modul 6

Upload: aulina-refri-rahmi

Post on 01-Mar-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KGD

TRANSCRIPT

Diagnosa Infeksi Orofasial

Pemeriksaan dilakukan dengan hati-hati dan teliti sebelum pemberian pengobatan yang tepat dilakukan. Pemeriksaan meliputi :- pembuatan riwayat penyakit yang lengkap- pemeriksaan klinis yang teliti- pemeriksaan tambahan seperti foto R.O dan laboratorium.

Penderita dengan infeksi akut, kelihatan lemah dan kesakitan. Raut muka menunjukkan :- Tipe I, merah dengan kulit kering dan panas, dapat ditemui kenaikan temperatur, denyut nadi cepat, serta nafas nadi dangkal dan cepat.- Tipe II, muka pucat dengan kulit dingin dan basah, dapat ditemui temperatur yang dapat normal, kadang-kadang sub normal serta pandangan pasien sayu. Pada tipe ini juga menunjukkan daya tahan yang rendah dan biasanya keadaan pasien ini dapat dikatakan keracunan (toksis)Terapi antibiotika adalah pengobatan utama untuk menghindari komplikasi yang lebih lanjut. Pada penderita dapat dicurigai adanya; submandibular selulitis, obsruksi respiratori atau trombosis, harus dikikrim segera ke rumah sakit untuk mendapat perawatan spesialis.Pada waktu mendiagnosa selalu harus diperhatikan riwayat medis secara umum yakni ; daya tahan tubuh, keadaan umum pasien, kausa, lokalisasi, perluasan, tipe, stadium dan infeksi, seta adanya pus atau tidak dalam jaringan.

II.5 Abses Odontogenik

Etiologi Etiologi umum dari kebanyakan infeksi orofasial dapat berupa abses periapikal akut sampai dengan selulitis servikofasial bilateral, adalah patologi,trauma atau perawatan gigi dan jaringan pendukungnya. Riwayat alami dari infeksi odontogenik biasanya dimulai dari kematian pulpa, invasi bekteri dan perluasan proses infeksi ke arah periapikal. Terjadinya keradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut tergantung dari virulensi bakteri dan efektivitas pertahanan hospes. Kerusakan pada ligamen periodonsium bisa memberikan kemungkinan masuknya bakteri dan akhirnya terjadi abses periodontal akut. Apabila gigi tidak erupsi sempurna, mukosa yang menutupi sebagian gigi tersebut mengakibatkan terperangkap dan terkumpulnya bakteri dan debris sehingga mengakibatkan abses perikoronal.

Gambaran klinis Suatu abses adalah infeksi akut yang terlokalisir, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, atau kerusakakn jaringan setempat. Abses periapikal berukuran kecil, dari diameter di bawah 1 cm sampai cukup besar sehingga dapat menutupi vestibulum. Mukosa di atasnya tampak mengkilat, eritematus, tegang dan kencang. Abses periodontal dapat ditandai dengan pembengkakan yang besar dan pergeseran papila interdental yang jelas, atau mungkin akan menjadi abses periapikal dengan penutupan/kelainan vestibular. Abses perikoronal akut/perikoronitis yang melibatkan gigi yang erupsi sebagian (biasanya gigi m3 bawah) menunjukkan tanda pembengkakan yang eritematus, penononjolan dan pergeseran jaringan sekitarnya dan yang menutupinya (overkulum). Film periapikal menunjukkan adanya kerusakan tulang sekitar gigi yang terkena , yang disebabkan karena infeksi kronis yang terjadi sebelumnya.

Tanda dan gejala Abses odontogenik akut menmbulkan gejala sakit yang kompleks, pembengkakan , kemerahan, supurasi, gangguan pengecapan dan halitosis. Keluhan utama adalah rasa sakit, denga nyeri tekan regional yang ekstrem dan tidak mempan diobati dengan analgetik biasa yang secara nyata menganggu pada waktu makan, tidur, dan melakukan prosedur higiene mulut. Penderitaan yang dirasakan pasien tergantung pada intensitas dan durasi rasa sakit serta perubahan sehubungan dengan perilaku pasien. Rasa skit yang dialami pasien ini sudah cukup untuk mengelompokkan abses odontogenik ke dalam kategori darurat yang memerlukan tindakan cepat dan efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Status darurat didukung oleh adanya bahay potensial dari semua infeksi orofasial yang memerlukan terapi yang cepat dan tepat untuk menghindari penyebarannya.

Penatalaksanaan Perawatan abses odontogenik akut dapat dilakukan secara lokal/sistemik. Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik, dan terapi pendukung. Walaupun kelihatannya pasien memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bakterimia dan difusi lokal sebagai akibat sekunder dari manipulasi perawatan yang dilakukan. Blok saraf dengan anestetikum, walaupun mungkin sulit dilakukan, merupakan tindakan untuk menghilangkan rasa sakit denga efektif dan menjadikan prosedur perawatan lokal lebih mudah juga sebagai jembatan sampai obat-obatan sistemik beraksi. Apabila rasa sakit sudah berkurang, dapat dilakukan pengukuran temperatur oral, dan apabila terjadi penignkatan, diberikan antipiretik.

