misi kpk adalah sebagai berikut: · web viewadapun tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :...

50
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI ALIVIA AZZAHRA 1202016008 Manajemen Karyawan

Upload: duongdien

Post on 17-May-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

ALIVIA AZZAHRA

1202016008

Manajemen Karyawan

Universitas Yarsi

2016/2017

ii

DAFTAR ISI

Daftar Isi ..................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah.................................................................... 2

1.3. Batasan Masalah...................................................................... 2

1.4. Tujuan...................................................................................... 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA..................................................................... 3

2.1............................................................................................ Sekilas KPK

3

Tabel 1..................................................................................5

2.2....................................................................................... KPK 2011 – 2015

5

2.3.............................................................................................. Misi KPK 5

2.4........................................................................................ Fungsi dan Tugas

6

2.5...................................................................................... Struktur Organisasi

6

Gambar 1...................................................................................7

2.6........................................................................................... Prestasi KPK

7

BAB III ANALISI...................................................................................... 9

3. 1. Asal Draf Revisi UU............................................................... 9

Gambar 2...............................................................................11

3. 2. Tujuan Revisi..........................................................................12

3. 3. Analisis Pro dan Kontra..........................................................13

Tabel 2...................................................................................19

Tabel 3...................................................................................25

3. 4. Dampak yang Di Timbulkan...................................................25

Gambar 3...............................................................................27

i

BAB IV KESIMPULAN ...........................................................................29

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................31

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Administrasi Negara adalah ilmu dan seni dalam penyelenggaraan

pemerintahan Negara dan pembangunan bangsa guna mewujudkan cita-cita dan

tujuan bersama dalam bernegara (Sugiyanto : 2001).Seperti yang tertuang dalam

pembukaan UUD 1945 alinea ke-3 dan 4 yang memuat tentang cita-cita dan

tujuan bangsa Indonesia, tentulah membutuhkan kerjasama dari seluruh warga

Negara Indonesia untuk mewujudkannya.

Berhubung Indonesia adalah Negara yang memiliki wilayah yang sangat

luas dan penduduk yang sangat banyak, untuk itu, Indonesia perlu membuat

lembaga-lembaga yang menampung semua aspirasi rakyat dan mengatur kegiatan

administrasi negara baik menjalankannya atau memberantas sesuatu yang tidak

pada jalur nya (korupsi).

Salah satu lembaga yang ikut turun tangan dalam pembangunan Indonesia

adalah KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara

profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara

yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

bebas dari kekuasaan manapun.

KPK mengemban kepercayaan dari rakyat untuk mewujudkan Indonesia

menjadi Negara yang bebas korupsi. Beberapa fraksi dari DPR mengusulkan

revisi UU No.30 tahun 2002 yang banyak menuai pro dan kotra dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis akan membahas analisis pro dan kontra dari draf revisi

1

UU no.30 tahun 2002 dan dampak kepada masyarakat bilamana draf revisi

tersebut disahkan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pro dan kontra yang ditimbulkan dari draf rancangan undang-

undang perubahan atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi?

2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan apabila draf rancangan undang-

undang perubahan atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi disahkan ?

1.3. Batasan Masalah

Agar pembahasan dapat dilakukan dengan mudah serta efektif dan tidak meluas

dari tema yang telah difokuskan, maka penulis membuat batasan masalah, yaitu :

1. Pro dan Kontra dari 5 poin penting yang penulis bahas

2. Dampak yang ditimbulkan apabila draf rancangan undang-undang

perubahan atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi disahkan

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Administrasi Publik

2. Untuk mengetahui pro kontra yang terjadi tentang pembahasan draf

revisUU No.30 Tahun 2002

3. Untuk menganalisa dampak kepada public apabila draf revisi tersebut

disahkan

2

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Untuk mendukung penulisan ini lebih valid maka perlu didukung dengan

beberapa landasan teori yang dikemukakan baik melalui para ahli, situs resmi

pemerintah dan Koran.

2.1. Sekilas KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)1 dibentuk berdasarkan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi

secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan

lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

KPK adalah badan Independen.KPK dibentuk bukan untuk mengambil

alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada

sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai

trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya

pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya

menjadi lebih efektif dan efisien.

Adapun tugas KPK yang adalah koordinasi dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi

terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK;

melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK;

melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor

terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

1 KPK, “Sekilas KPK, Visi dan Misi KPK, Fungsi dan Tugas KPK, Struktur Organisasi KPK”,http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/sekilas-kpk, diakses 10 Oktober 2015 Jam 11.26.37

3

Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas,

yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan

proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan

laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK .

KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang

ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota.

Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari

unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan

selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa

jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif

kolegial.

Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas bidang

Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan

Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh

seorang deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang

Sekretaris Jenderal  yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik

Indonesia, namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.

Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa

sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam

aktivitas dan langkah-langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan

operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan

kompetensi yang diperlukan.

4

Tabel 1. 10 Daerah dengan Laporan Dugaan Korupsi pada KPK

Tertinggi (Tahun 2004 – 2010)

NO Propinsi Jumlah Laporan

1 DKI Jakarta 7329

2 Jawa Timur 3966

3 Jawa Barat 3587

4 Jawa Tengah 3100

5 Sumatera Selatan 2675

6 Sulawesi Selatan 1929

7 Riau 1346

8 Kalimantan Timur 1306

9 Sumatera Utara 1286

10 Jambi 875

Sumber : acch - kpk

2.2. KPK 2011-2015

Menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas,

efektif, dan efisien!

2.3. Misi KPK adalah sebagai berikut:

1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak

Pidana Korupsi

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan Tindak Pidana Korupsi

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

5

2.4. Fungsi dan Tugas

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan

tindak pidana korupsi.

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan

tindak pidana korupsi.

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak

pidana korupsi.

