harga pH larutan sebelum titrasi, Ionisasi H3PO4, menyebabkan . Jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir pertama adalah jumlah H3PO4 dan pada kesetimbangan. Konsentrasi H3PO4 yang ada dalam larutan setelah ionisasi pertama berarti konsentrasi NaOH dikurangi dengan konsentrasi sebelum titrasi.

Cara yang sama dapat digunakan untuk menganalisa campuran yang terdiri atas H3PO4 dan HCl.

Cara menghitungan K1 yang lain :

Secara stoikiometri titik tengah B sebelum titik akhir titrasi pertama di C memberikan konsentrasi dan yang mengakibatkan > dititik B. Oleh karena itu digunakan metoda tidak langsung untuk menghitung K1. Kurva titrasi yang diperoleh kira- kira akan seperti kurva pada gambar 4. Jumlah asam total yang bereaksi dengan basa sampai pada titik B sama dengan jumlah basa yang ditambahkan dari titik A sampai titik B. Sedangkan konsentrasi dalam larutan pada titik B ditentukan dari harga pH pada titik B.

Konsentrasi H3PO4 pada titik B ditentukan dari konsentrasi asam total dikurangi konsentrasi larutan yang diperoleh dari pH pada titik B.

Konsentrasi dititik B ditentukan dari konsentrasi dititik A ditambah konsentrasi

H3PO4 dititik B.

Karena , dan diketahui, maka harga K1 dapat ditentukan.

PERHITUNGAN K2

Titik D dalam gambar menunjukkan setengah jalan menuju ttik akhir titrasi E dimana dan Dari ionisasi diperoleh

Karena dititik D, maka Sehingga dapat ditentuan dari harga pH dititik D.

PERHITUNGAN K3:

Karena harga K3 kecil, metoda tidak langsung harus digunakan untuk menghitungnya. Hitung jumlah NaOH yang ditambahkan dari titik akhir D ke sembarang titik, misalnya E. Kemudian hitung konsentrasi yang ditambahkan.

Konsentrasi aktual dapat ditentukan dai pH di titik E.

Konsentrasi di titik E ditentukan dari perbedaan konsetrasi

, yang merupakan yangdigunakan untuk mengubah menjadi .

Konsentrasi dapat ditentukan dari nilai pH dititik E. Karena , dan

diketahui, maka K3 dapat dihitung.

SOAL-SOAL: (Dijawab dalam laporan)1. Apakah yang dimaksud dengan larutan buffer?

2.Mengapa larutanpotasium asam tartrat dapat digunakan sebagai standar pH? Apakah larutan ini berfungsi sebagai buffer?

3. Bagaimana akurasi K1, K2 dan K3? Mengapa?

4. Apakah yang dimaksud dengan senyawa amfoter (aupliprotik) dan zwitter ion?

5.Berikan gambar sketsa system elektroda saudara, berikan keterangan bagian-bagiannya dan fungsinya!

6. Apa perbedaan pH dan paH? Dan apa yang diukur oleh pH meter?

LAMPIRANBEBERAPA METODA PENENTUAN TITIK AKHIR1. Metoda PerpotonganGambar 6. Metoda Perpotongan (point of inplection = titik belah; end-point volume = volume titik akhir)

Keterangan:

1. Buatlah garis perpanjangan dari dasar kurva titrasi dan dari bagian atas kurva titrasi.

Kedua garis ini harus sejajar.

2. Buat dua garis potong tegak lurus pada kedua garis sejajar dimana kurva titrasi berada diantara kedua garis potong

3. Tentukan titik tengah pada kedua garis potong

4. Buat garis melalui kedua titik tengah yang akan memotong kurva titrasi di titik belah.

5. Buat garis dari titik belah ke sumbu volume titran tegak lurus pada sumbu tersebut dititik akhir titrasi.

2. Metoda KonstruksiKeterangan:

Gambar 7. Metoda Konstruksi

1. Buatlah garis melalui bagian kurva yang lurus dengan kenaikan pH

2. Buat garis perpanjangan dari bagian atas kurva yang akan memotong garis 1 di titik A

3. Sama seperti garis 2, tapi dari bagian bawah kurva dan diperoleh titik B

4. Melalui titik A buat garis sejajar dengan sumbu pH

5. Melalui titik B buat garis sejajar dengan sumbu pH

6. Melalui titik B buat garis sejajar sumbu volume dan akan memotong garis 4 dititik C

7. Melalui titik A buat garis sejajar sumbu volume dan akan memotong garis 5 dititik D

8. Hubungan titik D dan C dan perpotongannya dengan garis 1 akan berada di tengah- tengah suatu empat persegi panjang.

9. Buat garis dari titik tengah tersebut ke sumbu volume dan tegak lurus pada sumbu tersebut pada volume titik akhir titrasi.

Gambar 8. Kurva titrasi Potensiometrik

(Kurva A: kurva titrasi normal, Kurva B: kurva titrasi turunan pertama, Kurva C: kurva titrasi turunan kedua)a.Kurva turunan pertama diperoleh dari data perubahan potensial dengan perubahan volume, E/V, atau dari data perubahan pH dengan perubahan volume, pH/V terhadap volume rata-rata titran.

