skripsi ini ya allah (repaired) (repaired) (repaired)

313
LEMBAR PERSETUJUAN Penelitian dengan judul: Laporan hasil penelitian ini telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA Telah mendapatkan persetujuan untuk dilaksanakan Jakarta, 14 Juni 2013 Menyetujui, Pembimbing (Rumiarti, SKp, MARS) Mengetahui, Kepala Prodi S1 Keperawatan i

Upload: itjmi-ayoe-feryani

Post on 03-Jan-2016

479 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

LEMBAR PERSETUJUAN

Penelitian dengan judul:

Laporan hasil penelitian ini telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim

Penguji Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

PERTAMEDIKA

Telah mendapatkan persetujuan untuk dilaksanakan

Jakarta, 14 Juni 2013

Menyetujui,

Pembimbing

(Rumiarti, SKp, MARS)

Mengetahui,

Kepala Prodi S1 Keperawatan

(Lenny Rosbi Rimbun, SKp, M.Si)

i

Page 2: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan hasil penelitian dengan judul “Pengaruh Kompres Hangat Dan Stretching

Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi Pada Lansia di Wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013”, ini telah diujikan dan

dinyatakan Lulus dalam ujian sidang dihadapan Tim Penguji pada tanggal 14 juni 2013

Penguji I

(Rumiarti, SKp, MARS)

Penguji II

(Wasijati, S.Kp, M.Si)

Penguji III

(Lenny Rosbi Rimbun, S.Kp, M.Si)

ii

Page 3: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA PROGAM S1 KEPERAWATAN

Riset, 14 Juni 2013

ITJMI AYOE FERYANI

Pengaruh Kompres Hangat Dan Stretching Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi Pada Lansia Di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013

VII+...Halaman+...Tabel+....Lampiran

ABSTRAK

Penuaan dapat terjadi secara fisiologis atau patologis. Salah satu penuaan yang terjadi secara fisiologis adalah perubahan pada sistem muskuloskeletal, yaitu sendi yang dapat menimbulkan gangguan berupa nyeri. Beberapa terapi dapat digunakan untuk mengurangi nyeri sendi, salah satunya adalah terapi nonfarmakologis seperti kompres hangat dan stretching. Kompres hangat selain memberi efek menghilangkan sensasi nyeri, teknik ini meningkatkan aliran darah dalam jaringan. Sedang stretching membuat otot dan sendi tetap lentur sehingga lansia dapat beraktivitas dengan optimal. Tujuan penelitian ini adalah memberikan kompres hangat dan stretching pada lansia dengan nyeri sendi untuk mengurangi skala nyeri sendi yang dialaminya. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi-Eksperiment Non Equivalent Pretest-Posttest Kontrol Group Design. Jumlah sampel dalam penelitian ini 36 orang dengan ketentuan 18 orang kelompok intervensi dan 18 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 April 2013 sampai 23 Mei 2013 di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompres hangat dan stretching berpengaruh signifikan terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur (p = 0,000), sedangkan usia tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia (p = 0,941), jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia (p = 0,878), dan lokasi nyeri sendi tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia (p = 1,000). Berdasarkan hasil penelitian, perawat diharapkan dapat memberikan kompres hangat dan stretching sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk mengurangi nyeri sendi. Kepada penelitian selanjutnya perlu diteliti variabel-variabel lainnya yang mempengaruhi nyeri.

Kata Kunci : Lansia, Nyeri Sendi, Stretching, Kompres hangat,

Daftar Pustaka : 33 (2000 – 2012)

iii

Page 4: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA PROGAM S1 KEPERAWATAN

Riset, 14 Juni 2013

ITJMI AYOE FERYANI

Pengaruh Kompres Hangat Dan Stretching Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi Pada Lansia Di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013

VII+...Halaman+...Tabel+....Lampiran

ABSTRAK

Penuaan dapat terjadi secara fisiologis atau patologis. Salah satu penuaan yang terjadi secara fisiologis adalah perubahan pada sistem muskuloskeletal, yaitu sendi yang dapat menimbulkan gangguan berupa nyeri. Beberapa terapi dapat digunakan untuk mengurangi nyeri sendi, salah satunya adalah terapi nonfarmakologis seperti kompres hangat dan stretching. Kompres hangat selain memberi efek menghilangkan sensasi nyeri, teknik ini meningkatkan aliran darah dalam jaringan. Sedang stretching membuat otot dan sendi tetap lentur sehingga lansia dapat beraktivitas dengan optimal. Tujuan penelitian ini adalah memberikan kompres hangat dan stretching pada lansia dengan nyeri sendi untuk mengurangi skala nyeri sendi yang dialaminya. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi-Eksperiment Non Equivalent Pretest-Posttest Kontrol Group Design. Jumlah sampel dalam penelitian ini 36 orang dengan ketentuan 18 orang kelompok intervensi dan 18 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 April 2013 sampai 23 Mei 2013 di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompres hangat dan stretching berpengaruh signifikan terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur (p = 0,000), sedangkan usia tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia (p = 0,941), jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia (p = 0,878), dan lokasi nyeri sendi tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia (p = 1,000). Berdasarkan hasil penelitian, perawat diharapkan dapat memberikan kompres hangat dan stretching sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk mengurangi nyeri sendi. Kepada penelitian selanjutnya perlu diteliti variabel-variabel lainnya yang mempengaruhi nyeri.

Kata Kunci : Lansia, Nyeri Sendi, Stretching, Kompres hangat,

Daftar Pustaka : 33 (2000 – 2012)

iv

Page 5: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Itjmi Ayoe Feryani

Nim : 09028

Mahasiswi S1 Keperawatan/Angkatan : STIKes PERTAMEDIKA/II

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Laporan

Penelitian Mata Ajaran Riset Keperawatansaya yang berjudul:

“PENGARUH KOMPRES HANGAT DAN STRETCHING TERHADAP

PENURUNAN SKALA NYERI SENDI PADA LANSIA DI WILAYAH RW 03,

KELURAHAN PULOGEBANG, KECAMATAN CAKUNG, JAKARTA TIMUR

TAHUN 2013”

Apabila suatu saat terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima

sangsi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, 14 Juni 2013

Yang Membuat Pernyataan

(Itjmi Ayoe Feryani)

v

Page 6: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA (STIKes

PERTAMEDIKA, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Itjmi Ayoe Feryani

NPM : 09028

Program Studi : S1 Keperawatan

Institusi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non

exclusive Royalty Free Right) atas Skripsi saya yang berjudul:

PENGARUH KOMPRES HANGAT DAN STRETCHING TERHADAP

PENURUNAN SKALA NYERI SENDI PADA LANSIA DI WILAYAH RW 03,

KELURAHAN PULOGEBANG, KECAMATAN CAKUNG, JAKARTA TIMUR

TAHUN 2013

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Nonekslusif

ini STIKes PERTAMEDIKA berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola

dalam bentuk pangkalan data (Database), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik

Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 14 Juni 2013

Yang menyatakan

(Itjmi Ayoe Feryani)

vi

Page 7: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Itjmi Ayoe Feryani

Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 17 Febuari 1992

Alamat : Asrama Palad GUPUSMU III RT 01/03 No. D13, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Kode Pos

13950

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 011 Pagi Pulogebang Lulus Tahun 2003

2. SMP Negeri 172 Jakarta Lulus Tahun 2006

3. SMK Kesehatan Kesdam Jaya Lulus Tahun 2009

vii

Page 8: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat

dan Karunianya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang

berjudul “Pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi

pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta

Timur Tahun 2013”.

Proposal penelitian ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian tugas akhir

pada Program Studi S1 Keperawatan – Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

PERTAMEDIKA. Peneliti menyadari banyak pihak yang turut membantu sejak awal

penyusunan sampai selesainya proposal penelitian ini. Pada kesempatan ini peneliti

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. DR. Mardjo Soebiandono, SpB selaku Direksi PERTAMEDIKA dan Pembina

Yayasan Pendidikan PERTAMEDIKA.

2. DR. Dany Amrul Ichdan, SE, MSc selaku Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan

PERTAMEDIKA.

3. Widiyo Weni Wigati, SKM, MARS selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

PERTAMEDIKA.

4. Lenny Rosbi Rimbun, SKp selaku Kepala Program Studi S1 Keperawatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.

5. Rumiarti, SKp, MARS selaku Pembimbing yang dengan kesabaran dan

kebaikannya telah membimbing penulis selama proses penelitian ini.

6. Para Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.

viii

Page 9: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

7. Para Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.

8. Bapak Moh. Taufik dan Ibu Puji Rahayu selaku orang tua saya yang selalu

mendukung dan mendoakan saya dalam melakukan penelitian ini, sehingga laporan

ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.

9. Keluarga besar saya yang senantiasa membantu dan mendoakan saya, sehingga

laporan ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.

10. Dona Ari Sunandar yang selalu memotivasi dan membantu saya dalam melakukan

penelitian ini, sehingga laporan ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.

11. Kakak saya Fajri Marindra S. yang selalu memotivasi dan membantu saya dalam

melakukan penelitian ini, sehingga laporan ini dapat selesai sesuai dengan

waktunya.

12. Bapak Slamet selaku Ketua RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur yang turut membantu, sehingga laporan penelitian ini dapat selesai

sesuai dengan waktunya.

13. Ibu Siswoyo selaku pengurus senam lansia di wilayah Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur yang turut membantu, sehingga laporan

penelitian ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.

14. Bapak Ketua RT 01 – RT 18 di wilayah RW 03 Kelurahan Pulogebang, Kecamatan

Cakung, Jakarta Timur yang turut membantu, sehingga laporan penelitian ini dapat

selesai sesuai dengan waktunya.

15. Para responden atas keikutsertaan dan kerjasamanya, sehingga laporan penelitian ini

dapat selesai sesuai dengan waktunya.

ix

Page 10: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

16. Teman-teman satu bimbingan saya Ita Wulandari, Erma Dian, Hesti Setyoningsih,

Erna Astika, dan Lela Purnamasari yang sudah turut membantu dalam proses

penyelesaian proposal ini tepat pada waktunya.

17. Teman-teman saya Riska Indarwati, Reza Anissa Dina, dan Nur Ardhila yang selalu

memotivasi dan membantu saya dalam melakukan penelitian ini, sehingga laporan

ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.

18. Teman-teman S1 Reguler 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.

19. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang turut berpartisipasi

sehingga selesainya penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian ini banyak sekali

kekurangannya, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi

perbaikan penulisan dan penyusunan hasil penelitian di masa mendatang.

Jakarta, 14 Juni 2013

Peneliti

x

Page 11: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................ii

ABSTRAK........................................................................................................................iii

SURAT PERNYATAAN...................................................................................................v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................................................vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.........................................................................................vii

KATA PENGANTAR....................................................................................................viii

DAFTAR ISI.....................................................................................................................xi

DAFTAR TABEL...........................................................................................................xiv

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................xvii

DAFTAR SKEMA........................................................................................................xviii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................xix

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................1

B. Perumusan Masalah....................................................................................7

C. Tujuan Penelitian........................................................................................7

1. Tujuan Umum......................................................................................7

2. Tujuan Khusus.....................................................................................7

D. Manfaat Penelitian......................................................................................8

1. Pelayanan Keperawatan.......................................................................9

xi

Page 12: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

2. Perkembangan Ilmu Keperawatan.......................................................9

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN.......................................................................10

A. Teori dan Konsep Terkait.........................................................................10

1. Lansia.................................................................................................10

2. Persendian..........................................................................................22

3. Nyeri Sendi........................................................................................34

4. Kompres Hangat................................................................................61

5. Stretching (Peregangan)....................................................................72

B. Penelitian Terkait......................................................................................85

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

DAN DEFINISI OPERASIONAL..................................................................88

C. Kerangka Konsep......................................................................................88

D. Hipotesis...................................................................................................90

E. Definisi Operasional.................................................................................91

BAB IV METODE PENELITIAN................................................................................95

A. Desain Penelitian......................................................................................95

B. Populasi dan Sampel.................................................................................97

C. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................101

D. Etika Penelitian.......................................................................................101

E. Alat Pengumpulan Data..........................................................................104

F. Prosedur Pengumpulan Data...................................................................105

xii

Page 13: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

G. Pengolahan dan Analisa Data.................................................................106

BAB V HASIL PENELITIAN...................................................................................110

A. Gambaran Tempat dan Responden Penelitian........................................111

B. Analisis Data...........................................................................................111

BAB VI PEMBAHASAN............................................................................................123

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil.................................................................123

B. Keterbatasan Penelitian..........................................................................144

BAB VII PENUTUP.....................................................................................................145

A. Kesimpulan.............................................................................................145

B. Saran.......................................................................................................147

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................149

LAMPIRAN...................................................................................................................152

xiii

Page 14: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.2 Definisi Operasional...........................................................................92

2. Tabel 4.1 Rancangan Quasi-Eksperiment Non Equivalent

Pretest-Posttest Control Group Design..............................................97

3. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013..................................................................113

4. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013..................................................................113

5. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Nyeri Sendi Responden

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013..................................................................114

6. Tabel 5.4 Distribusi Rata-Rata Penderita Nyeri Sendi

Berdasarkan Skala Nyeri Sebelum Dilakukan Kompres Hangat

dan Stretching Di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013................................ 115

7. Tabel 5.5 Distribusi Rata-Rata Penderita Nyeri Sendi

Berdasarkan Skala Nyeri Setelah Dilakukan Kompres Hangat

dan Stretching Di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013................................116

xiv

Page 15: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

8. Tabel 5.6 Pengaruh Kompres Hangat dan Stretching

Terhadap Penurunan Skala Nyeri di Wilayah RW 03,

Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013..................................................................118

9. Tabel 5.7 Uji Kolmogorov-Smirnov Pengaruh Kompres Hangat

dan Stretching Terhadap Penurunan Skala Nyeri

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013................................119

10. Tabel 5.8 Pengaruh Usia Responden

Terhadap Penurunan Skala Nyeri di Wilayah RW 03,

Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013..................................................................119

11. Tabel 5.9 Uji Kolmogorov-Smirnov Pengaruh Usia

Terhadap Penurunan Skala Nyeri

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013................................120

12. Tabel 5.10 Pengaruh Jenis Kelamin Responden

Terhadap Penurunan Skala Nyeri di Wilayah RW 03,

Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013..................................................................121

13. Tabel 5.11 Uji Kolmogorov-Smirnov Pengaruh Jenis Kelamin Responden

Terhadap Penurunan Skala Nyeri

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013................................121

xv

Page 16: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

14. Tabel 5.12 Pengaruh Lokasi Nyeri Sendi Responden

Terhadap Penurunan Skala Nyeri di Wilayah RW 03,

Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013..................................................................122

15. Tabel 5.13 Uji Kolmogorov-Smirnov Pengaruh Lokasi

Nyeri Sendi Responden Terhadap Penurunan

Skala Nyeri di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013................................123

xvi

Page 17: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Skala Nyeri........................................................................................39

2. Gambar 2.3 Stretching Lansia...............................................................................86

xvii

Page 18: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

DAFTAR SKEMA

1. Skema 2.1 Rentang Skala Nyeri............................................................................39

2. Skema 3.1 Kerangka Konsep................................................................................90

xviii

Page 19: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Data Awal

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Penjelasan Penelitian

Lampiran 4 Surat Persetujuan Responden

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 Modul Kompres Hangat dan Stretching

Lampiran 7 Waktu Penelitian

Lampiran 8 Output Data SPSS

xix

Page 20: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-

tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya

menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat

diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap

perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang

ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses

menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir (Lilik

Ma’rifatul Azizah, 2011).

Institute for Ageing and Health University of Newcastle, pada 23 April 2007

memberikan pernyataan yang mengejutkan. Pada salah satu konfrensi “Changing

Expectation of Life”, dilaporkan bahwa setiap harinya umur harapan hidup

bertambah rata-rata 5 jam untuk negara-negara Eropa (Azwar Agoes, 2010).

Disadari atau tidak ternyata Indonesia telah memasuki era pertambahan jumlah

penduduk lansia. (Azwar Agoes, 2010: 1).

1

Page 21: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

2

Tahun 1990 jumlah lansia 6,3 persen (11,3 juta orang), pada tahun 2015 jumlah

lansia diperkirakan mencapai 24, 5 juta orang, dan akan melewati jumlah balita

yang pada saat itu diperkirakan mencapai 18,8 juta orang. Laporan Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1995 jumlah lansia 60 tahun ke

atas sebesar 7,5 persen atau 15 juta jiwa dibanding tahun 1986. Tahun 2020 jumlah

lansia di Indonesia diperkirakan akan menempati urutan ke 6 terbanyak di dunia dan

melebihi jumlah lansia di Brazil, Meksiko dan Negara Eropa. (Sri Surini Pudjiastuti,

2003)

Perbandingan indeks pembangunan manusia dan komponen menurut provinsi tahun

2009 – 2010 dalam Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011 mencatat angka

harapan hidup Warga Negara Indonesia pada tahun 2009 adalah 69,21 tahun dan

pada tahun 2010 adalah 69,43 tahun. Jakarta menempati posisi pertama dalam hal

harapan hidup pada tahun 2009 dan tahun 2010 yaitu 73,05 tahun dan 73,20 tahun.

Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011 juga mencatat estimasi jumlah

penduduk Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin pada tahun 2011

berjumlah 241.182.182 jiwa dengan jumlah usia ≥ 60 tahun 16.713.926 jiwa yang

berarti 6,9% dari total jumlah penduduk Indonesia.

Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, dan majunya pengetahuan dan

teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan

pelayananan kesehatan mengakibatkan meningkatnya umur harapan hidup manusia

(life expectancy). Akibatnya jumlah orang lanjut usia akan bertambah dan ada

kecenderungan akan meningkat dengan cepat. Peningkatan jumlah penduduk lanjut

Page 22: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

3

usia akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu

lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Apa artinya umur yang

panjang apabila penuh dengan penderitaan, masalahnya tidak hanya “how to add

more years to life” tetapi juga menjadi “how to add live’s to years”. Implikasi

ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk lanjut usia adalah

peningkatan ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency).

Ketergantungan lanjut usia disebabkan kemunduran fisik, psikis dan sosial lanjut

usia yang dapat digambarkan melalui tiga tahap, yaitu kelemahan (impairment),

keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan

keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran

akibat proses menua (aging process) (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011).

Penuaan itu sendiri dapat terjadi secara alamiah/fisiologis atau patologis. Salah satu

penuaan yang terjadi secara fisiologis adalah perubahan pada sistem

muskuloskeletal, yaitu sendi (Sri Surini Pudjiastuti, 2003).

Kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan

berat, dan pembentukan tulang di permukaan sendi merupakan hal yang umum

terjadi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat yang

terdapat pada jaringan penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak

dipakai lagi mungkin menyebabkan inflamasi nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan

deformitas (Mickey Stanley, 2006).

Page 23: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

4

Kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada lansia antara lain

osteoartritis, artritis rheumatoid, gout, dan pseudogout. Kelainan ini dapat

menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, keterbatasan luas

gerak sendi, gangguan berjalan, dan aktivitas keseharian lainnya (Sri Surini

Pudjiastuti, 2003).

Melihat keragaman masalah kesehatan pada lansia, upaya pencegahan harus

diutamakan. Masalah kesehatan lansia tidak terjadi seketika itu saja, tetapi melalui

proses kemunduran yang panjang. Proses itu dapat dihambat atau dalam beberapa

hal tertentu dapat dicegah bila upaya pencegahan dilakukan sejak dini, terpadu,

terus-menerus dan berkesinambungan. Pertimbangan lain adalah tingginya biaya

pelayanan kesehatan sehingga upaya pencegahan akan jauh lebih hemat dan murah

daripada upaya pengobatan (Sri Surini Pudjiastuti, 2003).

Salah satu upaya untuk mengatasi nyeri adalah dengan melakukan kompres hangat

dan teknik distraksi taktil berupa stretching (peregangan). Kompres hangat selain

dapat menurunkan sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses penyembuhan

jaringan yang mengalami kerusakan (Anas Tamsuri, 2006).

Stretching (peregangan) itu sendiri membuat otot tetap lentur, membuat anda siap

bergerak, dan membantu anda beralih dari aktivitas kurang gerak ke aktivitas

banyak gerak tanpa menimbulkan ketegangan (Bob Anderson, 2008).

Page 24: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

5

Hasil penelitian Yohana Pamungkas pada tahun 2010 yang berjudul “Pengaruh

Latihan Gerak Kaki (Stretching) terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas

Bawah pada Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri”,

didapatkan data sebelum diberikan latihan gerak kaki (stretching) terdapat 7

responden (20%) dengan nyeri ringan, 20 responden (51%) dengan nyeri sedang,

dan 9 responden (22,9%) dengan nyeri parah. Setelah dilakukan latihan gerak kaki

(stretching) terdapat 33 responden (94,2%) yang mengalami penurunan nyeri sendi

ekstremitas bawah. Hasil uji statistik Wilcoxon Match Pair Test dengan tingkat

kemaknaan p = 0,00, hal ini berarti terdapat pengaruh latihan gerak kaki (stretching)

terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia di posyandu lansia Sejahtera GBI Setia

Bakti Kediri.

Hasil penelitian Mery Fanada dan Widyaiswara Muda tahun 2012 yang berjudul

“Pengaruh Kompres Hangat dalam Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang

Mengalami Nyeri Rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang Tahun

2012”, didapatkan data mengenai tingkat nyeri rematik pada lansia sebelum

dilakukan kompres hangat sebanyak 20 responden dengan nilai rata-rata 2,45, yaitu

nyeri lebih menyakitkan dengan skala nyeri 2 sebanyak 11 responden (55%)

kemudian nyeri lebih menyakitkan lagi dengan skala nyeri 3 sebanyak 9 responden

(45%). Setelah dilakukan kompres hangat, tingkat nyeri rematik pada lansia

sebanyak 20 responden dengan nilai rata-rata 0,20 menjadi tidak nyeri dengan skala

nyeri 0 sebanyak 16 responden (80%) kemudian nyeri sedikit menyakitkan dengan

skala nyeri 2 sebanyak 4 responden (20%). Berdasarkan uji statistik menunjukkan

(p value = 0.000, α = 0,05), maka didapatkan ada perbedaan yang signifikan antara

Page 25: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

6

pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan kompres hangat dengan pengukuran

nyeri sesudah dilakukan kompres hangat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

tindakan kompres hangat yang dilakukan sesuai dengan aturan dapat menurunkan

tingkat nyeri pada lansia yang mengalami nyeri rematik.

Studi pendahuluan dilakukan saat senam lansia berlangsung di Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur dengan jumlah lansia sebanyak 131

orang. Berdasarkan hasil survei, didapatkan bahwa belum pernah dilakukan

penelitian mengenai pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan

skala nyeri sendi, sedangkan hasil wawancara dari 10 orang lansia diketahui bahwa

7 lansia diantaranya mempunyai keluhan nyeri sendi. Hasil survei penelitian dengan

bantuan ketua RT dan RW setempat di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, tercatat 103 orang lansia, dengan 57 orang

lansia menderita nyeri sendi. Rasa nyeri timbul secara tiba-tiba dan tanpa sebab di

pagi hari atau saat beraktivitas maupun setelah beraktivitas sehingga lansia

terkadang harus membatasi aktivitasnya.

Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh

kompres hangat dan stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di

wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun

2013.

Page 26: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

7

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Fenomena yang terjadi di RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan

Cakung, Jakarta Timur maka rumusan masalah ini adalah apakah ada pengaruh

kompres hangat dan stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di

wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta timur tahun

2013?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui adanya pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap

penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta timur tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya jumlah responden penderita nyeri sendi berdasarkan usia di

wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta

Timur tahun 2013.

b. Diketahuinya jumlah responden penderita nyeri sendi berdasarkan jenis

kelamin di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur tahun 2013.

c. Diketahuinya jumlah responden penderita nyeri sendi berdasarkan lokasi

nyeri di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur tahun 2013.

Page 27: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

8

d. Diketahuinya skala nyeri sendi sebelum diberikan kompres hangat dan

stretching pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

e. Diketahuinya skala nyeri sendi setelah diberikan kompres hangat dan

stretching pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

f. Diketahuinya pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan

skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

g. Diketahuinya pengaruh usia terhadap penurunan skala nyeri sendi pada

lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur tahun 2013.

h. Diketahuinya pengaruh jenis kelamin terhadap penurunan skala nyeri sendi

pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur tahun 2013.

i. Diketahuinya pengaruh lokasi nyeri sendi terhadap penurunan skala nyeri

sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan

Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian

Melihat dari penelitian yang akan dilakukan maka dikemukakan manfaat penelitian

ditinjau dari:

Page 28: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

9

1. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka

meningkatkan upaya-upaya penurunan nyeri sendi pada lansia khususnya di

wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

tahun 2013 sehingga dapat menurunkan angka kesakitan pada lansia dan dapat

mengoptimalkan lansia yang sehat.

2. Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan

masyarakat, khususnya di bidang keperawatan gerontik mengenai manfaat

penatalaksanaan nonfarmakologis nyeri berupa kompres hangat dan stretching

sebagai penurun skala nyeri sendi pada lansia tanpa mengkhawatirkan efek

samping yang bermakna terhadap faal tubuh lainnya.

Page 29: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Teori dan Konsep Terkait

1. Lansia

Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti

dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

diderita (Constantinides, 1994 dikutip oleh R. Boedhi Darmojo, 2000: 4).

Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab

1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 tahun ke atas (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011: 1).

Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, Sp.Kj., menyatakan bahwa batas usia

dewasa sampai lanjut usia dikelompokan menjadi :

a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20 – 25 tahun,

b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25 – 60/56 tahun,

c. Lanjut usia (geriatric age) usia >65/70 tahun, terbagi atas:

10

Page 30: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

11

1) Young old (usia 70 – 75 tahun)

2) Old (usia 75 – 80 tahun)

3) Very old (usia >80 tahun)

(Kushariyadi, 2010: 2)

WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis

menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai

59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia (old)

usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan

Nughroho (2000) menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat

beberapa ahli bahwa yang disebut lansia adalah orang yang telah berumur 65

tahun ke atas (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011: 2).

a. Teori Penuaan

Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi

biasanya dikelompokan ke dalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis

dan psikologis. Penelitian yang telibat dengan jalur biologi telah

memusatkan perhatian pada indikator yang dapat dilihat dengan jelas pada

proses penuaan, banyak pada tingkat seluler, sedangkan ahli teori

psikososial mencoba untuk menjelaskan bagaimana proses tersebut

dipandang dalam kaitan dengan kepribadian dan perilaku (Mickey Stanley

dan Patricia Gauntlett Beare, 2006: 11).