Inspeksi dan irigasi Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa diperiksa/dicari dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila interdental atau operkulum. Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat debris makanan, yang merupakan benda asing yang dapat mendukung proses infeksi. Irigasi dengan hati-hati dengan larutan saline steril dalam volume yang cukup banyak bisa menyingkirkan debris dan merubah lingkunga yang tadinya mendukung perkembangan bakteri menjadi sebaliknya. Apabila perawatn definitif seperti kuretase, operkulektomi, ekstraksi, dan lain-lain ditunda, maka pasien dianjurkan berkumur sesering mungkin sewaktu di rumah.

Insisi dan drainaseAbses fluctan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal maupun periapikal, dirawat secara local yaitu insisi dan drainase, maka anestesi yang dilakukan sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap cukup untuk melanjutkan tindakan ini. Lokasi estndar untuk melakukan insisi abses adalah paling yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi. Insisi yang agak lebih besra mempermudah drainase dan pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai adalah satu selang karet dan dipertahankan pada posisinya dengan jahitan.

Perawatan pendukungPasien diberi resep antibiotik dan obat-obat analgesik. Perlu ditekankan pada pasien bahwa mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila menganjurkan kumur dengan larutan saline hangat, konsentrasinya 1 sendok (teh) garam dilarutkan dalam 1 gelas air, dan dilakukan paling tidak sesudah makan. Pasien dianjurkan untuk memperhatikan timbulnya gejala-gejala penyebaran infeksi yaitu demam, meningkatnya rasa sakit dan pembengkakan, trismus/disfagia.

Tindak lanjut Apabila riwayat menunjukkan adanya infeksi agresif yang terjadinya mendadak maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap pasien yakni 24 jam setelah perawatan. Apabila infeksi nampak lebih jinak dengan durasi yang lebih lama dan tidak disertai tanda yang membahayakan, maka kunjungan berikutnya bisa ditunda sampai 48 jam. Perkembangan yang terjadi dipantau apakah keadaannya membaik atau memburuk. Perubahan pembengakakan dicatat (ukuran, konsistensi, fluktuasi) apakah tempat drainase masih memadai, dan dicatat pula bagaimana sifat pernanahannya. Temperatur diukur atau diamati dan pasien dianjurlan untuk memperhatikan gejala baru yang timbul. Apabiula kontrol dan resolusi kondisi akut telah berjalan baik, maka faktor-etiologi bisa dihilangkan yakni dengan kuretase, ekstirpasi pulpa, operkulektomi, atau pencabutan. Apabila kondisinya tidak membaik maka diperlukan perawatan yang bersifat segera. Apabila tidak dilakukan kultur, tindakan yang dilakukan biasanya dengan meningkatkan dosis antibiotik dan bkan merubah jenis antibiotikanya. Kadang-kadang perlu dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan yakni apabila menjumpai infeksi orofasial akut yang membahayakan kehidupan. Penyesalan yang diakibatkan karena konsultasi lebih awal jauh lebih sedikit dibandingkan kosultasi yang terlambat.

Penghentian terapi Apabila infeksi dapat dikontrol dengan baik, pada kunjungan kontrol pertama atau kedua biasanya pertanyaan yang timbul adalah; kapankah pemakaian drain dihentikan. Kadang drain dirasakan sebagai hal yang menguntungkan tetapi bisa merugikan. Hal ini biasanya terjadi apabila drainase telah berkurang secara nyata, karena drain dirasakan sebagai benda asing, dan merupakan tempat terjadinya kontaminasi eksternal. Drainase biasanya dianggap cukup memadai apabila penempatan drain paling tidak 48 jam. Pertanyaan lainnya yang sering timbul adalah kapankah penggunaan antibiotik dihentikan? Standar yang digunakan adalah meneruskan pemberian antibiotik sampai 5-7 hari. Apabila infeksi tetap bertahan sampai waktu tersebut, pemberian harus diteruskan. Penghentian antibiotik umunya didasarkan pada perkembangan klinis yang terjadi pada pasien. Meneruskann terapi antibiotik 3-4 hari setelah hilangnya gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit jarang dilakukan.