Keterangan kurva B:

- Titik akhir diperoleh dari perpotongan kedua kurva

-Volume pada titik akhir diperoleh bila titik akhir tersebut dihubungkan dengan garis yang tegak lurus pada sumbu volume.

b. Kurva turunan kedua diperoleh dari data turunan kedua potensial atau terhadap volume rata- rata titran.

Keterangan:

- Buat garis lurus yang menghubungkan titik maksimum dan titik minimum.

- Titik akhir adalah titik tengah garis tersebut

-Volume pada titik akhir titrasi diperoleh bila dibuat garis tegak lurus di sumbu volume melalui titik akhir tersebut.

Contoh perhitungan penentuan kurva turunan pertama dan turunan kedua dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Contoh Data Titrasi Potensiometrik

Dimana,,= Volume sebelum dan sesudah titik akhir

,= Potensial sebelum dan sesudah titik akhir

PERCOBAAN IX SPEKTOFOTOMETRI SINAR TAMPAKI. Tujuan PercobaanMempelajari metode analisis kuantitatif dengan instrumen spektrofotometer, yaitu suatu alat yang dapat dipakai untuk mengukur absorbansi suatu larutan yang dikenai gelombang elektromagnetik.

II. Teori DasarPendahuluanJika suatu gelombang elektromagnetik jatuh pada suatu zat, maka dari segi optik dapat dibedakan dua hal:

a. Sinar tersebut akan dihamburkan sebagian atau seluruhnya (gambar 1), misalnya: kaca dengan permukaan yang kasar, larutan koloid, suspense dan lain-lain.

b. Sinar tidak dihamburkan, tidak mengalamai perubahan arah (gambar 2), tetapi intensitas cahaya yang diteruskan (Pu) menjadi lebih kecil daripada intensitas sinar masuk (Po) atau dengan kata lain sebagian sinar diabsorpsi oleh zat tersebut.

Gambar 1 Sinar yang dihamburkan Gambar 2 Sinar Langsung

Absorpsi sinar elektromagnetik oleh ion dan molekul mendasari beberapa metoda analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Studi mengenai spectra absorpsi dapat memberi pengetahuan mengenai rumus, struktur dan stabilitas banyak senyawa kimia dan dapat memberikan informasi mengenai kondisi dan panjang gelombang yang sesuai untuk analisis kuantitatif.

Energi yang dimiliki oleh suatu molekul merupakan gabungan dari beberapa jenis energi yang dimiliki.

Gambar 3. Tingkat Energi dan Transisi Spektroskopik

Apabila molekul mengabsorp sinar/foton maka tingkat energi molekul tersebut naik. Besarnya kenaikan energi molekul yang mengabsorp foton sebanding dengan frekuensi foton tersebut.

Kenaikan energi molekul dari absorpsi foton tersebut dapat digunakan untuk transisi rotasi, vibrasi atau elektronik. Tingkat energi transisi dalam suatu molekul dituliskan pada gambar 3.

Absorpsi foton akan terjadi apabila sinar jatuh mempunyai frekuensi (jadi ) yang sesuai dengan perubahan tingkat energi suatu molekul. Apabila sinar yang diabsorpsi tersebut memiliki frekuensi pada daerah sinar tampak, maka metode ini disebut Spektroskopi Sinar Tampak. Kurva yang menunjukkan hubungan antara intensitas sinar yang keluar atau tidak diabsorpsi dengan frekuensi disebut Spektra Absorpsi. Spektra absorpsi setiap senyawa adalah spesifik. Dengan cara membandingkan spectra yang kita peroleh dengan spectra senyawa yang sudah dikenal, kita dapat menentukan sifat senyawa. Bila sinar yang diabsorpsi memiliki frekuensi pada daerah sinar infra merah, maka spectra absorpsi yang dihasilkan sangat spesifik dan disebut spektra sidik jari. Spektra absorpsi infra merah (Infrared / IR) banyak digunakan untuk analisis kualitatif.

Jika dalam spektroskopi kita gunakan cahaya monokromatik, maka jumlah sinar yang diabsorpsi tergantung pada jumlah zat yang dilalui oleh sinar tersebut. Dengan demikian kita dapat menggunakan data spektroskopi untuk analisis kuantitatif.

Hubungan Kuantitatif (Persaman Lambert-Beer)Hubungan kuantitatif diselidiki oleh Lambert yang menyimpulkan bahwa setiap unit panjang zat akan menyerap sebagian sinar yang melewatinya. Apabila P atau I menunjukkan intensitas sinar yang diteruskan dan Po atau Io menunjukan intensitas sinar datang, maka perubahan P sebanding dengan intensitas sinar datang dikalikan dengan tebal zat (b),

Hasil modifikasi oleh Beer menghasilkan Hukum Lambert Beer, yang ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut:

C = konsentrasi larutan dalam mol/lt

= absorpivitas molar pada panjang gelombang b = tebal kuvet

Absorpivitas molar () besarnya bergantung pada panjang gelombang yang digunakan.Tebal kuvet biasanya bernilai tetap pada suatu percobaan. Jadi berbanding langsung dengan konsentrasi.

Apabila diplot terhadap C pada suatu larutan yang menuruti hukum Lambert Beer maka

akan diperoleh garis lurus dengan slope .