Page 31: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

12

1) Teori Biologis

Teori biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan,

termasuk perubahan fungsi dan struktur, perkembangan, panjang usia,

dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh, termasuk perubahan

molekuler dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan

tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Teori

biologis juga mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami

penuaan dengan cara yang berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa

yang mempengaruhi faktor panjang, perlawanan terhadap organisme,

dan kematian atau perubahan seluler (Mickey Stanley dan Patricia

Gauntlett Beare, 2006: 11 – 12).

Teori biologis diidentifikasikan oleh para ahli dengan 5 karakteristik,

antara lain:

a) Teori Genetika

Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara

tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk

mengubah sel atau struktur jaringan (Mickey Stanley dan Patricia

Gauntlett Beare, 2006: 12).

b) Teori Wear and Tear (Dipakai dan Rusak)

Teori Wear and Tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa

akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak

sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan

akhirnya malfungsi organ tubuh. Radikal bebas adalah contoh dari

produk sampah metabolisme yang menyebabkan kerusakan ketika

Page 32: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

13

akumulasi terjadi. Karena laju metabolisme terkait secara

langsung pada pembentukan radikal bebas, sehingga ilmuan

memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan produksi radikal

bebas berhubungan dengan penentuan waktu rentang hidup

(Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett Beare, 2006: 12).

c) Teori Lingkungan

Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya

karsinogen dari industri, cahaya matahari, taruma, dan infeksi)

dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun

faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak

lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan

merupakan faktor utama dalam penuaan (Mickey Stanley dan

Patricia Gauntlett Beare, 2006: 13).

d) Teori Imunitas

Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem

imun yang berhubungan dengan penuaan. Seiring dengan

berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam

respons autoimun tubuh. Selain itu, tubuh kehilangan

kemampuannya untuk meningkatkan responnya terhadap sel

asing, terutama bila menghadapi infeksi (Mickey Stanley dan

Patricia Gauntlett Beare, 2006: 13).

e) Teori Neuroendokrin

Para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena

adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang

Page 33: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

14

mempunyai dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal

ini lebih jelas ditunjukan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal,

dan reproduksi. Penelitian terbaru menyatakan bahwa walaupun

kepercayaan telah diberikan pada jam biologis yang dapat

diprediksi yang mengendalikan fertilitas. Tetapi terdapat hal yang

dapat dipelajari lebih jauh dari penelitian tentang sistem

neuroendokrin dalam hubungan dengan proses penuaan sistemik

yang dikendalikan oleh suatu “jam tubuh” (Mickey Stanley dan

Patricia Gauntlett Beare, 2006: 13 - 14).

2) Teori Psikososiologis

Teori psikososiologis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan

perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari

implikasi biologi pada kerusakan anatomis (Mickey Stanley dan

Patricia Gauntlett Beare, 2006: 14).

Teori psikologis diidentifikasikan oleh para ahli dengan 6

karakteristik, antara lain:

a) Teori Kepribadian

Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan

psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik

lansia. Jung mengembangkan suatu teori pengembangan

kepribadian orang dewasa yang memandang kepribadian sebagai

ekstrovert atau introvert (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett

Beare, 2006: 14).

Page 34: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

15

b) Teori Tugas Perkembangan

Beberapa ahli teori terkenal sudah menguraikan proses maturasi

dalam kaitannya dengan tugas yang harus dikuasai pada berbagai

tahap sepanjang rentang hidup manusia. Tugas perkembangan

adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seorang

pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai

penemuan yang sukses (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett

Beare, 2006: 15).

c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakan dan

kemunduran individu dengan individu lainnya (Nugroho, 2000).

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang

secara pelan tetapi pasti mulai melepas diri dari kehidupan sosial

atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara

kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan

ganda atau triple loss, yakni:

(1) Kehilangan peran atau (loss of role).

(2) Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and

relationship).

(3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment of sosial

mores and values).

(Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011: 11)

Page 35: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

16

d) Teori Aktivitas

Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas

penuaan, yang berpendapat bahwa menuju penuaan yang sukses

adalah dengan cara aktif (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett

Beare, 2006: 15).

e) Teori Kontinuitas

Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu

sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi

bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap

perubahan akibat penuaan. Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap

tidak berubah walaupun usianya telah lanjut. Selanjutnya, ciri

kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat orang

tersebut bertambah tua (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett

Beare, 2006: 15).

b. Perubahan Fisiologis Penuaan

Menurut Sri Surini Pudjiastuti (2003: 8 – 17) pada penuaan terjadi

perubahan fisiologis, antara lain:

1) Sistem muskuloskeletal

a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon,

tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan

menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan

yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linear pada

Page 36: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

17

jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas

pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau

daya mekaniknya karena penuaan, tensile strenght dan kekakuan

dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan

jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan

kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan (Sri Surini Pudjiastuti,

2003: 8 – 9).

Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya

fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa

nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot,

kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok, dan berjalan,

dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Sri Surini

Pudjiastuti, 2003: 9).

b) Kartilago

Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami

granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata.

Selanjutnya, kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang

dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif.

Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago

berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami

deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya,

dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago

mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang

rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak

Page 37: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

18

hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga sebagai permukaan sendi

yang berpelumas. Konsekuensinya, kartilago pada persendian

menjadi rentan terhadap gesekan (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 9).

Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat

badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan,

kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas

sehari-hari. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, dapat

diberikan teknik perlindungan sendi (Sri Surini Pudjiastuti, 2003:

9).

c) Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi, adalah

bagian dari penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi

tipis dan trabekula transversal terabsorbsi kembali. Sebagai akibat

dari perubahan itu, jumlah tulang spongiosa berkurang dan tulang

kompakta menjadi tipis. Perubahan terjadi adalah penurunan

estrogen sehingga produksi osteoklas tidak terkendali, penurunan

penyerapan kalsium di usus, peningkatan kanal Harvesi sehingga

tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara

keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang

menurun (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 9 – 10).

Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan

osteoporosis. Osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri,

deformitas, dan fraktur (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 10).

Page 38: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

19

d) Otot

Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi.

Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan

penghubung, dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek

negatif (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 10).

Secara morfologis, perubahan otot pada penuaan, antara lain:

(1) Penurunan jumlah serabut otot.

(2) Atrofi pada beberapa serabut otot dan fibril menjadi tidak

teratur, dan hipertrofi pada beberapa serabut otot yang lain.

(3) Berkurangnya 30% masa otot terutama otot tipe II (fast

twitch).

(4) Penumpukan liposfusin.

(5) Peningkatan jaringan lemak dan jaringan penghubung.

(6) Adanya ringbinden.

(7) Adanya badan sitoplasma.

(8) Degenerasi miofibril.

(9) Timbulnya berkas garis Z pada serabut otot.

(Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 10)

Dampak perubahan morfologis otot adalah penurunan kekuatan,

penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi, dan penurunan

kemampuan fungsional otot (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 10).

e) Sendi

Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen,

dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago,

Page 39: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

20

dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan

elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan kalsifikasi pada kartilago

dan kapsul sendi (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 10).

2) Sistem saraf

Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan

persepsi sensorik dan respons motorik dan susunan saraf pusat dan

penurunan reseptor proprioseptif. Perubahan tersebut mengakibatkan

penurunan fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot,

refleks, proprioseptis, perubahan postur, dan peningkatan waktu reaksi

(Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 11).

3) Sistem kardiovaskular dan respirasi

a) Sistem kardiovaskular

Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya berkurang

sampai 50%. Pembuluh darah kapiler mengalami penurunan

elastisitas dan permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa

kenaikan tahanan vaskular sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan sistole dan penurunan perfusi jaringan. Penurunan

sensitifitas baroreseptor menyebabkan terjadinya hipotensi

postural. Curah jantung (cardiac output) menurun akibat

penurunan denyut jantung maksimal dan volume sekuncup.

Respon vasokontriksi untuk mencegah terjadinya penggumpalan

Page 40: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

21

darah (pooling of blood) menurun sehingga respon terhadap

hipoksia menjadi lambat. Konsumsi oksigen pada tingkat

maksimal (VO2 maks.) berkurang sehingga kapasital vital paru

menurun (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 12).

b) Sistem respirasi

Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru. Kalsifikasi

kartilago kosta mengakibatkan penurunan mobilitas tulang rusuk

sehingga ekspansi rongga dada dan kapasitas ventilasi paru

menurun (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 12).

4) Sistem indra

a) Sistem penglihatan

Sistem penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight) (Sri

Surini Pudjiastuti, 2003: 14).

b) Gangguan pendengaran

Pada lansia umumnya disebabkan koagulasi cairan yang terjadi

selama otitis media atau tumor seperti kolesteatoma. Penyebab

gangguan pendengaran lainnya, seperti sindrom Meniérè dengan

gejala seperti vertigo, mual, muntah, telinga terasa penuh, tinnitus,

dan hilangan daya pendengaran dan aquostic neuroma. Hal yang

sering terjadi pada lansia adalah hilangnya high pitch terutama

konsonan. Apabila berbicara dengan lansia sebaiknya jelas, pelan,

selalu memelihara kontak mata, dan berhadapan sehingga lansia

Page 41: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

22

dapat melihat gerak bibir sewaktu kita berbicara (Sri Surini

Pudjiastuti, 2003: 15).

5) Sistem integumen

Pada lansia, kulit mengalami atrofi, kendur, dan tidak elastis, kering,

dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan

berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea dan

glandula sudorifera. Menipisnya kulit ini tidak terjadi pada

epidermisnya, tetapi pada dermisnya karena terdapat perubahan dalam

jaringan kolagen serta jaringan elastisnya. Bagian kecil pada kulit

menjadi mudah retak dan menyebabkan cechymosen. Timbul pigmen

berwarna coklat pada kulit, dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit

lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain angin dan

sinar matahari, terutama sinar ultra violet (Sri Surini Pudjiastuti, 2003:

16).

2. Persendian

Persambungan tulang atau sendi (artikulasi) adalah pertemuan dua buah tulang

atau beberapa tulang kerangka. Artrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

persendian (Syaifuddin, 2006: 70).

Stabilitas sendi bergantung pada:

a. Permukaan sendi, bentuk tulang memegang peranan penting pada stabilitas

sendi.

Page 42: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

23

b. Ligamentum, ligamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi secara

berlebihan. Kalau regangan terus berlangsung lama, ligamentum fibrosa

akan teregang. Ligamentum elastis sebaliknya mengembalikan panjang asal

setelah teregang, misalnya tulang pergerakan memegang peranan aktif

dalam menyokong sendi dan membantu mengembalikan tulang pada posisi

asal setelah melakukan pergerakan.

c. Tonus otot, pada kebanyakan sendi tonus otot merupakan faktor utama

yang mengatur stabilitas.

(Syaifuddin, 2006: 70 – 71)

a. Jenis-jenis Sendi

Menurut Evelyn C. Pearce (2010: 104 – 107) terdapat tiga jenis sendi

utama, antara lain:

1) Sendi fibrus atau sinartroses adalah sendi yang tidak dapat bergerak

atau merekat ikat, maka tidak mungkin ada gerakan diantara tulang-

tulangnya, antara lain:

a) Sutura atau sela antara tulang pipih tengkorak.

b) Sendi kaitan dan sendi kantong – gigi di dalam kantongnya.

c) Sindesmoses, tempat permukaan persendian dihubungkan mebran,

seperti pada sendi tibio-fibuler inferior.

2) Sendi tulang rawan atau amfiartroses adalah sendi dengan gerakan

sedikit, dan permukaan persendiannya dipisahkan-bahan antara dan

hanya mungkin sedikit gerakan, misalnya:

Page 43: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

24

a) Simfisis atau persendian yang dapat bergerak sedikit, sedangkan

ujung-ujung tulang dipisahkan sebuah bantalan tulang rawan

fibrotik, seperti Simfisis pubis, tempat sebuah bantalan tulang

rawan mempersatukan kedua tulang pubis dan sendi intervetebral

dengan cakram intervetebral tulang rawan fibro.

b) Sendi antara manubrium dan badan sternum.

c) Sendi temporer (sementara) atau sendi tulang rawan primer

dijumpai antara diafisis dan efisis tulang-tulang pipa sebelum

pertumbuhan penuhnya sempurna.

3) Sendi sinovial atau diartroses adalah persendian yang bergerak bebas

dan terdapat banyak ragamnya. Ciri-ciri sendi yang bergerak bebas:

a) Ujung tulang-tulang yang masuk dalam formasi persendian

ditutupi tulang rawan hialin.

b) Ligamen diperlukan untuk mengikat tulang-tulang bersama.

c) Sebuah rongga persendian: rongganya terbungkus sebuah kapsul

jaringan fibrus yang biasanya diperkuat ligamen. Terdapat enam

jenis sendi sinovial, sebagai berikut:

(1) Sendi datar atau sendi geser. Dua permukaan tulang saling

meluncur, misalnya sendi karpus dan tarsus.

(2) Sendi putar, tempat sebuah ujung bulat tepat masuk di dalam

sebuah rongga cawan tulang lain, yang mengizinkan gerakan

ke segala jurusan, seperti bola di dalam lubang berbentuk

cawan, misalnya sendi panggul dan sendi bahu.

Page 44: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

25

(3) Sendi engsel, satu permukaan bundar diterima yang lain

sedemikian rupa sehingga hanya mungkin gerakan dalam satu

bidang, seperti gerakan engsel. Contoh yang baik adalah sendi

siku.

(4) Sendi kondiloid mirip sendi engsel, tetapi dapat bergerak

dalam dua bidang lateral, ke belakang dan ke depan, sehingga

fleksi dan ekstensi, abduksi dan aduksi (ke samping dan ke

tengah), dan sedikit sirkumduksi, seperti pada pergelangan

tangan tetapi bukan rotasi (perputaran).

(5) Sendi berporos atau sendi putar ialah yang hanya mungkin

perputaran, seperti pada gerakan kepala, tempat atlas yang

berbentuk cincin berputar sekitar prosesus yang berbentuk

paku dari aksis (servikal ke dua atau epistrofeus), contoh lain

ialah gerakan radius sekitar ulna waktu pronasi (putar ke

depan) dan supinasi (putar ke belakang) lengan bawah.

(6) Sendi pelana atau sendi yang timbal-balik menerima,

misalnya sendi amtara trapezium (multangulum mayus) dan

tulang metakarpal pertama ibu jari, memberi banyak

kebebasan bergerak, memungkinkan ibu jari berhadapan

dengan jari-jari lainnya.

b. Pergerakan Sendi

Gerak-gerik yang terjadi pada sendi-sendi kerangka dapat dibagi menjadi

tiga kelompok utama, yaitu:

Page 45: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

26

1) Gerakan meluncur, tempat dua permukaan ceper bergerak saling

bergeseran, seperti dalam gerakan antara tulang-tulang karpal dan

tarsal.

2) Gerakan bersudut (anguler), yang diterangkan sesuai dengan arah

gerakan, misalnya fleksi, lenturan atau pelipatan; ekstensi (pelurusan

atau penguluran), yang terjadi sekitar sebuah sumbu yang terpasang

melintang. Dalam hal sendi mata kaki, istilah dorso-fleksi dan plantor-

fleksi digunakan. Aduksi adalah gerakan ke arah medial badan, dan

abduksi ke arah menjauh medial badan, ke duanya memutari sumbu

yang memanjang dalam arah anteroposterior (dari depan ke belakang).

3) Gerakan rotasi adalah satu tulang bergerak mengitari tulang lain atau

di dalam tulang lain, seperti pada sendi putar, misalnya rotasi radius

mengelilingi ulna. Hal itu juga terjadi pada bahu dan agak terbatas

pada sendi panggul.

(Evelyn C. Pearce, 2010: 107)

Sirkumduksi adalah istilah untuk melukiskan kombiasi rotasi dan gerakan

anguler (bersudut), berputar dalam lingkaran, misalnya membawa lengan

ke depan, ke atas, ke belakang, dan ke bawah; termasuk fleksi, abduksi,

ekstensi, aduksi, dan beberapa rotasi (Evelyn C. Pearce, 2010: 107).

Pembatasan gerakan sendi dalam banyak hal disebabkan bentuk permukaan

persendian, misalnya pelurusan siku dibatasi prosesus olekranon ulna yang

membentur pada humerus. Dalam hal lain gerakan dibatasi simpai-simpai

Page 46: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

27

kuat ligamen, seperti ligamen ilio-femoral di depan sendi panggul yang

membatasi pelurusan paha. Fleksi siku dan tungkai di atas paha dibatasi

bagian lunak yang tersentuh (Evelyn C. Pearce, 2010: 107 – 108).

c. Persendian Menurut Tempat

Menurut Evelyn C. Pearce (2010: 108 – 118) persendian menurut

tempatnya terbagi atas:

1) Sendi anggota atas

a) Sendi sterno-klavikuler adalah sendi meluncur yang dibentuk

ujung besar di sebelah sternum klavikula dan yang bersendi

dengan faset untuk klavikula di atas sternum.

b) Sendi akromio-klavikuler dibentuk ujung luar klavikula yang

bersendi dengan prosesus akromion skapula.

Gerakan bahu. Gerakan sedikit meluncur dapat terjadi antara

klavikula dan skapula. Peran skapula terhadap dinding dada

sebegitu jauh hanya berarti sebagai penambah kebebasan gerak

humerus di dalam gelang bahu

c) Sendi bahu atau humero-skapuler adalah sendi sinovial variasi

sendi putar. Kepala humerus yang berbentuk sepertiga bola,

bersendi di dalam rongga glenoid skapula. Rongga diperdalam

karena terpasang lapisan tebal tulang rawan fibrus, yaitu labrum

glenoidal. Tulang-tulangnya dipersatukan ligamen yang

membentuk kapsul yang sangat longgar.

Page 47: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

28

Tingkat dan pembatasan gerakan di sini sebagaian besar

tergantung otot-otot yang mengelilinginya dan tekanan atmosfer

yang menahan tulang-tulang dalam kedudukannya, sedangkan

kelonggaran ligamen berupa kapsul memberi kebebasan gerakan

kesemua jurusan, abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi medial

dan lateral, dan sirkumduksi.

d) Sendi siku adalah sendi engsel antara permukaan troklear di atas

ujung bawah humerus dan lekukan troklear ulna. Semua ini

merupakan bagian utama sendi, yaitu sendi humero-ulnaris.

Kepala radius bersendi dengan kapitulum humeri, membentuk

sendi humero-radialis dan empat permukaan persendian ini berada

di dalam kaspsul persendian. Dalam gerakan sendi itu radius

diangkat ke belakang dan ke depan bersama dengan ulna. Gerakan

yang terjadi pada siku adalah fleksi dan ekstensi. Sudut siku yang

dibuat bila siku lurus, lengan bawah, dan tangan dalam supinasi

adalah kira-kira 170 derajat dengan lengan atas. Hal ini

disebabkan letak oblik permukaan persendian antara humerus dan

ulna. Keuntungan sudut yang dibuat ini adalah barang-barang

dapat diangkat dan diulurkan dengan baik.

e) Sendi radio-ulnaris. Antara radius dan ulna terdapat dua buah

sendi yang dapat bergerak, yaitu sendi radio-ulnaris superior dan

inferior. Membran interosa (antar tulang) membentuk sendi ke

tiga, yaitu sendi radio-ulnaris tengah. Membran ini juga

Page 48: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

29

memisahkan otot-otot yang ada di depan dari yang ada di belakang

lengan bawah.

Gerakan radius di atas ulna adalah bebas. Karena kepala radius

berotasi di dalam ligamen pembatas sendi radio-ulnaris superior,

ujung bawah radius berotasi di atas kepala ulna pada sendi radio-

ulnaris inferior dan tangan di bawah serta dalam gerakan pronasi

dan supinasi dengan lengan bawah.

Pronasi adalah rotasi radius di atas ulna sampai tapak tangan

menghadap ke belakang. Gerakan ini dilaksanakan otot-otot yang

disebut pronator dan terletak di depan lengan bawah antara radius

dan ulna.

Supinasi adalah gerakan sebaliknya. Kalau memulai dengan

lengan bawah dalam pronasi, rotasinya dari dalam ke arah luar

sampai radius dan ulna terletak paralel dan tangan terletak dengan

tapaknya ke depan. Supinasi dilaksanakan dua otot supinator yang

berada di sebelah belakang lengan bawah, antara radius dan ulna

dan juga otot bisep yang berkait ke dalam tuberoksitas radii.

Gerakan ini perlu kalau memutar masuk skrup memakai obeng,

atau memutar knop pintu.

f) Sendi pergelangan tangan atau sendi radio-karpal adalah sendi

kondiloid antara ujung bawah radius dan diskus persendian di

bawah kepal ulna, yang bersama-sama membentuk permukaan

konkaf (cekung) untuk menerima sisi atas skafoid (navikular

Page 49: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

30

lunar, dan tulang-tulang trikuetrum). Gerakan fleksi, abduksi, dan

adduksi terjadi di atas sendi ini.

2) Sendi tangan dan jari

a) Sendi karpal. Permukaan persendian antara tulang-tulang karpal

adalah ceper dan halus. Permukaan ceper ini dengan mudah saling

bergeser dan membentuk persendian meluncur antara berbagai

tulang itu. Tulang karpal tersusun berdempet rapat, sehingga

hanya gerakan meluncur terbatas yang mungkin, tetapi dapat

melaksanakan jumlah gerakan yang cukup banyak jika semua

tulang bergerak bersama-sama.

b) Sendi karpo-metakarpal adalah sendi meluncur yang terbentuk

antara sisi distal baris bawah tulang-tulang karpal -- setiap tulang

dari lima tulang metakarpal. Sendi karpol-metakarpal ibu jari,

yaitu sendi pelana, terbentuk antara basis metakarpal pertama dan

trapezium (multangulum mayus). Sendi intermetakarpal dibentuk

antara basis tulang-tulang metakarpal; permukaan persendian

lateral membentuk sendi datar atau sendi meluncur antara tulang-

tulang ini.

c) Sendi metakarpo-falangeal adalah sendi jenis kondiloid. Kepala

lima tulang metakarpal ini diterima dalam permukaan persendian

pada basis falang proksimal. Gerak fleksi, ekstensi, abduksi, dan

aduksi berlangsung pada sendi-sendi ini.

d) Sendi interfalangeal adalah sendi engsel. Sendi ini terbentuk oleh

kepala falang proksimal yang diterima dalam permukaan

Page 50: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

31

persendian di atas basis falang distal. Gerakannya adalah fleksi

dan ekstensi.

3) Sendi panggul

Sendi panggul adalah sendi sinovial varietas sendi putar. Kepala femur

diterima ke dalam asetabulum tulang koksa. Asetabulum diperdalam

kaitan labrum asetabular yang mengelilinginya. Ligamen ini

sebenarnya sebuah pinggiran tulang rawan fibrus yang memperdalam

dan menambah kemampuan menerima permukaan yang dibentuk

asetabulum guna menerima kepala femur.

Ligamen kapsuler sendi panggul adalah tebal dan kuat dan membatasi

gerak sendi ke semua jurusan. Ligamennya juga diperkuat secara

khusus oleh simpai-simpai dari serabut di dalam beberapa bagian.

Salah satu yang terpenting dari simpai-simpai ini terletak di depan

sendi ini yaitu ligamen iliofemoral. Ligamen ini membatasi ekstensi

pada sendi, maka dengan demikian membantu mempertahankan sikap

tegak tubuh kalau berdiri. Gerakan yang terjadi pada sendi panggul

adalah fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi, serta rotasi medial dan lateral.

Kombinasi semua gerakan ini disebut sirkumduksi.

4) Sendi lutut

Sendi lutut adalah sendi engsel dengan perubahan dan yang dibentuk

kedua kondil femur yang bersendi dengan permukaan superior kondil-

kondil tibia. Patela terletak di atas permukaan pateler yang halus pada

femur dan di atas itu patela meluncur sewaktu sendi bergerak. Patela

Page 51: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

32

berada di depan bagian-bagian persendian yang utama, tetapi tidak

masuk ke dalam formasi sendi lutut.

Struktur interartikuler. Beberapa struktur penting berada di dalam

sendi lutut. Tulang rawan semilunaris terletak di atas permukaan

persendian yang berupa dataran tinggi tibia guna memperdalamnya

untuk penerimaan kondiler femur. Ligamen bersilang berjalan dari

puncak kondil tibial ke arah permukaan dasar di atas takik

interkondiloid femur. Ligamen-ligamen ini bertujuan membatasi gerak

sendi lutut dan mengikat tulang-tulangnya bersama dengan lebih kuat.

Ligamen kapsuler sendi lutut sangat tebal dan diperkuat lagi oleh

ekspansi (perlebaran) otot-otot dan tendon-tendon yang mengelilingi

dan berjalan di atas sendi. Membran sinovial sendi lutut adalah

terbesar dalam tubuh. Selain melapisi struktur sendi, membran itu juga

membentang ke atas dan ke bawah sampai di bawah ligamen patela,

dan membentuk beberapa bursa (kantong) sekitar sendi. Tentang

gerakan, fleksi, ekstensi, dan rotasi medial yang ringan.

5) Sendi tibio-fibuler

Sendi-sendi ini dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah kedua

tulang tungkai bawah. Batang tulang-tulang itu digabung oleh sebuah

ligamen interosa (antar tulang), yang membentuk sebuah sendi ketiga

antara tulang-tulang ini seperti pada lengan bawah.

6) Sendi pergelangan kaki

Sendi pergelangan kaki adalah sendi engsel yang dibentuk antara

ujung bawah tibia beserta maleolus medialisnya, dan maleolus lateralis

Page 52: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

33

fibula, yang bersama-sama membentuk sebuah lubang untuk menerima

badan talus. Kapsul sendi diperkuat ligamen-ligamen penting yang

bersangkutan. Ligamen deltoid di siai medial berjalan dari maleolus

medial ke tulang-tulang tarsal yang mendampinginya dan sering

mengalami robek yang parah bila pergelangan kaki terkilir. Gerakan

sendi pergelangan kaki adalah fleksi dan ekstensi atau lebih biasa

disebut dorsi-fleksi dan plantar-fleksi.

7) Sendi telapak kaki

Sendi antara berbagai tulang tarsal adalah sendi luncur. Tulang-

tulangnya disatukan ligamen dorsal, plantar, dan interosa. Ligamen

interosa yang diletakkan di antara permukaan bawah talus dan

permukaan atas kalkaneus adalah tebal dan kuat, serta membuat gili-

gili dalam permukaan persendian tulang-tulang ini.

Gerakan sendi. Sedikit gerakan mengayun dapat dilakukan pada seni

talokalkaneus yang mirip aduksi dan abduksi. Sendi antara kepala talus

dan mavikular dan sendi antara kalkaneus dan kuboid disebut sendi

mediotarsal atau sendi subtaloid. Pada sendi-sendi inilah terjadi

gerakan inversi dan eversi.

Pada inversi tepi dalam, kaki diangkat ke atas dan telapaknya ditarik

ke dalam. Pada eversi tepi samping, kaki diangkat ke atas dan

telapaknya agak ditarik ke samping. Gerakan ini sedikit disertai aduksi

dan abduksi yang terjadi pada sendi talo-kalkaneus. Sendi pada tarso-

metatarsus, metatarso-falang, dan interfalang serupa dengan yang telah

diuraikan pada tangan.

