mkalah

31
Ginjal Kaitannya dengan Gangguan pada Sistem Urinaria Mardha Dhian Hastarini Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta 10.2010.071 Kelompok F2 Email: [email protected] PENDAHULUAN Sistem urinaria merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat – zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh (larut dalam air dan dikeluarkan dalam bentuk urin) dan menyerap zat – zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. System urinaria ini terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra. Manusia memiliki sepasang ginjal, berbentuk seperti biji kacang yang terdiri dari ginjal kanan dan ginjal kiri. Berat ginjal kurang lebih 0,5% dari berat badan dan panjangnya kurang lebih 10cm. Pada scenario disebutkan bahwa adanya penyakit glomerulonefritis. Glomerulonefritis adalah nefritis dengan peradangan lengkung kapiler glomerulus ginjal dimana terjadi gangguan pada bagian glomerulus khususnya dalam proses filtrasi. 1 Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan 1

Upload: daniel-togana-junisar

Post on 03-Aug-2015

51 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: mkalah

Ginjal Kaitannya dengan Gangguan pada Sistem Urinaria

Mardha Dhian Hastarini

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

10.2010.071

Kelompok F2

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Sistem urinaria merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah

sehingga darah bebas dari zat – zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh (larut dalam air dan

dikeluarkan dalam bentuk urin) dan menyerap zat – zat yang masih dipergunakan oleh tubuh.

System urinaria ini terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra. Manusia memiliki

sepasang ginjal, berbentuk seperti biji kacang yang terdiri dari ginjal kanan dan ginjal kiri. Berat

ginjal kurang lebih 0,5% dari berat badan dan panjangnya kurang lebih 10cm. Pada scenario

disebutkan bahwa adanya penyakit glomerulonefritis. Glomerulonefritis adalah nefritis dengan

peradangan lengkung kapiler glomerulus ginjal dimana terjadi gangguan pada bagian glomerulus

khususnya dalam proses filtrasi.1 Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal

bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau

hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan

mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menggambarkan mekanisme kerja jantung

dengan mengetahui terlebih dahulu mengenai strukturnya baik secara anatomi maupun histology

dan mengetahui hormone yang berpengaruh pada mekanisme kerja ginjal.

1

Page 2: mkalah

PEMBAHASAN

A. Struktur makroskopis

Ren terletak retroperitoneal pada dinding abdomen, baik ren dextra maupun sinistra.

Masing – masing sisi kanan dan kiri columna vertebra setinggi vertebra T12 sampai vertebra

L3.2 Ren dexter terletak sedikit lebih rendah daripada ren sinister karena besarnya lobus

hepatis dexter. Ke arah cranial, masing – masih ren berbatasan dengan diafragma. Sedangkan

ke arah kaudal, fascies posterior ren berbatas pada musculus quadratus lumborum. A.V.N.

subcostalis dan nervus iliohipogastricus melintas ke kaudal dengan menyilang fascies

posterior ren secara diagonal.2 Hepar, duodenum dan colon ascendens terletak ventral

terhadap ren dexter, sedangkan ren sinister di sebelah ventral berbatas pada gaster, lien,

pancreas, jejunum, dan colon descendens. Pada tepi medial masing-masing ren yang cekung,

terdapat celah vertikal yang dikenal sebagai hilus renalis, yaitu tempat arteri renalis masuk,

dan vena renalis serta pelvis renalis keluar.2

Masing-masing ren memiliki fascies anterior dan fascies posterior, margo medialis

dan margo lateralis, ekstermitas superior dan ekstermitas inferior. Ren juga terdiri dari

korteks dan medula. Tiap ren terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid

terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Dari kaliks,

minor nantinya akan bermuara pada kaliks mayor dan berlanjut pada pelvis renalis.

Gambar 1. Struktur anatomi ginjal

2

Page 3: mkalah

Glandula suprarenalis, masing-masing terletak pada bagian superomedial dari masing-

masing ginjal.2 Masing-masing glandula suprarenalis terbungkus dalam capsula fibrosa dan

diliputi oleh fascia renalis. Bentuk dan topografi masing-masing glandula suprarenalis

berbeda. Glandula suprarenalis dextra berbentuk segitiga piramid, terletak ventral terhadap

diaphragma dan ke arah ventral menyentuh vena cava inferior di sebelah medial dan hepar di

sebelah lateral. Glandula suprarenalis sinistra berbentuk seperti bulan sabit,berbatas pada

lien, gasterm pancreas, dan crus diaphragma.

Gambar 2. Perdarahan pada ginjal

Arteri renalis dilepaskan setinggi discus intervertebralis antara vertebra L1 dan vertebra

L2.2 Arteri renalis dextra yang lebih panjang, melintas dorsal dari vena cava inferior. Secara

khas di dekat hilum renale masing-masing bercabang menjadi 5 arteri segmentalis yang

merupakan arteri-arteri akhir, artinya ialah bahwa arteri-arteri ini tidak beranastomosis.2

Arteriae segmentales melintas ke segmenta renalia. Beberapa vena menyalurkan darah dari

ren dan bersatu menurut pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis. Vena

renalis terletak ventral terhadap arteria renalis, dan vena renalis sinistra yang lebih panjang,

melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke dalam vena cava

inferior.

