mkalah kmb kel 5 (repaired)
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
dengan GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
(THYPUS)
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
MEGA SRI HARIANI 0309142011026
M. FAKHRUR ROZI 0309142011027
M. IMAM NUGRAHA 0309142011028
M. REZA . F 0309142011029
NANANG SUTRISNO 0309142011030
DOSEN PEMBIMBING
IRMA YUNI S,Kep Ns
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2011
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas semester IV. Makalah ini
disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan
dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Atas terselesaikannya makalah ini, penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Ketua Prodi S1 keperawatan Ibu Zakiah Rahman S. Kep, Ns
2. Sekretaris Prodi S1 keperawatan sekaligus koordinator Ibu Lidia Wati S. Kep, Ns
3. Dosen pembimbing akademik Ibu. Irma Yuni . Kep, Ns
4. Teman-teman Prodi S1 keperawatan semester III
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada para
pembaca. Dan kami selaku penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas, sehingga penyusun
mohon kritik, saran, dan komentar yang membangun dari berbagai pihak demi sempurnanya
makalah ini dan lebih maju pada masa yang akan datang.
Penyusun berharap, makalah ini dapat menjadi referensi bagi kami dalam mengarungi
masa depan. Penyusun juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang
membacanya.
Tanjungpinang, 23 April 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah……………………………………….
B. Tujuan Penulisan............................................................................
1. Tujuan Umum……………………………………………….2. Tujuan Khusus………………………………………………
BAB II Konsep Dasar Medis
A. Pengertian……………………………………………………….
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan…………………….
C. Patofisiologi……………………………………………………..
D. Etiologi…………………………………………………………..
E. Manifestasi Klinis……………………………………………....
F. Penatalaksanaan Medis………………………………………...
G. Pengkajian Diagnostik…………………………………………
H. Komplikasi………………………………………………………
BAB III Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian..............................................................................
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………...
C. Intervensi……………………………………………..........
D. Implementasi……………………………………………...
E. Evaluasi…………………………………………………....
BAB IV Penutup
Saran dan Kesimpulan……………………………………….
Daftar Pustaka………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam typhoid atau dalam bahasa kesehariannya dikenal dengan nama
penyakit tifus/tifes adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi. Selain oleh Salmonella typhi, demam typhoid juga bisa disebabkan
oleh Salmonella paratyphi namun gejalanya jauh lebih ringan. Kuman ini umumnya
terdapat dalam air atau makanan yang ditularkan oleh orang yang terinfeksi kuman
tersebut sebelumnya.
Demam typhoid saat ini masih sangat sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari hari. Lebih dari 13 juta orang terinfeksi kuman ini di seluruh dunia dan 500.000
diantaranya meninggal dunia. Demam tifoid dan paratifoid endemic di Indonesia.
Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemic, lebih bersifat sporadic, terpencar-
pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang
serumah. untuk kasus tifus, di Indonesia rata-rata mencapai 900.000 kasus per tahun
dengan angka kematian lebih dari 20.000. Sebesar 91 persen kasus infeksi ini terjadi
pada usia 3 sampai 19 tahun.
Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insiden
tertinggi pada daerah endemic terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber
penularan S.thypi yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering, karier. Di
daerah endemic, transmisi terjadi melalui air yang tercemar. S. thypi, sedangkan
makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di daerah
non endemic.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan
Thypus / Tipoid.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui dasar teori dasar teori tentang tipus / thypoid.
b. Mampu melaksanakan pengkajian terhadap klien, menganalisa data, dan
menentukan diagnosa keperawatan serta menetapkan prioritas masalah yang
utama.
c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
klien sesuai dengan prioritas masalah.
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian
Tifus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari
kotoran ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul
dalam wabah. (Markum, 1991).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1998).
Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan,1990)
Dari pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Tifus adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh bakteri salmonella thypi yang menyerang saluran
cerna (Gastrointestinal)
B. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.
a) Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Makanan
dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus), dikoyak oleh gigi caninus dan
dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang
lebih mudah dicerna.
Pengunyahan dibantu oleh saliva dimana berfungsi untuk membasahi
makanan dan sebagai pelumas sehinggga mempermudah penelanan makanan.
Saliva dihasilkan oleh kelenjar sublingua (paling kecil, dibawah lidah bagian
depan), submandibular (dibelakang sublingua), dan kelenjar parotid (paling besar,
di bagian atas mulut, didepan telinga).
b) Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan
merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan (epiglotis).
Faring terbagi 3yaitu bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring
bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian
medial disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian
inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
c) Esofagus
Setelah dikunyah dalam mulut, makanan ditelan melalui esofagus masuk ke
lambung. Gerakan peristaltik pd esofagus menyebabkan perpindahan makanan,
dibantu oleh mukus yg berperan sbg pelumas & pelapis pelindung dinding
esofagus. Esofagus panjangnya sekitar + 25 cm. Terletak dibelakang trakhea dan
di depan tulang punggung. Lapisan dari osofagus : lapisan Selaput lendir, Lapisan
sub mukosa, Lapisan otot melingkar dan lapisan otot memnjang longitudinal.
d) Lambung
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting :
Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.
Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e) Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan
serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa
di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis
dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan
usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f) Usus Besar
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
- Kolon ascendens (kanan) - Kolon descendens (kiri)
- Kolon transversum - Kolon sigmoid
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.
g) Rektum dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam
rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar -
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
h) Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankreas terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas
akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah
protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat,
yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam
lambung.
i) Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke
dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya
masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-
pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan
proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat
gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
C. Patofisiologi
S. Thypi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan
mencapai jaringan limpoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi
komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia,
masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial, dan masuk aliran darah
melalui duktus torasikus.
S. thypi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. Thypi
bersarang di plak peyeri limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotelial.
Endotoksin S.Thypi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
kuman tersebut berkembang biak. S. Thypi dan endotoksinnya merangasang sintesis
dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi
demam.
Pathway
Salmonella Thypi
Makanan dan cairan tercemar
Masuk organ pencernaan
Mengeluarkan endotoksin Lambung Hati Usus
Proses Inflamasi Mati oleh Hepatomegali gangguan Motilitas Usus asam lambung
Demam Mengeluarkan endotoksin Diare / Konstipasi
Dx : Hipertemi Mual, Muntah Dx : Gangguan Eliminasi fekal
Anoreksia
Dx : Perubahan Nutrisi Kurang dari kebutuhan
D. Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah salmonella thypi. Sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh mikroorganisme yang termasuk dalam spesies salmonella thypi yaitu S. enteridis bioserotipe parathypi A, S. enteritidis bioserotipe parathypi B, S. enteritidis bioserotipe paratifi C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama S. parathypi A, S. schottmuelleri, dan S. hirschfeldlii.
E. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi penyakit ini antara satu sampai dua minggu dan lamanya penyakit dapat mencapai enam minggu. Beberapa gejala yang dialami pasien antara lain :
Sakit kepala yang luar biasa. Penurunan nafsu makan. Nyeri pada seluruh tubuh. Demam. Lemah. Diare. Batuk
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui
minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat.
F. Penatalaksanaan Medis
Terdiri dari 3 bagian, yaitu :
- Perawatan
Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus
Mobilisasi sesuai kondisi
- Diet
Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-lunak-makanan biasa)
Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
- Obat
Antimikroba ( Kloramfenikol, Tiamfenikol, Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol) )
Obat Symptomatik (Antipiretik, dan kortikosteroid)
G. Pengkajian Diagnostik
Pemeriksaan rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji widal dan kultur organism.sampai sekarang kultur masih menjadi standar baku dalam penegakan diagnostic. Selain uji widal terdapat beberapa metode pemeriksaan lain yang dapat dilakukan dengan mudah dan cepat serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik antara lain uji tubex, typhidot dan dipstick.
Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman s.typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman s.typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu aglutitnin O (dari tubuh kuman), b),agglutinin H(flagella kuman), dan c),agglutinin Vi(simpai kuman).
Dari ke-3 aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama enam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-4, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
Ada beberapa faktor yang memprngaruhi uji widal yaitu:
1. Pengobatan dini dengan antibiotic2. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.3. Waktu pengambilan darah4. Daerah enemik atau non endemic5. Riwayat vaksinasi6. Reaksi anamnestik7. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat agglutinin silang dan strain
salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.
Uji tubex
Merupakan uji semi-kuantitatifkolometrik yang cepat (beberpa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibody anti-S.thyphi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IGM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida s.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil positif uji tubex ini menunjukkan terdapat infeksi salmonella serogroup D walau tidak secara spesifik menunjukkan pada s.typhi. Infeksi oleh s.paratyphi akan memberikan hasil negative.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imuno dominan sehingga dapat merangsang respon imun secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat tersebut respon terhadap antigen O9dapat dilakukan lebih dini yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji tubex hanya dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapt dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen,meliputi:
1. Tabung berbentuk V,yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas.2. Reagen A,yang mengandung partikel magnetic yang diselubungi dengan antigen
S.typhi O9.3. Reagen B, yang mengandung paretikel latex berwarna biru dan diselubungi
dengan antbodi monoclonal spesifik untuk antigen O9.
Untuk melakukan prosedur pemeriksaan ini satu tetes serum (23 µL) dicampurkan kedalam tabung dengan satu tetes (25 µL) Reagen A.Setelah itu 2 tetes reagen B (50 µL) ditambahkan kedalam tabung. Hal tersebut dilakukan kedalam tabung lainnya. Tabung-tabung tersebut kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna campuran larutan yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan.