Page 53: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

34

3. Nyeri Sendi

International Association for Study of Pain (1979), mendefinisikan nyeri

sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau

potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi

kerusakan (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 2).

Menurut Mc Caffery (1979), nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang, dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya (Anas Tamsuri, 2006: 1).

Majalah kesehatan online (2011) menyatakan bahwa banyak sebab mengapa

persendian sakit. Nyeri sendi dapat merupakan gejala tunggal atau menjadi

bagian banyak gejala lain yang Anda alami. Manifestasi nyeri sendi dapat

bervariasi, seperti kelembutan atau tidak nyaman ketika disentuh,

pembengkakan, peradangan, kekakuan, atau pembatasan gerakan. Rasa sakit di

sendi tentu saja hanyalah gejala dari masalah yang sebenarnya.

Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada lansia

antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, gout, dan pseudogout. Kelainan

tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi,

keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan, dan aktivitas keseharian lainnya

(Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 11).

Page 54: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

35

a. Tipe dan Karakteristik Nyeri

Menurut Lukman dan Nurna Ningsih (2012: 16 – 19) nyeri terbagi menjadi

lima, yaitu nyeri berdasarkan durasi, nyeri berdasarkan intensitas, nyeri

berdasarkan transmisi, nyeri berdasarkan sumber atau asal nyeri, dan

penyebab nyeri.

1) Nyeri berdasarkan durasi

a) Nyeri akut

Menurut Anas Tamsuri (2006: 13) nyeri akut adalah nyeri yang

terjadi dalam waktu (durasi) dari satu detik sampai dengan kurang

dari 6 bulan.

Nyeri akut umumnya terjadi pada cedera, penyakit akut, atau pada

pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan

yang bervariasi (sampai dengan berat). Nyeri akut dapat

dipandang sebagai nyeri yang terbatas dan bermanfaat untuk

mengindikasi adanya cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri jenis

ini biasanya hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan

setelah kerusakan jaringan penyembuh (Anas Tamsuri, 2006: 13).

Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi sistem saraf simpatis

yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti: peningkatan

tekanan darah, peningkatan respirasi, peningkatan denyut jantung,

diaphoresis, dan dilatasi pupil. Klien yang mengalami nyeri akut

akan memperlihatkan respon emosi dan perilaku seperti menangis,

mengerang, kesakitan, mengerutkan wajah, atau menyeringai.

Klien akan melaporkan secara verbal adanya ketidaknyamanan

Page 55: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

36

berkaitan dengan nyeri yang dirasakan (Sigit Nian Prasetyo, 2010:

22).

Reccurent acute pain diidentifikasikan dengan nyeri yang

mempunyai periode yang berulang-ulang dan dirasakan sepanjang

hidup klien. Contoh dari nyeri Reccurent acute adalah migrain,

sickle cell pain, nyeri angina pectoris yang berhubungan dengan

hipoksia pada miokardium (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 22).

b) Nyeri kronis

Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari nyeri akut, intensitasnya

bervariasi (ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih

dari enam bulan (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 22).

Nyeri kronis pada umumnya timbul tidak teratur, intermiten atau

bahkan persisten. Nyeri kronis dibedakan dalam dua kelompok

besar yaitu nyeri kronis maligna dan nyeri kronis nonmaligna.

Karakteristik nyeri kronis adalah penyembuhannya tidak dapat

diprediksi meskipun penyebabnya mudah ditentukan (namun,

pada beberapa kasus sulit ditemukan) (Anas Tamsuri, 2006: 15).

Tanda dan gejala yang tampak pada nyeri kronis sangat berbeda

dengan yang diperlihatkan oleh nyeri akut. Tanda-tanda vital

sering kali dalam batas normal dan tidak disertai dengan dilatasi

pupil. Tanda dan gejala lainnya yang tampak pada nyeri kronis

adalah keputusasaan klien terhadap penyakitnya, kelesuan,

penurunan libido dan berat badan, perilaku menarik diri, mudah

tersinggung, marah, klien sedikit bertanya tentang nyeri yang ia

Page 56: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

37

alami pada petugas kesehatan, dan tidak tertarik pada aktivitas

fisik, dimana tanda dan gejala yang muncul hampir sama dengan

apa yang nampak pada klien yang mengalami depresi. Klien

mungkin akan melaporkan adanya kelemahan dan kelelahan.

Mengerang, menangis, dan menjerit kesakitan mungkin tidak

dijumpai seperti pada nyeri akut (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 24).

2) Berdasarkan intensitas

Berdasarkan intensitas, nyeri digolongkan nyeri berat, nyeri sedang,

dan nyeri ringan. Untuk mengukur intensitas nyeri yang dirasakan

seseorang, dapat digunakan alat bantu yaitu dengan skala nyeri. Skala

nyeri yang umum digunakan adalah cara Mc. Gill dengan

menggunakan skala 0 – 5 (0 = tidak ada nyeri, 1 = nyeri ringan, 2 =

tidak menyenangkan, 3 = nyeri sedang, 4 = menakutkan, 5 = sangat

menakutkan). Skala ini disebut dengan “The Present Pain Intensity”

(Lukman dan Nurna Ningsih, 2012: 17).

Pengkajian yang lebih sederhana dan mudah dilakukan adalah

menggunakan skala 0 – 10, yaitu analog visual skala dengan cara

menyatakan sejauh mana nyeri yang dirasakan klien (Lukman dan

Nurna Ningsih, 2012: 17).

Page 57: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

38

Tidak ada Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri tidakNyeri terkontrol

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Skema 2.1 Rentang Skala Nyeri

Menurut Sri Surini Pudjiastuti (2003: 62 – 64) pemeriksaan nyeri

dilakukan dengan cara:

a) Verbal Analog Scale (VAS)

Pengukuran derajat nyeri dengan cara menunjuk satu titik pada

garis skala nyeri (0 – 10 cm). Satu ujung menunjukan tidak nyeri

dan ujung yang lain menunjukan nyeri hebat. Panjang garis mulai

dari titik tidak nyeri sampai titik yang ditunjuk menunjukan

besarnya nyeri. Besarannya dalam satuan milimeter, misalnya 10 –

20 – 30 mm (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 62 – 63).

Skema 2.2 Skala Nyeri

b) Verbal Descriptive Scale (VDS)

Cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian, yaitu

nilai:

Page 58: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

39

1 = tidak nyeri

2 = nyeri sangat ringan

3 = nyeri ringan

4 = nyeri tidak begitu berat

5 = nyeri cukup berat

6 = nyeri berat

7 = nyeri hampir tak tertahan

(Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 63)

c) Skala lima tingkat

Skala lima tingkat merupakan parameter pengukuran derajat nyeri

dengan memakai 5 skala, yaitu derajat:

0 = tidak nyeri; tidak ada rasa nyeri pada waktu istirahat dan

aktivitas.

1 = minimal; istirahat tidak ada nyeri, perasaan nyeri timbul

sewaktu bekerja lama, berat, dan pada penekanan kuat

terasa sakit.

2 = ringan; rasa sakit terus menerus atau kadang-kadang

timbul, tetapi masih dapat diabaikan/tidak mengganggu,

LGS normal, pada penekanan kuat terasa sakit, fleksi dan

ekstensi sakit.

3 = sedang; keluhan seperti pada derajat 2, ditambah keluhan

tersebut mengganggu aktivitas dan LGS terganggu.

4 = berat; nyeri menyulitkan lansia hampir tak tertahankan dan

gerakan fleksi/ekstensi hampir tidak ada/tidak mampu.

Page 59: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

40

(Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 63 – 64)

3) Berdasarkan transmisi

a) Nyeri sebar (radiasi)

Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari daerah

asal ke jaringan sekitar. Nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh

klien seperti berjalan/bergerak dari daerah asal nyeri ke sekitar

atau ke sepanjang bagian tubuh tertentu. Nyeri dapat bersifat

intermiten atau konstan (Anas Tamsuri, 2006: 16).

b) Nyeri alih (reffered pain)

Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang ditimbulkan akibat

adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga

dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi. Nyeri jenis ini

dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang

mengalami nyeri ke dalam medula spinalis dan mengalami

sinapsis dengan serabut saraf yang berada pada bagian tubuh

lainnya. Nyeri yang timbul biasanya pada beberapa tempat yang

kadang jauh dari lokasi asal nyeri (Anas Tamsuri, 2006: 17 – 18).

4) Berdasarkan sumber atau asal nyeri

a) Nyeri superfisial

Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit

seperti pada laserasi, luka bakar, dan bagiannya. Nyeri jenis ini

Page 60: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

41

memiliki durasi yang pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi

yang tajam (Anas Tamsuri, 2006: 15).

b) Nyeri somatik dalam (deep somatic pain)

Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang terjadi

pada otot dan tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya

nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya peregangan

dan iskemia (Anas Tamsuri, 2006: 15).

c) Nyeri viseral

Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ

internal. Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya cukup

lama. Sensasi yang timbul biasanya tumpul (Anas Tamsuri, 2006:

15 – 16).

5) Berdasarkan penyebab

Menurut penyebabnya, nyeri dibagi menjadi enam kriteria seperti

berikut ini:

a) Termik, disebabkan oleh perbedaan suhu yang ekstrem.

b) Kimia, disebabkan oleh bahan/zat kimia.

c) Mekanik, disebabkan oleh trauma fisik/mekanik.

d) Elektrik, disebabkan oleh aliran listrik.

e) Psikogenik, nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik,

bersifat psikologis.

f) Neurologik, disebabkan oleh kerusakan jaringan saraf.

Page 61: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

42

(Lukman dan Nurna Ningsih, 2012: 18)

b. Respon Tubuh Terhadap Nyeri

1) Respon fisik

Respon fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh

medula spinalis menuju batang otak dan talamus, sistem saraf otonom

terstimulasi, sehingga menimbulkan respons yang serupa dengan

respons tubuh terhadap stress (Anas Tamsuri, 2006: 19).

Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta pada nyeri superfisial,

tubuh bereaksi membangkitkan “General Adaptation Syndrome”

(Reaksi Fight or Flight) dengan merangsang sistem saraf simpatis

sedangkan pada nyeri yang berat dan tidak dapat ditoleransi serta nyeri

yang berasal dari organ viseral akan mengakibatkan stimulasi terhadap

saraf parasimpatis (Anas Tamsuri, 2006: 19).

2) Respon psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap

nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Klien yang mengartikan

nyeri sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati

sedih, berduka, ketidakberdayaan dan dapat berbalik menjadi rasa

marah dan frustasi. Sebaliknya pada klien yang memiliki persepsi

nyeri sebagai pengalaman yang “positif” akan menerima nyeri yang

dialaminya (Anas Tamsuri, 2006: 21).

Page 62: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

43

3) Respon perilaku

Respon perilaku yang timbul pada klien yang mengalami nyeri dapat

bermacam-macam. Meinhart & Mc. Caffery (1983) menggambarkan

tiga fase perilaku terhadap nyeri yaitu antisipasi, sensasi, dan fase

pasca nyeri (Anas Tamsuri, 2006: 22).

Fase antisipasi merupakan fase yang paling penting karena pada fase

ini merupakan penentuan untuk fase berikutnya. Pada fase ini,

merupakan fase yang memungkinkan individu untuk memahami nyeri,

untuk belajar dan mendapatkan gambaran tentang nyeri itu sendiri.

Pada fase ini, klien dipersiapkan untuk belajar bagaimana

mengendalikan nyeri yang mungkin akan timbul, dan juga klien

diajarkan bagaimana tindakan klien jika terapi/tindakan yang

dilakukan kurang efektif. Pada fase antisipasi, klien juga belajar

mengendalikan emosi (kecemasan) sebelum nyeri itu sendiri muncul,

karena kecemasan dapat menyebabkan peningkatan sensasi nyeri yang

terjadi pada klien dan/atau tindakan ulang yang dilakukan oleh klien

untuk mengatasi nyeri menjadi kurang efektif (Anas Tamsuri, 2006:

22).

Pada saat terjadi nyeri, banyak perilaku yang dapat diungkapkan oleh

seorang klien yang mengalami nyeri seperti menangis, meringis,

meringkukan badan, menjerit, dan bahkan mungkin berlari-lari.

Perilaku klien dalam merespons nyeri ini dapat dipengaruhi oleh

kemampuan tubuh untuk menoleransi nyeri dan juga oleh berat-

ringannya sensasi nyeri itu sendiri. Kadang kala klien tidak mau

Page 63: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

44

mengungkapkan pengalaman nyeri yang dirasakannya karena

menganggap dirinya adalah “orang yang cengeng” atau ia akan

berpandangan bahwa perawat akan menyebut klien sebagai “pasien

yang cerewet” (Anas Tamsuri, 2006: 22 – 23)

Pada fase pasca nyeri, klien mungkin mengalami trauma psikologis,

takut, depresi, serta dapat juga menjadi menggigil (Anas Tamsuri,

2006: 23).

c. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut McCaffery dan Pasero (1999) dikutip dari Sigit Nian Prasetyo

(2010: 33 – 37) menyatakan bahwa hanya klienlah yang paling mengerti

dan memahami tentang nyeri yang ia rasakan. Terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri, antara lain:

1) Usia

Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri

pada individu. Pada pasien lansia seorang perawat harus melakukan

pengkajian lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri.

Seringkali lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu. Terkadang

penyakit yang berbeda-beda yang diderita lansia menimbulkan gejala

yang sama. Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa yang

mereka rasakan, mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan

konsekuensi penuaan yang tidak bisa dihindari (Sigit Nian Prasetyo,

2010: 33 – 34).

Page 64: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

45

2) Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam

berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya menganggap bahwa

seseorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis

dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika

merasakan nyeri. Penelitian terakhir memperlihatkan hormon seks

pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri.

Hormon seks testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan

binatang, sedangkan esterogen meningkatkan pengenalan/sensitifitas

terhadap nyeri. Pada manusia lebih kompleks, dipengaruhi oleh

personal, sosial, budaya, dan lain-lain (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 34).

3) Kebudayaan

Setiap individu memiliki cara berespon terhadap nyeri yang berbeda.

Seorang klien berkebangsaan Mexico-Amerika yang menangis keras

tidak selalu mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang

berat atau mengaharapkan perawat melakukan intervensi (Sigit Nian

Prasetyo, 2010: 35).

4) Makna nyeri

Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan

cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita yang

merasakan nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri secara

Page 65: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

46

berbeda dengan wanita lainnya yang nyeri karena dipukul suaminya

(Sigit Nian Prasetyo, 2010: 35).

5) Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan

pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin terasa

ringan, sedang atau bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam

kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing individu juga

bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul,

berdenyut, terbakar, dan lain-lain (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 35).

6) Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi

persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan

meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan penurunan respon nyeri (Sigit Nian Prasetyo,

2010: 36).

7) Ansietas (kecemasan)

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang

dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan

tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas (Sigit Nian

Prasetyo, 2010: 36).

Page 66: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

47

8) Keletihan

Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan

sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu (Sigit Nian

Prasetyo, 2010: 36).

9) Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman

yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu

tersebut akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa mendatang.

Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah

mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman

sedikit tentang nyeri (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 36).

10) Dukungan keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali mebutuhkan dukungan,

bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain, atau teman terdekat.

Walaupun nyeri masih dirasakan klien, kehadiran orang terdekat akan

meminimalkan kesepian dan ketakutan (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 37).

d. Pengkajian Nyeri

Pengkajian nyeri menurut Lukman dan Nurna Ningsih (2012: 19), antara

lain:

P : Titik nyeri berasal

Pada bagian mana nyeri mulai terasa?

Page 67: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

48

Kapan rasa nyeri mulai terasa?

Apa yang Anda kerjakan pada saat nyeri mulai terasa?

Apakah rasa nyeri menyebar?

A : Faktor-faktor yang mempengaruhi

Apakah yang dapat membuat rasa nyeri semakin berkurang?

Apakah yang membuat nyeri semakin terasa nyeri?

Apakah nyeri yang serupa pernah terjadi sebelumnya? Bila ya, apa

yang terjadi?

Apakah Anda meminum obat-obatan penghilang rasa nyeri?

Apakah Anda merasa cemas saat merasa nyeri?

I : Intensitas

Bagaimana dengan skala nyeri yang Anda rasakan?

N : Sifat dari rasa nyeri

Gambaran rasa nyeri: tidak nyaman, distres, rasa terbakar, tegang,

patah, dan kram.

e. Penatalaksanaan Nyeri pada Lansia

Mc. Caffery dalam Anas Tamsuri (2006: 43), berbagai tindakan dapat

dilakukan oleh perawat untuk mengatasi nyeri. Namun, ada beberapa

prinsip yang harus diperhatikan perawat ketika memberi intervensi

keperawatan untuk mengatasi nyeri, yaitu:

1) Membentuk hubungan saling percaya.

2) Menggunakan berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi

nyeri.

Page 68: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

49

3) Melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri sebelum nyeri menjadi

lebih parah.

4) Mempertimbangkan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam

upaya mengatasi nyeri.

5) Menentukan jenis teknik untuk mengatasi nyeri berdasarkan perilaku

yang ditunjukan oleh klien.

6) Melakukan teknik-teknik yang oleh klien dianggap efektif.

7) Mendorong klien untuk mencoba melakukan kembali teknik mengatasi

nyeri, jika terapi yang dilakukan sebelumnya tidak efektif.

8) Membuka wawasan dan pengetahuan terhadap cara-cara yang dapat

dilakukan untuk mengatasi nyeri klien.

9) Melindungi klien.

10) Beri penjelasan kepada klien tentang nyeri yang timbul/dirasakan

klien.

Tindakan untuk mengatasi nyeri dapat dibedakan menjadi dua kelompok

utama, yaitu tindakan pengobatan (farmakologis) dan tindakan

nonfarmakologis (tanpa pengobatan). Menurut stimulasi yang dibedakan,

nyeri dapat di kelompokan dalam stimulasi tingkat tinggi (pada otak) dan

stimulasi tingkat rendah (pada spinotalamikus). Stimulasi pada otak adalah

tindakan yang memungkinkan otak bekerja untuk mengurasi nyeri;

sedangkan stimulasi tingkat spinotalamikus adalah pemberian sejumlah

rangsangan pada tubuh untuk memengaruhi sensasi nyeri sebelum sampai

Page 69: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

50

di otak. Tindakan rangsangan pada tingkat spinotalamikus sesuai dengan

teori gerbang kendali nyeri (Anas Tamsuri, 2006: 44).

a. Penatalaksanaan farmakologis

Tiga jenis pengobatan yang biasa digunakan untuk mengendalikan

nyeri: analgesik non opioid, opioid, dan adjuvan. Adjuvan bukan

merupakan analgesik yang sebenarnya, tetapi zat tersebut dapat

membantu jenis-jenis nyeri tertentu, terutama nyeri kronis (Mickey

Stanley dan Patricia Gauntlett Beare, 2006: 293).

a) Non opioid

Asetaminofen (Tylenol) dan aspirin adalah dua jenis analgesik non

opioid (non narkotik) yang paling sering digunakan. Obat-obat ini

bekerja terutama pada tingkat perifer untuk mengurangi nyeri.

Efek analgesik dari obat-obat tersebut sama tetapi efek anti-

inflamasinya bervariasi. Asetaminofen biasanya tidak dapat

membantu menangani nyeri inflamasi seperti artritis reumatoid

atau osteoartritis karena asetaminofen hanya memiliki sedikit efek

anti inflamasi. Asetaminofen memiliki efek samping utama yaitu

hepatotoksik (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett Beare, 2006:

293 - 294).

Aspirin adalah salah satu obat anti inflamasi non steroid atau Non-

Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID)). Non-Steroidal

Anti-Inflammatory Drugs (NSAID) berkerja dengan menghambat

sintesis prostaglandin. Obat-obat Non-Steroidal Anti-Inflammatory

Drugs (NSAID) sangat efektif dalam menurunkan nyeri dan

Page 70: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

51

inflamasi pada banyak kondisi umum yang terjadi pada lansia:

artritis reumatoid, osteoartritis, nyeri punggung dan leher, nyeri

pasca operasi, sakit gigi, dan nyeri yang bermetastasis pada tulang.

Efek samping Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID)

yang paling sering adalah gangguan pada gastrointestinal.

Kemungkinan efek samping yang lain termasuk perdarahan

gastrointestinal, retensi cairan, dan komplikasi ginjal (Mickey

Stanley dan Patricia Gauntlett Beare, 2006: 294).

Banyak jenis dan kelas Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs

(NSAID) yang tersedia (merujuk America Pain Society). Beberapa

NSAID dianjurkan untuk lansia karena obat-obat tersebut kurang

menyebabkan iritasi gastrointestinal: salsalat (Disalcid), kolin

magnesium trisalisilat (Trilisate), diflunisal (Dolobid), dan

nabumeton (Relafen) (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett

Beare, 2006: 294).

Piroksikam (Feldene) adalah NSAID dengan waktu paruh panjang

yang dapat menimbulkan akumulasi masalah, terutama pada orang

yang mengalami disfungsi hepar atau ginjal. Indometasin

(Indocin) adalah NSAID lain yang tampaknya memiliki

peningkatan efek pada ginjal. Ke dua NSAID ini tidak dianjurkan

pada lansia (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett Beare, 2006:

294).

Page 71: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

52

b) Opioid

Analgesik opioid (narkotik) bekerja dengan cara melekatkan diri

pada reseptor-reseptor nyeri spesifik di dalam SSP. Opiod

direkomendasikan untuk nyeri sedang sampai berat. Terdapat dua

jenis opioid analgesik agonis murni (jenis morfin) dan campuran

agonis-antagonis pentazocin (Talwin), nalbufin (Nubain), dan

butorfanol (Stadol) (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett Beare,

2006: 295).

Campuran agonis-antagonis (Talwin, Nubain, Stadol) harus

dihindari bagi lansia karena akan memicu putus obat bagi

pengguna agonis murni, memiliki insidensi yang sangat tinggi

untuk terjadinya efek samping psikotomimetik (konfusi, kejang,

atau agitasi), dan satu-satunya agonis-antagonis yang tersedia

secara oral adalah pentazocin (Talwin) yang memiliki insidensi

efek psikotomimetik paling tinggi (Mickey Stanley dan Patricia

Gauntlett Beare, 2006: 295).

Morfin, oksikodon (Oxycotin), dan hidromorfon (Dilaudid)

dianjurkan diberikan secara oral untuk lansia yang sedang dalam

keadaan nyeri berat. Fentanil (koyo Duragesic) sangat berguna

untuk pasien rawat inap yang memiliki penyakit berat atau kronis

yang tidak dapat menelan. Kodein dan oksikodon (Percodan,

Tylox) dianjurkan untuk nyeri ringan sampai sedang (Mickey

Stanley dan Patricia Gauntlett Beare, 2006: 295).

Page 72: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

53

Dolofin (Methadone) dan levorfanol (Levodromoran) harus

dihindari untuk lansia karena obat-obat ini memiliki waktu paruh

yang panjang dan dapat berakumulasi dan menyebabkan sedasi

berlebihan dan masalah-masalah SSP yang lain. Meperidin

(Demerol) juga harus dihindari bagi lansia karena metabolit

aktifnya (normeperidin) dapat terakumulasi dengan pengulangan

dosis, yang menyebabkan toksisitas pada SSP (misalnya kedutan,

mati rasa, konfusi, halusinasi, dan kejang). Akumulasi ini lebih

cenderung terjadi pada lansia karena penurunan eliminasi obat-

obatan di dalam ginjal (Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett

Beare, 2006: 295).

c) Adjuvan

Adjuvan adalah obat yang bukan merupakan analgesik tetapi

masih memiliki peran penting dalam mengurangi nyeri. Obat-obat

ini dianjurkan terutama untuk nyeri kronis. Antidepresan trisiklik

efektif untuk nyeri neuropati, yang disebabkan oleh kerusakan

saraf pada SSP, seperti nyeri fantom pada tungkai, neuropati

diabetik, neuralgia trigeminal, kausalgia, dan nyeri pascastroke.

Tipe nyeri neuropati yang lain yang sering terjadi pada lansia

adalah neuralgia pascaherpetik atau herpes zoster. Obat

antikovulsan karbamazepin (Tegretol) telah diketahui efektif

dalam menangani nyeri neuropati (Mickey Stanley dan Patricia

Gauntlett Beare, 2006: 298).

Page 73: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

54

Antidepresan trisiklik harus diberikan sekali sehari pada jam-jam

tidur karena sedasi adalah efek samping yang sering terjadi. Efek

samping lain dari antikolinergik yang dapat terjadi adalah

pandangan kabur, mulut kering, retensi urine, dan hipotensi.

Nortriptilin (Pamelor) menyebabkan sedikit sedasi dan doksepin

(Sinequan) memiliki lebih sedikit efek antikolinergis daripada

trisiklik, sehingga ke dua obat antidepresan ini direkomendasikan

untuk lansia. Gunakan Endep dan Elavil secara hati-hati, karena

lebih banyak efek antikolinergik yang terlihat (Mickey Stanley

dan Patricia Gauntlett Beare, 2006: 298 – 299).

b. Penatalaksanaan non farmakologis

Penatalaksanaan Non Farmakologis menurut Anas Tamsuri (2006: 50

– 66) meliputi:

a) Stimulasi fisik

Penanganan nyeri dengan tindakan fisik dilakukan dengan tujuan

meningkatkan kenyamanan, memperbaiki adanya disfungsi fisik,

mengubah respon fisiologik, dan menurunkan kecemasan yang

berhubungan dengan imobilitas karena nyeri atau adanya

pembatasan aktivitas (Anas Tamsuri, 2006: 51).

Stimulasi fisik menurut Anas Tamsuri (2006: 51 – 60) meliputi:

(1) Stimulasi kulit

Stimulasi kulit dapat memberikan efek penurunkan nyeri yang

efektif. Tindakan ini mengalihkan perhatian klien sehingga

Page 74: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

55

klien berfokus pada stimulus taktil dan mengabaikan sensasi

nyeri, yang pada akhirnya dapat menurunkan persepsi nyeri

(Anas Tamsuri, 2006: 51).

Teknik stimulasi kulit meliputi:

(a) Masase

Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan

ketegangan otot, sehingga mampu memblok atau

menurunkan impuls nyeri. Masase kulit dapat dilakukan

dengan menggunakan ointment (balsem gosok) atau

liniment (obat cair gosok) yang mengandung mentol

untuk membantu mencapai pengurangan nyeri (Anas

Tamsuri, 2006: 52).

(b) Kompres panas atau kompres dingin

Kompres panas atau kompres dingin, selain menurunkan

sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses

penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan (Anas

Tamsuri, 2006: 54).