Pembuluh limfe ren mengikuti vena renalisl dan ditabung oleh nodi lymphoidei lumbales

aortici.2 Pembuluh limfe dari bagian kranial ureter dapat bersatu dengan yang berasal dari ren

atau langsung ditampung oleh nodi lymphoidei lumbales. Pembuluh limfe dari bagian tengah

ureter biasanya ditampung oleh kelenjar limfe sepanjang arteri iliaca communis, sedangkan

3

Page 4: mkalah

yang berasal dari bagian kaudal ditampung oleh nodi lymphoidei iliaca communis, nodi

lymphoidei iliaca eksterna, atau nodi lymphoidei iliaca interna.

B. Struktur mikroskopis

Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus (tempat masuknya saraf, masuk dan

keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter) dan memiliki

permukaan yang cembung. Pelvis renalis yaitu ujung atas ureter yang melebar, terbagi

menjadi beberapa kaliks mayor dan menjadi bagian yang lebih kecil yang disebut kaliks

minor.

Ginjal terdiri dari korteks dan medulla. Pada manusia, medulla ginjal terdiri dari 10-18

piramid medulla. Dari dasar setiap pyramid medulla, terjulur berkas – berkas tubulus yang

parallel yaitu berkas medulla yang menyusup ke dalam korteks.

Setiap ginjal terdiri dari 1-4 juta nefron.3 Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar

yaitu korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal ansa (lengkung)

henle, tubulus kontortus distal, dan ductus koligens.

1. Korpuskel renalis

Setiap korpuskel renalis berdiameter sekitar 200µm dan terdiri atas seberkas kapiler

yaitu glomerulus yang dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula

bowman.3 Lapisan dalam kapsul ini (lapisan visceral) menyelubungi kapiler glomerulus.

Lapisan luar membentuk batas luar korpuskel renalis dan disebut lapisan parietal kapsula

bowman. Di antara kedua lapis kapsula bowman terdapat ruang urinarius yang menampung

cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan visceral. Setiap korpuskel ginjal

memiliki kutub vascular, tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen,

dan memiliki kutub urinarius, tempat tubulus kontortus proksimal berasal. Setelah

memasuki korpuskel renalis, arteriol aferen biasanya terbagi menjadi dua sampai lima

cabang utama, dan setiap cabangnya terbagi lagi menjadi kapiler yang membentuk

glomerulus ginjal.

Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng yang ditunjang

lamina basalis dan selapis tipis serat retikulin.3 Pada kutub urinarius, epitelnya berubah

menjadi epitel selapis kuboid atau silindris rendah yang menjadi ciri tubulus proksimal.

4

Page 5: mkalah

2. Tubulus kontortus proksimal

Pada kutub urinarius di korpuskel ginjal, epitel gepeng di lapisan parietal kapsula

bowman berhubungan langsung dengan epitel tubulus kontortus proksimal berbentuk

kuboid atau silidris rendah.3 Tubulus ini lebih panjang dari tubulus kontortus distal dan

karenanya tampak lebih banyak di dekat korpuskel ginjal dalam korteks ginjal.

Sel – sel kuboid ini memiliki sitoplasma asidofilik yang disebabkan oleh adanya

mitokondria panjang dalam jumlah besar.3 Apeks sel memiliki banyak mikrovili dengan

panjang kira – kira 1µm, yang membentuk suatu “brush border”.3 Karena selnya

berukuran besar, setiap potongan melintang dari tubulus proksimal, hanya mengandung

tiga sampai lima inti bulat.

3. Ansa henle

Ansa (lengkung) henle adalah struktur berbentuk U yang terdiri atas segmen tebal

descendens, segmen tipis descendens, segmen tipis ascendens, dan segmen tebal

ascendens. Segmen tebal memiliki struktur yang sangat mirip dengan tubulus kontortus

distal. Di bagian luar medulla, segmen tebal descendens dengan garis tengah luar sekitar

60 µm, tiba – tiba menyempit sampai sekitar 12 µm dan berlanjut sebagai segmen tipis

descendens.3 Lumen di segmen nefron ini lebar karena dindingnya terdiri atas sel epitel

gepeng dengan inti yang hanya sedikit menonjol ke dalam lumen.

Kira – kira sepertujuh dari semua nefron terletak dekat perbatasan korteks-medula

dan karenanya disebut nefron jukstamedula.3 Nefron lainnya disebut nefron kortikal.

Nefron jukstamedula memiliki lengkung henle yang sangat panjang, yang masuk jauh ke

dalam medulla. Lengkung ini terdiri atas segmen tebal descendens yang pendek, segmen

tipis descendens dan ascendens yang panjang, dan segmen tebal asendens. Sebaliknya,

nefron kortikal memiliki segmen tipis descendens yang sangat pendek, tanpa segmen tipis

ascendens.