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang :

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak

pidana korupsi;

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak

pidana korupsi;

3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi

kepada instansi yang terkait;

4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana

korupsi.

2.5. Struktur Organisasi

Berdasarkan Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

No. PER-08/XII/2008 tanggal 30 Desember 2008 Tentang Organisasi dan

Tata Kerja KPK

6

Gambar 1. Struktur Organisasi KPK

2.6. Prestasi KPK

Inilah deretan garis besar prestasi yang pernah diraih oleh KPK selama

bertugas menangani berbagai kasus2:

1. Keberhasilan pada tingkat penuntutan mencapai 100 persen

2. Menjerat tiga menteri aktif

3. Menjerat penegak hukum aktif

4. Menjerat pimpinan parpol aktif

5. Penyelamatan kerugian negara yang fantastis

6. Pelopor dan aktif dalam OTT terhadap pelaku korupsi

7. Pelopor tuntutan pencabutan hak politik untuk pelaku korupsi

7

8. Melakukan terobosan hukum menuntut pelaku korupsi dengan UU

Korupsi dan UU TPPU

9. Audit keuangan KPK selalu mendapatkan opini Wajar Tanpa

Pengecualian (WTP)

10. Menerima Penghargaan Ramon Magsaysay pada 2013

11. Penangkapan M. Nazaruddin dan Anggoro Widjojo yang buron di luar

negeri2

2Fajar,”Garis Besar 11 Prestasi KPK”,http://fajar.co.id/nasional/2014/12/29/icw-kpk-11-tahun-11-prestasi.html#sthash.6M1iE8NO.dpuf, Diakses 11 Oktober 2015 Jam 10.20.35

8

BAB III

ANALISIS

3. 1.Asal Draf Revisi UU No. 30 Tahun 2002

Selama 11 tahun lebih berdiri, para jaksa di KPK sudah menangani lebih

dari 340 kasus di pengadilan tipikor. Semua kasus di pengadilan tipikor

dimenangkan para jaksa KPK. Hingga saat ini, para jaksa KPK masih

memegang rekokr 100% menang di persidangan perkara pokok, dan rekor ini

tidak dimiliki oleh penegak hukum lain. Namun, rekor 100% menang tersebut

sepertinya tidak digubris oleh DPR,terbukti dengan adanya wacana dari DPR

untuk merivisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Bahkan, draf dari

rancangan UU perubahan atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK telah

beredar saat rapat pleno Badan Legislasi DPR, Selasa 6 Oktober 2015 yang

lalu.

Namun, asal draf tersebut masih menjadi tanda tanya. Dari salinan draf

yang beredar, pada halaman pertama bagian atas draf terdapat lambang

kepresidenan dan tulisan Presiden Republik Indonesia. Sekjen PDIP Hasto

Kristiyanto menyebut bahwa revisi UU KPK berasal dari kesepakatan

Parlemen dengan pemerintah.3

Anggota Fraksi Nasdem yang juga menjadi turut menjadi pengusul revisi

UU KPK, Taufiqulhadi mengatakan, draf yang beredar saat ini sebelumnya

disampaikan pemerintah kepada DPR. Draf itu sempat didiskusikan bersama

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly saat rapat Baleg pada Juni 2015

lalu.

3Icha Rastika,”Sekjen PDI-P: Revisi UU KPK Merupakan Hasil Kesepakatan dengan Pemerintah”,http://nasional.kompas/tag/.jokowi,diakses 15 Oktober 2015 Jam 12.30.04

9

"Draf itu mengadopsi draf pemerintah. Itu masih ada cap Presiden-nya,"

kata dia saat dihubungi, (Taufiq:2015) draf usulan pemerintah itu belum

pernah dicabut, meski Presiden Joko Widodo menyatakan menolak revisi UU

KPK tersebut.

"Tidak ada permintaan cabut sampai sekarang. Karena Dirjen Perundang-

Undangan saat itu mengatakan draf itu resmi dan tidak dicabut," kata Taufiq.

Senada dengan Taufiq, anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul

Sani mengatakan, jika memang draf itu merupakan usulan DPR, seharusnya

tak ada kop Presiden RI.

"Setahu saya, kalau inisiatif DPR tidak ada (kop Presiden). Contohnya

RUU Disabilitas itu inisiatif DPR, tidak ada kop presidennya," kata

Arsul.Adapula wacana yang beredar bahwa draf tersebut merupakan hasil

inisiatif DPR.

Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto mengatakan, draf

yang beredar saat ini merupakan draf inisiatif hasil pembahasan DPR.

Menurut dia, mengenai adanya kop Presiden RI pada berkas draf tersebut, ia

mengaku tak mengetahuinya dan meminta untuk tak membesar-besarkan

masalah tersebut.

"Namanya juga diskusi, mungkin saja kertas sobek lalu dipakai untuk oret-

oretan (coretan). Kan bisa saja," ujarnya. Menurutnya, hal tersebut bukan

sesuatu yang substansial. "Namanya saja kop surat, Mas. Yo iso nggawe (bisa

dibuat). Jadi kita tidak boleh berpersepsi atau berprasangka dulu," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Badan Legislasi Sareh Wiyono mengatakan,

pemerintah pernah mengusulkan agar revisi UU KPK masuk ke dalam

Prolegnas Prioritas 2015. Namun, hingga kini belum menyerahkan draf dan

naskah akademik revisi UU tersebut.

10

"Sehingga dari anggota mengusulkan agar ini bisa diselesaikan dan masuk

ke dalam Prioritas 2015," kata Sareh.

Sejauh ini Revisi UU KPK diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam

fraksi saat rapat pleno Baleg, Selasa (6/10/2015) lalu. Keenam fraksi itu yakni

Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PPP, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, Fraksi

Nasdem dan Fraksi Golkar. Mereka meminta agar revisi itu menjadi usulan

inisiatif DPR dan masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015.