Pada umumnya untuk analisis dengan menggunakan alat optik dikenal besaran trasmisi,

dan absorbansi Persamaan Lambert Beer dapat ditulis lagi sebagai berikut:

Bila A diplot terhadap C akan diperoleh grafik seperti pada gambar 4:Gambar 4. Hukum Lambert Beer

Penyimpangan Persamaan Lambert BeerPersamaan Lambert Beer adalah hubungan kuantitatif ideal. Dalam kenyataannya timbul penyimpangan dari hubungan idela tersebut, yaitu untuk kasus-kasus sebagai berikut:

Adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut, menunjukkan bahwa pentingnya pembuatan kurva kalibrasi dengan mengukur A pada tertentu dari sejumlah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Kemudian sampel yang diukur pada kondisi yang sama diintrapolasikan pada kurva kalibrasi tersebut untuk mengetahui konsentrasinya.

Tahap-Tahap Pelaksanaan AnalisisSecara garis besar pelaksanaan penetapan konsentrasi secara spektroskopi sinar tampak dapat dibedakan menjadi tiga aspek:

a. PewarnaanZat yang diukur berwarna dan jika tidak harus dibuat berwarna, karena hanya zat yang berwarna yang dapat menyerap sinar tampak.Makin intensif warna suatu larutan berarti makin besar absorbansinya.

Harga larutan berwarna gelap lebih besar daripada harga larutan berwarna terang. Semakin besar harga makin teliti analisis yang dilakukan.

Agar reaksi yang menghasilkan warna dapat berlangsung seringkali kondisi reaksi harus

dijaga, misalnya dengan penambahan buffer untuk menjaga pH.Gambar 5 Ketelitian dan kepekaan

b. Pemilihan Panjang GelombangPanjang gelombang ideal yang dipilih untuk suatu pengukuran adalah:

Panjang gelombang pada puncak kurva absorpsi, dimana pada wilayah panjang gelombang yang sempit tersebut nilai transmisi tidak berubah dengan cepat dengan perubahan panjang gelombang. Hal ini disebabkan karena spektrofotometer tidak dapat

panjang gelombang. Walaupun demikian, bila wilayah yang diisolasi cukup sempit dan terabsorpsi oleh material pada tingkat yang hampir sama, maka keadaannya mendekati

sama dengan satu panjang gelombang

Gambar 6 Absorbsi cahaya sebagai fungsi dari panjang gelombang

Panjang gelombang yang memberikan hargamaksimal, agar pengukuran sinar yang diteruskan memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi.

c. Pencarian konsentrasi yang sesuaiPengukuran paling baik adalah pada %T antara 15-65 atau kira-kira 36,8 %T. Untuk itu maka larutan peru diencerkan sampai didapatkan %T yang sesuai.

SpektrofotometerSpektrofotometer yang dimiliki oleh Departemen Teknik Kimia adalah Model 220-20Double Beam Spectrofotometer yang dapat dipakai untuk mengukur absorbansi cairan, padatan dan gas dalam daerah sinar UV, tampak dan dekat IR. Prinsip kerja spektrofotometer double beam diperlihatkan dalam gambar 7.

Gambar 7 Susunan Alat Optik pada Spektrofotometer

Seberkas sinar dari sumber cahaya dibuat menjadi sinar monokromatik oleh sebuah Grating Monochromator dan kemudian dipisahkan menjadi 2 berkas sinar oleh cermin perak yang berputar. Setelah melewati sampel (kuvet), dua berkas sinar tersebut mengikuti satu jalur optik bergabung menjadi satu berkas sinar lagi dan jatuh pada detektor. Detektor mengubah sinyal- sinyal optic menjadi sinyal-sinyal elektrik.

Fungsi-fungsi elektrik dalam instrumen yang mengolah sinyal dan langsung dapat menampilkan transmisi, absorbansi atau konsentrasi sampel.

Prosedur OperasiGambar 8. Spektrofotometer

I. Pemanasan dan pengaturan tombol-tombol (lihat gambar 10)1. Power switch : ON2. W LAMP switch : ON3. D2 LAMP switch : ON4. %T switch : ON (tekan)

5. Xi, x10 switch : ON6. Tombol pemilih lampu :

Daerah sinar tampak mempunyai daerah panjang gelombang 900-370 n, sedangkan sinar ultra violet 370-190 nm. Lampu W dapat digunakan dalam panjang gelombang 300-900 nm dan lampu D2 dalam panjang gelombang 190-390 nm. Tetapi lampu sebaiknya dipasang pada 370 nm untuk memperkecil sinar stray.

7. SLIT control : 2 nm

8. RESPONSE switch : MED

9. ZERO SUPRESSSION switch : OFF

10. SCAN SPEED switch : 480 & 120 nm/min

11. SCAN switch : OFF

12. Wavelenght dial : Pilih yang sesuai (putar dalam arah dalam panjang ke pendek)

13. DECIMAL POINT switch : %T ABS

Setelah switch dan control ditetapkan seperti di atas, biarkan instrumen selama 15 menit untuk pemanasan.

14. Buka penutup ruang sampel. Pasanglah SHUTTER (berwarna hitam) pada sisi sampel (sisi depan) untuk memotong berkas sinar dan kemudian ruang sampel ditutup lagi.

15. X1, x10 switch : x10

16. Atur control %T sampai unit display digital 0.00

17. X1, x10 switch : x1

18. Buka ruang sampel. Ambil SHUTTER dan ruang sampel di tutup lagi.

19. Atur control100 %T/0 ABS sampai Unit display digital menunjukkan angka 100.0

II. PENGUKURAN ABSORBANSI1.Setelah memasang larutan reference (blank) pada sisi REFERENCE dan SAMPLE dalam ruang sampel, tutup kembali ruang sampel.