4. Tubulus kontortus distal

Segmen tebal asendens ansa henle menerobos korteks, setelah menempuh jarak

tertentu, segmen ini menjadi berkelok – kelok dan disebut tubulus kontortus distal.

Tubulus ini, seperti segmen asendens, dilapisi oleh epitel selapis kuboid.

Tubulus kontortus distal berbeda dari tubulus kontortus proksimal (keduanya

terletak di korteks) karena memiliki brush border, tidak adanya kanalikuli apical, dan

5

Page 6: mkalah

ukuran sel yang lebih kecil.3 Karena sel – sel tubulus distal lebih gepeng dan lebih kecil

dari tubulus proksimal, tampak lebih banyak sel dan inti pada dinding tubulus distal

daripada tubulus proksimal. Sel – sel tubulus kontortus distal memiliki banyak invaginasi

membrane basal dan mitokondria terkait yang menunjukkan fungsi trnaspor ionnya.

Tubulus kontortus distal mengadakan kontak dengan kutub vascular di korpuskel

ginjal yang berasal dari induk nefronnya. Pada tempat kontak ini, tubulus distal

mengalami modifikasi, seperti halnya dengan arteriol aferennya. Di daerah

jukstaglomerular ini, sel – sel tubulus kontortus distal biasanya menjadi silindris dan

intinya berhimpitan. Kebanyakan selnya memiliki kompleks golgi di bagian basal.

Dinding segmen tubulus distal yang termodifikasi ini yang tampak lebih gelap pada

sediaan mikroskopik karena rapatnya inti, disebut macula densa.3

5. Tubulus dan duktus koligens

Urin mengalir dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligentes yang saling

bergabung membentuk duktus koligentes yang lebih besar dan lebih lurus yang berangsur

– angsur melebar sewaktu mendekati puncak pyramid.

Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid dan bergaris

tengah lebih kurang 40 µm. sewaktu tubulus memasuki medulla lebih dalam, sel – selnya

meninggi sampai berbentuk silindris. Garis tengah duktus koligentes mencapai 200 µm di

dekat puncak pyramid medulla.

Di sepanjang perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel – sel

yang tampak pucat dengan pulasan biasa. Sitoplasma sel tersebut bersifat electron-lusen

dengan sedikit organel. Di duktus koligentes dan tubulus koligentes juga tampak suatu sel

interkalaris gelap (fungsinya belum jelas). Batas antarsel di tubulus koligentes dan sel –

sel duktus jelas terlihat dengan mikroskop cahaya.3 Duktus koligentes kortikalis

berhubungan secara tegak lurus dengan beberapa cabang tubulus koligentes berukuran

lebih kecil yang mengalirkan cairan ke setiap berkas medulla. Di medulla, duktus

koligentes merupakan komponen utama pada mekanisme pemekatan urin.3

6

Page 7: mkalah

Gambar 3. Struktur mikroskopis ginjal

C. Mekanisme kerja ginjal

Salah satu fungi ginjal adalah sebagai tempat pembentukan urin. Ada tiga proses dasar

yang terlibat dalam pembentukan urin yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi.

1. Filtrasi

Proses filtrasi terjadi di glomerulus. Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus,

plasma bebas protein tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman.4

Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini

dikenal sebagai filtrasi glomerulus. Filtrasi glomerulus merupakan langkah pertama

dalam pembentukan urin. Secara rata – rata, 125ml filtrat glomerulus (cairan yang

difiltrasi) terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit.

Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul bowman harus melewati

tiga lapisan yang membentuk membrane glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus,

membrane basal, dan lapisan dalam kapsula bowman. Secara kolektif, lapisan – lapisan

ini berfungsi sebagai saringan molekuler halus yang menahan sel darah dan protein

plasma tetapi membolehkan H2O dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil.4

7

Page 8: mkalah

Membrane glomerulus

Dinding kapiler glomerulus terdiri dari satu lapis sel endotel gepeng. Lapisan ini

memiliki banyak pori besar yang menyebabkannya 100 kali lebih permeable terhadap

H2O dan zat terlarut daripada kapiler di bagian tubuh lain.

Membrane basal adalah lapisan gelatinosa aseluler (tidak mengandung sel) yang

terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang tersisip di antara glomerulus dan kapsula

bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan structural, dan glikoprotein menghambat

filtrasi protein plasma yang kecil.4 Protein plasma yang lebih besar tidak dapat

difiltrasi karena tidak dapat melewati pori kapiler, tetapi pori ini masih dapat

melewatkan albumin, protein plasma kecil. Namun, karena bermuatan negative, maka

glikoprotein menolak albumin dan protein lain, yang juga bermuatan negative. Karena

itu, protein plasma hampir tidak terdapat pada filtrate, dengan kurang daari 1%

molekul albumin berhasil lolos ke dalam kapsula bowman.