Dalam konferensi persnya, Rabu, 7 Oktober, KPK membedah satu-per

satu poin usulan yang justru dianggap melemahkan, bukan menguatkan

lembaga anti-rasuah itu. Rappler menggabungkan 15 poin yang menjadi

keberatan KPK dan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal revisi UU

tersebut. Dalam bentuk gambar berikut:

Gambar 2. Kontroversi 15 Poin Usulan Revisi UU KPK

11

3. 2.Tujuan Revisi UU No. 30 Tahun 2002

Terlepas dari pihak yang mengusulkan draf Revisi UU tentang KPK,

tujuan dari revisi UU tersebutpun banyak dilontarkan oleh beberapa tokoh

dan juga lembaga non-pemerintah. Salahsatu anggota dari Frkasi PDIP Said

Abdullah meyakini revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK semata-mata

demi meluruskan ‘’kiblat’’ atau tujuan institusi itu agar sesuai amanat

konstitusi. “Saat ini kewenangannya melampui konstitusi sehingga UU tidak

dibutuhkan karena semua oknum KPK merupakan manusia setengah dewa.”

Katanya.

Said mengatakan revisi itu tidak akan membubarkan KPK karena lembaga

tersebut masih sangat dibutuhkan. Namun menurutnya, KPK harus diberikan

tengat sampai kapan harus mampu melkasanakan tugasnya. “Karena

bagaimanapun KPK merupakan lembaga ad hoc, yang sesuai jati dirinya

bersifat sementara.” ujarnya. Said juga mengatakan publik lupa bahwa KPK

merupakan sebuah lembaga yang didesain bersifat temporer tapi berkembang

menjadi tidak pernah jelas sampai kapan keberadaanya.4

Sementara itu, Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) Johan Budi, menilai tujuan anggota DPR merevisi Undang-Undang

Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK untuk melemahkan pemberantasan

korupsi yang dilakukan lembaganya. "Saya yakin tujuannya untuk

melemahkan KPK. Misalnya membatasi umur KPK 12 tahun. Jelas ini

bertentangan dengan TAP MPR tahun 2001. Jelas disebut KPK tidak diberi

ruang atau batasan waktu untuk bekerja karena korupsi sangat banyak dan

kita sepakat itu," ujar Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Meski demikian, Johan menilai, upaya melemahkan KPK ini bukan

berasal dari DPR sebagai institusi melainkan hanya sikap oknum yang belum

tentu didukung oleh partainya.

4Ruslan Burhani,”Anggota DPR: revisi UU KPK luruskan tujuan”,http://www.antaranews.com/berita/523197/anggota-dpr—revisi-uu-kpk-luruskan-tujuan,diakses 13 Oktober 2015 Jam 00:02:04

12

"Tidak semua anggota DPR setuju bahkan beberapa fraksi menyatakan

penolakan terhadap UU KPK, saya tidak percaya ini insititusi DPR tapi

memang ada sebagian anggota DPR entah alasan apa saya tidak tahu untuk

mereduksi kewenangan KPK. Sekali lagi kalau dilihat dari draf yang kalau itu

benar, saya yakin tujuannya untuk melemahkan KPK," pungkas Johan.

Sejalan dengan Johan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai DPR

bermaksud menghancurkan KPK dengan menyusun draf revisi UU NO. 30

Tahun 2002 tentang KPK. Salah satu poin dalam revisi itu menyebutkan KPK

hanya bertugas selama 12 tahun setelahdraf RUU itu resmi diundangkan.

“Bukan lagi ‘amputasi’, melainkan ingin menghancurkan KPK. Kalau kita

baca draf Rancangan UU KPK yang beredar versi DPR beberapa waktu lalu,

tampak mereka membatasi usia KPK hanya 12 tahun saja. Disitu tampak

ingin membubarkan KPK 12 tahun seandainya Rancangan UU ini

direalisasikan.” Ucap Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW donal Fariz di

Jakarta hari Rabu (7/10/2015) lalu.

Menurutnya, DPR salah menafsirkan undang-undang yang menyebutkan

bahwa KPK merupakan lembaga ad hoc. Padahal, lembaga ad hoc bukan

berarti membatasi waktu keberadaan lemabaga tersebut. Lembaga ad hoc

adalah yang dibuat dengan tujuan tertentu sehingga bisa berakhir apabila

tujuannya telah tercapai.

3. 3.Analisis Pro dan Kontra

Berdasarkan 15 poin krusial yang saat ini sedang diperbincangkan, penulis

melihat ada 5 poin yang menurut penulis sangat menarik perhatian. Penulis

menganggap 5 poin ini dapat membuat KPK menjadi lemah dan bahkan

membuat KPK hancur. 5 poin inilah yang akan penulis bedah satu per satu

poin yang justru melemahkan bukan menguatkan lembaga anti rasuah ( Ras,

Suku, Agama)

13

1. KPK akan Dibubarkan dalam 12 tahun Sejak Revisi Disahkan

Perdebatan tentang UU ini menjadi lebih kencang karena sejumlah

pasal dalam draf revisi UU KPK dianggap melemahkan lembaga

antikorupsi itu. Antara lain aturan tentang pembatasan usia KPK yang

hanya 12 tahun setelah revisi UU disahkan.

Tentu saja perdebatan ini menuai pro dan kotra dari berbagai

pihak.Masinton Pasaribu Anggota Komisi III DPR menjabarkan alasan

Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK perlu direvisi,

yaitu demi menata dan membenahi sistem penegakkan hukum

Indonesia.

"Saya sebagai salah satu inisiator (revisi UU KPK), semangatnya itu

penataan dan pembenahan penegakkan hukum," katanya di Gedung

Nusantara II, Jakarta, Rabu (7/10/2015) seperti dilansir Antara.