2. Atur control 100 %T /0 ABS sedemikian sehingga unit display digital menunjukkan 100,0.

3.Tekan switch ABS 0-2 atau ABS 0-3 sesuai dengan konsentrasi sampel. 100 %T normalnya harus bersesuaian dengan ABS 0.

4. Pasang sampel yang tidak diketahui konsentrasinya pada sisi sampel dan ukur absorbansinya.

Apabila konsentrasi sampel lebih rendah dari ABS 0.2, tekan switch x1, x10 pada posisi x10. Dalam skala ABS 0-0.2 titik desimal tidak ditampilkan dalam display, misalnya 3 4 0 berarti ABS 0.0340.

III. Pengukuran Transmisi1. Lakukan prosedur II point 1 & 2.

2.Pasang sample yang tidak diketahui konsentrasinya pada sisi SAMPLE dan ukur transmisinya. Apabila transmisi sample lebih rendah dari 20%, tekan switch x1, x10 pada posisi x10.

IV. Pengukuran Konsentrasi1. Lakukan prosedur II point 1 & 2.

2. Tempatkan sampel (diketahui konsentrasinya) pada sisi sample.

3. Tekan switch CONCENTRATION.4.Atur control CONCENTRATION sampai unit display digital menunjukkan konsentrasi sampel.

Contoh: Apabila konsentrasi sampel 12.3 mg/l , aturlah CONCENTRATION sampai unit display menunjukkan 1230 atau 123.

Karena unit display dirancang pada batas penunjukkan tertinggi 1999, maka display akan menunjukkan angka 1 apabila melewati batas tersebut.

5. Pilih posisi desimal yang sesuai.

6. Tempatkan sampel (yang tidak diketahui konsentrasinya).

7. Penunjukan pada unit display atay cetak harga pengukuran pada pencetak digital.

V. Penggunaan Recorder1. Wiring2. Sinkronisasi dengan rekorder

a. Putar switch SCAN pada posisi ON pada unit utama b. Putar switch MODE ke posisi ON pada rekorder

Pada saat mengatur switch ini, chart dipasang pada rekorder disinkronisasikan dengan

panjang gelombang operasi scanning dalam unit utama model 200-20

3.Hubungan antara kecepatan scanning dalam model 200-20 unit utama dan kecepatan putaran chart pada rekorder.

a. Apabila switch pemilih SCAN SPEED pada rekorder ditetapkan pada posisi sesuai dengan switch SCAN SPEED pada spektrofotometer pada unit utama, berarti 1 divisi (10mm) pada chart sesuai dengan 10 nm.

b. Untuk me-record pada skala diperbesar/diperkecil, aturlah panjang gelombang kecepatan

scanning pada model 200-20 unit utama dan recorder.

c. Untuk recorder model 200, kecepatan chart tepat sesuai dengan kecepatan panjang gelombang scanning.

Contoh: Kecepatan chart 120 mm/min sesuai dengan panjang gelombang kecepatan

scanning 120 nm/min.

4.Hubungan antara Recorder Full Scale Ranges and Switch Setting pada model 200-20 unit utama.

VI. Prosedur PercobaanA. Spektra Absorpsi1.Sediakan 0,0200 M Cr(III) dengan jalan memipet 10 ml Cr(NO3)3 0.050 M dan mengencerkannya pada labu ukur tepat 25 ml dan kocok dengan baik.

2.Sediakan 0.0752 M Co(II) dengan cara memipet 0.1880 M Co(NO3)3 sebanyak 10 m, kemudian mengencerkannya dalam labu ukur tepat 25 ml dan kocok dengan baik.

3. Ambil spektra masing-masing larutan pada panjang gelombang 375 nm s/d 625 nm

Pertanyaan:Dengan hasil spectra absorpsi yang diperoleh, sarankan yang dibutuhkan untuk

menganalisis Cr(NO3)3 yang mempunyai konsentrasi antara 0.02-0.04 M.

Terangkan mengapa panjang gelombang ini mungkin tidak sesuai untuk analisis larutan yang konsentrasinya > atau dari 0.02-0.04

B. Hukum Beer1.Ambil 75 ml 0.050 M Cr(III), kemudian buatlah larutan 0.01 ; 0.02 ; 0.03 ; 0.04 dengan cara mengencerkan larutan pada no. 1 masing-masing 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml dalam

3.Berdasarkan kurva A vs (spektra absorpsi) yang diperoleh percobaan sebelumnya, pilih 6 buah sebagai berikut:

a. pada 2 maksimum dari kurva Cr(III) yang dekat dengan minimum (410, 575 nm)

dari kurva Co(II).

b. pada absorbansi maksimum untuk kurva Co(II) (510 nm).

c. pada bagian yang naik tajam pada kurva Co(II) dan dekat dengan perpotongan

kurva Cr(III) dan Co(II) (450 nm).

d. pada bagian yang turun tajam dari kurva Co(II) dan dekat dengan perpotongan

kurva Cr(III) dan Co(II). e. pada 625 nm.

4.Ukur %T atau absorbansi larutan-larutan di atas dengan menggunakan ke 6 panjang gelombang yang dipilih.