Infeksi Akut Pada Tulang RahangInfeksi akut pada tulang rahng dapat digolongkan menurut kausa dan lokalisasinya.a. Abses periapikalDisebut juga abses dentoalveolar. Biasanya dimulai di regio periapikal dari akar gigi dan sebagai akibat dari pulpa yang non vital atau pulpa yang mengalami degenerasi. Dapat juga terjadi setelah adanya trauma pada jaringan pulpa.Dapat terjadi eksaserbasi akut yang disertai dengan gejala-gejala dari infeksi akut.Pada saat keluarnya toksin dari proses infeksi, pasien merasa sakit dan tidak dapat menentukan gigi mana yang menjadi kausa. Abses periapikal dapat terbatas hanya pada struktur tulang dan selama masa transisi dari pembentukan abses dapat menyebabkan rasa yang amat sakit adanya odem.Akhirnya abses akan melalui tulang spongiosa dan tulang kortikal, mencapai permukaan dan sampai ke jaringan lunak dengan adanya penanahan sebagai abses sub periodontal atau abses supra periodontal.Selama indurasi, perawatan dilakukan secara lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan kompres panas dan kumur-kumur air hangat. Ini dilakukan apabila akan dilakukan drainase.Gigi penyebab harus dipelajari apakah di cabut atau dilakukan perawatan saluran akar. Bila diperkirakan dapaat dilakukan drainase melalui alveolus gigi penyebab maka gigi dapat dicabut sedini mungkin dengan catatan :- harus dapat dilakukan anestesi tanpa mengganggu daerah abses (dengan blok anestesi atau nekrose) dan diberi perawatan antibiotik sebelum, selama dan sesusah pencabutan.- Apabila abses terbentuk atau terlokalisir pada jaringan ekstra alveolar, maka dilakukan insisi bersamaan dengan pencabutan gigi.- Bila gigi hendak dipertahankan, insisi dilakukan bersamaan dengan pembukaan pulpa.Bila abses intra oral terletak pada bagian bukal vestibular, insisi dilakukan di bawah titik tertinggi dari daerah yang terfluktuasi.Bila lokalisasi abses pada bagian palatinal atau lingual, maka insisi harus menghindari daerah neuro-vaskuler pada daerah tersebut.b. Infeksi perikoronal (perikoronitis)Infeksi ini sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Infeksi ini pada masa pertumbuhan sering dihubungkan dengan masa pertumbuhan gigi permanen, pada masa ini jaringan supra dental merupakan bagian yang banyak folikel gigi dan jaringan mukoperios, sehingga mudah terjadi inflamasi kronis dan berkembang menjadi selulitis, yang mengakibatkan adanya reaksi sistemik disertai demam yang tinggi. Apabila fluktuasi dapat dirasakan dengan jari dapat dilakukan insisi dan drainase.Perikoronitis jarang terjadi pada orang tua yang sudah tidak bergigi. Pada umumnya perikoronitis terjadi sebagai akibat dari tekanan protesa karena dibawahnya ada gigi yang tidak bisa erupsi. Pada saat permulaan gigi terpendam tersebut mempunyai jarak yang cukup jauh dengan permukaan sehingga tidak bereaksi terhadap pengaruh tekanan protesa. Tetapi seiring berjalannya waktu terjadi resorbsi dari tulang rahang, sehingga gigi terpendam tersebut menunjukkan reaksi karena tekanan protesa sebagai akibat resorbsi dari tulang antara gigi dan protesa.Perawatan dari infeksi akut ini berbeda-beda. Bila terdapat abses dengan fluktuasi di atas gigi yang terpandam, maka dilakukan insisi dan drainase. Akhirnya dilakukan pengambilan gigi terpendam tersebut.Tipe perikoronitis yang paling sering dijumpai adalah yang terdapat di sekitar molar tiga mandibula. Pasien sering merasakan rasa sakit pada daerah peritonsiller sehingga pasien pergi ke dokter umum. Setelah gejala ini sering berulang, barulah diketahui bahwa molar tiga yang menjadi penyebabnya.Gejala khas dari perikoronitis dari molar tiga adalah adenitis, trismus submandibular, rasa skit pada daerah molar tiga, keadaan malaise dan sering dijumpai adanya kenaikan temperatur tubuh. Gejala ini bervariasi dari ringan samapi berat, dapat juga terjadi sellulitis terlihat adanya odem pada daerah submandibular dan daerah faring. Bila terdapat gejala ini, maka biasanya giginya tertutup. Hubungan kearah rongga mulut mungkin tidak jelas karena odem dan proses inflamasi.Perawatan dapat dilakukan:- masukkan probe-sonde dengan hati-hati melalui celah folikel- setelah celah melebar, pus dapat keluar dan bahan-bahan antiseptik dapat disemprotkan untuk membersihkannya.- Masukkan rubber dam atau kasa iodoform.- Berikan antibiotika.- Setelah gejala akut hilang dan berganti dengan gejala sub akut, maka perawatan selanjutnya tergantung pada posisi gigi terpendam tersebut.- Bila molar tiga impaksi dapat dilakuka operasi pengambilan molar tiga tersebut. Bila posisi molar tiga normal dapat dilakukan operkulektomi (pengambilan/eksisi operkulum/gingiva yang menutupi korona gigi).- Bila dilakukan eksisi jaringan diatas permukaan gigi maka seluruh jaringan diatas permukaan gigi terpendam harus terlihat sepenuhnya.- Kemudian luka ditutup dengan surgical pack.