Dia mengatakan butuh reposisi dan reformasi fungsi-fungsi penegakkan

hukum, khususnya dalam kaitannya dengan pemberantasan korupsi.

Mengenai usul usia KPK hanya 12 tahun, Masinton berkilah bahwa

tujuannya agar ada tolak ukur waktu transisi dalam pemberantasan

korupsi.

"Tahun depan sudah 18 tahun reformasi, lalu apabila usia 12 tahun

disetujui maka 30 tahun. Itu cukup bagi KPK menggenjot institusi lain

seperti Kejaksaan dan Kepolisian melakukan hal yang sama," kata

Masinton.

Dia menjelaskan urgensi revisi UU KPK masuk prioritas Prolegnas

2015 agar Pimpinan KPK yang baru bisa menjalankan sistem dalam

KPK mengikuti UU KPK.

Bagi Masinton, revisi UU KPK sebelumnya adalah inisiatif pemerintah

dan apabila menjadi usul DPR maka bisa lebih mudah dan cepat.

14

"Kalau UU kita ubah lalu Pimpinan KPK dipilih, nanti tidak efisien.

Kami ingin pimpinan KPK yang dipilih nanti bisa mengikuti UU KPK

hasil revisi," ujarnya.

Masinton menegaskan revisi UU KPK itu bukan untuk memperlemah

KPK karena akan bersamaan dengan revisi UU Kejaksaan dan UU

Kepolisian, melainkan untuk memperbesar porsi-porsi penanganan dan

pencegahan kasus korupsidanpencegahannya.

"Bikin gaduh dari sisi apa? Justru revisi UU KPK memperkuat sistem

penegakkan pemerintahan yang bersih," sambung Masinton.

Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasdem,

Fraksi PKB, Fraksi Hanura, dan Fraksi PPP mengusulkan revisi UU

KPK masuk Prolegnas Prioritas 2015.5

Selain itu masih banyak juga pihak lain yang sangat menentang draf

revisi UU No. 30 Taun 2002 itu. Robikin Emhas Ketua PBNU bidang

hukum, perundang-undangan dan hak asasi manusia berpendapat

pembatasan umur Komisi Pemberantasan Korupsi selama 12 tahun

dalam draf revisi UU KPK tidak mencerminkan kesadaran kolektif

antikorupsi.

"Bahkan boleh dikatakan tidak memiliki basis argumentasi dan rasio

logis yang memadai, karena di tengah praktik korupsi yang masih

membudaya dan masyarakat yang menempatkan korupsi sebagai

extraordinary crime," kata Robikin di Jakarta, Kamis (8/10/2015)

seperti dilansir Antara.Oleh karena itu, lanjut pengacara konstitusi ini,

sangat bisa dipahami apabila terjadi penolakan publik terhadap gagasan

itu.

"Berbeda seandainya pembubaran KPK yang memang bersifat ad hoc

itu didasarkan pada indeks korupsi dengan parameter yang akuntabel,

misalnya," kata Robikin.

5Restu Indah,”Ini Alasan Pengusul KPK Perlu Direvisi”,http://www.suarasurabaya.net/fokus/663/2015/160327-Ini-

Alasan-Pengusul-UU-KPK-Perlu-Direvisi, Diakses 15 Oktober Jam 16.32.42

15

Dia juga mengungkapkan bahwa Nahdlatul Ulama dalam Muktamar ke-

33 di Jombang pada awal Agustus lalu bahkan merekomendasi agar

koruptor dihukum mati.

"Rekomendasi itu dilakukan setelah melalui kajian mendalam dan

sangat hati-hati, termasuk dari sisi hak asasi manusia mengingat

menyangkut hak hidup manusia," katanya.

Diantara pertimbangan faktual Nahdlatul Ulama merekomendasi

hukuman mati terhadap koruptor adalah karena daya rusak korupsi yang

langsung menyentuh kehidupan ekonomi masyarakat di tingkat akar

rumput, jelas Robikin.

Dalam keadaan seperti ini, katanya, politik pembangunan hukum harus

memperkuat institusi penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi,

baik kepolisian, kejaksaan dan KPK.

Selain itu, tegas Robikin, pembentuk undang-undang melalui proses

legislasi yang ada perlu terus mendorong tata kelola pemerintahan yang

makin akuntabel dan transparan, serta terus mengupayakan tumbuh-

berkembangnya budaya anti korupsi di masyarakat.6

2. Penghapusan Kewenangan Hak Penuntutan KPK

Selain membatasi masa kerja KPK hingga 12 tahun ke depan, draf

Rancangan UU KPK itu tak mencantumkan kewenangan penuntutan

KPK. KPK, dalam revisi UU tersebut, tak bisa lagi melakukan

penuntutan karena tindakan tersebut menjadi kewenangan Kejaksaan

Agung.

6Restu Indah, “Pembatasan Umur KPK Tak Cerminkan Kesadaran Anti Korupsi”,http://www.suarasurabaya.net/fokus/663/2015/160363-Pembatasan-Umur-KPK-Tak-Cerminkan-Kesadaran-Antikorupsi, Diakses 15 Oktober 2015 Jam 16.40.45

16

Revisi undang-undang KPK menghapuskan  tugas dan kewenangan

dibidang penuntutan. Hal ini tercantum dalam pasal 53 revisi undang-

undang KPK. Implikasi dari pasal ini adalah KPK tidak lagi memiliki

kewenangan menuntut, dan proses penanganan perkara di lembaga

antirausah akan diserahkan kepada kepolisian. dihapuskannya

wewenang penuntutan KPK justru mengubah total wajah KPK sebagai

lembaga khusus yang memiliki wewenang kuat dalam memberantas

korupsi. Pasalnya sejak berdirinya KPK, penanganan perkara korupsi

dari penyelidikan hingga penuntutan dilakukan secara integral atau satu

atap. Disatukannya kewenangan penyelidikan/penyidikan dan

penuntutan dalam KPK adalah guna untuk mempercepat proses

penanganan korupsi sehingga tak berlarut-larut .