5.Ambil larutan Cr(III) yang tidak diketahui, ukur %T dengan menggunakan 6 panjang gelombang.

Pengolahan Data1. Plot %T dan A terhadap konsentrasi pada ke 6 panjang gelombang di atas untuk larutan

Cr(III) dan Co(II).

2.Gambarkan garis horizontal pada plot persamaan Beer pada 65%T dan 26 %T sebagai batas pengukuran.

3.Gunakan kurva yang dihasilkan untuk mendapatkan konsentrasi Cr(III) yang tidak diketahui.

Pertanyaan:1.Berdasarkan kurva kalibrasi yang diperoleh dari percobaan dengan menggunakan ke 6 panjang gelombang, seberapa jauh kecocokannya dengan Hukum Beer?

2. Pada yang mana nilai terkecil?

3. Perkirakan seberapa tepat anda dapat membaca %T dari spektrofotometer

4.Asumsikan %T dapat dibaca sampai 1%. Seberapa tepat anda dapat melaporkan konsentrasi 0.0150M Cr(III) pada tiap panjang gelombang?

C. Analisis Simultan Dua KomponenApabila ada larutan yang mengandung dua kmponen yang keduanya menyerap cahaya, maka adanya komponen kedua sering menyebabkan perubahan pada kemampuan menyerap cahaya dari komponen pertama. Hal ini menyebabkan absorpsi masing-masing komponen tidak bersifat aditif, sehingga tidak memungkinkan suatu analisis kuantitatif sederhana dapat dipakai untuk mengetahui konsentrasi larutan ini.

Tetapi ada banyak contoh dimana komponen-komponen tidak saling berinteraksi, sehingga tidak merubah sifat menyerap sinar pada masing-masing komponen. Absorbansi total larutan seperti ini merupakan jumlah dari absorpsi masing-masing komponen yang diukur pada larutan terpisah pada kondisi yang sama (bersifat aditif).

Misalnya adalah system larutan Cr(III)-Co(II). Ada suatu panjang gelombang yang diabsorpsi lemah oleh Co(II) tetapi diabsorpsi kuat oleh Cr(III) dan sebaliknya pada panjang gelombang lain. Karena absorbansi bersifat aditif maka konsentrasi larutan dapat ditentukan. Gelombang demikian terjadi pada system Cr(III)-Co(II).

Persamaan Lambert-Beer didepan dapat ditulis:

k disebut konstanta absorbtivitas merupakan gabungan dan b.

Persamaan di atas menyatakan hubungan antara A dan C untuk suatu bahan dan gelombang tertentu. Untuk larutan yang mengandung n komponen, maka persamaan dapat ditulis:

i = 1 secara eksplisit:

Apabila hanya dua komponen yang dianalisis, maka dengan menggunakan dua panjang gelombang yang berbeda akan diperoleh dua persamaan dengan dua variable tak diketahui, sehingga persamaan tersebut dapat diselesaikan.

Harga k dapat ditentukan dari plot persamaan Lambert-Beer untuk setiap komponen secara terpisah dengan menggunakan dua panjang gelombang yang dipilih tersebut.

2. Ambil larutan yang mengandung Cr(III) dan Co(II) yang tidak diketahui konsentrasinya.

3.Catat spektra absorpsi larutan di atas (yang diketahui dan yang tidak diketahui) pada daerah panjang gelombang 375-625 nm.

Pengolahan Data:1.Bandingkan spektra absorpsi yang diukur pada masing-masing komponen secara terpisah dan pada campuran.

2.Berdasarkan spektra absorpsi campuran Cr(III)-Co(II) pilih dua panjang gelombang yang cocok untuk analisis campuran Cr(III) dan Co(II) (kira-kira 510-575 nm).

3.Dari plot persamaan Lambert-Beer yang diperoleh sebelumnya tentukan slope Cr(III) murni pada 510, 575 dan slope Co(II) murni pada 510, 575 kemudian hitung k11, k12, k21 dan k224. Hitung konsentrasi Cr(III) dan Co(II) dalam larutan;

dan dimana A1 dan A2 adalah absorbansi campuran pada dua panjang gelombang yang dipakai.

Gambar 9. Spektra Absorpsi

Pertanyaan:1. Jika larutan Cr(III) mengandung komponen berwarna biru dengan konsentrasi sangat tinggi

(saturated (CoNO3)2), sarankan bagaimana seseorang dapat menganalisis Cr(III) 0.0300-

0.0600 M

2.Gambar 11 menggambarkan spektra absorpsi dari 400-600 nm untuk dua bahan yang tidak saling reaksi/interaksi.

a. Jika anda ingin menganalisis campuran I dan II yang mempunyai konsentrasi hampir

sama dengan konsentrasi di atas bijaksanakah memilih dan , dan , dan ?

b. Jika anda menganalisis larutan dari komponen I yang mengandung sedikit komponen II (pengotor), yang mana anda pilih untuk analisis? Mengapa?

PERCOBAAN X METODA KONDUKTOMETRII. Teori DasarHukum Ohm mengatakan bahwa arus I (ampere) yang mengalir dalam sebuah pengantar berbanding lurus dengan daya gerak listrik (daya elektromotif) E (volt), dan berbanding terbalik dengan resistans (tahanan) R(Ohm).