c. Abses PeriodontalMerupakan suatu proses supurasi di sekitar jaringan periodonsium, biasanya merupakan lanjutan dari pada periodontitis kronis yang lama. Tipe infeksi ini biasanya dimulai pada gingival crevice pada permukaan akar, sering dijumpai ke permukaan apeks. Keadaan ini biasanya merupakan serangan yang tiba-tiba, dengan sakit yang amat sangat.Suatu abses periodontal dapat dihubungkan dengan gigi nonvital atau adanya trauma, perawatan primer untuk menghilangkan gejala akut adalah dengan melakukan insisi. Insisi harus meliputi jaringan lunak sampai ke permukaan akar. Bila akar terbuka sampai di bawah sepertiga apikal, baik pada satu permukaan atau lebih, maka harus dilakukan pencabutan gigi.Abses periodontal dapat meluas dari gigi penyebab melalui tulang alveolus ke gigi-gigi tetangga, menyebabkan goyangnya gigi-gigi tersebut. Hal ini dapat menyulitkan dalam diagnosa oleh karena itu diperlukan R.O foto.d. Abses sub periostealMerupakan suatu proses supurasi di daerah sub-perios, infeksi sub periosteal dapat timbul beberapa minggu setelah penyembuhan luka post-odontektomi gigi impaksi. Secara primer dapat terjadi pembengkakan pada jarinag mukoperiosteal yang meluas jauh ke depan sampai molar satu atau premolar dua. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan yang progresiv, akhirnya terdapat fluktuasi yang diraba.Perawatan :- berikan segera terapi antibiotika- bila terdapat fluktuasi, maka dilakukan insisi dan drainase- abses tipe ini pembengkakannya dapat terlihat dan diraba pada daerah pipi.- Insisi dibuat melalui mukoperios sampai tulang.- Masukkan kasa/rubber untuk drainase. e. Abses pasca bedahDapat terjadi beberapa hari setelah pembedahan, misalnya setelah pengambilan molar tiga. Terdapat rasa yang tidak menyenangkan, trismus dan sakit menelan. Pasien hanya membuka mulutnya dengan susah payah. Bila terdapat gejala-gejala ini tidak terlihat adanya tanda-tanda pada wajah atau daerah oklusal dari luka, maka sering diduga abses lidah.Dalam keadaan ini odem diobservasi, sampai terlihat pembengkakan yang jelas pada jaringan. Terasa sangat sakit. Bila terdapat fluktuasi, masukkan hemostat secara tertutup melalui luka pada molar tiga. Hemostat masuk diantara perios dan permukaan lingual tulang, berjalan sepanjang tulang, sampai hemostat mencapai rongga abses. Lalu hemostat dibuka. Bila di diagnosa tepat, maka segera akan terlihat pus.kemudian pus diaspirasi. Setelah itu masukkan pipa keret untuk drainase, juga berikan terapi antibiotika.f. Radang empisema akutBiasanya disebabkan oleh pemakaian semprotan udara. Pada waktu mengeringkan saluran akar dengan semprotan udara, maka septik material dapat terdorong melalui foramen apikalis ke tulang spongiosa. Hal itu dapat sama terjadi pada waktu melakukan irigasi luka terutama pada regio retromolar.g. Selulitis akutMerupakan peradangan pada jaringan ikat. Bila pertahanan baik maka infeksi yang masuk ke jaringan dapat terlokalisir. Secara fisiologis akan terbentuk barrier disekitar infeksi. Bila bakteri sangat virulan atau resisten terhadap antibiotika, infeksi ini dapat keluar dan berjalan mengikuti sirkulasi limfe. Invasi bakteri dapat meluas ke daerah jauh dari daerah infeksi.Selulitis akut pada daerah gigi biasanya luas. Jaringan menjadi membesar, odematous pada palpasi terasa keras. Pada periode ini infeksi tidak terlokalisir dan selama masa ini tidak ada supurasi.Temperatur tubuh naik, sel darah putih naik, denyut nadi cepat, dan keseimbangan elektrolit berubah.Kadang-kadang antibiotika yang spesifik dapat meresolusi proses secara sempurna dan tidak terbentuk pus atau bila terdapat sedikit akan hilang oleh sirkulasi limfe.Selulitis yang masif akan berubah menjadi selulitis supuratif, terutama bila bakterinya adalah stafilokokus atau organisme-organisme pembentuk pus yang lain.Materi purulen akan mencari jalan ke permukaan, tergantung pada lokasi dan struktur anatominya, pus dapat jalan ke hidung, sinus maksilaris, vestibular, dasar mulut, muka atau fosa infra temporal. Dapat juga berjalan ke rongga kranial atau dapat berjalan melaui foramina ke dasar tengkorak. Perluasan infeksi ke kranial dapat menyebabkan kematian. h. Ludwigs anginaDigambarkan sebagai selulitis septika generalisata yang besar sekali pada regio sub mandibular. Ludwigs angina merupakan perluasan infeksi dari gigi molar mandibula ke dasar mulut. Perbedaan antara ludwigs angina dengan tipe-tipe selulitis lainnya adalah :- karakteristiknya dengan adanya indurasi ke coklat-coklatan. Jaringan kelihatan membesar dan tidak melekuk bila ditekan, tidak terdapat fluktuasi.- Tiga spasia fasial terlibat secara bilateral, yaitu submandibular spasia, submental, dan sublingual spasia. Bila infeksi tersebut tibak terjadi bilateral maka infeksi tersebut tidak dianggap ludwigs angina.- Pasien memiliki pembukaan mulut yang khas. Dasar mulut terdorong, lidah terjulur dan sulit bernafas. Dua fasial-spasia yang besar terdapat didasar lidah atau keduanya terlibat. Spasia yang dalam terletak diantara m.genioglosus dan m.geniohyoid dan spasia yang sebelah luar terletak antara m.geniohyoid dan m.mylohyoid. setiap spasia dibatasi septum mediana. Bila lidah tidak terngkat maka infeksi ini bukan ludwigs angina yang sebenarnya.Keadaan umum pasien yang jelek, merasa kedinginan, demam, bertambahnya ludah, gerakan lidah yang sulit, tidak sanggup membuka mulut meenunjukkan infeksi. Jaringan pada leher kelihatan melebar. i. Cavernous sinus thrombosisInfeksi wajah dapat menimbulkan aseptik trombosis pada sinus cavernosus. Penyebabnya sering adalah furunkulosis dan infeksi hidung dan sekitarnya. Hal ini juga bisa disebabkan oleh pencabutan gigi anterior maksila yang mengalami infeksi akut dan terutama bila dilakukan kuretase pada bekas pencabutan. Biasanya adalah infeksi stafilikokus. Pemberian antibiotika harus dalam dosis besar.Menurut eagleton, diagnosa dari trombosis sinus cavernosus bila terdapat 6 hal sebagai berikut :1). Sisi dari infeksi diketahui2). Adanya tanda-tanda infeksi mengikuti aliran darah3). Adanya tanda-tanda obstruksi vena di retina. Konjungtiva atau kelopak mata.4). Adannya paresis pada nervus kranialis ketiga, keempat, dan keenam yang diakibatkan karena odem dari inflamasi.5) pembentukan abses pada jaringan lunak sekitarnya.6). Jelas adanya iritasi meningeal.Secara klinis mula-mula terlihat sebelah mata terlibat, akhirnya mata yang satunya terlibat juga.j. OsteomilitisPadget mengatakan bahwa istilah osteomielitis sebenarnya menunjukkan peradangan dari sumsum tulang saja. Akan tetapi pada umumnya pengertian osteomielitis adalah peradangan dari semua bagian-bagian atau struktur yang membentuk tulang seperti :a. Medulab. Kortexc. Periosteumd. Pembuluh darah dalam tulange. Urat syaraf dalam tulang.