(c) Akupuntur

Acupressure dikembangkan dari ilmu pengobatan kuno

Cina dengan menggunakan sistem akupunktur. Terapis

memberikan tekanan jari-jari pada berbagai titik organ

tubuh seperti pada akupunktur (Anas Tamsuri, 2006: 51).

Akupunktur adalah terapi pelengkap menggunakan jarum

kecil untuk memulihkan kembali aliran energi (chi)

Page 75: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

56

dalam tubuh. Akupunktur dapat meredakan keluhan otot,

termasuk linu pinggul dan fibromialgia (Kim Daves,

2007: 200).

(d) Stimulasi kontralateral

Stimulasi kontralateral adalah memberi stimulasi pada

daerah kulit di sisi yang berlawanan dari daerah

terjadinya nyeri. Stimulasi kontralateral dapat berupa

garukan pada daerah yang berlawanan jika terjadi gatal,

menggosok (masase) jika kram (kejang), atau pemberian

kompres dingin atau panas serta pemberian balsem atau

obat cair gosok. Metode ini mungkin berguna jika daerah

yang mengalami nyeri tidak dapat disentuh karena

hipersensitif, tertutup perban atau gips atau ketika terjadi

nyeri bayang atau fantom (phantom pain) (Anas Tamsuri,

2006: 56 – 57).

(2) TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

Simulasi saraf elektris transkutan menggunakan satu unit

peralatan yang dijalankan dengan elektroda yang dipasang

pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, getaran,

atau mendengung pada area kulit tertentu (Anas Tamsuri,

2006: 57).

(3) Plasebo

Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam

bentuk yang dikenal oleh klien sebagai “obat” seperti kaplet,

Page 76: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

57

kapsul, cairan injeksi, dan sebaginya. Plasebo umumnya

terdiri atas gula, larutan salin normal, dan atau air biasa.

Plasebo tidak memiliki efek farmakologik, “obat” ini hanya

memberikan efek karena dikeluarkannya produk alamiah

(endogen) endorfin dalam sistem kontrol desenden; sehingga

menimbulkan efek penurunan nyeri. Harapan klien yang

positif terhadap pengobatan dapat meningkatkan keefektifan

medikasi atau intervensi lainnya. Semakin sering klien

mendapatkan informasi tentang keefektifan suatu terapi,

makin efektif intervensi tersebut nantinya. Hubungan perawat

– klien yang positif juga dapat memberi peran yang amat

penting dalam meningkatkan efek plasebo (Anas Tamsuri,

2006: 59 – 60).

b) Perilaku Kognitif

Perilaku kognitif menurut Anas Tamsuri (2006: 61 – 66) meliputi:

(1) Distraksi

Distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap

nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi

nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat

stimulus nyeri, jika seseorang menerima input sensori yang

berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke

otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien).

Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat

merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang

Page 77: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

58

dirasakan oleh klien menjadi berkurang (Anas Tamsuri, 2006:

61).

Macam-macam distraksi antara lain:

(a) Distraksi visual

Distraksi visual, antara lain melihat pertandingan,

menonton televisi, membaca koran, melihat

pemandangan dan gambar (Anas Tamsuri, 2006: 61).

(b) Distraksi pendengaran

Distraksi pendengaran, antara lain mendengarkan musik

yang disukai, atau suara burung serta gemercik air.

Individu dianjurkan untuk memilih musik yang tenang

dan disukai, dan diminta untuk berkonsentrasi pada lirik

dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk

menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti

bergoyang, mengetukan jari atau kaki (Anas Tamsuri,

2006: 62 – 63).

(c) Distraksi pernafasan

Anjurkan klien untuk memAndang fokus pada satu objek

atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan

melalui hidung dengan hitungan dari satu sampai empat

dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut

secara perlahan sambil menghitung satu sampai empat

(dalam hati). Anjurkan klien untuk berkonsentrasi pada

sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi

Page 78: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

59

ketenangan. Lanjutkan teknik ini hingga terbentuk pola

pernafasan yang ritmik (Anas Tamsuri, 2006: 62).

(d) Distraksi intelektual

Distraksi intelektual, antara lain dengan mengisi teka-teki

silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat

tidur) seperti mengumpulkan perangko dan menulis cerita

(Anas Tamsuri, 2006: 62).

(e) Distraksi taktil

Distraksi taktil merupakan latihan fisik, seperti senam

dan peregangan (Anas Tamsuri, 2006: 69).

(f) Teknik pernafasan

Teknik pernafasan seperti bermain, menyanyi,

menggambar, atau sembahyang (Anas Tamsuri, 2006:

62).

(g) Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah kegiatan klien membuat

suatu bayangan yang menyenangkan, dan

mengkonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta

berangsur-angsur membebaskan diri dari perhatian

terhadap nyeri (Anas Tamsuri, 2006: 63).

(2) Relaksasi

Tindakan relaksasi dapat dipandang sebagai upaya

pembebasan mental dan fisik dari tekanan dan stres. Relaksasi

otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan

Page 79: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

60

merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri

(Anas Tamsuri, 2006: 63 – 64).

(3) Umpan balik tubuh (biofeedback)

Umpan balik tubuh (biofeedback) adalah teknik mengatasi

nyeri dengan memberikan informasi kepada klien tentang

repons fisiologis tubuh terhadap nyeri yang dialami klien

(misalnya tekanan darah atau ketegangan otot serta EEG) dan

cara untuk mengendalikan secara involunter respons tersebut.

Dengan memberi informasi yang akurat tentang tekanan

darah, ketegangan otot, atau melihat monitor poligraf, klien

akan berusaha untuk mencapai relaksasi yang optimal,

sehingga nyeri yang dirasakan klien berkurang (Anas

Tamsuri, 2006: 65).

(4) Hipnosis

Teknik hipnosis termasuk dalam psikoterapi. Psikoterapi

dapat menurunkan nyeri klien, terutama pada klien yang

sangat sulit untuk mengontrol nyeri, klien yang mengalami

depresi, atau pada klien yang pernah mempunyai riwayat

psikiatri. Salah satu model pendekatan psikiatrik adalah

dengan membangun kerangka pikiran yang positif pada klien,

sebuah pendekatan yang mengajarkan klien untuk

membingkai kembali masalah yang dihadapi dengan

meningkatkan kesadaran sehingga dapat berespon terhadap

masalah tersebut (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 73).

Page 80: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

61

(5) Sentuhan terapeutik

Teknik yang digunakan adalah perawat melakukan meditasi

dalam waktu singkat sebelum kontak dengan klien. Pada

periode ini, perawat menyembunyikan tingkat energi internal,

kemudian meraba klien dan mentransmisikan energi

penyembuhan (Anas Tamsuri, 2006: 65).

Teknik ini dilakukan pada saat klien tidak merasa atau sedikit

merasa nyeri. Penjelasan yang diberikan dapat membantu

klien mengendalikan kecemasan dan meningkatkan toleransi

terhadap nyeri (Anas Tamsuri, 2006: 66).

4. Kompres Hangat

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada klien dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

tubuh tertentu yang memerlukannya (Mery Fanada dan Widyaiswara Muda,

2012).

a. Manfaat Kompres Hangat

Penggunaan panas, selain memberi efek mengatasi atau menghilangkan

sensasi nyeri, teknik ini juga memberikan reaksi fisiologis antara lain:

1) Meningkatkan respons inflamasi.

2) Meningkatkan aliran darah dalam jaringan.

3) Meningkatkan pembentukan edema.

(Anas Tamsuri, 2006: 54)

Page 81: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

62

Menurut Audrey Berman (2009: 402) Efek fisiologis kompres panas,

antara lain:

1) Vasodilatasi.

2) Meningkatkan permeabilitas kapiler.

3) Meningkatkan metabolisme selular.

4) Melaksasi otot.

5) Meningkatkan inflamasi; meningkatkan aliran darah ke suatu area.

6) Meredakan nyeri dengan merelaksasi otot.

7) Efek sedatif.

8) Mengurangi kekakuan sendi dengan menurunkan viskositas cairan

sinovial.

b. Variabel yang Mempengaruhi Toleransi Fisiologi Terhadap Panas

Variabel yang mempengaruhi toleransi fisiologi terhadap panas menurut

Audrey Berman (2009: 404), antara lain:

1) Bagian tubuh. Bagian punggung tangan dan kaki adalah bagian yang

tidak terlalu sensitif terhadap suhu. Sebaliknya, bagian dalam dari

pergelangan tangan dan lengan bawah, leher, dan area perineum adalah

bagian yang sensitif terhadap suhu.

2) Ukuran bagian tubuh yang terpajan. Semakin besar area yang terpajan

oleh panas, seakin rendah toleransinya.

3) Toleransi perseorangan. Individu yang sangat muda dan sangat tua

umumnya memiliki toleransi yang paling rendah. Individu yang

Page 82: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

63

memiliki kerusakan neurosensori mungkin memiliki toleransi yang

tinggi, tetap resiko cederanya juga lebih besar.

Suhu yang direkomendasikan untuk kompres panas menurut Audrey

Berman (2009: 403), yaitu:

a) Hangat kuku (27 – 370C) : mandi spons-alkohol.

b) Hangat (37 – 400C) : mandi dengan air hangat, bantalan

akuatermia.

c) Panas (40 – 460C) : berendam dalam air panas, irigasi,

kompres panas.

d) Sangat panas (> 460C) : kantong air panas untuk orang dewasa.

4) Lama pajanan. Individu paling merasakan kompres panas saat awal

kompres diberikan. Setelah jangka waktu tertentu, toleransi akan

meningkat.

Panas menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam 20 – 30 menit;

melanjutkan kompres melebihi 30 – 34 menit akan mengakibatkan

kongesti jaringan, dan pembuluh darah kemudian berkontriksi (Audrey

Berman, 2009: 403).

5) Keutuhan kulit. Area kulit yang cedera lebih sensitif terhadap variasi

suhu.

c. Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Kompres Hangat

Menurut Audrey Berman (2009: 403) Indikasi pilihan kompres panas

(indikasi terhadap efek panas), antara lain:

Page 83: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

64

(1) Spasme otot : merelaksasikan otot dan meningkatkan

kontraktilitasnya.

(2) Inflamasi : meningkatkan aliran darah, melunakkan eksudat.

(3) Nyeri : meredakan nyeri, kemungkinan dengan meningkatkan

relaksasi otot, meningkatkan sirkulasi, meningkatkan

relaksasi psikologis, dan merasa nyaman; bekerja

sebagai conterirritant.

(4) Kontraktur : mengurangi kontraktur dan meningkatkan rentang

pergerakan sendi dengan lebih memungkinkan

terjadinya distensi otot dan jaringan penyambung.

(5) Kaku sendi : mengurangi kaku sendi dengan menurunkan viskositas

cairan sinovial dan meningkatkan distensibilitas

jaringan.

Kondisi yang merupakan kontraindikasi pemberian kompres panas, yaitu:

(1) 24 jam pertama setelah cedera traumatik. Panas akan meningkatkan

perdarahan dan pembengkakan.

(2) Perdarahan aktif. Panas menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan

perdarahan.

(3) Edema noninflamasi. Panas meningkatkan permeabilitas kapiler dan

edema.

(4) Tumor ganas terlokalisasi. Karena panas mempercepat metabolisme

sel, pertumbuhan sel, dan meningkatkan sirkulasi, panas dapat

mempercepat metastase (tumor sekunder).

Page 84: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

65

(5) Gangguan kulit yang menyebabkan kemerahan atau melepuh. Panas

dapat membakar atau menyebabkan kerusakan kulit lebih jauh.

(Audrey Berman, 2009: 405)

Menurut Anas Tamsuri (2006: 54) penggunaan panas (aplikasi kompres

panas) sebaiknya dilakukan pada:

a. Trauma yang lebih dari 48 jam.

b. Sistitis.

c. Haemoroid.

d. Nyeri punggung.

e. Artritis.

f. Bursitis.

Penggunaan kompres panas dikontraindikasikan pada:

a. Trauma 12 – 24 jam pertama.

b. Perdarahan/edema.

c. Gangguan vaskular.

d. Pleuritis.

(Anas Tamsuri, 2006: 54)

Kondisi yang mengindikasi perlunya tindakan kewaspadaan khusus selama

pemberian kompres panas, yaitu:

Page 85: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

66

(1) Kerusakan neurosensori. Individu yang memiliki kerusakan sensori

tidak mampu merasakan bahwa panas tersebut merusak jaringan dan

beresiko mengalami luka bakar.

(2) Gangguan status mental. Individu mengalami konfusi atau perubahan

tingkat kesadaran membutuhkan pemantauan dan supervisi selama

pemberian kompres untuk memastikan keamanan terapi tersebut bagi

klien.

(3) Gangguan sirkulasi. Individu yang memiliki penyakit pembuluh darah

perifer, diabetes, atau gagal jantung kongestif kurang memiliki

kemampuan untuk menghilangkan panas melalui sirkulasi darah, yang

membuat mereka beresiko mengalami kerusakan jaringan akibat

kompres panas.

(4) Luka terbuka. Jaringan di sekitar luka terbuka lebih sensitif terhadap

panas.

(Audrey Berman, 2009: 405)

d. Pedoman Kompres Hangat

Pemahaman tentang respons adaptif reseptor termal, fenomena rebound,

efek sistemik, toleransi terhadap panas, dan kontraindikasi merupakan hal

yang penting ketika memberikan kompres panas (Audrey Berman, 2009:

402).

1) Adaptasi reseptor termal

Reseptor termal beradaptasi terhadap perubahan suhu. Ketika reseptor

hangat terpajan suhu yang tiba-tiba tinggi, pada awalnya reseptor

Page 86: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

67

terstimulasi dengan kuat. Stimulasi yang kuat ini menurun dengan

cepat selama beberapa detik pertama dan kemudian menjadi lebih

lambat selama setengah jam berikutnya atau lebih karena reseptor

beradaptasi terhadap suhu yang baru (Audrey Berman, 2009: 402).

Perawat perlu memahami respons adaptif ini ketika memberikan

kompres panas. Klien mungkin ingin mengubah suhu pada kompres

tersebut karena adanya perubahan sensasi termal setelah adaptasi.

Meningkatkan suhu kompres panas setelah adaptasi terjadi dapat

menyebabkan luka bakar yang serius (Audrey Berman, 2009: 402).

2) Fenomena rebound

Fenomena rebound terjadi pada saat efek terapeutik maksimal dari

kompres panas telah dicapai dan kemudian efek yang berlawanan

terjadi. Misalnya, panas menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam

20 – 30 menit; melanjutkan kompres melebihi 30 – 34 menit akan

mengakibatkan kongesti jaringan, dan pembuluh darah kemudian

berkontriksi dengan alasan yang tidak diketahui. Apabila kompres

panas terus dilanjutkan, klien beresiko mengalami luka bakar, karena

pembuluh darah yang berkontriksi tidak mampu membuang panas

secara adekuat melalui sirkulasi darah. Kompres harus dihentikan

sebelum fenomena rebound terjadi (Audrey Berman, 2009: 402 – 403).

3) Efek sistemik

Kompres panas diberikan pada area tubuh lokal, terutama pada area

tubuh yang luas, dapat meningkatkan curah jantung dan ventilasi paru.

Peningkatan tersebut adalah hasil vasodilatasi perifer yang berlebihan,

Page 87: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

68

yang mengalihkan sejumlah besar suplai darah dari organ dalam dan

menghasilkan penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah

yang signifikan dapat menyebabkan klien pingsan. Klien yang

memiliki penyakit jantung atau paru serta yang memiliki gangguan

sirkulasi seperti arteriosklerosis akan lebih retan terhadap efek

kompres ini dibanding orang sehat (Audrey Berman, 2009: 403 – 404).

4) Toleransi dan kontraindikasi

Berbagai bagian tubuh memiliki toleransi panas yang berbeda.

Toleransi fisiologis individu juga berbeda. Kondisi tertentu merupakan

kontraindikasi penggunaan kompres panas. Selain itu, beberapa

kondisi memerlukan tindakan kewaspadaan ketika memberikan terapi

kompres panas (Audrey Berman, 2009: 404).

e. Metode Kompres Hangat

Metode penggunaan kompres panas, antara lain:

1) Handuk waslap dicelupkan ke dalam air hangat dan diletakkan pada

bagian tubuh (handuk ditutup dengan plastik di sekitar daerah kompres

agar panas tidak menyebar keluar).

2) Menggunakan kantung atau buli-buli panas.

3) Mandi air panas.

4) Berjemur di sinar matahari.

5) Menggunakan selimut hangat, bantal panas.

Page 88: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

69

6) Menggunakan lampu penghangat, yaitu lampu 60 watt dengan leher

angsa yang diletakkan pada jarak 45 – 60 cm di daerah yang akan

diberikan aplikasi hangat.

(Anas Tamsuri, 2006: 55)

Perlu diketahui apabila suhu yang diaplikasikan terlalu tinggi akan

menimbulkan rasa tidak nyaman dan kurang memberikan efek penurunan

nyeri pada klien. Untuk itu, suhu perlu diatur, yaitu sekitar 520C pada

dewasa normal dan 40,5 – 460C pada klien dewasa yang tidak sadar (Anas

Tamsuri, 2006: 55).

f. Teknik Pemberian Kompres Hangat

Teknik pemberian kompres hangat menurut Audrey Berman, (2009: 404 –

408) yang sesuai dengan proses keperawatan kompres panas, antara lain:

1) Pengkajian

Kaji:

a) Kemampuan klien untuk mengenali kapan rasa dapat

menyebabkan cedera. Kaji apakah klien menyadari rasa panas

serta dapat membedakan suhu yang terlalu panas untuk tubuh.

b) Tingkatkan kesadaran dan kondisi fisik umum klien. Klien yang

sangat muda, sangat tua, tidak sadar, atau yang lemah tidak dapat

menoleransi panas dengan baik.

c) Area yang akan dikompres dengan memeriksa:

Page 89: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

70

(1) Perubahan integritas kulit, seperti adanya edema, memar,

kemerahan, lesi terbuka, adanya rabas dan perdarahan.

(2) Status sirkulasi (warna, suhu, dan sensasi). Jaringan yang

terasa dingin, berwarna pucat atau kebiruan, dan kurangnya

sensasi atau mati rasa mengindikasikan kerusakan sirkulasi.

(3) Tingkat ketidaknyamanan dan rentang pegerakan sendi jika

spasme otot atau nyeri sedang diterapi.

d) Denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Faktor ini penting

dikaji sebelum kompres panas diberikan pada area tubuh yang

luas.

2) Perencanaan

Sebelum memberikan kompres panas tentukan:

a) Apakah klien perlu menandatangani surat persetujuan tindakan

(jika surat persetujuan diperlukan, periksa surat tersebut pada

catatan klien).

b) Tipe kompres panas yang akan digunakan, suhu, dan durasi serta

frekuensi kompres (periksa program dokter jika perlu).

c) Protokol institusi tentang tipe perlengkapan yang digunakan, suhu

yang direkomendasikan, dan durasi kompres (periksa program

dokter jika perlu).

d) Waktu kompres diberikan.

Page 90: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

71

3) Implementasi

a) Jelaskan kepada klien apa yang akan Anda lakukan, mengapa hal

tersebut diperlukan, dan bagaimana klien dapat bekerjasama.

Diskusikan bagaimana hasilnya akan digunakan untuk

merencanakan perawatan atau terapi selanjutnya.

b) Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi yang

tepat.

c) Berikan privasi klien.

d) Berikan kompres panas.

Lokasi : Persendian tubuh (terutama persendian tubuh yang

sakit).

Suhu : Suhu air yang diberikan untuk klien dewasa normal 46 –

520C (Audrey Berman, 2009: 406).

Durasi : Panas menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam 20 –

30 menit; melanjutkan kompres melebihi 30 – 34 menit

akan mengakibatkan kongesti jaringan, dan pembuluh

darah kemudian berkontriksi. (Audrey Berman, 2009:

403)

Waktu : Dilakukan sebelum stretching.

Berikan perhatian khusus saat mengkaji area yang akan diterapi

dan ketika mengevaluasi efek terapi karena lansia memiliki

banyak kondisi yang merupakan presidposisi terjadinya cedera

pada pemberian kompres (Audrey Berman, 2009: 408).

Page 91: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

72

e) Letakkan kemasan pemanas pada tempatnya hanya selama jangka

waktu yang telah ditentukan guna menghindari fenomena

rebound.

f) Dokumentasikan pemberian kompres panas dan respon klien pada

catatan klien dengan menggunakan format atau daftar titik yang

disertai catatan narasi jika perlu.

4) Evaluasi

Lakukan pemeriksaan lanjutan pada klien untuk mengkaji efektivitas

terapi dan mengkaji adanya komplikasi. Hubungkan hasil yang didapat

dengan data pengkajian sebelumnya jika tersedia.

5. Stretching (Peregangan)

Stretching merupakan bentuk dari penguluran dan peregangan pada otot-otot

disetiap anggota badan biasanya dilakukan sebelum atau setelah berolahraga.

Kegiatan ini bertujuan membuat otot dan persendian menjadi fleksibel dan

elastik. Sehingga menjadi lebih mudah pada saat melakukan pergerakan dan

dapat mengurangi dampak cidera yang timbul saat berolahraga (Ukas Danaria,

2011).

Peregangan adalah penghubung penting antara kehidupan statis dan kehidupan

aktif. Peregangan membuat otot tetap lentur, membuat Anda siap bergerak, dan

membantu Anda beralih dari aktivitas kurang gerak ke aktivitas banyak gerak

tanpa menimbulkan ketegangan. Hal ini terutama penting bila Anda berlari,

Page 92: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

73

bermain tenis, atau melakukan olahraga keras lainnya, karena aktivitas seperti

ini bisa menyebabkan otot kaku. Melakukan peregangan sebelum dan sesudah

olahraga akan membuat otot Anda tetap lentur dan dapat mencegah cedera yang

umum terjadi, seperti masalah pada lutut akibat lari dan nyeri bahu atau siku

akibat bermain tenis (Bob Anderson, 2008: 11).

a. Manfaat Peregangan

Karena dapat merelaksasikan pikiran dan menyegarkan tubuh, peregangan

semestinya menjadi bagian dari keseharian Anda. Anda kan mengetahui

bahwa peregangan yang teratur akan membuahkan hasil-hasil sebagai

berikut:

1) Mengurangi ketegangan otot dan membuat tubuh terasa lebih relaks.

2) Membantu koordinasi dengan melakukan gerakan yang lebih bebas

dan lebih mudah.

3) Memperluas rentang gerak.

4) Membantu mencegah cedera seperti kram otot. (Otot yang kuat dan

lentur dapat menahan beban lebih baik daripada otot kuat tapi kaku.)

5) Membuat aktivitas yang berat, seperti berlari, bermain ski, bermain

tenis, berenang, dan bersepeda, menjadi lebih mudah dilakukan, karena

peregangan akan menyiapkan tubuh untuk beraktivitas; ini merupakan

cara memberi tahu otot bahwa sebentar lagi ia akan digunakan.

6) Membantu mempertahankan tingkat kelenturan Anda, sehingga

dengan berjalannya waktu, Anda tidak akan menjadi semakin kaku.

Page 93: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

74

7) Membangun kesadaran akan tubuh Anda; ketika meregangkan

berbagai bagian tubuh, Anda akan terfokus pada bagian-bagian

tersebut dan berkomunikasi dengannya; Anda mulai mengenali diri

sendiri.

8) Membantu mengendurkan kendali pikiran atas tubuh, sehingga tubuh

bergerak ‘demi dirinya sendiri’ dan bukan untuk kompetisi atau ego.

9) Merasa nyaman.

(Bob Anderson, 2008: 14)

b. Tahapan Peregangan pada Lansia

Menurut Bob Anderson (2008: 15) metode peregangan antara lain:

1) Peregangan ringan

Lakukan peregangan ringan selama 10 – 15 detik. Lakukan dengan

memakai tenaga, bukan sekedar menggerakan tubuh. Lakukanlah

hingga Anda merasakan tegangan ringan dan relakslah saat menahan

regangan. Otot yang terasa menegang seharusnya mereda saat Anda

menahan posisi tersebut. Jika tidak, kendurkan sedikit dan lakukan

sampai Anda merasakan tegangan yang nyaman. Peregangan ringan

akan mengurangi kekakuan dan ketegangan otot serta mempersiapkan

jaringan otot untuk peregangan lanjutan (Bob Anderson, 2008: 15).

2) Peregangan lanjutan

Setelah peregangan ringan, majulah perlahan ke peregangan lanjutan.

Sekali lagi, lakukan dengan memakai tenaga. Bergeraklah beberapa

sentimeter lebih jauh hingga Anda merasakan lagi tegangan ringan dan

Page 94: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

75

tahan selama 10 – 15 detik. Tetap jaga kendali gerakan Anda. Sekali

lagi, ketegangan harus mereda; jika tidak, kendurkan sedikit. Ingat:

jika ketegangan meningkat saat Anda menahan regangan dan atau

berubah menyakitkan berarti Anda melakukan peregangan secara

berlebihan. Peregangan lanjutan menyiapkan otot dan meningkatkan

kelenturan (Bob Anderson, 2008: 15).

c. Dosis Latihan

Dosis yang akan dibahas adalah FITT yang meliputi pengaturan frekuensi

(frequency), intensitas (intencity), durasi (time), dan macam (type) latihan.

Secara umum dosis dijabarkan sebagai berikut:

1) Frekuensi. Tiga atau lima kali perminggu.

2) Intensitas. Intensitas didasarkan atas beban latihan dan merupakan

faktor yang penting dalam program latihan. Bagi pemula dianjurkan

dengan intensitas lima puluh sampai enam puluh persen dari VO2

maks.

3) Durasi. Untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi kebugaran

jantung paru, harus berlatih pada zona latihan selama lima sampai

sepuluh menit dan diakhiri dengan pendinginan selama lima sampai

sepuluh menit.

4) Macam. Untuk mendapatkan kebugaran jasmani yang adekuat, jenis

latihan harus disesuaikan dengan manfaat yang diharapkan. Latihan

yang menggerakkan sebagian otot-otot besar pada panggul kaki secara

Page 95: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

76

ritmis dan berkesinambungan, sangat bermanfaat bagi kebugaran

jantung dan paru.

(Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 104 – 105)

d. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Latihan

Menurut Sri Surini Pudjiastuti (2003: 106) hal-hal yang perlu diperhatikan

selama latihan, antara lain:

1) Pilih program latihan yang cukup bermanfaat, aman dan sesuai dengan

kebutuhan atau tingkat kebugaran.

2) Mulai dengan perlahan, ringan, kemudian semakin ditingkatkan.

3) Jangan berlatih jika merasa tidak sehat.

4) Latihan fisik jangan dilakukan satu sampai dua jam setelah makan,

jangan pada cuaca panas dan kelembaban tinggi. Hindari kram dengan

banyak minum ditambah garam dapur.