I = E/R

Hukum di atas berlaku bila difusi dan reaksi elektroda tidak terjadi. Kebalikan dari resistans dinamakan konduktans (G) (hantaran) yang diukur dalam mho (Ohm-1) atau Siemens (S) sehingga I = EL. Hantaran L suatu larutan berbanding lurus pada luas permukaan elektroda a, sedangkan konsentrasi ion persatuan volume larutan Ci, pada hantaran ekivalen dengan i tetapi berbanding terbalik dengan jarak elektroda d, sehingga,

L = a/d

Tanda menyatakan bahwa sumbangan ion terhadap konduktansi sifatnya aditif. Karena a dan d dalam satuan cm, maka konsentrasi C dinyatakan dalam M. Bila konsentrasi dinytakan dalam normalitas maka harus dikalikan dengan faktor 1000. nilai d/a = merupakan faktor geometri selnya dan nilainya konstan untuk suatu nilai tertentu sehingga disebut sebagai tetapan sel.

Pengukuran hantaran dilakukan pada larutan yang diketahui hantaran spesifiknya. Pada umumnya KCl digunakan sebagai larutan pembanding. Nilai konduktansi spesifik (K) pada 200C memiliki konsentrasi yang berbeda-beda 71,13 g/Kg = 0,11134 mho/cm ; 7,419 g/kg = 0,01265 mho/cm ; 0,749 g/kg = 0,00140 mho/cm. Hantaran elektrolitik merupakan besaran yang tergantung pada temperatur. Sehingga pengukuran harus dilakukan pada temperatur yang tetap, biasanya pada suhu 250 C. Sedangkan tergantung pada konsentrasi total ionik suatu larutan, dan bertambah besar dengan pengenceran.

Konduktivitas pada sebuah larutan elektrolit pada setiap temperatur hanya bergantung pada ion-ion yang ada dan konsentrasi ion-ion tersebut. Bila larutan suatu elektrolit diencerkan maka konduktivitas akan turun karena jumlah ion yang semakin sedikit dalam larutan tersebut untuk membawa arus. Jika semua larutan tersebut dimasukkan diantara dua elektrode yang terpisah dengan jarak 1 cm satu sama lainnya, maka konduktivitas akan naik, hal ini dikarenakan oleh berkurangnya efek-efek antar-ionik pada elektrolit-elektrolit kuat dan kenaikan derajat ionisasi untuk elektrolit-elektrolit lemah.

Untuk mengukur suatu konduktivitas suatu larutan, maka larutan dimasukkan ke

konduktivitasnya misalnya larutan standar kalium klorida. Sel dimasukkan ke dalam salah satu sisi rangkaian dari jembatan Wheatstone. Kemudian ukur resistannya pengaliran arus melalui sebuah larutan elektrolit akan mengakibatkan perubahan-perubahan dari komposisi larutan bila didekatkan dengan sebuah elektrode, yang pada akhirnya akan menunjukkan besarnya potensial pada elektrode tersebut.

Hal tersebut akibat terbawanya sesatan-sesatan yang serius dalam pengukuran konduktivitas, keuali kalau efek-efek polarisasi dikurangi. Kesukaran-kesukaran ini dapat diatasi dengan menggunakan arus bolak balik untuk pengukuran sehingga tingkat elektrolisis dan efek polarisasi bisa dikurangi.

Penambahan suatu elektrolit pada suatu larutan elektrolit lain yang memiliki volume tetap akan mempengaruhi hantaran larutan tersebut, tergantung dari ada atau tidaknya terjadi reaksi ionik.jika tidak terjadi reaksi ionik maka konduktans akan naik , tapi bila terjadi reaksi ionik maka konduktans dapat naik atau turun. Hal tersebut juga akan terjadi bila pada suatu larutan basa ditambahkan pada larutan asam kuat. Konduktans akan turun disebabkan oleh penggantian ion hidrogen yang memiliki konduktivitas tinggi oleh kation lain yang memiliki konduktivitas yang lebih rendah. Hal tersebut merupakan suatu dasar yang dijadikan prinsip pada titrasi konduktometriyaitu substitusi ion-ion dengan suatu konduktivitas oleh ion-ion dengan konduktivitas yang lain.

Untuk menghindari elektrolisis, pengukuran hantaran dilakukan dengan arus bolak balik (AC). Frekuensinya sekitar 1000 Hz. Diperlakukan pengocokan yang efisian. Biasanya digunakan suatu jembatan wheatston yang dimodifikasikan untuk melakukan penentuan hantaran elektrolit (L) yang beroperasi pada sumber energi AC.

Pengukuran-pengukuran hantaran biasanya dilakukan pada larutan yang berair (H2O adalah penghantar yang buruk, L H2O = 5 x 10 -8 mho/cm pada 250 C). Pada konsentrasi tinggi, kenaikan konsentrasi menyebabkan naiknya hantaran secara linier. Ini akan memiliki

nilai maksimum,untuk selanjutnya menurun. Contoh aplikasinya misalnya pada analisis knadungan NO2 : H2O dalam asam nitrat yang berasap. Hantaran diukur pada HNO3 sebelum dan sesudah pengolahan dengan KNO3. Air alam serta air pendingin dalam industri

Metode konduktansi dapat digunakan untuk mengikuti reaksi titrasi jika terdapat perbedaan antara konduktansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen dengan tetapan sel harus diketahui. Sehingga selama pengukuran dilakukan secara berturut-turut dan dengan jarak elektroda yang harus tetap juga. Hantaran (konduktans) memiliki nilai yang sebanding dengan konsentrasi dan pada temperatur yang tetap, tetapi dengan adanya pengenceran maka akan menyebabkan konduktans yang dihasilkan tidak lagi linear dengankonsentrasi larutan.