Peradangan atau inflamasi dimulai di dalam sumsum tulang dan meluas ke spongiosa kemudian melalui pembuluh-pembuluh darah, jaringan fibroblast sampai ke periosteum. Kita ketahui tulang adalah suatu jaringan hidup. Bila pengaliran makanan untuk sel-selnya terganggu, maka tulang akan mati dan terjadilah sequster.

Proses penghambatan makanan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :Radang melalui melalui darah dan limfe masuk ke dalam tulang. Kanalis haversi mengandung banyak anastomose dari pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan bagian-bagian dari sumsum tulang ke periosteum. Kanalis haversi ini juga berhubungan dengan bagian tulang yang padat. Oleh karena itu kanalis havers ini penting untuk pembagian makanan pada tulang.Proses radang di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan terjadinya aposisi dari lumen pembuluh tersebut dan penebalan ini menghalangi darah mengalir ke dalam sel-sel tuulang, sehingga terjadi malnutrisi dan akhirnya sel-sel tulang ini mati (nekrose) dan terjadilah sequester. Dengan kata lain osteomielitis adalah hasil radang pyogen yang akut dari sumsum tulang.Osteomielitis ini disebabkan oleh infeksi bakteri terutama Staphylococus aureus(hemolitika). Dalam beberapa kasus disebabkan oleh Staphylococus albus dan ada juga ditimbulkan oleh pneumococus.EtiologiWinter membagi faktor-faktor etiologi yang dapat memasukkan mikroorganisme ke dalam sumsum tulang sebagai berikut :a. Hal-hal yang dapat mengadakan infeksi langsung ke mandibula dan maksila yaitu :1. Gigi yang telah mengalami devitalisasi2. Gigi dengan nekrosis pulpa3. Infeksi residif, di dalam atau di sekitar gigi4. Corpus alienum dalam jaringan5. Gigi yang impaksi6. Perluasan dari penyakit hidung7. Proses supurasi di sinus maksilaris8. Ulcerative atau nekrosis stomatitis (noma)9. Intoksikasi chemis (racun)10. Nekrosis yang disebabkan radiasib. Trauma pada tulang dan periosteum yaitu :1. Tuberculosis2. Sifilis3. Trauma eksterna mengakibatkan kematian pulpa gigi4. Trauma akibat pembedahan pada kasus-kasus infeksi primer5. Kuretase dalam lobang bekas pencabutan gigi yang mengalami infeksi6. Trauma dari pemakaian bur, panas yang timbul dapat menyebabkan nekrose sehingga perlu diirigasi dengan air garam fisiologisc. Secara hematogen, biasanya pada anak-anak seperti :1. Kerusakan periosteum2. compound fraktur dari mandibula dan maksila3. Actinomycosis 4. ScurvyMenurut pengalaman, osteomielitis lebih mudah terjadi bila pertahanan tubuh penderita rendah, baik secara umum maupun lokal, maksudnya bila ada predisposisi faktor karena adanya penyakit-penyakit seperti diabetes melitus, sifilis, TBC, agranulocytosis, malnutrisi yang hebat, penyakit-penyakit dimana vaskularisasi dari pada tulang rahang terganggu seperti Marble bone disease, Pagets disease.Menurut Waldron, tulang-tulang rahang jarang dikenai osteomielitis yang disebabkan hematogen. Kebanyakan hasil inflamasi langsung atau trauma pada maksila dan mandibula. Inilah bedanya dengan tulang-tulang panjang lainnya.Osteomielitis dimulai dengan stadium akut dan biasanya berlanjut ke stadium kronis dan kadang-kadang timbul eksaserbasi akut.Macam-macam atau tipe osteomielitis menurut bagaian tulang yang terkena yaitu :1. Tipe yang terlokalisir yaitu osteomielitis yang hanya mengenai tulang dalam daerah yang kecil atau sempit.2. Tipe difus dimana kerusakan tulang mengenai atau meluaske seluruh bagian tulang, mengenai daerah tulang yang luas.3. difuse fulminating type, yaitu osteomielitis akut yang timbul dengan gejala-gejala yang hebat dan mengadakan destruksi tulang yang sangat cepat.4. sub akut localized type dalam hal ini terjadi osteomielitis lokalisata yang disebut juga dry soket.Gejala-gejala osteomielitis akut yang difus pada mandibula dan maksila sama dengan gejala radang akut lainnya yaitu dolor, kalor, tumor, rubor dan fungsio laesa.Fungsio laesa ini biasanya merupakan kelemahn umum dan kenaikan sel-sel darah putih (leukosit). Pada permulaan penyakit tersebut pada radiograf tidak tampakm enunjukkan kelainan-kelainan. Gejala rontgenologis baru timbul setelah 2-3 minggu (sstadium kronis). Hal ini tergantung umur, resistensi pasien dan virulensi bakteri. Gambaran radiologis adalah daerah radiolusen yang lebih luas daripada gambaran tulang spongiosa. Jika penyakit ini berlanjut maka daerah radiolusen ini bersatu dan memberi gambaran seperti tulang yang dimakan ulat.Gejala pertama adalah :1. Rasa sakit di daerah tersebut2. Demam3. Rasa sakit yang mendalam sekali pada mandibula dengan radiasi ke telinga.4. Gigi terasa sakit saat perkusiApabila penyakit berlanjut dan terjadi destruksi tulang, maka gigi akan menjadi goyang. Gingiva, mukosa labial dan bukal menjadi merah tua dan odematus akibat dari periostitis. Pus keluar dari servikal gigi bila mukosa sekeliling gigi ditekan. Pada stadium ini terdapat pembengkakan dengan limfadenitis akut.