DPR menjelaskan bahwa penghapusan kewenangan penututan KPK

hanya untuk mengembalikan kinerja penegakkan hukum kepolisian dan

kejaksaan agung dan memperkuat wewenang KPK maupun

memperkuat dua lembaga yaitu kepolisian dan kejaksaan. Hal ini

belajar dari praktik antara kepolisian dan kejaksaan dimana sering

terjadi “bolak-balik” dalam penuntutan perkara sehingga penuntasannya

memakan waktu sangat lama.

"Perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh

penuntut umum pada KPK menjadi sama kedudukannya dengan

perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh

penuntut umum pada kejaksaan dan berlaku pada semua tingkatan

pengadilan sampai dengan Mahkamah Agung," tulis naskah akademik

revisi UU KPK, halaman 47, dikutip merdeka.com, Selasa (13/10).

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menjelaskan,

selama ini KPK bekerja sendiri dalam memberantas korupsi. Hal ini

dilakukan agar KPK bisa sejalan dengan kepolisian dan kejaksaan

dalam menegakan hukum.

17

"Penuntutan tetap penuntutan pada KPK, tapi sinergi dengan kejaksaan

agung, kenapa kami kasih begitu, karena KPK selama ini tidak pernah

koordinasi dengan Polri dengan Kejaksaan, KPK bisa rapat dengan

DPR tapi sama jaksa dan Polri enggak bisa, mereka bisa sejalan," kata

Arteria saat berbincang dengan merdeka.com.

Arteria menegaskan, tidak mungkin koordinasi ini bisa mengganggu

penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Sebab menurut dia, KPK tetap

yang memegang bukti perkara tersebut, kejaksaan hanya koordinasi

saja.

Padahal, penjelasan dalam UU 30 tahun 2002 tentang KPK yang

berlaku saat ini menjelaskan bahwa lembaga anti korupsi itu diberi

kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, sekaligus

penuntutan. Hasilnya, penanganan kasus di KPK lebih efektif dan

memiliki rekor 100% menang.

Selama ini, dalam menuntut para koruptor di pengadilan tindak pidana

korupsi (tipikor), lembaga antirasuah ini tak pernah lepas dari hukuman

pidana. Kita pun masih ragu jika wewenang penuntutan diserahkan

sepenuhnya kejaksaan. Saat ini, buruknya integritas aparat penegak

hukum telah membuat fungsi penindakan mereka menjadi mandul.

Lahirnya KPK sebagai lembaga penegak hukum justru disebabkan tidak

berfungsinya penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan masih belum

bersih dari praktik korupsi.

Jika kewenangan penuntutan dilakukan terpisah potensi penghentian

perkara korupsi oleh kejaksaan sangat terbuka lebar. Menarik

kewenanganan penuntutan KPK kejaksaan hanya akan membuka

praktik korupsi baru dikejaksaan dengan modus penghentian perkara.

Jika misi senyap ini berhasil dengan membatasi wewenang pokok KPK

18

tersebut, maka ini adalah kemenangan para koruptor dan kekalahan bagi

keadilan rakyat.7

Tabel 2. Kasus Dugaan Korupsi yang Diteruskan KPK Ke Instansi

Lain (Per: Desember 2010)

No Instansi Tahun Persen

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

1 Kejaksaan 463 480 234 227 236 4 1 1.645 37,96%

2 Kepolisian 205 320 153 158 147 8 1 992 22,89%

3 Itjen dan

LPND

153 218 78 40 45 29 20 583 13,45%

4 BPK 112 120 87 32 9 13 6 379 8,75%

5 Bawasda 33 49 50 81 73 50 26 362 8,35%

6 BPKP 85 102 41 25 17 12 6 288 6,65%

7 MA 39 26 6 6 6 1 0 84 1,94%

1090 1315 649 569 533 117 60 4.333

3. KPK Hanya Boleh Memeriksa Kasus Diatas 50 Milyar

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 pasal 11 huruf c tentang KPK,

menjelaskan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang menyangkut

kerugian Negara paling sedikit 1 milyar. Dalam draf rancangan tersebut

ada poinyang menyebutkan bahwa KPK hanya bisa menangani perkara

korupsi dengan kerugian Negara Rp 50 milyar keatas.Ini berarti bahwa

kewenangan KPK semakin dipersempit.

Menurut KPK, pembatasan ini tidak mendasar karena lembaga ini, pada

fokus pada subjek hukum, bukan pada kerugian Negara.

7 Icha Rastika,”KPK Harus Libatkan Kejaksaan dan Polri”,http://www.merdeka.com/politik/dalam-revisi-uu-penuntutan-KPK-harus-libatkan-polri-dan-kejaksaan.html, Diakses 15 Oktober 2015 Jam 14.21.20

19

Draf revisi Undang-Undang (UU) KPK no 30 tahun 2002 terkait KPK

hanya menangani kasus di atas Rp 50 miliar dianggap akan merubah

substansi kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi penyelenggara

negara. Dikarenakan tidak semua korupsi penyelenggara negara yang

ada di Kabupaten atau Kota di Indonesia besarannya bisa mencapai Rp

50 miliar.

Pakar Hukum Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf

mengatakan KPK tetap harus menangani kasus korupsi di bawah Rp 50

miliar. Karena substansi KPK dihadirkan di era reformasi bukan pada

besaran nilai korupsinya, namun pemberantasan korupsi yang dilakukan

penyelenggara negara dan merugikan masyarakat luas.