5) Hentikan kebiasaan merokok dan minuman keras.

6) Jangan duduk segera setelah latihan.

7) Jangan mandi air dingin setelah berlatih.

e. Teknik Stretching bagi Lansia ≥ 60 tahun

Kurang lebih 7 menit.

Berikut ini rangkaian peregangan untuk membantu memulihkan dan

menjaga kelenturan menurut Bob Anderson (2008: 136 – 137).

1) Peregangan untuk punggung bawah, pinggul, pangkal paha dan paha

belakang dengan Teknik PNF: Kontraksikan – Relaksasikan –

Page 96: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

77

Regangkan. Kemudian, berdiri dengan posisi lutut tertekuk dan tumit

datar, jari kaki mengarah lurus ke depan, dan ke dua telapak kaki

terpisah selebar bahu. Tahan selama 30 detik. Pada posisi lutut

tertekuk ini, Anda mengkontraksikan paha depan (quadriceps) dan

merelaksasi paha belakang (hamstring). Fungsi utama paha depan

adalah untuk menegakkan kaki. Fungsi utama paha belakang adalah

untuk menekuk lutut. Karena ke dua otot ini menjalankan fungsi yang

berlawanan, mengkontraksikan paha depan akan merelaksasi paha

belakang (Bob Anderson, 2008: 65).

Saat Anda menahan posisi lutut tertekuk ini, rasakan perbedaan antara

bagian depan dan belakang paha Anda. Paha depan akan terasa keras

dan kencang, sementara paha belakang akan terasa lembut dan relaks.

Paha belakang akan lebih mudah diregangkan bila di relaksasikan

terlebih dahulu. Lakukan 10 – 30 detik untuk lansia (Bob Anderson,

2008: 65).

2) Setelah menahan posisi lutut tertekuk, berdirilah dan kemudian

membungkuk lagi dengan lutut sedikit menekuk (2,5 cm). Jangan

tergesa. Anda kini mungkin sudah mengalami kemajuan. Tahan selama

10 – 15 detik (Bob Anderson, 2008: 65).

Ingatlah untuk selalu menekuk lutut ketika bangkit. Ini mengurangi

ketegangan di punggung bawah. Anda harus berada dalam posisi

nyaman dan stabil saat melakukan peregangan (Bob Anderson, 2008:

66).

Page 97: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

78

Anda akan merasakan bahwa lebih mudah menahan regangan ini jika

bobot tubuh dapat didistribusikan ke lengan dan kaki. Jika Anda tidak

mampu menyentuh ibu jari kaki (atau pergelangan) dengan lutut

sedikit menekuk (banyak orang tidak bisa), gunakan tangga atau

bangku pendek, atau tumpuan buku untuk menaruh tangan Anda.

Temukan keseimbangan antara tangan dan kaki sehingga Anda dapat

relaks. Lakukan 10 – 15 detik untuk lansia (Bob Anderson, 2008: 65).

3) Untuk meregangkan betis, berdirilah agak jauh dari penyangga dan

menyandarlah padanya dengan lengan depan, sementara kepala

bersandar di tangan. Tekuk satu kaki dan letakkan telapaknya di lantai

di depan Anda, sementara kaki yang lain lurus. Perlahan-lahan

gerakkan pinggul ke depan sambil menjaga punggung bawah tetap

rata. Pastikan tumit kaki yang liris tetap berada di lantai, dengan jari

kaki mengarah ke depan atau agak miring ke dalam. Tahan regangan

ringan selama 10 – 15 detik. Jangan tergesa. Sekarang regangkan kaki

lainnya. Lakukan 10 – 20 detik untuk lansia (Bob Anderson, 2008: 82).

4) Untuk meregangkan paha belakang dan lutut, pegang ujung telapak

kaki kanan dengan tangan kiri dan perlahan-lahan tarik tumit kearah

bokong. Lutut menekuk ke dalam sudut alami saat Anda memegang

kaki dengan tangan yang berlawanan. Gerakan ini baik dipakai untuk

mengatasi masalah lutut. Tahan selama 10 – 20 detik untuk masing-

masing kaki (Bob Anderson, 2008: 86).

Variasi: Peregangan ini juga dapat dilakukan dengan tengkurap.

Pastikan peregangan ini tidak menyakitkan. Jangkau tangan ke

Page 98: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

79

belakang dan peganglah ujung telapak kaki lawannya di antara sendi

pergelangan kaki dan jari kaki. Dengan lembut tarik tumit ke arah

tengah bokong. Tahan selama 10 – 15 detik. Lakukan 10 detik untuk

lansia (Bob Anderson, 2008: 68).

5) Berdirilah di ambang pintu dan letakkan ke dua tangan setinggi bahu

di kedua sisi ambang pintu. Gerakkan badan atas ke depan hingga

terasa regangan yang nyaman di ke dua lengan dan dada. Jaga dada

dan kepala tetap tegap dan lutut sedikit menekuk ketika melakukan

peregangan ini. Tahan selama 15 detik. Lakukan 15 – 20 detik untuk

lansia (Bob Anderson, 2008: 57).

6) Teknik PNF: Kontraksikan – relaksasikan – Regangkan. Berdirilah

dengan lutut sedikit menekuk dan kaki di buka selebar bahu. Pegang

siku kanan dengan tangan kiri. Gerakkan siku kanan ke arah bawah

sambil melawan gerakan ini dengan tangan kiri (kontraksi isometrik)

selama 3 – 4 detik. Setelah relaks beberapa saat, perlahan tarik siku ke

samping, di belakang kepala, hingga terasa regangan ringan di lengan

belakang atas seperti pada peregangan sebelumnya. Tahan selama 10 –

15 detik. Ulangi pada sisi yang lain (Bob Anderson, 2008: 54).

Mulailah dengan posisi berdiri dan lutut sedikit menekuk. Tekuk siku

kanan dan letakkan lengan di belakang kepala. Pegang siku kanan

dengan tangan kiri. Untuk meregangkan daerah ketiak dan bahu,

gerakkan kepala ke belakang ke arah lengan kanan, hingga terasa

sedikit regangan. Tahan selama 10 – 15 detik. Lakukan untuk ke dua

sisi. Lakukan 8 – 10 detik untuk lansia (Bob Anderson, 2008: 54).

Page 99: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

80

7) Sekarang jalin jari-jari tangan di atas kepala. Dengan telapak

menghadap ke atas, dorong ke dua lengan sedikit ke belakang dan ke

atas. Rasakan regangan pada lengan, bahu, dan punggung atas. Tahan

selama 15 detik. Jangan menahan nafas. Peregangan ini baik dilakukan

di mana saja, kapan saja, dan sangat baik untuk bahu yang merosot.

Bernafaslah dalam-dalam. Lakukan 10 – 15 detik untuk lansia (Bob

Anderson, 2008: 56).

8) Cara lain untuk meregangkan pangkal paha yang kaku adalah dengan

duduk menyandar pada dinding atau kursi; apa pun yang dapat

menyangga. Dengan punggung lurus dan ke dua telapak kaki

menangkup, gunakan tangan untuk mendorong lembut bagian paha

dalam (bukan di lutut, tetapi di atasnya). Dorong perlahan sampai

terasa regangan yang enak dan merata. Relaks dan tahan selama 20 –

30 detik. Lakukan 10 – 15 detik untuk lansia (Bob Anderson, 2008:

65).

9) Tangkupkan telapak kaki dan berpeganglah pada jari-jari kaki Anda.

Pelan-pelan dorong tubuh ke depan, condongkan dari pinggul hingga

Anda merasakan regangan yang enak di pangkal paha. Anda juga

mungkin merasakan regangan di punggung. Tahan selama 20 detik.

Jangan memulai gerak dari kepala dan bahu saat melakukan regangan

ini. Mulailah gerakan dari pinggul. Jagalah siku agar tetap di sisi luar

kaki agar Anda stabil dan seimbang. Kontraksikan otot perut Anda

secara perlahan saat miring ke depan; ini akan meningkatkan

Page 100: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

81

kelenturan Anda untuk mencondongkan tubuh ke depan (Bob

Anderson, 2008: 68).

Jika Anda sulit mencondongkan tubuh Anda ke depan, tumit Anda

mungkin terlalu dekat dengan pangkal paha. Jika demikian, kaki

menjauh ke hadapan Anda. Ini memungkinkan Anda menggerakkan

tubuh ke depan dari pinggul (Bob Anderson, 2008: 69).

Variasi jika Anda kaku di daerah pangkal paha. Peganglah telapak kaki

dengan satu tangan, taruh siku di sisi dalam betis untuk menahan dan

menstabilkan kaki. Sekarang, dengan menggunakan tangan lain yang

disisi dalam betis (bukan di lutut), perlahan-lahan tekan kaki ke bawah

untuk meregangkan sisi pangkal paha ini. Jika bagian pangkal paha

Anda yang kaku, ini adalah peregangan yang baik yang akan

melenturkan daerah ini dan membuat lutut jauh lebih alami ke bawah.

Lakukan untuk ke dua kaki. Tahan selama 10 – 15 detik. Lakukan 10 –

20 detik untuk lansia (Bob Anderson, 2008: 69).

10) Duduklah dengan kaki kanan lurus. Tekuk lutut kiri menyilang keluar

lutut kanan. Tarik lutut melintasi tubuh ke arah bahu yang berlawanan

hingga Anda merasakan rengangan ringan di pinggul samping. Tahan

20 – 30 detik. Lakukan di ke dua sisi (Bob Anderson, 2008: 71).

Duduklah dengan kaki kanan lurus. Tekuk lutut kiri menyilang keluar

lutut kanan. Tarik lutut melintasi tubuh ke arah bahu yang berlawanan

hingga Anda merasakan rengangan ringan di pinggul samping. Tahan

20 – 30 detik. Lakukan di ke dua sisi. Lakukan 10 – 20 detik untuk

lansia (Bob Anderson, 2008: 71).

Page 101: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

82

11) Duduklah dengan ke dua kaki lurus dan telapak kaki mengarah ke atas,

tumit terpisah tidak lebih dari 15 cm. Membungkuklah dari pinggul

untuk merasakan regangan ringan. Tahan selama 10 – 15 detik. Anda

mungkin akan merasakan regangan tepat di belakang lutut dan paha

bawah. Anda juga mungkin merasakan regangan di punggung bawah

jika punggung Anda kaku (Bob Anderson, 2008: 66).

Jangan menundukan kepala ke depan saat memulai peregangan ini.

Jagalah pinggul agar tidak melengkung ke belakang. Condongkan

tubuh dari pinggul tanpa membuat punggung atas melengkung (Bob

Anderson, 2008: 67).

Anda mungkin harus duduk menyandar ke dinding untuk menjaga agar

punggung tetap rata. Posisi ini sendiri mungkin sudah merupakan

peregangan yang memadai jika badan Anda sangat kaku. Jika Anda

sulit relaks saat melakukan peregangan ini, gunakan handuk sebagai

alat bantu. Tarik tubuh ke depan (perlahan) dari pinggul hingga titik

dimana Anda dapat merasakan relaks dan tetap merasakan peregangan.

Gunakan tangan untuk menarik tubuh ke depan. Temukan regangan

yang pas. Berhati-hatilah, jangan meregang berlebihan (Bob Anderson,

2008: 67).

Jika sulit melakukan peregangan ini dengan posisi duduk, lakukan

peregangan yang sama dengan cara berbaringlah dan angkat kaki ke

atas dengan sudut 900 dari sendi paha. Jaga punggung tetap rata

dilantai. Tahan selama 15 – 20 detik. Ulangi pada kaki yang lain. Jika

perlu berpeganglah pada paha belakang untuk menghasilkan regangan.

Page 102: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

83

Atau taruh handuk melingkari telapak kaki dan tarik dengan lembut.

Regangkan sampai terasa nyaman. Anda juga dapat meletakkan bantal

di bawah kepala agar lebih nyaman. Lakukan 10 – 15 detik untuk

lansia (Bob Anderson, 2008: 68).

12) Biarkan tubuh relaks, dengan ke dua lutut menekuk dan telapak kaki

menangkup. Posisi nyaman ini akan meregangkan pangkal paha Anda.

Tahan selama 30 detik. Biarkan tarikan gravitasi meregangkan tubuh

Anda. Anda boleh menaruh bantal kecil di belakang kepala agar

nyaman. Lakukan 20 – 30 detik untuk lansia (Bob Anderson, 2008:

32).

13) Untuk mengurangi ketegangan di leher: Sambil berbaring di lantai,

Anda dapat meregangkan tulang belakang (spine) atas dan leher. Jalin

jari-jari tangan di belakang kepala, kira-kira sejajar dengan telinga.

Perlahan tarik kepala ke depan hingga terasa sedikit regangan di leher

belakang. Tahan 3 – 5 detik, kemudian perlahan kembali ke posisi

awal. Lakukan ini 3 – 4 kali untuk melonggarkan tulang belakang

bagian atas dan leher secara bertahap. Biarkan rahang Anda relaks

(gigi belakang sedikit terpisah) dan tetaplah bernafas. Lakukan 3 – 5

detik 2 kali untuk lansia (Bob Anderson, 2008: 34).

14) Berbaring, tarik kaki kiri ke arah dada. Jaga bagian kepala belakang

tetap di matras jika memungkinkan, tetapi jangan tegang. Jika Anda

tidak dapat melakukannya dengan kepala di bawah, letakkan bantal

kecil di bawah kepala. Jaga kaki yang lain selurus mungkin, tanpa

mengunci lutut. Tahan selama 30 detik. Lakukan di ke dua sisi. Ini

Page 103: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

84

akan melemaskan otot punggung dan paha belakang. Lakukan 20 – 30

detik untuk lansia (Bob Anderson, 2008: 73).

15) Angkat kedua lutut, telapak kaki di lantai. Jalin jari-jari tangan di

belakang kepala dengan lengan di lantai. Sekarang angkat kaki kiri ke

atas kaki kanan. Kemudian, gunakan kaki kiri untuk menarik kaki

kanan ke arah lantai hingga terasa regangan di sepanjang pinggul

samping atau punggung bawah. Relaks, jaga agar punggung atas,

kepala belakang, bahu, dan siku menempel di lantai. Tahan selama 10

– 20 detik. Tujuannya bukanlah untuk menyentuh lantai dengan lutut

kanan, tetapi melakukan peregangan semampu Anda. Ulangi

peregangan ke sisi yang lain: silangkan kaki kanan ke atas kaki kiri

dan tarik ke kanan. Keluarkan nafas ketika Anda akan melakukan

peregangan, kemudian bernafaslah secara teratur saat sedang

melakukan peregangan. Lakukan 10 – 15 detik untuk lansia (Bob

Anderson, 2008: 32 – 33).

16) Peregangan memanjang: Rentangkan ke dua lengan di atas kepala

dan luruskan kaki. Kemudian panjangkan sejauh mungkin ke dua

tangan dan kaki Anda ke arah berlawanan namun tetap nyaman. Tahan

regangan ini selama 5 detik, kemudian relaks (Bob Anderson, 2008:

37).

Page 104: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

85

Gambar 2.1 Stretching Ekstremitas Bawah

B. Penelitian Terkait

Penelitian ini terkait dengan jurnal STIKes RS. Baptis Volume 3, Edisi 1 Juli 2010,

berjudul “Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching) terhadap Penurunan Nyeri

Sendi Ekstremitas Bawah pada Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia

Bakti Kediri” oleh Yohanita Pamungkas. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa

sebelum diberikan latihan gerak kaki (stretching) terdapat 7 responden (20%)

dengan nyeri ringan, 20 responden (51%) dengan nyeri sedang, dan 9 responden

(22,9%) dengan nyeri parah. Setelah dilakukan latihan gerak kaki (stretching)

terdapat 33 responden (94,2%) yang mengalami penurunan nyeri sendi ekstremitas

bawah. Hasil uji statistik Wilcoxon Match Pair Test dengan tingkat kemaknaan p =

0,00, hal ini berarti terdapat pengaruh latihan gerak kaki (stretching) terhadap

Page 105: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

86

penurunan nyeri sendi ekstremitas bawah pada lansia di posyandu lansia Sejahtera

GBI Setia Bakti Kediri.

Penelitian ini juga terkait dengan jurnal Nursing Studies Universitas Diponegoro,

Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, berjudul “Pemberian Intervensi Senam Lansia

pada Lansia dengan Nyeri Lutut di Unit Rehabilitasi Sosial Margo Mukti Kabupaten

Rembang” oleh Afifka Dyah Ayu D. dan Bambang Edi Warsito. Hasil penelitian ini

didapatkan bahwa senam lansia efektif untuk mengatasi nyeri lutut pada lansia.

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa lansia dengan jenis

kelamin perempuan sebanyak 9 lansia (60%) dan laki-laki sebanyak 6 lansia (40%).

Hasil penelitian berdasarkan usia menunjukkan bahwa lansia dengan usia 61-75

tahun sebanyak 12 lansia (80%) dan lansia dengan usia 55 – 60 tahun sebanyak 3

lansia (20%). Hasil penelitian sesudah dilakukan terapi senam lansia menunjukkan

bahwa sebesar 86,7% lansia memiliki skala nyeri 0 atau tidak nyeri dan 13,33%

lansia mempunyai skala nyeri 1 atau skala nyeri ringan. Hasil uji statistik Wilcoxon

diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti sig<α=(0,05). Nilai signifikansi 0,001 <

0,05 artinya hipotesa diterima. Kesimpulannya pemberian terapi senam lansia

efektif mengatasi nyeri lutut pada lansia. Pemberian terapi senam lansia ini dapat

digunakan oleh siapapun tanpa mengeluarkan uang. Sebagai perawat komunitas

terapi senam lansia dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas mutu pelayanan

kesehatan lansia di suatu instansi. Terapi senam lansia efektif dalam mengurangi

nyeri lutut pada lansia.

Page 106: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

87

Penelitian ini terkait dengan penelitian Mery Fanada danWidyaiswara Muda, Badan

Diklat Provinsi Sumatera Selatan, yang berjudul “Pengaruh Kompres Hangat dalam

Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang Mengalami Nyeri Rematik di Pati Sosial

Tresna Werdha Teratai Palembang Tahun 2012”. Hasil penelitian ini didapatkan

bahwa karakteristik responden rematik diketahui yang tidak sekolah yaitu 35% dan

berpendidikan rendah yaitu 65%, yang tidak bekerja lebih banyak dibandingkan

dengan yang bekerja yaitu 85%, dan umur responden semua ≥ 60 tahun, serta

karakteristik jenis kelamin laki-laki 40% dan perempuan 60%. Tingkat nyeri

rematik pada lansia sebelum dilakukan kompres hangat sebanyak 20 responden

dengan nilai rata-rata 2,45, yaitu nyeri lebih menyakitkan dengan skala nyeri 2

sebanyak 11 responden (55%) kemudian nyeri lebih menyakitkan lagi dengan skala

nyeri 3 sebanyak 9 responden (45%). Tingkat nyeri rematik pada lansia sesudah

dilakukan kompres hangat sebanyak 20 responden dengan nilai rata-rata 0,20, yaitu

tidak nyeri dengan skala nyeri 0 sebanyak 16 responden (80%) kemudian nyeri

sedikit menyakitkan dengan skala nyeri 2 sebanyak 4 responden (20%).

Berdasarkan uji statistik menunjukkan (p value = 0.000, α = 0.05), maka didapatkan

ada perbedaan yang signifikan antara pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan

kompres hangat dengan pengukuran nyeri sesudah dilakukan kompres hangat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan kompres hangat yang dilakukan sesuai

dengan aturan dapat menurunkan tingkat nyeri pada lansia yang mengalami nyeri

rematik.

Page 107: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

DAN DEFINISI OPERASIONAL

Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori yang telah dijabarkan pada bab

sebelumnya, maka dikembangkan suatu “kerangka konsep penelitian”. Pada bab ini akan

dibahas kerangka konsep penelitian yang terdiri dari: variabel dependen, variabel

independen, variabel perancu (confounding), hipotesis dan definisi operasional.

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari

hal-hal khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat

langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk atau

yang lebih dikenal dengan nama variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2010: 100).

Pada penelitian ini akan dikaji tentang pengaruh kompres hangat dan stretching

terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

88

Page 108: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

89

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 3.1 Kerangka Konseptual

Variabel penelitian

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu

dampak pada variabel dependen. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati,

dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variable lain.

Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau

intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah

laku klien (Nursalam, 2009: 97).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kompres hangat dan stretching.

Variabel dependen variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel

respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain. Dalam

ilmu tingkah laku variabel terikat adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu

organisme yang dikenai stimulus. Dengan kata lain, variabel terikat adalah faktor

Kompres hangat dan stretching

Skala nyeri sendi

Variabel Perancu (Confounding):- Usia- Jenis kelamin- Lokasi nyeri

Page 109: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

90

yang diamati dan diukur untuk menentukan adanya hubungan atau pengaruh dari

variabel bebas (Nursalam, 2009: 98).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah skala nyeri sendi.

Variabel perancu (confounding) adalah variabel yang nilainya ikut menentukan

variabel baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Nursalam, 2009: 98).

Variabel perancu (confounding) dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,

dan lokasi nyeri.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Hasil suatu penelitian

pada hakikatnya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah

dirumuskan. Jadi hipotesis di dalam penelitian berarti jawaban sementara penelitian,

patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesis

ini dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Setiadi, 2007: 119).

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak ada pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan

skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

Page 110: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

91

Ha : Ada pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan skala

nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya

menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini

merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin

menggunakan variabel yang sama. Definisi operasional merupakan penjelasan

semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional

sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian

(Setiadi, 2007: 165).

Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

No Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala ukur

1. Variabel dependen

Skala nyeri sendi

Perubahan respon responden terhadap rasa nyeri sendi pada awal dan akhir penelitian.

Peneliti mengisi lembar observasi kelompok perlakuan dan lembar observasi kelompok kontrol (pre/post) yang berisi respon fisiologis yang ditampilkan oleh klien secara objektif.

Lembar observasi kelompok perlakuan dan lembar observasi kelompok kontrol (pre/po

Jika jawaban: 1. Menurun:

terdapat penurunan skala nyeri menurut skala lima tingkat

2. Tetap: tidak terdapat penurunan skala nyeri menurut Skala lima

Ordinal

Page 111: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

92

st). tingkat3. Meningkat:

terdapat peningkatan skala nyeri menurut Skala lima tingkat

3. Variabel independen

Kompres hangat

Teknik stimulasi kulit terhadap nyeri sendi pada responden yang dilakukan dengan cara mengkompres sendi (terutama sendi yang sakit) menggunakan handuk kecil hangat selama dua minggu dengan frekuensi 5 kali seminggu dengan durasi 20 menit sebelum memulai stretching dengan suhu 460C.

Peneliti melakukan perlakuan kompres hangat pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

Termometer

air

Melakukan kompres hangat

-

Stretching Teknik distraksi taktil pada responden nyeri sendi yang

Peneliti melakukan perlakuan stretching pada lansia di wilayah RW 03,

- Melakukan stretching

-

Page 112: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

93

dilakukan selama dua minggu dengan frekuensi 5 kali seminggu dengan durasi 7 menit.

Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

3. Variabel perancu (confounding)

Usia Lama hidup responden sejak lahir hingga ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam tahun

Responden diminta mengisi kuesioner secara pasif untuk semua pertanyaan pada kuesioner, bila ada yang kurang jelas responden diminta mengkonfirmasi pada penelitian.

Kuesioner

Menurut WHO (1999) jika jawaban:1. Elderly: 60

– 74 tahun2. Old: 75 –

90 tahun3. Very old:

>90 tahun

Ordinal

Jenis Kelamin

Kondisi perbedaan gender responden yang dibawa sejak lahir

Responden diminta mengisi kuesioner secara pasif untuk semua pertanyaan pada kuesioner, bila ada yang kurang jelas responden diminta mengkonfirmasi pada penelitian

Kuesioner

Jika jawaban:1. Laki-laki2. Perempuan

Nominal

Lokasi nyeri Letak atau tempat atau bagian dimana sendi terasa nyeri.

Responden diminta mengisi kuesioner secara pasif untuk semua pertanyaan pada kuesioner, bila ada yang kurang

Kuesioner

Jika jawaban:1. Sendi

ekstremitas atas : sendi leher, sendi bahu, sendi siku, sendi pergelangan

Ordinal

Page 113: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

94

jelas responden diminta mengkonfirmasi pada penelitian.

tangan, sendi tangan dan jari-jari tangan.

2. Sendi estremitas bawah : sendi panggul, sendi lutut, sendi mata kaki, sendi pada telapak dan jari-jari kaki.

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Page 114: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

95

Page 115: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa

sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Desain

penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai

tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan

tersebut. Desain penelitian membantu peneliti untuk mendapatkan jawaban dari

pertanyaan penelitian yang sahih, objektif, akurat serta hemat (Setiadi, 2007: 127).

Rancangan atau desain yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis rancangan

penelitian Quasi-Eksperiment Non Equivalent Pretest-Posttest Control Group

Design atau disebut juga Non Randomized Control Group Pretest-Posttest Design,

dengan tujuan mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan

kelompok kontrol di samping kelompok eksperimental. Tapi pemilihan ke dua

kelompok ini tidak menggunakan teknik acak. Rancangan ini biasanya

menggunakan kelompok subjek yang telah terbentuk secara wajar (teknik rumpun),

sehingga sejak awal bisa saja ke dua kelompok subjek telah memiliki

96

Page 116: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

97

karakteristik yang berbeda. Apabila pada pasca-tes ternyata ke dua kelompok itu

berbeda, mungkin perbedaannya bukan disebabkan oleh perlakuan tetapi karena

sejak awal kelompok awal sudah berbeda. Dalam rancangan ini, kelompok

eksperimental diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak. Pada ke dua

kelompok perlakuan diawali dengan pra-tes, dan setelah pemberian perlakuan

diadakan pengukuran kembali (pasca-tes) (Nursalam, 2009: 86 – 87).

Adapun bentuk rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tesK-AK-B

OO

Time 1

I-

Time 2

O1-AO1-B

Time 3

Tabel 4.1 Rancangan Quasi-Eksperiment Non EquivalentPretest-Posttest Control Group Design

Keterangan :

K-A : Subjek (lansia) perlakuan.

K-B : Subjek (lansia) control.

- : aktivitas lainnya (selain kompres hangat dan stretching yang telah

diprogramkan).

O : Observasi skala nyeri sendi ekstremitas bawah sebelum kompres

hangat dan stretching.

I : Intervensi (kompres hangat dan stretching).

O1 (A+B) : Observasi skala nyeri sendi ekstremitas bawah setelah kompres

hangat dan stretching (kelompok perlakuan dan kontrol).