II.6 Infeksi non odontogenik pada sinus maksilaris

Secara historis, consensus yang berkenaan dengan rahang atas(maxillary) biasanya tidak di kolonisasi oleh bakteri dan pada dasarnya adalah steril. Kajian yang lebih mutakhir dengan menggunakan teknik diperbaharui kadang-kadang menunjukkan bahwa beberapa bakteri dapat dibiakkan dari sinus paranasal yang sehat. Walaupun mungkin ada beberapa mikroorganisme hadir dalam sinus normal, namun kemunculan itu sangat kecil (minimal), dan sifat dinamis epitel sinus yang aktif dan lapisan mucus yang terus menerus bergerak dapat mencegah kolonisasi yang signifikanMukosa dari sinus adalah suscetible terhadap infeksi, alergi, dan penyakit neoplastik. Penyakit radang sinus, seperti infeksi atau reaksi alergi, menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari mukosa dan dapat menyebabkan terhalangnya ostium. Jika obstium menjadi terhambat, lendir yang dihasilkan oleh lapisan sel-sel sekretoris sinus dikumpulkan dalam waktu lama. Bakteri berlebih kemudian mungkin mengakibatkan infeksi yang ditandai dengan gejala-gejala sinusitis, serta perubahan radiografipun dapat dilihat pada kondisi ini.Ketika peradangan berkembang di salah satu sinus paranasal, baik diesebabkan oleh infeksi atau alergi, kondisi ini disebut sebagai sinusitis. Peradangan sebagian besar atau seluruh sinus paranasal secara simultan, dikenal sebagai pansinusitis dan biasanya disebabkan oleh infeksi. Kondisi serupa dari sinus individu yang diketahui, misalnya, sebagai berkenaan dgn rahang atas atau frontal sinusitis.Maxillary sinusitis yang akut bisa terjadi pada usia berapa pun. Biasanya Pada tahap Awal, pasien akan lebih sensitive terhadap tekanan, rasa sakit, dan / atau sesak di sekitar sinus yang terinfeksi. Intensitas ketidaknyamanan akan meningkat dan mungkin akan diikuti dengan pembengkakan dan eritema, malaise, demam dan drainase mucopurulent yang berbau fuol ke rongga hidung dan nasofaring.Maxillary sinusitis yang kronis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur kelas rendah yang terjadi berulang, penyakit hidung obstruktif atau alergi. maxillary sinusitis yang kronis ditandai dengan episode penyakit sinus yang pada awalnya deirespon dengan pengobatan, hanya untuk mengembalikan, atau sisa dari gejala di luar pengobatanAerobik, anaerobik atau bakteri campuran dapat menyebabkan maxillary sinusitis. Organisme yang biasanya berhubungan dengan maxillary sinusitis adalah yang termasuk organisme nonodontegenic yang biasanya ditemukan di dalam rongga hidung. Mucostasis yang terjadi di dalam sinus memungkinkan terjadinya kolonisasi organisme ini. Bakteri penyebabnya adalah terutama bakteri aerobik, dengan beberapa Anaerob. Aerob penting adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Anaerob termasuk Sterptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Enterobacterieceae, Porphyromonas, Prevotella, Peptostreptococcus, Veillonella, Propionibacterium, Eubacterium dan Fusobacterium.