"Draf revisi UU KPK ini harus dilihat pada substansi kasusnya. KPK

harus tetap mengusut korupsi penyelenggara negara berapapun

besarannya selama merugikan masyarakat secara luas," (Asep Warlan

Yusuf: 2015).Ia menegaskan, jadi jangan terpatok pada jumlah

uangnya, tapi lebih fokus pada penyelenggara negara. Karena selama

ini kasus korupsi penyelenggara negara di kabupaten atau kota, tidak

sedikit kasusnya dibawah 50 miliar, tapi memberikan efek kerugian

besar bagi masyarakat di daerah.Selain itu siapa yang bisa menjamin

kalau Kejaksaan dan Kepolisian bisa seagresif KPK bila menangani

kasus korupsi dibawah 50 miliar."Saya sendiri ragu pada integritas

kejaksaan dan kepolisian. Dan saya yakin banyak masyarakat pun

seperti itu," katanya.

4. Revisi UU KPK Tentang Penyadapan

Rencana revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) telah disepakati DPR untuk menjadi salah satu program prioritas

legislasi nasional (Prolegnas). Salah satu poin penting yang akan

direvisi adalah soal kewenangan penyadapan oleh KPK.

20

Seperti yang diketahui, kewenangan penyadapan termasuk dalam poin

usulan wacana revisi Undang-undang (UU) KPK Nomor 30 Tahun

2002.  Berbagai pihak telah menyatakan dukungan agar kewenangan

penyadapan tetap dipertahankan dalam UU tersebut, tapi kewenangan

penyadapan perlu kembali diatur agar fungsinya lebih proporsional.

Selain itu, perbaikan terhadap teknis penyadapan juga perlu dilakukan.

Keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus korupsi di dukung oleh

hasil penyadapan. Penyadapan merupakan salah satu tehnik untuk

mendapatkan infomasi dalam upaya pengungkapan kasus dan sebagai

dasar menetapkan langkah penyelidikan berikutnya. Kewenangan

penyadapan KPK oleh sebagian pihak dinyatakan sebagai sebuah

pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena dengan adanya

penyadapan tersebut orang merasa didzalimi dan diganggu kehidupan

privasinya. Pendapat tersebut tidak dapat dibenarkan, karena

kewenangan penyadapan KPK tersebut secara normatif sudah memiliki

Dasar Hukum yang jelas.

Penjelasan pasal 31 ayat (1) UU No.1 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

intersepsi atau penyadapan adalah : “Kegiatan untuk mendengarkan,

merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat

transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen Elektronik yang tidak

bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun

jaringan nirkabel seperti pancaran elektromagnetis atau radio

frequensi”.

Dalam rangka pemberantasan korupsi, maka undang – undang memberi

kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyadapan, sebagaimana

diatur dalam pasal 12 ayat (1) Undang – Undang No.30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

21

menyatakan bahwa : “Dalam melaksanakan tugas penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6

huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan”.

Kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan yang diberikan oleh

UU 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (KPK), tidak menjelaskan dengan rinci mekanisme dan batasan

mengenai Pelaksaan Penyadapan oleh KPK tersebut. Penggunaan

kewenangan penyadapan yang dilakukan saat ini sebenarnya sudah

cukup proporsional. Namun diduga sempat ada penyalahgunaan

wewenang penyadapan oleh beberapa pimpinan KPK untuk tujuan

kepentingan pribadi, sehingga memunculkan asumsi publik bahwa

kewenangan penyadapan oleh KPK tersebut telah melanggar hukum

bahkan melanggar HAM yakni melanggar hak privasi seseorang.

Penyadapan adalah hal yang wajar karena selama ini KPK memiliki

standaroperational procedure (SOP), namun selama ini SOP soal

penyadapan itu dibuat KPK sendiri. Sebenarnya tidak bisa jika hanya

diatur dalam aturan internal institusi itu sendiri. Harus diatur (hukum

acara) sehingga mengikat institusi (KPK) tersebut. Hukum mengenai

penyadapan di dalam lembaga KPK sendiri tidak begitu terperinci

sehingga menimbulkan Pro dan Kontra dari beberapa Pihak.

Ketua KPK Abraham Samad menanggapi keras rencana revisi UU KPK

yang disinyalir akan mengurangi sejumlah kewenangan lembaga

antikorupsi itu. "Kalau penuntutan maupun penyadapan dipereteli,

mendingan KPK dibubarkan saja," (Abraham Samad:2012)

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai revisi UU

KPK bentuk perilaku koruptif dari politisi lantaran tidak transparan dan

akuntabel. Beberapa wacana revisi UU KPK, menurut dia, sulit

22

diterima akal sehat, seperti pengaturan mekanisme penyadapan yang

harus mendapat izin terlebih dulu dari pengadilan negeri setempat.

"Penyadapan itu menjadi kekuatan kami. Bayangkan saja kalau yang

mau disadap itu orang pengadilan. Mengajukan izin, surat itu masuk ke

panitera dulu. Kalau paniteranya tidak berintegritas, tidak bermoral,

langsung dibocori. Nangis Mas Bambang Widjojanto (Wakil Ketua

KPK), yang lain juga nangis. Ini logika yang sulit dipahami akal yang

waras. Menyedihkan sekali," kata Busyro beberapa waktu lalu.

Selama ini, KPK berhasil menangkap tangan proses suap-menyuap

setelah melakukan penyadapan sebelumnya. Hasil sadapan itu pun

diputar di pengadilan tindak pidana korupsi untuk menguatkan

dakwaan.

5. KPK Wajib Lapor Sebelum Menangani Kasus Korupsi

Selain 4 poin yang telah dibahsa sebelumnya, dalam draf tersebut diatur

pula mengenai KPK yang menpunyai kewajiban lapor kepada

kepolisian dan kejaksaan dalam menangani kasus korupsi. Merupakan

salah satu dari pasal yang cukup kontroversial, "Patut diduga, Revisi

UU KPK menjadi agenda dari pihak-pihak yang tidak suka terhadap

ekstistensi KPK memberantas korupsi.