Page 117: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

98

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti. Populasi dapat

dibedakan menjadi dua katagori, yaitu populasi target, yaitu seluruh unit

populasi dan populasi survey, yaitu sub unit dari populasi target. Sub unit dari

populasi survei untuk selanjutnya menjadi sampel penelitian (Setiadi, 2007:

175)

Populasi dalam penelitian ini adalah para lansia penderita nyeri sendi di

wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

tahun 2013. Jumlah lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013 sebanyak 103 orang lansia,

dengan 57 orang lansia menderita nyeri sendi (55,3%)

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Dengan kata lain, sampel adalah elemen-

elemen populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan mewakilinya (Setiadi,

2007: 177).

Sampel dalam penelitian ini adalah para lansia penderita nyeri sendi di wilayah

RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013

yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi.

Page 118: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

99

a. Kriteria sampel

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2009: 92).

a) Penderita nyeri sendi dengan usia ≥ 60 tahun yang ditemui pada

saat penelitian.

b) Penderita nyeri sendi yang bersedia untuk menjadi responden.

c) Penderita nyeri sendi yang dapat memberikan informasi untuk

melengkapi data dalam penelitian.

2) Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah hal-hal yang menyebabkan sampel dapat

memenuhi kriteria tidak diikutsertakan dalam penelitian (Nursalam,

2009: 92).

a) Penderita nyeri sendi dengan gangguan kardiovaskuler, seperti

hipertensi berat, stroke, dekompensasio kordis, kelainan katup

jantung, dan angina pektoris.

b) Penderita nyeri sendi yang mengalami komplikasi, seperti fraktur,

tumor ganas terlokalisasi, perdarahan aktif, edema non inflamasi,

gangguan kulit yang menyebabkan kemerahan atau melepuh, dan

deformitas.

c) Penderita nyeri sendi yang sedang menjalani terapi medis maupun

tradisional.

d) Penderita nyeri sendi yang mengkonsumsi obat pereda nyeri.

Page 119: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

100

b. Besar sampel

A. Aziz Alimul Hidayat (2011: 80) menyatakan rumus yang dapat

digunakan dalam penelitian eksperimental adalah :

Keterangan:

t = banyak kelompok perlakuan

n = jumlah sampel

Penghitungan :

( t-1 ) ( n-1 ) ≥ 15 = ( 2-1 ) ( n-1 ) ≥ 15

= 1 ( n-1 ) ≥ 15

= ( n-1 ) ≥ 15

= n ≥ 15 + 1

= n ≥ 16

Heru Subaris Kasjono dan Yasril (2009: 104) menyatakan untuk

menghindari dropout, loss of follow up, atau subjek yang tidak taat, maka

perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung, dengan

menambahkan sejumlah subjek agar besar sampel tetap terpenuhi dengan

formula:

( t-1 ) ( n-1 ) ≥ 15

n’ = n/(1-f)

Page 120: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

101

Keterangan:

n = besar sampel yang dihitung

f = perkiraan proporsi drop out

Sebagai contoh peneliti mengambil perkiraan proporsi drop out 10%, jadi

perhitungan jumlah sampel:

n’ = n/(1-f)

= 16/(1-0,1)

= 17,8

= 18 orang sampel

Total sampel yang digunakan sebanyak 18 orang untuk masing-masing

kelompok.

c. Cara pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik non

probability sampling dengan metode purposive sampling, yaitu suatu

teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi

sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam,

2009: 94).

Page 121: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

102

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan

Cakung, Jakarta Timur. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena tempat

tersebut memiliki kriteria sampel penelitian, disamping itu lokasi ini mudah

dijangkau peneliti.

2. Waktu penelitian

Waktu yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini terdiri

dari 8 tahapan yaitu penyusunan proposal, penyusunan

instrumen, persiapan lapangan, uji coba instrumen,

pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan

penyusunan laporan (Soekidjo Notoatmodjo, 2010: 88).

Tahap penyusunan proposal dilakukan pada awal bulan

September 2012, tahap penyusunan instrumen, tahap

persiapan lapangan, dan uji coba instrumen dilakukan pada

awal bulan Maret 2013, sedangkan tahap pengumpulan data

dilakukan pada akhir bulan Maret dan awal bulan April 2013,

pengolahan data dilakukan pada bulan April 2013 dan analisis

data serta penyusunan laporan dilakukan pada akhir bulan

April hingga pertengahan bulan Mei 2013.

Page 122: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

103

D. Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan

penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek

penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian tersebut.

Etika penelitian ini mencangkup juga perilaku peneliti atau perlakuan peneliti

terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi

masyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2010: 202).

Soekidjo Notoatmodjo (2010: 203) menyatakan secara garis besar, dalam

pelaksanaan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh, yakni:

dalam melaksanakan sebuah penelitian ada 4 prinsip yang harus dipegang teguh

(Milton, 1999 dalam Bondan Palestin), yakni :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut.

Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk

memberikan informasi (berpartisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti

menghormati harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti seyogjanya

mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform concent) yang mencakup :

a. Penjelasan manfaat penelitian.

b. Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.

c. Penjelasan manfaat yang akan didapatkan.

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan

subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.

Page 123: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

104

e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian

kapan saja.

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang

diberikan oleh responden.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and

confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk

tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu,

peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan

identitas subjek. Peneliti seyogianya cukup menggunakan coding sebagai

pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas / keterbukaan (respect for justice and inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua

subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

membedakan jender, agama, etnis dan sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms

and benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti

hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek.

Page 124: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

105

Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak

mengurangi rasa sakit, cidera, stress, maupun kematian subjek penelitian.

Mengacu pada prinsip-prinsip penelitian tersebut, maka setiap penelitian yang

dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti kesehatan hendaknya :

a. Memenuhi kaidah keilmuan dan dilakukan berdasarkan hati nurani, moral,

kejujuran, kebebasan dan tanggung jawab.

b. Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan, kesejahteraan,

martabat dan peradaban manusia, serta terhindar dari segala sesuatu yang

menimbulkan kerugian atau membahayakan subjek penelitian atau

masyarakat pada umumnya.

Pada penelitian ini, sebelum penelitian dilakukan peneliti mengajukan permohonan

kepada ketua jurusan untuk dibuatkan surat permohonan melakukan penelitian,

mengajukan surat permohonan di tempat yang akan menjadi tempat penelitian untuk

melakukan penelitian, serta kepada responden diberikan surat persetujuan bersedia

untuk menjadi responden.

E. Alat Pengumpulan Data

Instrumen atau alat penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Informed concent

Page 125: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

106

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan

diteliti. Berisi kesediaan responden untuk dilakukan intervensi

selama penelitian dilangsungkan.

2. Tensimeter

Alat ukur tekanan darah yang akan digunakan untuk

mengetahui tekanan darah responden.

3. Termometer air

Alat ukur suhu air yang akan digunakan untuk kompres hangat.

4. Lembar kuesioner demografi

Berupa pertanyaan yang diberikan untuk mengetahui identitas

responden, ada atau tidaknya nyeri sendi, lokasi nyeri,

penanganan saat nyeri sendi timbul, dan ada atau tidaknya

penyakit penyerta nyeri sendi pada lansia.

5. Lembar observasi kelompok eksperimen 1 dan 2 (pre/post)

Berupa pertanyaan yang diberikan untuk mengetahui skala

nyeri sebelum dan setelah dilakukannya perlakuan kompres

hangat dan stretching pada lansia di RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013

selama ± 15 menit untuk pertanyaan skala nyeri. Lembar

eksperimen 1 untuk subjek perlakuan dan lembar eksperimen

2 untuk subjek kontrol.

6. Kompres hangat

Page 126: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

107

Teknik stimulasi kulit terhadap nyeri sendi pada responden yang dilakukan

dengan cara mengkompres sendi (terutama sendi yang sakit) menggunakan

handuk kecil hangat selama dua minggu dengan frekuensi 5 kali seminggu

dengan durasi 20 menit sebelum memulai stretching dengan suhu 460C.

7. Stretching

Teknik distraksi taktil pada responden nyeri sendi yang dilakukan selama dua

minggu dengan frekuensi 5 kali seminggu dengan durasi 7 menit.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Mengajukan permohonan izin kepada institusi pendidikan

(Program Studi S1 Keperawatan STIKes Pertamedika).

b. Mengirim permohonan izin yang diperoleh ke ketua RW 03

Kelurahan Pulogebang, Jakarta Timur.

c. Mengumpulkan data lansia melalui RT setempat di wilayah RW

03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

setelah mendapatkan izin melakukan penelitian di wilayah

tersebut.

d. Menjelaskan kepada calon responden dan keluarga responden

tentang tujuan dan manfaat penelitian.

e. Melakukan intervensi sesuai dengan waktu penelitian yang

telah ditentukan.

Page 127: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

108

G. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data yang dilakukan secara statistik komputer dengan langkah

sebagai berikut:

a. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner.

b. Coding

Coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan.

c. Entry data atau processing

Entry data yaitu jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program

atau “software” komputer.

d. Cleaning (pembersihan data)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi

(Soekidjo Notoatmodjo, 2010: 176 – 178)

2. Analisa data

Page 128: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

109

Peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputer

(Statistical Product and Solution). Dalam penelitian ini ada dua tahap teknik

analisis data yang digunakan, yaitu:

a. Analisis univariat

Analisis univariat bertujan untuk menjelasakan atau mendeskripsikan

karakteristik dan menghasilkan distribusi frekuensi (Soekidjo

Notoatmodjo, 2010: 182).

Pada penelitian ini yang telah digambarkan dalam bentuk distribusi

frekuensi adalah karakteristik penderita nyeri sendi pada lansia yang

meliputi: usia, jenis kelamin, dan lokasi nyeri sendi.

b. Analisis bivariat

Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut di atas, hasilnya akan

diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan

analisis bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:

183).

Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh kompres

hangat dan stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di

wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta

Timur tahun 2013 serta pengaruh variabel confounding (usia, jenis

kelamin, dan lokasi nyeri sendi) terhadap penurunan skala nyeri sendi pada

lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur tahun 2013 dengan menggunakan uji statistik, yaitu Uji Chi

Page 129: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

110

Square dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% dan tingkat

kemaknaan α = 0,05 dengan rumus:

x2=[∑ f o−f e

f e]2

Keterangan:

x2 : Nilai chi-kuadrat

f e : Frekuensi yang diharapkan

f o : Frekuensi yang diperoleh/diamati

(Laboratorium Gunadarma, 2010: 12)

Jika nilai x2hitung>x2

tabel atau nilai p-value<0,05 maka Ha diterima dan tidak

terdapat perbedaan jika x2hitung≤ x2

tabel atau p>0,05 maka Ho diterima. (Andi

Wijayanto, 2009)

Aturan yang berlaku pada Chi Square adalah sebagai berikut:

1) Bila pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5,

maka yang digunakan adalah “Fisher’s Excat Test”.

2) Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai

sebaiknya “Continuity Correction (α)”

3) Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3, dan sebagainya,

maka digunakan uji “Pearson Chi Square”.

(Sutanto Priyo Hastono, 2010)

Page 130: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

111

Salah satu syarat Uji Chi Square adalah setiap sel paling sedikit berisi

frekuensi harapan sebesar 1 (satu) dan sel yang mempunyai expected count

kurang dari 5 maksimal berjumlah 20%. (Malonda Gaib, 2011). Apabila

distribusi frekuensi datanya normal, biasanya digunakan analisis atau uji

statistik parametrik. Tetapi bila asumsi datanya tidak normal, biasanya

menggunakan analisis uji statistik nonparametrik. (Soekidjo Notoadmodjo,

2010: 182).

Page 131: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini menyajikan data hasil penelitian mengenai pengaruh kompres hangat dan

stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03,

Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013. Semua

responden yang dijadikan sampel berhasil dihimpun datanya secara lengkap melalui

penyebaran angket data demografi (kuesioner) dan pengukuran skala nyeri sendi

sebelum dan setelah kompres hangat dan stretching.

Penelitian ini menggunakan desain Quasi-Eksperiment Non Equivalent Pretest-Posttest

Kontrol Group Design atau disebut juga Non Randomized Kontrol Group Pretest-

Posttest Design, dalam penelitian lapangan, biasanya lebih dimungkinkan untuk

membandingkan hasil intervensi program kesehatan disuatu kontrol yang serupa, tetapi

tidak perlu kelompok yang benar-benar sama, pengelompokkan anggota sampel pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random atau acak

(Setiadi, 2013: 156).

112

Page 132: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

113

A. Gambaran Tempat dan Responden Penelitian

Penelitian ini mulai dilakukan pada 10 April 2013 hingga 23 Mei 2013 di wilayah

RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Jumlah

responden dalam penelitian ini sebanyak 18 orang pada kelompok intervensi dan 18

orang pada kelompok kontrol dengan pengukuran skala nyeri sendi sebelum dan

setelah dilakukan kompres hangat dan stretching selama dua minggu sebanyak lima

kali seminggu pada pagi hari.

B. Analisis Data

Hasil pengumpulan dan pengolahan data telah dianalisis dalam dua bagian, yaitu: 1)

Analisis univariat yang menggambarkan distribusi frekuensi, 2) Analisis bivariat

untuk melihat pengaruh antara variabel bebas (independent) dan variabel terikat

(dependent).

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase

dari masing-masing variabel responden yaitu usia, jenis kelamin, dan lokasi nyeri.

Sedangkan, analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh kompres hangat dan

stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03,

Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

Page 133: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

114

1. Analisis Univariat

a. Gambaran Karakteristik Usia Responden

Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013

Tabel 5.1 Menunjukan bahwa dari total 36 responden, dari total 36

responden, 23 responden (63,9%) dengan kategori elderly yang berusia

antara 60 – 74 tahun, 11 responden (30,6%) dengan kategori old yang

berusia 75 – 90 tahun, dan 2 responden (5,6%) dengan kategori very old

yang berusia > 90 tahun.

b. Gambaran Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013

Usia ( Tahun) N %

Elderly (60 – 74 tahun) 23 63,9

Old (75 – 90 tahun) 11 30,6

Very old (>90 tahun) 2 5,6

Total 36 100

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 12 33,3

Perempuan 24 66,7

Total 36 100

Page 134: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

115

Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa dari total 36 responden, 24 responden

(66,7%) berjenis kelamin perempuan dan 12 responden (33,3%) berjenis

kelamin laki-laki.

c. Gambaran Karakteristik Lokasi Nyeri Sendi Responden

Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Nyeri Sendi Respondendi Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013

Tabel 5.3 Menunjukkan bahwa dari total 36 responden, 32 responden

(11,1%) mengalami nyeri sendi ektremitas bawah dan 4 responden (88,9

%) mengalami nyeri sendi ekstremitas atas.

Lokasi Nyeri Sendi N %

Ekstremitas Atas 4 11,1

Ekstremitas Bawah 32 88,9

Total 36 100

Page 135: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

116

d. Gambaran Karakteristik Penderita Nyeri Sendi Berdasarkan Skala Nyeri

Sebelum Dilakukan Kompres Hangat dan Stretching.

Tabel 5.4Distribusi Rata-rata Penderita Nyeri Sendi Berdasarkan

Skala Nyeri Sebelum Dilakukan Kompres Hangat dan Stretchingdi Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013

Tabel 5.4 Menunjukan bahwa dari total 36 responden, 18 responden pada

kelompok intervensi mengalami nyeri sendi dengan skala sedang 10

responden (55,6%), sedangkan untuk skala ringan dan berat masing-masing

7 responden (38,9%) dan 1 responden (5,6%). Rata-rata skala nyeri sendi

yang dialami responden adalah 2,67 dengan skala nyeri sendi tertinggi 4

atau berat dan skala nyeri terendah 2 atau ringan. Pada kelompok kontrol

dengan total 18 responden, 10 responden (55,6%) mengalami nyeri sendi

dengan skala sedang sedangkan untuk skala ringan dan berat masing-

Kelompok

Skala Nyeri Sendi

N % Mean Med SdMin

Max

Intervensi

0 = Tidak Nyeri 0 0

2,67 3 0,594 2 4

1 = Minimal 0 0

2 = Ringan 7 38,9

3 = Sedang 10 55,6

4 = Berat 1 5,6

Total 18 100

Kontrol

0 = Tidak Nyeri 0 0

2,67 3 0,594 2 4

1 = Minimal 0 0

2 = Ringan 7 38,9

3 = Sedang 10 55,6

4 = Berat 1 5,6

Total 18 100

Page 136: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

117

masing 7 responden (38,9%) dan 1 responden (5,6%). Rata-rata skala nyeri

sendi yang dialami responden adalah 2,67 dengan skala nyeri sendi

tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri terendah 2 atau ringan.

e. Gambaran Karakteristik Penderita Nyeri Sendi Berdasarkan Skala Nyeri

Setelah Dilakukan Kompres Hangat dan Stretching.

Tabel 5.5Distribusi Rata-rata Penderita Nyeri Sendi Berdasarkan

Skala Nyeri Setelah Dilakukan Kompres Hangat dan Stretchingdi Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013

Tabel 5.5 Menunjukan bahwa dari total 36 responden, 18 responden pada

kelompok intervensi mengalami nyeri sendi dengan skala minimal 10

responden (55,6%), sedangkan untuk skala sedang, ringan dan berat

Kelompok

Skala Nyeri Sendi N % Mean Med Sd Min Max

Intervensi

0 = Tidak Nyeri 0 0

1,78 1 1,003 1 4

1 = Minimal 1055,6

2 = Ringan 316,7

3 = Sedang 422,2

4 = Berat 1 5,6

Total 18 100

Kontrol (tidak dilakukan kompres hangat maupun stretching)

0 = Tidak Nyeri 0 0

2,94 3 0,416 2 4

1 = Minimal 0 0

2 = Ringan 211,1

3 = Sedang 1583,3

4 = Berat 1 5,6

Total 18 100

Page 137: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

118

masing-masing 4 responden (22,2%), 3 responden (16,7%), dan 1

responden (5,6%). Rata-rata skala nyeri sendi yang dialami responden

adalah 1,78 dengan skala nyeri sendi tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri

terendah 1 atau minimal. Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan

kompres hangat maupun stretching dengan total 18 responden, 15

responden (83,3%) mengalami nyeri sendi dengan skala sedang sedangkan

untuk skala ringan dan berat masing-masing 2 responden (11,1%) dan 1

responden (5,6%). Rata-rata skala nyeri sendi yang dialami responden

adalah 2,94 dengan skala nyeri sendi tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri

terendah 2 atau ringan.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menjelaskan pengaruh kompres hangat dan

stretching terhadap penurunan skala nyeri responden, serta untuk menjelaskan

pengaruh antara variabel independen dengan variabel confounding yang

meliputi usia, jenis kelamin, dan lokasi nyeri. Analisis bivariat menggunakan

uji statistik Chi-Square dengan tingkat kemaknaan (level of significance) 5%

berdasarkan ketentuan sebagai berikut: berpengaruh dikatakan bermakna jika p-

value < 0,05 dan tidak berpengaruh jika p-value > 0,05. Bila data tidak

memenuhi syarat uji Chi-Square, maka digunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Page 138: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

119

a. Pengaruh Kompres Hangat dan Stretching Terhadap Penurunan Skala

Nyeri

Tabel 5.6Pengaruh Kompres Hangat dan Stretching

Terhadap Penurunan Skala Nyeri di Wilayah RW 03,Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

Tahun 2013

Kelompok

Skala Nyeri Sendi

Total %Menurun Tetap Meningkat

N % N % N %

Intervensi 13 72,2 4 22,2 1 5,6 18 100

Kontrol 0 0 13 72,2 5 27,8 18 100

Total 13 36,1 17 47,2 6 16,7 36 100

Tabel 5.6 Menunjukan bahwa pengaruh kompres hangat dan stretching

terhadap penurunan skala nyeri sendi pada kelompok intervensi dengan

total 18 responden, sebanyak 13 responden mengalami penurunan skala

nyeri sendi (72,2%), 4 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi

(22,2%), dan 1 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi

(5,6%). Sedangkan pada kelompok kontrol dengan total 18 responden yang

tidak dilakukan kompres hangat maupun stretching, sebanyak 0 responden

yang mengalami penurunan skala nyeri sendi (0%), 13 responden

mengalami penetapan skala nyeri sendi (72,2%), dan 5 responden

mengalami peningkatan skala nyeri sendi (27,8%).

Page 139: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

120

Tabel 5.7Uji Kolmogorov-Smirnov Pengaruh Kompres Hangat dan Stretching

Terhadap Penurunan Skala Nyeri di Wilayah RW 03,Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

Tahun 2013

Kolmogorov-Smirnov Kategori

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000

Tabel 5.7 Menunjukan bahwa hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

nilai p value = 0,000 (p value < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara kompres hangat dan stretching terhadap

penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung Jakarta Timur, Tahun 2013.

b. Pengaruh Usia Responden Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi

Tabel 5.8Pengaruh Usia Responden Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi

di Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013

Tabel 5.8 Menunjukan bahwa pengaruh usia responden terhadap penurunan

skala nyeri sendi pada kelompok usia elderly (60 – 74 tahun) dengan total

Usia

Skala Nyeri Sendi

Total %Menurun Tetap Meningkat

N % N % N %

Elderly (60 – 74 tahun)

9 39,1 8 34,8 6 26,1 23 100

Old (75 – 90 tahun)

4 36,4 7 63,6 0 0 11 100

Very old (>90 tahun)

0 0 2 100 0 0 2 100

Total 13 36,1 17 47,2 6 16,7 36 100

Page 140: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

121

23 responden, sebanyak 9 responden mengalami penurunan skala nyeri

sendi (39,1%), 8 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi

(34,8%), dan 6 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi

(26,1%). Pada kelompok usia old (75 – 90 tahun) dengan total 11

responden, sebanyak 4 responden mengalami penurunan skala nyeri sendi

(36,4%), 7 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi (63,6%), dan

0 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (0%). Sedangkan

pada kelompok usia very old (>90 tahun) dengan total 2 responden,

sebanyak 0 responden mengalami penurunan skala nyeri sendi (0%), 2

responden mengalami penetapan skala nyeri sendi (100%), dan 0

responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (0%).

Tabel 5.9Uji Kolmogorov-Smirnov Pengaruh Usia Responden Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi di Wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta TimurTahun 2013

Kolmogorov-Smirnov Kategori

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,941

Tabel 5.9 Menunjukan bahwa hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

nilai p value = 0,941 (p value > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak

ada pengaruh usia terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di

wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta

Timur tahun 2013.

Page 141: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

122

c. Pengaruh Jenis Kelamin Responden Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Sendi.

Tabel 5.10Pengaruh Jenis Kelamin Responden

Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendidi Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013

Kelompok

Skala Nyeri Sendi

Total %Menurun Tetap Meningkat

N % N % N %

Laki-laki 6 50% 3 25% 3 25% 12 100

Perempuan 7 29,2 14 58,3 3 12,5 24 100

Total 13 36,1 17 47,2 6 16,7 36 100

Tabel 5.10 Menunjukan bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap penurunan

skala nyeri sendi pada laki-laki dengan total 12 responden, sebanyak 6

responden mengalami penurunan skala nyeri sendi (50%), 3 responden

mengalami penetapan skala nyeri sendi (25%), dan 3 responden mengalami

peningkatan skala nyeri sendi (25%). Sedangkan pada perempuan,

sebanyak 7 responden yang mengalami penurunan skala nyeri sendi

(29,2%), 14 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi (58,3%),

dan 3 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (12,5%).

Tabel 5.11Uji Kolmogorov-Smirnov Pengaruh Jenis Kelamin Responden

Terhadap Penurunan Skala Nyeri di Wilayah RW 03,Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

Tahun 2013

Kolmogorov-Smirnov Kategori

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,878

Page 142: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

123

Tabel 5.11 Menunjukan bahwa hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

nilai p value = 0,878 (p value > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak

ada pengaruh jenis kelamin terhadap penurunan skala nyeri sendi pada

lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur tahun 2013.

d. Pengaruh Lokasi Nyeri Sendi Responden Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Sendi

Tabel 5.12Pengaruh Lokasi Nyeri Sendi Responden

Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendidi Wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur Tahun 2013

Kelompok

Skala Nyeri Sendi

Total %Menurun Tetap Meningkat

N % N % N %

Ekstremitas Atas

1 25 2 50 1 25 4 100

Ekstremitas Bawah

12 37,5 15 46,9 5 15,6 32 100

Total 13 36,1 17 47,2 6 16,7 36 100

Tabel 5.12 Menunjukan bahwa pengaruh lokasi nyeri sendi terhadap

penurunan skala nyeri sendi pada sendi ekstremitas bawah dengan total 32

responden, sebanyak 12 responden mengalami penurunan skala nyeri sendi

(50%), 15 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi (46,9%), dan

5 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (15,6%). Sedangkan

pada sendi ekstremitas atas, sebanyak 1 responden yang mengalami

penurunan skala nyeri sendi (25%), 2 responden mengalami penetapan

Page 143: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

124

skala nyeri sendi (50%), dan 1 responden mengalami peningkatan skala

nyeri sendi (25%).

Tabel 5.13Uji Kolmogorov-Smirnov Pengaruh Lokasi Nyeri Sendi Responden

Terhadap Penurunan Skala Nyeri di Wilayah RW 03,Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

Tahun 2013

Kolmogorov-Smirnov Kategori

Asymp. Sig. (2-tailed) 1,000

Tabel 5.13 Menunjukan bahwa hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan

nilai p value = 1,000 (p value > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak

ada pengaruh lokasi nyeri sendi terhadap penurunan skala nyeri sendi pada

lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur tahun 2013.

Page 144: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi

hasil dari penelitian seperti yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, keterbatasan

penelitian yang terkait dengan desain penelitian yang digunakan dan karakteristik

sampel yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres

hangat dan stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia penderita nyeri

sendi. Kompres hangat dan stretching yang dilakukan lima kali seminggu selama dua

minggu, penelitian ini dilakukan mulai tanggal 10 April sampai 23 Mei 2013 di wilayah

RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil

1. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Data Demografi

a. Usia

Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan distribusi frekuensi

menurut usia yang diperoleh dari 36 responden penderita nyeri sendi,

sebanyak 23 responden (63,9%) dengan kategori elderly yang berusia

antara 60 – 74 tahun, 11 responden (30,6%) dengan kategori old yang

berusia antara 75 – 90 tahun, dan 2 responden (5,6%) dengan kategori very

old yang berusia antara >90 tahun.

125

Page 145: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

126

Pada penelitian ini, jumlah responden lansia dengan dengan kategori

elderly yang berusia antara 60 – 74 tahun menempati urutan paling besar

yang mengalami nyeri sendi.

Penelitian ini terkait dengan penelitian Mery Fanada dan Widyaiswara

Muda, Badan Diklat Provinsi Sumatera Selatan, yang berjudul “Pengaruh

Kompres Hangat dalam Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang

Mengalami Nyeri Rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai

Palembang Tahun 2012”. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa

karakteristik responden rematik diketahui dari total 20 responden,

responden yang berusia 60 tahun – 70 tahun sebanyak 16 responden (80%)

dan responden yang berusia 71 tahun – 80 tahun sebanyak 4 responden

(20%).