Lapisan dalam kapsul bowman terdiri dari sel podosit, sel yang mirip gurita yang

mengelilingi glomerulus. Setiap sel podosit memiliki bayak foot process (podo artinya

“kaki”, prosesus adalah tonjolan appendix) memanjang yang saling menjalin dengan

foot process podosit sekitar, seperti anda menjalinkan jari – jari tangan anda ketika

memegang bola dengan kedua tangan. Celah sempit di antara foot process yang

berdampingan, yang dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalir tempat cairan

meninggalkan kapiler glomerulus menuju lumen kapsul bowman.4

Karena itu, rute yang dilalui oleh bahan terfiltrasi melewati membrane glomerulus

seluruhnya berada di luar sel, pertama melalui pori kapiler, kemudian melalui

membrane basal aseluler, dan akhirnya melewati celah filtrasi kapsuler.

Gaya – gaya yang berperan pada proses filtrasi glomerulus4

Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh

darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan ini pada akhirnya bergantung pada

8

Page 9: mkalah

kontraksi jantung (sumber energy yang menghasilkan filtrasi glomerulus) dan resistensi

terhadap aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan eferen. Tekanan darah

kapiler glomerulus, dengan nilai rata – rata diperkirakan 55mmHg, lebih tinggi

daripada tekanan darah kapiler ditempat lain. Penyebab lebih tingginya tekanan di

kapiler glomerulus adalah garis tengah arteriol aferen yang lebih besar dibandingkan

dengan arteriol eferen. Karena darah dapat lebih mudah masuk ke glomerulus melalui

arteriol aferen yang lebih lebar daripada keluar melalui arteriol eferen yang lebih

sempit maka tekanan darah kapiler glomerulus tetap tinggi akibat terbendung darah di

kapiler glomerulus. Selain itu, karena tingginya resistensi yang dihasilkan oleh arteriol

eferen, maka tekanan darah tidak memiliki kecenderungan untuk turun di sepanjang

kapiler glomerulus seperti di kapiler lain. Tekanan darah glomerulus yang tinggi dan

tidak menurun ini cenderung mendorong cairan keluar glomerulus menuju kapsul

bowman di seluruh panjang kapiler glomerulus, dan merupakan gaya utama yang

menghasilkan filtrasi glomerulus. Sementara tekanan darah kapiler glomerulus

mendorong filtrasi, dua gaya lain yang bekerja menembus membran glomerulus

(tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman).

Tekanan osmotic koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi tak seimbang protein

– protein plasma di kedua sisi membrane glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi,

maka protein plasma terdapaat di kapiler glomerulus, tetapi tidak di kapsul bowman.

Karena itu, konsentrasi H2O lebih tinggi dikapsul bowman daripada di kapiler

glomerulus. Timbul kecenderungan H2O untuk berpindah melalui osmosis menuruni

gradient konsentrasinya sendiri di kapsul bowman ke dalam glomerulus melawan

filtrasi glomerulus. Gaya osmotic oposan ini rata – rata 30mmHg yaitu lebih sedikit

tinggi daripada di kapiler lain. Tekanan ini lebih tinggi karena H2O yang difiltrasi

keluar darah glomerulus jauh lebih banyak sehingga konsentrasi protein plasma lebih

tinggi daripada di tempat lain.

Tekanan hidrostatis kapsul bowman, tekanan yang ditimbulkan oleh cairan

dibagian awal tubulus ini, diperkirakan sekitar 15mmHg. Tekanan ini yang cenderung

9

Page 10: mkalah

mendorong cairan keluar kapsul bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus

menuju kapsul bowman.

2. Proses Reabsorbsi

Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut

didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yangterlarut dapat

direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino.

a. Tubulus kontortus proksimal

Sebagian besar glukosa, asam amino, fosfat, dan bikarbonat direabsorpsi di

tubulus kontortus proksimal, bersama dengan 60-70% Na+, K+, Ca2+, ureum, dan air.5

Natrium

Konsentrasi Na+ di filtrat adalah sekitar140 mmol/L, tetapi pada sitosol sel

epitel, konsentrasi Na+ ini jauh lebih rendah (antara10-20 mmol/L), yang juga

bermuatan negative. Oleh karena itu, gradien elektrokimia mendukung

pergerakkan ion Na+ dari filtrat ke dalam sel, sehingga memberikan gaya dorong

untuk transpor sekunder zat-zat lainnya. Sekitar 80% Na+ yang memasuki sel

tubulus proksimal ditukar dengan H+ (antiporter).5 Sekresi ion H+ di tubulus

proksimal berperan kritis pada reabsorpsi HCO3-. Pada akhirnya, Na+ akan

ditranspor ke cairan interstitial, dan hanya sekitar 20% Na+ yang ditranspor yang

akan berdifusi ke kapiler.

Air

Air tidak direabsorpsi secara aktif. Karena Na+ dan HCO3- ditranspor

keluar dari tubulus ke cairan interstitial peritubulus, maka osmolalitas cairan

interstitial peritubulus akan meningkat, sedangkan osmolalitas cairan tubulus

berkurang. Perbedaan tekanan osmotik ini menyebabkan reabsorpsi air.5

Reabsorpsi air meningkatkan konsentrasi Cl-, K+, Ca2+, dan ureum di

dalam tubulus, sehingga akan terjadi difusi menuruni gradien konsentrasi ke

rongga peritubulus. Permeabilitas terhadap Cl- meningkat pada 2/3 akhir tubulus

kontortus proksimal, sehingga memfasilitasi reabsorpsi Cl-. Hal ini menyebabkan

10

Page 11: mkalah

lumen tubulus menjadi lebih positif, dan meningkatkan reabsorpsi kation. Karena

reabsorpsi Na+, Cl-, K+, Ca2+, dan ureum ditubulus kontortus proksimal terjadi

bersamaan dengan reabsorpsi air, maka konsentrasi totalnya pada cairan yang

meninggalkan tubulus kontortus proksimal akan serupa dengan konsentrasi pada

filtrat dan plasma, walaupun kuantitas dan volume cairan total berkurang hingga

sekitar 70%.

Glukosa

Glukosa direabsorpsi secara simporter dengan Na+, dan kemudian

berdifusi keluar sel ke interstitium peritubulus. Tm glukosa adalah ~380 mg/menit

(~21 mmol/menit), dan ambang batas ginjal adalah ~11 mmol/L.5

Asam amino

Asam amino direabsorpsi oleh beberapa simporter terkait Na+, yang

spesifik untuk asam, basa, dan asam amino netral.5

Fosfat

Fosfat dikotranspor dengan Na+. Tm fosfat mendekati beban terfiltrasi,

sehingga peningkatan konsentrasi fosfat dalam plasma akan menyebabkan

ekskresi. Reabsorpsi fosfat diturunkan oleh hormon paratiroid.5

Asam dan basa organik

Zat ini meliputi metabolit-metabolit (misalnya garam empedu, urat,

oksalat) dan obat-obatan (misalnya PAH, penisilin, aspirin), dan semuanya

disekresi. Asam organik ditranspor dari cairan peritubulus ke sel tubulus secara

kotranspor dengan Na+, dan berdifusi ke tubulus untuk ditukar dengan anion

(misalnya Cl-, HCO3-). Basa organik secara aktif dikeluarkan dan ditukar dengan

Na+ atau H+.5

b. Ansa henle

Cairan yang memasuki bagian descendens ansa Henle bersifat isotonic dengan

plasma (~290 mosmol/kgH2O). Terbentuknya osmolalitas yang tinggi di medulla

bergantung pada perbedaan permeabilitas terhadap air dan solut di berbagai regio

yang berbeda, transpor aktif ion pada bagian ascendens tebal, dan adanya counter-

current multiplier. Bagian descendens tipis permeabel terhadap air tapi tidak

permeabel terhadap ureum, sedangkan bagian ascendens tidak permeabel terhadap air

11

Page 12: mkalah

tetapi permeabel terhadap ureum; bagian ini juga sangat permeabel terhadap ion Na+

dan Cl-. Bagian ascendens tebal secara aktif mereabsorpsi Na+ dan Cl- dari cairan

tubulus dengan menggunakan kotransporter Na+-K+-2Cl-. Na+ ditranspor terutama

oleh pompa Na+ (beberapa oleh kotranspor Na+-HCO3-), dan Cl- melalui difusi. K+

keluar lagi ke lumen melalui kanal K+, menciptakan muatan positif yang

menggerakkan reabsorpsi kation ( Na+, K+, Ca2+, Mg2+). Karena bagian ascendens

tebal tidak permeabel terhadap air, reabsorpsi ion mengurangi osmolalitas cairan

tubulus (hingga ~90 mosmol/kgH2O) dan meningkatkan osmolalitas cairan

interstitial, sehingga menciptakan perbedaan osmotik sebesar ~200 mosmol/kgH2O.

Counter-current multiplier5

Peningkatan osmolalitas menebabkan air berdifusi keluar dari bagian

descendens, dan sejumlah Na+ dan Cl- berdifusi ke dalam, sehingga cairan tubulus

menjadi pekat. Begitu cairan yang pekat ini mengalir turun, cairan berjalan ke

arah yang berlawanan dengan cairan yang kembali dari regio dengan osmolalitas

yang masih lebih tinggi di medulla bagian dalam. Pengaturan counter-current ini

menciptakan gradien osmotik, yang menyebabkan Na+ dan Cl- berdifusi keluar

dari bagian ascendens (menurunkan konsentrasi cairan ascendens), dan air

berdifusi keluar dari bagian descendens (meningkatkan konsentrasi cairan

descendens). Efek ini diperkuat oleh fakta bahwa bagian ascendens tidak

permeabel terhadap air, tetapi sangat permeabel terhadap Na+ dan Cl-, dan juga

dengan daur ulang ureum di antara duktus kolektivus dan bagian ascendens,

sehingga merupakan kontribusi penting untuk konsentrasi urin. Pada ujung ansa

Henle, cairan interstitial dapat mencapai osmolalitas sebesar ~1400

mosmol/kgH2O, karena bagian NaCl dan ureum sama.

Pasokan darah ke medulla dicegah agar tidak menghilangkan gradien

osmotik antara korteks dan medulla oleh pengaturan counter-current exchanger

pada kapiler vasa rekta. Vasa rekta juga mengeluarkan air yang direabsorpsi dari

ansa Henle dan duktus kolektivus medulla. O2 dan CO2 juga dipertahankan,

sehingga, pada medulla bagian dalam, PO2 rendah dan PCO2 tinggi.

12

Page 13: mkalah

c. Tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus5

Cairan yang memasuki tubulus distal bersifat hipotonik (~90 mosmol/kgH2O).

tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus kortikal tidak permeabel terhadap

ureum. Saluran ini juga tidak permeabel terhadap air, kecualijika terdapat ADH.

Dengan adanya ADH, air akan berdifusi ke interstitium korteks ginjal, dan cairan

tubulus menjadi pekat, mencapai osmolalitas maksimum sebesar ~290

mosmol/kgH2O (isotonic dengan plasma). Namun demikian, cairan tubulus berbeda

dari plasma karena banyaknya ion Na+, K+, Cl-, dan HCO3- yang telah direabsorpsi,

dan digantikan dengan ureum. Cairan ini menjadi pekat ketika air direabsorpsi,

karena tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus kortikal tidak permeabel

terhadap ureum.

Duktus kolektivus medulla juga menjadi permeabel terhadap air jika terdapat

ADH. Air direabsorpsi karena tingginya osmolalitas interstitium medulla. Oleh

karena itu, pada kondisi dengan stimulasi ADH maksimum, osmolalitas akhir urin

dapat mencapai 1400 mosmol/kgH2O; jika tidak ada ADH, urin akan encer (~60

mosmol/kgH2O). walaupun hanya 15% nefron yang memiliki ansa Henle yang

sampai ke medulla bagian dalam, dan juga berkontribusi terhadap tingginya

osmolalitas medulla, duktus kolektivus semua nefron akan melewati medulla dan oleh

karena itu akan memekatkan urin.

Ureum5

Duktus kolektivus medulla permeabel terhadap ureum, yang akan

berdifusi menuruni gradien konsentrasi ke dalam medulla dan kemudian ke

bagian ascendens ansa Henle. Ureum akan menjadi ‘terperangkap’ dan sebagian

akan didaur ulang, sehingga konsentrasi yang tinggi tetap dipertahankan dan

memberikan ~50% osmolalitas medulla. ADH akan meningkatkan permeabilitas

duktus kolektivus medulla terhadap ureum, sehingga reabsorpsinya juga

meningkat dengan difusi terfasilitasi; hal ini akan lebih meningkatkan osmolalitas

medulla dan memungkinkan produksi urin yang lebih pekat.

Kalium5

Sebagian besar kalium telah direabsorpsi sesampainya di tubulus kontortus

distal, dan dengan demikian ekskresi kalium diregulasi oleh sekresi pada tubulus

13

Page 14: mkalah

kontortus distal bagian akhir. K+ ditranspor secara aktif oleh pompa Na+, dan

disekresi secara pasif melalui kanal K+ dan kotranspor K+-Cl-. Jadi, sekresi terjadi

karena gradien konsentrasi di antara sitosol dan cairan dalam lumen tubulus. Akan

tetapi, K+ yang disekresi akan mengurangi gradien kecuali jika terus dialirkan,

sehingga ekskresi K+ meningkat jika aliran lumen tubulus meningkat. Jadi,

diuretik sering kali menyebabkan hilangnya K+. Sekresi K+ meningkat karena

pengaruh aldosteron, yang meningkatkan aktivitas pompa Na+. gangguan

homeostasis K+ seringkali berhubungan dengan gangguan asam-basa.

Kalsium5

Reabsorpsi kalsium di tubulus kontortus distal diregulasi oleh hormon

paratiroid (PTH) dan 1,25-dihidroksikolekalsiferol (bentuk aktif vitamin D). PTH

akan mengaktivasi kanal masuk Ca2+. Pembuangan Ca2+ dibantu oleh antiporter

Na+-Ca2+. Protein pengikat Ca2+ mencegah peningkatan berlebihan Ca2+ bebas

dalam sitosol. PTH juga menginhibisi reabsorpsi fosfat.

3. Proses sekresi

Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla

renalis selanjutnya diteruskan ke luar.4 Setiap bahan yang masuk ke cairan tubulus, baik

melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus, dan tidak di reabsorpsi, akan

dieliminasi dalam urin. Bahan – bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus adalan

ion hydrogen (H+), ion K, serta anion dan kation organic, yang banyak di antaranya

adalah senyawa yang asing bagi tubuh.

Sekresi ion H+

Sekresi H+ ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan asam-basa

di tubuh. Ion hydrogen yang disekresikan ke dalam cairan tubulus dieliminasi dari

tubuh melalui urin. Ion hydrogen dapat disekresikan oleh tubulus proksimal,

distal, atau koligentes, dengan tingkat sekresi H+ bergantung dengan keasaman

cairan tubuh. Ketika cairan tubuh terlalu asam, maka sekresi H+ meningkat.

Sebaliknya, sekresi H+ berkurang jika konsentrasi H+ di cairan tubuh terlalu

rendah.

14

Page 15: mkalah

Sekresi ion kalium4

Sekresi ion kalium di tubulus distal dan koligentes digabungkan dengan

reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+-K+ basolateral dependen energy. Pompa ini tidak

hanya memindahkan Na+ keluar sel menuju ruang lateral tetapi juga

memindahkan K+ dari ruang lateral ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel

yang meningkat mendorong perpindahan netto K+ dari sel ke dalam lumen

tubulus. Perpindahan menembus membrane luminal berlangsung secara pasif

melalui sejumlah besar saluran K+ di membrane ini di tubulus distal dan

koligentes. Dengan menjaga konsentrasi K+ cairan interstisium rendah (karena

mengangkut K+ ke dalam sel tubulus dari cairan interstisium sekitar), pompa

basolateral mendorong perpindahan pasif K+ keluar plasma kapiler peritubulus ke

dalam lumen tubulus di bagian distal nefron.

Karena sekresi K+ dikaitkan dengan reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+-K+,

mengapa K+ tidak disekresikan di sepanjang segmen tubulus yang melakukan

reabsorpsi Na+ dan tidak hanya terjadi di bagian distal nefron? Jawabannya

terletak di lokasi saluran K+ pasif. Di tubulus distal dan koligentes, saluran K+

terkonsentrasi di membrane luminal, menyediakan rute bagi K+ yang dipompa ke

dalam sel untuk keluar ke dalam lumen (disekresikan). Di segmen tubulus

lainnya, saluran K+ terutama terletak di membrane basolateral. Akibatnya, K+

yang dipompa ke dalam sel dari ruang lateral oleh pompa Na+-K+ mengalir balik

ke ruang lateral melalui saluran – saluran ini. Daur ulang K+ ini memungkinkan

pompa Na+-K+ terus menerus melakukan reabsorpsi Na+ tanpa efek local netto

pada K+.

D. Hormon – hormone yang berpengaruh pada mekanisme kerja ginjal

Faktor hormon meningkatkan efektivitas pengaturan umpan balik cairan tubuh-ginjal.

Hormone utama yang berperan dalam proses yang mengontrol keseimbangan natrium air

tersebut adalah hormone antidiurentik (ADH),peptida natriuretik atrium (atrial natruertic

peptide.ANP) angiotensin II dan III,dan aldosteron.6 Sistem umpan balik osmoreseptor ADH

untuk mengontrol konsentrasi dan osmolaritas natrium cairan ekstrasel. Contohnya bila

osmolaritas (konsentrasi natrium dalam plasma) meningkat diatas normal akibat kekurangan

air, sistem umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut :7

15

Page 16: mkalah

Peningkatan osmolarits cairan esktrasel(yang secara praktis berarti peningkatan

konsentrasi natrium plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel

osmoreseptor, yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik, mengkerut.

Pengerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang, yang akan

mengirimkan sinyal saraf ke sel saraf tambahan di nukleus supraoptik yang kemudian

meneruskan sinyal ini menyusuri tingkai kelenjar hipofise ke hipofisis posterior.

Pontensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH,

yang disimpan dalam granula sekretorik di ujung saraf.

ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan

permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes kortikalis, dan duktus

koligentes medula.

Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan

reabsorsi air dan ekskresi sejumlah kecil urin yang pekat.

Jadi air disimpan didalam tubuh sedangkan natrium dan zat terlarut terus dikeluarkan

dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut didalam caitan ekstrasel yang

akan memperbaiki kepekatan cairan ekstrasel mula-mula yang berlebihan.

Terjadi serangkaian kejadian yang berlawanan saat cairan ekstrasel menjadi terlalu encer.

Contohnya, pada asupan air yang berlebihan dan oenurunan osmolaritas ekstrasel, lebih

sedikit ADH yang terbentuk lalu tubulus ginjal mengurangi permeabilitasnya terhadap air

yang dieabsorbsi, dan sejumlah besar urin encer dibentuk. Hal tersebut kemudian

memekatkan cairan tubuh dan mengembalikan osmolaritas plasma kembali ke nilai normal.

Peranan ADH dalam mengatur ekskesi air oleh ginjal7

ADH memainkan peranan penting terhadap ginjal untuk membentuk sedikit volume

urin pekat sementara mengeluarkan garam dalan jumlah nirmal. Pengaruh ini sangat

penting selama kehilangan air, yang dengan kuat meningkatan kadar ADH plasma yang

kemudian meningkatkan kadar reabsorbsi air oleh ginjal dan membantu memperkecil

penurunan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri yang terjadi. Kehilangan air selama

24 sampai 48 jam normalnya hanya menyebabkan penurunan volume cairan ekstrasel dan

tekanan darah arteri yang kecil saja. Akan tetapi, bila berpengaruh ADH dihambat oleh

dengan obat ang bersifat antagonis terhadap kerja ADH untuk meningkatkan reabsorbsi

16

Page 17: mkalah

air di tubulus distal dan tubulus koligentes, masa kehilangan air yang sama akan

menyebabkan penurunan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri yang besar.

Sebaliknya, bila terdapat volume ekstrasel yang berlebihan, penurunan kadar ADH

mengurangi reabsorsi air oleh ginjal, jadi membantu menghilangkan volume yang

berlebihan dari tubuh. 

Peranan Aldosteron dalam Mengatur Ekskresi Ginjal

Aldosteron meningkatkan reabsorsi natrium, terutama pada tubulus koligentes

kortikalis. Peningkatan reabsorbsi natrium juga terkait dengan peningkatan reabsorsi air

dan sekresi kalium. Oleh karena itu, pengaruh akhir aldosteron adalah membuat ginjal

menahan natrium dan air tetapi meningkatkan ekskresi kalium dalam urin.

Fungsi aldosteron dalam mengatur keseimbangan natrium berhubungan erat dengan

angiotensin II. Yaitu, dengan penurunan asupan natrium, peningkatan kadar angiotensin

II yang terjadi merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian membantu untuk

menurunkan ekskresi natrium dalam urin dan oleh karena itu, mempertahankan

keseimbangan natrium. Sebaliknya asupan natrium yang tinggi, penekanan pembentukan

aldosteron menurunkan reabsorbsi tubukus, membuat ginjal mengeksresikan natrium

dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian, perubahan pembentukan aldosteron

juga membantu mekanisme natriuresis tekanan dalam mempertahankan keseimbangan

natrium selama variasi asupan natrium.

Peranan Angiotensin II dalam Mengatur Eksresi Ginjal

Salah satu pengatur ekskresi natrium paling kuat dalam tubuh adalah angiotensin II.

Perubahan asupan natrium dan cairan berhubungan dengan perubahan timbal balik pada

pembentukan angiotensin II, dan hal ini kemudian sangat membantu mempertahankan

keseimbangan natrium dan cairan tubuh. Artinya, bila asupan natrium meningkat diatas

normal, sekresi renin menurun, menyebabkan penurunan pembentukan angiostensin II.

Karena angiotensin II memiliki beberapa pengaruh penting untuk meningkatkan

reabsorbsi natrium oleh tubulus, penurunan kadar angiotensin II menurunkan reabsorbsi

natrium dan air oleh tubulus, sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air oleh ginjal.

Hasil akhirnya adalah memperkecil peningkatan volume cairan ekstrasel dan tekanan

arteri yang akan terjadi bila asupan natrium meningkat.

17

Page 18: mkalah

Sebaliknya, bila asupan natrium menurun dibawah normal, peningkatan kadar

angiotensin II menyebabkan retensi natrium dan air, dan menghindari penurunan tekanan

darah arteri. Jadi, perubahan aktivitas sistem renin-angiostensin berperan sebagai penguat

mekanisme natriuresis tekanan yang sangat kuat untuk mempertahankan tekanan darah

dan volume cairan tubuh yang stabil.

Hormon Kerja Utama Berkaitan dengan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Jaringan yang di pengaruhi

ADH Resorpsi H₂o ↑ Ginjal Aldosteron Resorpsi Na’↑ Ginjal,kelenjar liur dan

keringat,kolon distalEkskresi K’↑ Ginjal

ANP Ekskresi Na’↑ Ginjal Volume urin ↑Renin ↓Angiotensi II ↓ Zona glomerulosa adrenalPembentukan aldosteron ↓

Angiotensi II Pembentukan aldosteron ↑ Zona glomerulosa adrenalVasokonstriksi ↑ Pembuluh resistensi perifer

Angiotensi III Pembentukan aldosteron ↑ Zona glomerulosa adrenal

Tabel 1. Hormon yang berperan dalam mekanisme kerja ginjal.6

18

Page 19: mkalah

KESIMPULAN

Hipotesis diterima. Jadi, dalam scenario dimana seseorang yang didiagnosis

glomerunefritis akut dikarenakan adanya gangguan pada sistem urinaria khusnya pada organ

ginja. Dan sebelum mengetahui bagaimana mekanisme kerja ginjal itu sendiri, maka kita harus

mengerti dahulu mengenai struktur ginjal baik secara anatomi maupun histologinya. Serta

perlunya untuk mengetahui hormone – hormone yang berpengaruh dalam mekanisme kerja

ginjal.

19

Page 20: mkalah

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, WAN. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC; 2002.

2. Moore K, Agur A. Anatomis Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002.

3. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar. Jakarta: EGC; 2007.

4. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2011.

5. Ward JPT, Clarke RW, Linden RWA. At a glance fisiologi. Jakarta: Erlangga; 2007.

6. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.

7. Marks BD, Marks DA, Smith MC. Biokimia kedokteran dasar. Jakarta: Egc; 2001.

20