Bahkan banyak pihak menduga bahwa usulan Revisi UU

KPKmerupakan titipan para koruptor atau pihak-pihak yang berpotensi

menjadi tersangka KPK," kata peneliti ICW, Emerson Yuntho, Rabu

(7/10/2015).

Menurut Emerson, selama ini KPK telah menjadi ujung tombak

pemberantasan korupsi di Indonesia, dan khususnya dalam upaya

melakukan penindakan perkara korupsi dengan maksimal. Namun

23

dibalik kewenangan KPK yang luar biasa masih saja ada pihak-pihak

yang berharap sebaliknya. Ingin KPK dibubarkan atau kewenangan

penindakannya dipangkas.

"Para pendukung atau mereka yang pro koruptor lebih suka menjadikan

KPK sebagai Komisi Pencegahan Korupsi daripada Komisi

Pemberantasan Korupsi," urai Emerson.

Menurut Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua, Kejaksaan

agung tidak bisa seenaknya menyerahkan kasus korupsi kepada

kepolisian, harus lapor ke KPK terlebih dahulu karena kejaksaan agung

harus minta informasi dan alat bukti terkait penyidikan.

Bukankah KPK merupakan badan Independen , tugas KPK sudah

sangat jelas untuk memberantas para koruptor di Indonesia. Jika kinerja

KPK melambat, sudah pasti para koruptor bisa bergerak dengan cepat

dan ini adalah salah satu situasi yang menyamankan para koruptor

tersebut.

Sependapat dengan Abdullah, Koordinator LSM Integritas (Arief

Paderi) tidak hanya menolak dengan adanya Revisi Undang-Undang

tetapi selain itu Koordinator LSM Integritas juga menolak dengan

adanya wajib lapor kepada kepolisian dan kejaksaan terkait pidana

korupsi karena ini semua adalah serangkaian upaya sistematis

pelemahan terhadap pemberantasan korupsi di indonesia, dan untuk saat

ini KPK Dipercayai oleh publik dalam menangani tindak pidana

Korupsi.

Serangan mutlak yang membuat KPK lemah bahkan hancur

diantaranya: KPK wajib lapor ke Kejaksaan dan Polri ketika

menangani perkara korupsi, KPK tidak dapat mengangkat penyelidik

dan penyidik secara mandiri, pemberhentian penyelidik dan penyidik

24

harus berdasarkan usulan Kejaksaan dan Polri serta menjadikan KPK

sebagai 'Lembaga Panti Jompo.'

Tabel 3. Corruption Perception Index (CPI) Indonesia 2001-2010

Tahun Indonesia

CPI Rangking

2001 1.9 88

2002 1.9 96

2003 1.9 122

2004 2.0 133

2005 2.2 137

2006 2.4 130

2007 2.3 143

2008 2.6 126

2009 2.8 111

2010 2.9 110

3. 4. Dampak yang Ditimbulkan Apabila Draf Revisi UU No.30 Tahun 2002

Disahkan

1. Umur KPK dibatasi hanya 12 tahun

Pasal 5 dan Pasal 73 Revisi UU KPK ini menyebutkan secara spesifik

bahwa usia KPK hanya 12 tahun sejak Revisi UU KPK disahkan. Ini

adalah kiamat pemberantasan korupsi, bukan hanya bagi KPK tapi juga

Bangsa Indonesia. Karena pendirian KPK adalah salah satu mandat

reformasi, dan publik berharap banyak terhadap kerja KPK.

Pembubaran KPK secara permanen melalui Revisi UU KPK yang

disahkan, akan menjadi lonceng peringatan yang baik untuk koruptor,

tapi jadi penanda datangnya kiamat bagi publik dan upaya

pemberantasan korupsi.

25

2. KPK tidak lagi memiliki tugas dan kewenangan melakukan

penuntutan

Revisi UU KPK menghapuskan tugas dan kewenangan dibidang

penuntutan. Tugas KPK dibidang penindakan hanya melakukan

penyelidikan dan dan penyidikan. Sedangkan penuntutan dikembalikan

kepada Kejaksaan Agung. Dalam Revisi UU KPK ini, disebutkan

bahwa yang berhak menuntut adalah Jaksa Penuntut Umum dari

Kejaksaan Agung, atau Penuntut Umum sebagaimana yang diatur

dalam KUHAP. Hal ini tercantum dalam Pasal 53 Revisi UU KPK, dan

implikasi dari pasal ini adalah KPK tidak lagi memiliki kewenangan

menuntut, dan proses penanganan perkara KPK, tak ubahnya

Kepolisian.

3. KPK hanya bisa menangani perkara korupsi dengan kerugian

negara 50 Miliar Rupiah ke atas

Peningkatan jumlah kerugian negara dalam perkara yang dapat

ditangani oleh KPK menjadi minimal Rp 50 Miliar Rupiah, menjadi

salah satu pertanda bahwa lembaga ini sedang dikurangi

kewenangannya secara besar-besaran. Sedangkan kasus korupsi

dibawah Rp 50 miliar, maka KPK harus menyerahkan penyidikan

kepada kepolisian dan kejaksaan.

Tidak ada jaminan bahwa kasus dibawah Rp 50 miliar akan ditangani

dengan baik oleh institusi hukum seperti POLRI dan Kejaksaan.

Koruptor akan merasa bebas dari KPK apabila kerugian yang

ditimbulkannya dibawah Rp 50 miliar.

Padahal jika berkaca dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang KPK yang berlaku sekarang, nilai kerugian negara yang

ditentukan bagi KPK, hanya sebesar Rp 1 Miliar Rupiah, dan dengan

angka ini, ada banyak perkara korupsi yang juga berhasil diungkap oleh

KPK.