Penelitian ini juga terkait dengan jurnal Nursing Studies Universitas

Diponegoro, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, berjudul “Pemberian

Intervensi Senam Lansia pada Lansia dengan Nyeri Lutut di Unit

Rehabilitasi Sosial Margo Mukti Kabupaten Rembang” oleh Afifka Dyah

Ayu D. dan Bambang Edi Warsito. Hasil penelitian berdasarkan usia

menunjukkan bahwa lansia dengan usia 61-75 tahun sebanyak 12 lansia

(80%) dan lansia dengan usia 55 – 60 tahun sebanyak 3 lansia (20%).

Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011 mencatat estimasi jumlah

penduduk Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2011

sebesar 5.901.728 dengan usia 60 – 64 tahun, 4.485.989 dengan usia 65 –

69 tahun, 3.087.132 dengan usia 70 – 74 tahun, dan 3.239.077 dengan usia

≥ 75 tahun.

Page 146: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

127

Pada umumnya pengapuran terjadi pada mereka yang berusia di atas 45

tahun. Penyebabnya adalah proses penuaan alami. Secara medis, pada usia

60 tahun orang akan mengalami penggugusan tulang rawan (Heru Triyono,

2009). Konsekuensinya, kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap

gesekan (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 9). Gesekan yang terus menerus

menyebabkan nyeri sendi.

Berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011, diketahui

jumlah lansia yang berusia 60 – 64 tahun lebih tinggi dibanding jumlah

lansia yang berusia ≥ 75 tahun, hal ini menyebabkan lebih banyaknya data

penderita nyeri sendi pada kategori usia elderly dibanding penderita nyeri

sendi pada kategori usia old dan very old.

Pada penelitian ini, kategori usia very old dan old mayoritas ditemukan

penderita nyeri sendi yang mengalami nyeri kronis (lebih dari 6 bulan)

dengan perilaku negatif, seperti: kekurangan minat untuk berkomunikasi,

paranoid, menarik diri, dan tidak tertarik pada aktivitas fisik, sehingga sulit

bagi peneliti untuk melakukan pengajian data.

Hal ini kemungkinan disebabkan sulit bagi lansia untuk mengomunikasikan

nyeri karena nyeri adalah perasaan subjektif. Lansia mungkin segan untuk

mengatakan bahwa mereka mengalami nyeri (Mickey Stanley dan Patricia

Gauntlett Beare, 2006: 289). Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa

yang mereka rasakan, mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan

konsekuensi penuaan yang tidak bisa dihindari (Sigit Nian Prasetyo, 2010:

34).

Page 147: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

128

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan distribusi frekuensi

menurut jenis kelamin yang diperoleh dari 36 responden penderita nyeri

sendi, sebanyak 24 responden (66,7%) berjenis kelamin perempuan dan

sebanyak 12 responden (33,3%) berjenis kelamin laki-laki.

Pada penelitian ini, jumlah responden lansia perempuan menempati urutan

paling besar yang mengalami nyeri sendi.

Penelitian ini terkait dengan penelitian Mery Fanada dan Widyaiswara

Muda, Badan Diklat Provinsi Sumatera Selatan, yang berjudul “Pengaruh

Kompres Hangat dalam Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang

Mengalami Nyeri Rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai

Palembang Tahun 2012”. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa

karakteristik responden rematik diketahui dari total 20 responden,

responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 responden (60%)

dan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 responden (40%).

Penelitian ini juga terkait dengan jurnal Nursing Studies Universitas

Diponegoro, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, berjudul “Pemberian

Intervensi Senam Lansia pada Lansia dengan Nyeri Lutut di Unit

Rehabilitasi Sosial Margo Mukti Kabupaten Rembang” oleh Afifka Dyah

Ayu D. dan Bambang Edi Warsito. Hasil penelitian berdasarkan jenis

kelamin menunjukkan bahwa lansia dengan jenis kelamin perempuan

sebanyak 9 lansia (60%) dan laki-laki sebanyak 6 lansia (40%).

Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 mencatat estimasi jumlah

penduduk Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2011

Page 148: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

129

sebesar 9.026.627 untuk perempuan dan 7.688.807 untuk laki-laki dengan

usia masing-masing ≥ 60 tahun.

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam

berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya menganggap bahwa

seseorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis

dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan

nyeri. Penelitian terakhir memperlihatkan hormon seks pada mamalia

berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri. Hormon seks

testosteron menaikkan ambang nyeri pada percobaan binatang, sedangkan

esterogen meningkatkan pengenalan/sensitifitas terhadap nyeri. Pada

manusia lebih kompleks, dipengaruhi oleh personal, sosial, budaya, dan

lain-lain (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 34).

Hormon yang menentukan massa tulang adalah hormon yang mengatur

kadar kalsium dan plasma, misalnya hormon paratiroid, kalsitonin, dan

vitamin D; sedangkan yang lain mempengaruhi secara tidak langsung,

misalnya hormon esterogen, androgen, insulin, dan tiroksin. Pada wanita,

hormon esterogen merupakan penentu yang penting untuk kepadatan

tulang. Penurunan esterogen meningkatkan aktivitas osteoklas sehingga

kalsium tulang menurun (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 86). Penurunan

massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca menopause (Hartono

Taslim, 2001). Wanita pasca menopause memiliki laju demineralisasi

tulang yang lebih besar daripada pria lansia (Patricia A. Potter, 2005: 736).

Penurunan massa tulang mengakibatkan berkurangnya kepadatan tulang.

Page 149: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

130

Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan mengakibatkan

nyeri, deformitas, dan fraktur. (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 10)

c. Lokasi Nyeri Sendi

Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan distribusi frekuensi

menurut lokasi nyeri sendi yang diperoleh dari 36 responden penderita

nyeri sendi, sebanyak 32 responden (11,1%) mengalami nyeri sendi

ekstremitas bawah dan 24 responden (66,7%) mengalami nyeri sendi

ekstremitas atas.

Pada penelitian ini, jumlah responden dengan nyeri sendi ekstremitas

bawah menempati urutan paling besar yang mengalami nyeri sendi.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian terkait jurnal STIKes RS. Baptis

Volume 3, Edisi 1 Juli 2010, berjudul “Pengaruh Latihan Gerak Kaki

(Stretching) terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah pada

Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri” oleh

Yohanita Pamungkas.

Stabilitas sendi bergantung pada permukaan sendi, ligamentum, dan tonus

otot. Ligamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi secara berlebihan.

Kalau regangan terus berlangsung lama, ligamentum fibrosa akan teregang.

Ligamentum elastis sebaliknya mengembalikan panjang asal setelah

teregang, misalnya tulang pergerakan memegang peranan aktif dalam

menyokong sendi dan membantu mengembalikan tulang pada posisi asal

setelah melakukan pergerakan (Syaifuddin, 2006: 70 – 71).

Pada penuaan terjadi perubahan fisiologis pada sistem muskuloskletal

sendi, yaitu jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan

Page 150: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

131

mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata.

Selanjutnya, kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan

degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang

merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara

bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada

kolagen kehilangan kekuatannya, dan akhirnya kartilago cenderung

mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat,

seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif,

tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga sebagai permukaan sendi

yang berpelumas. Konsekuensinya, kartilago pada persendian menjadi

rentan terhadap gesekan (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 9).

Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan.

Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan,

nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas sehari-hari (Sri Surini

Pudjiastuti, 2003: 9).

Sendi ekstremitas bawah terutama sendi pinggul dan lutut adalah dua sendi

yang paling sering terasa nyeri karena paling banyak menerima beban

(Indonesia Hip and Knee Society, 2007).

d. Tingkat Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah pada Lansia Sebelum Diberikan

Stretching dan Kompres Hangat di Wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian sebelum diberikan kompres hangat dan

stretching didapatkan sebanyak 18 responden pada kelompok intervensi

mengalami nyeri sendi dengan skala sedang 10 orang (55,6%), sedangkan

Page 151: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

132

untuk skala ringan dan berat masing-masing 7 orang (38,9%) dan 1 orang

(5,6%). Rata-rata skala nyeri sendi yang dialami responden adalah 2,67

dengan skala nyeri sendi tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri terendah 2

atau ringan. Pada kelompok kontrol dengan total 18 responden, 10 orang

(55,6%) mengalami nyeri sendi dengan skala sedang sedangkan untuk

skala ringan dan berat masing-masing 7 orang (38,9%) dan 1 orang (5,6%).

Rata-rata skala nyeri sendi yang dialami responden adalah 2,67 dengan

skala nyeri sendi tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri terendah 2 atau

ringan.

Penelitian ini terkait dengan jurnal STIKes RS. Baptis Volume 3, Edisi 1

Juli 2010, berjudul “Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching) terhadap

Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah pada Lansia di Posyandu

Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri” oleh Yohanita Pamungkas. Hasil

penelitian ini didapatkan bahwa sebelum diberikan latihan gerak kaki

(stretching) terdapat 7 responden (20%) dengan nyeri ringan, 20 responden

(51%) dengan nyeri sedang, dan 9 responden (22,9%) dengan nyeri parah.

Lansia mengalami proses menua (aging) yaitu proses yang terus-menerus

(berlanjut secara alamiah) yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami

oleh semua makhluk hidup (Nugroho, 2000: 13). Pada proses penuaan ini

disertai oleh adanya penurunan kondisi, biologis, psikologis, maupun sosial

yang saling berinteraksi satu sama lain (Pudjiastuti, 2000: 4).

Pada penuaan terjadi perubahan fisiologis pada sistem muskuloskletal,

antara lain: kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon,

tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi

Page 152: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

133

bentangan cross linking yang tidak teratur; Jaringan kartilago pada

persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya

permukaan sendi menjadi rata. Proteoglikan yang merupakan komponen

dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap;

Berkurangnya kepadatan tulang; Penurunan jumlah dan ukuran serabut

otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak pada otot; Dan

jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan fasia mengalami

penurunan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan kalsifikasi pada

kartilago dan kapsul sendi. (Sri Surini Pudjiastuti, 2003: 8 – 17)

Perubahan-perubahan yang terjadi mengakibatkan peradangan, kekakuan,

nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya aktivitas sehari-hari. (Sri

Surini Pudjiastuti, 2003: 9)

International Association for Study of Pain (1979), mendefinisikan nyeri

sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual

atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi

kerusakan. (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 2)

Pada kelompok intervensi, 7 orang mengalami skala nyeri ringan (skala 2)

yang artinya rasa sakit terus menerus atau kadang-kadang timbul, tetapi

masih dapat diabaikan/tidak mengganggu, LGS normal, pada penekanan

kuat terasa sakit, fleksi dan ekstensi sakit. Sedangkan 10 orang mengalami

skala nyeri sedang (skala 3) yang artinya keluhan seperti pada derajat 2

(skala 2), ditambah keluhan tersebut mengganggu aktivitas dan LGS

terganggu dan satu orang mengalami skala nyeri berat (skala 4) yang

Page 153: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

134

artinya nyeri menyulitkan lansia hampir tak tertahankan dan gerakan

fleksi/ekstensi hampir tidak ada/tidak mampu. (Sri Surini Pudjiastuti, 2003:

63 – 64)

e. Tingkat Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah pada Lansia Setelah Diberikan

Stretching dan Kompres Hangat di Wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian sebelum diberikan kompres hangat dan

stretching didapatkan sebanyak 18 responden pada kelompok intervensi

mengalami nyeri sendi dengan skala minimal 10 orang (55,6%), sedangkan

untuk skala sedang, ringan dan berat masing-masing 4 orang (22,2%), 3

orang (16,7%), dan satu orang (5,6%). Rata-rata skala nyeri sendi yang

dialami responden adalah 1,78 dengan skala nyeri sendi tertinggi 4 atau

berat dan skala nyeri terendah 1 atau minimal. Pada kelompok kontrol yang

tidak dilakukan kompres hangat maupun stretching dengan total 18

responden, 15 orang (83,3%) mengalami nyeri sendi dengan skala sedang

sedangkan untuk skala ringan dan berat masing-masing 2 orang (11,1%)

dan satu orang (5,6%). Rata-rata skala nyeri sendi yang dialami responden

adalah 2,94 dengan skala nyeri sendi tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri

terendah 2 atau ringan.

Penelitian ini terkait dengan penelitian Mery Fanada dan Widyaiswara

Muda, Badan Diklat Provinsi Sumatera Selatan, yang berjudul “Pengaruh

Kompres Hangat dalam Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang

Mengalami Nyeri Rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai

Palembang Tahun 2012”. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa

Page 154: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

135

karakteristik responden rematik sesudah dilakukan kompres hangat

sebanyak 20 responden dengan nilai rata-rata 0,20, yaitu tidak nyeri dengan

skala nyeri 0 sebanyak 16 responden (80%) kemudian nyeri sedikit

menyakitkan dengan skala nyeri 2 sebanyak 4 responden (20%).

Mc. Caffery dalam Anas Tamsuri (2006: 43), berbagai tindakan dapat

dilakukan oleh perawat untuk mengatasi nyeri. Tindakan untuk mengatasi

nyeri dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu tindakan

pengobatan (farmakologis) dan tindakan nonfarmakologis (tanpa

pengobatan).

Kompres hangat merupakan stimulasi fisik berupa stimulasi kulit dengan

panas. Stimulasi kulit dapat memberikan efek penurunkan nyeri yang

efektif. Tindakan ini mengalihkan perhatian klien sehingga klien berfokus

pada stimulus taktil dan mengabaikan sensasi nyeri, yang pada akhirnya

dapat menurunkan persepsi nyeri. (Anas Tamsuri, 2006: 51)

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada klien dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

tubuh tertentu yang memerlukannya. (Mery Fanada dan Widyaiswara

Muda, 2012) Kompres panas selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat

meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan.

(Anas Tamsuri, 2006: 54)

Stretching merupakan bentuk dari penguluran dan peregangan pada otot-

otot disetiap anggota badan biasanya dilakukan sebelum atau setelah

berolahraga. Kegiatan ini bertujuan membuat otot dan persendian menjadi

fleksibel dan elastik. Sehingga menjadi lebih mudah pada saat melakukan

Page 155: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

136

pergerakan dan dapat mengurangi dampak cidera yang timbul saat

berolahraga. (Ukas Danaria, 2011)

2. Pengaruh Kompres Hangat dan Stretching Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Sendi

Berdasarkan hasil penelitian, jumlah responden yang mengalami penurunan

skala nyeri intervensi yang mendapatkan kompres hangat dan stretching dengan

total 18 responden, sebanyak 13 responden mengalami penurunan skala nyeri

sendi (72,2%), 4 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi (22,2%),

dan 1 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (5,6%). Sedangkan

pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan kompres hangat dan stretching

dengan total 18 responden, sebanyak 0 responden yang mengalami penurunan

skala nyeri sendi (0%), 13 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi

(72,2%), dan 5 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (27,8%).

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p value = 0,000 (p value <

0,05) maka Ho ditolak, berarti ada penurunan skala nyeri sendi yang signifikan

pada responden penderita nyeri sendi. Jadi, ada pengaruh kompres hangat dan

stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung Jakarta Timur, Tahun 2013.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian terkait dari jurnal STIKes RS. Baptis

Volume 3, Edisi 1 Juli 2010, berjudul “Pengaruh Latihan Gerak Kaki

(Stretching) terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah pada Lansia

di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri” oleh Yohanita

Pamungkas. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebelum diberikan latihan

Page 156: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

137

gerak kaki (stretching) terdapat 7 responden (20%) dengan nyeri ringan, 20

responden (51%) dengan nyeri sedang, dan 9 responden (22,9%) dengan nyeri

parah. Setelah dilakukan latihan gerak kaki (stretching) terdapat 33 responden

(94,2%) yang mengalami penurunan nyeri sendi ekstremitas bawah. Hasil uji

statistik Wilcoxon Match Pair Test dengan tingkat kemaknaan p = 0,00, hal ini

berarti terdapat pengaruh latihan gerak kaki (stretching) terhadap penurunan

nyeri sendi ekstremitas bawah pada lansia di posyandu lansia Sejahtera GBI

Setia Bakti Kediri.

Penelitian ini terkait dengan jurnal Nursing Studies Universitas Diponegoro,

Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, berjudul “Pemberian Intervensi Senam

Lansia pada Lansia dengan Nyeri Lutut di Unit Rehabilitasi Sosial Margo

Mukti Kabupaten Rembang” oleh Afifka Dyah Ayu D. dan Bambang Edi

Warsito. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa senam lansia efektif untuk

mengatasi nyeri lutut pada lansia. Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan bahwa lansia dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 9 lansia

(60%) dan laki-laki sebanyak 6 lansia (40%). Hasil penelitian berdasarkan usia

menunjukkan bahwa lansia dengan usia 61-75 tahun sebanyak 12 lansia (80%)

dan lansia dengan usia 55 – 60 tahun sebanyak 3 lansia (20%). Hasil penelitian

sesudah dilakukan terapi senam lansia menunjukkan bahwa sebesar 86,7%

lansia memiliki skala nyeri 0 atau tidak nyeri dan 13,33% lansia mempunyai

skala nyeri 1 atau skala nyeri ringan. Hasil uji statistik Wilcoxon diperoleh nilai

p-value 0,001 yang berarti sig<α=(0,05). Nilai signifikansi 0,001 < 0,05 artinya

hipotesa diterima. Kesimpulannya pemberian terapi senam lansia efektif

mengatasi nyeri lutut pada lansia. Pemberian terapi senam lansia ini dapat

Page 157: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

138

digunakan oleh siapapun tanpa mengeluarkan uang. Sebagai perawat komunitas

terapi senam lansia dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas mutu

pelayanan kesehatan lansia di suatu instansi. Terapi senam lansia efektif dalam

mengurangi nyeri lutut pada lansia.

Penelitian ini juga terkait dengan penelitian Mery Fanada dan Widyaiswara

Muda, Badan Diklat Provinsi Sumatera Selatan, yang berjudul “Pengaruh

Kompres Hangat dalam Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang Mengalami

Nyeri Rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang Tahun 2012”.

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa karakteristik responden rematik diketahui

yang tidak sekolah yaitu 35% dan berpendidikan rendah yaitu 65%, yang tidak

bekerja lebih banyak dibandingkan dengan yang bekerja yaitu 85%, dan umur

responden semua ≥ 60 tahun, serta karakteristik jenis kelamin laki-laki 40% dan

perempuan 60%. Tingkat nyeri rematik pada lansia sebelum dilakukan kompres

hangat sebanyak 20 responden dengan nilai rata-rata 2.45, yaitu nyeri lebih

menyakitkan dengan skala nyeri 2 sebanyak 11 responden (55%) kemudian

nyeri lebih menyakitkan lagi dengan skala nyeri 3 sebanyak 9 responden (45%).

Tingkat nyeri rematik pada lansia sesudah dilakukan kompres hangat sebanyak

20 responden dengan nilai rata-rata 0.20, yaitu tidak nyeri dengan skala nyeri 0

sebanyak 16 responden (80%) kemudian nyeri sedikit menyakitkan dengan

skala nyeri 2 sebanyak 4 responden (20%). Berdasarkan uji statistik

menunjukkan (ρ value = 0.000, α = 0.05), maka didapatkan ada perbedaan yang

signifikan antara pengukuran tingkat nyeri sebelum dilakukan kompres hangat

dengan pengukuran nyeri sesudah dilakukan kompres hangat. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tindakan kompres hangat yang dilakukan sesuai dengan

Page 158: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

139

aturan dapat menurunkan tingkat nyeri pada lansia yang mengalami nyeri

rematik.

Hal ini disebabkan karena kompres hangat selain memberi efek mengatasi atau

menghilangkan sensasi nyeri, teknik ini juga memberikan reaksi fisiologis

antara lain: meningkatkan respons inflamasi, meningkatkan aliran darah dalam

jaringan, dan meningkatkan pembentukan edema (Anas Tamsuri, 2006: 54).

Menurut Audrey Berman (2009: 402) Efek fisiologis kompres panas, antara

lain: vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler, meningkatkan

metabolisme selular, merelaksasi otot, meningkatkan inflamasi; meningkatkan

aliran darah ke suatu area, meredakan nyeri dengan merelaksasi otot, efek

sedatif, dan mengurangi kekakuan sendi dengan menurunkan viskositas cairan

sinovial.

Stretching atau peregangan adalah penghubung penting antara kehidupan statis

dan kehidupan aktif, yang membuat otot tetap lentur, membuat siap bergerak

dan membantu tubuh beralih dari kehidupan kurang gerak ke aktivitas banyak

gerak tanpa menimbulkan ketegangan (Anderson, 2008: 11).

Peregangan yang teratur akan membuahkan hasil-hasil sebagai berikut:

mengurangi ketegangan otot dan membuat tubuh terasa lebih relaks; membantu

koordinasi dengan melakukan gerakan yang lebih bebas dan lebih mudah;

memperluas rentang gerak; membantu mencegah cedera seperti kram otot (Otot

yang kuat dan lentur dapat menahan beban lebih baik daripada otot kuat tapi

kaku); membuat aktivitas yang berat, seperti berlari, bermain ski, bermain tenis,

berenang, dan bersepeda, menjadi lebih mudah dilakukan, karena peregangan

akan menyiapkan tubuh untuk beraktivitas; membantu mempertahankan tingkat

Page 159: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

140

kelenturan Anda, sehingga dengan berjalannya waktu, Anda tidak akan menjadi

semakin kaku; membangun kesadaran akan tubuh Anda (ketika meregangkan

berbagai bagian tubuh, Anda akan terfokus pada bagian-bagian tersebut dan

berkomunikasi dengannya, Anda mulai mengenali diri sendiri); membantu

mengendurkan kendali pikiran atas tubuh, sehingga tubuh bergerak ‘demi

dirinya sendiri’ dan bukan untuk kompetisi atau ego; merasa nyaman (Bob

Anderson, 2008: 14).

Selain dapat menurunkan sensasi nyeri kompres hangat juga dapat

meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan (Anas

Tamsuri, 2006: 54). Sedangkan stretching membuat otot-otot yang tegang akan

berkurang dan mempertahankan atau meningkatkan kelenturan tubuh sehingga

tubuh terasa lebih relaks. Selain itu rentang gerak lansia menjadi lebih luas

sehingga membuat aktivitas yang berat menjadi lebih mudah dilakukan.

Dengan adanya penurunan rasa nyeri sendi tersebut maka lansia dapat menjadi

lebih aktif, produktif dan dapat menjalani masa tuanya dengan lebih nyaman

(Yohana Pamungkas, 2010: 11).

3. Pengaruh Usia Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi

Berdasarkan hasil penelitian, jumlah responden yang mengalami penurunan

skala nyeri berdasarkan usia dengan total 36 responden, pada kelompok usia

elderly (60 – 74 tahun) dengan total 23 responden, sebanyak 9 responden

mengalami penurunan skala nyeri sendi (39,1%), 8 responden mengalami

penetapan skala nyeri sendi (34,8%), dan 6 responden mengalami peningkatan

skala nyeri sendi (26,1%). Pada kelompok usia old (75 – 90 tahun) dengan total

Page 160: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

141

11 responden, sebanyak 4 responden mengalami penurunan skala nyeri sendi

(36,4%), 7 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi (63,6%), dan 0

responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (0%). Sedangkan pada

kelompok usia very old (>90 tahun) dengan total 2 responden, sebanyak 0

responden mengalami penurunan skala nyeri sendi (0%), 2 responden

mengalami penetapan skala nyeri sendi (100%), dan 0 responden mengalami

peningkatan skala nyeri sendi (0%).

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p value = 0,941 (p value >

0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada penurunan skala nyeri sendi yang

signifikan pada responden penderita nyeri sendi. Jadi, tidak ada pengaruh usia

terhadap penurunan skala nyeri sendi di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung Jakarta Timur, Tahun 2013.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan teori McCaffery dan Pasero

(1999) dikutip dari Sigit Nian Prasetyo (2010: 33 – 37) yang menyatakan

bahwa usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada

individu.

Hal ini kemungkinan dikarenakan masalah kesehatan fisiologis. Hampir 80%

dewasa diatas 65 tahun mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis,

salah satunya adalah kerusakan sensori (Patricia A. Potter, 2005: 743). Sulit

bagi lansia untuk mengomunikasikan nyeri karena nyeri adalah perasaan

subjektif. Lansia mungkin segan untuk mengatakan bahwa mereka mengalami

nyeri, dan jika ya, laporannya sering tidak ditanggapi oleh pemberi perawatan

kesehatan yang salah mempercayai bahwa lansia tidak dapat merasakan nyeri

atau tidak mampu untuk menilainya. Oleh karena itu, nyeri mereka tidak

Page 161: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

142

ditangani dengan baik atau bahkan tidak ditangani sama sekali (Mickey Stanley

dan Patricia Gauntlett Beare, 2006: 289).

Lansia tidak memberitahukan nyerinya karena berbagai alasan; Mereka

menyukai dokternya dan tidak ingin mengecewakannya, mereka tidak terbiasa

mengeluh, dan mereka percaya bahwa nyeri adalah bagian normal dari penuaan

(Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett Beare, 2006: 289).

Laporan perubahan terkait usia terhadap presepsi nyeri masih kontroversial, dan

baik profesi pelayanan kesehatan maupun orang awam percaya bahwa nyeri

adalah bagian alami dari penuaan dan penyakit (Ferell dan Rivera, 1996 dikutip

dari Patricia A. Potter, 2005: 744). Presepsi yang salah ini mengakibatkan nyeri

tidak dilaporkan dan mencegah penggunaan tindakan penghilang nyeri yang

sesuai untuk lansia (Patricia A. Potter, 2005: 744).

Pada pasien lansia, seringkali memiliki sumber nyeri lebih dari satu. Terkadang

penyakit yang berbeda-beda yang diderita lansia menimbulkan gejala yang

sama. Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa yang mereka rasakan,

mereka menganggap bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi penuaan yang

tidak bisa dihindari (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 34).

Selain itu, faktor lain seperti ansietas yang bersifat kompleks dan keletihan

seringkali meningkatkan persepsi nyeri dan menurunkan kemampuan koping

individu (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 34).

4. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi

Berdasarkan hasil penelitian, jumlah responden yang mengalami penurunan

skala nyeri berdasarkan jenis kelamin dengan total 36 responden, pada laki-laki

Page 162: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

143

dengan total 12 responden, sebanyak 6 responden mengalami penurunan skala

nyeri sendi (50%), 3 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi (25%),

dan 3 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (25%). Sedangkan

pada perempuan, sebanyak 7 responden yang mengalami penurunan skala nyeri

sendi (29,2%), 14 responden mengalami penetapan skala nyeri sendi (58,3%),

dan 3 responden mengalami peningkatan skala nyeri sendi (12,5%).