II.7 Infeksi odontogenik pada sinus maksilaris

Maxillary sinusitis biasanya disebabkan oleh sumber odontegenic karena anatomi penjajaran gigi dan maxilarry sinus. Sumber odontogenic kira-kira 10 12% dari semua maxillary sinusitis. Kondisi ini kemungkinan menyebar dan akan melibatkan sinus paranasal jika tidak segera diobati atau diobati dengan cara yang salah. Pada kasus yang jarang terjadi, infeksi ini dapat mengancam kehidupan (nyawa) dan dapat melibatkan cavernous sinus thrombosis, meningitis, osteomyelitis, intracranial abscess, dan kematian.Sumber infeksi Odontegenic yang melibatkan maxillary sinus termasuk sinus akut dan periapical, dan penyakit periodontal. Infeksi dan sinusitis dapat juga akibat dari trauma pada gigi atau dari operasi di posterior rahang atas, termasuk pencabutan gigi, alveolectomy, pengurangan tuberositas, pengangkatan sinus dan penempatan implan, atau prosedur lain yang membuat wilayah theat komunikasi antara rongga mulut dan maxillary sinus. Sinus asal odontegenic lebih mungkin disebabkan oleh bakteri anaerob, seperti pada infeksi odontegenic biasa. Terkadang(tapi sangat jarang) H.influenzae atau S.aureus menyebabkan odontogenic sinusitis. Organisme yang dominan adalah aerobik dan streptokokus anaerob dan anaerob Bacteroides, Enterobacteriaceae, Peptococcus, Peptostreptococcus, Porphyromonas, Prevotella dan Enterobacterium.

II.8 Prinsip penatalaksanaan dan pencegahan infeksi odontogenik

Salah satu masalah yang paling sulit untuk dikelola dalam kedokteran gigi adalah infeksi odontogenik. Infeksi odontogenik muncul dari gigi dan memiliki karakteristik flora. Karies, penyakit periodontal dan pulpitis adalah infeksi awal yang bisa menyebar dari gigi ke prosesus alveolar dan jaringan wajah yang lebih dalam, kavitas oral, kepala, dan leher. Infeksi ini dapat bertingkat mulai dari low grade, well localized infection yang hanya membutuhkan perawatan minimal, hingga severe, life threatening deep facial space infection. Walaupun mayoritas infeksi odontogenik dapat ditangani dengan minor surgical procedures dan supportive medical therapy yang mencakup penggunaan antibiotic, praktisi harus menyadari bahwa infeksi ini kadang kala menjadi parah dan mengancam nyawa dalam waktu singkat.

Syok HipovolemikSyok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).12Syok hipovolemik biasanya berhubungan dengan kekurangan volume lebih dari 15%. Kerurangan dari volume darah dapat terjadi internal atau eksternal. Kehilangan internal dapat dikaitkan dengan perdarahan gastointestinal, atau perdarahan internal sekunder terhadap trauma. Kehilangan eksternal yang berhubungan dengan kehilangan darah (paling umum), dalam kasus trauma dan gangguan perdarahan; kehilangan plasma, dalam kasus luka bakar; cairan tubuh, dalam kasus keringat berlebihan, muntah, dan diare. Patofisiologi syok hipovolemik adalah bahwa ketika volume intravaskular berkurang, aliran balik vena berkurang, penurunan curah jantung, dan tekanan darah menurun. Hasil akhirnya adalah perfusi jaringan yang buruk yang dapat menyebabkan kegagalan organ.8 Kemungkinan besar yang dapat mengancam nyawa pada syok hipovolemik berasal dari penurunan volume darah intravaskular, yang menyebabkan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang anoksia mendorong perubahan metabolisme dalam sel berubah dari aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolik.12Syok hipovolemik berkembang dalam tiga tahapan, yaitu:5 Tahap awal nonprogresifSelama tahapan ini mekanisme kompensasi refleks akan diaktifkan dan perfusi organ vital dipertahankan. Efeknya adalah takikardi, vasokontriksi perifer, dan pemeliharaan cairan ginjal. Pembuluh darah jantung dan otak kurang sesnsitif terhadap respon sinpatis tersebut sehingga akan mempertahankan diameter pembuluh darah, aliran darah, dan pengiriman oksigen yang relatif normal ke setiap organ vitalnya. Tahap progresifDitandai oleh hipoperfusi jaringan dan awal manifestasi dari memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik. Pada keadaan kekurangan oksigen yang menetap, respirasi aerobik intrasel digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai dengan produksi asam laktat yang berlebihan yang memperburuk curah jantung. Tahap ireversibelMuncul setelah jejas sel dan jaringan yang berat sehingga walaupun gangguan hemodinamikanya telah diperbaiki, kebocoran enzim lisosom semakin memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang sebagiannya disebabkan oleh sintesis nitrit oksida. Jika usus iskemik memungkinkan masuknya flora usus ke dalam pembuluh darah, dapat pula muncul syok endotoksik. Pada tahap ini, pasien mempunyai ginjal yang sama sekali tidak berfungsi akibat nekrosis tubular akut, dan meskipun dilakukan upaya hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi hampir secara pasti menimbulkan kematian.