26

Gambar 3. Jumlah Kasus Korupsi Menurut Jenis Perkara Periode

2004-2017

4. KPK harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan untuk melakukan

penyadapan

Izin penyadapan ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a RUU KPK ,

yang pada intinya mewajibkan KPK untuk memperoleh izin

penyadapan dari Ketua Pengadilan Negeri. Permintaan izin penyadapan

ini dikhawatirkan justru memperbesar potensi bocornya informasi

kepada subjek yang ingin disadap, sehingga proses pengungkapan

perkara akan semakin lama.

5. KPK wajib lapor ke Kejaksaan dan Polri ketika menangani

perkara korupsi

Pasal 52 Revisi Undang-Undang KPK menyebutkan bahwa KPK wajib

memberi notifikasi (pemberitahuan) kepada Kepolisian dan Kejaksaan

ketika menangani perkara korupsi. Kewajiban ini menempatkan KPK

dalam posisi di bawah Kejaksaan dan Kepolisian, karena dalam Revisi

Undang-Undang KPK ini, kewajiban tersebut hanya ada bagi KPK tapi

tidak bagi Kejaksaan dan Kepolisian.

27

Pasal ini hanya akan memperlambat proses penyelidikan yang

dilakukan oleh KPK, dan besar kemungkinan akan berpotensi ke

kepentingan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh kinerja KPK.

KPK dibuat seolah anak-anak yang harus melaporkan setiap tindakan

yang dilakukannya.

28

BAB IV

KESIMPULAN

Setelah hampir tiga tahun tertunda, akhirnya revisi atas UU No. 30 Tahun

2002 masuk dalam prioritas program legislasi nasional. Walaupun masih

menjadi tanda tanya siapa pencetus pertama dari revisi ini, poin-poin yang

terdapat dalam Draf Rancangan Undang-Undang Perubahan atas UU No. 30

Tahun 2002 terlajur menuai banyak polemik. Banyak kalangan termasuk para

politis, aktivis anti-korupsi, dan juga penulis sendiri, yang merasa sejumlah

poin yang ada dalam draf tersebut dinilai akan melemahkan KPK, bahkan

membunuh KPK.

DPR beralasan hal ini penting dilakukan untuk menyempurnakan

kelembagaan KPK. Ide penguatan KPK tentu sejalan dengan aspirasi setiap

rakyat Indonesia yang menginginkan KPK kuat. Sayangnya, ide penguatan

KPK tak dibarengi logika yang sejalan dengan hasil rumusan RUU KPK.

Masih materi muatan dalam draf RUU KPK yang tak mencerminkan

semangat penguatan.

Penulis merasa dari kelima poin penting yang dijelaskan dalam analis pro-

kontra, tidak menunjukkan bahwa DPR ingin memperkuat lembaga tersebut

dan menjadikan tugas serta wewenangnya sesuai dengan konstitusi. Padahal

selama ini KPK telah menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi di

Indonesia, dan khususnya dalam upaya melakukan penindakan perkara

korupsi dengan maksimal. Penulis juga merasa revisi tersebut sebagai bentuk

respon dari pihak yang terganggu dengan kinerja KPK, selain itu,

kemungkinan draf revisi ini merupakan titipan para koruptor atau pihak-pihak

yang berpotensi menjadi tersangka KPK, seperti catatan dari ICW (Indonesia

Corruption Watch) bahwa KPK sudah memproses 42 anggota DPR yang

tersebar dalam delapan kasus korupsi. Jika semua kasus diproses secara

29

tuntas oleh KPK, bukan tidak mungkin ada lebih dari 100 anggota DPR yang

akan dijerat korupsi.

Penulis berpendapat, para anggota DPR yang mendukung revisi UU KPK

menginginkan lembaga yang telah banyak menjerat anggota dewan itu bubar.

Sejatinya, dalam kondisi korupsi yang masih marak di Indonesia,

kewenangan yang telah ada dalam UU tersebut masih sangat diperlukan.

30

Daftar Pustaka

Burhani, Ruslan.”Anggota DPR: Revisi UU KPK Luruskan Tujuan”.13

Oktober 2015.

http://www.antaranews.com/berita/523197/anggota-dpr—

revisi-uu-kpk-luruskan-tujuan

Fajar.”Garis Besar 11 Prestasi KPK”.11 Oktober 2015.

http://fajar.co.id/nasional/2014/12/29/icw-kpk-11-tahun-11-

prestasi.html#sthash.6M1iE8NO.dpuf

Indah, Restu.”Ini Alasan Pengusul KPK Perlu Direvisi”.15 Oktober

2015.http://www.suarasurabaya.net/fokus/663/2015/160327-

Ini-Alasan-Pengusul-UU-KPK-Perlu-Direvisi

Indah, Restu.”Pembatasan Umur KPK Tak Cerminkan Kesadaran Anti

Korupsi”.15 Oktober

2015.http://www.suarasurabaya.net/fokus/663/2015/160363-

Pembatasan-Umur-KPK-Tak-Cerminkan-Kesadaran-

Antikorupsi,

KPK.”Sekilas KPK, Visi dan Misi KPK, Fungsi dan Tugas KPK,Struktur

Organisasi KPK”.10 Oktober

2015.http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/sekilas-kpk

Rastika, Icha.”KPK Harus Libatkan Kejaksaan dan POLRI”.15 Oktober

2015.http://www.merdeka.com/politik/dalam-revisi-uu-

penuntutan-KPK-harus-libatkan-polri-dan-kejaksaan.html

Rastika, Icha.”Sekjen PDI-P: Revisi UU KPK Merupakan HAsil

Kesepakatan Dengan Pemerintah”.15 Oktober

2015.http://nasional.kompas/tag/.jokowi

Sugiyanto, SH., MPA.2001.“Menguak Peluang dan Tantangan

Administrasi Publik”.Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

31