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p value = 0,878 (p value >

0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada penurunan skala nyeri sendi yang

signifikan pada responden penderita nyeri sendi. Jadi, tidak ada pengaruh jenis

kelamin terhadap penurunan skala nyeri sendi di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung Jakarta Timur, Tahun 2013.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang mengatakan jenis

kelamin berpengaruh terhadap toleransi nyeri seseorang.

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon

terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya menganggap bahwa seseorang anak

laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak

perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri. Penelitian terakhir

memperlihatkan hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap tingkat

toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosteron menaikkan ambang nyeri

pada percobaan binatang, sedangkan esterogen meningkatkan

pengenalan/sensitifitas terhadap nyeri. Pada manusia lebih kompleks,

dipengaruhi oleh personal, sosial, budaya, dan lain-lain (Sigit Nian Prasetyo,

2010: 34).

Page 163: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

144

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa

nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,

jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri (Psychology, 2012).

Setiap individu memiliki cara berespon terhadap nyeri yang berbeda. Seorang

klien berkebangsaan Mexico-Amerika yang menangis keras tidak selalu

mempersepsikan pengalaman nyeri sebagai sesuatu yang berat atau

mengaharapkan perawat melakukan intervensi (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 35).

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman yang

telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut akan

mudah dalam menghadapi nyeri pada masa mendatang. Seseorang yang

terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri

daripada individu yang mempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri (Sigit

Nian Prasetyo, 2010: 36).

Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan,

perlindungan dari anggota keluarga lain, atau teman terdekat. Walaupun nyeri

masih dirasakan klien, kehadiran orang terdekat akan meminimalkan kesepian

dan ketakutan (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 37).

5. Pengaruh Lokasi Nyeri Sendi Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi

Berdasarkan hasil penelitian, jumlah responden yang mengalami penurunan

skala nyeri berdasarkan jenis kelamin dengan total 36 responden, pada sendi

ekstremitas bawah dengan total 32 responden, sebanyak 12 responden

mengalami penurunan skala nyeri sendi (50%), 15 responden mengalami

Page 164: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

145

penetapan skala nyeri sendi (46,9%), dan 5 responden mengalami peningkatan

skala nyeri sendi (15,6%). Sedangkan pada sendi ekstremitas atas, sebanyak 1

responden yang mengalami penurunan skala nyeri sendi (25%), 2 responden

mengalami penetapan skala nyeri sendi (50%), dan 1 responden mengalami

peningkatan skala nyeri sendi (25%).

hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p value = 1,000 (p value > 0,05)

maka Ho diterima, berarti tidak ada penurunan skala nyeri sendi yang

signifikan pada responden penderita nyeri sendi. Jadi, tidak ada pengaruh lokasi

nyeri sendi terhadap penurunan skala nyeri sendi di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung Jakarta Timur, Tahun 2013.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang mengatakan lokasi

nyeri sendi berpengaruh terhadap toleransi nyeri seseorang.

Hal ini dikarenakan nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan

tingkat keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan mungkin

terasa ringan, sedang atau bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam

kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing individu juga bervariasi, ada

yang melaporkan nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbakar, dan

lain-lain (Sigit Nian Prasetyo, 2010: 35). Perilaku klien dalam merespons nyeri

ini dapat dipengaruhi oleh kemampuan tubuh untuk menoleransi nyeri dan juga

oleh berat-ringannya sensasi nyeri itu sendiri. (Anas Tamsuri, 2006: 22).

(ambang perbedaan nyeri ekstremitas bawah sama atas lbh bsr mn)

Page 165: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

146

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari banyaknya keterbatasan yang dialami selama penelitian

dilaksanakan, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Adapun

keterbatasan yang peneliti alami, yaitu:

1. Peneliti tidak meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi persepsi dan reaksi

nyeri, seperti makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, pengalaman

sebelumnya, serta dukungan keluarga dan sosial.

2. Peneliti tidak mengkaji secara detail apakah nyeri sendi yang ditimbulkan murni

karena peradangan sendi atau kelainan pada sendi secara patologis, atau

disebabkan pengaruh psikologis lansia, seperti depresi.

3. Peneliti tidak bisa menjamin para responden di kelompok intervensi dapat

melakukan kompres hangat dan stretching secara mandiri dengan sempurna

karena tidak diamati secara khusus.

4. Jumlah sample dalam penelitian ini masih terbatas, yaitu sebanyak 36

responden.

Page 166: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

BAB VII

PENUTUP

Bab ini akan menjelaskan mengenai kesimpulan hasil dari pembahasan mengenai

penelitian secara sistematik yang berkaitan dengan upaya menjawab tujuan penelitian.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian “pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap

penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013”, dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil penelitian berdasarkan kategori usia menunjukan bahwa dari total 36

responden, 23 responden (63,9%) dengan kategori elderly (60 – 74 tahun), 11

responden (30,6%) dengan kategori old (75 – 90 tahun), dan 2 responden

(5,6%) dengan kategori very old (> 90 tahun).

2. Hasil penelitian berdasarkan kategori jenis kelamin menunjukan bahwa dari

total 36 responden, 24 responden (66,7%) berjenis kelamin perempuan dan 12

responden (33,3%) berjenis kelamin laki-laki.

3. Hasil penelitian berdasarkan kategori lokasi nyeri sendi menunjukan bahwa dari

total 36 responden, 32 responden (11,1%) mengalami nyeri sendi ektremitas

bawah dan 4 responden (88,9 %) mengalami nyeri sendi ekstremitas atas.

147

Page 167: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

148

4. Hasil penelitian berdasarkan kategori lokasi nyeri sendi sebelum dilakukan

kompres hangat dan stretching menunjukan bahwa dari total 36 responden, 18

responden pada kelompok intervensi mengalami nyeri sendi skala sedang 10

responden (55,6%), skala ringan 7 responden (38,9%), dan skala berat 1

responden (5,6%). Rata-rata skala nyeri sendi yang dialami responden adalah

2,67 dengan skala nyeri sendi tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri terendah 2

atau ringan. Pada kelompok kontrol dengan total 18 responden, 10 responden

(55,6%) mengalami nyeri sendi dengan skala sedang, skala ringan 7 responden

(38,9%), dan skala berat 1 responden (5,6%). Rata-rata skala nyeri sendi yang

dialami responden adalah 2,67 dengan skala nyeri sendi tertinggi 4 atau berat

dan skala nyeri terendah 2 atau ringan.

5. Hasil penelitian berdasarkan kategori lokasi nyeri sendi menunjukan bahwa

setelah dilakukan kompres hangat dan stretching dari total 36 responden, 18

responden pada kelompok intervensi mengalami nyeri sendi dengan skala

minimal 10 responden (55,6%), skala sedang 4 responden (22,2%), skala

ringan 3 responden (16,7%), dan skala berat 1 responden (5,6%). Rata-rata

skala nyeri sendi yang dialami responden adalah 1,78 dengan skala nyeri sendi

tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri terendah 1 atau minimal. Pada kelompok

kontrol yang tidak dilakukan kompres hangat maupun stretching dengan total

18 responden, 15 responden (83,3%) mengalami nyeri sendi dengan skala

sedang, skala ringan 2 responden (11,1%) dan skala berat 1 responden (5,6%).

Rata-rata skala nyeri sendi yang dialami responden adalah 2,94 dengan skala

nyeri sendi tertinggi 4 atau berat dan skala nyeri terendah 2 atau ringan.

148

Page 168: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

149

6. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p value = 0,000 (p value <

0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara

kompres hangat dan stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi pada

lansia di wilayah RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung Jakarta

Timur, Tahun 2013.

7. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p value = 0,941 (p value >

0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh usia terhadap

penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

8. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p value = 0,878 (p value >

0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin

terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

9. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p value = 1,000 (p value >

0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh lokasi nyeri sendi

terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di wilayah RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013.

B. Saran

Ada beberapa hal yang dapat disarankan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagi praktisi kesehatan agar dapat menjadikan kompres hangat dan stretching

sebagai salah satu alternatif tatalaksana pada pasien dengan nyeri sendi.

149

Page 169: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

150

2. Bagi pelayanan keperawatan komunitas, dengan adanya hasil penelitian ini

dapat digunakan sebagai salah satu intervensi mandiri keperawatan dalam

menangani lansia dengan nyeri sendi di masyarakat.

3. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan skala

nyeri sendi.

150

Page 170: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Azwar, dkk. (2010). Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC

Anderson, Bob. (2008). Stretching. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta

Ayu, Afifka Dyah, dkk. (2012). Pemberian Intervensi Senam Lansia pada Lansia dengan Nyeri Lutut di Unit Rehabilitasi Sosial Margo Mukti Kabupaten Rembang. Jurnal Nursing Studies Universitas Diponegoro, 1, 60 – 65. Diunduh pada 24 Februari 2013 melalui http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing/article/view/163

Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Berman, Audrey, dkk. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. (Edisi 5). Jakarta: EGC

Davies, Kim. (2007). Buku Pintar Nyeri Tulang dan Otot. Jakarta: Erlangga

Fanada, Mery, dkk. (2012). Pengaruh Kompres Hangat dalam Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang Mengalami Nyeri Rematik di Pati Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang Tahun 2012. Diunduh pada 22 Maret 2013 melalui http://www.banyuasinkab.go.id/tampung/dokumen/dokumen-15-50.pdf

Gaib, Malonda. (2011). Uji Kai Kuadrat (Chi Square Test). Diunduh pada 14 Maret 2013 melalui http://statistik-kesehatan.blogspot.com/2011/04/uji-kai-kuadrat-chi-square-test.html

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Indonesia Hip and Knee Society. 2007. Jenis Sakit Nyeri Sendi. Diunduh pada 10 Juni 2013 melalui http://www.sakitsendi.info/artikel/78-jenis-sakit-nyeri-sendi.html

Kasjono, Heru Subaris, dkk. (2009). Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Profil Data Kesehatan Indonesia 2011. Diunduh pada 10 Maret 2013 melalui http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDONESIA_TAHUN_2011.pdf

Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika

151

Page 171: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Laboratorium Gunadarma. (2010). Modul Praktikum Materi Chi Square. Diunduh pada 14 Maret 2013 melalui http://ma-dasar.lab.gunadarma.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/Modul-Chi-Square.pdf

Lukman, dkk. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Majalah Kesehatan (2011). 5 Penyebab Umum Nyeri Sendi. Diunduh pada 8 Maret 2013 melalui http://majalahkesehatan.com/5-penyebab-umum-nyeri-sendi/

Maria, Eva. (2008). Pengaruh Teknik Distraksi (Mendengarkan Musik) Terhadap penurunan Nyeri saat Menstruasi Hari Ke 1 pada Mahasiswa PSIK UMY. Skripsi master tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia. Diunduh melalui http://digilib.fk.umy.ac.id/gdl.php?mod=bookmark&id=yoptumyfkpp-gdl-hasnahrimi-323

Nian Prasetyo, Sigit. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Pamungkas, Yohanita. (2010). Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching) terhadap Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah pada Lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri. Jurnal STIKes RS Baptis, 3, 8 – 12. Diunduh pada 8 Maret 2013 melalui http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/stikes/article/view/18443

Pearce, C. Evelyn. (2010). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Psychology. (2012). Faktor yang Mempengaruhi Nyeri. Diunduh pada 10 Juni 2013 melalui http://www.psychologymania.com/2012/08/faktor-yang-mempengaruhi-nyeri.html

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik (Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice). (Edisi 4). Jakarta: EGC

Pudjiastuti, Sri Surini, dkk. (2003). Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC

152

Page 172: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Stanley, Mickey, dkk. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. (Edisi 2). Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. (Edisi 3). Jakarta. EGC

Hastono, Sutanto Priyo. (2010). Analisis Data Kesehatan. Jakarta: FKUI

Tamsuri, Anas. (2006). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Taslim, Hartono. (2001). Gangguan Muskuloskeletal pada Usia Lanjut. Diunduh pada 10 Juni 2013 melalui http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072001/pus-1.htm

Ukas Danaria (2011). Peregangan (Stretching). Diunduh pada 8 Maret 2013 melalui http://yukez.wordpress.com/2011/03/13/peregangan-stretching/

Wijayanto, Andi. (2009). Uji Chi Square. Diunduh pada 14 Maret 2013 melalui http://eprints.undip.ac.id/6796/1/CHI-KUADRAT.pdf

153

Page 173: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

LAMPIRAN

Page 174: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 3

PENJELASAN PENELITIAN

Kepada : Yth. Saudara/i

di-

RW 03 Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

Bersama ini disampaikan bahwa dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di Program

Sarjana Ilmu Keperawatan STIKES PERTAMEDIKA, maka saya :

Nama : Itjmi Ayoe Feryani

NPM : 09028

Alamat : Asrama Palad GUPUSMU III RT 01/03 No. D13, Jak-Tim

Nomor telephone : 085710071060

Alamat email : [email protected]

Bermaksud mengadakan penelitian skripsi berjudul Pengaruh kompres hangat dan

stretching terhadap penurunan skala nyeri sendi pada lansia di RW 03, Kelurahan

Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013. Tujuan umum penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan

skala nyeri sendi pada lansia di RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung,

Jakarta Timur tahun 2013.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian dan pengaruh apapun. Hal tersebut

karena semua informasi dan kerahasiaan identitas yang diberikan akan dijaga dan hanya

Page 175: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

digunakan untuk penelitian ini semata. Jika saudara/i telah menjadi responden dan

terjadi hal-hal yang menimbulkan ketidaknyamanan maka saudara/i diperkenankan

untuk mengundurkan diri dari penelitian dengan memberi informasi kepada peneliti.

Saudara/i tidak mendapat manfaat secara langsung dalam penelitian ini, tetapi penelitian

ini sangat bermanfaat bagi perbaikan pelayanan dan pengembangan keilmuan

keperawatan.

Saya sangat mengharapkan agar saudara/i berkenan menjadi responden dan mengisi

lembar persetujuan. Atas perhatian dan kesediaannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Jakarta, 10 April 2013

Peneliti

Itjmi Ayoe Feryani

Page 176: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 4

SURAT PERSETUJUAN RESPONDEN

Judul Penelitian : Pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan skala

nyeri sendi pada lansia di RW 03, Kelurahan Pulogebang,

Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013

Peneliti : Itjmi Ayoe Feryani

NPM : 09028

Asal : Mahasiswa Program Sarjana Ilmu Keperawatan STIKES

PERTAMEDIKA

Dengan ini saya memberikan persetujuan untuk menjadi reponden dalam penelitian ini.

Saya mengetahui bahwa saya menjadi bagian dari penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh kompres hangat dan stretching terhadap penurunan skala nyeri

sendi pada lansia di RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur

tahun 2013.

Saya mengetahui bahwa tidak ada resiko yang akan saya alami dan saya diberitahukan

tentang adanya jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan. Saya juga memahami

bahwa penelitian ini bermanfaat bagi pelayanan keperawatan.

Page 177: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Jakarta, 10 April 2013

Tanda Tangan Peneliti Tanda Tangan Responden

Itjmi Ayoe Feryani _____________________

Page 178: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 5

Tanggal Kode Responden

LEMBAR KUESIONER

Pengaruh Kompres Hangat dan Stretching Terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi pada

Lansia di RW 03, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur tahun 2013

Petunjuk Pengisian:

1. Bacalah setiap pertanyaan dengan cermat sebelum memberi jawaban.

2. Berilah tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan keadaan Saudara saat ini.

3. Tidak perlu menggunakan penghapus atau tipe-x untuk jawaban yang salah tetapi

cukup beri tanda silang (X) pada jawaban yang salah dan memberi tanda (√)

kembali pada jawaban yang dianggap benar.

4. Dimohon untuk TIDAK mengosongkan jawaban pada setiap pernyataan.

5. Saudara dapat bertanya langsung kepada peneliti bila ada pertanyaan yang tidak

jelas atau ada kesulitan dalam menjawab pertanyaan ini.

Page 179: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

DATA DEMOGRAFI

1. Usia : 60 – 74 tahun >90 tahun

75 – 90 tahun

2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Tekanan darah :

4. Saudara sedang merasakan nyeri sendi

Ya

Tidak

5. Pada sendi bagian mana yang terasa nyeri?

Sendi ekstrimitas atas (sendi tubuh bagian atas), antara lain : sendi anggota

gerak atas (termasuk sendi bahu dan sendi siku), sendi tangan dan jari tangan.

Sendi ekstrimitas bawah (sendi tubuh bagian bawah), antara lain : sendi

panggul, sendi lutut, sendi pergelangan kaki, dan sendi telapak kaki.

Seluruh sendi : ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah.

6. Saudara mengalami nyeri sendi selama:

<6 bulan

>6 bulan

7. Apakah Saudara sedang mengalami salah satu hal di bawah ini:

Gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi (darah tinggi), stroke,

dekompensasio kordis (pembesaran jantung), kelainan katup jantung, dan

angina pektoris (nyeri dada disertai sesak).

Page 180: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Mengalami komplikasi, seperti fraktur (patah tulang), tumor ganas

terlokalisasi, perdarahan aktif, edema non inflamasi (bengkak), gangguan kulit

yang menyebabkan kemerahan atau melepuh, dan deformitas (perubahan

bentuk tubuh).

Menjalani terapi medis (terapi dokter) maupun tradisional (terapi alternatif).

Mengkonsumsi obat pereda nyeri.

Tidak mengalami salah satu di atas

Page 181: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

LEMBAR OBSERVASI KELOMPOK PERLAKUAN (PRE/POST)

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis kelamin :

4. Tekanan darah :

5. Alamat :

6. Skala nyeri ekstrimitas bawah yang dirasakan responden pada awal penelitian:

7. Skala nyeri ekstrimitas bawah yang dirasakan responden pada akhir penelitian:

8. Pengukuran skala nyeri responden berdasarkan skala nyeri lima tingkat menurut Sri

Surini Pudjiastuti tahun 2003 (responden merasakan nyeri yang dialaminya berada

pada suatu skala), dengan kriteria:

SKALA NYERI MENURUT SRI SURINI PUDJIASTUTI (2003)

(√) Skala Karakteristik

0 Tidak nyeri; tidak ada rasa nyeri pada waktu istirahat dan

aktivitas.

1 Minimal; istirahat tidak ada nyeri, perasaan nyeri timbul sewaktu

bekerja lama, berat, dan pada penekanan kuat terasa sakit.

2 Ringan; rasa sakit terus menerus atau kadang-kadang timbul,

tetapi masih dapat diabaikan/tidak mengganggu, LGS normal,

pada penekanan kuat terasa sakit, fleksi dan ekstensi sakit.

Page 182: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

3 Sedang; keluhan seperti pada derajat 2, ditambah keluhan

tersebut mengganggu aktivitas dan LGS terganggu.

4 Berat; nyeri menyulitkan lansia hampir tak tertahankan dan

gerakan fleksi/ekstensi hampir tidak ada/tidak mampu.

Jakarta, 2013

Observer

(Itjmi Ayoe Feryani)

Page 183: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

LEMBAR OBSERVASI KELOMPOK KONTROL (PRE/POST)

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis kelamin :

4. Tekanan darah :

5. Alamat :

6. Skala nyeri ekstrimitas bawah yang dirasakan responden pada awal penelitian:

7. Skala nyeri ekstrimitas bawah yang dirasakan responden pada akhir penelitian:

8. Pengukuran skala nyeri responden berdasarkan skala nyeri lima tingkat menurut Sri

Surini Pudjiastuti tahun 2003 (responden merasakan nyeri yang dialaminya berada

pada suatu skala), dengan kriteria:

SKALA NYERI MENURUT SRI SURINI PUDJIASTUTI (2003)

(√) Skala Karakteristik

0 Tidak nyeri; tidak ada rasa nyeri pada waktu istirahat dan

aktivitas.

1 Minimal; istirahat tidak ada nyeri, perasaan nyeri timbul sewaktu

bekerja lama, berat, dan pada penekanan kuat terasa sakit.

2 Ringan; rasa sakit terus menerus atau kadang-kadang timbul,

tetapi masih dapat diabaikan/tidak mengganggu, LGS normal,

pada penekanan kuat terasa sakit, fleksi dan ekstensi sakit.

Page 184: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

3 Sedang; keluhan seperti pada derajat 2, ditambah keluhan

tersebut mengganggu aktivitas dan LGS terganggu.

4 Berat; nyeri menyulitkan lansia hampir tak tertahankan dan

gerakan fleksi/ekstensi hampir tidak ada/tidak mampu.

Jakarta, 2013

Observer

(Itjmi Ayoe Feryani)

Page 185: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 7

WAKTU PENELITIAN

Kegiatan

Bulan ke

2012 2013

9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan

proposal

Penyusunan

instrumen

Persiapan

lapangan

Uji coba

instrumen

Pengumpulan

data

Pengolahan

data

Analisis data

Penyusunan

laporan

Page 186: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 8

OUTPUT DATA SPSS

Frequencies

Statistics

Usia Jenis Kelamin

Lokasi Nyeri

Responden

Skala Nyeri

Pretest

Skala Nyeri

Postest

N Valid 36 36 36 36 36

Missing 0 0 0 0 0

Mean 1.42 1.67 1.89 2.67 2.36

Std. Error of Mean .101 .080 .053 .098 .160

Median 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00

Mode 1 2 2 3 3

Std. Deviation .604 .478 .319 .586 .961

Skewness 1.164 -.738 -2.584 .201 -.399

Std. Error of Skewness .393 .393 .393 .393 .393

Minimum 1 1 1 2 1

Maximum 3 2 2 4 4

Percentiles 25 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00

50 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00

75 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00

Page 187: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 9

Frequency Table

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Elderly (60 - 74 tahun) 23 63.9 63.9 63.9

Old (75-90 tahun) 11 30.6 30.6 94.4

Very Old (>90 tahun) 2 5.6 5.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 12 33.3 33.3 33.3

Perempuan 24 66.7 66.7 100.0

Total 36 100.0 100.0

Lokasi Nyeri Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sendi Ekstremitas Atas 4 11.1 11.1 11.1

Sendi Ekstremitas Bawah 32 88.9 88.9 100.0

Total 36 100.0 100.0

Page 188: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 10

Lokasi Nyeri Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sendi Ekstremitas Atas 4 11.1 11.1 11.1

Sendi Ekstremitas Bawah 32 88.9 88.9 100.0

Skala Nyeri Pretest

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2 14 38.9 38.9 38.9

3 20 55.6 55.6 94.4

4 2 5.6 5.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

Skala Nyeri Postest

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 1 10 27.8 27.8 27.8

2 5 13.9 13.9 41.7

3 19 52.8 52.8 94.4

4 2 5.6 5.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

Page 189: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 11

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kode Intervensi * kategori 36 100.0% 0 .0% 36 100.0%

Kode Intervensi * kategori Crosstabulation

Count

kategori

TotalMenurun Tetap Meningkat

Kode Intervensi Kelompok Perlakuan 13 4 1 18

Kelompok Kontrol 0 13 5 18

Total 13 17 6 36

Page 190: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 12

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 20.431a 2 .000

Likelihood Ratio 25.950 2 .000

Linear-by-Linear Association 15.929 1 .000

N of Valid Cases 36

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is 3,00.

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for Kode

Intervensi (Kelompok

Perlakuan / Kelompok

Kontrol)

a

a. Risk Estimate statistics cannot be

computed. They are only computed for a

2*2 table without empty cells.

Page 191: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 13

NPar Tests

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Frequencies

Kode Intervensi N

kategori Kelompok Perlakuan 18

Kelompok Kontrol 18

Total 36

Test Statisticsa

kategori

Most Extreme Differences Absolute .722

Positive .722

Negative .000

Kolmogorov-Smirnov Z 2.167

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Kode Intervensi

Page 192: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 14

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * kategori 36 100.0% 0 .0% 36 100.0%

Jenis Kelamin * kategori Crosstabulation

Count

kategori

TotalMenurun Tetap Meningkat

Jenis Kelamin Laki-laki 6 3 3 12

Perempuan 7 14 3 24

Total 13 17 6 36

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 3.594a 2 .166

Likelihood Ratio 3.722 2 .155

Linear-by-Linear Association .110 1 .740

N of Valid Cases 36

Page 193: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 15

NPar Tests

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Frequencies

Jenis Kelamin N

kategori Laki-laki 12

Perempuan 24

Total 36

Page 194: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 16

Test Statisticsa

kategori

Most Extreme Differences Absolute .208

Positive .125

Negative -.208

Kolmogorov-Smirnov Z .589

Asymp. Sig. (2-tailed) .878

a. Grouping Variable: Jenis Kelamin

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Usia * kategori 36 100.0% 0 .0% 36 100.0%

Page 195: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 17

Usia * kategori Crosstabulation

Count

kategori

TotalMenurun Tetap Meningkat

Usia Elderly (60 - 74 tahun) 9 8 6 23

Old (75-90 tahun) 4 7 0 11

Very Old (>90 tahun) 0 2 0 2

Total 13 17 6 36

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 6.733a 4 .151

Likelihood Ratio 9.163 4 .057

Linear-by-Linear Association .183 1 .669

N of Valid Cases 36

a. 6 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is ,33.

Page 196: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 18

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for Usia (Elderly

(60 - 74 tahun) / Old (75-90

tahun))

a

a. Risk Estimate statistics cannot be

computed. They are only computed for a

2*2 table without empty cells.

NPar Tests

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Frequencies

Usia N

kategori Elderly (60 - 74 tahun) 23

Very Old (>90 tahun) 2

Total 25

Page 197: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 19

Test Statisticsa

kategori

Most Extreme Differences Absolute .391

Positive .391

Negative -.261

Kolmogorov-Smirnov Z .531

Asymp. Sig. (2-tailed) .941

a. Grouping Variable: Usia

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lokasi Nyeri Responden *

kategori36 100.0% 0 .0% 36 100.0%

Page 198: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 20

Lokasi Nyeri Responden * kategori Crosstabulation

Count

kategori

TotalMenurun Tetap Meningkat

Lokasi Nyeri Responden Sendi Ekstremitas Atas 1 2 1 4

Sendi Ekstremitas Bawah 12 15 5 32

Total 13 17 6 36

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square .349a 2 .840

Likelihood Ratio .343 2 .842

Linear-by-Linear Association .338 1 .561

N of Valid Cases 36

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is ,67.

Page 199: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 21

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for Lokasi Nyeri

Responden (Sendi

Ekstremitas Atas / Sendi

Ekstremitas Bawah)

a

a. Risk Estimate statistics cannot be

computed. They are only computed for a

2*2 table without empty cells.

NPar Tests

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Frequencies

Lokasi Nyeri Responden N

kategori Sendi Ekstremitas Atas 4

Sendi Ekstremitas Bawah 32

Total 36

Page 200: SKRIPSI INI YA ALLAH (Repaired) (Repaired) (Repaired)

Lampiran 22

Test Statisticsa

kategori

Most Extreme Differences Absolute .125

Positive .125

Negative .000

Kolmogorov-Smirnov Z .236

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

a. Grouping Variable: Lokasi Nyeri Responden