Reaksi netralisasi pada gambar di bawah ini menunjukkan kurva untuk pengukuran titrasi NaOH terhadap HCl (gambar a), sedangakan gambar (b) menunjukkan gambar titrasi, akan terlihat bahwa hantaran ion H+ berkurang sampai titik ekivalen tercapai, kemudian setelah penambahan titran terlihat bahwa hataran total setelah titik ekivalen akan naik kembali. Inon Cl- tidak memberikan sumbangan terhadap hantaran, tetapi ion Na+ akan memberikan sumbangan yang berarti. Ion H+ sendiri akan memberikan sumbangan sebesar

82% sedangkan Cl- akan memberikan sumbangan sebesar 18% .Reaksi-reaksi pengendapan dan penggantian seperti titrasi NH4Cl + NaOH dapat dilaksanakan dengan konduktometri. Titrasi asam lemah terhadap basa lemah dapat dilakukan dengan metode konduktometri. Pada titik ekivalen hantaran akan turun pada tingkat yang paling rendah. Sebagai contoh, titrasi AgSO4 vs BaCl2 dapa t dititrasi dengan metode konduktometri sampai titik akhir ditandai dengan terbentuknya BaSO4 secara kuantitatif.

Titrasi konduktometri sangat berguna bila hantaran sebelum dan sesudah reaksi cukup banyak berbeda. Tetapi metode konduktometri ini kurang bagus digunakan untuk larutan dengan konsentrasi ionik yang terlalu tinggi, misalkan titrasi Fe3+ dengan KmnO4, karena pada saat titrasi perubahan hantaran sebelum dan sesudah titik ekivalen terlalu kecil dibandingkan dengan besarnya konduktans total.

II. Peralatan dan BahanB. Peralatan konduktometer

buret mikro

magnetik stirer

hot plate

statif

klem buret

gelas kimia 400 mL dan 100 mL

corong pendek

pipet seukuran 5 mL

botol semprot

voltmeter

C. Bahan larutan standar KCL 0,1 N

larutan standar Na2SO4 aqua DM

sampel Ba2+III. Prosedur Percobaan1. Kalibarasi alat konduktometri dengan KCL 0,1 N

2. Masukkan larutan Na2SO4 standar 0,1 M ke dalam buret mikro, tanda bataskan

3.Pipet 5 mL larutan Ba2+ yang akan ditentukan kadarnya, masukkan ke dalam gelas kimia 400 mL, tambahkan aqua DM sampai sel kondukto tercelup

4. Masukkan stirer, aduk dengan pengaduk listrik

5. Lakukan titrasi dengan penambahan berselang 0,5 mL sampai melewati TE

6. Ulangi langkah 2-5 dengan selang penambahan 0,2 mL untuk daerah sekitar TE

7. Buat grafik V Na2SO4 versus Hantaran ekivalen dari titrasi secara halus

8. Hitung kadar Ba2+.

PERCOBAAN XI KROMATOGRAFI GASA. Penentuan Laju Alir Optimum dalam Khromatografi GasI. TujuanLaju alir optimum dalam penentuan khloroform dengan kromatografi gas ditentukan dengan menggunakan Persamaan Van Deemter.

II. TeoriKromatografi gas (KGC) dapat dipakai untuk memisahkan sekaligus juga untuk mengidentifikasi dan menentukan komponen-komponen organic yang mudah menguap dan stabil pada temperature yang relatif tinggi. Agar dapat melalui kolom maka komponen- komponen harus berada dalam bentuk uap atau fasa gas. Untuk keperluan tersebut maka kolom kromatografi gas biasanya dioperasikan pada suhu 100 hingga 400C. Teknik ini sering dipakai dalam menganalisis sampel-sampel migas, petrokimia, minyak atsiri, plavour dan kandungan pestisida atau herbisida di dalam lingkungan. Pemisahan di dalam kolom terjadi setelah sampel disuntikkan ke dalam kolom, mula-mula komponen-komponen di dalam cairan diuapkan dan kemudian dielusi oleh gas pembawa untuk melewati kolom.

Perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam melalui kolom disebabkan oleh perbedaan titik didih dan interaksi masing-masing komponen dalam fasa stationer, sehingga waktu yang diperlukan untuk keluar dari kolom untuk masing-masing komponen berbeda-beda. Pendeteksian saat keluar dari kolom dilakukan berdasarkan perubahan sifat fisika aliran gas yang disebabkan adanya komponen yang dikandungnya misalnya daya hantar panas, absorpsi, radiasi elektromagnetik, indeks refraksi, derajat terinduksi ion, dsb.

Komponen-komponen yang terelusi dikenali (analisa kualitatif) dari waktu retensi, TR. TR analit dibandingkan terhadap TR standar pada kondisi operasi alat yang sama. Sedangkan penentuan kadar atau jumlah analit (analisis kuantitatif) dilakukan dengan membandingkan luas puncak analit dengan luas puncak standar. Efisiensi kolom ditentukan berdasarkan jumlah plat teori (N) dalam kolom melaui persamaan

Dimana:

TR. : waktu retensi;

Wb : lebar dasar puncak

Pemisahan yang baik suatu komponen dari komponen lain dengan kromatografi gas tergantung pada pemilihan yang tepat substrat kolom serta efisiensi total dari sistem

kromatografi gas. Efisiensi pelarut yang disebut waktu retensi relatif, dinyatakan sebagai perbandingan waktu retensi untuk suatu senyawa yang tidak berinteraksi dengan fasa cair.

Waktu retensi akan berubah sesuai dengan koefisien distribusi setiap solute dalam pelarut, laju alir gas pembawa, temperatur kolom, dan dapat digunakan untuk membandingkan efisiensi pelarut satu dengan yang lain. Efisiensi kolom berkaitan denga pelebaran pita solute setelah melewati kolom dan disebabkan oleh rancangan kolom itu sendiri dan kondisi operasi.

Efisiensi kolom dinyatakan secara kuantitatif sebagai tinggi piringan teoritis (H), dimana H didefinisikan juga sebagai panjang kolom yang diperlukan untuk memperoleh kesetimbangan solute antara fasa gas yang bergerak dengan fasa cair yang diam. Besaran yang digunakan untuk menjalankan efisiensi kolom biasanya dinyatakan berupa jumlah piringan teoritis, yang diperoleh dari puncak tunggal yang terekam.

Piringan teoritis didefinisikan sebagai kesetimbangan sempurna yang terbentuk antara dua fasa, yang merupakan konsep teoritis yang digunakan untuk mengamati performa kolom, tapi tidak dapat digunakan sebagai ukuran absolut dari kemampuan kolom tersebut untuk memisahkan. Akan tetapi, piringan teoritis ini dapat digunakan untuk membandingkan dua kolom yang sempurna atau untuk membuat standar bagi teknik packing kolom.

Tinggi piringan teoritis ditentukan oleh persamaan:

H = L N

di mana, H: tinggi piringan teoritis

L: panjang kolom (cm)N: jumlah piringan

Jumlah piringan ditentukan oleh persamaan: 2N = R Wb 2N = 5.54 R di mana, tR: waktu retensi

W1 /2 Wb: lebar dasar puncakW1/2: lebar pada setengah tinggi puncak

Hal-hal yang menyebabkan nilai N lebih kecil dari nilai sebenarnya yaitu:

1. Injeksi CuplikanCuplikan harus diinjeksi sekaligus ke dalam kolom dan harus teruapkan dengan cepat (ruang cuplikan dinaikkan temperaturnya). Ukuran cuplikan harus kecil karena kolom yang terlalu banyak dipenuhi cuplikan akan menghasilkan puncak yang melebar atau membentuk puncak yang asimetri.

2. Karakteristik KolomSelektivitas yang tinggi dapat diperoleh melalui pemilihan jenis kolom yang sesuai, yaitu berdasarkan perbedaan koefisien partisi yang besar untuk komponen- komponen dalam cuplikan/sampel, efisiensi suatu kolom dipengaruhi oleh laju alir yang digunakan. Apabila terjadi difusi maka akan mengakibatkan adanya pelebaran pita. Jika laju alir naik, efek pelebaran karena difusi akan menurun dan pada laju alir tinggi, faktor lain akan menyebabkan pelebaran, yaitu kesetimbangan partisi antara fasa gas dan fasa cair yang tidak terjaga. Karena itu laju alir untuk efisiensi kolom maksimum digambarkan pada gambar 2. Difusi

Efek ini akan menurun dengan bertambah kecilnya, semakin seragamnya ukuran partikel-partikel penunjang dan dengan packing kolom yang teratur. Semua efek ini terdapat dalam persamaan Van Deemter yang dalam bentuk sederhananya:

H = A + B Cdi mana, = laju alir

A= besaran untuk difusi EddyB/ = besaran untuk difusi longitudinal

C= besaran untuk laju transfer massa

Besaran difusi eddy tidak tergantung pada laju alir, dan ditentukan sebagaimana kolom itu disusun. Untuk menentukan laju alir yang meminimalisasi pelebaran puncak yang diakibatkan oleh laju transfer massa dan difusi longitudinal dapat menggunakan plot Van Deemter untuk menentukan A,B, dan C dalam persamaan Van Deemter. Laju alir yang menghasilkan dimana efek total minimum terhadap

pelebaran puncak disebut opt.

3.Volume DetektorSetelah pita keluar dari kolom, pita tersebut harus dengan cepat menuju detektor

yang dapat mendeteksi volume sampel yang kecil. Hal ini penting karena

III. Alat dan BahanA. AlatKromatografi gas dengan recorder Tangki gas helium dan pengatur tekanan Pencatat waktu

Kolom Suntikan 10L Pengukur laju alir

B. BahanKloroform

IV. Prosedur Percobaan1.Membaca dengan baik dan teliti petunjuk operasi khromatografi gas. Buku petunjuk tidak terdapat pada laboratorium, praktikan mendapatkan pengetahuan tentang operasi kromatografi dari asisten

2.Menghubungkan soap bubble flow rate meter (pengukur laju alir dengan gelembung sabun) ke gas exit port (tempat keluaran gas). Flowrate dihubungkan dengan sebuah selang