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak mengandung antibody terhadap O9, reagen B ini akan bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan pada daerah yang mengandung medan magnet (magnet Rak), komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak,dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen B. Sebagai akibatnya terlihat warna merah pada tabung yang sesungguhnya pada gambaran serum yang lisis. Sebaliknya bila serum mengandung antibody terhadap O9, antibody pasien akan berikatan dengan reagen A menyebabkan Reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan memberikan warna biru pada larutan.
H. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal - Perdarahan usus - Perforasi usus - Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintestinal
- Komplikasi Kardiovaskuler : Kegagalan sirkulasi perifer, (renjatan, sepsis), miokardiritis, thrombosis dan tromboflebitis
- Komplikasi Darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan/atau koagulasi intravascular diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
- Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis- Komplikasi Hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis- Komplikasi Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis- Komplikasi tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat di lakukan oleh perawat ketika mengahadapi klien dengan gangguan pencernaan meliputi riwayat kesehatan, review system (head to toe), dan pengkajian psikososial.
1. RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi masalah actual yang terjadi saat ini dan masalah kesehatan masa lalu. Focus perawat pada manifestasi klinis dari keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan psikososial.
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme.
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b. Pola eliminasi.
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat.
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
g. Pola hubungan dan peran.
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien dirawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola reproduksi dan seksual.
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
i. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
8) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 380 – 41OC, muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integument
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem musculoskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul dari klien dengan kasus thypoid / thypus adalah
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia3. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan pengeluaran cairan yang berlebihan4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang
informasi
C. Intervensi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit.Kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal 360 – 370 C- Klien bebas demam
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Intervensi Rasional
a. Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga
b. Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada tubu, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
c. Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan)
d. Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap keringat.
e. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi
f. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutamaanti
a. Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.
b. Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.
c. Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu melebihi normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap ada kenaikan suhu tubuh.
d. Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.
e. Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan
f. Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman Salmonella typhi sehingga mempercepat proses penyembuhan sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.
Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi Rasional
a. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
b. Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
c. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
d. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral
a. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
b. Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
c. Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
d. Untuk menghindari mual dan muntah.
e. Antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
b. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah).
Kriteria hasil :
a. Turgor kulit meningkatb. Wajah tidak nampak pucat
Intervensi Rasionala. Berikan penjelasan tentang pentingnya
kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
b. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
c. Anjurkan pasien untuk banyak minum
d. Observasi kelancaran tetesan infuse
e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral)
a. Untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
b. Untuk mengetahui keseimbangan cairan 2,5 liter / 24 jam.
c. Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
d. Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema.
e. Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).
c. kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi klien tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
Klien mengerti tentang penyakitnya, kecemasan hilang atau berkurang. Klien menerima akan keadaan penyakit yang dideritanya.
Intervensi Rasional
a. Beri penjelasan pada klien tentang penyakitnya
b. Kaji tingkat kecemasan klien
c. Dampingi klien terutama saat-saat cemas.
d. Tempatkan pada ruangan yang tenang, kurangi kontak dengan oranglain, klien lain dan keluarga yang menimbulkan cemas.
a. Klien mengerti dan merespon dari penjelasan secara kooperatif.
b. Dapat memberi gambaran yang jelas apa yang menjadi alternative tindakan yang direncanakan.
c. Klien merasa diperhatikan dan dapat menurunkan tingkat kecemasan.
d. Dengan ruangan yang tenang dapat mengurangi kecemasannya
D.Evaluasi
1. Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
2. Kebutuhan cairan terpenuhi
3. Suhu tubuh normal (360C) atau terkontrol.
4 Pasien dapat mengetahui tentang penyakitnya dan cara penularan thypus
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah mempelajari tentang thypus dalam penyusunan makalah, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa thypus merupakan adanya demam akut yang disebabkan oleh salmonella thypi dengan gejala ringan. Thypoid menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
SARAN
Adapun saran – saran yang dapat tim penyusun berikan kepada seluruh pembaca
makalah ini adalah :
a. Perawat hendaknya dapat membuat rencana keperawatan yang matang sesuai
dengan prioritas agar masalah pasien teratasi dan memberikan asuhan
keperawatan secara kompherensif yang meliputi kebutuhan bio, psiko, sosial,
dan spiritual.
b. Masalah keperawatan yang belum tercapai hasilnya diharapkan kelanjutan
agar hasil yang telah ditetapkan tercapai.
c. Perawat hendaknya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar dapat
memberikan pelayanan yang professional pada pasien
d. Diharapkan kepada mahasiswa Prodi S1 dalam melaksanakan pengkajian dan
asuhan keperawatan pada pasien, hendaknya dilakukan dengan cara
pendekatan serta hubungan saling percaya sehingga mempermudah dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.
Daftar Pustaka
1. http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/typhoid-abdominalis.html
2. http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/01/asuhan-keperawatan- pada-pasien-dengan_25.html
3. Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
4. Mansjoer. A (2000). Kapita Selekta kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta
5. http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/06/tifus-abdominalis.html
6. http://cousbravo.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-pasien-thypus.html