Etiologi Shock Hipovolemik1. Kehilangan darah karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul. Trauma yang sering menyebabkan shock adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.2. Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.3. Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Shock hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Shock hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan. 4. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan Shock hemoragik antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory Weiss tears, dan fistula aortointestinal.5

Tabel 2.1 Kondisi Pasien Shock Hipovolemik.2

1. Kehilangan Cairan dan Elektrolit

2. Perdarahan Pendarahan Internal

Perdarahan Eksternal

3. Kehilangan Plasma

Diare, muntah, diabetes isnsipidus, heat stroke, renal loss, luka bakar

Ruptura hepar/ lien, trauma jaringan lunak, fraktura tulang panjang, perdarahan saluran cerna, kelainan hematologis

Trauma

Luka bakar, sindroma nefrotik obstruksi ileus, demam berdarah deangue, peritonitis

2.1.3 Manifestasi Klinis Shock Hipovolemik1. 21

2. Agitasi 3. Akral dingin4. Penurunan konsentrasi5. Penurunan kesadaran6. Penurunan atau tidak ada keluaran urine7. Lemah8. Warna kulitpucat9. Napas cepat10. Berkeringat

Tabel 2.2 Indikasi parameter pada pemeriksaan/ pengkajian dalam mengestimasi kehilangan volume cairan

Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1) memulihkan volume intravaskular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin.12Jika pasien sedang mengalami hemoragik, upaya dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal. 12Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar dipasang untuk membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium klorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6 %).12Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi. 12Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab yang mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada pasien dengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia, desmopresin (DDVP) untuk diabetes insipidus, preparat anti diare untuk diare dan anti emetic untuk muntah-muntah. 12Military anti syok trousersn (MAST) adalah pakaian yang dirancang untuk memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia dengan memberikan tekanan balik disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini menciptakan tahanan perifer artifisial dan membantu menahan perfusi koroner. 12Penatalaksanaan pra rumah sakit pada pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat kejadian atau di rumah. Tim yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang sesuai. Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan sirkulasi. Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok.

Sepsis dan Syok SeptikDefinisiSystemic inflammatory response syndromeadalah pasien yang memiliki dua atau lebih dari kriteria berikut:1. Suhu > 38C atau < 36C2. Denyut jantung >90 denyut/menit3. Respirasi >20/menit atau PaCO2< 32 mmHg4. Hitung leukosit > 12.000/mm3atau >10% sel imaturSepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia.Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi:1. Asidosis laktat2. Oliguria3. Atau perubahan akut pada status mentalTerdapat beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsis, diantaranya memasukkan pertanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein, sebagai langkah awal dalam diagnosis sepsis.(Hermawan, 2007).Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel/jaringan.Syok septikmerupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).EtiologiPenyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dair semua kuman, dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).PatogenesisSepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-) yang membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi tubuh.Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagaiAntigen Presenting Cell(APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dariMajor Histocompatibility Complex(MHC). Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN- merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. IFN-, IL-1 dan TNF- merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1 dan TNF- dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF- selain merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1 sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresiintercellular adhesion molecule-1(ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi olehgranulocyte-macrophage colony stimulating factor(GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah, yaitu:1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-, TNF- dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah.(Hermawan, 2007).Patofisiologi Syok SeptikEndotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung.Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007).Gejala Klinis SepsisTidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia.Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:1. Sindrom distress pernapasan pada dewasa2. Koagulasi intravaskular3. Gagal ginjal akut4. Perdarahan usus5. Gagal hati6. Disfungsi sistem saraf pusat7. Gagal jantung8. Kematian(Hermawan, 2007).DiagnosisRiwayatMenentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:1. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi2. Hipotensi, oliguria, atau anuria3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas4. PerdarahanPemeriksaan FisikPemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.LaboratoriumHitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.(Hermawan, 2007).PenatalaksanaanTiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:1. Stabilisasi pasien langsungPasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganismePerlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinaseresistant penicillin dengan gentamisin.B. Golongan penicillin- Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis- Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hariB. Golongan penicillinaseresistant penicillin- Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 41 gram/hari iv selama 7-10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).- Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.B. GentamycinGaramycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:BakteriAntibiotikDosis

Escherichia coliAmpisilin/sefalotin- Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya dilarutkan dalam 50-100 ml cairan, diberikan per drip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis.- Kloramfenikol: 6 x 0,5 g/hari iv- Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv

Klebsiella, EnterobacterGentamisin

Proteus mirabilisAmpisilin/sefalotin

Pr. rettgeri, Pr. morgagni, Pr. vulgarisGentamisin

Mima-HerelleaGentamisin

PseudomonasGentamisin

BacteroidesKloramfenikol/klindamisin

(Purwadianto dan Sampurna, 2000).1. Fokus infeksi awal harus diobatiHilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang gangren (Hermawan, 2007).Penatalaksanaan Syok SeptikPenatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.1. OksigenasiHipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.2. Terapi cairanHipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.3. Vasopresor dan inotropikVasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).4. BikarbonatSecara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH